Gabungan Jurnal Biomekanika Annisa

Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer
PEMBUATAN SISTEM PENGUJIAN STAMINA TERHADAP

POSISI TUBUH PENGGUNA SEPEDA
(Designing Stamina Measurement Tool Based on Bicycle User’s Position)
Iwan Aang Soenandi
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Jurusan Teknik Industri

Universitas Kristen Krida Wacana – Jakarta
iwan.as@ukrida.ac.id
Abstrak
Sepeda saat ini telah menjadi produk yang digunakan oleh banyak orang. Beberapa jenis sepeda
yang paling sering digunakan adalah jenis MTB (Mountain bike Terrain), yang dapat digunakan
untuk berbagai bidang. Tetapi dengan konstruksi sepeda yang ada pengguna seringkali sulit untuk
menentukan posisi kontrol yang optimal dan nyaman dalam hal penyesuaian ketinggian sadel dan
stang, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk merancang sebuah alat pengujian stamina dari
posisi tubuh menggunakan sepeda yang digunakan oleh subjek dan diamati menggunakan kamera
dengan merekam gambar diam atau gambar bergerak. Dari hasil pengumpulan data dan analisis
dapat disimpulkan terdapat perbedaan tingkat kelelahan pada setiap posisi sadel dan tinggi stang.
Tinggi optimal sadel dicapai pada ketinggian 60 cm dari pusat pedal dengan tinggi subjek 166 cm
dan tinggi 70 cm dari pusat stang ke roda depan. Tester ini juga dapat digunakan pada jenis sepeda
lainnya dan juga berbagai macam sepeda seperti pelana, bentuk stang, dan lain-lain. Tester ini juga
tidak luput dari kekurangan yang memerlukan evaluasi dan pengembangan yang lebih baik di
masa depan.
Kata Kunci: biomekanik, desain dan pengembangan alat uji, kelelahan, sepeda
Abstract
To date bicycles have become a popular vehicle. One type of bike most frequently used is the MTB
(Mountain Terrain bike) which can be used on various fields. The existing bicycle’s construction
however often results in users’s difficulty determining the control position optimally and
comfortably in terms of adjusting the heights of saddle and handlebar. This study aimed at
designing a tool to test bicycle users’ stamina based on their body positions. A camera was also
utilized to record still or moving images. The data collection and analysis results suggested that
the levels of fatigue varied depending on saddle position and handlebar height. Optimum sadle
height occured to the 166 cm high subject at the heights of 60 cm from the pedal’s center and 70
cm from the handlebar’s center to the front wheel. This tool also works for other types of bikes and
bike’s parts such as saddles, handlebar shapes, etc. Further evaluation and modification are
necessary to impove the tool.
Keywords: biomechanics, design and development of test tool, fatigue, bicycles
Tanggal Terima Naskah : 02 Maret 2013

Tanggal Persetujuan Naskah : 05 April 2013
145
Vol. 02 No. 06, Apr - Jun 2013
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang dilakukan dengan menggunakan
kemampuan fisik, namun kegiatan tersebut kadangkala menimbulkan rasa lelah yang
berlebihan, misalnya pegal, kram otot, dan sebagainya. Salah satu kegiatan yang saat ini
disarankan oleh pemerintah sebagai wujud dari tindakan efisiensi energi dan mengurangi
polusi adalah kegiatan bersepeda. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari
posisi yang tepat dari para pengguna sepeda dengan menggunakan prinsip biomekanika.
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
 Adanya perbedaan tingkat kelelahan, baik secara otot ataupun fisik bila posisi di atas
sepeda tidak benar.
 Belum adanya alat untuk mengukur biomekanika di atas sepeda.
 Menemukan setting posisi tubuh yang tepat di atas sepeda.
1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
 Membuat alat pengukuran biomekanika di atas sepeda.
 Mengamati tingkat kelelahan pada variasi posisi di atas sepeda.
 Menentukan posisi ketinggian sadel dan stang (handlebar) yang optimal.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah:
 Dapat melakukan pengamatan terhadap posisi kayuh sepeda dalam berbagai variasi
posisi.
 Menjadi rancangan awal untuk dasar pengembangan pengukuran variasi lainnya
terhadap pengguna sepeda.
2. BIOMEKANIKA
Mekanika adalah salah satu cabang ilmu dari fisika yang mempelajari gerakan
dan perubahan bentuk suatu materi yang diakibatkan oleh gangguan mekanik yang
disebut gaya. Mekanika adalah cabang ilmu yang tertua dalam fisika. Mekanika teknik
atau disebut juga mekanika terapan adalah ilmu yang mempelajari penerapan dari prinsip-
prinsip mekanika [1].
Biomekanika didefinisikan sebagai bidang ilmu aplikasi mekanika pada sistem
biologi. Biomekanika merupakan kombinasi antara disiplin ilmu mekanika terapan dan
ilmu biologi dan fisiologi. Biomekanika menyangkut tubuh manusia dan hampir semua
tubuh mahluk hidup. Dalam biomekanika prinsip-prinsip mekanika digunakan dalam
penyusunan konsep, analisis, desain, pengembangan peralatan dan sistem dalam biologi
dan kedokteran.
Dengan kerangka seperti ini, maka gerakan tubuh sistem biologis dapat diakui
sebagai hasil interaksi sistem biologis dengan lingkungan sekelilingnya. Beberapa faktor
turut menentukan interaksi tersebut, diantaranya:
 Struktur dari lingkungan (bentuk dan stabilitas)
146
Pembuatan Alat Penguji Stamina…
 Medan dari gaya (arah relatif terhadap gravitasi, kecepatan gerakan)

 Struktur dari sistem (susunan tulang, aktifitas otot, susunan bagian dari tubuh,
ukuran, integrasi motorik yang dibutuhkan untuk mendukung postur)
 Peranan dari keadaan psikologis (level keaktifan, motivasi)
 Bentuk gerakan yang akan dikerjakan (tahap gerakan).
2.1 Angular Kinematic

Angular kinematic atau disebut juga kinematik sudut digunakan untuk
menghitung sudut-sudut tubuh operator dalam melakukan gerakan [2]. Terdapat berbagai
satuan yang digunakan dalam angular kinematic, seperti yang tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Satuan kinematic
Posisi Radian (θ)

Kecepatan Rad/s (ω)
Percepatan Rad/s2(α)
Satuan tersebut digunakan untuk menghitung sadut yang akan dipakai untuk
analisis dari gambar. Pengambilan sudut dalam Angular kinematic dibagi menjadi dua
jenis, yaitu dengan perhitungan Relative Angle dan Absolute Angle. Kedua pengambilan
sudut ini dibedakan dengan jarak sisi tubuh yang digunakan untuk perhitungan sudut.
Untuk Relative Angle sudut yang dihitung antara sumbu longitudinal dari dua segmen
tubuh, contohnya dari segmen lengan atas dan lengan bawah. Untuk Absolute Angle
pengambilan sudut dihitung dari salah satu segmen tubuh dan garis lurus sejajar sumbu x
yang diambil dari akhir segmen yang dihitung.
Gambar 1. Relative angles (joint angles) dan absolute angles (segment angles)
Pengambilan sudut ini digunakan untuk mengetahui besarnya sudut dari tiap-tiap
sendi tubuh. Untuk dapat menghitung sudut tersebut dibutuhkan koordinat dari setiap
sendi tubuh yang diperoleh dari pemetaan stig figure untuk dimasukkan ke dalam sumbu
x dan y.
Gambar 2. Sudut posisi pengendara sepeda
147
Vol. 02 No. 06, Apr - Jun 2013
Dari sumbu yang didapat pada stig figure dapat dihitung besarnya sudut pada
sendi-sendi untuk Absolute Angles, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3 [3].
Gambar 3. Relative angles
Dalam perhitungan sudut terdapat standar CSB (Canadian Society of

Biomechanics) yang digunakan untuk mengatur cara pengambilan gambar serta sudut
yang digunakan.
Gambar 4. Posisi anatomi segment angles dan relative angles dengan right sagital view
2.2 Linear Kinematic

Linear Kinematic atau kinematik garis digunakan untuk mengetahui pergerakan
dari benda tanpa keterkaitan antara masa dan gaya yang mempengaruhi gerakan tersebut.
Linear Kinematic mempelajari bagaimana perubahan benda dengan waktu. Satuan di
dalam linear kinematic adalah kecepatan dan percepatan. Velocity adalah perpindahan
rata-rata dari posisi dan akselerasi adalah rata-rata perubahan dari kecepatan. Velocity dan
akselerasi adalah dua prinsip utama dalam menjelaskan perubahan posisi [4].
3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah:
 Bike trainer stand dan rollers
 Sepeda MTB
148
 Komputer dengan perangkat lunak analisis video Tracker

 Kamera digital dengan fungsi rekam
 Waterpass level
 Alat ukur detak jantung, tekanan darah, meteran
 Form data
 Alat-alat pembuka baut
 Penanda kertas
Gambar 5. Trainer stand
Gambar 6. Dudukan roller
Gambar 7. Sistem rollers
149
Vol. 02 No. 06, Apr - Jun 2013
Gambar 8. Peralatan sepeda setelah dirakit
3.2 Antropometrik Data Subjek

Antropometrik data subjek terdiri dari:
 Height
Dalam kaus kaki atau kaki telanjang, berdiri dengan tumit dan bokong dinding serta
kaki 8" terpisah. Berdiri tegak dan pengukuran dari tanah ke bagian atas kepala Anda.
 Sternum Notch
Dalam kaus kaki atau kaki telanjang, berdiri dengan tumit dan bokong dinding serta
kaki 8" terpisah. Temukan takik di bagian atas tulang rusuk Anda/bawah leher Anda.
Ukur dari tanah ke bagian bawah sternum.
 Inseam
Dalam kaus kaki atau kaki telanjang, berdiri dengan kaki 8" terpisah. Ambil tingkat
sekitar 2 ft panjang dan letakkan di antara kaki Anda. Tarik tingkat ke atas dengan
tekanan yang sama yang Anda rasakan ketika duduk di pelana.
 Arm Length
Berdiri dengan kedua lengan keluar sisi paralel ke tanah dan ukuran dari ketiak Anda
menyentuh tulang rusuk pada web antara ibu jari dan jari telunjuk. (Kira-kira tengah
telapak tangan) Harap diperhatikan: Jangan mengukur ke ujung jari Anda.
 Shoulder Width
Ukur lebar bahu Anda dengan bagian luar tonjolan tulang di bagian atas bahu Anda.
 Flexibility
Dalam kaus kaki atau kaki telanjang, berdiri dengan kaki 8" terpisah dan lutut
terkunci bend atas dan dilihat seberapa jauh Anda dapat meregang. Untuk mengambil
pengukuran ini dengan benar, Anda perlu melakukan pemanasan seperti ketika naik
sepeda.
 Weight (Berat Badan)
 Shoe Size (Ukuran Sepatu)
 Trunk
Duduk di bangku dengan punggung lurus dan panggul keras. Pastikan punggung
Anda lurus dan panggul adalah dinding. Tempatkan tingkat di atas
(acromioclavicular) bersama AC dan dinding. AC adalah benjolan tulang di atas
bahu Anda. Ukur dari dasar tingkat ke atas bangku. Ukur kedua sisi tubuh Anda dan
hitung rata-rata pengukuran.
150
 Forearm
Pegang benda silinder (spidol sangat ideal) dalam kepalan tangan Anda. Turunkan
lengan Anda ke sisi Anda, dan rentangkan lengan Anda di depan Anda. Jauhkan
benda tegak lurus di tangan Anda, dan pengukuran dilakukan dari pusat objek.
 Thigh
Duduk di bangku lagi, pastikan punggung Anda lurus. Pastikan tulang paha Anda
sejajar dengan tanah dan tibia Anda tegak lurus ke tanah. Tempatkan tingkat di
bagian depan kedua tempurung lutut Anda, kemudian pengukuran dilakukan dari
muka bagian dalam. Ambil pengukuran ini dari kedua kaki, kemudian hitunglah rata-
ratanya.
 Lower Leg
Posisi subjek pengukuran sedang duduk. Tempatkan jajaran di tepi atas tempurung
lutut Anda (di mana terhubung ke otot paha depan bagian bawah). Ukur dari dasar
tingkat ke tanah.
Tabel 2. Data anthropometric subyek
Data Anthropometric Ukuran

Height 166 mm
Sternum Notch 136 mm
Inseam 70 mm
Arm Length 68 mm
Shoulder Width 40 mm
Flexibility 3
Weight 66 kg
Shoe Size 42
Trunk 60 mm
Forearm 42 mm
Thigh 50 mm
Lower Leg 44 mm
Tabel 3. Data sepeda
Model Polygon MTB Broadway

Model Sadel United MTB
Kemiringan Sadel 3 derajat
Panjang Crank 160 mm
Jarak top tube length 58 mm
Jangkauan overall 62 mm
3.3 Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan data adalah sebagai berikut [5]:
1) Pasang sepeda pada trainer dengan baik (tidak miring dan kuat). Tutupi warna yang
menyolok pada sepeda untuk mengurangi kesalahan pengukuran pada pengolahan
data dengan perangkat lunak.
2) Posisikan kamera dengan jarak yang cukup untuk mengambil gambar seluruh sepeda
dengan pengendaranya (frontal and sagittal planes) [6].
3) Ratakan level kamera sejajar dengan lantai.
4) Buatlah form untuk cara pengumpulan data.
5) Cek tekanan angin ban sesuai dengan spesifikasi.
6) Catat data anthropometrics dari subjek: inseam, height at minimum.
151
Vol. 02 No. 06, Apr - Jun 2013
7) Catat data tekanan darah dan pulse sebelum mengayuh sepeda.

8) Catat dimensi sepeda yang digunakan: ketinggian saddle, sudut sadel , jarak sadel ke
stang, panjang crank pedal.
9) Pasang penanda pada subjek, terdiri dari sagittal (kaki, ankle, lutut, hip, shoulder,
elbow, wrist).
10) Subjek mulai pemanasan dengan mengayuh sepeda selama 10 menit, peneliti
mengarahkan kegiatan yang harus dilakukan dan pengambilan data diambil setelah
subjek telah terbiasa atau sekitar 10 menit dengan rotasi kayuhan yang konstan dan
denyut nadinya diukur setiap 2 menit.
11) Set kamera pada video mode.
12) Mulai perekaman gambar.
13) Ulangi kegiatan ini dengan beberapa variasi ketinggian sadel dan stang dengan
terlebih dahulu subjek beristirahat sampai denyut nadi dan tekanan darah normal
kembali.
14) Lakukan penyesuaian posisi jika diperlukan.
15) Catat nama file video tersebut.
16) Catat data tekanan darah dan pulse setelah mengayuh sepeda pada setiap variasi.
17) Lakukan analisis dengan menggunakan data yang telah diambil.
3.4 Variabel Pengukuran

Pada penelitian ini divariasikan lima posisi dalam mengayuh sepeda dan pada
setiap posisi dikumpulkan data tentang denyut nadi dan tekanan darah pada kecepatan
kayuhan yang sama.
Tabel 4. Variabel posisi pengukuran
Posisi Tinggi Sadel (cm) Tinggi Stang (cm)

A 55 70
B 58 70
C 60 70
D 62 72
E 64 72
3.5 Analisis Data

Dengan menggunakan software TRACKER titik-titik sendi pada setiap gerakan
per frame yang telah diambil diposisikan, sehingga dapat ditentukan besar sudut yang
terjadi pada setiap variabel posisi.
Gambar 9. Tampilan grafik posisi titik A pada software TRACKER
152
Gambar 10. Pengamatan sudut tubuh pada software TRACKER
3.6 Hasil Pengolahan Data

Dari pengumpulan data diperoleh hasil untuk gerakan di atas sepeda yang terdiri
dari:
 Sudut lutut maksimum
 Sudut lutut minimum
 Sudut Tubuh terhadap garis normal permukaan lantai
 Denyut rata-rata
 Tekanan darah rata-rata systol
 Tekanan darah rata-rata diastol.
Tabel 5. Analisis data
Posisi Sudut Lutut Sudut Lutut Sudut Denyut Tekanan Darah Tekanan Darah
Maksimum Minimum Tubuh Rata-Rata Rata-Rata Systol Rata-Rata Diastol
(derajat) (derajat) (derajat) (pulse) (mm Hg) (mm Hg)
A 82,83 17,39 20,3 140 130 69
B 120,4 44,88 21,9 130 130 68
C 148,57 59,84 24 125 125 65
D 166,09 70,40 26,2 130 132 69
E 180 49,16 28,3 132 133 70
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan tingkat kelelahan terhadap
posisi dari pengendara sepeda tersebut pada kecepatan kayuhan yang sama/konstan dan
jangka waktu yang sama. Kelelahan tersebut dapat diindentifikasikan dengan lebih
tingginya jumlah denyut jantung dan naiknya tekanan darah rata-rata.
4. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan didapat beberapa kesimpulan di bawah ini:
1) Perancangan alat untuk mengamati gerakan dan pengukuran kinerja tubuh pada saat
mengayuh sepeda bekerja sesuai dengan yang diharapkan dan posisi tubuh terhadap
tingkat kelelahan (stamina) dapat dianalisis.
2) Dari pengumpulan data posisi tubuh pengendara sepeda dapat diketahui tingkat
kelelahan dari pengguna sepeda pada setiap posisi yang divariasikan.
153
Vol. 02 No. 06, Apr - Jun 2013
3) Terdapat perbedaan pada kondisi kelelahan yang terjadi pada pengendara sepeda
dengan ketinggian sadel dan stang yang berbeda berdasarkan gerakan yang terjadi di
atas sepeda.
4) Dari hasil analisis dengan denyut nadi dan vektor gaya dari sendi lutut, posisi yang
optimum dari pengolahan data adalah denyut nadi 125 pulse dari variasi ketinggian
sadel dan stang, yaitu pada posisi C dimana ketinggian sadel 60 cm, ketinggian stang
70 cm, sudut antara garis vertikal dengan punggung adalah 26.3o dan sudut telapak
terhadap permukaan tanah adalah 300 pada posisi kaki paling bawah pada saat
mengayuh.
REFERENSI
[1]. Sanders, Mark S., dan Ernest J., “Human Factors in Engineering and
Design,” McCormick, 2000.
[2]. Wignjosoebroto, Sritomo, “Ergonomi Studi Gerak dan Waktu,” Edisi
Pertama, Guna Widya, Jakarta, 2003.
[3]. Nurmianto, Eko, “Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya,” Edisi Kedua.
Guna Widya, Surabaya, 2008.
[4]. Wrenchscience, Tersedia dari https://www.wrenchscience.com/Login.aspx?
ReturnUrl=%2fSecure%2fFit%2fSummary.aspx%3fstylecode%3dR&stylec
ode=R, diakses 19 Januari 2012.
[5]. Cycling Analysis, Tersedia dari http://cyclinganalysis.com/compoisition/
method-cycling-specific, diakses 20 Januari 2012.
[6]. http://www.dpreview.com/news/2005/1/21/konicaminoltaz20, diakses 24
Januari 2012.
154
Open Jurnal Kreatif Online (JKO)
Access Vol. 9, No. 3, pp. 57-65, September 2021
©2021 The Authors
http://jurnal.fkip.untad.ac.id/index.php/jko ISSN 2354-614X
Kesalahan Siswa dalam Memahami Konsep Kinematika Gerak Lurus

Students’ Mistakes in Understanding the Kinematics Concept of Linear Motion
Anisa Magfira, Kamaluddin, Darsikin

Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia
Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif yang datanya mengenai
pemahaman konsep pada materi kinematika gerak lurus dengan menggunakan CRI
(Certainty of Response Index). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan, mengetahui
dan menganalisis pemahaman siswa pada konsep kinematika gerak lurus. Sampel yang
diambil berjumlah 20 siswa kelas 11 IPA I SMA Negeri 1 Palu. Instrumen yang digunakan
adalah soal-soal pilihan ganda sebanyak 14 soal yang telah terseleksi melalui uji validasi.
Siswa menjawab soal tersebut dengan penambahan angka CRI (0-5) sesuai dengan tingkat
kepercayaan siswa disertai alasan. Siswa dapat dinyatakan memahami konsep, tidak paham
konsep atau mengalami miskonsepsi dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban
pertanyaan yang diberikan dengan nilai CRI yang diisi siswa. Hasil yang diperoleh pada
penelitian ini, yaitu untuk siswa yang paham konsep mempunyai persentase sebesar 13,57%,
sedangkan miskonsepsi 38,57% dan yang tidak paham konsep 47,86%. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa cenderung tidak paham konsep karena siswa hanya mampu mengahafal tanpa
memahami materi yang diajarkan oleh guru sehingga siswa cenderung mengalami kelupaan.
Beberapa miskonsepsi (salah konsep) yang terjadi pada diri siswa teridentifikasi antara lain;
menganalisis gambar, jarak, perpindahan pada soal cerita dan grafik-grafik pada glb, glbb
dan gerak parabola.
Kata Kunci Miskonsepsi, Kinematika, Gerak lurus

Abstract This research is a qualitative descriptive study whose data is about understanding the concept
of straight motion kinematics material using CRI (Certainty of Response Index). This study
aims to describe, identify and analyze students' understanding of the kinematics concept of
straight motion. The samples taken were 20 students of grade 11 IPA I SMA Negeri 1 Palu.
The instrument used is multiple choice questions as many as 14 questions that have been
selected through a validation test. Students answer the question by adding CRI points (0-5)
according to the student's level of confidence with reasons. Students can be declared to
understand the concept, do not understand the concept or experience misconceptions by
comparing whether or not the answers to the questions given are correct with the CRI scores
filled in by students. The results obtained in this study, namely for students who understand
the concept have a percentage of 13.57%, while misconceptions are 38.57% and those who
do not understand the concept are 47.86%. This shows that students tend not to understand
the concept because students are only able to memorize without understanding the material
taught by the teacher so that students tend to forget. Some of the misconceptions (wrong
concepts) that occur in students are identified, among others; analyzing images, distances,
displacements on story problems and graphs on glb, glbb and parabolic motion.
Keywords Misconception, Kinematic, Linear motion
Corresponding Author*
E-mail: AnnisaMagfirah2404@gmail.com
Received 12 July 2021; Revised 13 August 2021; Accepted 2 September 2021; available Online 30 September 2021
doi:
1. Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
57
Jurnal Kreatif Online (JKO) Vol. 9, No. 3, pp.57-65, September 2021
potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Keberhasilan siswa merupakan tujuan utama
dalam proses pendidikan. Siswa yang tidak mencapai keberhasilan diduga disebabkan
oleh banyak faktor. Diantaranya adalah cara belajar siswa yang belum tepat, terjadi
miskonsepsi pada siswa dan pendekatan mengajar guru yang belum sesuai dengan
situasi siswa serta kurangnya fasilitas penunjang atau yang lainnya. Oleh karena itu
diperlukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan tersebut. Siswa cenderung memiliki
pemahaman yang dikembangkan sendiri, yaitu pemahaman yang berasal dari konsepsi
alternative, intuitif, ataupun prakonsepsi dikembangkan siswa berdasarkan nalar
alamiahnya merespon peristiwa atau fenomena alam dan pemahaman yang
dikembangkan setelah siswa menerima materi pembelajaran secara formal di kelas,
yang disajikan dengan menggunakan representasi model atau pemodelan (Laliyo, 2011).
Pembelajaran fisika bertujuan untuk membantu siswa dalam memperoleh
pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep dan menggunakan konsep-konsep
tersebut dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
(Kallesta & Erfan, 2017; Zahran, 2017). Sudjana (2011) menyatakan bahwa siswa
dalam memahami konsep harus dapat memberikan makna dari materi yang telah
dipelajari. Sementara itu, setiap siswa memiliki pengetahuan dan konsepsi yang sangat
beragam karena pengalaman kehidupan sehari-hari dan proses pendidikan siswa yang
berbeda-beda (Hidayati et al., 2016). Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat
bagaimana pemahaman konsep siswa diawal sebelum pemberian materi baru dalam
pembelajaran Fisika. Akan tetapi, penelitian sebelumnya menujukkan bahwa
miskonsepsi siswa pada konsep Fisika berada pada kriteria sedang dan tinggi (Putri et
al., 2017; Rahayu et al., 2019). Hal ini disebabkan karena pendidikan di sekolah lebih
menekankan pada hasil belajar berupa skor tes dibandingkan dengan pemahaman
konsep (Daud et al., 2015).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada SMA Negeri 1 Palu, masih
banyak siswa tidak memahami konsep mekanika. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara siswa yang mengatakan bahwa mereka hanya mengetahui rumus-rumus
fisika tetapi tidak mengerti konsepnya. Alat atau bahan evaluasi yang dapat digunakan
untuk mengukur pemahaman konsep yaitu tes esai dan objektif tentang pemahaman
konsep. Alat ukur pemahaman konsep yang dikembangkan oleh para peneliti
pendidikan fisika berupa tes pilihan ganda bersifat pemahaman (Nursefriani, 2016).
Hasil penelitian Pujianto (2013) menunjukkan bahwa konsepsi yang dialami
siswa kelas X SMA Negeri 6 Palu pada konsep kinematika gerak lurus adalah sebesar
50,00% mengarah ke miskonsepsi dan siswa dengan pemahaman konsep kinematika
gerak lurus yang baik hanya sebesar 21,67%. Sedangkan siswa yang menjawab benar
dengan menebak dan kurang pengetahuan masing-masing sebesar 10,42% dan 17,50%.
Hasil wawancara diketahui bahwa salah satu faktor penyebab konsepsi siswa lebih besar
mengalami miskonsepsi tersebut adalah pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
58
Metode Certainty of Response Index ini merupakan metode yang diperkenalkan

oleh Saleem Hasan, dkk (Rahayu & Siti, 2016) untuk mengukur suatu miskonsepsi yang
tengah terjadi. Dengan metode CRI, responden diminta untuk memberikan tingkat
kepastian dari kemampuan mereka sendiri dengan mengasosiasikan tingkat keyakinan
tersebut dengan pengetahuan, konsep, atau hukum.
Skala CRI ada 6 (0-5) dimana 0 berarti tidak paham konsep dan 5 adalah yakin
benar akan konsep yang responden jawab. Jika derajat keyakinan rendah (nilai CRI 0-2)
menyatakan bahwa responden menjawabnya dengan cara menebak, terlepas dari
jawabannya benar atau salah. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak paham
konsep. Jika nilai CRI tinggi, dan jawaban benar maka menunjukkan bahwa responden
paham konsep (jawabannya beralasan) Jika nilai CRI tinggi, jawaban salah maka
menunjukkan miskonsepsi. Jadi, seorang siswa mengalami miskonsepsi atau tidak
paham konsep dapat dibedakan dengan cara sederhana yaitu dengan membandingkan
benar atau tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya indeks kepastian
jawaban (CRI) yang diberikan untuk soal tersebut. Pada halaman selanjutnya
merupakan tabel ketentuan untuk membedakan antara siswa yang tahu konsep,
miskonsepsi, dan tidak paham konsep untuk responden secara individu dan kelompok.
Dari hasil tabulasi data setiap siswa dengan berpedoman kombinasi jawaban
yang benar dan salah serta berdasarkan tinggi rendahnya nilai CRI, kemudian data
diagnosis dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu siswa yang paham akan materi,
miskonsepsi, dan sama sekali tidak paham. Metode CRI ini meminta responden untuk
menjawab pertanyaan disertai dengan pemberian derajat atau skala (tingkat) keyakinan
responden dalam menjawab pertanyaan tersebut. Sehingga metode ini dapat
menggambarkan keyakinan siswa terhadap kebenaran dari jawaban alternatif yang
direspon. Setiap pilihan respon memiliki nilai skala.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “bagaimana pemahaman siswa pada konsep kinematika gerak
lurus”. Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengkaji, mengetahui dan menganalisis
pemahaman siswa pada konsep kinematika gerak lurus. Peneliti menganggap penting
untuk dilakukan kajian atau analisis kesalahan siswa dalam memahami konsep
kinematika gerak lurus. Walaupun sebelumnya sudah banyak penelitian terkait analisis
kesalahan siswa dalam memahami konsep kinematika gerak lurus, namun belum ada
peneliti menemukan penelitian seperti ini pada sekolah yang cukup terkenal di kota palu
yaitu SMA Negeri 1 Palu. Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah dapat meningkatkan
motivasi, pengetahuan, kemampuan dan pengalaman belajar dalam memahami konsep
kinematika gerak lurus. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan
pemikiran dan informasi bagi guru dan siswa SMA Negeri 1 Palu mengenai gambaran
kesalahan dalam memahami konsep kinematika gerak lurus dan model.
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif
59
adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Adapun langkah-langkah yang ditempuh
dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan
dan tahap akhir.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Palu. Penelitian ini dilakukan pada
kelas 11 IPA 1 di semester genap tahun pelajaran 2017/2018 selama kurang lebih 2 hari.
Subyek pada penelitian ini yaitu 20 siswa kelas 11 IPA I SMA Negeri 1 Palu. Soal yang
digunakan yaitu pilihan ganda beralasan dengan menggunakan skala/ metode CRI
(Certainty of Respondex Index). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
tes berupa tes pilihan ganda pemahaman konsep beralasan fisika mekanika sebanyak 14
soal yang sudah terlebih dahulu divalidasi oleh ahli. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian. Data ini merupakan data tertulis yang berasal dari jawaban siswa dalam
menyelesaikan soal fisika terkait materi kinematika gerak lurus dengan subjek
penelitian.
3. Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian
Hasil analisa jawaban responden menggunakan CRI
Berdasarkan hasil analisa jawaban diperoleh data kuantitatif dari nilai CRI yang
dituliskan oleh subjek penelitian pada tes multiple coice (pilihan ganda) disertai alasan,
maka hasil penelitian pada siswa kelas 11 IPA I dilihat pada tabel 1:
Tabel 1. Hasil analisa jawaban responden menggunakan cri
Paham Konsep Miskonsepsi Tidak Paham Konsep
13,57 38,57 47,86
Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa konsep yang memiliki persentase

tertinggi untuk paham konsep, miskonsepsi dan tidak paham konsep.
Hasil analisis jawaban siswa tiap soal
Analisis jawaban siswa soal nomor 1 pada konsep perpindahan

Soal nomor 1 membahas tentang materi gerak lurus. Indikator soal adalah
menganalisis perpindahan dalam gerak lurus beraturan. Berdasarkan analisis hasil tes,
persentase siswa yang menjawab dengan alasan benar sebesar 65%, siswa mengalami
miskonsepsi sebanyak 35% dan siswa yang tidak paham konsep persentase 0%.
Jawaban yang benar pada soal ini adalah pilihan jawaban soal yaitu karena dovi
melakukan perpindahan dari A ke E dengan alasan yaitu perpindahan adalah perubahan
kedudukan suatu benda dalam waktu tertentu. Sedangkan alasan jawaban sebagian
responden ialah dalam fisika dovi tidak melakukan perpindahan dengan memilih pilihan
CRI dengan tingkat keyakinan bernilai tinggi.
60
Analisis jawaban siswa soal nomor 2 pada konsep kecepatan

Pada soal nomor 2 tentang grafik hubungan kecepatan terhadap waktu, diperoleh
2 responden menjawab benar sesuai dengan alasan yang tepat dan persentasenya sebesar
10%. Pada soal ini siswa banyak tidak paham konsep dengan persentase 75%. Siswa
dominan menjawab bahwa kecepatan terhadap waktu digambarkan pada grafik pertama
dan tiga dengan memilih pilihan CRI dengan tingkat keyakinan bernilai tinggi. Dan
siswa yang mengalami miskonsepsi memiliki persentase sebesar 15% dengan
mengungkapkan alasan berdasarkan persamaan kecepatan.
Analisis jawaban siswa soal nomor 3 pada konsep jarak

menganalisis jarak dalam gerak lurus beraturan. Berdasarkan analisis hasil tes,
Jawaban yang benar pada soal ini adalah pilihan jawaban soal yaitu P ke R ke T dengan
alasan yaitu Jarak adalah panjang lintasan sesungguhnya yang ditempuh oleh suatu
benda dalam waktu tertentu. Sedangkan alasan jawaban sebagian responden ialah
Karena di titiknya kembali ketempat semula.
Analisis jawaban siswa soal nomor 4 pada konsep perpindahan

menganalisis perpindahan dalam gerak lurus beraturan. Berdasarkan analisis hasil tes,
Jawaban yang benar pada soal ini adalah pilihan jawaban soal yaitu N ke P ke N dengan
alasan yaitu perpindahan adalah perubahan kedudukan suatu benda dalam waktu
tertentu. Sedangkan alasan jawaban sebagian responden ialah Karena bertemu dan
berakhir dititik N dengan memilih pilihan CRI dengan tingkat keyakinan bernilai tinggi.
Analisis jawaban siswa soal nomor 5 pada konsep jarak

Pada soal ini, gambar grafik s-t benda yang melakukan gerak lurus beraturan, 20
responden menjawab salah dengan persentase 0%. Adapun alasan yang dikemukakan
berbeda-beda, alasan benar mencapai persentase sebesar 15% dan alasan yang salah
mencapai 85%. Jawaban benar, yaitu jarak adalah panjang lintasan sesungguhnya yang
ditempuh oleh suatu benda dalam waktu tertentu. Ini menunjukkan siswa dominan tidak
paham konsep yaitu sebesar 85% pada soal ini. Karena siswa lebih cenderung
memberikan alasan jawaban ‘’karena waktu yang ditempuh cukup lama’’.
Analisis jawaban siswa soal nomor 6 pada konsep percepatan
Adapun hasil yang diperoleh pada soal nomor 6 tentang pokok teori gerak lurus
berubah beraturan dominan siswa tidak mengetahui konsep dengan persentase 90%.
Siswa cenderung menjawab ‘’karena titiknya dari awal sampai akhir berjarak sama’’.
Siswa yang paham konsep persentasenya 0%. Kemudian siswa yang mengalami
miskonsepsi sebesar 10%. Berikut siswa yang menjawab pilihan salah dengan CRI
61
tinggi tetapi alasannya benar ini menunjukkan bahwa siswa tersebut kurang teliti saat
mengerjakan soal yang diberikan.
Analisis jawaban siswa soal nomor 7 pada konsep kecepatan

Hasil analisis soal nomor 7 dominan siswa tidak memahami konsep sebesar
60%, mengalami miskonsepsi sebesar 20%. Dan yang memahami konsep dengan
persentase sebesar 20%. Alasan jawaban yang benar pada soal ini adalah pilihan
jawaban soal yaitu kecepatan adalah perbandingan antara perpindahan dengan waktu
tempuh dan besarnya bergantung arah perpindahan benda. Siswa lebih dominan
menjawab pilihan C dengan alasan Karena grafiknya menunjukkan gerak GLBB.
Berdasarkan analisis jawaban siswa, dapat disimpulkan bahwa siswa belum dapat
memahami dan membaca grafik-grafik pada gerak lurus, ini disebabkan karena
pemahaman konsep siswa masih kurang. Siswa hanya memahami, jika diberikan
ilustrasi gambar mobil sedang berjalan dan sejenisnya.
Alasan jawaban siswa soal nomor 8 pada konsep perpindahan

Pada soal nomor 8 tentang gerak lurus berubah beraturan terdapat responden
yang memahami konsep dengan persentase sebesar 30% dan yang tidak paham konsep
sebesar 5%. Pada soal ini siswa dominan mengalami miskonsepsi dengan persentase
65%, yang cenderung memberikan jawaban ‘’karena dari grafik terlihat dari t2 ke
t3garisnya lurus’’. Jawaban siswa yang benar yaitu tidak dapat menerangkan konsep
perpindahan itu sendiri. Alasan jawaban yang benar yakni perpindahan adalah
perubahan kedudukan suatu benda dalam waktu tertentu.
Analisis jawaban siswa soal nomor 9 pada konsep percepatan

Hasil analisis pada soal nomor 9 siswa mengetahui konsep dengan persentase
5%. Siswa menjawab berdasarkan konsep gerak lurus berubah beraturan. Siswa
dominan tidak memahami konsep dengan persentase sebesar 55%. Dan siswa yang
mengalami miskonsepsi sebesar 40%. Jawaban yang benar pada soal ini adalah pilihan
jawaban soal yaitu 4-6 sekon dengan alasan yaitu Percepatan adalah perubahan setiap
kecepatan. Sedangkan responden yang tidak memahami konsep dengan menjawab
pilihan dan alasan yang salah dengan tingkat keyakinan CRI tinggi ialah Karena
grafiknya menurun. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden belum mampu
membedakan grafik-grafik gerak lurus berubah beraturan, ini disebabkan karena
pemahaman konsep siswa masih kurang.
Analisis jawaban siswa soal nomor 10 pada konsep gerak jatuh bebas
Pada soal nomor 10 dominan siswa mengalami miskonsepsi sebesar 90%, yang
tidak paham konsep hanya 10% dan yang memahami konsep sebesar 0%. Pada soal
gerak jatuh bebas menyatakan bahwa benda yang jatuh tanpa kecepatan awal hanya di
pengaruhi oleh gaya gravitasi. Jawaban yang benar pada soal ini adalah pilihan jawaban
soal yaitu gerak jatuh bebas dengan alasan yaitu Gerak jatuh bebas adalah gerak vertical
(tanpa kecepatan awal) dan hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Sedangkan alasan
jawaban sebagian responden ialah Karena tidak memiliki hambatan.
62
Analisis jawaban siswa soal nomor 11 pada konsep gerak jatuh bebas
menganalisis gerak jatuh bebas. Berdasarkan analisis hasil tes, persentase siswa yang
menjawab dengan alasan benar sebesar 5%, siswa mengalami miskonsepsi sebanyak
20% dan siswa yang tidak paham konsep persentase 75%. Jawaban yang benar pada
soal ini adalah pilihan jawaban soal yaitu Keempat benda mencapai A bersamaan jika
tabung hampa udara dengan alasan yaitu Gerak jatuh bebas adalah gerak vertical (tanpa
kecepatan awal) dan hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Sedangkan alasan jawaban
sebagian responden ialah karena tidak ada udara dengan memilih pilihan CRI dengan
tingkat keyakinan bernilai tinggi.
Analisis jawaban siswa soal nomor 12 pada konsep gerak vertikal

Pada soal nomor 12 tentang gerak vertical keatas merupakan gerak suatu benda
yang dilempar keatas dengan kecepatan awal tertentu dan negative atau positive
percepatan gravitasinya. Pada soal ini semua responden menjawab salah dengan
persentase 0%, yang mengalami miskonsepsi sebesar 5% dan dominan siswa tidak
paham konsep dengan persentase 95%. Alasan jawaban yang benar pada soal ini adalah
gerak vertical adalah gerak suatu benda pada arah vertical, dengan geraknya benda itu
dipengaruh oleh gaya gravitasi bumi. Sedangkan alasan jawaban sebagian responden
ialah logika dengan memilih pilihan CRI dengan tingkat keyakinan bernilai tinggi.
Analisis jawaban siswa soal nomor 13 pada konsep gerak parabola

Hasil analisis pada soal nomor 13 tidak ada responden yang menjawab sesuai
pilihan jawaban benar dengan persentase 0%. Jawaban yang benar pada soal nomor 13
yaitu gerak parabola. Gerak parabola adalah gerak yang lintasannya berbentuk parabola.
Pada soal ini dominan siswa tdak paham konsep dengan persentase 90% dan mengalami
miskonsepsi sebesar 10%. Dominan siswa menjawab ‘’karena ketika menuruni bukit
terjadi perubahan gaya menjadi lebih sedikit’’. Responden yang mengalami miskonsepsi
menjawab pilihan salah dan alasan yang benar.
Analisis jawaban siswa soal nomor 14 pada konsep gerak parabola

Soal nomor 14 menganalisis cerita nomor 13 terkait seorang anak mendaki
gunung menggunakan sepeda motor dengan kecepatan awal 10 m/s setelah sampai
diatas kecepatan sepeda motor tersebut tetap. Namun pada saat menuruni gunung
kecepatan sepeda motor bertambah. Pada soal ini responden yang menjawab benar
sebanyak 0%, mereka tidak memahami konsep dengan persentase 20% dan mengalami
miskonsepsi sebesar 80%.
Pembahasan
Kemampuan menganalisis adalah kemampuan memecah informasi atau
menguraikan konsep menjadi beberapa bagian selanjutnya menentukan bagaimana
bagian-bagian terkait satu sama lain. Berdasarkan hasil penelitian pemahaman konsep
tertinggi yaitu pada soal nomor 1, sedangkan miskonsepsi tertinggi pada soal nomor 3,
63
4, 8, 10 dan 14 dan tidak paham konsep pada soal nomor 2, 5, 6, 7, 9, 11, 12, dan 13 ini
menunjukkan bahwa siswa SMA Negeri 1 Palu masih sangat kurang memahami konsep
kinematika gerak lurus dengan persentase sebesar 47,86%.
Kemampuan menganalisis didominasi pada kategori menganalisis, kemudian
mengevaluasi dan terakhir menciptakan. Hal ini sesuai dengan urutan tingkat kognitif
Bloom terevisi yaitu (1) mengingat, (2) memahami, (3) mengaplikasika, (4)
menganalisis, (5) mengevaluasi, dan terakhir adalah (6) mencipta.
Kurangnya kemampuan siswa disebabkan oleh rendahnya pemahaman materi
(konsep) dan kurangnya pengalaman siswa dalam menyelesaikan soal berkategori
tinggi. Keadaan seperti inilah yang kemudian juga menyebabkan rendahnya hasil
penelitian yang ditemukan. Rahayu, 2019 menyatakan kesalahan siswa dalam
menyelesaikan persoalan dapat disebabkan karena 3 hal yaitu; kesalahan konsep,
kesalahan prinsip, dan kesalahan operasi. Informasi tentang kesalahan dalam
menyelesaikan masalah sangatlah penting karena dapat digunakan untuk memperbaiki
dan meningkatkan mutu pembelajaran. Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh
Rusli, dkk, 2016 menyatakan bahwa pemahaman konsep sangat berarti dan penting
sebagai suatu cara untuk mengorganisir atau menyusun pengetahuan dan merupakan
dasar untuk membangun pemikiran menuju pada tingkat yang lebih tinggi.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat tidak paham konsep

siswa kelas 11 IPA I SMA Negeri 1 Palu dengan menggunakan Certainty Of Response
Index (CRI) tergolong tinggi dengan rata-rata persentase sebesar 47,86% bila
dibandingkan dengan jumlah rata-rata mahasiswa yang mengalami miskonsepsi dengan
pencapaian 38,57%.
Berdasarkan kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan pada penelitian
ini adalah berdasarkan profil miskonsepsi yang dialami siswa pada kinematika gerak
lurus yang ditemukan dalam penelitian ini, diharapkan dapat menjadi acuan para guru
sebagai bahan remedial. Pengajar diharapkan dalam menjelaskan konsep fisika
khususnya konsep kinematika gerak lurus tidak hanya berfokus dalam persoalan
matematis, namun harus menjelaskan konsep secara fisis dan mengaitkan konsep fisika
dengan fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan siswa atau
merangsang siswa untuk mampu menganalisis soal sebelum melakukan pemecahan
masalah agar siswa dapat memahami permasalahan pada soal. Penelitian ini hanya
membahas mengenai miskonsepsi dan profilnya, belum meneliti mengenai faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk menentukan faktor-faktor penyebab terjadinya miskonsepsi dikalangan
siswa.
64
DAFTAR PUSTAKA
Daud, N. S. N., Karim, M. M. A., Hasan, S. W. N. W., & Rahman, N. A. (2015).

Miskonsepsi dan Kesukaran Fizik Pengenalan dalam Kalangan Pelajar Sekolah
Menengah Atas dan Universiti : Satu Tinjauan Bagi Tajuk Mekanik. Journal of
Science, Mathematics and Technology, 2(1), 34 – 47.
Hidayati, F. N., Akhsan, H., & Syuhendri. (2016). Identifikasi Miskonsepsi Siswa Kelas
X pada Materi Elastisitas dan Hukum Hooke di SMA Negeri 1 Indralaya. Jurnal
Inovasi dan Pembelajaran Fisika, 3(2), 1-9.
Kallesta, K. S., & Erfan, M. (2017). Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Belajar IPA
Fisika pada Materi Bunyi. Jurnal Pendidikan Fisika, 1(1), 1-16.
Laliyo, L. (2011). Model Mental Siswa dalam Memahami Perubahan Wujud Zat. Jurnal
Penelitian dan Pendidikan, 8(1),112.
Nursefriani. (2016). Analisis Pemahaman Konsep Siswa SMA LAB-SCHOOL Palu pada
Materi Hukum Newton. Tesis Pasca Sarjana pada Universitas Tadulako Palu:
Tidak diterbitkan.
Pujianto, A. (2013). Analisis Konsepsi Siswa Pada Konsep Kinematika Gerak Lurus.
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako. [Online], 1(1), 6.
Putri, R. N. A., Suryaningrum, I., & Suyudi, A. (2017). Identifikasi Miskonsepsi
Mahasiswa Fisika pada Konsep Osilasi Pegas-Massa Menggunakan Certainty Of
Response Index (Cri). Jurnal Riset Pendidikan Fisika, 2(2), 67-73.
Rahayu, Siti. (2016). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal
Kesebangunan. Jurnal eDuMath, 2(1).
Rahayu, A. Y., Syuhendri,. & Sriyanti, R. (2019). Analisis Pemahaman Konsep
Mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Sriwijaya pada Materi Gravitasi
Newton dengan Menggunakan NGCI dan CRI Termodifikasi. Jurnal Eksakta
Pendidikan, 3(1), 65-74.
Rusli, W., Haris, A., & Yani, A. (2016). Studi Miskonsepsi Peserta Didik Kelas XI SMP
Negeri 1 Makassar pada Pokok Bahasan Gerak dan Gaya. Jurnal Sains dan
Pendidikan Fisika, 12 (2), 192-199.
Saleem Hasan, D. Bagayoko, and E. L. Kelley. (1999). Misconception and The
Certainly of Response Index (CRI). Phys. Educ, 34(5), 294-299.
Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung, Indonesia: PT Remaja
Rosdakarya.
65
JPFT - volume 9, nomor 2, pp. 55-59, August 2021
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online

Open
Access http://jurnal.fkip.untad.ac.id/index.php/jpft
PEMAHAMAN KONSEP PESERTA DIDIK DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

PADA MATERI KINEMATIKA GERAK LURUS
Students' Concepts Understanding Based on Learning Styles
on Linear Motion in Kinematics Concept
Wafila, Syamsu
Department of Physics Education, Faculty of Teacher Training and Education
Univeritas Tadulako, Palu, Indonesia
Kata Kunci Abstrak

Pemahaman Konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman konsep peserta didik pada materi
Gaya Belajar kinematika gerak lurus ditinjau dari gaya belajar di SMA LabSchool UNTAD. Penelitian ini
Kinematika merupakan penelitian deskriptif-kualitaif. Responden yang dilibatkan yaitu 8 orang yang
Gerak Lurus memiliki pemahaman konsep pada kategori tinggi untuk setiap gaya belajar. Peneliti
menganalisis pemahaman konsep peserta didik ditinjau dari gaya belajar melalui penggunaan
tes pilihan ganda beralasan yang terdiri dari 10 butir soal disertai kolom CRI (Certainty Of
response Indeks), angket gaya belajar model Kolb, dan dilanjutkan dengan wawancara.
Berdasarkan pengisian angket gaya belajar diketahui bahwa 14,81% peserta didik
menggunakan gaya belajar diverger, 14,81% dengan gaya belajar assimilator, 33,33%
menggunakan gaya belajar konverger, dan peserta didik dengan gaya belajar yang
mendominan yaitu gaya belajar akomodator dengan persentase sebesar 37,04%. Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini untuk pemahaman konsep peserta didik pada materi kinematika
gerak lurus berdasarkan pengelompokan gaya belajar menunjukkan bahwa peserta didik
dengan gaya diverger 50% paham konsep, gaya assimilator 47,5% paham konsep dan gaya
akomodator 26% paham konsep.
Keywords Abstract
Understanding Concepts This study aimed to determine the understanding of students' concepts on linear motion in
Learning Styles kinematics based on learning styles. This research was a descriptive-qualitative research. 8
Kinematics respondents who have a high level of conceptual understanding for each learning style involved
Linear Motion in this research. Data were collected using reasoned multiple choice test consisting of 10
questions accompanied by a CRI (Certainty Of Response Index) column, a Kolb learning style
questionnaire, and followed by interviews. Based on the learning style questionnaire, it is
©2021 The Author known that 14.81% of students use a divergent learning style, 14.81% with an assimilator
p-ISSN 2338-3240 learning style, 33.33% use a converger learning style, and students with a dominant learning
e-ISSN 2580-5924 style, namely the accommodator learning style with a percentage by 37.04%. For conceptual
understanding on this topic, the percentage of diverger style, assimilator, and accommodator
style were 50%, 47.5% and 26% respectively.
Received 22 January 2021; Accepted 25 April 2021; Available Online 30 August 2021
*Corresponding Author: wafila048@gmail.com
PENDAHULUAN peserta didik hanya perlu memahami konsep-

konsep fisika. Apabila peserta didik memahami
Fisika merupakan salah satu ilmu konsep, maka peserta didik akan mengerti
pengetahuan alam yang paling dasar dan dengan materi-materi fisika tanpa harus
banyak digunakan sebagai dasar untuk ilmu- menggunakan metode hafalan. Pemahaman
ilmu lain yang berkaitan. Fisika sebagai ilmu konsep sangat penting karena dengan
pengetahuan alam, mempelajari mengenai memahami konsep yang benar, siswa dapat
fenomena-fenomena yang terjadi di alam menyerap, menguasai, dan menyimpan materi
semesta. yang dipelajarinya dalam waktu yang lama [1].
Banyak peserta yang menggunakan metode Peserta didik yang mampu memahami
menghafal dalam mempelajari fisika. Padahal konsep materi fisika, dapat menjelaskan
hal tersebut tidak memberikan hasil yang baik pemahamannya mengenai materi fisika
dalam pembelajaran. Cara belajar yang baik tersebut dengan menggunakan kalimatnya
bukanlah dengan menghafal, begitupun pada sendiri [2]. Peserta didik juga dapat
pembelajaran fisika. Dalam mempelajari fisika memberikan contoh dalam bentuk yang lain
55
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online Vol. 9, No. 2, pp. 55-59, August 2021
sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya. karena ketidaksesuaian gaya mengajar guru
Peserta didik yang paham konsep akan mudah dengan gaya belajar peserta didik.
dalam mempelajari materi Fisika yang lebih Proses pembelajaran perlu memberdayakan
kompleks karena materi Fisika yang saling gaya belajar yang sesuai dengan kebutuhan
berkaitan [3]-[4]. siswa sehingga dapat mengoptimalkan hasil
Jika keberhasilan dalam tercapainya tujuan belajar siswa. Selain itu guru juga perlu
pendidikan bergantung pada kegiatan belajar menggunakan model/ strategi/ metode yang
mengajar, maka keberhasilan proses belajar tepat dalam memfasilitasi gaya belajar siswa
mengajar itu sendiri tidak bisa lepas dari gaya yang berbeda masing-masing individu [12].
belajar peserta didik [5]. Informasi mengenai gaya belajar dibutuhkan
Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan untuk merancang proses belajar mengajar di
yang menjelaskan mengenai bagaimana kelas, sehingga materi dapat diterima oleh
individu belajar atau cara yang ditempuh oleh peserta didik dengan efektif. Berdasarkan
masing-masing orang untuk berkonsentrasi penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk
pada proses, dan menguasai informasi yang melakukan penelitian yang dapat
sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda menggambarkan dan menjelaskan pemahaman
[6]. Gaya belajar yang berbeda-beda yang konsep peserta didik ditinjau dari gaya belajar.
dimiliki oleh siswa mempengaruhi cara
pemecahan masalah [7], dan pemahaman METODOLOGI PENELITIAN
konsep siswa [8]. Contohnya penelitian yang
dilakukan oleh Kadir et al. [9] yang Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menemukan bahwa siswa yang memiliki gaya mengetahui pemahaman konsep peserta didik
belajar visual cenderung memiliki hasil belajar pada materi kinematika gerak lurus ditinjau
Fisika yang lebih tinggi. Akan tetapi, penelitian dari gaya belajar di SMA Lab-School UNTAD.
yang dilakukan oleh Mujazin et al. [10] Penelitian ini bersifat penelitian deskriptif
menemukan bahwa siswa dengan gaya belajar kualitatif, maka sumber data yang diperoleh
dengan yang berbeda jika diberikan perlakuan dari peserta didik dengan memberikan tes
menggunakan metode yang sama ternyata pilihan ganda beralasan, serta diidentifikasi
tidak memberikan pengaruh yang berbeda. menggunakan tes Certainty of Response Index
Ketika siswa tidak merespon proses (CRI) pada peserta didik untuk mengetahui
pembelajaran dengan cara yang dimilikinya pemahaman konsep mereka.
maka tentu akan muncul permasalahan dalam Subjek penelitian adalah peserta didik kelas
proses pembelajaran yang dilakukan, baik X MIA B di SMA Lab-School UNTAD sebanyak
dalam hasil pembelajaran yang kurang 27 orang. Responden yang dilibatkan untuk
maksimal ataupun pemahaman yang minim mendapatkan data-data yang diinginkan dalam
terhadap materi pembelajaran [11]. penelitian ini yaitu 8 orang yang memiliki
Gaya belajar dapat mendukung pemahaman konsep pada kategori tinggi untuk
pembelajaran peserta didik menjadi lebih setiap gaya belajar.
optimal. Akan tetapi, masih banyak peserta Instrumen penelitian ini berupa angket gaya
didik yang belum mengetahui gaya belajarnya belajar, tes pilihan ganda beralasan, dan
sendiri. Padahal jika peserta didik mengetahui wawancara. Angket gaya belajar yang
gaya belajar mereka, maka dapat membantu digunakan adalah angket gaya belajar Kolb
peserta didik dalam proses pembelajaran yang telah digunakan dalam penelitian
sehingga lebih memaksimalkan pembelajaran. sebelumnya [13], yang terdiri dari 12 set
Setiap peserta didik memiliki gaya belajar pernyataan sederhana dilengkapi dengan 4
yang berbeda-beda. Perbedaan gaya belajar pernyataan pelengkap yang telah disesuaikan
yang ada pada peserta didik menggambarkan dengan empat kemampuan belajar peserta
bahwa peserta didik mempunyai masing- didik. Pernyataan yang paling dekat dengan diri
masing cara dalam menerima dan memproses peserta didik diberi skor 4, selanjutnya 3,2, dan
pembelajaran. yang terakhir 1.Tes pemahamn konsep yang
Salah satu tujuan pembelajaran fisika adalah digunakan berupa tes pilihan ganda sebanyak
agar peserta didik memiliki kemampuan dalam 10 soal. Yang mana 5 soal diadaptasi dari
memahami konsep. Kemampuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Pujianto [14]
memahami konsep dapat membantu peserta dan 5 soal lainnya diadaptasi dari penelitian
didik dalam mengingat materi ataupuninformasi Khatimah [15].
yang telah didapatkan. Kesulitan menerima dan Untuk mengetahui siswa dalam menjawab
memahami informasi yang dialami oleh peserta tiap soal menggunakan konsep/pengetahuan
didik dalam pembelajaran di kelas terjadi yang dimiliki atau hanya menerka saja maka
untuk tiap item soal, siswa diminta untuk
56
mengisi skala CRI. Kedua dilakukan analisis rata-rata persentase pemahaman konsep
jawaban peserta didik untuk membedakan peserta didik pada gaya belajar diverger,
antara paham konsep, miskonsepsi, dan tidak assimilator, konverger, dan akomodator.
tahu konsep. Kategori tingkatan pemahaman ini
didasarkan pada kategori tingkatan Tabel 2. Rata-rata persentase pemahaman konsep peserta
didik untuk setiap gaya belajar
pemahaman.
Rata-rata Persentase Peserta Didik
Ketiga hasil jawaban responden ditabulasi, pada Gaya Belajar Rata-
setiap jawaban pertanyaan ditandai dengan (0 Kriteria
Diverg Assimilato Konverg Akomo rata
atau 1) untuk jawaban salah atau benar dan er r er dator
harga CRI (0 sampai 5). Jumlah total Paham 50 47,50 42,22 26 41,
43
responden yang menjawab pertanyaan secara Tidak 15 30 22,22 38 26,
benar dipilih dengan cara menjumlahkan tanda Paham 31
jawaban benar. Pembagian jumlah ini dengan Miskonsepsi 35 22,50 35,56 36 32,
total jumlah responden peserta tes akan 26
menghasilkan jumlah jawaban benar sebagai
suatu fraksi dari tital jumlah peserta didik. Pembahasan
Keempat dilakukan perhitungan persentase
peserta didik dalam menjawab soal pada Pada Tabel 1 terlihat hasil analisis jawaban
tingkat keyakinannya dalam kelompok kategori responden pada tes pemahaman konsep materi
paham, miskonsepsi, dan tidak paham konsep. kinematika gerak lurus bahwa tingkat
pemahaman konsep peserta didik tergolong
HASIL DAN PEMBAHASAN rendah dengan rata-rata persentase kategori
paham konsep sebesar 41,43%, sedangkan
Hasil Penelitian peserta didik yang tidak paham konsep dengan
rata-rata persentase sebesar 26,31% dan
Berdasarkan data yang diperolah, melalui peserta didik yang mengalami miskonsepsi
jawaban angket gaya belajar yang telah tergolong tinggi yaitu dengan persentase
dikerjakan oleh peserta didik, diperoleh hasil 32,26%.
seperti pada Gambar 1 Berdasarkan distribusi jawaban angket dan
tes pemahaman konsep peserta didik, maka
dilakukan pengelompokkan peserta didik
0%
dengan gaya belajar yang sama, sehingga
dapat dilihat pemahaman konsep peserta didik
15% ditinjau dari gaya belajar. Pada Tabel 2, terlihat
Diverger
37% rata-rata persentase pemahaman konsep
15% Assimilator
peserta didik pada gaya belajar diverger,
Konverger assimilator, konverger, dan akomodator.
33% Akomodator Peserta didik yang paham konsep paling
tinggi adalah peserta didik dengan gaya belajar
diverger, selanjutnya peserta didik dengan gaya
belajar assimilator, gaya belajar konverger dan
peserta didik yang paham konsep paling rendah
Gambar 1. Diagram Gaya Belajar Peserta Didik Kelas X Mia adalah peserta didik dengan gaya belajar
B Sma Labschool Untad akomodator.
Analisis data mengungkapkan bahwa
peserta didik dengan gaya belajar diverger
Hasil tes pemahaman konsep dapat dilihat memiliki pemahaman konsep yang lebih baik
pada Tabel 1. daripada peserta didik dengan gaya belajar lain.
Hal ini dapat disebabkan peserta didik dengan
Tabel 1. Hasil tes pemahaman konsep peserta didik
Tidak Paham
dengan gaya belajar diverger lebih unggul
Paham Konsep Miskonsepsi dalam melihat situasi konkret dari banyak sudut
Konsep
41,43% 26,31% 32,26% pandang yang berbeda. Ingin segera
mengalami suatu pengalaman, misalnya
Berdasarkan distribusi jawaban angket dan memecahkan suatu persoalan dan tidak takut
tes pemahaman konsep peserta didik, maka untuk mencoba [6]. Peserta didik dengan gaya
dilakukan pengelompokkan peserta didik belajar ini lebih menyukai tugas belajar yang
dengan gaya belajar yang sama, sehingga menuntutnya untuk mencurahkan berbagai ide-
dapat dilihat pemahaman konsep peserta didik ide.
ditinjau dari gaya belajar. Pada Tabel 2, terlihat
57
Peserta didik dengan gaya belajar assimilator yang termasuk dalam kategori paham konsep
telah memiliki konsep abstrak dan melakukan sebesar 77,8% dengan memilih pilihan jawaban
pendekatan masalah dengan logika serta d (seorang anak mengendarai motor dengan
memiliki pemikiran yang logis, singkat dan kecepatan tetap). Sebagian responden memilih
jelas. Peserta didik dengan gaya belajar ini pilihan b (mobil sport melaju dengan kecepatan
memiliki kelebihan dalam hal pemahaman dari berubah-ubah). Hasil analisis jawaban tertulis
berbagai sajian informasi yang didapatkannya responden dengan didukung hasil wawancara
dari berbagai sumber. Dalam pembelajaran di dapat disimpulkan bahwa seorang anak
kelas, peserta didik lebih suka membaca, mengendarai motor dengan kecepatan tetap
mengajar, mengeksplorasi model analitis dan merupakan gerak lurus beraturan. Dimana
memanfaatkan waktu untuk memikirkan gerak lurus beraturan merupakan gerak suatu
berbagai hal secara mendalam [5]. Sehingga benda yang lurus dengan kecepatan yang
pemahaman konsep peserta didik dengan gaya tetap.
belajar assimilator lebih baik daripada peserta Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa
didik dengan gaya konverger dan akomodator. rata-rata persentase peserta didik yang paham
Gaya belajar peserta didik dengan gaya konsep terbilang rendah yaitu 41,43%,
belajar konverger memiliki kemampuan yang sehingga masih banyak peserta didik yang tidak
baik dalam memecahkan masalah dan paham konsep dan mengalami miskonsepsi.
pengambilan keputusan, mereka menyukai
aplikasi praktek dan belajar dengan bertindah. KESIMPULAN DAN SARAN
Sehingga pemahamn konsep peserta didik
dengan gaya belajar konverger ini lebih baik Berdasarkan analisa data yang dilakukan
dari peserta didik dengan gaya belajar terhadap angket gaya belajar maka dapat
akomodator. disimpulkan bahwa gaya belajar peserta didik
Peserta didik dengan gaya belajar dominan pada gaya belajar akomodator
akomodator cenderung untuk bertindak 37,04% dan gaya belajar konverger 33,33%,
berdasarkan intuisi atau dorongan dari hati 14,81% peserta didik dengan gaya belajar
daripada berdasarkan analisis logis [6]. Hal ini diverger dan assimilator. Konsepsi peserta didik
yang menyebabkan peserta didik yang paham materi kinematika gerak lurus ditinjau dari gaya
konsep pada gaya belajar ini terbilang rendah. belajar diverger, assimilator, konverger, dan
Pada soal indikator menjelaskan peristiwa akomodator cenderung berada pada kategori
gerak lurus dalam kehidupan sehari-hari, miskonsepsi. Peserta didik yang termasuk
peserta didik yang paham konsep sebesar dalam kategori paham konsep dengan
55,6%. Dari hasil wawancara dengan persentase tertinggi dengan gaya diverger
responden gaya diverger, assimilator, sebesar 50%. Peserta didik dengan gaya
konverger, dan akomodator, mereka dapat assimilator dengan kategori paham konsep
menjelaskan bahwa bola sepak yang ditendang sebesar 47,5%, persentase paham konsep
melambung akan membentuk lintasan setengah sebesar 42,22% pada peserta didik dengan
lingkaran sehingga itu bukan merupakan gaya konverger, dan 26% pada peserta didik
contoh dari gerak lurus. Gerak lurus merupakan dengan gaya akomodator.
gerak suatu benda pada lintasan lurus. Pada penelitian ini, peneliti memberikan
Pada soal indikator menganalisis peristiwa beberapa saran, yaitu hendaknya pemahaman
jatuh bebas, dari hasil analisis data diperoleh konsep tidak diabaikan dalam kegiatan belajar
rata-rata peserta didik yang termasuk dalam dan pembelajaran, dan diharapkan peserta
kategori paham konsep sebesar 51,9%. Dari didik dapat memahami gaya belajar yang
hasil wawancara responden dengan gaya dimilikinya dengan baiksehingga dapat
diverger, assimilator, dan akomodator mengoptimalkan pembelajaran di kelas. Selain
memberikan pilihan jawaban yang benar. itu guru dapat menyesuaikan model mengajar
Mereka beralasan bahwa ketika benda Adan B di dalam kelas sesuai dengan gaya belajar yang
berada di atas tanah, kemudian saling dimiliki oleh peserta didik.
dijatuhkan bebas, dengan A lebih dahulu
dijatuhkan baru kemudian B, maka jarak antara
A dan B selama masih bergerak di udara adalah DAFTAR PUSTAKA
tetap. Karena ketika benda dijatuhkan, maka
[1] N. E. Muliawati, “Proses Berpikir Lateral Siswa dalam
benda tersebut akan mempertahankan
Memecahkan Masalah Berdasarkan Gaya Kognitif
kedudukannya. Sehingga jarak antara benda A dan Gender”, Jurnal Pendidikan dan Pembalajaran
dan B ketika dijatuhkan akan tetap. Matematika, vol. 2, no.1, pp. 55–68, 2016.
Pada soal indikator menganalisis gerak lurus [2] Bloom, B.S., Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, H.W, &
Krathwohl, D.R., Taxonomy of Educational
beraturan, rata-rata presentase peserta didik
58
Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain, New Maros”, Karst : Jurnal Pendidikan Fisika dan
York, US: David Mckay, 1956. Terapannya, vol. 3, no. 1, 1-5, 2020.
[3] E. S. Eshun and A. K. Amihere, “A Study of [10] Mujazin, Suparmi, and Sarwanto, “Pembelajaran
Teachers’ Use of Language on Junior High School Fisika Menggunakan Pendekatan Inkuiri Terbimbing
Students’ Conceptual Understanding of Some dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi Diskusi
Mathematics Concepts”, Journal of Education and Ditinjau dari Kemampuan Berpikir dan Gaya Belajar
Practice, Vol.5, No.12, 2014. Siswa”, Jurnal Inkuiri, vol. 5, no. 3, pp.12-25, 2016.
[4] Sari and Suherman, “Penerapan Model Pembelajaran [11] E. Suwi. “Hubungan antara Gaya Belajar Model Kolb
Kooperatif Tipe Think Talk Write Terhadap dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah
Pemahaman Konsep Matematika Peserta Didik Kelas Pertama,” Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, vol.
XI MIA SMAN 2 Pariaman”, Jurnal Edukasi dan 3, no. 1, 2018.
Penelitian Matematika, vol. 7, no.4, 2018. [12] N. Sari. “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
[5] G. Melinda, “Identifikasi Gaya Belajar Model Kolb dengan Gaya Belajar Converger dalam Pemecahan
terhadap Peserta Didik MAN II Yogyakarta,” Jurnal Masalah Matematika pada Materi Segiempat di Kelas
Pendidikan Sains, Vol. 06 No. 01, 47-55, 2018. VII SMP,” Universitas Jambi Fakultas Keguruan dan
[6] M. N. Ghufron dan R. Risnawati, S,Gaya Belajar Ilmu Pendidikan, 2016.
Kajian Teoritik, Yogyakarta, Indonesia: Pustaka [13] A. Pujianto. “Analisis Konsepsi Siswa pada Konsep
Pelajar, 2014. Kinematika Gerak Lurus,” Fakultas Keguruan dan
[7] S. Z. P. Arum and S. Khabibah, “Profil Pemecahan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako: tidak
Masalah Matematika Siswa SMA Ditinjau dari Gaya diterbitkan, 2013.
Belajar Model Honey-Mumford”, Jurnal Ilmiah [14 K. Khatimah. “Pengaruh Model Pembelajaran ARIAS
Pendidikan Matematika, vol.3, no.5, pp. 549–558, Menggunakan Metode Eksperimen Terhadap Hasil
2016. Belajar Fisika Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1
[8] P. N. Aini, S. Hariyani and V. Suwanti, “Analisis Dampal Selatan,” Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pemahaman Konsep Matematika Ditinjau dari Gaya Pendidikan Universitas Tadulako: tidak diterbitkan,
Belajar Siswa Menurut Teori Honey Mumford”, Jurnal 2017.
Pendidikan dan Pembelajaran Matematika, vol.6, [15] A. Murfi, “Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi
no.2, pp. 44-52, 2020. SMAN 1 dengan MAN 1 Yogyakarta Kelas XI,” Jurnal
[9] F. Kadir, I. Permana, and N. Qalby, “Pengaruh Gaya Pendidikan Madrasah, vol. 1, No. 2, 2016.
Belajar Siswa terhadap Hasil Belajar Fisika SMA PGRI
59
Tersedia secara online Jurnal Pendidikan:
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/ Teori, Penelitian, dan Pengembangan
EISSN: 2502-471X Volume: 4 Nomor: 3 Bulan Maret Tahun 2019
DOAJ-SHERPA/RoMEO-Google Scholar-IPI Halaman: 302—309
1059
Meningkatkan Kemampuan Bekerja dengan Grafik melalui

Pembelajaran Kinematika
Nurul Hidayah1, Sutopo1, Hari Wisodo1
1Pendidikan Fisika-Universitas Negeri Malang
INFO ARTIKEL ABSTRAK

Abstract: This research examines the increase of students’ ability in working with
Riwayat Artikel: graph. This research is conducted by involving 58 students in class X SMA Negeri 5
Diterima: 05-03-2019 Malang as the subjects. Students are given kinematics learning by making models of
Disetujui: 13-03-2019 various representations including graphics. The ability of students are assessed using
multiple choice questions in graphic format. The improvement of students’ ability is
Kata kunci: observed from the average score pretest and posttest. The analysis shows that there is a
significant increase (p = 0.00) with the results of the N-Gain calculation of 0.25
student’s graph ability; including the medium category. Students are able to change the understanding of graph
representation; after learning even though the WYSIWYG effect is still very influential on the way
kinematics; students interpretation graph.
kemampuan grafik siswa;
representasi; Abstrak: Penelitian ini mengkaji peningkatan kemampuan siswa bekerja dengan
kinematika grafik. Penelitian dilakukan dengan subjek 58 siswa kelas X SMA N 5 Malang. Siswa
diberikan pembelajaran kinematika dengan membuat model berbagai representasi
termasuk grafik. Kemampuan siswa diukur menggunakan soal-soal multiple choice
dalam format grafik. Peningkatan kemampuan siswa ditinjau dari skor rata-rata pretest
dan posttest. Analisis menunjukkan ada peningkatan signifikan (p=0,000) dengan hasil
perhitungan N-Gain sebesar 0,25 termasuk kategori sedang. Siswa mampu mengubah
pemahaman tentang grafik setelah pembelajaran meskipun efek WYSIWYG masih
sangat berpengaruh pada cara siswa menginterpretasikan grafik.
Alamat Korespondensi:
Nurul Hidayah
Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang
E-mail: nurul.hidayah9426@gmail.com
Kemampuan bekerja dengan grafik sangat diperlukan untuk memahami konsep secara mendalam dan mengembangkan
kemampuan umum siswa (McDermott dkk., 2006; McPadden & Brewe, 2017; Susac dkk., 2018). Grafik menjadi bagian
penting dalam komunikasi ilmiah. Sebagai sarana komunikasi, grafik dapat digunakan untuk menyampaikan ide maupun
menginterpretasikan data (Nixon dkk., 2016; Zucker dkk., 2013). Grafik juga dimanfaatkan dalam penyajian data dari hasil
kerja laboratorium (McDermott dkk., 2006).
Kajian penelitian tentang grafik mengungkap kesulitan dalam membaca dan menginterpretasikan grafik (Beichner,
2014; Bollen dkk., 2016; Ceuppens dkk., 2019; McDermott dkk., 2006; Nguyen & Rebello, 2011; Wemyss & van Kampen,
2013). Kesulitan siswa dalam menginterpretasikan grafik digolongkan menjadi dua kategori, yakni siswa kesulitan untuk
menghubungkan grafik ke konsep fisik dan siswa kesulitan menghubungkan grafik ke fenomena yang sesungguhnya
(McDermott dkk., 2006). Pada studi lain siswa kesulitan dalam memaknai kemiringan dan luasan area di bawah kurva
(Ceuppens dkk., 2019; Planinic dkk., 2012; Susac dkk., 2018; Wemyss & van Kampen, 2013). Siswa cenderung menggunakan
ordinat untuk menyelesaikan pertanyaan tentang kemiringan (Beichner, 2014).
Dalam menafsirkan grafik siswa melihat grafik sebagai gambar nyata suatu keadaan. Sebagai contoh siswa diberikan
sebuah grafik kecepatan terhadap waktu dari seseorang yang bersepeda di area bukit. Pada grafik terdapat kurva yang
melengkung menjangkau ketinggian tertentu sehingga kurva melengkung seperti bentuk bukit. Siswa akan menganggap
ketinggian tersebut sebagai bukit yang sesungguhnya (Elby, 2000). Visual objek yang dilihat oleh siswa sangat memengaruhi
informasi yang diperoleh. Seperti yang disampaikan (Beichner, 2014). Penafsiran siswa dalam memaknai grafik memunculkan
kesalahan seperti bentuk garis atau kurva dalam grafik sebagai bentuk gerak objek. Pada kasus ini dikenal dengan istilah what
you see is what you get (WYSIWYG) (Elby, 2000).
Penelitian lain menyatakan siswa yang memiliki pengetahuan grafik matematika lebih baik tidak menjamin
keberhasilan mereka dalam menyelesaikan masalah grafik fisika atau konteks yang lain (Planinic dkk., 2012). Siswa mengalami
kesulitan dalam mentransfer ide matematika yang dimiliki untuk disiplin ilmu yang lain (Christensen & Thompson, 2012).
Sebagai contoh siswa mengenal persamaan garis lurus dalam matematis termasuk menentukan gradien. Ketika siswa
302
303 Jurnal Pendidikan, Vol. 4, No. 3, Bln Maret, Thn 2019, Hal 302—309
dihadapkan pada permasalahan pada fisika siswa tidak lagi menggunakan ide matematis untuk menyelesaikan soal. Pada
konteks lain siswa lebih mudah memahami grafik di matematika karena siswa sangat mengenal dua koordinat x dan y,
sedangkan pada fisika sumbu koordinat dapat diubah menjadi x-t, v-t maupun a-t. Seringkali permasalahan grafik dikaitkan
dengan kemampuan konsep matematis yang dimiliki siswa.
Grafik pada kinematika mencakup grafik posisi, kecepatan, dan percepatan terhadap waktu (Christensen & Thompson,
2012). Pada kinematika grafik menjadi aplikasi dari pengetahuan grafik dalam matematika. Grafik yang dibuat pada kinematika
berbasis keadaan yang lebih natural dari gerakan suatu objek (Hale, 2000). Siswa mengalami kebingungan jika variabel dalam
grafik diubah. Sebagai contoh siswa diminta untuk menentukan grafik percepatan terhadap waktu sesuai sajian grafik kecepatan
terhadap waktu. Kebingungan ini mengakibatkan siswa tidak menggambarkan dengan tepat antar keduanya (Beichner, 2014).
Pada penelitian ini telah didesain pembelajaran kinematika untuk meningkatkan kemampuan grafik. Pembelajaran
kinematika yang dilakukan meliputi langkah-langkah yang diawali dengan pemberian fenomena, mengidentifikasi fenomena
untuk memperoleh data, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan model. Fenomena yang disajikan akan memberikan data
posisi dan waktu selama benda bergerak. Data yang diperoleh siswa selanjutnya dibentuk ke dalam grafik posisi terhadap waktu,
kecepatan terhadap waktu, dan percepatan terhadap waktu. Selama pembentukan grafik siswa dilatihkan untuk terbiasa
memperoleh data terlebih dahulu. Setelah data didapatkan siswa dibiasakan untuk menentukan sumbu koordinat vertikal dan
horizontal agar lebih mudah dalam membuat grafik. Artikel ini difokuskan pada efektivitas pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan siswa bekerja dengan grafik.
METODE
Pelaksanaan penelitian melibatkan subjek penelitian sebanyak 58 siswa SMA N 5 Malang yang berada di kelas X dan
sedang menempuh materi kinematika. Kemampuan siswa bekerja dengan grafik diuji dengan soal pilihan ganda. Siswa
diberikan sembilan soal terkait grafik posisi, kecepatan dan percepatan terhadap waktu (Tabel 1). Keseluruhan butir soal
merupakan soal yang valid dengan validitas antara 0,177—0, 479. Selain memilih jawaban yang benar, siswa diminta untuk
memberikan alasan mengapa memilih opsi tersebut.
Tabel 1. Isi Butir Soal Grafik

Jenis Grafik No. Soal Isi Butir Soal
Disajikan grafik kecepatan terhadap waktu dari sebuah benda yang bergerak. Siswa diminta
1
Grafik posisi terhadap menentukan grafik posisi terhadap waktu berdasarkan analisis grafik kecepatan terhadap waktu.
waktu Disajikan grafik posisi terhadap waktu dari seseorang yang bergerak. Siswa diminta menganalisis
2
arah gerak, kecepatan dan perpindahan sesuai dengan grafik.
Disajikan tabel yang berisi data posisi dan waktu sebuah benda yang bergerak lurus. Siswa diminta
3
untuk menentukan grafik kecepatan terhadap waktu berdasarkan data pada tabel.
Disajikan grafik kecepatan terhadap waktu dari tiga truk yang bergerak lurus. Siswa diminta untuk
4
menganalisis percepatan ketiga benda.
Grafik kecepatan Disajikan grafik kecepatan terhadap waktu dari benda yang bergerak. Siswa diminta untuk
5
terhadap waktu menganalisis perpindahan, kelajuan dan arah gerak.
Disajikan grafik kecepatan terhadap waktu dari benda yang bergerak. Siswa diminta menentukan
6
percepatan di waktu tertentu sesuai dengan grafik.
Disajikan deskripsi gerak vertikal sebuah benda. Siswa diminta menentukan grafik kecepatan
7
terhadap waktu yang sesuai dengan deskripsi.
Disajikan tabel berisi data posisi terhadap waktu dari benda yang bergerak lurus. Siswa diminta
8
Grafik percepatan menentukan grafik percepatan terhadap waktu sesuai data pada tabel.
terhadap waktu Disajikan grafik percepatan terhadap waktu dari benda yang bergerak. Siswa diminta menganalisis
9
gerakan benda sesuai dengan grafik.
Analisis data dilakukan berdasarkan respons siswa menjawab soal-soal yang diberikan ketika pretest dan posttest.
Untuk melihat perubahan siswa, skor pretest dan posttest dianalisis dengan menggunakan normalized gain (Hake, 2008). Data
kualitatif yang diperoleh dari alasan siswa akan dikelompokkan sesuai dengan alasan yang sejenis. Analisis jawaban siswa
digunakan untuk mengetahui pergeseran pemikiran siswa dalam menjawab soal setelah diterapkan pembelajaran.
HASIL
Pembelajaran yang dilaksanakan pada materi kinematika memuat adanya kemampuan representasi berupa grafik.
Pembelajaran ini dilakukan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan bekerja dengan grafik yang diukur dengan
instrumen tes. Tes tersebut diberikan sebagai pretest dan posttest untuk melihat adanya peningkatan kemampuan siswa bekerja
dengan grafik. Hasil analisis statistik deskriptif nilai siswa pada pretest dan posttest tersaji pada tabel 1.
Hidayah, Sutopo, Wisodo, Meningkatkan Kemampuan Bekerja… 304
Tabel 1. Statistik Deskriptif Nilai Siswa

Statistik Pretest Posttest
Minimum 0 22
Maximum 56 67
Mean 23,98 43,03
Standard Deviasi 15,88 14,39
Skewness 0,471 0,049
Perhitungan statistik deskriptif nilai pretest dan posttest sangat jelas menunjukkan adanya perubahan siswa yang
semakin meningkat. Hasil skewness pada tabel 1 menunjukkan data tersebut dapat diasumsikan bahwa setidaknya berdistribusi
mendekati normal karena berada pada rentang -1 sampai 1 (Morgan, Leech, Gloeckner, & Karen C. Barrett, 2004). Selanjutnya
dilakukan uji beda dengan paired sample t-test yang hasilnya menunjukkan antara skor pretest dan pottest terdapat perbedaan
yang signifikan. Peningkatan perolehan siswa dari pretest ke posttest dapat dilihat dari hasil N-Gain ternormalisasi sebesar 0,25
termasuk kategori sedang (Hake, 2008) dengan Cohen’s d-effect size 1,26 artinya kekuatannya sangat kuat (Morgan dkk., 2004).
Peningkatan yang signifikan juga dapat dilihat berdasarkan persentase jumlah siswa yang menjawab benar saat pretest dan
posttest seperti disajikan tabel 2.
Tabel 2. Persentase Siswa Menjawab Benar

Jumlah Siswa Menjawab Benar (%)
Jenis Grafik
Pretest Posttest
Posisi terhadap waktu 15% 56%
Kecepatan terhadap waktu 27% 37%
Percepatan terhadap waktu 16% 47%
PEMBAHASAN
Pembelajaran yang diterapkan memberikan hasil positif untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bekerja dengan
grafik. Siswa dapat menunjukkan pergeseran pemahaman dari pretest ke posttest menjadi lebih baik. Untuk lebih jelasnya akan
diuraikan sesuai jenis grafik sebagai berikut.
Grafik Posisi terhadap Waktu

Butir soal yang memuat grafik posisi terhadap waktu dalam gerak lurus disajikan pada soal nomor 1 dan 2. Kedua butir
soal tersebut menunjukkan adanya peningkatan untuk jumlah siswa yang menjawab benar (Tabel 2). Sebagai contoh Gambar 1
merupakan soal grafik posisi terhadap waktu yang diberikan pada siswa.
Gambar 1. Butir soal yang memuat grafik posisi terhadap waktu
Pada soal yang disajikan gambar 1 jumlah siswa menjawab benar pilihan D saat pretest hanya sembilan orang (16%).
Kesembilan siswa tersebut tidak memberikan alasan dalam menjawab soal. Sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti
bagaimana pemikiran siswa menyelesaikan soal tersebut. Sebaran pilihan jawaban siswa yang memilih opsi A sebesar 19%,
opsi B 7%, opsi C 47%, serta siswa tidak menjawab sebanyak 12%. Opsi pilihan jawaban terbanyak yang dipilih siswa adalah
opsi C dengan jumlah 27 siswa (47%). Sebanyak empat belas siswa memberikan alasan bahwa “grafik dimulai dari negatif ke
positif sehingga terjadi perubahan arah gerak”. Tiga siswa memberikan alasan “di saat t=10 benda diam karena berada di
x=0m”. Pemahaman pada siswa yang menjawab salah pada pretest terpengaruh pada efek WYSYWIG (Elby, 2000), serta
kesalahan memaknai tanda positif dan negatif untuk grafik posisi terhadap waktu. Setelah dilakukan pembelajaran siswa mulai
menggeser pilihan jawaban ke opsi jawaban yang benar yang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tabulasi Silang Pergeseran Jawaban Siswa

Posttest
A B C D* Total Pretest
Pretest A 0 0 9 2 11
B 0 1 3 0 4
C 1 0 20 6 27
D* 0 0 3 6 9
TM 0 0 1 6 7
Total Posttest 1 1 36 20 58
Pilihan jawaban yang benar mengalami peningkatan dari 9 menjadi 20 orang. Siswa yang menjawab benar
memberikan alasan “perpindahan diperoleh dari posisi akhir dikurangi posisi awal”. Siswa mampu menggunakan persamaan
perpindahan yakni ∆𝑥⃗ = 𝑥𝑓 − 𝑥𝑖 untuk menyelesaikan soal. Sebanyak 36 siswa (62%) memilih pilihan salah (opsi C). Sebagian
besar siswa beralasan “saat di t=10 posisi benda ada di 0 sehingga benda berhenti”. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih
belum bisa menghilangkan efek WYSYWIG dalam menginterpretasi grafik.
Grafik Kecepatan terhadap Waktu

Grafik kecepatan terhadap waktu disajikan pada butir soal nomor 3 sampai 7. Kemampuan siswa pada grafik kecepatan
terhadap waktu ditinjau dari jumlah siswa menjawab benar mengalami peningkatan yang paling rendah dibanding kedua jenis
grafik yang lain (Tabel 2). Salah satu contoh soal grafik kecepatan terhadap waktu disajikan pada gambar 2.
Gambar 2. Soal Grafik Kecepatan terhadap Waktu
Soal pada gambar 3 merupakan soal yang disajikan pada nomor 4. Jumlah siswa menjawab benar (opsi B) saat pretest
sebanyak 29 siswa (50%). Siswa yang menjawab benar memberi respons, yakni sebanyak tujuh siswa beralasan “garis kurva
pada grafik C bergerak naik dengan lintasan menanjak dan titik akhir berhenti di titik tertinggi atau terjauh”. Satu orang yang
lain beralasan “Meskipun grafik C diawali dari kecepatan nol, dapat menyusul dengan cepat sehingga kecepatannya sama pada
t=10”. Meskipun alasan yang disampaikan siswa kurang sesuai, namun dengan pemikiran tersebut siswa dapat menjawab benar.
Distribusi persentase siswa menjawab masing-masing pilihan jawaban, yaitu pilihan A 3%, pilihan C 31% , pilihan D
10%, dan tidak menjawab 5%. Pilihan jawaban C menjadi pilihan yang cukup banyak dipilih siswa. Siswa yang menjawab
pilihan C sebanyak lima siswa beralasan bahwa “ketiga kendaraan berada pada titik yang sama yakni di t=10s”.
Pembelajaran grafik pada kinematika yang dilakukan mengajarkan siswa memberikan makna pada grafik. Siswa
diajarkan untuk menghitung kemiringan dengan persamaan matematis pada grafik x-t dan v-t. Selanjutnya, siswa diminta untuk
mengecek hasil perhitungan dan diberikan penjelasan bahwa kemiringan grafik x-t menunjukkan besar kecepatan dan
kemiringan grafik v-t menunjukkan percepatan. Pergeseran jawaban siswa setelah pembelajaran dapat dilihat pada tabel 4.

Posttest
A B* C D Total Pretest
Pretest A 1 0 0 1 2
B* 1 21 5 2 29
C 2 13 2 1 18
D 0 3 1 1 6
TM 0 2 1 0 3
Setelah pembelajaran siswa menggeser jawaban ke pilihan B. Jumlah siswa menjawab benar saat posttest meningkat
menjadi 39 siswa. Alasan siswa menjawab benar yakni “kurva pada grafik C lebih curam dibandingkan grafik A dan B hal ini
menunjukkan percepatan C lebih besar”. Pada butir soal grafik kecepatan terhadap waktu terdapat dua soal yang mengalami
penurunan jumlah siswa menjawab benar saat posttest (nomor 5 dan 7). Sebagai contoh soal nomor 7 disajikan pada gambar 3
berikut.
Gambar 3. Butir soal yang memuat grafik kecepatan terhadap waktu
Jumlah siswa yang menjawab pilihan benar (Opsi C) saat pretest sebanyak sembilan siswa (16%). Tiga siswa
memberikan alasan “grafik B sesuai dengan informasi data pada deskripsi soal” dan siswa lain tidak memberikan jawaban.
Ketika posttest siswa menjawab benar menurun menjadi lima siswa (7%). Hanya satu siswa yang mempertahankan pilihan pada
opsi C. Pergeseran jawaban siswa setelah pembelajaran dapat dilihat pada tabel 5.

Posttest
A B C* D Total Pretest
Pretest A 12 2 2 4 20
B 0 1 0 1 2
C* 3 0 1 5 9
D 10 2 2 6 19
TM 5 1 0 2 8
Siswa yang menjawab pilihan A memberikan respons “berdasarkan deskripsi jelas bahwa saat bola dijatuhkan posisi
awal bola ada di atas kemudian ke bawah dan memantul lagi ke atas”. Repsons jawaban siswa tersebut menunjukkan bahwa
mereka mempunyai pemikiran deskripsi masalah tersebut jika dalam kenyataan sesungguhnya fenomenanya akan menjadi
grafik pada pilihan A. Siswa menganggap gerakan benda bergerak melintasi sepanjang kurva grafik sehingga saat membaca
informasi dari grafik, siswa langsung memberikan pernyataan sesuai dengan keadaan grafik. Pada kasus ini, siswa kesulitan
menangkap informasi yang tersaji pada grafik sehingga untuk menjelaskan keadaan grafik masih mengalami kesulitan. Respons
ini menunjukkan bahwa apa yang dilihat siswa sesuai dengan deskripsi maka seperti itulah jawabannya atau dikenal dengan
istilah WYSIWYG (Elby, 2000). Siswa yang memiliki intuisi ini mengedepankan visual dengan membayangkan fenomena ke
dalam realita.
Siswa yang memilih B menyatakan bahwa “terjadi perubahan arah saat memantul”. Pilihan ini sudah mendekati pada
konsep kecepatan yang mana merupakan besaran vektor sehingga dalam geraknya melihat arah juga. Siswa juga memahami
bahwa perbedaan kurva yang melalui sumbu positif dan negatif memiliki perbedaan arah gerak. Siswa selama pembelajaran
siswa mulai terbiasa menerapkan arah untuk kecepatan. Namun, kesalahan siswa terletak pada skala yang tertera pada grafik.
Jawaban lain yang banyak dipilih siswa adalah pilihan D dengan respons menjawab “saat benda dijatuhkan dari
ketinggian tertentu kecepatan awal benda adalah nol semakin ke bawah semakin tinggi dan setelah memantul kecepatannya
seperti kecepatan awal”. Konsep ini merupakan konsep yang benar untuk mengidentifikasi gerak benda pada fenomena nomor
7. Namun, siswa melupakan arah kecepatan yang seharusnya juga diidentifikasi untuk membuat grafik kecepatan terhadap
waktu.
Grafik Percepatan terhadap Waktu

Butir soal yang memuat grafik percepatan terhadap waktu disajikan pada soal nomor 8 dan 9. Jumlah siswa menjawab
benar meningkat dari pretest ke posttest (Tabel 2). Sebagai contoh soal nomor 8 disajikan pada gambar 4.
Gambar 4. Butir soal yang memuat grafik percepatan terhadap waktu
Jumlah siswa menjawab pilihan benar sebanyak sembilan siswa (16%) saat pretest. Satu siswa memberikan alasan
“bentuk grafik lurus ke kanan”, dua siswa memberikan alasan “percepatan konstan sebesar -5m/s2” dan selebihnya tidak
memberikan alasan. Kedua alasan tersebut diperoleh siswa dengan menganalisis grafik yang disajikan. Analisis yang dipakai
terpengaruh dengan efek WYSYWIG (Elby, 2000), meski sudah cukup baik siswa dapat menangkap informasi besar percepatan
setiap waktu dari grafik. Distribusi pilihan yang dipilih siswa yakni opsi B 5%, opsi D 76% dan tidak menjawab 3%. Siswa
yang memilih pilihan D sebanyak 28 siswa beralasan “kecepatan benda konstan grafiknya lurus tidak berubah”. Hasil
pemikiran siswa menandakan siswa tidak benar-benar mengerti perbedaan antara kecepatan dan percepatan. Pergeseran jawaban
siswa setelah pembelajaran dapat dilihat pada tabel 6.

Posttest
A* B C D Total Pretest
Pretest A* 7 1 0 1 9
B 0 0 0 3 3
D 14 1 2 27 44
TM 2 0 0 0 2
Siswa menjawab benar saat posttest menjadi 23 siswa (40%). Siswa lebih mudah menginterpretasikan makna grafik
percepatan terhadap waktu karena telah memiliki pengalaman selama pembelajaran. Saat pembelajaran siswa diminta untuk
menggambarkan grafik percepatan pada gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan sehingga siswa lebih mudah
mengenali dan mendeskripsikan grafik percepatan terhadap waktu.
Ditinjau dari keseluruhan butir soal yang diujikan pada siswa untuk bekerja dengan grafik pada kinematika siswa mulai
terbiasa dengan grafik setelah pembelajaran. Siswa juga menganggap bekerja dengan grafik pada kinematika merupakan
pengalaman yang baru terlepas dari grafik yang biasa didapatkan dalam matematika. Siswa lebih mudah untuk mengenali grafik
yang besarnya tetap ataupun bergerak naik secara konstan. Jika dalam suatu grafik tersaji kurva campuran siswa masih kesulitan
menginterpretasikan dan membaca grafik tersebut. Sangat penting bagi pengajar untuk membiasakan siswa membaca dan
memaknai grafik terlebih dahulu.
SIMPULAN
Pentingnya grafik dalam menyampaikan informasi maupun konteks penting dalam menginterpretasikan suatu data
terkadang seringkali kurang diperhatikan. Siswa akan cenderung menghadapi kesulitan untuk memaknai dan mendeskripsikan
informasi dari grafik. Grafik yang dipelajari pada kinematika dapat dijadikan pengembangan dan aplikasi pengetahuan grafik
yang dimiliki siswa pada matematika. Kesalahan-kesalahan siswa dalam memaknai grafik dapat diperbaiki melalui
pembelajaran kinematika. Meskipun tidak seluruhnya memberikan hasil yang meningkat, secara umum sudah mampu
membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan siswa menggunakan representasi grafik. Perlu
diterapkannya pembelajaran yang dapat menekankan dan melatih siswa untuk membuat representasi grafik. Langkah awal yang
dapat dilakukan yakni dengan membiasakan siswa mengenali dan membaca grafik.
DAFTAR RUJUKAN
Beichner, R. J. (2014). Testing Student Interpretation of Kinematics Graphs. American Journal of Physics, 62(8), 750–762.
https://doi.org/10.1119/1.17449
Bollen, L., De Cock, M., Zuza, K., Guisasola, J., & van Kampen, P. (2016). Generalizing a Categorization of Students’
Interpretations of Linear Kinematics Graphs. Physical Review Physics Education Research, 12(1).
https://doi.org/10.1103/PhysRevPhysEducRes.12.010108
Ceuppens, S., Bollen, L., Deprez, J., Dehaene, W., & De Cock, M. (2019). 9th Grade Students’ Understanding and Strategies
when Solving x (t) Problems in 1D Kinematics and y (x) Problems in Mathematics. Physical Review Physics
Education Research, 15(1). https://doi.org/10.1103/PhysRevPhysEducRes.15.010101
Christensen, W. M., & Thompson, J. R. (2012). Investigating Graphical Representations of Slope and Derivative without a
Physics Context. Physical Review Special Topics - Physics Education Research, 8(2).
https://doi.org/10.1103/PhysRevSTPER.8.023101
Elby, A. (2000). What Students’ Learning of Representations Tells us about Constructivism. The Journal of Mathematical
Behavior, 19(4), 481–502. https://doi.org/10.1016/S0732-3123(01)00054-2
Hake, R. R. (2008). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test
Data for Introductory Physics Courses. American Journal of Physics, 66(1), 64–74. https://doi.org/10.1119/1.18809
Hale, P. (2000). Kinematics and Graphs: Students’ Difﬁculties and CBLs. The Mathematics Teacher, 93(5), 4.
McDermott, L. C., Rosenquist, M. L., & Zee, E. H. V. (2006). Student Difficulties in Connecting Graphs and Physics: Example
from Kinematics. American Journal of Physics, 55(6). https://doi.org/10.1119/1.15104
McPadden, D., & Brewe, E. (2017). Impact of the second semester University Modeling Instruction course on students’
representation choices. Physical Review Physics Education Research, 13(2).
Morgan, G. A., Leech, N. L., Gloeckner, G. W., & Karen C. Barrett. (2004). SPSS for Introductory Statistics: Use and
Interpretation. London: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Nguyen, D. H., & Rebello, N. S. (2011). Students’ Understanding and Application of the Area Under the Curve Concept in
Physics Problems. Physical Review Special Topics - Physics Education Research, 7(1).
Nixon, R. S., Godfrey, T. J., Mayhew, N. T., & Wiegert, C. C. (2016). Undergraduate Student Construction and Interpretation
of Graphs in Physics Lab Activities. Physical Review Physics Education Research, 12(1).
Planinic, M., Milin-Sipus, Z., Katic, H., Susac, A., & Ivanjek, L. (2012). Comparison of Student Understanding of Line Graph
Slope In Physics and Mathematics. International Journal of Science and Mathematics Education, 10(6), 1393–1414.
https://doi.org/10.1007/s10763-012-9344-1
Susac, A., Bubic, A., Kazotti, E., Planinic, M., & Palmovic, M. (2018). Student understanding of graph slope and area under a
graph: A comparison of physics and nonphysics students. Physical Review Physics Education Research, 14(2).
Wemyss, T., & van Kampen, P. (2013). Categorization of First-Year University Students’ Interpretations of Numerical Linear
Distance-Time Graphs. Physical Review Special Topics - Physics Education Research, 9(1).
Zucker, A., Kay, R., & Staudt, C. (2013). Helping Students Make Sense of Graphs: An Experimental Trial of SmartGraphs
Software. 23(3). https://doi.org/10.1007/s10956-013-9475-3
Jurnal SPORTIF: Jurnal Penelitian Pembelajaran
Vol. 6 No. 3, Desember 2020, pp. 674-683
https://doi.org/10.29407/js_unpgri.v6i3.14785
Kinematika gerak yang mempengaruhi kecepatan bola pada teknik

passing permainan futsal
Motion kinematics affecting ball speed in passing techniques in
futsal game
I Dewa Made Aryananda Wijaya Kusuma

Jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Ilmu Olahraga, Universitas Negeri
Surabaya, Jalan Lidah Wetan Surabaya, Jawa Timur, 60213, Indonesia
Received: 1 October 2020; Revised: 8 November 2020; Accepted: 21 November 2020
Abstrak
Futsal merupakan cabang olahraga yang membutuhkan kualitas teknik yang
baik. Teknik dikatakan baik apabila dilakukan sesuai dengan prinsip
biomekanika, sehingga akan menghasilkan efisiensi gerakan. Dalam proses
gerakan passing terdapat beberapa faktor kinematika yaitu jarak lintasan forward
swing, knee angle, dan knee angular velocity. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sumbangan kinematika dari jarak lintasan forward swing, knee angle,
dan knee angular velocity terhadap kecepatan passing pada permainan futsal.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi, sedangkan teknik
analisis data menggunakan uji regresi berganda dan uji determinasi parsial.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 pemain futsal putra universitas negeri
Surabaya. Instrumen dalam pengambilan data menggunakan kamera 60 FPS
dan video analysis kinovea. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jarak
lintasan forward swing, knee angle, dan knee angular velocity memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kecepatan bola dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05.
Faktor knee angular velocity memiliki kontribusi yang paling besar dengan nilai
61,3%.
Kata kunci: kinematika, passing, permainan futsal.
Abstract
Futsal is a sport that requires good technical quality. The technique is said to be
good if it is carried out by biomechanics' principles to produce movement
efficiency. There are several kinematic factors in the passing movement process,
namely the forward swing trajectory, knee angle, and knee angular velocity. This
study aims to determine the kinematic contribution of the forward swing trajectory
distance, knee angle, and knee angular velocity to the futsal game's passing
speed. The method used in this research is a correlation, while the data analysis
technique uses multiple regression tests and partial determination tests. The
sample in this study consisted of 10 male futsal players at the State University of
Surabaya. Instruments in data collection using a 60 FPS camera and video
analysis Kinovea. This study indicates that the forward swing trajectory, knee
angle, and knee angular velocity have a significant relationship with ball velocity
with a significance value of 0.000 <0.05. The knee angular velocity factor has the
most significant contribution with a value of 61.3%.
Keywords: kinematics, passing, futsal games.
Correspondence author: I Dewa Made Aryananda Wijaya Kusuma, Universitas Negeri Surabaya,
Indonesia.
Email: dewawijaya@unesa.ac.id
Jurnal SPORTIF: Jurnal Penelitian Pembelajaran is licensed under a Creative Commons

Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Jurnal SPORTIF: Jurnal Penelitian Pembelajaran, 6 (3) 2020 | 674-683
ISSN : 2477-3379 (Online)
ISSN : 2548-7833 (Print)
PENDAHULUAN
Permainan futsal merupakan permainan dengan intensitas yang
tinggi, dimainkan dilapangan yang berukuran kecil dan dilakukan dengan
cepat. Menurut Mulyono (2017) teknik dasar futsal terdiri dari passing,
control, chipping, dribbling, shooting, tendangan ujung kaki, heading,
teknik menangkap bola, dan melempar bola. Dengan karakter yang cepat,
setiap pemain harus mampu memindahkan bola dengan cepat pula
sehingga dibutuhkan teknik passing yang berkualitas. Pendapat tersebut
sesuai dengan penelitian Prastyo, Sugiyanto, & Doewes (2017), yang
menyatakan bahwa untuk dapat bermain futsal dengan ritme yang baik
dan dapat memenangkan permainan, maka seorang pemain wajib
menguasai teknik dasar. Menurut Irawan (2009), teknik passing bertujuan
untuk memindahkan bola dari satu pemain ke pemain lainnya, sehingga
dapat teknik passing sangat dibutuhkan pada permainan yang menuntut
kerjasama tim.
Dalam rangka mengetahui dan mengevaluasi gerakan teknik
passing yang benar terdapat suatu analisis gerak yang dinamakan
biomekanika olahraga. Menurut Ferdinands, Kersting, & Marshall (2013),
ilmu yang mengkaji struktur dan fungsi sistem biologis yang ditinjau dari
sistem mekanika dinamakan biomekanika. Selain itu menurut Knudson
(2007) biomekanika merupakan studi tentang gaya eksternal dan internal
yang dapat mengintervensi tubuh manusia serta dampaknya. Dengan
pengaplikasian biomekanika dalam olahraga, dapat meningkatkan
performa serta mencegah terjadinya cedera saat olahraga, sehingga
prestasi yang maksimal akan tercapai (Mun, Suh, Park, & Choi, 2015).
Dalam pengaplikasian biomekanika olahraga terdapat beberapa jenis
analisis yang dapat dilakukan, diantaranya analisis 2D, 3D, dan analisis
kerja otot. Pemilihan jenis analisis yang dilakukan sangat bergantung
pada kesiapan alat yang dimiliki serta kedalaman analisis yang akan
dilakukan. Analisis 2D merupakan analisis yang sering digunakan, karena
dapat dilakukan menggunakan satu kamera dan aplikasi movement
analysis. Agar dapat menganalisis passing pada permainan futsal, hal
https://doi.org/10.29407/js_unpgri. v6i3.14785
675 6 (3) 2020 | 674-683
Kinematika gerak yang mempengaruhi kecepatan bola pada teknik passing permainan
futsal
pertama yang harus dilakukan adalah membagi suatu rangkaian gerakan

passing menjadi tahapan-tahapan mulai awal gerakan sampai impact.
Teknik passing terdapat beberapa prinsip biomekanika yang
mempengaruhinya, salah satunya adalah momentum. Momentum dan
impuls merupakan prinsip yang terjadi pada teknik passing. Menurut
Huston (2013) impuls memiliki nilai yang sama dengan perubahan
momentum dari benda, sehingga untuk meningkatkan kecepatan passing
(momentum) dibutuhkan impuls yang besar. Didalam terjadinya impuls
pada teknik passing terdapat tiga faktor yang menentukan, yaitu jarak
lintasan forward swing, knee angle, dan knee angular velocity. Menurut
penelitian Hidayat & Rusdiana (2018), knee angular velocity berpengaruh
pada kecepatan bola. Jika dilihat dari persamaan rumus impuls dan
momentum adalah (k x t = m x v) (Sudarmada & Wijaya, 2015), untuk
memperbesar momentum passing futsal dibutuhkan kekuatan (k) dan
lamanya pengerahan kekuatan (t). Yang dapat mempengaruhi kekuatan
adalah kualitas otot saat berkontraksi, sedangkan yang dapat
mempengaruhi lamanya pengerahan kekuatan adalah lintasan forward
swing, dan knee angle.
Beberapa penelitian tentang biomekanika teknik futsal telah
dilakukan, seperti penelitian Hidayat & Rusdiana (2018) yang meneliti
analisis gerak teknik shooting dan kecepatan bola yang dihasilkan. Huang,
Lu, & Wu (2013) meneliti tentang parameter biomekanik tendangan kaki
bagian dalam terhadap target tertentu gawang di Futsal. Ozaki, Sunami, &
Ishii (2010) meneliti tentang perbedaan antara gerakan dalam menendang
bola futsal dan menendang bola sepak di Jepang. Fikri, Pradhila, &
Dirganta (2016) meneliti tentang faktor keakuratan target saat pemain
futsal mengoper bola. Penelitian lainnya juga menemukan bahwa untuk
mengetahui keberhasilan dalam menendang sangatlah kompleks (Vieira
et al., 2016).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa
aspek yang belum diteliti khususnya di Indonesia, yaitu faktor apa yang
paling berkontribusi pada saat melakukan gerakan passing futsal untuk
676 6 (3) 2020 | 674-683
ISSN : 2548-7833 (Print)
menghasilkan kecepatan bola yang maksimal. Diketahuinya faktor

tersebut akan mempermudah pelatih untuk memfokuskan latihannya
sehingga peningkatan kualitas passing akan tercapai. Untuk menjawab
urgensi diatas maka penelitian ini akan berfokus pada kajian analisis jarak
lintasan forward swing, knee angle, dan knee angular velocity terhadap
kecepatan bola saat passing futsal.
METODE
Partisipan
Pengambilan sampel menggunakan teknik purpose sampling
(Mahardika, 2015), dengan sampel yang berjumlah berjumlah 10 orang
pemain futsal yang tergabung pada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
cabang olahraga futsal di Universitas Negeri Surabaya.
Metode
Metode korelasi digunakan pada penelitian ini karena bertujuan
untuk mengetahui hubungan antar variabel, teknik analisis data
menggunakan uji normalitas, uji regresi berganda, dan perhitungan
sumbangan efektif (SE) (Sugiyono, 2016).
Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah aplikasi
perangkat lunak bernama Kinovea versi 0.8.27, kamera Digital Single
Lens Reflex 600D, dan 1200D dengan frame rate 60 FPS. Tempat
pengambilan data dilaksanakan di lapangan Nisrina Futsal Center
Surabaya.
Parameter Kinematika Gerak
Untuk mengetahui karakteristik mekanika teknik passing pada
permainan futsal, maka dibuatkan pembuatan model sesuai dengan
prinsip anatomi gerak yaitu pada sendi lutut (hinge joint). Sendi ini memiliki
satu karakteristik gerakan yaitu flexion dan extension.
677 6 (3) 2020 | 674-683
futsal
Knee Extension
Knee Flexion
Gambar 1. Parameter Kinematika Gerak pada Sendi Lutut
Pada gerakan yang ditunjukkan pada gambar 1, dapat diambil tiga

poin pengukuran kinematika, yaitu panjang lintasan antara knee flextion
sampai knee extention dengan satuan meter (m), kecepatan angular knee
dengan satuan radian per second (rad/s), dan knee angle saat lutut
melakukan gerak flexion dengan satuan derajat (⁰)
Prosedur Pengambilan Data
Gambar 2. Skema Pengambilan Data
Dalam pengambilan data, peneliti menggunakan 2 kamera

yang siap untuk merekam (gambar 2). Kamera satu untuk merekam
gerakan sampel dan berada sejajar dengan sampel, sedangkan
kamera dua berada pada posisi diantara sampel dan target sehingga
dapat merekam seluruh gerakan passing mulai awal sampai akhir.
Untuk mengetahui kecepatan bola, kecepatan sudut, dan sudut, data
678 6 (3) 2020 | 674-683
ISSN : 2548-7833 (Print)
video diolah menggunakan aplikasi perangkat lunak bernama

Kinovea.
HASIL
Hasil analisis aplikasi perangkat lunak Kinovea meliputi jarak
lintasan forward swing, knee angle, dan knee angular velocity, serta
kecepatan bola yang ditunjukkan pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Hasil Analisis Gerak Passing pada Permainan Futsal

Kinematic Parameter Analysis
Knee
Knee
No Sampel Panjang Lintasan Forward Angular Kecepatan
Angle
Swing Hingga Impact (m) Velocity Bola (m/s)
(⁰)
(rad/s)
1 RA 1.30 m 74⁰ 3.6 rad/s 15.3 m/s
2 AT 1.24 m 80⁰ 3.0 rad/s 14.0 m/s
3 MM 1.20 m 82⁰ 3.0 rad/s 13.5 m/s
4 AR 1.19 m 90⁰ 1.5 rad/s 10.5 m/s
5 AA 1.21 m 74⁰ 3.5 rad/s 15.0 m/s
6 MZJ 1.17 m 81⁰ 3.2 rad/s 14.0 m/s
7 MIF 1.15 m 84⁰ 2.6 rad/s 13.5 m/s
8 MD 1.14 m 86⁰ 2.4 rad/s 12.0 m/s
9 YA 1.00 m 88⁰ 2.0 rad/s 10.5 m/s
10 AF 1.07 m 75⁰ 3.2 rad/s 14.5 m/s
Mean 1,167 m 81,4⁰ 2,8 rad/s 13,28 m/s
SD 0,08 5,75 0,67 1,72
Hasil analisis gerak passing pada permainan futsal (tabel 1)

selanjutnya dilakukan analisis uji regresi berganda dan mencari
sumbangan efektif (SE) dari tiap variabel independent. Hasil uji korelasi
menggunakan uji regresi berganda dapat dilihat pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Uji korelasi

ANOVAa
Model Sum of Df Mean F Sig.
Squares Square
1 Regression 25.643 3 8.548 46.076 .000b
Residual 1.113 6 .186
Total 26.756 9
a. Dependent Variable: Kecepatan Bola
b. Predictors: (Constant), Knee Angular Velocity, Panjang Lintasan Forward Swing Hingga Impact,
Knee Angle
Tabel 2 menunjukkan bahwa uji korelasi secara simultan diperoleh
nilai sebesar 0,000 < 0,05, sehingga dapat diartikan terdapat hubungan
yang signifikan antara panjang lintasan forward swing hingga impact, knee
angle, dan knee angular velocity terhadap kecepatan bola. Selanjutnya
679 6 (3) 2020 | 674-683
futsal
untuk mengetahui kontribusi yang paling dominan antara ketiga variable

tersebut, maka dilakukan perhitungan sumbangan efektif (SE) yang
ditunjukkan pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Sumbangan Efektif
Variabel Prosentase
Sumbangan efektif panjang lintasan forward swing hingga 7%
impact
Sumbangan efektif knee angle 27,6 %
Sumbangan efektif knee angular velocity 61,3 %
Berdasarkan analisis sumbangan efekti (tabel 3) maka dapat

diketahui bahwa sumbangan efektif (SE) variable panjang lintasan forward
swing hingga impact terhadap Kecepatan bola adalah sebesar 7%,
sumbangan efektif (SE) variable knee angle terhadap kecepatan bola
adalah sebesar 27,6%, dan sumbangan efektif (SE) variable knee angular
velocity terhadap kecepatan bola adalah sebesar 61,3%. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variable knee angular velocity memiliki
pengaruh lebih dominan terhadap kecepatan bola pada passing
permainan futsal.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa panjang
lintasan forward swing hingga impact, knee angle, knee angular velocity,
secara simultasn memberi kontribusi pada kecepatan bola dalam
permainan futsal. Apabila dikaitkan dengan prinsip impuls, maka untuk
menghasilkan impuls yang besar dibutuhkan perkalian antara kekuatan
(K) dan lamanya waktu pengerahan kekuatan/awalan (t). Untuk
meningkatkan impuls pada gerakan mengayun, maka yang diperbesar
adalah t (Sudarmada & Wijaya, 2015). Lamanya waktu pengerahan
kekuatan dapat dihasilkan dari knee angel yang kecil sehingga, ketika
atlet knee angel menunjukkan sudut yang kecil, maka akan terbentuk
lintasan forward swing yang relatif lebih panjang. Dengan perpaduan
kedua komponen tersebut, maka akan meningkatkan lamanya waktu
pengerahan kekuatan. Pernyataan tentang knee angel didukung oleh
penelitian Ulum, Rubiono, & Sartika (2019) yang menemukan bahwa
680 6 (3) 2020 | 674-683
ISSN : 2548-7833 (Print)
sudut kaki mempengaruhi kecepatan bola. Penelitian yang dilakukan oleh

Barbieri, Gobbi, Santiago, & Cunha, (2010), juga menggunakan
komponen knee angel dan angular velocity yang menunjukkan bahwa dua
komponen tersebut berpengaruh pada teknik passing.
Panjang lintasan forward swing hingga impact, knee angle, knee
angular velocity memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap kecepatan
bola, namun knee angular velocity memberi kontribusi yang besar
terhadap kecepatan bola pada teknik passing dalam permainan futsal.
Knee angular velocity merupakan kecepatan ayunan kaki sebelum
mengenai bola. Kesimpulan tersebut sejalan dengan pendapat Huang et
al., (2013) dan Kellis & Katis (2007) yang menyatakann bahwa kecepatan
kaki mempengaruhi kecepatan bola sebelum kontak dengan bola.
Pada penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan, salah satunya
dalam analisis tidak dapat mengukur kecepatan maksimal. Sebagai saran
untuk penelitian selanjutnya agar dapat mengukur kecapatan maksimal
serta menambahkan variabel fatique karena faktor tersebut merupakan
salah satu yang dapat mempengaruhi hasil tendangan teknik passing
futsal.
KESIMPULAN
Kesimpilan yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu panjang
lintasan forward swing hingga impact, knee angle, dan knee angular
velocity memiliki kontribusi yang sangat kuat terhadap kecepatan bola
pada teknik passing, namun komponen knee angular velocity yang
memiliki kontribusi yang paling besar.
REFERENSI
Charmant, (2018) Kinovea (Version 0.8.27) [Computer software]. Available
from http://www.kinovea.org/
Barbieri, Fabio A., Gobbi, L. T. B., Santiago, P. R. P., & Cunha, S. A.
(2010). Performance comparisons of the kicking of stationary and
rolling balls in a futsal context. Sports Biomechanics.
https://doi.org/10.1080/14763141003690211
Ferdinands, R. E. D., Kersting, U. G., & Marshall, R. N. (2013). A twenty-
segment kinematics and kinetics model for analysing golf swing
681 6 (3) 2020 | 674-683
futsal
mechanics. Sports Technology.

https://doi.org/10.1080/19346182.2013.854799
Fikri, S., Pradhila, F., & Dirganta, D. (2016). Biomechanical Analysis With
Optimal Combination By Using Foot and Distance When The
Futsal Player Passing The Ball Against The Accuracy of The
Target. British Journal of Sports Medicine.
https://doi.org/10.1136/bjsports-2016-096952.20
Hidayat, I., & Rusdiana, A. (2018). Analisis Biomekanik Tendangan
Shooting Pada Atlet Futsal Putra UKM Futsal Universitas
Pendidikan Indonesia. Jurnal Sains Keolahragaan Dan
Kesehatan. https://doi.org/10.5614/jskk.2018.3.2.3
Huang, C.-F., Lu, K.-H., & Wu, H.-W. (2013). Biomechanics of Accurate
Instep Kick In Futsal. National Taiwan University of Physical
Education and Sport. https://doi.org/P03-21 ID214
Huston, R. L. (2013). Fundamentals of biomechanics. In Fundamentals of
Biomechanics. https://doi.org/10.1201/b14767
Irawan, A. (2009). Teknik Dasar Modern Futsal. Jakarta: Pena Pundi
Aksara.
Kellis, E., & Katis, A. (2007). Biomechanical characteristics and
determinants of instep soccer kick. Journal of Sports Science and
Medicine.
Knudson, D. (2007). Fundamentals of Biomechanics, Second Edition. In
Fundamentals of Biomechanics. https://doi.org/10.1007/978-1-
4757-5298-4
Mahardika, I. M. S. (2015). Metodologi Penelitian. Surabaya: Unesa
University Press.
Mulyono, M. A. (2017). Buku Pintar Futsal. Jakarta: Anugrah.
Mun, F., Suh, S. W., Park, H. J., & Choi, A. (2015). Kinematic relationship
between rotation of lumbar spine and hip joints during golf swing in
professional golfers. BioMedical Engineering Online.
https://doi.org/10.1186/s12938-015-0041-5
Ozaki, H., Sunami, S., & Ishii, H. (2010). Kinematic Analysis of Lower Limb
in Futsal Ball Kicking. International Symposium on Biomechanics
in Sports: Conference Proceedings Archive.
Prastyo, B. W., Sugiyanto, & Doewes, M. (2017). The Development Model
of The Basic Techniques of Exercise And Physical Exercise on
Futsal Players Level Intermediate. European Journal of Physical
Education and Sport Science, 2(3), 50–58.
https://doi.org/10.5281/zenodo.376857
Sudarmada, I. N., & Wijaya, I. M. K. (2015). Biomekanika Olahraga.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono, P. D. metode penelitian kuantitatif, kualitatif,dan R&D. ,
682 6 (3) 2020 | 674-683
ISSN : 2548-7833 (Print)
Alfabeta, cv. (2016).

Ulum, M. M., Rubiono, G., & Sartika, D. (2019). Pengaruh Sudut Kaki
Terhadap Kecepatan dan Sudut Simpangan Bola. V-MAC (Virtual
of Mechanical Engineering Article), 4(2), 21–24. Retrieved from
https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/vmac/article/view/643
Vieira, L. H. P., De Souza Serenza, F., De Andrade, V. L., De Paula
Oliveira, L., Mariano, F. P., Santana, J. E., & Santiago, P. R. P.
(2016). Kicking performance and muscular strength parameters
with dominant and nondominant lower limbs in Brazilian elite
professional futsal players. Journal of Applied Biomechanics.
https://doi.org/10.1123/jab.2016-0125
683 6 (3) 2020 | 674-683
available online at http://journal.uny.ac.id/index.php/jolahraga
Jurnal Keolahragaan, 7 (1), 2019, 1-10
Kinematic differences on mid-range basketball jump-shot between

experienced and less-experienced collegiate player
Agam Akhmad Syaukani 1 *, Li Chun Yan 2
1
Program Studi Pendidikan Olahraga, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Jalan Ahmad Yani, Pabelan, Kartasura, Jawa Tengah 57162, Indonesia.
2
Department of Kinesiology, Postgraduate Programs, Wuhan Sports University.
No.461 Luoyu Road, Wuhan City, Hubei Province, 430079, PR China
* Corresponding Author. Email: aas622@ums.ac.id
Received: 11 October 2018; Revised: 7 November 2018; Accepted: 17 November 2018
Abstract
Jump shot in modern basketball is an effective scoring way to overcome pressure of the defender.
Fundamental jump shot technique relies on experience and biomechanical analyses. The purpose of this
analysis was to evaluate kinematic profile of basketball players based on their experience level during mid-
range jump shot. Four experienced basketball players and four less-experienced basketball players
participated in the experiment. Jump shot phase was classified into 3 categories: preparatory, action, and
follow-through. Angular displacement and angular velocity were measured using three-dimension (3D)
motion capture technology. Assumption test was previously taken to determine data normality using K-S and
homogeneity using levene test. Data were normally distributed and homogen. One-way Anova analysis
indicated significant differences on several kinematic parameters between groups. On preparatory phase,
experienced subject produced larger magnitude for right-shoulder extension (-10.3±14.7˚) and produced
smaller angular velocity for hips flexion (41.0±11.6˚/s). During the action phase, experienced subject
produced larger magnitude for right-wrist flexion (-145.9±40.3˚), larger angular velocity for right-wrist
flexion (-182.8±35.7˚/s), larger angular velocity for ankle plantar flexion (-159.5±27.3˚/s), and larger angular
velocity for right-elbow extension (-149.6±33.3˚/s). The findings of this study indicated that improper
mechanics of basketball jump shot existed in less-experienced players. To practice jump shot technique,
preparatory phase and action phase should be the main emphasis for every coach when deals with less-
experienced player.
Keywords: jump shot, kinematics, angular displacement, angular velocity
How to Cite: Syaukani, A., & Yan, L. (2019). Kinematic differences on mid-range basketball jump-shot between
experienced and less-experienced collegiate player. Jurnal Keolahragaan, 7(1), 1-10.
doi:https://doi.org/10.21831/jk.v7i1.21541
https://doi.org/10.21831/jk.v7i1.21541
__________________________________________________________________________________
INTRODUCTION their training. Thus, it can explore the best

performance of their athlete (Knudson, 1993).
Basketball has been through so many
Jump shot has been considered important in a
developmental changes since it was first intro-
basketball game (Çetin & Muratlı, 2014; Hess,
duce in 1891 by James Naismith. Modification
1980). As the game becomes further driven and
carried on the rule of game has added attractive-
the athletic capability of the player is rising, the
ness to the game for players and audience.
defence is now become more tight and intense.
Academic research also helps basketball to
As a result, jump shot has become a common
develop through a series of experiments focusing
technique to overcome tight defence and make
on biomechanical aspects towards the existing
score. Jump shot comes as a breakthrough on
basketball skill to refine and successfully apply
offensive attempt to score despite the tight
certain skill. Therefore, basketball becomes more
defence that might challenge every effort on
appealing and high-scoring and intense game
scoring (Wissel, 2011). Jump shot has amounting
over a period of time. It is important that teachers
to over 70% of all the shots during a game
and coaches combine their practical experience
(Struzik, Pietraszewski, & Zawadzki, 2014).
with latest biomechanics research to facilitate
Jump shot effectiveness was described by Rojas,
This is an open access article under the CC–BY-SA license.

Jurnal Keolahragaan 7 (1), 2019 - 2
Agam Akhmad Syaukani, Li Chun Yan
Cepero, Ona, & Gutierrez (2000) in his investi- for 8-12 years. They are undergraduate students
gation which recorded that 41% of score during who are majoring in basketball training in Wuhan
Spanish Basketball League were obtained from Sports University (practice hours 12.75±1.893
jump shot and its variation. h/week). They are member of college basketball
Given the importance of jump shot, many team. None of the experienced participants were
studies have adopted this technique into various professionals. The less-experienced basketball
biomechanical study and analyses, while only players are undergraduate students other than
few studies have observed whole body kinematic from basketball major (practice hours 5.5±1 h/
trait during jump shot execution. Comparative week). None of thfe less-experienced participants
study also been performed to address effect of had received special training in basketball.
different distance, ball size, and gender on jump However, they have been engage with basketball
shot kinematic characteristic. However, no study as a recreational sports for maximum 3 years. All
had been established to link between kinematic participants declared no presence of injury prior
traits during jump shot execution with player to data obtaining procedure. They were all wear-
experience at collegiate level. To date, kinematic ing basketball shoes typically used for practice
study has been made progress and proved to be and competition. Additionally, all participants
beneficial to analyse every motion involved in were required to give their informed consent for
sport skills. participation on the experiment after being
Kinematic markers can help to understand explained of the aim and associated risk for this
functional alterations in movement selection used study. The Ethics Committee on Sports and
in target-related task (Button, Macleod, Sanders, Exercise Research of The Wuhan Institute of
& Coleman, 2003), for instance, in different Physical Education approved this study.
distance of shooting, kinematic adjustment had All participants were instrumented with
reached a complete technical combination both thirty-six reflective markers (9-mm in diameter)
the vertical displacement and horizontal displace- attached to the anatomical landmarks of each
ment task with strategy of higher speed of release subject’s body: right and left frontal and parietal
and lower angle of release (Okazaki & Rodacki, bone intersection, right and left back head, 7th
2012). To our knowledge, it is still unknown how cervical vertebrae, 10th thoracic vertebrae,
player experience determining the selection of clavicle (sternal end), right back (infraspinous
movement strategy during the jump shot exe- fossa), right and left acromion process, right and
cution. Hence, the objective of this investigation left medial forearm, right left olecranon, right and
is to mark the kinematic differences between left medial forearm, right and left styloid process
experienced players and less-experienced players of radius and ulna, right and left 3rd metacarpal,
in collegiate level basketball players regarding of right and left anterior iliac spine, right and left
mid-range basketball jump shot. This research posterior iliac spine, right and left thigh, right and
came up with hypothesis that there are left knee, right and left lateral tibia, right and left
differences on kinematical profile between lateral malleolus, right and left posterior
experienced and less-experienced player during calcaneal tuberosity, right and left 3rd metatarsal.
execution of mid-range basketball jump shot. Markers were utilized to established subject’s 3D
model for further kinematic analysis.
METHODS
Experiment was conducted in standard
Participants and Experimental Design indoor basketball court with eight-camera, Vicon
The investigation was organized among 8 MX system (Vicon®, Oxford, UK) was utilized to
collegiate basketball players. Four experienced record kinematic data from participants’ body.
basketball players were characterized by the Cameras were positioned on half-court around
following mean properties (±SD): body height subject’s standing position on the free-throw area
178.50±6.03cm, body mass 71±6.58 kg, age to capture jump shot movement from the subject.
19.25±0.5 years and four less-experienced A frame rate of 100 Hz was used in this
players (height 178.25±8.06cm; body mass experiment. Participants were requested to do ten
68.75±8.81kg; age 19.75±1.50 years). All of the jump shot from stationery position in the free
participants were right-handed shooters and throw area or 4.6 m distance from the backboard
familiar with jump shot technique. They were since it was determined from previous study that
considered having a normal BMI. The experienc- mid-range jump shot provide the most accuracy
ed basketball players had took part in basketball percentage (Okazaki & Rodacki, 2012).
Participants were inquired to do warm-up and
Copyright © 2018, Jurnal Keolahragaan, ISSN 2339-0662 (print), ISSN 2461-0259 (online)
familiarisation before data collection. They were riables between two groups of subject. Assumpt-
also asked to take their own pace while perform- ion test was previously taken to determine data
ing the jump shots. In order to ease kinematical normality using K-S and homogeneity using
analysis process, one successful jump shot of levene test. Statistical analysis was organized
every subject during data recording, defined as using IBM SPSS Statistic 23 for Windows
the ball executed with jumping and shooting goes (SPSS, Chicago, Ill). The statistical significance
into the basket as a result of jump shot were of difference was established with a 5% margin
selected as the object of analysis. Further kine- of error (p˂0.05).
matic analysis to determine movement pattern
RESULTS AND DISSCUSSION
were conducted among several variables around
the ankle, knee, hip, trunk, shoulder, elbow, and Results
wrist joints and the following determined According to data normality test using
variables: (1) temporal series of angular displace- Kolmogorov Smirnov (K-S) data found in this
ment and velocity; (2) joint range of motion; (3) study were following a normal distribution (p-
movement duration, (4) minimum and maximum value>α). Regarding on temporal parameters,
joint angular displacement, (5) minimum and there is no significant difference observed on
maximum joint angular velocity. The joint angles shooting duration and percentage of total
kinematic profile were measured continuously duration between two groups. (Table 1). Table 2
regardless of the movement phase involved. shows mean of angular displacement from seven
Movement phase was identified during data joint angles related to jump shot during
extraction. The only focus on this study is sub- preparatory, action, and follow-through (shortly
ject’s kinematic trait during jump shot after ball leaves the hand) phase between groups.
performance. Therefore, no reflective markers The mean angular displacement of right shoulder
were placed on the ball. However, an inflated joint during preparatory phase of the experienced
standard basketball (size 7) officially permitted group and that of the less-experienced group was
by the International Basketball Federation -10.3±14.7o and 25.9±13.7o, respectively. The
(FIBA) was used. mean angular displacement of right shoulder joint
Data Analysis during preparatory phase of the experienced
group was significantly larger than that of the
The Vicon® camera captured 100 frames
less-experienced group (P < 0.05). The mean
per second and literally to be the raw data
angular displacement of right wrist joint during
material for further kinematic analysis utilized
action phase of the experienced group and that of
designed software. Reconstructed three-
the less-experienced group was -145.9±40.3o and
dimensional model of all reflective markers were
-42.2±22.6o, respectively. The mean angular
documented using Vicon® Nexus 2.2. The
displacement of right wrist joint during action
recorded spatial coordinates were subsequently
phase of the experienced group was significantly
used to calculate relative segment orientation
larger than that of the less-experienced group (P
angles as well as global coordinate orientation
< 0.05).
angles. Joint kinematics were assessed with the
Table 3 shows mean of angular velocity
Plug in Gait’s calculation protocol (Vicon®,
from seven joint angles related to jump shot
Oxford, UK) according to the Newington-Helen
during preparatory, action, and follow-through
Hayes gait simulation that computed joint
phase between groups. The mean angular
kinematics from XYZ marker positions and
velocity of hip joint during preparatory phase of
particular subject anthropometric quantity
the experienced group and that of the less-
(Michaud-Paquette, Magee, Pearsall, & Turcotte,
experienced group was 41.0±11.6 o/s and
2011). Within data cal-culation process, during
98.7±31.6 o/s, respectively. The mean angular
Plug in Gait’s protocol, 3-D reconstructed stick
velocity of hip joint during preparatory phase of
frame of subject’s anatomy were subsequently
the experienced group was significantly slower
being digitized based on their XYZ coordinate
than that of less-experienced group (P < 0.05).
position and being imported to Microsoft® Excel
The mean angular velocity of ankle joint during
output for further statistical analysis.
action phase of the experienced group and that of
Statistical Analysis the less-experienced group was -159.5±27.3 o/s
and -110.0±20.8 o/s, respectively. The mean
One-way ANOVA was used to address the
angular velocity of ankle joint during action
potential significant differences in kinematic va-
phase of the experienced group was significantly Figure 1 shows the time-series changes of
faster than that of less-experienced group (P < mean joint angular displacement of the right-
0.05). The mean angular velocity of right elbow wrist joint and right-shoulder joint between
joint during action phase of the experienced experienced group and less-experienced group
group and that of the less-experienced group was during jump shots performance. Figure 2 shows
-149.6±33.3 o/s and -80.2±36.0 o/s, respectively. the time series changes of mean joint angular
The mean angular velocity of right elbow joint velocity of the ankle joint and hip joint between
during action phase of the experienced group was experienced group and less-experienced group
significantly faster than that of less-experienced during jump shots performance. Figure 3 shows
group (P < 0.05). The mean angular velocity of the time series changes of mean joint angular
right wrist joint during action phase of the velocity of right-elbow joint, and right-wrist joint
experienced group and that of the less- between experienced group and less-experienced
experienced group was -182.8±35.7 o/s and - group. The selected joint angle displayed in
80.2±36.0 o/s, respectively. The mean angular Figure 1, Figure 2, and Figure 3 has showed
velocity of right wrist joint during action phase of significant difference with p-value<0.05.
the experienced group was significantly faster
than that of less-experienced group (P < 0.05).
Table 1. Selected Temporal Parameters (mean ± s)
Experienced Less-experienced p-value
Duration of phases (.10-2s)
Preparatory 49±12.7 27.8±12.1 .05
Action 67±15.2 78.8±15.8 .32
Follow-through 35.8±4.3 33.5±0.6 .35
Total 155±14.3 140±10.1 .14
Percent of total duration

Preparatory 31.7±8.3 19.9±8.7 .09
Action 42.9±6.4 56.1±9.1 .06
Follow-through 23.3±4.8 24±1.6 .79
Table 2. Angular Displacement Data (mean±s) for Basketball Players with Different Experience Level
Preparatory (o)
ankle dorsal flexion 15.0±5.5 12±8.2 .60
knee flexion 25.4±7.8 -.76±51.8 .36
hip flexion 18.7±2.1 17.4±9.4 .79
trunk flexion 5.5±2.3 11.2±4.9 .08
(right) shoulder extension -10.3±14.7 25.9±13.7 .01*
(right) elbow flexion 3.6±7.5 13.7±17 .31
(right) wrist hyper-extension -1.0±10.5 -64.5±88.2 .20
Action (o)
ankle plantar flexion -87.8±21.1 -65.29±9.4 .10
knee extension -77.5±13.3 -86.1±12.5 .38
hip extension -32±8.8 -48.7±21.9 .21
trunk extension -13.4±17.9 -20.3±10.4 .53
(right) shoulder flexion 8.2±20.1 -7.0±44.8 .56
(right) elbow extension -77.0±8.0 -49.9±26.8 .10
(right) wrist flexion -145.9±40.3 -42.2±22.6 .00*
Follow-through (o)
ankle plantar flexion 61.6±17.8 41.5±16.7 .15
knee extension 35.8±14.3 37.3±7.9 .86
hip extension 9.2±6.4 18.8±18.7 .37
trunk extension 10.8±21 17.7±8.9 .57
(right) shoulder flexion -13.6±74.6 -20.4±12.4 .86
(right) elbow extension 50.9±64.2 25.8±78.3 .64
(right) wrist flexion -7.6±12.0 9±31.1 .36
*significant difference p<0.05
player tend to release the ball quickly with higher

Discussion and Implications
angle release compared to situation without
Temporal Period presence of the opponent. Future study should
The phase of jump shot in this study was elaborate this idea and make temporal
proposed according to Satern (1988) which has comparison between the experienced group and
broadly accepted within basketball practitioners the less-experienced group with presence of the
community (Okazaki, Rodacki, & Satern, 2015) opponent.
included preparatory, action, and follow-through Kinematics
phase. The temporal variables were constructed
This study found that there is significant
similar to the research presented by Nunome et al
difference in several kinematic attributes bet-
(2002; Table 2) with a little changes based on
ween the experienced group and the less-expe-
jump shot movement characteristic. The mean
rienced group. The consideration should be given
values showed no significant differences in total
to the fact that playing or training experience had
time of the jump shot motion between the
positive correlation with players’ expertise.
experienced group and the less-experienced
Expert players are mostly had more consistency
group. Result on duration of the particular phase
in movement selection pattern to perform a
of the jump shot also indicated that the difference
successful jump shot (Okazaki & Rodacki, 2012).
regarding on duration of the jump shot execution
This result corroborates earlier research that
between the experienced group and the less-
highlighted the benefit of practice on reducing
experienced group was not significant. This
movement variability in basketball (Button et al.,
finding may indicate that regarding on time spent
2003). Miller & Bartlett (1996) suggested that the
by players between groups during jump shot
guards were tend to have better adaptation
execution, the difference were not significant.
consistency of their kinematic patterns during
Therefore, focus should be given more on joint
long range shooting as compared to the center
angular velocity and displacement rather than
who acquired less experience on shooting from
movement duration. However, this study only
greater distance. Significant difference bet-ween
provides temporal comparison during jump shot
groups found in the present study including
in non-contended situation without presence of
kinematic parameter in preparatory phase, and
the opponent. Study conducted by Rojas et al.
action phase of the jump shot (Table 2, Table 3).
(2000) suggested that professional basketball
Table 3. Angular Velocity Data (mean±s) for Basketball Players with Different Experience Level
Preparatory (o/s)
ankle dorsal flexion 29.7±11.1 48.3±40.5 .41
knee flexion 58.5±17.9 147.2±86.5 .09
hip flexion 41.0±11.6 98.7±31.6 .01*
trunk flexion 13.0±5.9 27.2±30.3 .40
(right) shoulder extension -12.6±104.3 109.1±84.8 .12
(right) elbow flexion 21.8±54.8 27.1±34.1 .86
(right) wrist hyper-extension 13.1±45.4 7.8±18.4 .84
Action (o/s)
ankle plantar flexion -159.5±27.3 -110.0±20.8 .03*
knee extension -139.9±15.9 -143.94±6.4 .65
hip extension -57.0±18.5 -94.3±51.0 .22
trunk extension -28.5±31.9 -34.2±13.2 .75
(right) shoulder flexion 41.0±73.9 -29.7±50.8 .17
(right) elbow extension -149.6±33.3 -80.2±36.0 .03*
(right) wrist flexion -182.8±35.7 -70.2±36.7 .00*
Follow-through (o/s)
ankle plantar flexion 169.1±53.0 122.2±49.0 .24
knee extension 99.3±45.5 110.0±25.4 .70
hip extension 27.7±13.3 55.5±55.0 .37
trunk extension 59.7±10.0 47.6±34.6 .53
(right) shoulder flexion -133.3±144.6 -27.4±28.3 .34
(right) elbow extension 148.1±101.9 243.7±93.8 .22
(right) wrist flexion -4.1±64.7 48.5±102.2 .42
Right-shoulder extension angular positioned the ball in the shooting pocket,

displacement. Significant difference was found in stomach-chest area. Mechanically, shoulder on
right-shoulder extension angular displacement the shooting hand is useful to create impulse and
during preparatory phase (Table 2). The less- generate momentum only when it is begin from
experienced group were having larger displace- extend position. Many basketball coach and
ment (25.9±13.7˚) on shoulder extension as expert suggested that during preparatory phase
compared to their experienced counterpart the ball should be positioned in the shooting
(-10.3±14.7˚). This result indicated that the less- pocket, stomach-chest area, below the shoulders,
experienced group were having more dynamic on the strong side. Shooting pocket is where the
shoulder action during preparatory phase. shot should starts and where the player holds the
However, during preparatory phase which ball in the typical offensive basketball stance
characterized by shoulder extension, shoulder (triple threat) (Filippi, 2011, p. 16; Hopla, 2012,
joint displacement in the less-experienced group p. 28). Filippi (2011, p. 16) revealed that the
ideally should be in negative quantity as an lower the shooting pocket, the more power is
indicator of shoulder extension. The time-series achieved. He also suggested that proper shooting
curves shown in Figure 1a of the right-shoulder pocket combined with proper use of legs provides
joint angles during preparatory phase (0-25%, the power to initiate shooting motion (Filippi,
Table 1) between groups shows that less- 2011, p. 16). Players who had not placed the ball
experienced group were having upward curve in a shooting pocket would lose the power of
compared to their experienced counterpart. This propelling the ball for vertical displacement.
result suggested that less-experienced partici- Shooting jump shot from mid-range require the
pants were having their shooting shoulder flexed player to imply greater angle of entry of the ball
during preparatory phase while experienced by increase the release angle. Increasing the angle
participants having their shoulder extended. It is of entry of the ball increases the width of the
suggested that less-experienced participants were basket (Brancazio, 1981). Thus, increase the
not in proper triple threat position and not possibility of the ball going in the basket.
Figure 1. Temporal course of changes in mean joint angle during (a) right-shoulder flexion (+)-
extension, and (b) right-wrist flexion (+) -extension in each group.
Figure 2. Temporal course of changes in mean joint angle during (a) hip flexion (+)- extension, and (b)
ankle flexion (+)- extension.
Okubo & Hubbard (2015) revealed that velocity during preparatory phase of shooting
shoulder flexion-extension contributes to the jump shot (Table 3). The experienced group was
vertical component of release velocity of the ball found to have slower hip flexion as compared to
while elbow and wrist actions mostly contribute their less-experienced counterparts. The time-
to the horizontal displacement of the ball. series curves shown in Figure 2a of the hip joint
Therefore, improper shoulder placement as found angles during preparatory phase (0-25%, Table 1)
in less-experienced player during preparatory between groups shows that less-experienced
phase will not produce enough force to propel the group were having upward curve compared to
ball vertically. This consideration is especially their experienced counterpart. Hip flexion during
needed when shooting are executed from far preparatory phase is necessary to initiate the
range as the ball need to overcome greater counter-act movement and generate upward force
distance toward the rim. through elastic potential energy of the muscle and
Right-wrist flexion angular displacement. tendon. It can be speculated that slower hip
Significant difference was found in right-wrist flexion found in the experienced group was the
flexion angular displacement during action phase way to establish a stable stance before taking the
of jump shot (Table 2). The less-experienced shot. Filippi (2011, p. 17) revealed in set shooting
group was found to have smaller displacement and free throw shooting should be smooth and
during wrist flexion as compared to the continuous that the pause barely occurs on high
experienced group. Wrist flexion in the shooting skilled players. However, such approach will not
hand is important to apply backspin on the ball. be effective in jump shot with presence of
The backspin applied in a jump shot serves to opponent. Jump shot need to be executed in rapid
reduce horizontal velocity of the ball if it strikes motion while maintain proper mechanic in order
the rim, or causes the ball to deflect downward if to avoid opponent’s block without sacrificing the
it strikes the backboard (Knudson, 1993). ball alignment with the basket.
Application of backspin to the ball also promotes Ankle plantar flexion angular velocity.
the normal arc during the ball flight. Therefore, Significant difference was found in ankle plantar
the effect of ball spin on the flight of the ball has angular velocity during action phase of shooting
been estimated to be one of the factors that jump shot (Table 3). The experienced group was
statistically related to shooting success (Yates & found to have a faster plantar flexion as compared
Holt, 1983). Although this study excluding the to the less-experienced group. The time-series
analysis of the ball kinematics, it can be curves shown in Figure 2b of the hip joint angles
speculated that insufficient wrist flexion during action phase (25-75%, Table 1) between
displacement on the shooting hand will result in groups shows that less-experienced group were
the absence of ball spin during the shot. relatively having little downward peak curve
The time-series curves of the right-wrist compared to their experienced counterpart. It is
joint angles during action phase (25-75%, Table indicated that less-experienced subject were
1) between groups shows that less-experienced doing ineffective plantar flexion movement.
group were having relatively little displacement Ankle plantar flexion initiates the vertical
compared to their experienced counterpart. jumping movement. Plantar flexion shares the
Experienced group were more dynamic in right- function as vertical jump generators with knee
wrist flexion during action phase with wrist fully extension. They both are major determinant for
flexed in the end of the shooting, indicated from height release of the ball (Miller & Bartlett,
the curve shown in Figure 1b. This suggested that 1996). Greater height release permits the player
less-experienced participants were not applied to use smaller release angle (Okazaki et al.,
optimal backspin on the ball in which very 2015). Therefore, reduce the necessity to execute
important in every basketball shooting. the ball with the upper limb higher movement
Hip flexion angular velocity. Significant velocity.
difference was found in hip flexion angular
Figure 3. Temporal course of changes in mean joint angle during (a) right-elbow flexion (+)-
extension, and (b) right-wrist flexion (+)- extension.
Right-elbow extension angular velocity. known speed-accuracy trade-off (Fitts, 1954;
Significant difference was found in the right- Meyer, Abrams, Kornblum, Wright, & Keith
elbow extension angular velocity during action Smith, 1988) the shooting with higher speed of
phase of shooting jump shot (Table 3). The release may also influenced the loss of accuracy.
experienced group was found to have faster Thus, to overcome this problem highly skilled
elbow extension. The time-series curves shown players were observed to apply spin to the ball
in Figure 3a of the right-elbow joint angles during and increase ball rotation during flight. There are
action phase (25-75%, Table 1) between groups advantages to apply backspin highlighted by
shows that less-experienced group were some authors as the following: (a) reduce the
relatively having a static curve (little magnitude) horizontal velocity of the ball, (b) make a down-
compared to their experienced counterpart. ward deflection when the ball hit the backboard
Despite no significant difference found in right- or the ring, in case the ball does not goes into the
elbow angular displacement during action phase basket, the ball with backspin will fall near the
between groups, it is indicated that elbow were backboard to open chance for offensive rebound
not moving faster enough through its range of and (c) preserves the velocity of the ball during
motion in the less-experienced group. Horizontal flight (Hamilton & Reinschmidt, 1997; Knudson,
ball propelling force are mainly comes from 1993). A low release velocity generated by
elbow extension. Therefore insufficient impulse applying backspin to the ball was associated with
resulted from slower elbow extension may result decreased movement variability of the body seg-
in failure to overcome the long trajectory to reach ments, thereby increasing movement consistency
the basket. Okazaki & Rodacki (2012) revealed (W G. Darling & Cooke, 1987; W. G. Darling &
that as the shooting distance increased, the ball Cooke, 1987). Player who had low release
release velocity also increased. velocity has the advantage to perform movement
Right-wrist flexion angular velocity. corrections using visual and proprioceptive
Significant difference was found in the right- feedback and generate less neural noise
wrist flexion angular velocity during action phase (Schmidt, Zelaznik, Hawkins, Frank, & Quinn,
of shooting jump shot (Table 3). The experienced 1979).
group was found to have faster wrist flexion
CONCLUSION
movement. The time-series curves shown in
Figure 3b of the right-wrist joint angles during In conclusion, based on the findings of this
action phase (25-75%, Table 1) between groups present comparative study, there is different kine-
shows that less-experienced group were matic profile between the experienced group and
relatively having a static curve (little magnitude) the less-experienced group during jump shot in
compared to their experienced counterpart. The basketball. The differences including kinematic
experienced group recorded high peak velocity at parameters (angular velocity and angular
+214.7˚/s (Figure 3b) and it was relatively higher displacement) in the ankle joint angle, hip joint
compared to the less-experienced group. Higher angle, shoulder joint angle, elbow joint angle, and
speed rate of wrist flexion promotes an effective wrist joint angle. Given the result of this study,
ball spin during the shot. Regarding on higher proper jump shot should be characterized by
speed release of the ball found in farther shooting rapid movement and optimum displacement both
distance (Okazaki & Rodacki, 2012), on the well-
for lower and upper extremities especially during points. Journal of Physical Education,
preparatory and action phase. Recreation & Dance, 64(2), 67–73.
https://doi.org/10.1080/07303084.1993.10
REFERENCES
606710
Brancazio, P. J. (1981). Physics of basketball. Meyer, D. E., Abrams, R. A., Kornblum, S.,
American Journal of Physics, 49(4), 356– Wright, C. E., & Keith Smith, J. E. (1988).
365. https://doi.org/10.1119/1.12511 Optimality in human motor performance:
Button, C., Macleod, M., Sanders, R., & ideal control of rapid aimed movements.
Coleman, S. (2003). Examining movement Psychological Review, 95(3), 340.
variability in the basketball free-throw https://doi.org/10.1037/0033-
action at different skill levels. Research 295X.95.3.340
Quarterly for Exercise and Sport, 74(3), Michaud-Paquette, Y., Magee, P., Pearsall, D., &
257–269. Turcotte, R. (2011). Whole-body
https://doi.org/10.1080/02701367.2003.10 predictors of wrist shot accuracy in ice
609090 hockey: a kinematic analysis. Sports
Çetin, E., & Muratlı, S. (2014). Analysis of jump Biomechanics, 10(1), 12–21.
shot performance among 14-15 year old https://doi.org/10.1080/14763141.2011.55
male basketball player. Procedia - Social 7085
and Behavioral Sciences, 116, 2985–2988. Miller, S., & Bartlett, R. (1996). The relationship
https://doi.org/10.1016/J.SBSPRO.2014.0 between basketball shooting kinematics,
1.693 distance and playing position. Journal of
Darling, W. G., & Cooke, J. D. (1987). Changes Sports Sciences, 14(3), 243–253.
in the variability of movement trajectories https://doi.org/10.1080/026404196087277
with practice. Journal of Motor Behavior, 08
19(3), 291–309. Okazaki, V. H. A., & Rodacki, A. L. F. (2012).
https://doi.org/10.1080/00222895.1987.10 Increased distance of shooting on
735414 basketball jump shot. Journal of Sports
Darling, W. G., & Cooke, J. D. (1987). Science and Medicine, 11(2), 231–237.
Movement related EMGs become more Retrieved from
variable during learning of fast accurate https://www.jssm.org/hfabst.php?id=jssm
movements. Journal of Motor Behavior, -11-231.xml
19(3), 311–331. Okazaki, V. H. A., Rodacki, A. L. F., & Satern,
https://doi.org/10.1080/00222895.1987.10 M. N. (2015). A review on the basketball
735415 jump shot. Sports Biomechanics, 14(2),
Filippi, A. (2011). Shoot like the pros: The road 190–205.
to a successful shooting technique. https://doi.org/10.1080/14763141.2015.10
Triumph Books. 52541
Fitts, P. M. (1954). The information capacity of Okubo, H., & Hubbard, M. (2015). Kinematics of
the human motor system in controlling the arm joint motions in basketball shooting.
amplitude of movement. Journal of Procedia Engineering, 112, 443–448.
Experimental Psychology, 47(6), 381–391. https://doi.org/10.1016/J.PROENG.2015.
https://doi.org/10.1037/h0055392 07.222
Hamilton, G. R., & Reinschmidt, C. (1997). Rojas, F. J., Cepero, M., Ona, A., & Gutierrez, M.
Optimal trajectory for the basketball free (2000). Kinematic adjustments in the
throw. Journal of Sports Sciences, 15(5), basketball jump shot against an opponent.
491–504. Ergonomics, 43(10), 1651–1660.
https://doi.org/10.1080/026404197367137 https://doi.org/10.1080/001401300750004
Hess, C. (1980). Analysis of the jump shot. 069
Athletic Journal, 61(3), 30–32. Satern, M. (1988). Performance EXCELLENCE:
Hopla, D. (2012). Basketball shooting. Human Basketball: Shooting the jump shot.
Kinetics. Strategies: A Journal for Physical and
Knudson, D. (1993). Biomechanics of the Sport Educators , 1(4), 9–11.
basketball jump shot-six key teaching https://doi.org/10.1080/08924562.1988.10
591612 Wissel, H. (2011). Basketball: Steps to success.

Schmidt, R. A., Zelaznik, H., Hawkins, B., Frank, Human Kinetics Publishers.
J. S., & Quinn, J. T. (1979). Motor-output Yates, G., & Holt, L. E. (1983). The development
variability: a theory for the accuracy of of multiple linear regression equations to
rapid motor acts. Psychological Review, predict accuracy in basketball jump
47(5), 415–451. shooting. In International Symposium on
Struzik, A., Pietraszewski, B., & Zawadzki, J. Biomechanics in Sports: Conference
(2014). Biomechanical analysis of the Proceedings Archive (Vol. 1). Retrieved
jump shot in basketball. Journal of Human from https://ojs.ub.uni-
Kinetics, 42(1), 73–79. konstanz.de/cpa/article/view/886
https://doi.org/10.2478/hukin-2014-0062
Veterinarija ir Zootechnika 2021;79(2):37-42 37
Comparative Analysis of Motility Characteristics and Kinematic

Parameters of Fresh, Chilled and Sexed Ram Semen –
Preliminary study
Stanimir Yotov1, Elena Kistanova2, Desislava Abadjieva2, Manol Karadaev1, Boyana Ivanova1,
George Bonev1, Dobri Yarkov1, Branimir Sinapov1
1
Department Obstetrics, Reproduction and Reproductive Disorders, Faculty of Veterinary Medicine, Trakia University,
6000 Stara Zagora, Bulgaria
2
Institute of Biology and Immunology of Reproduction, Bulgarian Academy of Sciences, 1113 Sofia, Bulgaria
Keywords: ram, semen motility, kinematics, chilling, sexing.
Abstract. The application of the bovine serum albumin (BSA) column method for sexing of sperma-
tozoa is cost effective and appropriate for small ruminants. The current study compares motility char-
acteristics and kinematic parameters of fresh, chilled and sexed ram semen with the aim to select the
high-quality ejaculates for semen sexing. Fresh, chilled and sexed semen from 4 East Friesian rams was
analysed by CASA, and immotile sperm cells, motile sperm cells, progressive motility, non-progressive
motility, VCL, VAP, VSL, STR, LIN and WOB were determined. Semen sexing was carried out in bo-
vine serum albumin columns and incubation for 45 min at a temperature of 25°C. The average values of
all semen parameters and the change of the most important indices in individual rams were estimated.
Significant differences (P < 0.05) were detected between immotile and motile sperm cells, progressive
and non-progressive motility, VCL and WOB of fresh and chilled semen. All investigated parameters
between fresh and isolated upper and bottom layer spermatozoa, excluding STR and WOB, differed
significantly (P < 0.05). The same dependency (P < 0.05) was detected for motile sperm, progressive
motility, VCL, STR and LIN between chilled and sexed spermatozoa. In conclusion, the average values
for motile sperm, progressive motility, VCL, STR and LIN of chilled and sexed ram spermatozoa are
significantly (P < 0.05) affected by chilling and sexing in BSA columns at 25°C for 45 min. CASA
analysis of motility and kinematic parameters of chilled semen can provide a correct choice of ejaculates
with high quality for sexing. The individual features of rams have influence on the semen characteris-
tics and should be take into consideration in selection of the donors for a production of the sexed semen.
Introduction ruminants, allowing effective use of high producing
During different procedures as dilution, chilling animals and an optimal production of males and
or sexing alters the quality of the sperm cells, which females in production systems (Hollinshead et al.,
can affect their fertilizing ability (Urry et al., 1983; 2002; Hamano, 2007; Ferreira-Silva et al., 2017;
Rodríguez-Martínez and Pena Vega, 2013; Acharya Gonzalez-Marín et al., 2021). The ram semen can
et al., 2020; Steele et al., 2020). The accurate be sexed by different sorting systems such as using
determination of the different changes has a crucial an albumin gradient (Maxwell et al., 1984), flow-
role for a selection of the ejaculates for future cytometry (Johnson, 2000) or a centrifugal counter
handling. Motility characteristics and kinematic with an aqueous two-phase system (Ollero et al.,
parameters determined by computer-assisted semen 2000). A few studies (Hadi and Al-Timimi, 2013;
analysis (CASA) are used by many authors with Solihati et al., 2019) report on the application of the
an increasing trend worldwide in the last years, for bovine serum albumin (BSA) column for sexing of
exclusion of subjectivity in evaluation of the semen fresh ram semen. They describe this method as easier,
quality and for prediction of fertility of different type cheaper and practically applicable, compared with
of semen (Robayo et al., 2007; Buchelly Imbachi et others, but the obtained results are still debatable.
al., 2018). Additionally, CASA systems provide clear Moreover, many experiments are conducted at
digital images of each spermatozoa track that allows different temperature and time for semen incubation
for individual motion analysis and accurate assessment with microscopic record of motility characteristics
of important kinetic parameters (Verstegen et al., only, without determination of kinematic parameters.
2002, Wilson-Leedy and Ingermann, 2011; Amann According to Solihati et al. (2019), the viability of X-
and Waberski, 2014). and Y-sperm incubated from 45 min was better than
The introduction of sexed sperm is a new tool for obtained after incubation for 60 and 75 min, and the
improvement of the reproductive efficiency of small X-sperm has the highest viability. Agasi et al. (2020)
separated bull sperm cells by the BSA column in a
Correspondence to Elena Kistanova, Institute of Biology and
laminar cabinet at a room temperature of 27°C. They
Immunology of Reproduction, Bulgarian Academy of Sciences, reported that motility, viability, and plasma membrane
1113 Sofia, Bulgaria. E-mail: kistanova@gmail.com integrity of this semen could be maintained on the
Veterinarija ir Zootechnika 2021;79(2)
38 S. Yotov, E. Kistanova, D. Abadjieva, M. Karadaev, B. Ivanova, G. Bonev, D. Yarkov, B. Sinapov
quality level after freezing and thawing. Sometimes contained 1 mL of 10% BSA and the upper layer
after collection semen has to be preserved for an contained 1 mL of 5% BSA. Chilled ram semen (1 mL)
extended period before transporting it to the lab and was added to each BSA column; it was preliminarily
submission of semen sexing procedure. It is associated diluted with a BO medium until adjustment to a
with semen preservation at a low temperature (Maicas concentration of 200×106 cells per mL. The BSA
et al., 2020). There is a single report (Hollinshead columns were incubated at a temperature of 25°C for
et al., 2004) for sorting frozen semen in ruminants, 45 min. After that, each layer was carefully separated
but the information about CASA analysis of motility in an individual tube and centrifuged at 1800 rpm
and kinematics of sexed spermatozoa of chilled ram for 10 min. The supernatant was discarded, and the
semen was not available. semen was diluted with a semen extender and placed
The aim of this study was to compare the motility in a water bath at a temperature of 37°C until to a
characteristics and the kinematic parameters of fresh, CASA analysis. The layers of the BSA column with a
chilled and sexed ram semen by CASA analysis in concentration of 5% (upper) and with a concentration
relation to the selection of high-quality ejaculates for of 10% (bottom) were accepted to contain spermatozoa
semen sexing. bearing X and Y chromosome, respectively (Solihati
et al., 2019).
Material and methods Motility and kinematic parameters evaluation
The study was carried out in 4 East Fresian rams The semen was evaluated immediately after
at the age of 3.6 ± 0.4 years, body weight of 75 ± collection (fresh), at 24 h after storage at 5°C and
8.5 kg, reared in a group box at a small ruminant before dilution with the BO medium (chilled) and
farm, located at N 42.25 and E 25.38. The animals after processing by the BSA column method (sexed).
were housed in the uniform technology, and feeding Immediately before examination, the semen samples
included alfa-alfa and meadow straw, concentrate, were gently mixed and a 5 μL drop was placed on
vitamin and mineral premix and drinking of water a slide warmed at 37°C, and covered with a 20 mm
at libitum. Investigation was performed during the × 20 mm cover slip. Computer-assisted semen
breeding season after 20 days of sexual abstinence of analysis was carried out by qualified operator using
all rams. The experiment was conducted according the Sperm Class Analyzer software (SCA® 2002,
to the recommendations of the Local Animal Ethics Microptic, Barcelona, Spain). The measured motility
Committee and regulations for human attitude and characteristics and kinematic parameters included
animal protection. immotile sperm cells (%), motile sperm cells (%),
Semen collection, primary assessment, dilution and progressive motility (%), non-progressive motility
chilling (%), curve linear velocity (VCL; μm/s), average path
The semen was collected by the artificial vagina velocity (VAP; μm/s), straight-line velocity (VSL;
method in presence of a teaser sheep, between μm/s), linearity (LIN; %), straightness (STR; %) and
8.00–9.00 am, transported to the laboratory and oscillation index (WOB; %). The software settings
placed on a water bath at 37°C, and submitted to a were adjusted to ram semen assessment according
primary assessment. The volume was measured on to manufacturer recommendations. A percentage of
the graduated semen collection tube, the motility reduction for the different indices was calculated as
and sperm concentration (×109/mL) were evaluated the values before chilling and sexing were accepted as
by the CASA system. The percentage of abnormal 100% and this information is presented in Figure 1.
sperms for fresh semen was recorded in stained slides Statistical analysis
by microscopic examination using of Motic Image The data were processed by statistical program
Plus digital software system (Motic China Group Ltd, Statistica version 7.0 (Stat-Soft., 1984–2000 Inc.,
2001–2004). Tulsa, OK, USA). The motility characteristics and
Only semen with normal color and transparency, kinematic parameters for each type of semen were
volume > 1.5 mL, sperm concentration > 1.5 ×109/mL, given as mean ± standard deviation. Initially, the
motile sperm > 70% and abnormal sperms < 15% was values were tested for normal distribution of variances
used. After the primary assessment and on the basis by Kolmogorov-Smirnov and Lilliefors tests, then
of CASA results, each ejaculate was diluted with Tris- they were transformed logarithmically. The mean
glucose-glycerol-based extender to a concentration of values of each index between fresh, chilled semen and
400×106 sperm cells per mL and stored in a refrigerator spermatozoa originated from the upper and bottom
at 5°C for 24 h. layers were compared by non-parametric Mann-
Semen sexing method Whitney test. Statistical significance was considered
Semen sexing was carried out by albumin gradient at P < 0.05.
separation of the BSA column. Initially, BSA fraction
V was placed in the Brackett and Oliphant (BO) Results
medium in concentrations of 5% or 10% and stored During the primary assessment, considerable
in a refrigerator for dissolving. BSA columns were differences between the quality of ejaculates collected
prepared in graduated glass tubes as the bottom layer from different rams were not determined. The semen

Comparative Analysis of Motility Characteristics and Kinematic Parameters of Fresh, Chilled and Sexed Ram Semen 39
was without impurity and with normal colour. The curve linear velocity and oscillation index (WOB)
values for volume of ejaculate, sperm concentration, between fresh and chilled semen differed significantly
total motility, abnormal spermatozoa and pH varied (P < 0.05) while the rest parameters were identical
between 1.5–2.4 mL, 2.5–3.2 x 109 per mL, 89.02%– (Table 1).
98.5% and 8.4%–12.2%, 6.5–6.9, respectively. All In rams 2 and 4, the progressive motility dropped
parameters of fresh semen were in a normal range for with 46.4% and 61.4%, respectively, compared with
small ruminants. the initial values (Fig. 1A). The same situation was
The average values for immotile and motile sperm recorded for curve linear velocity, but this process
cells, progressive and non-progressive motility, was strictly individual. The highest decrease (64.3%)
Table. 1 Motility characteristics and kinematics of fresh, chilled and sexed ram semen (Mean ± SD).
Type of semen
Parameter Fresh Chilled Sexed (n = 4)
(n = 4) (n = 4) Upper layer (X) Bottom layer (Y)
a b bc
Immotile sperm (%) 6.23 ± 6.31 18.6 ± 6.97 32.4 ± 7.88 44.27 ± 23.01bcd
Motile sperm (%) 93.77 ± 6.31a 85.15 ± 3.60b 67.6 ± 7.88c 63.23 ± 9.24cd
Progressive motility (%) 70.27 ± 22.75a 40.05 ± 5.25b 15.05 ± 8.46c 12.51 ± 7.70cd
Non-progressive motility (%) 23.5 ± 16.48a 45.1 ± 6.33b 52.55 ± 0.49c 50.72 ± 1.86bc
a b c
VCL (μm/s) 149.44 ± 44.76 89.86 ± 22.46 51.53 ± 10.44 48.67 ± 10.22cd
VAP (μm/s) 75.29 ± 22.25a 47.94 ± 8.41ab 35.34 ± 7.97bc 32.64 ± 8.32bcd
VSL (μm/s) 40.64 ± 12.00a 27.39 ± 4.64ab 25.29 ± 6.11abc 23.16 ± 6.56abcd
STR (%) 39.73 ± 16.06a 55.7 ± 1.45ab 63.34 ± 0.68c 62.15 ± 2.30cd
LIN (%) 38.68 ± 11.05a 35.77 ± 2.28b 47.01 ± 0.08ac 45.01 ± 2.60cd
a b c
WOB (%) 50.24 ± 1.18 59.21 ± 2.35 67.31 ± 0.55 65.18 ± 2.35abc
Values with different superscript within a row differ each other at P < 0.05.
Figure 1. Changes of some motility characteristics and kinematic parameters of individual rams.
A – progressive motility of fresh semen vs. chilled semen; B – velocity curve linear of fresh semen vs. chilled semen;
C – progressive motility of chilled semen vs. upper (X) and bottom (Y) layer; D – velocity curve linear of chilled semen
vs. upper (X) and bottom (Y) layer.
was demonstrated in the semen of ram 4, followed by reported also different semen resistance to a low
this of ram 2 (46.4%), while VCL in rams 1 and 3 was temperature. They related the variation in freezing
changed insignificantly (Fig. 1B). resilience of ram spermatozoa with the source and
After incubation of semen in the BSA column for composition of the seminal plasma. Spermatozoa
45 min, immotile sperm, non-progressive motility, produced from low-resilience rams frozen with high-
STR, LIN and WOB were increased while motile resilience seminal plasma exhibited higher motility
sperm, progressive motility, VCL, VAP and VSL than those from low-resilience rams frozen with low-
(P < 0.05) were decreased. All investigated parameters resilience seminal plasma.
between fresh and isolated upper and bottom layer Different studies have reported using the BSA
spermatozoa, excluding STR and WOB, differed column method in fresh semen sexing, but information
significantly (P < 0.05). The same dependency on sexing of chilled ram semen is too limited. The
(P < 0.05) was detected for motile sperm, progressive incubation of chilled semen in the BSA column for
motility, VCL, STR and LIN between chilled and 45 min affected semen motility characteristics and
sexed spermatozoa. However, the greatest reduction kinematic parameters of the spermatozoa, irrespective
of progressive motility (over 65%) was observed in of presence of X or Y chromosome. It was conducted
samples from rams 3 and 4 for both types of sperm cells to increase the average values of immotile sperm,
X and Y (Fig. 1C), while in ram 2, the same effect was non-progressive motility, STR, LIN and WOB and
registered only for spermatozoa with Y chromosome. decrease motile sperm, progressive motility, VCL,
The comparative analysis between the average values VAP and VSL, compared with the obtained values
of all parameters for spermatozoa isolated from the immediately before sexing (P < 0.05). Solihati et al.
upper and the bottom layer showed no significant (2019) determined that sexing of ram semen by the
differences (Table 1; P > 0.05). Nevertheless, there same method had a significant effect on motility, intact
was a clear tendency (P < 0.067) to more motile sperm plasma membrane and intact acrosome cup, but did
and a lower decrease of progressive motility for the not significantly affect abnormalities. The incubation
spermatozoa from the upper layer, mainly in rams 1 time of 45 min resulted in the same motility as the
and 3. The motility and progressive motility of sexed incubation time of 60 min, but at the incubation of 45
spermatozoa in rams 1 and 2 were the highest (> 65% min, the highest percentage of spermatozoa were with
and > 22%), whereas in ram 4, they were the lowest intact plasma membrane and intact acrosome cup.
(< 60 % and < 10%). The sexing process resulted in The chilling and sexing changed the motility and
an additional drop in VCL of the sorted semen with kinematics of the sorted spermatozoa, compared with
some differences between the individuals (Fig. 1D). the values for fresh and chilled semen. Evidence for
Even in ram 1 showing the best semen quality, VSL that was significant differences (P < 0.05) in almost
was reduced with 47% for both types of sperm cells. all investigated parameters between fresh and isolated
upper and bottom layer spermatozoa and differences
Discussion in motile sperm, progressive motility, VCL, STR and
The kinematic parameters, especially sperm LIN between chilled and sexed sperm cells.
motility, are the commonly used indicators in According to Agasi et al. (2020), the motility
measurement of male fertility. The good motility decrease during the separation process might be
is very important for sperm migration through the the result of reduced nutrition. In regard to sperm
female genital tract and for gamete interaction at morphokinetics, sex sorting resulted in increased
fertilization (Robayo et al., 2007). The current study numbers of immotile sperm and decreased numbers
indicated that chilling process significantly (P < 0.05) of progressive and hyperactivated sperm (Steele et al.,
affects the average values for immotile and motile 2020). The highest reduction of progressive motility
sperm cells, progressive and non-progressive motility, for sperm cells from upper (X) and bootom layers
curve linear velocity and oscillation index with a slow (Y), observed in samples of rams 3 and 4, and the
effect on the other kinematic parameters. A similar same effect for spermatozoa with Y chromosome in
decline of CASA recorded motility, progressive ram 2 can be explained by an individual response of
motility and VCL in Katahdin rams at 24 h after both types of gametes in different rams to separating
chilling was determined by Acharya et al. (2020). process. Related to this, Burroughs (2011) reveals
Regardless of this result, the additional analysis that in some animals BSA can bind sperm plasma
of the data showed high individual sensitivity of membrane and adsorb cholesterol. It is a reason for
the spermatozoa from different samples to chilling damage of the plasma membrane causing loss of
process. It was clearly demonstrated by a considerable motility and fertilization of the sperm.
drop of the progressive motility in rams 2 and 4, In spite of insignificant differences between the
compared with the obtained values for fresh semen. average values of all parameters for spermatozoa
The same strict individuality was registered for curve isolated from the upper and the bottom layer, there
linear velocity, presented with the highest decrease was a clear tendency (P < 0.067) to more motile
of this parameter in the semen of ram 4, followed by sperm and a lower decrease of progressive motility
this of ram 2, ram 3 and ram 1. Rickard et al. (2016) for the spermatozoa from the upper layer, especially

Comparative Analysis of Motility Characteristics and Kinematic Parameters of Fresh, Chilled and Sexed Ram Semen 41
in samples for rams 1 and 3. In support of the and incubation for 45 min can be used for separation
abovementioned are results obtained by Solihati et of spermatozoa, bearing X or Y chromosome, but
al. (2019) who also used the BSA column for ram preliminary CASA analysis of the chilled semen is
semen sorting. They registered longer longevity for recommended. The determination of the kinematic
X sperm, compared with Y sperm after incubation parameters will be beneficial in selection of ejaculates
time of 45, 60 and 75 min. The higher percentage of for future semen sorting. Robayo et al. (2007) showed
sperm with mitochondrial membrane potential and VCL, VAP, STR and LIN as highly significantly (P
the percentage of live sperm with a reacted acrosome < 0.01) related with migration of sperm through the
for X than Y group from 0 h to 4 h of incubation were cervical mucus and suggested that specific kinematic
observed by Carvalho et al. (2018). This preliminary parameters confer the ability of spermatozoa to
study indicated that the chilled ram semen incubated colonize and migrate through epithelial mucus with
at a temperature of 25°C for a period of 45 min can different rheological properties. Future investigations
produce sexed sperm of good quality, but not from with ejaculates from a large number of animals and
each ram. This was confirmed with the recorded use of sorted semen for artificial insemination will
highest motility and progressive motility of sexed clarify additionally the questions about sexing of
spermatozoa in rams 1 and 2 and very low values in chilled ram semen.
ram 4. The reduction in VCL of sorted semen, even In conclusion, the average values for motile
in rams with the best semen quality, before sexing sperm, progressive motility, VCL, STR and LIN of
can be accepted as additional evidence for individual chilled and sexed ram spermatozoa are significantly
features of ejaculates in different animals. From (P < 0.05) affected by chilling process and incubation
the practical point of view, only sexed semen from in the BSA column at 25°C for 45 min. CASA of
rams 1 and 2 could be recommended for artificial motility and kinematic parameters of chilled semen
insemination, because it had enough motile sperm provides a correct choice of ejaculates with high
cells. In agreement with this, Hollinshead et al. (2002) quality for sexing. The individual features of rams
reported pregnancy after laparoscopic insemination have influence on the semen characteristics and should
with low numbers of sex-sorted frozen-thawed motile be taken into consideration for a selection of the
sperm per dose (2–4 x 106). donors for production of sexed semen. The obtained
In the current study, we can speculate that high information can be beneficial for optimization of the
quality of motility and kinematic parameters of sheep reproduction.
fresh ram semen not always is a guaranty for good
results after chilling and sexing. The individual Acknowledgments
characteristics of different rams can affect significantly The research leading to these results has received
semen indices such as immotile sperm cells, motile funding from the Ministry of Education and Science
sperm cells, progressive motility, non-progressive under the National science program INTELLIGENT
motility, velocity curve linear and oscillation index ANIMAL HUSBANDRY, grant agreement № Д01-
during the chilling and sorting. Sexing of chilled ram 62/18.03.2021.
semen by the BSA column at a temperature of 25°C
References
1. Acharya, M., Burke, J. M., Rorie, R. W. Effect of Semen Ex- Percoll Density Centrifugation for Sperm Sexing in Small
tender and Storage Temperature on Motility of Ram Sper- Ruminants. Global Journal of Science Frontier Research: D
matozoa. Advances in Reproductive Sciences. 2020. T. 8. P. Agriculture and Veterinary. 2017. T. 17. P. 55–59.
14–30. 8. Gonzalez-Marín C., Gongora C.E., Moreno J.F., Vishwanath
2. Agasi F. A., Yusuf M., Said S., Toleng A. L. The quality of R. Small ruminant SexedULTRA™ sperm sex-sorting: Sta-
Sumba Ongole sperms after sexing using bovine serum al- tus report and recent developments. Theriogenology. 2021.
bumin column in Bracket Oliphant extender at different T. 162. P. 67–73.
temperatures. 2020. IOP Conference Series: Earth and En- 9. Hadi S., Al-Timimi I.H. Separation of Y-chromosome Bear-
vironmentalScience. T. 492. 012066. doi:10.1088/1755- ing Ram’s Sperms using an Albumin Gradient Technique and
1315/492/1/012066 Identification of Embryos by PCR. AL-Qadisiyah Journal of
3. Amann RP, Waberski D. Computer-assisted sperm analysis Veterinary Medicine Sciences. 2013. T. 12. P. 144–151.
10. Hamano K. Sex preselection in bovine by separation of X-
(CASA): capabilities and potential developments. Theriogen-
and Y-chromosome bearing spermatozoa. The Journal of re-
ology. 2014. T. 81. P. 5–17. production and development. 2007. T. 53. P. 27–38.
4. Buchelly Imbachí F, Zalazar L, Pastore JI, Greco MB, Iniesta- 11. Hollinshead F.K., O’Brien J.K.,Maxwell W.M.C., Evans G.
Cuerda M, Garde JJ, Soler AJ, Ballarin V, Cesari A. Objective Production of lambs of predetermined sex after the insemi-
evaluation of ram and buck sperm motility by using a novel natin of ewes with low numbers of frozen-thawed sorted X- or
sperm tracker software. Reproduction. 2018. T. 156. P. 11–21. Y-chromosome-bearing spermatozoa. Reproduction, Fertility
5. Burroughs, C. A. Removing Seminal Plasma Improves Sex- and Development. 2002. T. 14. P. 503–508.
Sorting of Bovine Sperm.Thesis. 2011. Department of Bio- 12. Hollinshead FK, Evans G, Evans KM, Catt SL, Maxwell WM,
medical Sciences. Colorado State University. Colorado. P. 17. O’Brien JK. Birth of lambs of a pre-determined sex after in
6. Carvalho J. O., Sartori R., Rodello L., Mourão G. B., Bicudo vitro production of embryos using frozen-thawed sex-sorted
S. D., Dode M. A. N. Flow cytometry sex sorting affects bull and re-frozen-thawed ram spermatozoa. Reproduction. 2004.
sperm longevity and compromises their capacity to bind to T. 127. P. 557–68.
oviductal cells. Livestock Science. 2018. T. 207. P. 30–37. 13. Johnson LA. Sexing mammalian sperm for production of
7. Ferreira-Silva J.C., Moura M.T., Basto S.R.L., Oliveira offspring: the state of- the-art. Animal Reproduction Science
L.R.S., Caldas E.L.C., Filho M.L.S., Oliveira M.A.L. Use of .2000. T. 61. P. 93–107.

14. Maicas C, Holden SA, Drake E, Cromie AR, Lonergan P, 19. Rodríguez-Martínez H., Vega F.P. Semen technologies in
Butler ST. Fertility of frozen sex-sorted sperm at 4 × 106 domestic animal species. Animals Frontiers. 2013. T. 3. P.
sperm per dose in lactating dairy cows in seasonal-calving 26–33.
pasture-based herds. Journal of Dairy Science. 2020. T. 103. 20. Solihati N, Rasad SD, Yusrina A, Winangun K, Toha. Qual-
P. 929–939. ity and longevity of local ram’s sexed sperm with albumin
15. Maxwell WMC, Meddoa G, Shite IG. Post thawing survival column. Jurnal Ilmu Ternak. 2019. T. 19. P. 113–121. DOI:
of motile ram sperm after isolation by layering on protein 10.24198/jit.v19i2.25632
columns. Theriogenol. 1984. T. 21. P. 601–606. 21. Steele H, Makri D, Maalouf WE, Reese S, Kolle S. Bovine
16. Ollero M, Perez-Pe R, Gargallo I, Morlanes S, Osada J, Mu- sperm sexing alters sperm morphokinetics and subsequent
inoBlanco T, Cebrian-Perez J (2000). Separation of ram sper- early embryonic development. Scientific Reports. 2020. T.
matozoa bearing X and Y chromosome by centrifugal coun- 10. P. 6255.
tercurrent distribution in an aqueous two phase system. 2000. 22. Verstegen J, Iguer-Ouada M, Onclin K. Computer assisted
Journal of Andrology. T. 21. P. 921–928. semen analyzers in andrology research and veterinary prac-
17. Rickard J. P., Schmidt R. E., Maddison J. W., Bathgate R., tice. Theriogenology. 2002. T. 57. P. 149–179.
Lynch G. W., Druart X., de Graaf S. P. Variation in semi- 23. Wilson-Leedy J., Ingermann R. 2011. Computer assisted
nal plasma alters the ability of ram spermatozoa to survive sperm analysis using ImageJ; description of necessary com-
cryopreservation. Reproduction, Fertility and Development. ponents and use of free software. (available at: https://imagej.
2014. T. 28. P. 516–523. nih.gov/ij/plugins/docs/CASAinstructions.pdf)
18. Robayo I, Montenegro V, Valdés C, Cox JF. CASA assess- 24. Urry RL, Middleton RG, McNamara L, Vikari CA. The effect
ment of kinematic parameters of ram spermatozoa and their of single-density bovine serum albumin columns on sperm
relationship to migration efficiency in ruminant cervical concentration, motility, and morphology. Fertility and Steril-
mucus. Reproduction Domestic Animmals. 2008. T. 43. P. ity. 1983. T. 40. 666–669.
393–399. doi: 10.1111/j.1439-0531.2007.00920.x.
Received 8 July 2021

Accepted 15 November 2021

PHYSICAL REVIEW PHYSICS EDUCATION RESEARCH 12, 010108 (2016)
Generalizing a categorization of students’ interpretations of linear kinematics graphs

Laurens Bollen,1,* Mieke De Cock,1,† Kristina Zuza,2,‡
Jenaro Guisasola,2,§ and Paul van Kampen3,∥
1
Department of Physics and Astronomy, KU Leuven, Celestijnenlaan 200c, 3001 Leuven, Belgium
2
Department of Applied Physics, University of Basque Country,
Plaza Europa 1, San Sebastian 20018, Spain
3
Centre for the Advancement of STEM Teaching and Learning
& School of Physical Sciences, Dublin City University, Glasnevin, Dublin 9, Ireland
(Received 23 September 2015; published 18 February 2016)
We have investigated whether and how a categorization of responses to questions on linear distance-time
graphs, based on a study of Irish students enrolled in an algebra-based course, could be adopted and
adapted to responses from students enrolled in calculus-based physics courses at universities in Flanders,
Belgium (KU Leuven) and the Basque Country, Spain (University of the Basque Country). We discuss how
we adapted the categorization to accommodate a much more diverse student cohort and explain how the
prior knowledge of students may account for many differences in the prevalence of approaches and success
rates. Although calculus-based physics students make fewer mistakes than algebra-based physics students,
they encounter similar difficulties that are often related to incorrectly dividing two coordinates. We verified
that a qualitative understanding of kinematics is an important but not sufficient condition for students to
determine a correct value for the speed. When comparing responses to questions on linear distance-time
graphs with responses to isomorphic questions on linear water level versus time graphs, we observed that
the context of a question influences the approach students use. Neither qualitative understanding nor an
ability to find the slope of a context-free graph proved to be a reliable predictor for the approach students
use when they determine the instantaneous speed.
DOI: 10.1103/PhysRevPhysEducRes.12.010108
I. INTRODUCTION three kinds of linear graphs that do not pass through the
origin: distance-time, water level versus time, and context-
This paper examines the generalizability and applicabil-
free. [5] The DCU students were enrolled in an algebra-
ity of a categorization of students’ responses to questions
based course; three quarters of them had not taken the
concerning numerical linear distance-time graphs devel-
equivalent of high school physics, and almost none had
oped by Wemyss and van Kampen [1], referred to as [1]
taken the equivalent of high school calculus. Students at
from now on. They based their categorization on responses
KU Leuven and UPV/EHU were enrolled in a calculus-
from science students at Dublin City University (DCU)
based course and had more extensive prior knowledge of
in Ireland. The categories were based on the level of
both calculus-based physics and mathematics. The analysis
understanding that students show and the difficulties they
of responses from such very different cohorts of students
have with scientific models, similar to the categorization
provides a severe test for the original categorization.
schemes used by Close and Heron, and Mashood and Singh
The main findings of [1] are the following: on a pretest,
[2–4]. In this paper we analyze the responses from 700 two-thirds of the DCU students could determine the direc-
students in two different universities in two different tion of motion from a linear distance-time graph not passing
countries, KU Leuven in Belgium and the University of through the origin. Constancy of the speed was determined
the Basque Country in Spain (UPV/EHU) to translated by about three-quarters of the students. Their responses
versions of the questions in [1]. The questions concerned comprised three categories: (i) reasoning based on the line
being straight or the slope being constant, (ii) interval-based
* reasoning, and (iii) other reasoning. Only 20% of the
Laurens.Bollen@fys.kuleuven.be
†
Mieke.DeCock@fys.kuleuven.be students correctly determined the instantaneous speed by
‡
kristina.zuza@ehu.es calculating Δx=Δt, while over half of them calculated x=t.
§
jenaro.guisasola@ehu.es The reason students gave for the constancy of the speed did
∥
Paul.van.Kampen@dcu.ie not correlate with successfully determining a value for the
speed. In addition, it was shown that the ability to determine
Published by the American Physical Society under the terms of
the Creative Commons Attribution 3.0 License. Further distri- the slope of a context-free graph and having a correct
bution of this work must maintain attribution to the author(s) and qualitative understanding of a distance-time graph are not
the published article’s title, journal citation, and DOI. sufficient to correctly determine the numerical value of the
2469-9896=16=12(1)=010108(10) 010108-1 Published by the American Physical Society

LAURENS BOLLEN et al. PHYS. REV. PHYS. EDUC. RES. 12, 010108 (2016)
instantaneous speed. Finally, the students responded to Wemyss and van Kampen can be generalized to calculus-
isomorphic questions on water level versus time graphs based physics students.
more successfully than those on distance-time graphs. Another topic relevant to this paper is the transfer of
In Sec. II we give an overview of the literature on graphs mathematical knowledge and skills regarding linear graphs
in kinematics. In Sec. III we discuss the research design in to a physical context. Christensen and Thompson argued that
three steps: we list our research questions (Section III A), students have difficulties with graphs in physics because they
describe the educational contexts at KU Leuven, UPV/ do not possess the required mathematical knowledge [22].
EHU, and DCU (Section III B), and explain the data Planinic et al. showed that, contrary to teachers’ expect-
collection and analysis procedure (Section III C). We ations, students encounter more difficulties with determining
summarize and discuss the results of our study in the slope of a line graph in physics than in isomorphic
Sec. IV, including detailed comparisons to the findings mathematics problems. They also found that students having
at DCU and other results from earlier research dealing with the necessary mathematical knowledge does not guarantee
linear graphs. We summarize our conclusions in Sec. V. success on isomorphic questions with physics (or other)
contexts. While the same difficulties were observed, slope–
II. LITERATURE OVERVIEW height confusion (i.e., confusing the ordinate of a point with
the slope at that point) occurred remarkably more frequently
The representational format and context of a question
in the context of physics than in the context of mathematics
are important factors in the problem-solving strategy stu-
[23,24]. Knockaert corroborated these results for Belgian
dents choose and the corresponding success rate [6–11].
high school students, and noticed they fared significantly
Moreover, students’ opinions of their skills in dealing with
worse with questions containing a graph than with analogous
different representations correlate poorly with their actual
problems that use symbolic representations [11].
performances [12]. It is therefore important to examine
In Sec. III we discuss the design of our project and
students’ approaches to and difficulties with particular
the influence of the results from these earlier studies. In
representational formats [7,13]. This work focuses on
Sec. IV we compare our results with some of the findings
students’ interpretations of linear graphs in two different
described above.
kinematics contexts and compares these results to the
responses in a context-free setting.
Earlier research has shown that students encounter a lot III. RESEARCH DESIGN
of difficulties with linear graphs in physics and mathemat- A. Research questions
ics. In a review paper, Leinhardt et al. distinguished three
Our main concern is whether the categorization valid
categories of incorrect student responses: interval–point
for responses from students enrolled in an algebra-based
confusion, slope–height confusion, and iconic interpreta-
course at DCU in Ireland [1] may be adopted or adapted to
tions [14]. Interval–point confusion occurs when students
characterize the responses from students enrolled in calcu-
narrow their focus down to a single point even though a
lus-based courses at KU Leuven (Flanders, Belgium) and
range of points is more appropriate. However, Preece
UPV/EHU (Basque Country, Spain). We focus on the
argued this may often be a consequence of an ambiguous
categorization itself rather than the prevalences of the
wording of the question [15]. Slope-height confusion takes
students’ responses. The research questions on students’
place when students confuse the slope of a graph with the
approaches to linear graphs are
coordinates at a certain moment [16–19]. Iconic interpre-
(1) To what extent do students from different educa-
tation, often called graph-as-picture error, contains mis-
tional backgrounds have similar approaches to
takes related to the interpretation or construction of graphs
identifying the direction of motion?
as if it were a photographlike replication of the path
(2) Can a common categorization for the reasoning
traveled by an object [16–21].
about the constancy of the speed and the determi-
Beichner designed the Test of Understanding Graphs in
nation of instantaneous speed be developed?
Kinematics (TUG-K) and observed that only about one out
(3) Do students adopt different approaches depending
of four students could determine the slope of a graph that
on the context of the questions?
does not pass through the origin, whereas 73% could do
(4) To what extent are qualitative understanding of
this when the line did go through the origin [16]. Likewise,
kinematics graphs and the ability to determine the
students at DCU tended to use a formula where distance
slope of a context-free graph sufficient to correctly
is divided by time (v ¼ x=t or similar) when asked about
determine the instantaneous speed, and can they
the speed at a particular instant [1]. Beichner also noted
predict the approach students will use?
that students in calculus-based physics courses performed
significantly better than those in algebra or trigonometry-
based courses [16]. Therefore, it is interesting to compare B. Educational context
the students from KU Leuven and UPV/EHU with those Student responses were obtained at KU Leuven in
of DCU and investigate to which extent the findings by Flanders, Belgium and at UPV/EHU in the Basque
010108-2
GENERALIZING A CATEGORIZATION OF … PHYS. REV. PHYS. EDUC. RES. 12, 010108 (2016)
Country, Spain. In both countries, the high school (secon- 4 h of problem-solving sessions per week and three
dary school) curriculum includes topics on motion in one laboratory sessions of 3 h. After a few weeks of instruction
and two dimensions, motion with constant acceleration, that include the kinematics curriculum, students may take
circular motion, and projectile motion. an optional midterm exam. Participation is highly recom-
At KU Leuven, the questions were given to 223 students mended and typically over 90% of the students take part.
in 2013 and to 214 students in 2014. All students were In 2013 and 2014, a Dutch translation of the questions
enrolled in the first year of the Bachelor of Pharmaceutical shown in Fig. 1 was part of the midterm exam.
Sciences program, which includes a mandatory introduc- At UPV/EHU, the questions were given to 122 students in
tory course on mathematics and calculus-based physics. 2013 and 126 students in 2014. These students were enrolled
This course comprises 4 h of lectures plus between 2 h and in an engineering program which comprises a calculus-based
FIG. 1. English version of questions used to investigate approaches to kinematics graphs at KU Leuven and UPV/EHU: a linear
distance-time graph (ball context) with negative slope (a), a water level versus time graph (swimming pool context) with a positive slope
(b), and a context-free graph (c). The questions are taken from [1].
010108-3
mechanics course in the first semester. The instruction linear kinematics graphs. We also describe how we adapted
consists of 2 h of lecture classes and 1.5 h of problem the categorization and how the prevalence of the responses
solving sessions per week. In the last 15 min of most lectures depends on the context (ball vs swimming pool). We com-
the students take a small feedback exam to promote the pare responses from the three universities. In Subsec. IV B
interest of the students during the course. The marks obtained we discuss how responses on qualitative questions about
are part of the final mark for the mechanics course (about kinematics graphs correlate with approaches to determining
20% in total, and 1% per test). At the end of the first lecture the instantaneous speed. The results of the context-free
(which was not about kinematics) this exam included a questions are presented in Subsec. IV C. In addition, we
Basque translation of the questions shown in Fig. 1. compare student success rates with questions on context-
For comparison purposes, we have included data free graphs with kinematics graphs and discuss to what
obtained from the DCU students who were enrolled in extent mathematical understanding of context-free graphs
an algebra-based course, with much different attainment is a sufficient condition to determine the instantaneous
levels in both physics and mathematics [1]. speed from a kinematics graph.
C. Data collection and analysis A. Student approaches to kinematics graphs

Data collection at KU Leuven and UPV/EHU was spread 1. Determining the direction of motion
over two years. In 2013, 116 students at KU Leuven were The first part of the question (see Fig. 1) asked students
given the ball question and 107 were given the swimming to determine the direction of motion. We did not find a
pool question, both with negative slope. In 2014, 92 students significant difference between the positive and negative
got a version of the ball question with positive slope, slope in the KU Leuven data, in contrast to the findings
supplemented by a context-free question with positive slope. of [1]. At both KU Leuven and UPV/EHU, about
The other 122 students got the swimming pool question with 80% of the students were able to correctly determine the
positive slope and a context-free question with negative direction of motion of the ball, and about 95% correctly
slope. As there were fewer participants at UPV/EHU, we determined how the water level in the swimming pool was
gave these students the same questions in 2013 and 2014. changing.
A total of 129 students responded to the ball question with Further analysis confirms the findings from DCU [1].
negative slope and a context-free question with positive Students seem to have significantly more problems to
slope. The other 119 students were asked the swimming pool determine the direction of motion in the context of the
question together with a context-free question, both with ball than in the context of the swimming pool. However,
negative slope. the difference appears to be an artifact of the question: it
In all three universities, students completed the paper- appears that the ball question elicits difficulties with the
and-pencil questionnaire under exam conditions. This abstract nature of a reference point, while in the swimming
means they could not communicate with each other and pool setting students see the bottom of the pool as a
could not consult any textbook or lecture notes. They had “natural” reference point. An example of a student that is
approximately 30 min to answer the questions, but most confused by the location of the reference point in the linear
students finished early. distance-time graph is given below
Students’ responses were categorized independently at
KU Leuven and UPV/EHU using the categories that were “The direction of motion of the ball depends on where
adopted in [1]. In some cases we found clusters of responses the reference point is situated.”
that seemed to warrant a separate category but could only be
fitted in the “other” category. These responses typically This kind of mistake was not observed in the water level
contained explanations based on scientific models that were versus time question.
not present in the study of [1]. In those cases we discussed
how we could extend the categorization system and rean- 2. Determining whether the speed is constant
alyzed the data. This process was iteratively followed until Students used various approaches to determine whether
we agreed on categories that were valid for all universities the speed in a kinematics graph is constant or not. As
and were significantly populated. The final categorization is explained by Wemyss and van Kampen, most correct
discussed in Sec. IV. By means of a χ 2 test it was established responses are based on an argument that the graph depicts
that at each university the data for both years were not a straight line or that the slope is constant [1]. For example,
significantly different [25].
“Since the slope of the graph is constant, the speed will
IV. RESULTS AND DISCUSSION be constant.”
In this section we present the results of our study. In the “The speed is constant because the xðtÞ graph is a
first part, we discuss the difficulties students encounter with straight line.”
010108-4
Another important category comprises responses that believe this is not an example of slope-height confusion. It
rely on an interval reasoning [1]. The interval reasoning is more likely students made an v ¼ x=t error, as illustrated
can be divided into two subcategories: a qualitative by this explanation:
approach, e.g.,
“The speed of the ball decreases as we see in the
“In the same time, the ball moves the same distance.” graph. Speed is distance divided by time and gradually
decreases.”
or a quantitative approach,
Some students set up a table showing that the speed
“The water level changes with constant speed since decreases over time.
Δx x2 − x1 By contrast, very few students wrote down that the water
v¼ ¼ ¼ −0.4 ¼ constant:” level changed at a decreasing rate. We also noticed that
Δt t2 − t1 the calculus-based physics students generally like to use a
However, contrary to the algebra-based physics students qualitative interval approach in the ball question, and prefer
at DCU, a significant fraction of students at KU Leuven a quantitative interval approach in the swimming pool
and UPV/EHU used an approach based on the derivative question. Moreover, many of the incorrect responses to the
of the function, for example, swimming pool question used a speed equals distance over
time argument. These observations support the hypothesis
“The vðtÞ graph is the derivative of the xðtÞ graph, and that incorrect application of “speed equals distance over
is a straight line parallel to the x axis.” time” is an important obstacle for students in algebra-based
and calculus-based courses alike.
“v is the derivative of x and is constant.” The prevalence of the responses is different for the three
universities. This can be explained by the differences in
Since these responses are also linked to the character- attainment. Since the DCU students follow an algebra-
istics of straight line graphs, we chose not to add based course, Wemyss and van Kampen did not observe
differentiation as a new category but to relabel the arguments based on the derivative of a function [1].
existing category to accommodate responses based on However, the most conspicuous difference is that students
the derivative. Some students who gave correct responses at UPV/EHU strongly favor the interval approach. This is
used a combination of these approaches, a few used a probably due to teaching methods used in the Basque
different approach like proportional reasoning, and a few educational system. While students learn to determine both
gave no explanation. the slope of a straight line and the interval approach, the
The final categorization and the prevalence of the latter is promoted when solving kinematics problems in
corresponding responses can be found in Table I. In all secondary school and in the introductory physics course at
three universities we observed significant differences in the university. DCU students used interval reasoning much
prevalence of approaches used in the ball question and the more in the post-test, after the implementation of an
swimming pool question. The most striking difference is in intervention that used the interval approach [1]. These
the fraction of students writing that the speed of the ball findings suggest that the students’ approach to answering
decreases over time. Since the prevalence of this kind of qualitative questions depends strongly on the instruction
reasoning was independent of the slope of the graph, we they received. In Subsec. IV B we will discuss whether
TABLE I. Categorization and prevalences of approaches to determining whether the speed of the ball or rate of change of the water
level is constant, increasing, or decreasing. Correct responses (constant speed) are printed in bold, and are subdivided by the argument
students used to explain their response.
KU Leuven UPV/EHU DCU

Ball Water level Ball Water level Ball Water level
(n ¼ 208) (n ¼ 229) (n ¼ 129) (n ¼ 119) (n ¼ 550) (n ¼ 343)
Constant speed (total) 86% (179) 93% (213) 78% (100) 84% (100) 77% (423) 96% (330)
Straight line or constant slope or derivative 44% (92) 50% (115) 7% (9) 18% (22) 39% (213) 40% (138)
Interval reasoning 31% (64) 28% (65) 61% (79) 63% (75) 25% (139) 47% (160)
Interval þ constant slope 10% (20) 14% (32) 1% (1) 0% (0) 1% (8) 2% (7)
Other 1% (3) ≈ 0% (1) 9% (11) 3% (3) 11% (63) 7% (25)
Speed increases 2% (4) 1% (2) 0% (0) 0% (0) ≈ 5% 0% (0)
Speed decreases 12% (24) 5% (12) 12% (16) 0% (0) ≈18% 0% (0)
No response or incoherent ≈0% ð1Þ 1% (2) 10% (13) 16% (19) ≈1% 4% (13)
010108-5
there is a preferred approach that promotes successful so

determination of instantaneous speed.
1.6 − 2.4 m
x ¼ x0 þ vt and v¼ ¼ −0.4 ”
2 s
3. Determining the instantaneous speed
Essentially all students in the algebra-based course at Students from calculus-based courses are more likely to
DCU who evaluated the instantaneous speed correctly used use these formulas, since they are taught how to derive the
v ¼ Δx=Δt. The students at KU Leuven and UPV/EHU expressions and may therefore link them to graphical
use a larger variety of strategies. Some students set up the representations. The final results for this question are
expression for the straight line and took the derivative, e.g., summarized in Table II.
The use of expressions that are only valid for linear
“The graph’s equation is a straight line: functions that go through the origin (v ¼ x=t or similar)
was the most prevalent error at all three universities. Only
one student at KU Leuven read the distance from the graph
yð5Þ − yð0Þ 2
yðtÞ ¼ t þ yð0Þ ¼ − t þ 2.4 and none did so at UPV/EHU; this was much more
5 5 common at DCU. For this reason we amended the
categorization and merged the original “read off” category
The derivative of this expression is the speed:
and the “other” category. In general, the approaches
2 2 calculus-based physics students at KU Leuven and UPV/
y0 ðtÞ ¼ − : Thus; y0 ð2Þ ¼ − − 0.4” EHU used are quite similar. However, these students are
5 5
significantly more successful in determining the instanta-
neous speed than algebra-based physics students at DCU,
Students who use this approach must at some point also which is likely another consequence of their prior knowl-
calculate Δx=Δt to set up the expression of the straight line. edge and experience with mathematics. These findings are
Nevertheless, we added a separate category for these in complete agreement with the observations of Beichner
responses, since they seem to explicitly distinguish discussed in Sec. II [16].
between the speed at an instant (v ¼ dx=dt) and the We did not find significant differences in the problem
average speed (v ¼ Δx=Δt). The former is the definition solving strategies used in the ball problem versus the
of the instantaneous speed, while the latter is only equal to swimming pool problem at UPV/EHU. At KU Leuven,
the instantaneous speed in the specific case of a straight line the success rate for both questions was similar, but we
graph. It is possible that some of our students did not observed that significantly more students used a kinematics
understand that both approaches lead to the same result, approach in the situation with a moving ball. This might
showing they have problems relating the average speed to result from the difference in context: students are used to
the instantaneous speed. Difficulties caused by misunder- applying kinematics formulas in situations with moving
standing the difference between instantaneous slopes and objects that are often used in textbooks, like balls, cars, or
average slopes have been documented in several papers arrows. However, in this context of changing water level
[1,22,26,27]. that is rarely used in textbooks, they seem to rely on
Another new category contains responses that rely on techniques learned in math courses. This was different for
kinematics formulas (x ¼ x0 þ vt or similar), for example, the algebra-based physics students at DCU, who did
significantly better on the question about the changing
at2 at2 water level and used arguments based on interval reasoning
“x ¼ x0 þ vt þ with ¼ 0;
2 2 more often than calculus-based physics students [1].
TABLE II. Categorization and prevalences of approaches to determining the speed at a particular instant. Correct responses are printed
in bold.
KU Leuven UPV/EHU DCU pretest

Ball Water level Ball Water level Ball Water level
(n ¼ 208) (n ¼ 229) (n ¼ 129) (n ¼ 119) (n ¼ 550) (n ¼ 343)
Correct instantaneous speed (total) 73% (151) 66% (150) 59% (76) 62% (74) 16% (87) 41% (139)
Δx=Δt or similar 49% (102) 46% (106) 43% (56) 50% (59) 16% (87) 41% (139)
Kinematics formula 8% (17) 2% (4) 10% (13) 4% (5) 0% (0) 0% (0)
Determine slope þ derivative 16% (32) 17% (40) 5% (7) 9% (10) 0% (0) 0% (0)
x=t or similar 21% (44) 23% (52) 28% (36) 23% (27) 58% (317) 17% (59)
No response or incoherent or other 6% (13) 12% (27) 13% (17) 15% (18) 26% (141) 42% (145)
010108-6
Many students in the algebra-based course at DCU since many students correctly decided that the distance or
calculated the instantaneous speed as v ¼ x=t, immediately water level changed at a constant rate but did not determine
after stating that the speed is constant. Some students even a correct value for the instantaneous speed.
gave a correct numerical value for the average speed when When only taking into account the students who
explaining that the speed is constant, yet did not appear to answered the qualitative part of the question correctly,
question the different value they calculated for the instanta- Wemyss and van Kampen surprisingly found that their
neous speed [1]. 70%–85% of the students in calculus- students’ strategies to determine the speed at an instant
based courses who correctly determined the speed to be were independent of the argument they used to correctly
constant correctly determined the instantaneous speed. As decide that the speed is constant [1]. By using the same
in [1], a considerable number of students calculated the approach as Wemyss and van Kampen, we could confirm
instantaneous speed as v ¼ x=t, right after stating the speed this result. We made several tables with the arguments
is constant. Some students even give a correct value for the students used to correctly state that the speed is constant
constant speed, but use a different value for the instanta- as columns, and the strategy they used to determine a value
neous speed. The following response shows how some for the instantaneous speed as rows. Since the p values
students make an explicit distinction between average and that resulted from a χ 2 test were all higher than 0.16
instantaneous speed: (> α ¼ 0.05), we could accept the null hypothesis that
these columns and rows are independent. This shows that
“The water level changes with a constant speed because qualitative understanding is not only insufficient for finding
the xðtÞ graph is a straight line, and the derivative of a
the right value for the speed, but also a poor predictor for
linear function is a constant.
the approach students use when determining the instanta-
Δx 160 − 200 neous speed. This implies there is no “best way” to teach
v¼ ¼ ¼ −0.4 m=s: students about the qualitative characteristics of a linear
Δt 200 − 100
kinematics graph, since there is a weak correlation with the
This is the average speed (it is the same in every approach they use to calculate the speed. This finding
interval). The instantaneous speed can be calculated as applies to students in both calculus-based and algebra-
based courses.
x 160
v¼ ¼ ¼ −0.8 m=s:
t 200 C. The ability to determine the slope
in a context-free graph as a predictor
This is the instantaneous speed at t ¼ 200 s, it is
equal to The responses to the question on context-free graphs did
not lend themselves to the categorization of Wemyss and
Δx van Kampen [1]. First, we saw almost no “read off” errors.
v ¼ lim :”
t→0 Δt Since the number of students in this category was also small
at DCU, the category was merged with the “other”
Comparable issues with the definitions of average and category. Second, we found that many students at KU
instantaneous speed were observed at DCU [1]. Leuven and UPV/EHU used an argument based on the
derivative of the function. Often, such an argument was
B. Qualitative understanding as a predictor for used in combination with one or more of the three
determining the value of the speed subcategories identified by Wemyss and van Kampen:
Table I shows that quite a few students in calculus-based stating “the” formula for slope [e.g., ðy2 − y1 Þ=ðx2 − x1 Þ]
physics courses did not write down that the distance or without noting the points they used, similar responses
water level changed at a constant rate. About 20% of these indicating which two points they used, and numerical
students determined the speed, which is significantly more interval reasoning. We were unable to establish a reason-
than the algebra-based physics students at DCU, where able number of subcategories, and therefore abandoned any
less than 2% who stated that the speed was not constant subcategorization. The final categorization of responses to
calculated it correctly [1]. This shows that some calculus- questions on context-free graphs can be found in Table III.
based students succeed in finding a value for the speed When comparing the results of the three universities, we
without correctly interpreting the physics, while this is observed no significant differences between KU Leuven
almost impossible for algebra-based physics students. We and UPV/EHU, but there was a deviation from the results
can therefore hypothesize that a qualitative understanding obtained at DCU. This is probably again due to the prior
of a linear kinematics graph is necessary for algebra-based knowledge of the students, as the students from the algebra-
students to find a value for the instantaneous velocity, but based course in Ireland generally had received less training
merely desirable for the calculus-based students. However, in mathematical techniques than the students enrolled in
for neither group of students is it a sufficient condition, calculus-based courses in Belgium and Spain.
010108-7
TABLE III. Categorization and prevalences of approaches to determining the slope of a context-free graph at a particular point. Correct
responses are printed in bold.
KU Leuven UPV/EHU DCU

Positive slope Negative slope Positive slope Negative slope Positive slope Negative slope
(N ¼ 92) (N ¼ 122) (N ¼ 129) (N ¼ 119) (N ¼ 206) (N ¼ 205)
Δy=Δx or similar 77% (71) 76% (93) 64% (83) 69% (82) 52% (107) 46% (94)
y=x or similar 3% (3) 3% (7) 12% (15) 4% (5) 18% (37) 24% (50)
Other 15% (14) 14% (17) 18% (23) 13% (16) 18% (37) 15% (30)
No answer 4% (4) 7% (8) 6% (8) 13% (16) 12% (25) 15% (31)
In Sec. II, we discussed earlier research showing that The sign of the slope of the graph had no influence on
students tend to do better with questions on context-free the responses.
graphs than with graphs in a kinematics (or other) context We have identified two principal approaches students
[22–24]. We verified this result for the algebra-based use to determine correctly whether the speed is constant:
physics students at DCU using a two-tailed two-proportion (i) the line is straight, or the slope or the derivative is
z test with a significance level α ¼ 0.05. However, when constant, and (ii) interval reasoning. Other approaches
examining the responses of the calculus-based students at and combinations of approaches rarely occur. Incorrect
KU Leuven and UPV/EHU, we noticed that the differences responses almost all stem from dividing the two coor-
in success rates between context-free and context-rich dinates, most likely due to misinterpreting the phrase
kinematics questions were not always significant. This “speed equals distance over time.” This categorization
leads us to believe that there is a larger gap between applies to both linear distance-time graphs and linear
mathematics and physics for algebra-based physics stu- water level versus time graphs, with positive or negative
dents than for calculus-based physics students when it slope. Our results show that it is important to explicitly
comes to the determination of the slope in linear graphs. include one or both of the successful approaches, and that
While Christensen and Thompson suggested that student students need to carefully consider that dividing two
difficulties regarding the slope and derivative may have coordinates gives incorrect answers when the straight
origins in the understanding of the mathematical concepts line does not go through the origin.
[22], our results suggest that other factors are at play To determine the instantaneous speed correctly, the
as well. majority of students use interval reasoning: they calculate
Finally, we found that there is little or no correlation Δx=Δt or use a similar approach. Compared to the analysis
between the ability to determine the slope at a point on a performed by Wemyss and van Kampen, this “correct”
linear context-free graph and understanding that the speed category was extended with subcategories based on the
is constant in a kinematics graph. Moreover, we found derivative of a function and kinematics formulas. Incorrect
almost no correlations between the responses on the interpretation of “rise over run” as “y=x” was the most
context-free question and the strategies used in the deter- frequent error. A third category comprised all other
mination of the instantaneous speed. Consequently the responses and students that did not give a response.
ability to determine the slope at a point on a context-free These three major categories emerged from our data and
graph seems to be a poor predictor for how students answer could be used irrespective of the context of the question and
questions about kinematics graphs, confirming the findings the sign of the slope. While the prevalence of certain
of Wemyss and van Kampen. [1]. responses varied between universities, the same categori-
zation applied to all the data. This indicates that students
use similar strategies to solve these questions and struggle
V. CONCLUSIONS
with the same issues, regardless of the educational
The research described above allows us to answer the approach (calculus-based versus algebra-based physics)
research questions in Subsec. III A. In addition we discuss and country (Ireland, Belgium, or Spain).
implications for instruction and ideas for future research We found that a qualitative understanding of kinematics
projects. graphs is a necessary but insufficient condition for students
The majority of students from all three universities in algebra-based courses to correctly determine instanta-
can correctly identify the direction of motion in a linear neous speed. For students in calculus-based courses, it is
kinematics graph. However, some students appear to neither necessary (though highly desirable) nor sufficient.
struggle with the reference point implicit in distance-time This implies that both qualitative and quantitative aspects
graphs. By contrast, almost all students can correctly of linear kinematics graphs should be taught. The argument
interpret whether water is entering or leaving a pool. students use to explain why they think the speed is constant
010108-8
does not correlate with the approach they use to determine teaching assistant training it is often difficult to identify
the instantaneous speed. the problems university students have with graphs in
The ability to determine the slope of a context-free graph kinematics [28]. To design effective instruction and useful
is neither necessary nor sufficient to solve problems learning activities, it is important that instructors and
involving a kinematics graph, and is a poor predictor for teachers are aware of student difficulties. We agree with
the approach students will use. Students in the algebra- Berg and Smith that the learning outcomes of these
based course fared significantly better with questions on activities should be carefully evaluated and validated [29].
context-free graphs than on kinematics graphs, but the The different circumstances in the three universities in
difference was less pronounced for calculus-based students. different countries is both a strength and a limitation of the
This may indicate calculus-based students have fewer research presented here. Our conclusions and categoriza-
problems transferring their knowledge and skills from tions are strengthened by the diversity. We encourage
mathematics to physics than algebra-based physics stu- others to confirm the validity of our results at other
dents; however, this claim needs to be verified further in universities and at the high school (secondary school)
other contexts. level, and undertake additional qualitative research and
We found that students in calculus-based courses have pretest/post-test analysis whenever an intervention is
higher success rates than students in algebra-based courses, attempted.
confirming Beichner’s findings [16]. At all three univer-
sities more than half of the incorrect responses used
ACKNOWLEDGMENTS
v ¼ x=t instead of v ¼ Δx=Δt to determine instantaneous
speed. This indicates that students in calculus-based We would like to thank all the instructors and students
courses and algebra-based courses encounter similar diffi- whose cooperation made this research project possible.
culties, albeit with different prevalences. As Maries and This work is supported by the government of the Basque
Singh have shown, for graduate students enrolled in country through Grant No. IT487-10.
[1] T. Wemyss and P. van Kampen, Categorization of first-year [10] A. Acevedo Nistal, W. Van Dooren, and L. Verschaffel,
university students interpretations of numerical linear Students reported justifications for their representational
distance-time graphs, Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 9, choices in linear function problems: An interview study,
010107 (2013). Educ. Stud. Math. 39, 104 (2013).
[2] H. G. Close and P. R. L. Heron, Student understanding of [11] B. Knockaert, M.Sc. thesis, KU Leuven, 2015.
the angular momentum of classical particles, Am. J. Phys. [12] P. Kohl and N. Finkelstein, Effects of representation on
79, 1068 (2011). students solving physics problems: A fine-grained char-
[3] K. K. Mashood and V. A Singh, An inventory on rotational acterization, Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 2, 010106
kinematics of a particle: Unravelling misconceptions and (2006).
pitfalls in reasoning, Eur. J. Phys. 33, 1301 (2012). [13] P. Kohl and N. Finkelstein, Patterns of multiple represen-
[4] K. K. Mashood and V. A Singh, Rotational kinematics of a tation use by experts and novices during physics problem
rigid body about a fixed axis: Development and analysis of solving, Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 4, 010111 (2008).
an inventory, Eur. J. Phys. 36, 045020 (2015). [14] G. Leinhardt, O. Zaslavsky, and M. K. Stein, Functions,
[5] By context-free we mean purely numerical graphs such as graphs, and graphing: Tasks, learning, and teaching, Rev.
students encounter in mathematics courses. Educ. Res. 60, 1 (1990).
[6] P. Kohl and N. Finkelstein, Student representational [15] J. Preece, A Survey of Graph Interpretation and Sketching
competence and self-assessment when solving physics Errors, CAL Research Group Tech. Rep. No. 34, Milton
problems, Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 1, 010104 Keynes, England: Institute of Educational Technology, The
(2005). Open University, Walton Hall 1983.
[7] M. De Cock, Representation use and strategy choice in [16] R. J. Beichner, Testing student interpretation of kinematics
physics problem solving, Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. graphs, Am. J. Phys. 62, 750 (1994).
8, 020117 (2012). [17] L. C. McDermott, M. L. Rosenquist, and E. H. van Zee,
[8] B. Ibrahim and N. S. Rebello, Representational task for- Student difficulties in connecting graphs and physics:
mats and problem solving strategies in kinematics and Examples from kinematics, Am. J. Phys. 55, 503 (1987).
work, Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 8, 010126 (2012). [18] A. Bell and C. Janvier, The interpretation of graphs
[9] A. Acevedo Nistal, W. Van Dooren, and L. Verschaffel, representing situations, Learn. Math. 2, 34 (1981).
What counts as a flexible representational choice? An [19] J. Clement, The concept of variation and misconceptions in
evaluation of students’ representational choices to solve Cartesian graphing, Focus Learn. Probl. Math. 11, 77
linear function problems, Instr. Sci. 40, 999 (2012). (1989).
010108-9
[20] D. Kerslake, The understanding of graphs, Math. Sch. 6, 22 Ref. [1] that there were no significant differences between
(1977). positive and negative slopes for questions 2 and 3.
[21] H. M. Brasell and M. B. Rowe, Graphing skills among high [26] E. M. Billings and D. Klanderman, Graphical representa-
school physics students, School Sci. Math. 93, 63 (1993). tions of speed: Obstacles preservice K-8 teachers experi-
[22] W. M. Christensen and J. R. Thompson, Investigating ence, School Sci. Math. 100, 440 (2000).
graphical representations of slope and derivative without [27] P. W. Thompson, Conceptual analysis of mathematical
a physics context, Phys. Rev. ST Phys. Educ. Res. 8, ideas: Some spadework at the foundation of mathematics
023101 (2012). education, in Proceedings of the Annual Meeting of
[23] M. Planinic, Z. Milin-Sipus, H. Katic, A. Susac, and L. the International Group for the Psychology of Mathemat-
Ivanjek, Comparison of student understanding of line ics Education, edited by O. Figueras, J. L. Cortina,
graph slope in physics and mathematics, Int. J. Sci. Math. S. Alatorre, T. Rojano, and A. Sépulved (2008),
Educ. 10, 1393 (2012). Vol. 1, pp. 45–64; http://pat‑thompson.net/PDFversions/
[24] M. Planinic, L. Ivanjek, A. Susac, and Z. Milin-Sipus, 2008ConceptualAnalysis.pdf.
Comparison of university students’ understanding of [28] A. Maries and C. Singh, Exploring one aspect of peda-
graphs in different contexts, Phys. Rev. ST Phys. Educ. gogical content knowledge of teaching assistants using the
Res. 9, 020103 (2013). test of understanding graphs in kinematics, Phys. Rev. ST
[25] When comparing results, we often report about (in)sig- Phys. Educ. Res. 9, 020120 (2013).
nificant differences between certain cohorts of students. [29] C. A. Berg and P. Smith, Assessing students’ abilities to
These indicate the outcome of a χ 2 test at a significance construct and interpret line graphs: Disparities between
level of α ¼ 0.05 unless explicitly stated otherwise. In the multiple-choice and free-response instruments, Sci. Educ.
case of the KU Leuven data this confirms the findings of 78, 527 (1994).
010108-10

Gabungan Jurnal Biomekanika Annisa

Diunggah oleh

Informasi Dokumen

Hak Cipta

Format Tersedia

Bagikan dokumen Ini

Bagikan atau Tanam Dokumen

Opsi Berbagi

Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?

Apakah konten ini tidak pantas?

Hak Cipta:

Format Tersedia

Gabungan Jurnal Biomekanika Annisa

Diunggah oleh

Hak Cipta:

Format Tersedia

Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer

PEMBUATAN SISTEM PENGUJIAN STAMINA TERHADAP

Iwan Aang Soenandi

Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Jurusan Teknik Industri

Keywords: biomechanics, design and development of test tool, fatigue, bicycles

Tanggal Terima Naskah : 02 Maret 2013

1.1 Latar Belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

 Medan dari gaya (arah relatif terhadap gravitasi, kecepatan gerakan)

2.1 Angular Kinematic

Tabel 1. Satuan kinematic

Posisi Radian (θ)

Gambar 2. Sudut posisi pengendara sepeda

Gambar 3. Relative angles

Dalam perhitungan sudut terdapat standar CSB (Canadian Society of

2.2 Linear Kinematic

3. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

 Komputer dengan perangkat lunak analisis video Tracker

Gambar 5. Trainer stand

Gambar 6. Dudukan roller

Gambar 7. Sistem rollers

Gambar 8. Peralatan sepeda setelah dirakit

3.2 Antropometrik Data Subjek

Tabel 2. Data anthropometric subyek

Data Anthropometric Ukuran

Tabel 3. Data sepeda

Model Polygon MTB Broadway

3.3 Pengumpulan Data

7) Catat data tekanan darah dan pulse sebelum mengayuh sepeda.

3.4 Variabel Pengukuran

Posisi Tinggi Sadel (cm) Tinggi Stang (cm)

3.5 Analisis Data

Gambar 9. Tampilan grafik posisi titik A pada software TRACKER

Gambar 10. Pengamatan sudut tubuh pada software TRACKER

3.6 Hasil Pengolahan Data

Tabel 5. Analisis data

Kesalahan Siswa dalam Memahami Konsep Kinematika Gerak Lurus

Anisa Magfira, Kamaluddin, Darsikin

Kata Kunci Miskonsepsi, Kinematika, Gerak lurus

Keywords Misconception, Kinematic, Linear motion

potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

Metode Certainty of Response Index ini merupakan metode yang diperkenalkan

3. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa konsep yang memiliki persentase

Analisis jawaban siswa soal nomor 1 pada konsep perpindahan

Analisis jawaban siswa soal nomor 2 pada konsep kecepatan

Analisis jawaban siswa soal nomor 3 pada konsep jarak

Analisis jawaban siswa soal nomor 4 pada konsep perpindahan

Analisis jawaban siswa soal nomor 5 pada konsep jarak

Analisis jawaban siswa soal nomor 7 pada konsep kecepatan

Alasan jawaban siswa soal nomor 8 pada konsep perpindahan

Analisis jawaban siswa soal nomor 9 pada konsep percepatan

Analisis jawaban siswa soal nomor 12 pada konsep gerak vertikal

Analisis jawaban siswa soal nomor 13 pada konsep gerak parabola

Analisis jawaban siswa soal nomor 14 pada konsep gerak parabola

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat tidak paham konsep

Daud, N. S. N., Karim, M. M. A., Hasan, S. W. N. W., & Rahman, N. A. (2015).

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online

PEMAHAMAN KONSEP PESERTA DIDIK DITINJAU DARI GAYA BELAJAR

Kata Kunci Abstrak

PENDAHULUAN peserta didik hanya perlu memahami konsep-

Meningkatkan Kemampuan Bekerja dengan Grafik melalui

INFO ARTIKEL ABSTRAK