SKRIPSI
ANDRI AGUSTIN
NIM. 1601460022
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu keluhan yang sering muncul setelah pasien melakukan operasi
dengan anastesi umum adalah mual muntah pasca operasi atau lebih sering disebut
dengan Post Operative Nausea and Vomiting (PONV). Di inggris insiden PONV
mencapai 30% dan sering terjadi selama masa pemulihan kesadaran pasien setelah
operasi di ruang pemulihan dan setelah meninggalkan ruang pemulihan (Dexa
media, 2004, dikutip dari Wiyono, 2008) timbulnya mual muntah bergantung
pada interaksi antara chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan pusat muntah. CTZ
yang terletak di postrema ventrikel keempat, bersifat vascular, dan tidak memiliki
sawar darah-otak. Tidak adanya selektivitas ini menyebabkan sel-selnya dapat
diaktifkan oleh stimulant kimiawi di dalam darah atau di cairan cerebrospinalis.
Daerah CTZ menimbulkan muntah dengan memberi sinyal ke pusat muntah yang
terletak di bentukan retikularis lateral medulla. (gruendemann & fernsebner, 2005)
Masalah lain yang sering muncul pada pasien post operasi adalah pasien
sering mengeluh karena menunggu terlalu lama untuk dapat makan dan minum.
Kebiasaan menghitung dan memperkirakan pemulihan peristaltik usus setelah
operasi berdasarkan waktu 3 jam setelah operasi, tidak memeriksa secara langsung
dengan auskultasi peristaltik usus pasien (wiyono, 2008) pemeriksaan peristaltik
usus pasien secara langsung ini sangat penting untuk memastikan pemulihan
kondisi peristaltik usus sudah bekerja secara normal, karena jika auskultasi ini
tidak dilakukan secara langsung dan jika seorang pasien yang belum pulih
peristaltik ususnya langsung diberikan asupan nutrisi maka pasien dapat
menderita ileus/ obstruksi usus (gangguan pada usus) (windiarto, 2008)
Untuk melihat proses pemulihan peristaltic usus ini dapat dilihat dari jumlah
bising usus yang terdengar saat auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Jika
proses pemulihan peristaltik usus berjalan cepat normalnya akan terdengar bising
usus dengan jumlah 5-12x/menit, dan jika bising usus tidak terdengar atau <5
x/menit maka dapat dikatakan bahwa fungsi peritaltik usus belum kembali
normal.
Selain dengan melakukan ROM aktif asistif, metode lain yang dapat
digunakan untuk mempercepat pemulihan peristaltik usus adalah dengan
menggunakan kompres hangat.
1.4.1 Teoritis
1.4.2 Praktis
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah Anastesi dimunculkan pertama kali oleh Holmes yang artinya tidak
ada rasa nyeri. Pada dasarnya anastesi ini diberikan pada prosedur pembedahan
adalah untuk mengurangi atau bahkan untuk menghilangkan rasa nyeri, baik
disertai atau tidak hilangnya kesadaran, tindakan tersebut dimaksudkan agar
pasien tidak merasakan nyeri sehingga tidak menimbulkan penderitaan bagi
manusia.
Menurut Grace & Borley (2006) Anastesi umum memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Anastesia Inhalasi
Anastesi inhalasi bentuk dasarnya berupa gas (N2O) atau larutan yang
diuapkan dengan menggunakan mesin anastesia, masuk ke dalam sirkulasi
sistemik melalui sistem pernafasan, yaitu secara difusi di alveoli. Sistem aliran gas
dalam sistem pernafasan dikelompokkan menjadi sistem terbuka, setengah
terbuka, atau tertutup. Kriteria pengelompokan ini didasarkan pada ada tidaknya
proses rebreathing, yaitu penghirupan kembali udara ekhalasi, penyerap
(absorber) CO2 dalam sirkuit pernafasan mesin anastesia.
a. Eter
eter menghasilkan efek analgesia dan relaksasi otot yang baik dengan batas
keamanan yang lebar jika dibandingkan dengan obat inhalasi lain. Namun eter
jarang digunakan karena baunya yang menyengat, merangsang hiperekskresi, dan
menyebabkan mual dan muntah akibat rangsangan lambung maupun efek sentral.
Teknik pemberian eter ini cukup mudah yaitu dapat menggunakan sungkup
terbuka (open drop method), dan ditangan ahli anastesia yang berpengalaman,
efek samping penggunaan eter dapat diminimalkan. Eter tidak dianjurkan untuk
diberikan pada penderita trauma kepala dan keadaan peningkatantekanan
intracranial karenadapat menyebabkandilatasi pembuluh darah otak.
b. Halotan
Bentuk dari Halotan adalah cairan tidak berwarna, berbentuk gas yang
berbau enak. Induksinya mudah dan cepat sehingga menjadi pilihan utama induksi
anastesia pasien bayi dan anak. Selain itu, Halotan merupakan obat anastetik
dengan kekuatan 4-5 kali eter (Mansjoer, 2000) efek analgesic halotan lemah
tetapi relaksasi otot polos yang ditimbulkannya baik/ penurunan peristaltik usus.
Non iritasi terhadap saluran pernafasan dan menghasilkan mual muntah yang
minimal pascaoperasi (Wijaya, 2008)
c. Enfluran
Bentuk dasarnya adalah cairan tidak berwarna dengan bau menyerupai bau
eter. Enfluran tidak bersifat iritan bagi jala nafas, dan tidak menyebabkan
hiperekskresi kelenjar ludah dan bronkial.
d. isofluran
isofluran berbentuk cairan tidak berwarna dengan bau yang tidak enak.
Efeknya terhadap pernafasan dan sirkulasi kurang lebih sama dengan halotan dan
enfluran. Perbedaannya adalah bahwa pada konsentrasi rendah, isofluran tidak
menyebabkan perubahan aliran darah ke otak asalkan penderita dalam kondisi
normokapnia, sedangkan halotan dan enfluran menyebabkan vasodilatasi dan
meningkatkan aliran darah ke otak.
e. sevofluran
a. Propofol
b. Benzodiazepin
c. Ketamin
Ketamin dapat digunakan sebagai obat induksi atau anastesia umum
maupun analgesik yang sangat baik. Mula kerjanya cepat (30 detik), demikian
pula dengan masa pulih sadarnya, tetapi sering disertai delirium. Efek stimulasi
kuat terhadap sistem simpatis menyebabkan kenaikan tekanan darah dan nadi
secara signifikan. Ketamine sebaiknya tidak digunakan pada penderita hipertensi
dan kelainan coroner, tetapi dapat bermanfaat pada penderita syok hipovolemik.
Karena mempunyai efek vasodilatasi pada pembuluh darah otak, ketamine tidak
boleh diberikan pada penderita gangguan intracranial. (potter & perry, 2006)
Dampak dari Anastesi umum menurut Barba C Long, 1996 antara lain:
2. Cekungan (hiccup)
3. Anfiksia
5. Hipotermi
7. Bronkospasme
8. Asidosis
9. Syok
10. Hipotensi
- untuk tindakan yang sangat singkat 30 menit sampai 1 jam tetap membuka
rongga perut
- operasi lama
4. Ekstubasi
seperti yang kita ketahui bahwa proses pencernaan dimulai saat makanan
masuk kedalam mulut dan berakhir di usus kecil walaupun cairan akan
melanjutkannya sampai direabsorbsi di kolon. Fisiologi pencernaan itu sendiri
terdiri dari:
1. Usus Kecil
c. ileum
Fungsi utama usus halus adalah mencampur dan mendorong kimus. Gerakan
segmental usus halus dalam gerakan peristaltik mendorong kimus, serta sebagai
tempat mengabsorpsi maksimal zat-zat gizi. (waluran sehat, 2008)
Pada kolon manusia dewasa panjangnya kurang lebih mencapai 125-150 cm atau
50-60 inc terdiri dari:
Yaitu gerakan mencampur dan mendorong feces kearah anus, peristaltik usus
paling lama 15 menit selama jam pertama setelah beberapa kali/hari makan pagi.
(Waluran sehat, 2008)
3. Anus/ Anal
Fisiologi Defekasi:
Defekasi pengeluaran feces dari anus dan rectum, hal ini juga disebut bowel
movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dan beberapa
kali perhari sampai 2 – 3 kali perminggu.
Menurut potter & perry (2010) salah satu faktor yang mempengaruhi peristaltik
usus adalah:
1. pembedahan
2. Anastesi
3. Obat-obatan
pada saat peristaltik belum pulih maka pasien belum dianjurkan untuk
makan dan minum, karena dikhawatirkan usus belum mampu bekerja normal
sehingga memungkinkan terjadinya penyumbatan saat makanan tersebut melewati
usus. Tetapi sebaliknya jika peristaltik sudah pulih yang ditandai dengan adanya
bising usus dan flatus maka pasien diperbolehkan untuk mengakhiri puasanya dan
dapat segera memulai pemenuhan kebutuhan nutrisi secara bertahap untuk
mempercepat penyembuhan luka pasca pembedahan. (Bararah,2010)
Range Of Motion (ROM) adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat
dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, 2008). Range Of Motion
(ROM) merupakan istilah baku untuk menyatakan batas/ besarnya gerakan sendi
baik dan normal serta untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal
(Helmi, 2012). Latihan rentang gerak merupakan jumlah maksimal gerakan yang
mungkin dilakukan pada potongan tubuh yaitu, sagitalis, frontal, transversal
(Asmadi, 2008). Sedangkan menurut Potter & Perry (2006), latihan Range Of
Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan massa dan tonus otot.
a) ROM harus diulang sekitar delapan kali dan dikerjakan minimal dua kalo
sehari.
b) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien
c) Dalam merencanakan program latihan ROM, memperlihatkan umur
pasien, diagnosa, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
d) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh ahli fisioterapi.
e) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan adalah leher, jari, lengan, siku,
bahu, tumit, atau pergelangan kaki.
f) ROM dapat dilakukan pada semua persendian yang dicurigai mengurangi
proses penyakit.
g) Melakukan ROM harus sesuai waktunya, misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah dilakukan.
Hidayat (2009) mengatakan, indikas dilakukan latihan ROM aktif dan pasif
yaitu pasien dengan mobilitas sendi yang terbatas karena penyakit, disabilitas,
atau trauma untuk mengurangi bahaya immobilitas. Latihan tersebut dilakukan
untuk memelihara dan mempertahankan sirkulasi darah dan kekuatan otot serta
memlihara mobilitas persendian.
Masalah fisik yang dapat terjadi jika tidak dilakukkanya ROM atau mobilisasi
pada sistem musculoskeletal adalah sebagai berikut (Hidayat, 2009) :
a) Atrofi otot
Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu yang lama akan kehilangan
sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya. Ini terjadi karena pasokan
nutrisi pada otot tidak memadai karena adanya gangguan sirkulasi darah.
b) Osteoporosis
Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang akan
mengalami demineralisasi (osteoporosis). Proses ini menyebabkan tulang
kehilanan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang menjadi keropos
dan mudah patah.
c) Kontraktur
Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memendek atau
memanjang. Lama kelamaan, kondisi ini akan menyebabkan kontraktur
(pemendekan otot permanen). Proses ini sering mengenai sendi, tendon,
dan ligamen.
d) Kekakuan dan nyeri sendi
Pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami
ankilosa. Selain itu, tulang juga akan mengalami demineralisasi yang akan
menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan
kekakuan dan nyeri pada sendi.
ROM aktif latihan gerak isotonic (terjadi kontraksi dan pergerakan otot)
yang dilakukan klien dengan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai
dengan rentang geraknya yang normal. Sedangkan ROM pasif merupakan latihan
pergerakan perawat atau petugas lain yang menggerakkan persendian klien sesuai
dengan rentang geraknya (Kusyati Eni, 2006).
Prosedur latihan rentang gerak pasif-aktif (untuk latihan ROM aktif dapat
dilakukan pasien tanpa bantuan petugas sesuai dengan kemampuan dan kapasitas
pasien) pada ekstremitas bawah menurut Smeltzer, S C (2002), ialah :
a) Latihan Panggul
1) Abduksi-adduksi panggul. Gerakkan tungkai kea rah luar dari tubuh
dengan rentang derajat 30-5-. Kembalikan ke posisi semula.
2) Fleksi lutut dan rotasi internal eksternal panggul. Tekuk lutut dan putar
tungkai dengan gerakan kedalaman luar 90 derajat.
3) Untuk meregangkan otot-otot hamstring, luruskan tungkai.
b) Latihan kaki
1) Dorsofleksi kaki, gerakkan kaki ke atas dan kearah tungkai 20-20 derajat.
Kemudian gerakkan kaki ke bawah dan menjauh dari tungkai 45-50
derajat, (fleksi plantar)
2) Inversi dan eversi kaki. Gerakkan sehingga telapak kaki menghadap keluar
(eversi). Kemudian gerakkan kaki sehingga telapak kaki menghadap ke
dalam (inversi) rentang derajat kurang dari 10 derajat.
3) Fleksi ibu jari kaki. Tekuk ibu jari kaki ke arah bawah 30-60 derajat.
4) Ekstensi ibu jari kaki, luruskan ibu jari kaki dan tarik kea rah tungkai
sejauh mungkin kurang lebih 30-60 derajat.
5) Abduksi ibu jari kaki, merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain
dengan rentang derajat kurang dari 15 derajat.
6) Adduksi iu jari kaki, merapatkan kembali bersama-sama dengan rentang
derajat kurang dari 15 derajat.
: Diteliti
: Tidak diteliti
: Ada hubungan
2.6 Hipotesis
Hipotesis H1 :
1. Tidak ada perbedaan hasil diantara pemberian tindakan ROM aktif asistif dan
Kompres hangat dalam mengembalikan fungsi peristaltik usus pasien post
operasi dengan anastesi umum.
2. Pemberian tindakan ROM aktif asistif lebih efektif dibandingkan dengan
Kompres hangat dalam mengembalikan fungsi peristaltik usus pasien post
operasi dengan anastesi umum.
3. Pemberian tindakan Kompres hangat lebih efektif dibandingkan dengan ROM
aktif asistif dalam mengembalikan fungsi peristaltik usus pasien post operasi
dengan anastesi umum.
BAB III
METODE PENELITIAN
2013).
eksperimental design dengan pendekatan pre test-post test dalam dua kelompok
(two group pre test dan post test design). Dikatakan quasy eksperimental design
eksperimental dan sebagian tidak. Oleh karena itu, untuk mengatasi kesulitan
perlakuan yaitu kompres hangat dan ROM aktif asistif. Pada kelompok
eksperimental.
Keterangan :
perlakuan
X : Kompres Hangat
Y : ROM aktif
SAMPEL
Sesuai dengan kriteria inklusi.
Sesuai metode Gay yaitu ukuran minimum sample yang dapat diterima berdasarkan pada
penelitian dengan metode eksperimental, minimal 15 subyek per kelompok. Jadi sampel
penelitian diambil dari populasi sebanyak 174 responden menjadi 30 responden
MENGOBSERVASI MENGOBSERVASI
MENGOBSERVASI MENGOBSERVASI
ANALISIS PERBEDAAN
Jumlah Peristaltik usus sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat dan ROM aktif
Uji Statistik yang digunakan adalah Uji Komparatif yaitu Paired T-Test & Indepent T-Test
yang telah ditetapkan (Arikunto, 2006). Populasi merupakan seluruh subjek atau
objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti [ CITATION AAz03 \l 1033 ].
operasi dengan anastesi umum di Rumah Sakit Lavalette Kota Malang yang
berjumlah 510 orang pasien dalam 3 bulan terakhir pada bulan September-
november tahun 2016. Jumlah populasi dalam penelitian ini didapatkan hasil
3.3.2 Sampel
penelititan ini adalah pasien post operasi dengan anastesi general yang memenuhi
yaitu ukuran minimum sample yang dapat diterima berdasarkan pada penelitian
3.3.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus
responden
e. Pasien yang belum terdengar peristaltik usus atau jumlah peristaltik usus <5
x/menit
bebas dalam penelitian ini adalah Kompres Hangat dan ROM aktif asistif.
lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-
variabel lain (Nursalam, 2013). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Jumlah Hasil pengukuran atau penilayan Auskultasi Bising Stetoskop Tidak normal =
peristaltik peristaltik usus pada responden pasca Usus Normal Apabila frekuensi
usus operasi dengan general anastesia yang Frekuensi Lembar Bising usus 0 - 4x
dilakukan sebanyak 2x yaitu sebelum Peristaltik Usus observasi permenit
dan sesudah dilakukan kompres hangat = 5-12x/menit Normal = Apabila
dan ROM aktif frekuensi Bising usus
5 – 12x permenit
60
3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara
1. Tahap Persiapan
diterbitkan.
ijin dari institusi yang ditujukan kepada pihak ruang bedah Rumah
2. Tahap Pelaksanaan
informed consent.
dengan suhu 40o – 43o C dan ROM aktif selama 10-15 menit yang
mulai dilakukan 6 jam post operasi dan ketika waktu paruh terapi
analgesik selesai.
bentuk raw data atau data mentah kemudian diolah menjadi informasi
oleh peneliti. Data lapangan yang ada dalam lembar observasi dan
dengan cara menghitung frekuensi data. Data yang diolah dalam SPSS
hangat dan ROM aktif (pre test) dan rerata jumlah peristaltik usus setelah
peristaltik usus sebelum dan sesudah kompres hangat dan ROM aktif pada
menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel atau
yaitu menghitung jumlah skor pada data khusus. Pada data khusus, data
X 1+ X 2 +⋯+ X n ∑ X
X= =
n n
Keterangan:
X : Rata-rata hitung
∑X : Jumlah semua nilai data
n : Banyaknya nilai data
sebelum dan sesudah kompres hangat dan ROM aktif untuk melihat hasil
berikut :
sesarea data dapat diolah dengan menggunakan analisis prosentase dengan rumus
sebagai berikut:
P = F x 100%
Keterangan:
P : Prosentase
F : Jumlah kategori jawaban
N : Jumlah responden
Kemudian, cara untuk melakukan interpretasi mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
100% : seluruhnya
76-99% : hampir seluruhnya
51-75% : sebagian besar
50% : setengahnya
25-49% : hampir setengahnya
1-24% : sebagian kecil
0% : tidak satupun
Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga ada hubungan atau korelasi ( Notoatmodjo,2010). Analisa bivariat ini
berfungsi untuk mengetahui efektivitas pemberian kompres hangat dan mobilisasi
dini pada pemulihan kandung kemih. Sebelum memnentukan jenis analisis
bivariat yang digunakan, dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan Test of
Normality Kolmogorov – Smirnov. Hasil uji homogenitas untuk mengetahui ada
atau tidaknya perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan I dengan
Kelompok perlakuan II berdasarkan karakteristik responden. Uji statistik yang
digunakan dalam penelitian ini jika data berdistribusi normal maka menggunakan
uji analisis uji independent Sample t-Test, jika data tidak berdistribusi normal
maka menggunakan Wilcoxon rank-sum Test atau Wilcoxom Mann Whitney Test .
pada uji Kolmogrov Smirnov ( K-S) dan didapatkan data hasil uji K-S adalah tidak
homogen, sehingga uji statistik yang digunakan adalah Non-Parametric test Mann
Whitney untuk mengetahui efektivitas antara dua kelompok sampel yaitu
kelompok yang dilakukan kompres hangat dengan kelompok yang dilakukan
mobilisasi dini.
Untuk taraf signifikasi menggunakan 0,05 dengan pengambilan keputusan
jika signifijasi > 0.05 Ho diterima yang artinya tidak ada pengaruh kompres
hangat dan ROM aktif asistif terhadap pemulihan peristaltik usus pasien post
operasi dengan anastesi general, dan apabila nilai signifikasi ≤ 0,05 maka Ho
ditolak yang artinya ada pengaruh kompres hangat dan ROM aktif asistif terhadap
pemulihan peristaltik usus pasien post operasi dengan anastesi general.
( Sugiyono,2012).
Data statistik perlu disajikan dalam bentuk yang mudah dibaca dan
dalam penelitin ini akan disajikan dalam bentuk diagram lingkaran (pie)
sebelumnya.
a. Prinsip manfaat
penelitian atau informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam
subjek ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap
kesembuhannya.
2) Informed Consent
Peneliti memberikan tujuan dari penelitian yang dilaukan dengan benar tanpa
memaksa resonden
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah
Subjek mempunyai hak untuk memninta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia
(confidentiality).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Gacoin, A., Camus, C., Gros A, Isslame, S., Lavoue, S., Chimot, L., Donnio, P.Y.,
& Le Tulzo, Y. (2010). In long term ventilated patients: associated factors
and impact on intensive care unit outcomes. Crit care med, 38(10), 1933-8.
Grace, P.A & Borley, N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah, E/3. Jakarta: Erlangga.
Hidayat & Uliyah. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Mangku & Senapathi, 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: PT.
Indeks.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:
Medika Aesculapius.
Mubarak, W.I. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba
Medika
Potter, P.A & perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktik. Edisi 4. Vol 2. Jakarta: EGC
Potter, P.A & perry, A.G. 2010. Fundamental Keperawatan E/7. Jakarta: EGC.
Pramono, H 2010, Pengaruh kompres hangat terhadap waktu flatus pada pasien
post operasi sectio caesarea dengan anestesi spinal di RSUD Kraton
Pekalongan, Skripsi S.Kep, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, Dkk. Jakarta: EGC