Anda di halaman 1dari 5

Mengukur Kecepatan Bergerak Menggunakan Accelerometer Dan GPS

Tracking: Review
Adi Muhammad Quddus (03171008)
Yusuf Afudin (03171075)
Program Studi Teknik Mesin, Jurusan Teknologi dan Industri Proses, Institut Teknologi
Kalimantan, Karag Joang, Balikpapan.
Abstrak
Adapun pada review jurnal pada kali ini yaitu dengan tujuan untuk mengetahui
fisibilatas dari kecepatan dan kemiringan pada saat berjalan yang menggunakan alat
unit bernama IMU(inertial measurement unit). Adapun alasan dibalik dari penelitian
ini yaitu dimana untuk menetukan kecepatan dan kemiringan dari seseorang pada
saat berjalan banyak dikembang percobaan menggunakan teknologi kombinasi
antara accelerometer dan gyroscope yang dinamakan IMU, namun pada
perkembangannya untuk menggunakan teknologi yang dapat ditambahakan untuk
menentukan letak secara longitudinal dan latitudinal yaitu GPS(Global Positioning
System), namun kebanyakan digunakan untuk mengetahui kecepatan. Dibalik itu
tetap diperlukan sensor inersia yang dimana akan membantu menutupi kelemahan
dari GPS. Kemudian adapun alat yang digunakan yaitu accelerometer bi-axial
(ADXL320) dan gyroscope (ADXRS300). Sementara untuk GPS yang digunakan antara
lain (SPI 10 dan SPI Elite GPSports, Canberra, Australia) dan (PCMCIA card NI DAQ
6036E, National Instrument Inc, Austin, TX) dengan kecepatan rekam data sebesar
1Hz dengan akurasi sekitar 1-5% berdasar perusahaan manufakturnya, serta
penggunaan Software GPS (Sport Tracker Analysis v2.0, FitSense Australia).
Kemudian menggunakan filter low-pass (second order, Butterworth, 4 Hz cut-off)
dan low-pass 0.9 Hz serta 9 Hz. Lalu untuk metode ekxperimentalnya pemasanga
alat unit di letakkan pada kaki di sekitar betis dan tulang kering dan pada bahu di
ikat denga tali hamstring. Untuk diskusi terkait adapun seperti hasil berikut Metode
yang ada dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok: model abstraksi, model gaya
berjalan manusia, dan integrasi langsung. Setiap metode memiliki kelebihan dan
keterbatasannya. Peletakan posisi sensor pun turut berpengaruh terhadap kualitas
nilai pembacaannnya. Kemudian GPS sebagai pendukung sensor inersia juga turut
membantu mengakurasikan data yang diperlukan, terutama kecepatan berjalan.

Kata Kunci: : kecepatan, accelerometer, dan GPS.


1. Pengenalan

Berjalan merupakan salah satu aktifitas yang paling sering dilakukan manusia,
melakukan perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam berjalan, terdapat
bebrapa parameter yang dapat di amati, misal: Kecepatan berjalan, panjang langkah dan
frekuensi langkah. Dari parameter yang ada, kecepatan berjalan dapat dijadikan
pengukuran kualitas dan kuantitas. Dalam mengukur kecepatan berjalan kita dapat
menggunakan stopwatch untuk mengetahui kecepatan rata-rata sesaat saat berjalan
dengan jarak yang telah ditentukan sebelumnya. Namun data yang didapatkan kurang
bahkan tidak akurat, mengingat dari cara pengambilan datanya.
Sejak tahun 1990-an, telah dikembangkan beberapa sensor inersia yang telah dibuat
untuk mengukur sebagian parameter saat berjalan, terutama untuk mengukur
kecepatan berjalan, parameter frekuensi dan panjang langkah pun dapat ditentukan.
Kecepatan berjalan dapat ditentukan melalui perkalian yang berhubungan dengan
rekuensi langkah. Alat sensor tersebut adalah accelerometer dan gyroscope.
Accelerometer, seperti namanya, digunakan untuk mengukur akselerasi, termasuk yang
terkena efek grafitasi. Sementara gyroscope untuk mengukur kecepatan. Kombinasi dari
kedua sensor ini disebut sebagai Inertial Measurement Units (IMU). Saat berjalan, tubuh
akan menghasilkan gerakan berulang dan pola pergerakan setiap segmen berulang
setiap langkahnya. Gerakan berulang dari bagian tubuh tersebut menghasilkan
akselerasi berperiode tertentu dan kecepatan angular yang berubah-ubah, dimana
dapat dirasakan oleh sensor inersia yang ditempelkan. Fitur dapat ditempelkan pada
alat ukur memberikan kemungkinan untuk memperkirakan kecepatan berjalan.
Namun, dalam keadaan tertentu, diperlukan alat bantu tambahan terutama dalam
melacak posisi dari subjek yang ingin diukur kecepatan langkahnya, terutama dalam
jumlah yang banyak. Belum lagi banyak yang belum mengetahui penggunaan sensor
inersia (accelerometer dan gyroscope) karena menganggapnya sebagai teknologi baru.
Global Positioning System (GPS) bisa digunakan untuk mengetahui posisi subjek secara
longitudinal dan latitudinal, namun kebanyakan digunakan untuk mengetahui
kecepatan. Kelemahan GPS terletak pada konsumsi daya yang sebanding dengan
kecepatan penerimaan data. Semakin cepat kecepatan refresh rate dari GPS, semakin
banyak daya yang diperlukan, dan sebaliknya. Bila kecepatan refresh rate diturunkan,
maka akurasi akan menurun. Karena itulah tetap diperlukannya sensor inersia.

2. Metode

Dalam me-review literatur yang berkaitan dengan pengukuran kecepatan


berjalan dengan sensor inerisa dan GPS ini, kami menggunakan beberapa
pertanyaan untuk dijawab: (1) Alat apa yang bisa digunakan untuk mengukur
kecepatan langkah? (2) Tipe sensor inersia yang digunakan? (3) Spesifikasi GPS yang
bisa digunakan untuk mengukur? (4) Dimana sensor diletakkan? (5) Bagaimana
performanya?
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kami me-review literatur
dengan topik bahasan utama yang berkaitan: kecepatan berjalan, accelerometer,
dan GPS.

3. Hasil
3.1 Spesifikasi Sensor dan GPS
Terdapat banyak variasi dari sensor inersia dan modul GPS yang ada di pasaran,
dari accelerometer/gyroscope uniaxial sampai IMUs dengan 6 Degrees of Freedom
(6DOF). Untuk alat ukur sensor inersia spesifikasinya beragam, mulai dari +/- 2g
sampai +/- 50g untuk accelerometer dan dari +/- 150°/s sampai +/- 1.000°/s untuk
gyroscope, tergantung pada desain yang digunakan. Pada jurnal yang kami review,
menggunakan accelerometer bi-axial (ADXL320) dan gyroscope (ADXRS300).
Sementara untuk GPS yang digunakan antara lain (SPI 10 dan SPI Elite GPSports,
Canberra, Australia) dan (PCMCIA card NI DAQ 6036E, National Instrument Inc,
Austin, TX) dengan kecepatan rekam data sebesar 1Hz dengan akurasi sekitar 1-5%
berdasar perusahaan manufakturnya, serta penggunaan Software GPS (Sport
Tracker Analysis v2.0, FitSense Australia). Kemudian menggunakan filter low-pass
(second order, Butterworth, 4 Hz cut-off) dan low-pass 0.9 Hz serta 9 Hz.

3.2 Peletakan Sensor Pelengkap


Pada tubuh manusia, kebanyakan peletakkan sensor berada pada tubuh gerak
bagian bawah. Dari studi yang telah kami review mengatakan bahwa peletakan
sensor kebanyakan berada pada paha dan tulang kering dari subjek. Namun ada
yang meletakkan di dada dan di alat bantu seperti treadmill dan harness. Efek dari
peletakkan sensor juga mempengaruhi dari kualitas pengukuran. (1) Sambungan
antara sensor pengukur dan kecepatan jalan. (2) Pergerakan relative antara sensor
dengan bagian tubuh. (3) Ketahanan terhadap gangguan yang diakibatkan dari
gerakan tidak normal.

3.3 Desain Percobaan


Dalam jurnal yang kami review, satu terfokus pada satu subjek menggunakan
treadmill dan dua jurnal lain menggunakan jalan kaki dan berlari pada kumpulan
orang pada club yang bermain di Australian Football League (AFL) dari tahun 2005
(52 orang), 2006 (85 orang), 2007 (203 orang) dan 2009. Subjek yang digunakan pun
merupakan subjek yang sehat (mampu bergerak). Sementara jurnal yang lain
merangkum bahwa subjek yang digunakan termasuk orang tua, subjek yang sedang
cedera sum-sum tulang belakang atau pasien dengan penyakit prostat.
3.4 Algoritma Estimasi Kecepatan Berjalan
Algoritma dalam menggunakan sensor inersia dan GPS dapat dikategorikan menjadi
3 kategori: (1) Model abstrak, (2) Model manusia berjalan dan (3) Pengamatan
secara langsung

3.4.1 Model Abstrak


Penelitian ini menggunakan model kotak hitam untuk sensor pengukuran
yang rumit dan kecepatan berjalan. Menggunakan Artificial Neural Networks
(ANNs) dengan 4 pengukuran akselerasi sebagai input, dua lapis ANNs ada pada
bagian belakang pinggang dan tumit. Maksimum relative error yang didapatkan
16% dari eksperimen berjalan kaki. Kemudian pada bagian dada, Root Mean
Squared Error (RMSE) total didapatkan sebesar 0,54 km/h berdasar tes jalan/lari
pada kecepatan antara 4,7 – 17,14 km/h. Sementara adapun yang menggunakan
model third-order polynomial, dengan kecepatan berjalan dari 1 – 13 km/h
didapatkan RMSE 1.76 km/h.

3.4.2 Model Manusia Berjalan


Penelitian ini menggunakan model manusia berjalan, dengan metode ini
peneliti dapat menentukan panjang langkah dan aspek kinematika tungai bawah.
Adapun beberapa penelitian (1) Menggunakan gyroscope pada 2 kaki yang
diasumsikan simetris untuk mengestimasi menentukan panjang langkah dan
kecepatan berjalan, didapatkan relative error sebesar 15%, (2) Menggunakan
gyroscope pada tulang kering, (3) Menggunakan accelerometer dan gyroscope
pada tulang kering, (4) Meletakkan sensor pada Center of Mass (CoM), dengan
relative error 16%. Keuntungan dari menggunakan model berjalan dalam
beberapa aspek: (1) Penyetelan sensor yang simple, (2) Mudah digunakan.
3.4.3 Pengamatan Langsung
Dalam melakukan pengamaytan langsung, terdapat beberapa langkah (1)
menentukan awal dan titik akhir setiap siklus langkah, (2) menentukan orientasi
sensor inersia, (3) memproyeksikan pengukuran percepatan kedalam system
koordinat, (4) Mengintegrasi percepatan dalam koordinat dari titik awal untuk
memperoleh kecepatan sensor sesaat dan panjang langkah. Posisi peletakkannya
pun bervariasi: (1) IMU diletakkan pada tapak kaki, (2) IMU diletakkan pada
kedua kaki, (3) Mengkombinasikan informasi dari beberapa sensor pada kaki,
ankle, serta sendi, (4) Meletakkan IMU pada pertengahan tulang kering, (5)
Meletakkan IMU pada tumit, (6) Meletakkan IMU pada dada.

4. Diskusi
Metode yang ada dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok: model abstraksi, model
gaya berjalan manusia, dan integrasi langsung. Setiap metode memiliki kelebihan dan
keterbatasannya. Peletakan posisi sensor pun turut berpengaruh terhadap kualitas nilai
pembacaannnya. Kemudian GPS sebagai pendukung sensor inersia juga turut
membantu mengakurasikan data yang diperlukan, terutama kecepatan berjalan.
Kemudia dari kedua jurnal yang di review dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa
pada penggunaan IMU yang diletakkan pada betis untuk mengeteahui keceptan dan
kemiringan saat berjalan dengan bantuan GPS di dapat bahwa penelitian ini
menghasilkan keakuratan yang baik dibuktikan pada hasil pengujian pada jurnal terkait
dan di dapatkan bahwa Algoritma bekerja dengan baik melintasi kecepatan dan
kemiringan yang menghasilkan kesalahan estimasi kecepatan rata-rata hanya sebesar
7%. Sedangkan untuk jurnal yang kedua penggunaan dari bantuan gps untuk
mengetahui pergerekan dan taktis dari pemain AFL(Australiaan Football Leaugue) untuk
menganilisa taktis oleh sang pelatih dimana peggunaan alat penilitian di dipasang di
punggung atas setiap pemain menggunakan sabuk elastis. Unit GPS menangkap data
pada 1Hz sepanjang durasi setiap game, dan mencatat kecepatan, ketinggian, garis
lintang dan garis bujur. Dan adapun hasil dari pengujian alat tersebut bahwa pemai yang
telah menyelasaikan sepak bola AFL mencakup 12 km dalam jarak total, dan
menyelesaikan 240 akselerasi moderat dan 10 akselerasi cepat per game. Para pemain
lini tengah atau lini tengah memiliki tuntutan fisik yang lebih besar daripada pemain
depan dan bek tetap. Lalu dalam hal ini kami dapat menarik sedikit kesamaan yaitu
penggunaan alat GPS sangat membantu dalam penilitian kedua penulis jurnal karena
berdasaraka dari data yang ditangkap dan direkam dihasilkan ke akuratan yang pasti
dan cenderung baik dalam hasil penelitian. Dengan dikembangkannya penelitain
pengukuran dengan variable kecepepatan dan akselarasi maka sistem GPS adalah salah
satu pilihan dimana banyak penelitian yang mendapatakan hasil yang baik dan sesuai
dengan kebuthan hipotesa.

Anda mungkin juga menyukai