Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ahyana maghfirah

KELAS :D.3.1 PSIK

NIM :702004004

SOP PEMASANGAN VENTILATOR

Pengertian Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain
untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.

Tujuan Pemasangan Ventilator

1. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan ventilasi yang
fisiologis.

2. Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki efisiensi ventilasi
dan oksigenasi.

3. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas. Indikasi Pemasangan
Ventilator - “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit. - “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
- PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air” - PaCO2 lebih dari 60 mmHg Alat-alat yang
disediakan - Ventilator - Spirometer - Air viva (ambu bag) - Oksigen sentral - Perlengkapan
untuk mengisap sekresi - Kompresor Air Setting Ventilator

1. Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu : M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate
(R.R) Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB Normal R.R = - pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB. Pada Servo Ventilator 900 C :
- M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant” - M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”

2. Modus Tergantung dari keadaan klinis pasien. Bila mempergunakan “IMV”, harus
dikombinasikan dengan “PEEP”.

3. PEEP Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien. Pada pasien dengan edema paru,
PEEP dimulai dengan 5 mmHg. Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol,
tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5
mmHg. Catatan : - Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 % - PEEP
dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.

4. Pengaturan Alarm : - Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset batas tertinggi : 10
% diatas yang diset - “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset - “Air Way Pressure”
= batas tertinggi 10 cm diatas yang diset Pemantauan

1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas darah diperiksa
20 menit setelah ada perubahan seting. Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg Saturasi O2 = 96 –
97 % PaO2 = 80 – 100 mmHg Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap
10 %. Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan. Bila PCO2 lebih kecil dari 35
mmHg, maka M.V diturunkan.

2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan komplikasi yang
terjadi akibat pemasangan Ventilator.

3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah, sianosis,


temperatur. 4. Auskultasi paru untuk mengetahui : - letak tube - perkembangan paru-paru yang
simetris - panjang tube 5. Periksa keseimbangan cairan setiap hari

6. Periksa elektrolit setiap hari 7. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg 8.
“Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam 9. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tandatanda sebagai berikut :
- gelisah, kesadaran menurun - sianosis - distensi vena leher - trachea terdorong menjauh lokasi
“tension pneumothorax” - salah satu dinding torak jadi mengembang - pada perkusi terdapat
timpani. Perawatan :

1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya bagi pasien
yang tidak sadar.

2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah infeksi.

3. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air yang terjadi
tidak masuk ke paru pasien.

4. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti tiap 24 jam.
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai letak dan
panjang tube berubah. Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”

6. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara : Tempatkan tubing yang dihubungkan ke
ETT sedemikian rupa sehingga posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang
untuk memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.

7. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi tiap 2 jam. Selain
itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya dekubitus.

8. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.

9. Teknik mengembangkan “cuff” : - kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar
suara bocor. - “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit. Beberapa hal yang harus diperhatikan

A. Humidifasi dan Suhu Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus
ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas level yang
sudah ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk
mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ±
sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C - 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka bakar pada
trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya obstruksi jalan nafas bisa
terjadi. Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat kesempatan untuk
tumbuhnya kuman. Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara
dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air. Pada kasus penggunaan
Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua system diatas, tetapi humidifasi
jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.

B. Perawatan jalan nafas Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan
posisi dan penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini
membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas !! Selanjutnya
selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya peningkatan tekanan
inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh
sekresi ini indikasi untuk dilakukan pengisapan. Fisioterapi dada sangat mendukung untuk
mengurangi atelektasis dan dapat mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara
melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi
pelengketan sekresi.

C. Perawatan selang Endotrakeal Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk
mencegah terjadinya migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate
jangan diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini
merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi pada kulit
atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal. Pada pasien yang tidak kooperatif
sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit,
dan bisa juga memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi. Penggunaan pipa penyanggah
sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban
sirkuit yang berat. Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di
pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi dengan
dokter dan keluarga pasien.

D. Tekanan cuff endotrakeal Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah
kelebihan inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea. Pada pasien dengan Ventilasi
Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya nekrosis
pada trakea.

E. Dukungan Nutrisi Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus
diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek samping yang
memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian. Bila
saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan melalui Nasogastric
tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien
dengan post laparatomy dengan reseksi usus. Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk
diberikan nutrisi melalui enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral. Pemberian
nutrisi ?
F. Perawatan Mata Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu
sangat penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf
mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata harus di
plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. edema sclera dapat terjadi pada pasien
dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan vena meningkat. . Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.
Keterampilan perawat di ICU sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan dan keberhasilan
tindakan. Berbagai peralatan berteknologi tinggi seperti halnya Ventilasi Mekanik membutuhkan
penanganan yang benar untuk mengoperasikannya, oleh karena itu, keterampilan yang perlu
dikuasai oleh seorang perawat adalah keterampilan teknis. Askep termasuk tindakan/prosedur,
berkomunikasi baik antar perawat, sejawat tim kesehatan lain. Disamping itu keterampilan
mengelola masalah kesehatan pasien dan keterampilan mengambil keputusan merupakan pra
syarat untuk bekerja dengan baik di ICU. Semua keterampilan ini merupakan kompetensi yang
harus dimiliki oleh perawat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangku, G., Senapathi, T.G., Wiryana, I.M., Sujana, I.B., Sinardja, K. 2010. Buku Ajar Ilmu
Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media.

2. Viana W, Nawawi M. 2017. Ventilasi Mekanik. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran.

3. Harrison, T.R., Dennis L. Kasper, and Eugene Braunwald. 2005. Harrison's Principles Of
Internal Medicine. 16th ed. United States: McGraw-Hill, 1595- 1600.

4. Latief, S.A., Suryadi, K.A., dan Dachlan, M.R. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Handbook of Mechanical Ventilation. 2015. 1st ed. London: Intensive Care Foundation;.

6. Barrett, K., Barman, S., Boitano, S., Brooks, H. 2015. Ganong's Review of Medical
Physiology 25th Edition. 1st ed. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division.

7. Morgan, G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J. 2013. Critical Care in Clinical Anesthesiology. 5th
ed. McGraw-Hill. New York: Lange Medical Books,;43- 85.
8. Truwit, J., Epstein, S. 2011. A Practical Guide to Mechanical Ventilation. 1st ed. UK: Wiley-
Blackwell;. 9. Iwan, P. dan Saryono. 2010. Mengelola Pasien dengan Ventilator Mekanik.
Jakarta: Rekatama.

10. Boles, J.M., et. al.. 2007. Weaning from Mechanical Ventilation. European Respiratory
Journal. 29: 1033-1056.

Anda mungkin juga menyukai