Anda di halaman 1dari 19

FASE RESUSITASI

a. Mekanisme Cedera. Mekanisme cedera adalah faktor lainnya yang digunakan


untuk menentukan keparahan cedera. Secara umum, perhatian khusus pada aspek
cedera dibutuhkan untuk cedera luka bakar listrik atau kimia atau luka bakar lain
yang berhubungan dengan cedera inhalasi. Klien, orang-orang di tempat kejadian
cedera, dan tenaga medis kegawatdaruratan dapat memiliki keterangan penting
yang dapat membantu dalam menentukan keparahan luka bakar. Keterangan yang
berguna meliputi waktu cedera, tingkat kesadaran klien di tempat kejadian, apakah
cedera terjadi di tempat tertutup atau terbuka, ada tidaknya trauma terkait, dan
mekanisme spesifik cedera. Jika korban mengalami luka bakar kimia, pengetahuan
tentang bahan-bahan yang merusak, konsentrasinya, lama paparannya, dan apakah
irigasi sudah dilakukan di tempat kejadian sangat berguna. Untuk korban dengan
cedera listrik, pengetahuan sumber listrik, tenis arus, dan tegangan arus berguna
untuk menentukan luasnya cedera. Informasi mengenai kesehatan klien di masa lalu
sebagaimana kesehatan secara umum harus didapatkan. Secara khusus, informasi
tentang penyakit jantung, paru, endokrin, atau ginjal dapat memiliki dampak
terhadap pengobatan. Alergi dan rejimen medikasi saat ini, termasuk obat-obatan
herbal juga harus diidentifikasi.
b. Menangani Luka Bakar Minor
Perawatan klien dengan cedera luka bakar minor biasanya dilakukan pada prinsip
rawat jalan. Dalam membuat keputusan tentang apakah harus mengelola klien
sebagai klien rawat jalan, kegawatan cedera terlebih dahulu harus dikaji.
Sebagaimana telah dibahas dalam fitur Penghubung ke Perawatan Kritis, cedera
luka bakar minor pada klien dewasa pada umumnya ditentukan sebagai kurang dari
15% TBSA pada klien berusia kurang dari 40 tahun atau 10% TBSA pada klien
lebih dari 40 tahun, tanpa risiko gangguan ataupun kecacatan fungsional maupun
kosmetik. Selain itu, kemampuan klien atau pengasuh untuk melakukan perawatan
luka di rumah harus dipertimbangkan. Perawatan medis luka bakar minor termasuk
evaluasi luka dan perawatan awal, imunisasi tetanus, dan manajemen nyeri. Ketika
memberikan perawatan luka awal, perawat bertanggung jawab untuk mengajarkan
perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis infeksi yang membutuhkan
perawatan medis lebih lanjut. Hal ini yang perlu diajarkan meliputi kebutuhan
untuk melakukan latihan rentang gerak untuk menjaga fungsi sendi normal dan
menurunkan pembentukan edema. Kebutuhan untuk seluruh evaluasi atau
pengobatan tindak lanjut harus dikonfirmasi pada klien saat ini.
Luka Bakar Mayor
Tujuan medis untuk perawatan luka bakar bergantung pada fase perawatan. Tujuan
awal adalah menyelamatkan nyawa, menjaga dan melindungi saluran napas, serta
mengembalikan stabilitas hemodinamik. Tujuan selanjutnya berfokus pada
mendorong penyembuhan, dan mengkaji serta memperbaiki komplikasi.

Memantau Saluran Napas dan Pernapasan


Keadekuatan saluran napas dan pernapasan harus menjadi prioritas utama
selama fase resusitatif. Orofaring harus diperiksa untuk melihat adanya
eritema, lepuh, atau luka, dan kebutuhan intubasi endotrakeal harus
dipertimbangkan.
Jika dicurigai terdapat cedera inhalasi, pemberian 100% oksigen lewat
masker non-rebreathing yang melekat erat harus diteruskan hingga kadar COHb
turun di bawah 15%. Oksigen hiperbarik dapat dipertimbangkan pada semua
paparan CO. Namun begitu, bergantung pada lokasi dapat membawa risiko
tambahan. Jika pernapasan tampak terganggu oleh luka bakar sirkumferensial yang
ketat, eskarotomi bilateral batang tubuh mungkin diperlukan untuk melepaskan
gangguan ventilasi.

Mencegah Syok (Hipovolemia) Luka Bakar


Pada dewasa dengan cedera luka bakar yang mengenai lebih dari 15% TBSA,
resusitasi cairan intravena (IV) pada umumnya dibutuhkan. Dianjurkan untuk
memasang dua jalur IV perifer berdiameter besar pada kulit yang tidak terkena luka
bakar, proksimal dari luka bakar apapun pada ekstremitas. Jalur IV dapat dipasang
pada kulit yang terkena luka bakar jika diperlukan; namun, jalur ini harus
diamankan menggunakan jahitan. Pada klien dengan luka bakar luas atau lokasi
pemasangan IV perifer yang terbatas, kanulasi vena sentral (subklavia, jugular
interna atau eksterna, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
Resusitasi cairan digunakan untuk meminimalkan efek pergeseran cairan
yang merugikan. Tujuan resusitasi cairan adalah menjaga perfusi organ vital dan
juga menghindari komplikasi yang berhubungan dengan pemberian cairan yang
tidak memadai ataupun berlebihan. Beberapa rumus yang berbeda tersedia untuk
digunakan menghitung kebutuhan cairan. Rumus yang saat ini direkomendasikan
oleh pelatihan Bantuan Hidup Luka Bakar Amerika (American Burn Life Support
[ABLS]), diuraikan dalam fitur Pemantauan Kritis, adalah 2 hingga 4 ml/kg/24 jam
larutan Ringer. Pada perhitungan laju infus cairan, waktu terjadinya cedera, bukan
waktu resusitasi cairan dimulai, dihitung sebagai awal waktu. Dengan demikian
pada klien dengan luka bakar yang tertunda 2 jam saat mencapai unit gawat darurat,
angka 2 jam harus tetap diperhitungkan dalam perhitungan cairan yang dibutuhkan.
Walaupun begitu, penyesuaian laju infus cairan didasarkan pada respons fisiologis
klien (misalnya, produksi urine, tanda-tanda vital, dan auskultasi paru) dan bukan
resusitasi cairan yang terlewatkan.
Jumlah pasti cairan didasarkan pada berat badan klien dan luasnya cedera.
Faktor lain yang dipertimbangkan termasuk adanya cedera inhalasi atau cedera
listrik tegangan tinggi, penundaan mulainya resusitasi, riwayat minum alkohol yang
berlebihan, trauma terkait, dan kerusakan jaringan dalam. Faktor-faktor itu
cenderung untuk meningkatkan jumlah cairan IV yang dibutuhkan untuk resusitasi
yang memadai di atas jumlah yang telah dihitung. Larutan yang mengandung koloid
tidak diberikan selama periode ini karena perubahan pada integritas kapiler yang
memungkinkan bocornya cairan kaya protein (misalnya albumin) ke dalam ruang
interstisial, menyebabkan pembentukan cairan edema tambahan. Selama 24 jam
setelah cedera luka bakar, larutan yang mengandung koloid dapat diberikan,
bersama dengan dekstrosa 5% dan air dalam berbagai jumlah.
Tanda-tanda vital digunakan untuk menyediakan dasar informasi dan juga
tambahan data untuk menentukan kecukupan resusitasi cairan. Pemeriksaan
laboratorium dasar harus mencakup glukosa darah, nitrogen urea darah, kreatinin
serum, elektrolit serum, dan nilai hematokrit. Kadar gas arteri dan COHb harus
diperiksa, terutama bila cedera inhalasi dicurigai terjadi. Foto polos dada harus
didapatkan untuk semua klien dengan luka bakar luas atau cedera inhalasi.
Pemeriksaan laboratorium lainnya sebagai tambahan pemeriksaan radiografi harus
dilakukan pada semua klien dengan trauma yang terkait, sebagaimana
diindikasikan. Bergantung pada keadaan cedera, penapisan alkohol atau obat-
obatan dapat dilakukan. Pemantauan EKG terus-menerus harus dilakukan pada
semua klien dengan cedera luka bakar mayor, terutama pada mereka yang
menderita riwayat iskemia jantung. Sadapan EKG harus ditempatkan pada kulit
yang tidak mengalami luka bakar, sehingga interprestasi irama dilakukan hanya
dalam titik tempat sadapan diletakkan.

Mencegah Aspirasi
Banyak pusat luka bakar menganjurkan pemasangan slang nasogastrik untuk
manajemen klien yang tidak sadar dan klien dengan luka bakar 20% hingga 50%
TBSA atau lebih, untuk mencegah muntah dan menurunkan risiko aspirasi.
Disfungsi gastrointestinal disebabkan oleh ileus intestinal yang berkembang hampir
di seluruh klien pada periode cedera pascaluka bakar awal. Semua cairan oral harus
dibatasi saat ini.

Meminimalkan Nyeri dan Kecemasan


Selama fase resusitatif, penatalaksanaan nyeri untuk klien dengan luka bakar mayor
dicapai melalui pemberian opoid IV, biasanya morfin sulfat atau fentanil. Pada
dewasa, dosis kecil diberikan dan diulang setiap selang 5 hingga 10 menit hingga
nyeri dapat dikendalikan.
Klien yang datang ke unit gawat darurat dengan cedera luka bakar minor
atau sedang sering kali mendapatkan dosis kecil opoid IV (misalnya morfin sulfat).
Obat analgesia oral kemudian diresepkan.
Untuk meminimalkan kecemasan, penjelasan sederhana tentang lingkungan
rumah sakit (misalnya alat pemantau jantung, pompa yang digunakan untuk
memberikan cairan intravena) dan informasi persiapan sebelum semua prosedur
harus diberikan.

Perawatan Luka
Menghentikan Proses Luka Bakar. Semua proses luka bakar dimulai pada tempat
kejadian cedera. Pakaian yang terus terbakar harus dengan hati-hati dilepaskan.
Pada kasus cedera kulit kepala, semua pakaian yang panas, basah (termasuk popok)
harus dilepaskan segera. Setelah dilepaskan, klien harus ditutupi dengan lembaran
dan selimut kering untuk menjaga panas tubuh.
Penanganan cedera luka bakar kimia juga dimulai pada tempat kejadian
cedera. Semua pakaian harus dilepaskan, dan seluruh bubuk kimia dibersihkan dari
kulit. Luka bakar kimia harus diirigasi terus-menerus dengan jumlah air yang sangat
banyak untuk sekurangnya 20 menit dan hingga sensasi terbakar berhenti. Bahan
penetral tidak dianjurkan karena reaksi penetralan menyebabkan panas, yang
menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut.
Untuk cedera kimia pada mata, lakukan irigasi pada mata dengan aliran
larutan garam fisiologis secara lembut, yang membilas baik mata maupun
konjungtiva yang tercederai. Metode yang direkomendasikan adalah mengirigasi
mata dari kantus dalam kearah luar, untuk mencegah mencuci zat kimia ke dalam
duktus air mata atau ke dalam mata lainnya.
Perawatan luka bakar listrik termasuk menghentikan proses pembakaran.

Perawatan Segera. Ketika rujukan ke pusat luka bakar dapat dicapai dalam 12 jam
setelah cedera, pada perawatan luka bakar harus dilakukan penutupan luka dengan
handuk steril serta penempatan selimut dan lembaran kering, bersih di seluruh
tubuh klien. Insiasi debridemen dan pemakaian zat antimikrobial tidak diperlukan.
Perawatan luka definitif dimulai setelah masuknya klien ke rumah sakit.
Perawatan luka bakar definitif untuk luka bakar terdiri atas pembersihan,
debridemen jaringan mati (nonvital),pembuangan bahan-bahan yang
membahayakan (misalnya, bahan-bahan kimia, ter), dan penggunaan bahan-bahan
topikal yang tepat. Luka bakar harus dicuci menggunakan sabun yang lembut dan
dibilas secara menyeluruh dengan air hangat. Jaringan yang longgar dan mati harus
secara hati-hati dilepaskan, dan semua rambut harus dicukur dengan batas 1 inci di
sekeliling luka bakar (kecuali: jangan mencukur alis atau bulu mata karena mereka
tidak akan tumbuh dalam pola yang normal) untuk meminimalkan organisme
permukaan.
Membersihkan ter atau aspal lebih mudah dilakukan menggunakan produk
citrus-petroleum (jeruk-minyak bumi) seperti Medisol (Orange-Sol, Inc., Chandler,
Ariz) atau minyak mineral dan salep antibiotik berbasis minyak bumi seperti
basitrasin atau polimiksin-neomisin-basitrasin (salep Neosporin, Pfizer Inc., New
York, NY).
Klien dengan luka bakar minor biasanya diajarkan tentang perawatan luka
dan dipulangkan ke rumah dengan instruksi untuk melanjutkan perawatan luka
hingga dua kali sehari dan kembali ke klinik rawat jalan atau dokter pribadi mereka
untuk pengkajian dan perawatan lanjutan.

Pencegahan Tetanus. Luka bakar, bahkan yang minor sekalipun, rentan terhadap
tetanus. Protokol saat ini untuk imunisasi tetanus pada klien dengan semua cedera
luka bakar sama dengan jenis trauma lainnya. Klien yang belum menerima
imunisasi terhadap tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir harus menerima penguat
(booster) toksoid tetanus. Untuk klien yang belum diimunisasi, imunoglobulin
tetanus (zat imunisasi pasif) dan seri pertama imunisasi aktif dengan toksoid tetanus
harus diberikan.

Mencegah Iskemia Jaringan. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapat


mengganggu sirkulasi pada tungkai. Mengelevasi ekstremitas yang cedera 15
derajat di atas level jantung dan melakukan latihan aktif membantu untuk
mengurangi pembentukan edema dependen (edema pada daerah yang lebih rendah
dari jantung). Namun begitu, gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Dengan
demikian pengkajian ekstremitas distal perlu sering dilakukan. Pengkajian
pengukuran aliran (flowmeter) Doppler pada lengkung pembuluh darah telapak
tangan (untuk ekstremitas atas) dan arterio tibialis posterior (untuk ekstremitas
bawah) menyediakan petunjuk mengenai perfusi perifer dan harus dilakukan secara
reguler selama periode resusitasi. Ketiadaan aliran atau penurunan progresif
intensitas pengukuran aliran Doppler menunjukkan perfusi yang terganggu.
Eskarotomi adalah pengobatan yang tepat untuk gangguan sirkulasi yang
disebabkan oleh luka bakar sirkumferensial yang berkontriksi. Insisi lateral tengah
atau medial tengah ekstremitas yang terkena dibuat dari paling proksimal hingga
paling distal dari batas-batas luka bakar ketebalan-penuh. Kedalaman insisi terbatas
pada eskar. Umumnya insisi dilakukan ditempat tidur tanpa anestesia lokal ataupun
umum, karena luka bakar ketebalan penuh biasanya tidak terasa. Namun, jaringan
hidup di bawah eskaratomi dapat berdarah bila terpotong, dan klien dapat
merasakan nyeri. Perdarahan dapat dikendalikan dengan tekanan, zat pembekuan
darah topikal, jahitan ligasi, atau kauter elektrik. Pengendalian nyeri dicapai dengan
pemberian opoid. Setelah eskaratomi, luka bakar dapat ditutup dengan krim
antimikrobial topikal dan balutan kain kasa.
Jika perfusi jaringan yang memadai tidak kembali setelah eskaratomi,
fasiotomi, fasiotomi mungkin diperlukan. Prosedur ini, yang berupa insisi fasia,
dilakukan di ruang operasi dengan klien di bawah anestesia umum. Fasiotomi
biasanya diperlukan hanya pada cedera yang ditimbulkan oleh listrik tegangan
tinggi atau mereka dengan cedera remuk (crush injury) yang menyertai.

Transportasi ke Fasilitas Luka Bakar. Pertimbangan untuk merujuk ke fasilitas


perawatan luka bakar tepat untuk semua klien dengan cedera luka bakar mayor.
Kontak yang cepat dengan pusat luka bakar yang menerima klien merupakan hal
yang penting untuk memfasilitasi proses pemindahan yang lancar. Semua salinan
rekam medis, termasuk cairan yang telah diberikan dan pengobatan, angka keluaran
urine per jam, dan tanda-tanda vital, harus disertakan pada klien. Luka bakar pada
klien harus dipastikan tertutupi dengan lembaran dan selimut kering. Tenaga
kesehatan di pusat luka bakar akan melakukan pengkajian lengkap pada luka;
dengan demikian baik kiranya untuk tidak memulai penggunaan perawatan luka
topikal.

FASE AKUT
Manajemen Medis pada Fase Akut Cedera Luka Bakar
Mencegah Infeksi
Pengendalian infeksi adalah komponen utama pada manajemen luka bakar.
Kebijakan pengendaliam infeksi dibutuhkan untuk mengelola klien dengan cedera
luka bakar guna mengendalikan transmisi mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Standar keselamatan harus diikuti dalam merawat semua
klien dengan cedera luka bakar; namun, praktik pengendalian infeksi spesifik dan
teknik isolasi ada untuk semua pusat luka bakar. Praktik tersebut mencakup
penggunaan sarung tangan, tutup kepala, masker, pelindung sepatu, pakaian scrub,
dan apron plastik. Cuci tangan secara ketat ditekankan untuk menurunkan angka
kejadian kontaminasi silang antar klien dan merupakan cara-cara terpenting dalam
mencegah penyebaran infeksi. Staf dan pengunjung biasanya dicegah untuk kontak
dengan klien bila mereka menderita infeksi kulit, gastrointestinal, atau saluran
napas.

Pemeliharaan gizi yang memadai selama fase akut luka bakar penting untuk
membantu penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. Laju metabolik basal dapat
40% hingga 50% lebih tinggi dari tingkat normal, bergantung pada luasnya luka
bakar. Respons ini dianggap sebagai akibat pengaturan ulang “termostat”
homeostatik aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, yang menyebabkan peningkatan
produksi panas. Laju metabolik menurun saat penutupan dan penyembuhan luka
tercapai.
Dukungan gizi yang agresif dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi
yang meningkat yang diperlukan untuk membantu penyembuhan dan mencegah
efek katabolisme yang tak diinginkan. Beberapa rumus berbeda, ditampilkan pada
fitur Pemantauan Kritis, saat ini digunakan untuk memperkirakan kebutuhan energi
dengan memperhitungkan indikator-indikator berbeda: berat badan, jenis kelamin,
usia, luas luka bakar, dan jumlah aktivitas. Dukungan tambahan umumnya
diindikasikan untuk klien dengan cedera luka bakar menggunakan salah satu dari
hal berikut ini: luka bakar dengan luas 30% TBSA atau lebih, perjalanan klinik yang
membutuhkan operasi multipel, kebutuhan untuk dukungan ventilasi mekanik,
status mental terganggu dan status gizi pracedera yang buruk. Metode untuk
memberikan dukungan gizi mencakup asupan oral, pemberian makan lewat selang
enteral, nutrisi parenteral perifer, dan nutrisi parenteral total, yang dapat digunakan
sendirian atau kombinasi. Rute pemberian makan yang lebih dipilih adalah oral atau
enteral; namun demikian, keputusan mengenai bagaimana memenuhi kebutuhan
gizi klien harus bersifat individual. Biasanya, nutrisi parenteral disediakan bagi
klien dengan ileus berkepanjangan atau pada mereka yang pemberian makan
enteralnya gagal untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Meminimalkan Nyeri
Nyeri prosedural, nyeri latar, dan nyeri lonjakan terus menjadi masalah yang
penting selama proses pemulihan ini. Selama fase akut cedera, usaha untuk
menemukan kombinasi obat-obatan dan intervensi untuk meminimalkan
ketidaknyamanan dan nyeri dilakukan.
Seperti pada fase resusitatif pendekatan paling umum untuk mengendalikan
nyeri adalah penggunaan zat farmakologi. Namun, selain opoid yang digunakan
selama fase resusitatif, modalitas lainnya dapat digunakan selama fase akut cedera
luka bakar untuk membantu meredakan nyeri klien. Peralatan analgesia terkontrol
klien, analgesia inhalasi seperti nitrat oksida, analgesia oral “pain cocktails”, dan
agen agonis-antagonis opoid dapat bermanfaat selama fase akut cedera luka bakar.
Obat anti-inflamasi nonsteroidal (OAINS) dapat diresepkan untuk penanganan
nyeri ringan hingga sedang. Ketika OAINS digunakan, kehati-hatian ekstra harus
diberikan untuk mencegah ulserasi lambung.
Modalitas nonfarmakologi yang digunakan untuk menangani nyeri terkait
luka bakar termasuk hipnosis, guided imagery, terapi seni dan bermain, teknik
relaksasi, distraksi, umpan balik hayati, dan terapi musik. Modalitas tersebut
ditemukan efektif dalam menurunkan kecemasan, sehingga menurunkan persepsi
nyeri. Mereka sering digunakan sebagai terapi tambahan atas pengobatan
farmakologi pada penanganan nyeri luka bakar.

Memberikan Perawatan Luka Bakar


Perawatan luka bakar pada akhirnya ditujukan untuk membantu penyembuhan luka.
Perawatan luka harian meliputi pembersihan, debridemen jaringan nonvital, dan
pembalutan luka.

Membersihkan Luka. Praktik hidroterapi masih menjadi andalan dalam


perencanaan penanganan luka bakar untuk membersihkan luka. Pembersihan
tersebut dicapai dengan imersi, menghujani (showering) dan menyemproti
(spraying). Sesi hidroterapi selama 30 menit atau kurang dapat optimal bagi klien
dengan luka bakar akut. Periode waktu yang lebih lama dapat meningkatkan
kehilangan natrium (air bersifat hipotonik) lewat luka bakar dan dapat
meningkatkan kehilangan panas, nyeri, dan stres. Selama hidroterapi, luka secara
lembut dicuci dengan satu dari berbagai jenis larutan. Perawatan harus dilakukan
untuk meminimalkan perdarahan dan menjaga suhu tubuh selama prosedur ini.
Untuk mencegah kontaminasi silang, penggunaan bak mandi hidroterapi plastik
sekali pakai tersedia, dengan pembersihan bak antar klien. Klien yang dikecualikan
dari hidroterapi umumnya merupakan klien yang tidak stabil secara hemodinamik
dan mereka dengan tandur kulit baru. Jika hidroterapi tidak digunakan, luka dicuci
dan dibilas ketika klien berada di tempat tidur, sebelum penggunaan obat-obat
antimikroba topikal.

Debridemen. Debridemen luka bakar meliputi pembuangan eskar, eksudat, dan


krusta. Hal ini membantu penyembuhan luka dengan mencegah proliferasi bakteri
di dalam dan di bawah jaringan nonvital. Debridemen luka bakar dicapain lewat
cara-cara mekanik, enzimatik, atau bedah.
Debridemen mekanik bisa dicapai melalui penggunaan gunting dan forsep
secara hati-hati untuk mengangkat dan memangkas jaringan nonvital longgar.
Hidroterapi melunakkan dan melonggarkan jaringan nonvital sehingga lebih mudah
untuk dibuang. Balutan basah-hingga-kering, adalah cara efektif lainnya dari
debridemen mekanik. Balutan kain kasa kasar dibasahi dengan larutan yang telah
diresepkan, diperas hingga kain sedikit lembap, dan ditempelkan ke luka. Balutan
dibiarkan pada tempatnya hingga kering. Biasanya 6 hingga 8 jam setelahnya, kain
kasa dengan hati-hati dilepaskan dari luka, yang secara mekanik mengangkat
drainase, eksudat, dan jaringan nekrotik longgar yang telah mengering ke atas kain
kasa. Namun, metode debridemen luka ini harus dilakukan secara hati-hati, karena
ia juga akan mengangkat jaringan yang masih viabel. Debridemen mekanik luka
bakar bisa menimbulkan nyeri hebat; dengan demikian, pengelolaan luka yang
efektif penting untuk dilakukan.
Debridemen enzimatik melibatkan penggunaan enzim proteolitik dan
fibrinolitik topikal yang telah disiapkan (Accuzyme, Healthpoint Ltd., Ft. Worth.
Tex; Santyl, Abott Laboratories, Columbus, Ohio) ke luka bakar, yang
memfasilitasi pelepasan jaringan nonvital. Zat-zat tersebut membutuhkan
lingkungan yang lembap agar bisa efektif dan dioleskan secara langsung ke luka
bakar.

Debridemen bedah pada luka bakar melibatkan eksisi jaringan nonvital dan
penutupan luka. Eksisi bedah dini dimulai selama minggu pertama setelah cedera,
ketika klien sudah stabil secara hemodinamik. Keuntungan eksisi dini termasuk
mobilisasi dini, penutupan luka dini (yang mengurangi bahaya potensial untuk
infeksi luka), dan lama rawat inap yang memendek. Kerugian eksisi dini adalah
risiko mengeksisi jaringan viabel yang dapat menyembuh seiring berjalannya
waktu.
Ada dua teknik debridemen bedah digunakan saat ini. Pada eksisi
tangensial, lapisan jaringan nonvital yang sangat tipis secara bertahap dipangkas
hingga jaringan viabel tercapai. Eksisi fasial melibatkan pemangkasan jaringan
luka bakar dan lemak di bawahnya hingga ke fasia. Teknik ini sering kali digunakan
untuk debridemen pada luka bakar yang sangat dalam.

Penatalaksanaan Antimikroba Topikal. Luka bakar ketebalan-sebagian atau


ketebalan-penuh pada awalnya ditangani menggunakan obat-obat antimikroba
topikal. Obat-obat tersebut diberikan sekali atau dua kali sehari bergantung pada
pembersihan, debridemen, dan inspeksi luka. Perawat mengkaji pemisahan jaringan
nonvital, adanya jaringan granulasi atau re-epitelisasi, dan manifestasi infeksi.
Obat-obat antimikroba topikal yang paling sering digunakan. Walaupun tidak ada
satupun obat tunggal yang digunakan secara universal, banyak pusat luka bakar
yang memilih krim silver sulfadiazine sebagai obat topikal awal.
Luka bakar ditangani menggunakan baik teknik balutan terbuka ataupun
tertutup. Untuk metode terbuka, krim antimikroba dioleskan dengan tangan
bersarung dan luka dibiarkan terbuka dengan udara tanpa balutan kain kasa. Krim
dioleskan ulang bila diperlukan, walaupun olesan ulang lazim dilakukan setiap 12
hingga 24 jam. Keuntungan metode terbuka adalah meningkatnya visualisasi
terhadap luka, dan kesederhanaan dalam perawatan luka. Kerugiannya adalah
meningkatnya peluang hipotermia dan nyeri dari paparan.
Pada perawatan luka metode tertutup, balutan kain kasa diresapi dengan
krim antimikroba dan ditempelkan pada luka. Untuk mencegah gangguan sirkulasi
pada luka bakar ekstremitas, kain kasa harus dibungkus dari bagian ekstremitas
yang paling distal ke arah proksimal. Keuntungan metode tertutup adalah
penurunan cairan penguapan dan hilangnya panas dari permukaan luka. Selain itu,
balutan kain kasa juga dapat membantu debridemen. Kerugian balutan kain kasa
adalah keterbatasan mobilitas dan penurunan potensial efektivitas latihan rentang
gerak (ROM). Pengkajian luka juga terbatas hanya pada saat penggantian balutan
dilakukan.
Selubung luka temporer (pengganti kulit) juga sering digunakan sebagai
salah satu jenis “balutan”. Produk-produk itu adalah selubung luka temporer, dan
masing-masing memiliki indikasi spesifik. Ciri luka (kedalaman cedera, jumlah
eksudat, lokasi luka pada tubuh, dan fase saat pemulihan) dan tujuan pengobatan
merupakan bahan pertimbangan dalam memilih selubung luka yang paling tepat.

Memaksimalkan Fungsi
Pemeliharaan fungsi fisik optimal pada klien dengan cedera luka bakar adalah
tantangan pada seluruh tim. Perawat bekerja sama dengan terapis okupasional dan
fisik untuk mengidentifikasi kebutuhan rehabilitasi pada klien dengan luka bakar.
Program individual untuk pembebatan, pemosisian, latihan, ambulasi, kinerja ADL,
dan terapi tekanan harus diterapkan pada fase akut pemulihan untuk
memaksimalkan pemulihan fungsi dan hasil kosmetik. Tujuan terapeutik pada
tahap ini dalam pemulihan adalah mencegah pembentukan kontraktur dini dan
mempertahankan panjang jaringan lunak.
Kontraktur luka dan parut hipertrofik adalah dua masalah utama untuk klien
dengan cedera luka bakar. Kontraktur luka biasanya lebih parah pada luka bakar
luas. Daerah yang menjadi predisposisi terhadap kontraktur adalah tangan, kepala
dan leher, serta aksila. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah dan
menangani kontraktur luka termasuk posisi terapeutik, latihan rentang pergerakan,
pembebatan, serta pengejaran klien dan keluarga.
Membiarkan klien dengan cedera luka bakar untuk berada pada posisi yang
nyaman paling sering berperan dalam pembentukan kontraktur. Dengan demikian,
posisi yang tepat, baik di tempat tidur maupun di luar tempat tidur, harus tetap
dijaga untuk klien dengan cedera luka bakar. Teknik ini menempatkan bagian tubuh
yang terkena dalam posisi oposisi terhadap posisi yang potensial kontraktur atau
detormitas. Kecenderungan alami pada penyembuhan dan imobilisasi adalah
kontraksi otot dan sendi menjadi posisi fleksi yang memendek. Sebagai contoh,
untuk mereduksi risiko kontraktur leher, penggunaan bantal-yang menempatkan
kepala pada posisi fleksi-tidak diperkenankan.
Latihan rentang pergerakan aktif diinstruksikan dini pada fase akut
pemulihan untuk mendukung resolusi edema dan mempertahankan kekuatan dan
fungsi sendi. Selain itu, ADL dapat efektif untuk mempertahankan fungsi dan
rentang pergerakan. Ambulasi mempertahankan kekuatan dan rentang pergerakan
ekstremitas bawah. Semuanya harus dimulai segera setelah klien stabil secara
fisiologis.
Rentang pergerakan pasif dan latihan peregangan harus dimasukkan sebagai bagian
dari perencanaan perawatan harian ketika klien tidak dapat melakukan latihan
rentang pergerakan aktif.
Bebat digunakan untuk mempertahankan posisi sendi yang tepat dan
mencegah atau memperbaiki kontraktur. Ada dua jenis bebat yang sering
digunakan. Bebat statis akan membantu imobilisasi sendi. Bebat statis tidak
menggantikan latihan dan sering kali diterapkan pada periode imobilisasi atau
selama tidur beberapa jam atau digunakan pada klien yang tidak dapat
mempertahankan posisi yang tepat. Sebaliknya, bebat dinamis melatih sendi yang
terkena. Perawatan harus dilakukan untuk memastikan semua bebat cocok dan tidak
memberikan tekanan yang berlebihan, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
atau saraf lebih lanjut.

Memberikan Dukungan Psikologi


Periode terlama dalam penyesuaian terjadi selama fase akut. Dewasa dengan cedera
luka bakar dapat menampilkan berbagai respons emosional dan psikologi.
Kecemasan dan ketakutan berkaitan dengan kerusakan rupa dan perubahan yang
dirasakan dalam peran dan identitas yang dialami klien selama masa tersebut.
Depresi, penarikan diri, dan regresi dapat terjadi.
Klien dapat mulai mendiskusikan cedera luka bakar atau kecelakaan,
menceritakan kejadian yang signifikan dan mencari arti dari apa yang telah terjadi.
Membiarkan ekspresi kecemasan ini dan meyakinkan bahwa hal tersebut adalah
“normal” sangatlah penting dalam memberikan dukungan. Anggota staf perlu untuk
secara aktif mendengar dan membiarkan klien berbicara tentang kecelakaan.
Penceritaan yang rinci dan berulang tentang cederanya berguna untuk
mendesensitisasi klien terhadap horor dari apa yang telah terjadi dan meredakan
mimpi buruk.
Klien yang memiliki sedikit informasi tentang prosedur pengobatan
spesifik, ketidaknyamanan atau nyeri potensial yang berhubungan, dan
ketersediaan sumber daya atau pilihan untuk penatalaksanaan nyeri biasanya
bereaksi dengan kecemasan atau respons nyeri yang meninggi. Memberikan
informasi tentang apa yang akan terjadi selama prosedur tertentu atau apa yang
diharapkan selama perjalanan pemulihan pada klien adalah konsep yang dikenal
sebagai menyediakan informasi preparasi. Teknik ini adalah metode berbasis
psikologi yang telah terbukti berhasil mereduksi nyeri dan kecemasan selama
prosedur tertentu. Untuk memperkuat perasaan klien atas kendali diri, pengajaran
juga harus meliputi tentang berbagai mekanisme koping dan penggunaan metode
nonfarmakologi untuk mengendalikan nyeri.
Melibatkan klien dalam perawatan mandiri membantu mereka untuk merasa
bahwa beberapa kendali atas situasi berada di tangan mereka. Klien dapat
dianjurkan untuk berperan dalam perawatan luka (misalnya mandi, debridemen
sederhana, penggunaan balutan) dan terapi fisik (misalnya latihan rentang
pergerakan aktif versus pasif, penggunaan bebat dan kain balutan). Intervensi ini
telah ditemukan efektif dalam mendukung kebutuhan psikologi klien.

Manajemen Keperawatan Klien Medis dalam Fase Akut Cedera Luka Bakar
Pengkajian. Setelah keseimbangan cairan tercapai, klien berpindah ke fase akut
perawatan luka bakar. Selama fase ini, penutupan luka adalah fokus utama
perawatan. Luka dikaji setiap hari dengan setiap penggantian balutan sebagai tanda
atas penyembuhan dan infeksi. Area pengkajian lainnya meliputi kondisi
pernapasan; kendali nyeri, status gizi, dan ulserasi stres; mobilitas dan kontraktur;
serta penyesuaian psikologi oleh klien dan keluarganya.

FASE REHABILITASI
Manajemen Medis dalam Fase Rehabilitasi Cedera Luka Bakar
Meminimalkan Kehilangan Fungsi
Eksisi luka dini membantu meminimalkan kehilangan fungsi jangka pendek dan
jangka panjang dengan menutup luka, meminimalkan infeksi, dan mengurangi
nyeri luka.
Tandur kulit, walaupun lebih elastik dari eskar, masih belum memiliki elastisitas
yang normal. Kekakuan luka resultan harus diimbangi dengan terapu agresif dan
pembebatan.
Latihan, pembebatan, dan pemosisian berlangsung terus-menerus melewati
semua fase pada cedera luka bakar; walau begitu, selama fase rehabilitasi inilah
tingkat kepentingan dari semua usaha tersebut menjadi tinggi. Cara-cara tersebut
penting untuk kemajuan klien guna mencapai kemandirian fungsional yang
optimal.
Parut hipertrofik, yang disebabkan deposisi kolagen yang terlampau banyak
pada luka bakar, dapat diminimalkan dengan pemberian terapi masase dan tekanan.
Penekanan konstan yang dilakukan pada luka bakar yang menyembuh lewat
penggunaan pakaian tekanan yang custom-fit telah ditemukan mampu mereduksi
parut pada beberapa individu. Beberapa produk yang ada secara komersial mampu
memberikan tekanan yang konstan, dan seimbang yang dibutuhkan. Walaupun
parut hipertrofik biasanya tidak memuncak sampai beberapa bulan setelah cedera,
penting untuk melakukan perencanaan ke depan sebelum awitan kehilangan fungsi.
Jika pakaian tekanan yang custom-fit akan digunakan, pada klien harus dilakukan
pengukuran pada waktu pemulangan dari rumah sakit atau pada waktu kunjungan
rawat jalan pertama mereka. Penting untuk memastikan pakaian ini melekat dengan
pas dan diperiksa untuk waktu yang sering selama fase pemulihan pasca
pemulangan dini.
Memberikan Dukungan Psikososial
Pada fase terakhir pemulihan, yakni selama luka hampir menyembuh dan rencana-
rencana spesifik telah dibuat untuk pemulangan dari rumah sakit, klien akan
menghadapi berbagai masalah dan keprihatinan. Masalah citra diri, nyeri,
keterbatasan fisik, reintegrasi ke dalam masyarakat, dan ketakutan akan penolakan
mewakili hanya sedikit masalah yang harus dihadapi oleh klien seiring semakin
dekatnya pemulangan. Selama waktu ini, komunikasi yang baik dengan klien harus
dijaga. Juga bermanfaat bagi klien bila para staf mendorong kemandirian dan
menyampaikan pesan bahwa para penyintas dapat mencari cara untuk mencapai
tujuan apa pun yang mereka tentukan untuk diri mereka. Pengendalian nyeri dan
pencegahan kecemasan terus memerlukan pengkajian dan manajemen medis bila
diperlukan. Bantuan psikososial untuk klien dan anggote keluarga atau orang
penting lainnya harus dilakukan saat pemulangan dari rumah sakit. Tambahan lagi,
organisasi penyintas nasional seperti Phoenix Society for Burn Survivors
(www.phoenix-society.org) dapat memberikan dukungan dan manfaat yang besar.
Memberikan klien nama dan nomor telepon staf klinik luka bakar dan staf
rehabilitasi untuk pertanyaan yang mendesak juga ditemukan membantu selama
periode transisi dari rumah sakit ke rumah. Rehabilitasi vokasional juga dibutuhkan
bila luka bakar mengenai tangan dan lengan.

Manajemen Keperawatan Klien Medis pada Fase Rehabilitasi Cedera Luka Bakar
Pengkajian. Setelah klien dan keluarga mampu untuk mengelola perawatan klien,
fokusnya menjadi mempersiapkan mereka untuk situasi rumah (untuk beberapa
klien, kondisi lain akan diperlukan). Perawat akan mengkaji klien dan pemahaman
keluarganya untuk mengajarkan dan kemampuan keluarganya untuk melakukan
perawatan yang dibutuhkan. Perawat juga akan menentukan metode terbaik untuk
mengajarkan klien dan keluarga. Status psikologi klien dan kebutuhan untuk
rehabilitasi vokasional akan disampaikan pada fase final ini.
Hasil yang Diharapkan. Klien akan memiliki kemampuan fisik yang meningkat,
yang dibuktikan dengan kemandirian maksimum dalam melakukan ADL, dengan
kecacatan dan kerusakan rupa yang minimum.
Intervensi. Konsultasi terapi fisik dan okupasional yang dimulai pada fase awal
cedera luka bakar sangat penting untuk perawatan berkesinambungan pada fase
rehabilitasi seiring usaha klien menuju kemandirian fungsional. Biasanya, terapis
memberikan jadwal rehabilitasi individual dan juga peralatan bantuan yang
diperlukan untuk klien.
Semangati klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri
seperti menyikat gigi dan makan sendiri, karena peningkatan aktivitas tidak hanya
akan memperbaiki mobilitas tapi juga mengurangi ketergantungan. Berikan
peralatan bantuan yang disiapkan oleh konsultan terapi untuk membantu klien
dengan keterbatasan apa pun. Biarkan pekerjaan dilakukan lebih lama ketika klien
bekerja mandiri. Berikan waktu yang cukup bagi klien untuk menyelesaikan
usahanya. Kepercayaan diri bisa diraih dengan peranan mandiri tidak peduli berapa
pun lamanya waktu yang terbuang.
Dorong klien untuk melakukan latihan rentang peergerakan setiap 2-4 jam
selama klien sadar kecuali dikontraindikasikan karena prosedur graf yang masih
baru. Peningkatan aktivitas mencegah atrofi otot, pelekatan tendon, kekakuan sendi,
dan kekekatan kapsular. Bantu klien untuk ambulasi guna meningkatkan kekuatan
otot serta pasokan kardiopulmonar. Berikan latihan pasif atau peregangan jika klien
tidak mampu berpartisipasi secara aktif.
Balut area donor baik pada tungkai yang terbakar maupun yang tidak
terbakar dengan pembungkus perban elastik (Ace bandage), menggunakan teknik
bentuk-delapan pada kaki dan melingkar ke atas mengelilingi tungkai, sebelum
menempatkan tungkai dalam posisi yang lebih rendah dari jantung. Penyanggahan
ini dapat menurunkan statis vena kapiler, yang dapat mengganggu penyembuhan
luka.
Jelaskan alasan melakukan aktivitas kepada klien dan anggota keluarga,
karena pemahaman meningkatkan kepatuhan. Hindari posisi nyaman, dan
pertahankan area yang terbakar pada posisi fungsi fisiologis, dalam batas-batas
ketahanan klien. Lanjutkan untuk mengikuti rejimen pembebatan dan pemosisian
yang direkomendasikan dalam konsultan terapi.
Diagnosis: Nyeri Akut dan Nyeri Kronis. Nyeri yang dialami selama fase
rehabilitasi cedera luka bakar biasanya berhubungan dengan perawatan luka dan
aktivitas terapeutik, khususnya latihan rentang gerakan.

Hasil yang Diharapkan. Klien akan mendapatkan kenyamanan dalam batas yang
dapat diterima, yang dibuktikan dengan menyatakan perasaan lega dari nyeri
kendali atas nyeri atau ketidaknyamanan dan secara aktif berpartisipasi dalam
perawatan.

Intervensi. Formulasikan rencana untuk mengendalikan nyeri pada klien


berdasarkan pengkajian respons klien terhadap nyeri dan dokumentasikan rejimen
perawatan yang sudah berhasil sebelumnya. Seperti pada fase cedera sebelumnya,
berikan waktu yang adekuat untuk awitan medikasi guna mendapatkan manfaat
maksimum medikasi. Metode nonfarmakologi pengendalian nyeri seperti teknik
relaksasi, terapi musik, guided imagery, distraksi, dan hipnosis, dapat
meningkatkan kenyamanan klien, bahkan bila metode seperti itu tidak berhasil
dalam fase yang lebih awal dari cedera. Dalam persiapan untuk pemulangan yang
akan segera terjadi klien harus pada beberapa titik selama fase rehabilitasi
mengalami kemajuan ke arah analgesia yang hanya diberikan melalui rute oral.
Sekali lagi, dokumentasikan pengkajian nyeri sebelum dan sesudah pemberian
analgesia.

Diagnosis. Gangguan Identitas Diri. Klien berada pada risiko gangguan


kepercayaan diri yang berhubungan dengan perubahan citra tubuh, kehilangan fisik,
dan kehilangan tanggung jawab peran baik aktual (sudah terjadi) atau yang
mengancam.

Hasil yang Diharapkan. Klien akan mengembangkan kepercayaan diri yang


meningkat, yang dibuktikan dengan membuat kontak sosial dengan orang lainnya
di luar keluarga dekat, mengembangkan mekanisme koping yang efektif melewati
tahap-tahap pemulihan, dan menyatakan perasaan mengenai konsep diri.

Intervensi. Memberikan waktu untuk komunikasi dua arah dengan klien sangatlah
penting selama fase cedera. Memberikan atmosfer penerimaan ketika klien
mencoba berbagai strategi koping yang beragam untuk berurusan dengan cedera.
Berikan informasi yang jujur dan akurat tentang penampilan klien yang
diperkirakan untuk mengurangi kesalahpahaman yang mungkin dipercayai oleh
klien.
Kaji kebutuhan penetapan batasan untuk kebiasaan maladaptif.
Konsultasikan dengan anggota tim luka bakar untuk menegakkan batasan tersebut
dan memformulasikan rencana perawatan untuk kebiasaan tersebut; jelaskan
pengaturan batasan untuk anggota keluarga atau orang penting lainnya dan bantu
mereka untuk mempertahankan batasan yang sama. Tingkatkan kepercayaan diri
klien dengan memberikan informasi tentang kemajuan yang telah dicapai, dan
dukung peran klien dalam perawatan dan pengobatan, dengan memberikan
semangat dan penguatan positif.
Semangati anggota keluarga untuk berinteraksi dengan klien, karena
pamberian semangat memfasilitasi reintegrasi sosial. Selama fase pemulihan ini,
dukung klien untuk berinteraksi dengan orang di luar fasilitas. Penggunaan hari
keluarga untuk menghabiskan waktu-waktu ini sangatlah berguna. Bantu
persiapkan klien untuk interaksi sosial setelah pemulangan dengan mendiskusikan
situasi potensial dan bagaimana klien mungkin bisa berurusan dengan mereka.
Persiapan semacam itu memberikan pelatihan atas kejadian kejadian yang akan
dialami dan meredakan kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai