TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Rinitis atrofi adalah infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi progresif pada
mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Karakteristiknya ialah adanya atropi
mukosa dan jaringan pengikat submukosa struktur fossa nasalis, disertai adanya crustae yang
berbau khas. Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat
mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Penyakit ini lebih banyak
menyerang wanita daripada pria, terutama pada umur sekitar pubertas.1,2,6
Epidemiologi
Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi lebih sering mengenai wanita,
terutama pada usia pubertas. Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria, dan Jiang dkk
mendapatkan 15 wanita dan 12 pria. Samiadi mendapatkan 4 penderita wanita dan 3 pria.
Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil yang berbeda. Baser dkk
mendapatkan umur antara 26-50 tahun, Jiang dkk berkisar 13-68 tahun, Samiadi
mendapatkan umur antara 15-49 tahun. Penyakit ini sering ditemukan di kalangan masyarakat
dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang buruk dan di negara sedang
berkembang. Di RS H. Adam Malik dari Januari 1999 sampai Desember 2000 ditemukan 6
penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur berkisar dari 10-37 tahun.1,2
Etiologi
Penyebab rinitis atrofi (Ozaena) belum diketahui sampai sekarang. Terdapat berbagai
teori mengenai penyebab rinitis atrofik dan penyakit degeneratif sejenis. Beberapa penulis
menekankan faktor herediter.5,6 Namun ada beberapa keadaan yang dianggap berhubungan
dengan terjadinya rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : 1,3,5
Infeksi setempat/ kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh Klebsiella Ozaena.
Kuman ini menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia. Selain
golongan Klebsiella, kuman spesifik penyebab lainnya antara lain Stafilokokus,
Streptokokus, Pseudomonas aeuruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid
bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena.
Defisiensi. Defisiensi Fe dan vitamin A.
Infeksi sekunder. Sinusitis kronis.
Kelainan hormon. Ketidakseimbangan hormon estrogen.
Penyakit kolagen. Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun.
Teori mekanik dari Zaufal.
Ketidakseimbangan otonom. Terjadi perubahan neurovaskular seperti deteriorisasi
pembuluh darah akibat gangguan sistem saraf otonom.
Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS).
Herediter.
Supurasi di hidung dan sinus paranasal.
Golongan darah.
Selain faktor-faktor di atas, rinitis atrofi juga bisa digolongkan atas : rinitis atrofi
primer yang penyebabnya tidak diketahui dan rinitis atrofi sekunder, akibat trauma hidung
(operasi besar pada hidung atau radioterapi) dan infeksi hidung kronik yang disebabkan oleh
sifilis, lepra, midline granuloma, rinoskleroma dan tbc. Radiasi pada hidung umumnya segera
merusak pembuluh darah dan kelenjar penghasil mukus dan hampir selalu menyebabkan
rinitis atrofik. Berbagai infeksi seperti eksantema akut, scarlet fever, difteri dan infeksi
kronik telah diimplikasikan sebagai penyebab cedera pembuluh darah submukosa. Penyebab
dari lingkungan juga telah diajukan karena angka insiden yang lebih tinggi pada masyarakat
sosio ekonomi rendah.1,5
a) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat infeksi kronik;
membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.
b) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi estrogen.
Diagnosis Banding
Komplikasi
Penatalaksanaan
Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat paliatif. Termasuk
dengan irigasi dan membersihkan krusta yang terbentuk, terapi sistemik dan lokal dengan
endokrin; steroid; dan antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan jaringan lokal ringan seperti
alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama adalah pembedahan, yaitu usaha-usaha
langsung mengecilkan rongga hidung, dan dengan demikian juga memperbaiki suplai darah
mukosa hidung.5 Tujuan pengobatan adalah menghilangkan faktor etiologi/ penyebab dan
menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak
menolong dilakukan operasi.1,3
Konservatif
Pengobatan konservatif ozaena m eliputi pemberian antibiotik, obat cuci hidung, dan simptomatik.
1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat sampai tanda-
tanda infeksi hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada pengobatan
dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.
2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret dan
menghilangkan bau. Antara lain :
a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau
b. Campuran :
NaCl
NH4Cl
NaHCO3 aaa 9
Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat
c. Larutan garam dapur
d. Campuran :
Na bikarbonat 28,4 g
Na diborat 28,4 g
NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat
Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan
menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut,
dilakukan dua kali sehari. Pemberian obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena) biasanya
dengan pemberian preparat Fe.
3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain : glukosa 25% dalam
gliserin untuk membasahi mukosa, oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml,
kemisetin anti ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan tiga kali
sehari masing-masing tiga tetes.
4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.
5) Preparat Fe.
6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha, Sardana dan Rjvanski
melaporkan ekstrak plasenta manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan dalam
2 tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal memberikan 93,3% perbaikan
pada periode waktu yang sama. Ini membantu regenerasi epitel dan jaringan kelenjar.
Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2 tablet sehari selama 2 minggu,
natrium bikarbonat, cuci hidung dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari, kontrol darah dan
urine seminggu sekali untuk melihat efek samping obat, pembersihan hidung di klinik
tiap 2 minggu sekali, cuci hidung diteruskan sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan
hasil yang memuaskan pada 6 dari 7 penderita.
Operasi
Tujuan operasi pada rinitis atrofi (ozaena) antara lain untuk : menyempitkan rongga
hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta dan mengistirahatkan
mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi. 1 Teknik bedah dibedakan menjadi
dua kategori utama : 5
1) Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan
2) Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang hidung ke arah dalam.
Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain : 1
1) Young's operation
Penutupan total rongga hidung dengan flap. Sinha melaporkan hasil yang baik dengan
penutupan lubang hidung sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah satu hidung
bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.
2) Modified Young's operation
Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.
3) Lautenschlager operation
Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari etmoid, kemudian
dipindahkan ke lubang hidung.
4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis seperti
Teflon, campuran Triosite dan Fibrin Glue.
5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (Wittmack's operation) dengan tujuan
membasahi mukosa hidung. Mewengkang N melaporkan operasi penutupan koana
menggunakan flap faring pada penderita ozaena anak berhasil dengan memuaskan.
Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan perbaikan,
pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung. Prinsipnya
mengistirahatkan mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga menjadi normal
kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk menyempitkan rongga
hidung.4