1813020044 ANATOMI Fungsi kulit adalah sebagai berikut : Fungsi proteksi, Fungsi absorpsi Fungsi ekskresi Fungsi persepsi Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) Fungsi Kreatinisasi, Fungsi pembentukan vitamin D LUKA BAKAR Definisi Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Sjamsuhidajat, 2011). ETIOLOGI Sumberpanas Sumber panas secara langsung: paparan api, air panas, sunburn, radiasi Sumber panas secara tidak langsung: Uap panas, Gas panas, Inhalasi Aliran listrik Zat kimia (asam atau basa) Derajat luka bakar Pembagian Luka Bakar Luka bakar ringan Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum) Luka bakar sedang (moderate burn) Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III < 10% Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10% Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum Luka bakar berat (major burn) Derajat II-III > 20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar Luka bakar listrik tegangan tinggi Disertai trauma lainnya Pasien-pasien dengan resiko tinggi (Sjamsuhidajat, 2011). Kriteria Perawatan Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit luka bakar adalah seperti berikut: Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin, perineum, atau sendi utama. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada semua kelompok usia. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau mempengaruhi kematian. Luka bakar kimia. Trauma inhalasi Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak (American College of Surgeons, 2012). Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah Urinalisis Pemeriksaan keseimbangan elektrolit Analisis gas darah Radiologi – jika ada indikasi ARDS Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS Penatalaksanaan Primary survey Penanganan awal (primary survey) pada pasien luka bakar, sebagai berikut: Airway : Membebaskan jalan napas, menilai adanya trauma inhalasi, dan melakukan intubasi apabila terdapat indikasi. Indikasi pemasangan intubasi pada luka bakar, yaitu trauma inhalasi, stridor, luka bakar yang melingkari leher sehingga mengakibatkan pembengkakan jaringan sekitar jalan napas. Breathing : Memberikan O2, mengenali dan mengatasi keracunan CO. Circulation : Memantau tekanan darah dan nadi, memasang kateter urin, memeriksa sirkulasi perifer (Capillary Refill Time / CRT), dan memasang infus. Disability : Menilai GCS. Environment : Memadamkan sumber panas lalu merendam atau menyiram luka bakar dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya 15 menit, melepaskan pakaian, memeriksa luas luka bakar, memeriksa adanya trauma penyerta lain, dan menjaga agar pasien tetap hangat. Fluid : Melakukan resusitasi cairan sesuai dengan luas luka bakar. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan pada seorang pasien luka bakar, yaitu: Cara Evans Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Cara Baxter Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Secondary survey Pemantauan terhadap tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan. Pemeriksaan penunjang untuk pasien luka bakar berat, yaitu pemeriksaan darah, seperti hemoglobin, hematokrit dan analisis kadar elektrolit darah serta pemeriksaan radiologi. Pemasangan pipa lambung (NGT) untuk mengosongkan lambung saat ileus paralitik. Pemasangan kateter buli-buli untuk memantau diuresis Pemasangan kateter pengukur tekanan vena untuk memantau sirkulasi darah. Obat analgesik diberikan apabila pasien mengalami kesakitan. Perawatan luka Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep, atau krim. Antiseptik yang dipakai adalah betadine atau nitras-argenti 0,5%. Obat lain yang banyak digunakan adalah silver sulfadiazin, dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya serap yang cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari. Antibiotikdapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Anti tetanus untuk pencegahan tetanus berupa ATS dan/atau toksoid (Sjamsuhidajat, 2011). Perawatan Luka Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya (Gerard, 2011). Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan keropeng dan pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis (mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas. Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (Gerard, 2011). Tindakan Bedah Eskarektomi Dilakukan pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dari pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penekanan yang membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal dapat mengalami nekrosis. Debridemen Sebaiknya dilakukan sedini mungkin untuk membuang jaringan kulit mati dengan cara eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah keadaan pasien stabil karena eksisi tangensial juga menimbulkan perdarahan. Biasanya eksisi dini dilakukan pada hari ketiga sampai ketujuh. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% luas permukaan tubuh karena dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak. Eksisi dan graft Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split- thickness skin grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30% biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh STSG diambil dari bagian tubuh pasien (Sjamsuhidajat, 2011). Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam 3-5 hari pertana populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri (Sjamsuhidajat, 2011). Nutrisi Kebutuhan nutrisi pada pasien luka bakar antara lain: Minuman diberikan pada pasien luka bakar: Segera setelah peristalsis menjadi normal. Sebanyak 25 ml/kgBB/hari Sampai diuresis minimal mencapai 30 ml/jam atau 1 ml/kgBB/jam Makanan diberikan oral pada pasien luka bakar: Segera setelah dapat minum tanpa kesulitan. Sebaiknya 2500-3000 kalori/hari Sebaiknya mengandung 100-150 gram protein/hari Kalau perlu makanan diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase saluran cerna baik. Tambahan, dapat diberikan: Vitamin A, B, dan D Vitamin C 500 mg Fe sulfat 500 mg Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stress (tukak Curling). Prognosis Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur (Sjamsuhidajat, 2011). Komplikasi Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut :SIRS, sepsis dan MODS Komplikasi pada gastrointestinal : Atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Komplikasi pada ginjal :acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss (hematoma, infeksi dan robeknya graft) Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur. Kontraktur kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendri