Anda di halaman 1dari 13

Menurut Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar (2019), Tata

laksana luka bakar 24 jam pertama meliputi:


a. Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey:
1. Diagnosis luka bakar harus memperkirakan luas permukaan tubuh total body surface
area (TBSA) dengan menggunakan metode standar dan menggambarkan karakteristik
yang memerlukan perhatian segera dari pusat luka bakar yang ditunjuk.
2. Resusitasi yang tepat harus dimulai sesegera mungkin dan pemberian cairan
disesuaikan berdasarkan parameter pasien untuk menghindari over- resuscitation dan
under-resuscitation.
3. Pasien dewasa dengan luka bakar lebih besar dari 20% TBSA dan pasien anak dengan
luka bakar lebih besar dari 10% TBSA, harus dilakukan resusitasi dengan cairan salt-
containing (Ringer Lactat); kebutuhan harus berdasarkan berat badan dan persentase
luka bakar
4. Ketika pemberian cairan IV dilakukan, antara 2-4 ml/KgBB/%TBSA, harus diberikan
dalam waktu 24 jam pertama setelah trauma, dengan mewaspadai terjadinya over-
resusitasi.
5. Jika hanya dilakukan pemberian cairan secara oral, cairan minuman setara dengan
15% berat badan setiap 24 jam dianjurkan selama 2 hari. Tablet 5 gram garam (atau
setara) harus diberikan untuk setiap lier cairan oral.
6. Pemantauan cairan resusitasi dapat dilakukan dengan melihat urine output, untuk
dewasa rata-rata urine output 0.3-0,5 mL/Kg/Jam dan anak 1 mL/Kg/Jam. Pada 3 jam
pertama resusitasi, kemungkinan masih terjadi anuria, berapapun jumlah cairan yang
diberikan.

Menurut Guideline New Zealand National Burn Service (2017), primary survey harus
dilakukan pertama kali pada saat awal pasien datang dan menjadi prioritas dibandingkan
dengan luka bakar pasien. Langkah-langkah primary survery dijabarkan sebagai berikut:
a) Airway
Bersihkan jalan napas, berikan proteksi pada tulang servikal, pertimbangkan intubasi
dini apabila jalan napas terganggu. Apabila diperlukan, dapat konsultasikan ke
anestesi. Cek apakah terdapat tanda dari trauma inhalasi.
b) Breathing
Berikan oksigen supplemental, pertimbangkan ventilasi mekanik apabila diperlukan
c) Circulation
Pasang akses intravena 2 kanul besar, lebih baik dipasang pada area yang terkena luka
bakar; kontrol perdarahan apabila terdapat perdarahan.
d) Disability
Periksa tingkat kesadaran dan fungsi kognitif dan respon pupil terhadap cahaya.
e) Environtment
Periksa untuk luka yang lain, lepaskan perhiasan atau pakaian, jaga pasien tetap
hangat.
f) Fluid
Berikan resusitasi cairan sesuai indikasi luas atau kedalaman luka bakar.
g) Penting untuk melakukan pemeriksaan ulang dan monitoring secara konstan

Langkah selanjutnya adalah melakukan pertolongan pertama dan manajemen luka


bakar untuk meminimalisir kerusakan jaringan lebih lanjut dan memaksimalkan potensial
penyembuhan luka. Langkah-langkah pertolongan pertama sebagai berikut:
1) Pastikan ruangan hangat dan pintu tertutup.
2) Lepaskan pakaian dan perhiasan yang menempel pada pasien
3) Berikan pertolongan pertama yaitu aliri luka bakar dengan air bersuhu 8-25C selama
20 menit. Berikan pada 3 jam pertama dari terjadinya trauma luka bakar.
4) Cegah hipotermia. Apabila suhu pasien <36C berikan penghangat.
5) Cling film adalah penutup luka sementara yang akan meminimalisir nyeri, mencegah
keringnya luka dan memudahkan pemeriksaan berkala terhadap luka.
6) Manajemen edema dan eskarotomi
- Elevasikan seluruh anggota badan yang terkena luka bakar segera.
- Pada luka bakar di area wajah, kepala atau leher, elevasikan bagian atas kasur.
- Luka bakar melingkar pada anggota badan memerlukan pemantauan warna,
kehangatan dan pengisian kapiler setiap jam.
- Luka bakar melingkar yang dalam mungkin memerlukan tindakan eskarotomi
dini. Apabila ada tanda-tanda gangguan peredaran darah atau kesulitan bernafas
pada kasus luka bakar ekstensif area batang tubuh, eskarotomi harus
dipertimbangkan.
- Konsultasikan dengan Unit Luka Bakar Regional sebelum melakukan eskarotomi.
7) Berikan analgetik adekuat. Konsultasikan dengan dokter spesialis anestesi.
8) Berikan tetanus toxoid / tetanus immunoglobulin sesuai indikasi.
b. Secondary survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan
dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi.
Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat.
1. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang diderita pasien
sebelum terjadi trauma:
a. A (Allergies) : Riwayat alergi
b. M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
c. P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
d. L (Last meal) : Makan terakhir
e. E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
2. Mekanisme trauma Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara
pasien dengan lingkungan:
1) Luka bakar:
a. Durasi paparan
b. Jenis pakaian yang digunakan
c. Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
d. Kecukupan tindakan pertolongan pertama
2) Trauma tajam:
a. Kecepatan proyektil
b. Jarak
c. Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
d. Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
3) Trauma tumpul:
a. Kecepatan dan arah benturan
b. Penggunaan sabuk pengaman
c. Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
d. Ejeksi (terlontar)
e. Jatuh dari ketinggian
f. Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
Pemeriksaan secondary survey
a. Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada pemeriksaan sekunder
ATLS course (advanced trauma life support)
b. Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
c. Persiapkan dokumen transfer

Kebutuhan Cairan
Kebutuhan cairan Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika
memungkinkan timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis .
Kebutuhan cairan pada dewasa:
Menggunakan rumus parkland formula= 3 - 4ml x kgBB x %TBSA
Perhitungan kebutuhan cairan dilalukan pada waktu pasien mengalami trauma luka
bakar, bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan cairan RL, 50% total perhitungan
cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu 24 jam pertama. Tahap I diberikan 8 jam dan
tahap 2 diberikan 16 jam setelahnya.
Rumus maintenance dewasa (Post resusitasi fase akut 24 jam pertama) : (1500xTBSA) +
((25+%LB) x TBSA)) (New Zealand National Burn Service, 2017).
Kebutuhan Cairan pada anak:
Modified Parkland formula= 3mls Crystalloid / %TBSA burned/ kg BB
Resusitasi cairan dapat menggunakan cairan kristaloid seperti: Ringer Laktat,
Hartmanns, Plasmalyte. Hindari Normal Saline karena volume besar akan menyebabkan
asidosis metabolik hiperkloremik. 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam
waktu 24 jam pertama. Tahap I diberikan 8 jam dan tahap 2 diberikan 16 jam setelahnya.
Rumus maintenance anak (Post resusitasi fase akut 24 jam pertama) 100ml/kg untuk 10 kg
pertama, +50ml/kg untuk 10 kg kedua, +20ml/kg untuk 10 berikutnya (New Zealand
National Burn Service, 2017).
Untuk memonitor kecukupan resusitasi adalah pemasangan kateter urin. Pemasangan
kateter urin menjadi sangat penting pada pemantauan dan menjadi suatu keharusan dilakukan
pada: 1) Luka Bakar >10% pada anak-anak, dan 2) Luka Bakar > 20% pada dewasa. Urine
Output (UO) harus dipertahankan dalam level 0.5-1.0 ml/kgBB/jam pada dewasa dan 1.0-1.5
ml/kgBB/jam pada anak untuk menjaga perfusi organ (New Zealand National Burn Service,
2017).
Hemoglobinuria: kerusakan jaringan otot akibat termal trauma listrik tegangan tinggi,
iskemia menyebabkan terlepasnya mioglobin dan hemoglobin. Urine yang mengandung
hemochromogen ini berupa warna merah gelap. Gagal ginjal akut, merupakan kondisi yang
sangat mungkin ditemui karena penimbunan deposit hemochromogen di tubulus proksimal
dan dibutuhkan terapi yang sesuai yaitu:
 Penambahan cairan hingga produksi urin mencapai 2ml/Kg/jam
 Dianjurkan pemberian manitol 12,5 g dosis tunggal selama 1 jam/L bila tidak tercapai
produksi urin 2cc/kgBB/jam meskipun sudah ditambahkan titrasinya.
Oliguria: Masalah yang sering dijumpai saat resusitasi selama pemantauan ketat dapat
terjadi oliguria. Dapat ditindak lanjuti dengan meningkatkan jumlah titrasi cairan (diuretikum
hanya diberikan pada pasien dengan hemokromogen di urin dan kadang pada pasien luka
bakar luas) (New Zealand National Burn Service, 2017).

Eskarotomi
Ketika luka bakar deep partial-thickness atau full-thickness melingkar pada ekstremitas,
sirkulasi perifer ke ekstremitas dapat terganggu. Perkembangan edema generalitasa di bawah
eschar yang tidak beraturan menghambat aliran vena dan akhirnya mempengaruhi aliran
arteri ke dasar distal. Hal Ini ditandai dengan mati rasa dan kesemutan pada anggota badan
dan peningkatan rasa nyeri di jari. Aliran arteri dapat dinilai dengan penentuan sinyal
Doppler di arteri digital dan lengkungan palmar dan plantar di ekstremitas yang terkena;
pengisian kapiler dan tekanan kompartemen juga dapat dinilai. Ekstremitas berisiko
diidentifikasi baik pada pemeriksaan klinis atau pada pengukuran tekanan jaringan yakni
lebih besar dari 30 mm Hg. Ekstremitas yang berisiko ini harus menjalani eskarotomi, yang
hanya melepaskan eschar dari luka bakar. Prosedur ini umumnya dilakukan di samping
tempat tidur dengan mengiris aspek lateral dan medial ekstremitas dengan pisau bedah atau
unit elektrokauter. Seluruh eschar yang menyempit harus diinsisi secara longitudinal untuk
sepenuhnya menghilangkan hambatan aliran darah vena. Untuk ekstremitas atas, sayatan
dilakukan hingga ke bawah ke tonjolan tenar dan hipotenar dan kemungkinan hingga jari
untuk membuka tangan sepenuhnya apabila terlibat. Jika jelas bahwa luka akan menjalani
eksisi dan pencangkokan kulit karena kedalamannya, eskarotomi paling aman untuk
mengembalikan perfusi ke jaringan di bawahnya yang tidak terbakar sampai eksisi formal.
Jika gangguan vaskular telah berlanjut, reperfusi setelah escharotomy dapat menyebabkan
hiperemia reaktif dan pembentukan edema lebih lanjut pada otot, membuat pengawasan
lanjutan dari ekstremitas distal diperlukan. Peningkatan tekanan kompartemen otot setelah
eskarotomi dapat mengindikasikan fasciotomi. Komplikasi paling umum yang terkait dengan
prosedur ini adalah kehilangan darah dan pelepasan metabolit anaerob, menyebabkan
hipotensi sementara. Jika perfusi distal tidak membaik dengan tindakan ini, hipotensi sentral
akibat hipovolemia harus dicurigai dan diobati (Townsend et al, 2022).
Eskar pada trunkus yang menyempit dapat menyebabkan fenomena serupa, kecuali
efeknya adalah menurunkan ventilasi dengan membatasi pergerakan dada. Setiap penurunan
akut ventilasi pada pasien luka bakar harus menghasilkan inspeksi dada dengan escharotomi
yang tepat untuk menghilangkan penyempitan dan memungkinkan volume tidal yang
memadai. Ini menjadi jelas bagi pasien yang tekanan puncak saluran napasnya meningkat
(Townsend et al, 2022).

Perawatan Luka
Setelah jalan napas dinilai dan resusitasi sedang berlangsung, perhatian harus diarahkan
pada luka bakar. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran luka, dan semua
perawatan ditujukan untuk penyembuhan yang cepat dan tidak terlalu menyakitkan. Terapi
saat ini yang ditujukan khusus untuk luka bakar dapat dibagi menjadi tiga tahap: penilaian,
manajemen, dan rehabilitasi. Setelah luas dan kedalaman luka telah dinilai dan luka telah
dibersihkan dan didebridement secara menyeluruh, fase manajemen dimulai. Setiap luka
harus dibalut dengan penutup yang sesuai yang memiliki beberapa fungsi. Pertama, harus
melindungi epitel yang rusak, meminimalkan kolonisasi bakteri dan jamur, dan memberikan
splinting action untuk mempertahankan posisi fungsi yang diinginkan. Kedua, dressing harus
oklusif untuk mengurangi kehilangan panas evaporatif dan meminimalkan stres dingin.
Ketiga, balutan harus memberikan kenyamanan atas luka yang menyakitkan (Townsend et al,
2022).

Pilihan balutan didasarkan pada karakteristik luka yang dirawat. Luka epidermal
superfisial adalah luka kecil, dengan sedikit kehilangan fungsi barier; dengan demikian, tidak
ada dressing yang diindikasikan dengan pengobatan salep topikal untuk menjaga kelembapan
kulit. Obat NSAID sistemik yang diberikan melalui mulut membantu mengendalikan rasa
sakit. Luka partial-thickness dirawat dengan penggantian balutan setiap hari dengan
antibiotik topikal, kasa kapas, dan balutan elastis atau dengan salah satu pembalut luka tahan
lama yang mengandung perak sebagai antimikroba. Sebagai alternatif, luka dapat diobati
dengan penutup biologis atau sintetis sementara untuk menutup luka yang mungkin atau
mungkin tidak dipasang di ruang operasi (Gambar 1). Luka dalam (full-thickness) atau luka
deep partial-thickness mendapat manfaat dari eksisi dan pencangkokan kulit untuk luka bakar
yang cukup besar, dan pilihan pembalut awal harus ditujukan untuk menahan proliferasi
bakteri dan memberikan oklusi sampai operasi dilakukan (Townsend et al, 2022).
Gambar 1. Pembalut luka biologis
Sumber: Sabiston Textbook of Surgery (2022)

Antimikroba
Penggunaan antimikroba yang tepat waktu dan efektif telah merevolusi perawatan luka
bakar dengan mengurangi infeksi luka invasif. Luka bakar yang tidak diobati dengan cepat
menjadi kolonisasi bakteri dan jamur karena hilangnya mekanisme sawar kulit bawaan. Saat
organisme berproliferasi hingga jumlah hitung yang tinggi (>105 organisme per gram
jaringan), mereka dapat menembus ke dalam jaringan yang sehat. Bakteri kemudian
menyerang pembuluh darah, menyebabkan infeksi sistemik yang sering menyebabkan
kematian pasien. Hal serupa jarang terjadi di sebagian besar unit luka bakar karena
penggunaan antibiotik dan teknik perawatan luka yang efektif. Antimikroba yang digunakan
dapat dibagi menjadi yang diberikan secara topikal dan yang diberikan secara sistemik
(Townsend et al, 2022).

Antibiotik topikal yang tersedia dapat dibagi menjadi tiga kelas: salep, perendaman
(soaks), dan dressing antimikroba. Salep umumnya dioleskan langsung ke luka dengan
pembalut kapas ditempatkan di atasnya (Gambar 2), perendaman adalah larutan yang
dituangkan ke dalam pembalut kapas pada luka, dan pembalut antimikroba mengandung zat
aktif untuk menghambat pertumbuhan mikroba, umumnya beberapa bentuk ion silver atau
antibiotik lainnya. Masing-masing kelas antimikroba ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Salep dapat dioleskan setiap hari tetapi dapat kehilangan keefektifannya diantara penggantian
balutan. Perubahan balutan yang sering dapat mengakibatkan terpotongnya jaringan yang
baru terbentuk dengan hilangnya cangkok atau sel-sel penyembuhan yang mendasari serta
nyeri prosedural. Perendaman tetap efektif karena larutan antibiotik dapat ditambahkan tanpa
menghilangkan pembalut luka; Namun, kulit di bawahnya dapat terjadi maserasi. Pembalut
antimikroba jangka panjang memiliki keuntungan dari perubahan nyeri yang lebih jarang,
mengurangi rasa sakit dan upaya penolong, tetapi beberapa di antaranya harus tetap lembab
dan karenanya harus dipantau (Townsend et al, 2022).

Salep antibiotik topikal termasuk 11% mafenide acetate (Sulfamilon), 1% silver


sulfadiazine (Silvaden), polimiksin B, neomisin, bacitracin, mupirocin, dan nistatin agen
antijamur antara lain. Tidak ada agen tunggal yang sepenuhnya efektif, dan masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Silver sulfadiazine sangat umum digunakan sebelum
pengembangan dressing antimikroba. Ia memiliki spektrum aktivitas yang luas karena perak
dan sulfamoitasnya efektif terhadap gram positif, sebagian besar gram negatif, dan beberapa
bentuk jamur. Beberapa spesies Pseudomonas memiliki resistensi yang dimediasi plasmid.
Silver sulfadiazine relatif tidak menimbulkan rasa sakit pada aplikasi, memiliki penerimaan
pasien yang tinggi, dan mudah digunakan. Namun, salep harus diberikan dan diganti setiap
hari, yang menyebabkan episode nyeri berulang yang signifikan. Kadang-kadang, pasien
mengeluh sensasi terbakar setelah diberi silver sulfadiazine, dan, pada beberapa pasien,
leukopenia sementara berkembang 3 sampai 5 hari setelah penggunaan lanjutan. Leukopenia
ini umumnya tidak berbahaya dan sembuh dengan atau tanpa penghentian pengobatan. Yang
menjadi perhatian adalah penemuan baru-baru ini tentang penghambatan penyembuhan luka
oleh agen tersebut (Townsend et al, 2022).

Mafenide asetat adalah agen topikal lain dengan spektrum aktivitas yang luas karena
bagian sulfanya. Ini sangat berguna terhadap spesies Pseudomonas dan Enterococcus yang
resisten. Salep ini juga bisa menembus eschar, yang tidak bisa dilakukan oleh silver
sulfadiazine. Kerugiannya termasuk aplikasi yang menyakitkan pada kulit, seperti pada luka
tingkat dua. Mafenide asetat juga dapat menyebabkan ruam kulit alergi, dan memiliki sifat
menghambat karbonat anhidrase yang dapat menyebabkan asidosis metabolik bila diterapkan
pada permukaan yang luas. Untuk alasan ini, mafenide sulfate biasanya digunakan untuk luka
bakar full-thickness kecil (Townsend et al, 2022).

Salep antimikroba berbasis petroleum dengan polimiksin B, neomisin, dan bacitracin


mudah diaplikasikan, tidak menimbulkan rasa sakit, dan memungkinkan pengamatan luka
yang mudah. Agen ini biasanya digunakan untuk pengobatan luka bakar wajah, situs
cangkok, situs penyembuhan donor, dan luka bakar parsial kecil. Mupirocin adalah salep
berbasis petroleum yang telah meningkatkan aktivitas melawan bakteri gram positif, terutama
S. aureus yang resisten methicillin dan bakteri gram negatif tertentu. Nistatin, baik dalam
bentuk salep atau bubuk, dapat diberikan pada luka untuk mengontrol pertumbuhan jamur.
Salep yang mengandung nistatin dapat dikombinasikan dengan agen topikal lain untuk
mengurangi kolonisasi bakteri dan jamur. Pengecualian adalah kombinasi nistatin dan
mafenide asetat; masing-masing menonaktifkan yang lain (Townsend et al, 2022).
Gambar 2. Dressing luka bakar
Sumber: Sabiston Textbook of Surgery (2022)

Bahan yang tersedia untuk aplikasi sebagai rendaman meliputi larutan perak nitrat
0,5%, Dakin 0,05% (natrium hipoklorit dengan penyangga), Domboro 0,25% (asam asetat
dengan penyangga), dan mafenida asetat sebagai larutan 5%. Perak nitrat memiliki
keuntungan karena tidak menimbulkan rasa sakit pada aplikasi dan memiliki efektivitas
antimikroba yang lengkap. Kerugiannya termasuk pewarnaan permukaan menjadi abu-abu
kusam atau hitam saat larutan mengering. Hal ini dapat menjadi masalah dalam menguraikan
kedalaman luka selama eksisi luka bakar dan dalam menjaga pasien dan lingkungannya
bersih dari noda hitam. Larutannya juga bersifat hipotonik, dan penggunaan terus menerus
dapat menyebabkan electrolyte leaching dengan methemoglobinemia yang jarang terjadi
sebagai komplikasi lain. Larutan Dakin, yang merupakan larutan encer natrium hipoklorit
dengan tambahan zat penyangga, memiliki efektivitas terhadap sebagian besar mikroba;
namun, ia juga memiliki efek sitotoksik pada sel-sel penyembuhan luka pasien. Konsentrasi
rendah natrium hipoklorit memiliki efek sitotoksik yang lebih sedikit sambil
mempertahankan sebagian besar efek antimikroba. Ion hipoklorit tidak aktif melalui kontak
dengan protein, sehingga larutan harus terus diganti. Hal yang sama berlaku untuk larutan
asam asetat, yang mungkin lebih efektif melawan Pseudomonas. Perendaman mafenide
acetate memiliki karakteristik yang sama dengan salep mafenide acetate, kecuali dalam
bentuk cair (Townsend et al, 2022).

Banyak pembalut antimikroba baru yang mengandung ion perak telah mencapai pasar
dan memberikan keuntungan yang tercantum di atas. Sebagian besar perusahaan perawatan
luka menawarkan pembalut dengan karakteristik ini, dan oleh karena itu, pilihan di antara
mereka pada prinsipnya didasarkan pada karakteristik ini daripada sifat antimikroba.
Keuntungannya adalah bahwa ini dapat diterapkan dan dibiarkan di tempat selama beberapa
hari, menyediakan perawatan oklusif berkepanjangan selama 3 sampai 7 hari biasanya, dan
memberikan aktivitas antimikroba. Pemantauan pasien dan luka masih diindikasikan karena
pembalut ini biasanya tidak memungkinkan pengamatan langsung terhadap luka (Townsend
et al, 2022).

Penggunaan antimikroba sistemik perioperatif juga berperan dalam menurunkan sepsis


luka bakar sampai luka bakar tertutup. Organisme umum yang harus dipertimbangkan ketika
memilih rejimen perioperatif termasuk S. aureus, spesies Pseudomonas, dan Klebsiella, yang
lazim pada luka bakar (Townsend et al, 2022).
Diet Pasien Luka Bakar
Menurut Delfi (2020), pemberian diet pada pasien luka bakar dapat diberikan seperti berikut:
a. Syarat dan Prinsip Diet Luka Bakar
1) Memberikan makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau nutrisi enteral dini
(NED).
2) Kebutuhan energi dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan luas luka bakar
yaitu:
- Menurut Curreri : 25 kkal/kgBB aktual + 40 kkal x % luka bakar
- Menurut Asosiasi Dietetik Australia berdasarkan % luka bakar
Tabel X. Kebutuhan Energi Sehari Berdasarkan Persen (%) Luka Bakar
Luka Bakar (%) Kebutuhan Energi (kkal)
<10 1,2 x AMB
11-20 1,3 x AMB
21-30 1,5 x AMB
31-50 1,8 x AMB
>50 2,0 x AMB
Sumber : Makalah NCP Luka Bakar, 2020
3) Protein tinggi, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total
4) Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total.
5) Karbohidrat sedang yaitu 50-60% dari kebutuhan energi total. Bila pasien
mengalami trauma jalan napas (trauma inhalasi), karbohidrat diberikan 45-55%
dari kebutuhan energi total.
6) Vitamin diberikan diatas angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan, untuk
membantu mempercepat penyembuhan. Vitamin umumnya ditambahkan dalam
bentuk suplemen. Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah sebagai berikut :
a. Vitamin A minimal 2 kali AKG
b. Vitamin B minimal 2 kali AKG
c. Vitamin C minimal 2 kali AKG
d. Vitamin E 200 SI.
7) Mineral tinggi, terutaman zat besi, seng, natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan
magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk suplemen.
8) Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan elektrolit secara
intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian cairan ditujukan untuk mengganti
cairan yang hilang agar tidak terjadi shock.
b. Penatalaksanaan dan Preskripsi Diet Luka Bakar
1. Pemberian makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan aliran darah ke
saluran cerna kembali normal. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan
diserap seperti larutan hidrat arang (maltodextrin).
2. Pilih bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti :  Ikan sebagai sumber
protein hewani  Tahu atau tempe sebagai sumber protein nabati  Sayur dan
buah yang mudah dilumatkan seperti : wortel, labu siam, lobak, papaya, dll.
3. Pemberian susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat dianjurkan untuk
memberikan glutamin dan arginine yang banyak terdapat di dalam produk
kacang-kacangan, khususnya kacang merah. Minyak ikan yang kaya akan vitamin
A dan asam lemak omega 3 dapat pula diberikan sementara minya zaitun yang
merupakan sumber asam lemak omega 9 dapat pula dimakan mentah sebagai
campuran susu atau formula enteralnya.
4. Gunakan santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan karena santan
terutama yang kental kaya akan asam lemak jenuh untuk menambah kandungan
protein dalam sereal, sup, dll.
5. Minum banyak air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air mineral
setiap 2 hingga 3 jam sekali dan minum setiap kali terbangun untuk buang air
kecil pada malam hari.
6. Untuk menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka bakar atau
pembedahan, pasien dianjurkan agar makan sedikit-sedikit tetapi sering.
c. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada pasien luka bakar
- Bahan makanan yang dianjurkan merupakan semua bahan makanan sumber
energi dan protein seperti susu, telur, daging, ayam dan keju, serta gula pasir dan
sirup.
- Bahan makanan yang tidak dianjurkan yaitu bahan makanan hiperalergik seperti
udang.
New Zealand National Burn Service. 2017. Guideline: Initial Assessment & Management of
Burn Injuries. New Zealand.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Jakarta

Delfi, Sopia. 2020. Makalah NCP Luka Bakar. Program Studi Gizi Stikes Perintis Padang.
Townsend, Courtney M., et al. 2022. Sabiston Textbook of Surgery The Biological Basis of
Modern Surgical Practice 21st Edition. Missouri: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai