Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan
sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berfikir manusia. Disertai
dengan sistem pendidikan yang mapan. Memungkinkan kita berfikir kritis, kreatif, dan
inovatif. Ilmu pengetahuan dan teknik dapat dipelajari dan dikuasai kapan dan dimana saja
kita berada, sedangkan kita tidak dapat diajarkan, tetapi dapat dikuasai melalui proses
mengerjakan langsung pekerjaan pada bidang profesi itu sendiri. Karena keahlian profesional
tersebut hanya dapat dibentuk melalu tiga unsur utama yaitu ilmu pengetahuan, teknik dan
kiat.
Sama halnya dengan perkembangan teknologi dibidang produksi, ilmu pengetahuan ini
sangat berperan penting dalam perindustrian. Produk- produk yang akan dihasilkan nantinya,
harus sesuai dengan standar yang berlaku. Cakupan kecil saja, aplikasi metrologi industri
dibidang pengukuran kebulatan, kita tidak bisa mengatakan suatu benda itu bulat atau tidak
hanya dengan cara visual saja, akan terjadi perbedaan pengukuran untuk setiap individu.
Dalam pengukuran itu perlu sebuah alat ukur yang mampu menyamakan persepsi pada
pengukuran.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Memahami prinsip dasar proses pengukuran kebulatan.
2. Mampu melakukan proses pengukuran kebulatan.
3. Mampu menganalisis hasil pengukuran kebulatan.

1.3 Manfaat Praktikum


Adapun manfaat dari praktikum ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teori yang didapat didalam kelas.
2. Mahasiswa dapat melihat dan melakukan pengukuran kebulatan secara langsung.
3. Menambah pengalaman mahasiswa dalam menggunakan alat ukur.

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan praktikum, manfaat praktikum, dan sistematika
penulisan.
BAB II TEORI DASAR
Bab ini berisi tentang pengertian, dial indikator, prinsip kerja, bagian-bagian dial
indikator, kelebihan dial indikator, kekurangan dial indikator, kekurangan dial indikator
dan cara pembacaan alat ukur.
BAB III METODOLOGI
Bab ini berisi tentang prosedur praktikum teoritis, prosedur praktikum aktual, alat dan
bahan.
BAB IV DATA PENGAMATAN
Bab ini berisi tentang benda ukur, data berbentuk tabel.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang pengolahan data pengamat A dan pengamat B, analisa pengamat
A dan pengamat B.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Pengertian
Pengukuran kebulatan merupakan pengukuran yang ditunjukan untuk memeriksa
kebulatan suatu benda, atau dengan kata lain untuk mengetahui apakah suatu benda benar-
benar bulat atau tidak, jika dilihat secara teliti dengan menggunakan alat ukur. Pengukuran
kebulatan merupakan salah satu dari tipe pengukuran yang tidak berfungsi menurut garis.
Kebulatan dan diameter adalah dua karakter geometris yang berbeda, meskipun demikin
keduanya saling berkaitan. Ketidakbulatan akan mempengaruhi hasil pengukuran diameter,
sebaliknya pengukuran diameter tidak selalu akan menunjukan ketidakbulatan.
Sebuah benda yang berbentuk silinder pada dasarnya dalam perbedaan tempat punya
perbedaan jari-jari. Dengan menggunaakan alat ukur dial indikator pada benda ukur poros
hasil proses bubut/palat bubut, serta alat bantu V blok dan dial standar kita dapat melakukan
pengukuran kebulatan untuk memeriksa kebulatan benda tersebut. Dial indikator dapat
digunakan untuk mengukur perubahan ketinggian pada permukaan suatu benda. Jadi dapat
diketahui benda tersebut memiliki permukaan yang rata atau tidak. Dengan memanfaatkan
prinsip yang sama, sebuah benda yang berbentuk silinder dapat diperiksa kebulatannya.
Dengan menetapkan suatu titik pada sisi silinder sebagai acuan (titik nol) kemudian
melakukan pengukuran terhadap titik lain dapat diketahui apakah terjadi pelekukan atau
penggundukan yang mempengaruhi kebulatan kebulatan benda tersebut dan seberapa besar
nilainya.
Dalam mesin-mesin atau peralatan teknis, banyak sekali ditemukan komponen-
komponen yang mempunyai penampang bulat, baik berupa poros, bantalan, roda gigi dengan
dimensi kecil seperti pada halnya jam tangan sampai dengan komponen yang berdimensi
besar.
Komponen dengan kebulatan ideal amat sulit dibuat, dengan demikian kita harus
mentolerir ketidakbulatan dalam batas-batas titik sesuai dengan tujuan dan fungsi dari
komponen itu. Kebulatan mempunyai peranan penting dalam hal:
a. Membagi beban sama rata.
b. Menentukan umur komponen.
c. Menentukan kondisi suaian.
d. Menentukan ketelitian putaran.
e. Memperlancar pelumasan.
Saat kebulatan dibicarakan, selain penyebab dan cara penanggulangan ketidak bulatan,
pasti akan mengait dengan cara mengukur kebulatan dan bagaimana cara menyatakan harga
ketidakbulatan, karena sampai saaat ini ada beberapa defenisi mengenai parameter kebulatan.
Ketidak bulatatan merupakan salah satu jenis kesalahan bentuk dan umurnya amat berkaitan
dengan beberapa kesalahan bentuk lainya seperti:
a. Kesamaaan sumbu dan konsentrisitas (concentricity).
b. Kelurusan (straighness).
c. Ketegaklurusan (perpendicularity).
d. Kesejajaran (parallelism).
e. Kesilindrisan (cylindricity).
Kebulatan dapat diukur dengan cara sederhana yang meskipun tidak memberikan hasil
yang memuaskan dapat kita terima untuk memprtimbangkan kualitas geometrik dari
komponen yang tidak menuntut persyaratan yang tinggi. Alat ukur kebulatan dibuat dengan
persyaratan pengukuran kebulatan, dan pada beberapa jenis mampu digunakan pula untuk
mengukur berbagai kesalahan bentuk.

2.2 Dial Indikator


Proses pengukuran secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses membandingkan
suatu parameter atau variabel dengan suatu parameter atau variabel yang dianggap sebagai
acuan (patokan) dan acuan inilah yang biasa disebut orang sebagai “standar”.
Dial indikator adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kebulatan suatu
benda.Berdasarkan jenis alat ukur, Dial Indikator termasuk jenis alat ukur pembanding
(komparator) .
Karena alat ukur ini biasa digunakan untuk pembanding atau komparator, angka yang
ditunjukan alat ukur ini merupakan selisih ukuran benda ukur dengan ukuran benda standar.
Hasil pengukuran adalah merupakan jumlah angka yang ditunjukan oleh alat ukur tersebut
dengan ukuran benda standar. Sedangkan menurut proses pengukuran geometri Dial Indikator
termasuk proses pengukuran tak langsung yaitu pengukur yang dilaksanakan dengan
menggunakan alat ukur dari jenis pembanding, standar dan alat ukur bantu. Dimensi benda
ukur adalah jumlah harga yang ditunjukan oleh alat ukur pembanding dengan dimensi alat
ukur standarnya

2.3 Prinsip Kerja


Prinsip kerja Dial Indikator menggunakan pengubah mekanik (kinematika) yang
menerusakan serta merubah isyarat sensor yang biasanya berupa gerakan translasi mejadi
gerakan rotasi. Yaitu pasangan roda gigi dengan batang gigi dari sistem roda gigi yang
diterapkan pada jam ukur (dial indikator).

2.4 Bagian-Bagian Dial Indikator


Alat ukur ini terdiri dari sensor, pengubah batang gigi, roda gigi dan pegas serta bagian
penunjuk berupa jarum dan skala.
Pada bagian penunjukyang berupa jam untuk membaca skala hasil pengukuran dibutuhkan
posisi mata yang tegak lurus jarum skala, untuk menghindari kesalahan dalam pembacaan
hasil pengukuran. Kesalahan hasil pembacaan sering disebut dengan kesalahan paralak.

Gambar 2. 1 Bagian Dial Indikator


(Rochim, 2006)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada rancangan kinematik ini adalah suatu gerakan
translasi sensor sepanjang satu pits batang gigi (rack;misalnya 0,25 mm) akan memutar roda
gigi pasangannya (pinion) sebesar 1/zp putaran (zp; jumlah gigi pinion, misalnya 10) putaran
pinion diteruskan menjadi putaran jarum penunjuk melalui pasangan roda gigi. Bila
perbandingan pasangan roda gigi sebesar z2/z1(misalnya 50/10) dan satu putaran penuh jarum
penunjuk dinyatakan dengan n skala (misalnya 100) mka kecermatan jam ukur ini dapat
dirancang dengan rumus:
p × zp 0,25 × 10
Kecermatan=1 skala= =0,005 mm
z2 50
×n ×100
z1 10
Gigi suatu roda gigi (atau batang gigi) ftak mungkin di buat dengan profil involute ideal.
Tebal gigi umumnya dirancang dengan toleransi minus yang berarti tebal gigi dibuat
sedikit lebih kecil daripada ketebalan gigi nominal. Bila pasangan roda gigi ini dirakit dengan
jarak senter nominal, pasangan gigi akan meneruskan dengan hanya salah satu giginya yang
saling berhimpit (sisi gigi lainnya tak saling bersinggungan, jadi ada celah di antaranyauntuk
menjaga jangan sampai pasangan roda macet gara-gara ada kesalahan profil yang berharga
positif).
Bila putaran diubah arahnya, sementara roda gigi pemutar dan yang diputar tetap
fungsinya, roda gigi pemutar akan berbalik dahulu untuk sepanjang celah gigi sebelum
berfungsi penuh memutar roda gigi yang diiputar. Kejadian ini dinamakan sebagai
keterlambatan gerakan balik (back-lash).
Back-lash yang terjadi pada pasangan roda gigi pemutar jarum penunjuk akan
mengganggu pembacaan skala karena posisi jarum penunjuk yang berubah-ubah jika sensor
sedikit berubah (bergetar).
Untuk mengurangi efek back-lash digunakan back lash ccompensator yaitu roda gigi
pemutar untuk arah putaran kebalikan dengan arah putaran roda gigi pemutar utama. Roda
gigi pemutar utama berfungsi saat sensor bergerak naik dengan daya dorong berasal dan
ensor. Roda gigi pemutar arah kebalikan berfungsi saat sensor bergerak turun dengan daya
dorong pegas spiral (energi disimpan oleh pegas spiral saat sensor bergerak naik.
Tekanan ringan diberikan sensor permuakaan benda ukur (tekanan pengukuran) berasal
dari pegas penekanan batang gigi.

Gambar 2. 2 Prinsip Pengubah Mekanik Yang Diterapkan Pada Jam Ukur

(Rochim, 2006)
2.5 Cara Penggunaan Dial Indikator
Pengukuran kebulatan dilakukan dengan memutar benda ukur sejauh 360◦ dan sensor
menyentuh permukaan benda ukur yang diukur kebulatannya. Pengukuran dilakukan untuk
menemukan penyimpangan kebulatan benda ukur terhadap lingkaran sempurna. Hal tersebut
merupakan hal yang sangat esensial dalam kontrol produksi mekanik.

Gambar 2. 3 Cara Penggunaan Dial Indikator

(Rochim, 2006)

2.6 Metode Pengukuran Kebulatan


Adapun beberapa metode pengukuran kebulatan adalah:
2.6.1 Least Squares Circle
Referensi Least Squares Circle (LSC) adalah metode yang paling umum digunakan.
Luas daerah yang tertutup oleh profil sama dengan luas daerah yang berada pada luar. Hal
ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2. 4 Least Squares Circle

(Rochim, 2006)

2.6.2 Minimum Circumscribed Circle


Metode Minimum Circumscribed Circle (MCC) menghitung lingkaran standar dengan
jari-jari minimum yang dapat menutupi profil data. Hal ini dapat dilihat pada gambar:
Gambar 2. 5 Minimum Circumscribed Circle

(Rochim, 2006)

2.6.3 Maximum Inscried Circle


Metode Maximum Iscribed Circle (MIC) menghitung lingkaran standar dengan jari-
jari maksimum yang ditutupi profil data. Hal ini dapat dilihat pada gambar:

Gambar 2. 6 Maximum Inscribed Circle

(Rochim, 2006)

2.6.4 Minimum Zone Circle


Metode Minimum Zone Circle (MZC) menghitung dua lingkaran konnsentrik yang
menutupi profil data seperti memisah arah radial minimum. Hal ini dapat dilihat pada
gambar:

Gambar 2. 7 Minimum Zone Circle

(Rochim, 2006)
2.7 Fungsi Dial Indikator
Adapun beberapa fungsi dial indikator adalah:
1. Memeriksa kerataan bagian permukaan benda.
2. Memeriksa penyimpangan yang kecil pada bidang datar, benda bulat dan benda
permukaan lengkung.
3. Memeriksa penyimpangan eksentrik.
4. Memeriksa kesejajaran permukaan benda.
5. Menyetel kesentrisan benda pada pencekam mesin bubut.
6. Memeriksa bantalan penyimpangan pada poros engkol.
Tingkat ketelitian dial indikator ini diantara 0,01 mm sampai 0,001 mm (tergantung dari
tipe dial indikatornya). Metode dial indikator adalah metode yang paling banyak dilakukan,
karena ketelitiannya cukup dapat dipertanggung jawabkan, terutama jika dilakukan dengan
professional.

2.8 Kelebihan Metode Dial Indikator


1. Metode ini cukup akurat.
2. Cukup efisiensi untuk poros berdiameter besar maupun kecil.
3. Dengan menggambar atau mudah melihat posisi kedua poros.
4. Dapat dilakukan untuk kedua poros yang dapat diputar atau satu.
5. Alatnya cukup mudah dibandingkan dengan alat laser atau alat lain.
6. Mudah digambar, dibuat perhitungan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan
cepat.
7. Cukup sesuai untuk mesin-mesin besar, yang memiliki putaran tinggi.

2.9 Kekurangan Dari Metode Dial Indikator


1. Dalam menggerakkannya harus sangat teliti dan berhati-hati, pemasangan dial harus
kokoh, sehingga dapat dihindari dari salah baca atau salah penunjukkan.
2. Toleransi run-out harus diketahui atau dicek terlebih dahulu.
3. Jika permukaan kopling tidak rata atau run-outnya besar. Maka penunjuk dial
indikator menjadi tidak sebenarnya, sehingga selanjutnya perhitungan-perhitungan
menjadi salah.
4. Axial clereance sangat mempengaruhi kesalahan.
2.10 Cara Pembacaan Alat Ukur
Cara membaca skala dan hasil dari alat ukur kebulatan untuk dial gauge metric (mm)
adalah skala utama ditunjukkan dengan jarum panjang (long hand), satu putaran jarum
panjang (dari nol ke nol = 100 strip) menandakan skala 1mm, dan akan ditunjukkan dengan
pergerakkan jarum pendek (short hand) sejauh 1strip yang berarti probe spindle bergerak
sejauh 1mm. 1 putaran jarum pendek berarti nol ke nol sebanyak 10 strip atau sama dengan 10
x 1mm = 10mm atau 1cm. Sehingga tingkat akurasi (1 strip jarum panjang) dial gauge metric
adalah 1mm dibagi 100 strip sama dengan 0,01 mm.
Penyebab ketidak bualatan suatu benda atau komponen bisa bermacam – macam.
Ketidak bulatan suatu benda bisa disebabkan oleh lenturan dari poros yang panjang.
Kedalaman pemakanan pada poros pemesinan juga bisa menjadi salah satu factor benda
menjadi tidak bulat. Dalam proses pembubutan berlangsung. Penyebab benda tidak bulat juga
dapat disebabkan oleh penjepit benda menggunakan chuck mesin bubut. Pada saat benda kerja
dijepit, rahang chuck penjepit benda kerja dilakukan sangat keras dan kencang maka kaan
terjadi kemungkinan bahwa benda kerja dilakukan sangat keras dan tertekan.
Pencetakan benda kerja juga bisa menjadi penyebab ketidak bulatan dari sebuah benda
kerja ataupun komponen, cetakan yang digunakan dari keadaan persisi menghasilkan benda
kerja tercetak akan sama persisi dengan cetakan yang digunakan. Produksi yang dihasilkan
tidak persisi dan tidak sesuai dengan cetakan yang digunakan.
Kesalahan bentuk tersebut dapat diambil oleh suatu komponen dengan geometri
sederhana seperti poros dengan diameter yang sama.

Gambar 2. 8 Engkol

(Rochim, 2006)

Kebulatan dan diameter dua karakter geometrik yang berbeda, namun saling berkaitan
ketidakbulatan akan mempengaruhi hasil pengukuran diameter. Pengukuran diameter tidak
selalu menunjukkan kebulatan. Dengan contoh penampang poros dengan dua tonjolan
beraturan akan dapat diketahui ketidakbulatannya bila diukur dengan micrometer, namun
micrometer akan mampu menunjukkan ketidakbulatan jika digunakan untuk mengukur
diameter penampang poros dengan tonjolan yang ganjil. Gambar dibawah menunjukkan lima
macam bentuk penampang yang diukur dengan mikromter selalu menghasilkan harga.
Gambar 2. 9 Kesalahan Pengukuran

(Rochim, 2006)

Pengukuran dengan dua kontak digunakan micrometer ini tidak memberikan informasi
mengenai ketidak bulatan penampang seperti bentuk yang mempunyai ton jolan beraturan
yang ganjil, keempat jenis penampang tersebut akan terbaca oleh micrometer dengan harga
yang sama 2,5 mm. Apabila suatu bidang lurus dicetak sempurna seperti bentuk tersebut, akan
dapat didorong dengan mulus sempurna seperti seolah – olah ada roda yang menopang.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Prosedur Praktikum Teoritis


Adapun prosedur praktikum teoritis dari percobaan ini ialah:
1. Benda ukur diberi tanda pada pinggirnya dan diberi nomor urut searah jarum jam (1
sampai dengan 12).
2. Letakkan benda ukur pada V blok, kemudian diatur sehingga sensor jam ukur
menempel pada permukaan benda ukur yaitu pada posisi nomor 1.
3. Atur ketinggian sensor jam ukur sehingga jarum menunjuk nol
4. Putar (angkat) benda ukur dengan hati-hati dan perlahan, sehingga sensor jam ukur
kurang lebih pada posisi nomor 2, baca kedudukan jam ukur.
5. Ulangi prosedur nomor 4 sampai seluruh posisi benda ukur diperiksa (dilakukan oleh
pengamat A).
6. Lakukan penukuran dengan cara membalik arah putaran benda ukur (dari nomor 12
sampai 1).
7. Dengan tanpa mengubah setup, ulangi prosedur nomor 4 sampai 6 (dilakukan oleh
pengamat B) di mana kedudkan sensor jam ukur tidak tepat pada posisi garis yang
bernomor, melainkan lebih kurang pada tengah tengah selang antara kedua garis
bernomor. (dari selang di antara nomor 1 dan 2 s/d nomor 12 dan 1, kemudian diputar
balik).
8. Buat grafik kebulatan dari benda ukur pada pada kertas grafik koordinat polar dengan
menggunakan metoda least square.
9. Lakukan analisis kebulatan dengan menggunakan software pengukuran kebulatan
dengan menggunakan metoda yang lain.
10. Bandingkan antara keempat metoda tersebut.

3.2 Prosedur Praktikum Aktual


Adapun prosedur praktikum pengukuran kebulatan secara aktual adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat ukur dan benda ukur.

Gambar 3. 1 Persiapan alat ukur dan benda ukur

2. Berikan tanda pada benda utas (penomoran) dibagian tepi sisi lengkungnya. Pada
tanda inilah nantinya akan dilakukan pengujian kebulatan.
Gambar 3. 2 Pemberian tanda benda ukur

3. Letakkan benda ukur yang telah diberi tanda tadi pada V-Blok pada posisi tengah.

Gambar 3. 3 Peletakkan benda ukur pada V-Blok

4. Letakkan alat ukur dan benda ukur ke atas meja rata, kemudian atur hingga sensor jam
ukur menempel pada permukaan benda ukur yaitu pada posisi nomor 1.

Gambar 3. 4 Mengatur ketinggian sensor

5. Putar (angkat) benda ukur dengan hati-hati dan perlahan, sehingga sensor jan ukur
benda pada posisi nomor 2, baca kedudukan jam ukur.
Gambar 3. 5 Pengukuran kebulatan pada posisi selanjutnya

6. Ulangi prosedur nomor 5 sampai seluruh posisi benda ukur diperiksa (dilakukan oleh
pengamat A).
7. Dilakukan pengukuran dengan cara membuat arah putaran benda ukur (dari nomor 12
ke nomor 1).
8. Dengan tanpa mengubah setup, ulangi prosedur nomor 3 sampai 7 (dilakukan oleh
pengamat B) dimana kedudukan sensor jam ukur tidak tepat pada posisi titik yang
bernomor (mulai dari selang antara nomor 1 dan 2 sampai dengan nomor 12 dan 1
kemudian lakukan kembali namun diputar balik).

3.3 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengukuran kebulatan adalah sebagai
berikut:
1. Dial Indikator
Alat ini digunakan untuk mengukur kebulatan sebuah benda ukur yang berbentuk
silindris, untuk mengukur penyimpangan radius pada benda ukur dengan cara meraba
permukaan benda ukur dan ketidakbulatan.

Gambar 3. 6 Dial Indikator

2. V-Blok
Alat ini terbuat dari logam (besi atau baja), alat ini digunakan sebagai tempat benda
yang akan diukur (alat bantu) ketika melakukan pengukuran seperti gambar dibawah
ini.
Gambar 3. 7 V-Blok

3. Meja Rata
Alat ini digunakan untuk tempat meletakkan dial indikator dan V-Blok pada
pengukuran.

Gambar 3. 8 Meja Rata

4. Benda Ukur
Benda ukur adalah benda yang digunakan sebagai benda yang diukur ketika
melakukan proses pengukuran pada praktikum metrologi industri.

Gambar 3.9 Benda Ukur


BAB IV
DATA PENGAMATAN

4.1 Data Benda Ukur


Adapun data benda ukur sebagai berikut:

Gambar 4. 1 Benda ukur 2 dimensi

4.2 Data Berbentuk Tabel


Adapun data yang didapat dari hasil pengujian praktikum yaitu:

Tabel 4. 1 Data Pengamatan

Pengamat A Pengamat B
No No
Simpangan Dial Indikator (μm) Simpangan Dial Indikator (μm)
1 2 Average 1 2 Average
1 0 0,002 0,001 1` 0,005 0,003 0,004
2 0,005 0,003 0,004 2` 0,005 0,005 0,005
3 0,006 0,001 0,0035 3` 0,005 0,008 0,0065
4 0,001 0,001 0,001 4` 0,005 0,004 0,0045
5 0,001 0,001 0,001 5` 0,005 0,001 0,003
6 0,004 0,008 0,006 6` 0,005 0,002 0,0035
7 0,005 0,002 0,0035 7` 0,005 0,004 0,0045
8 0,006 0,003 0,0045 8` 0,002 0,008 0,005
9 0,003 0,008 0,0055 9` 0,002 0,004 0,003
10
10 0,009 0,004 0,0065 0,009 0,005 0,002
`
11
11 0,004 0,010 0,007 0,008 0,005 0,0065
`
12
12 0,006 0,006 0,006 0,004 0,004 0,004
`
BAB V
ANALISA DATA

5.1 Pengolahan Data


Adapun rumus perhitungan pengolahan data pada praktikum ini adalah:
xn = rn cos θ ∑rn
R =
yn = rn sin θ n
∑rn = r1 + r 2 + … r n
∑x = x1 + x2 + … xn 2∑x
a =
∑y = y1 + y2 + … yn n
Lingkaran
= R+a
Referensi 2∑y
b =
LSC = = rn + R – a cos θ – b sin θ n

5.1.1 Pengamat A
Titik 1 = x1 = 1 μm . cos 90° = 0 μm
y1 = 1 μm . sin 90° = 1 μm

Titik 2 = x2 = -1,5 μm . cos 60° = 2 μm


y2 = -1,5 μm . sin 60° = 4 μm

Titik 3 = x3 = -1,5 μm . cos 30° = 3,03 μm


y3 = -1,5 μm . sin 30° = 1,75 μm

Titik 4 = x4 = -1,5 μm . cos 0° = 1 μm


y4 = -1,5 μm . sin 0° = 0 μm

Titik 5 = x5 = -1,5 μm . cos 330° = 0,86 μm


y5 = -1,5 μm . sin 330° = -0,5 μm

Titik 6 = x6 = -1,5 μm . cos 300° = 3 μm


y6 = -1,5 μm . sin 300° = -5,1 μm

Titik 7 = x7 = -1,5 μm . cos 270° = 0 μm


y7 = -1,5 μm . sin 270° = 3,5 μm

Titik 8 = x8 = -1,5 μm . cos 240° = -2,25 μm


y8 = -1,5 μm . sin 240° = -3,89 μm

Titik 9 = x9 = -1,5 μm . cos 210° = -4,76 μm


y9 = -1,5 μm . sin 210° = -2,76 μm

x1
Titik 10 = = -1,5 μm . cos 180° = -6,5 μm
0
y1
= -1,5 μm . sin 180° = 0 μm
0

x1
Titik 11 = = -1,5 μm . cos 150° = -6,06 μm
1
y1
= -1,5 μm . sin 150° = 3 μm
1

x1
Titik 12 = = -1,5 μm . cos 120° = 3 μm
2
y1
= -1,5 μm . sin 120° = 5,19 μm
2

1 + 4 + 3,5 + 1 + 1+ 6 + 3,5 + 4,5 + 5,5 + 6,5 +


= 4,125 μm
R =   7+6
  12  

2 . (0 + 2 + 3,03 + 1 + 0,86 + 3 + 0 + (-2,25) +


  = -1,05 μm
a = (-4,76) + (-6,5) + (-6,06) + (-3))
  12  

2 . (1 + 4 + 1,75 + 0 + (0,5) + (-5,1) + (-3,5) +


= -0,025 μm
b = (-3,89) + (-2,75) + 0 + 3,5 + 5,19)
  12  

Lingkaran = 4,125 + (-1,05) = 3,075 μm


Referensi

LSC =

∆1 = 1 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 90°) – (-0,025 . sin 90°) = -3,1 μm

∆2 = 4 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 60°) – (-0,025 . sin 60°) = -0,421 μm

∆3 = 3,5 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 30°) – (-0,025 . sin 30°) = 0,287 μm

∆4 = 1 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 0°) – (-0,025 . sin 0°) = -2,095 μm

∆5 = 1 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 330°) – (-0,025 . sin 330°) = -4,0125 μm

∆6 = 6 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 300°) – (-0,025 . sin 300°) = 1,329 μm

∆7 = 3,5 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 270°) – (-0,025 . sin 270°) = -0,65 μm


∆8 = 4,5 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 240°) – (-0,025 . sin 240°) = -0,171 μm

∆9 = 5,5 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 210°) – (-0,025 . sin 210°) = -0,4785 μm

∆10 = 6,5 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 180°) – (-0,025 . sin 180°) = 1,325 μm

∆11 = 7 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 150°) – (-0,025 . sin 150°) = 1,9785 μm

∆12 = 6 – 4,125 - (-1,05 μm . cos 120°) – (-0,025 . sin 120°) = 1,371 μm

5.1.2 Pengamat B
Titik 1 = x1 = 1 μm . cos 90° = 0 μm
y1 = 1 μm . sin 90° = 4 μm

Titik 2 = x2 = -1,5 μm . cos 60° = 2,5 μm


y2 = -1,5 μm . sin 60° = 4,33 μm

Titik 3 = x3 = -1,5 μm . cos 30° = 5,62 μm


y3 = -1,5 μm . sin 30° = 3,25 μm

Titik 4 = x4 = -1,5 μm . cos 0° = 4,5 μm


y4 = -1,5 μm . sin 0° = 0 μm

Titik 5 = x5 = -1,5 μm . cos 330° = 2,59 μm


y5 = -1,5 μm . sin 330° = -1,5 μm

Titik 6 = x6 = -1,5 μm . cos 300° = 1,75 μm


y6 = -1,5 μm . sin 300° = -3,03μm

Titik 7 = x7 = -1,5 μm . cos 270° = 0 μm


y7 = -1,5 μm . sin 270° = -4,5 μm

Titik 8 = x8 = -1,5 μm . cos 240° = -2,5 μm


y8 = -1,5 μm . sin 240° = -1,73 μm

Titik 9 = x9 = -1,5 μm . cos 210° = -2,59 μm


y9 = -1,5 μm . sin 210° = -1,5 μm

x1
Titik 10 = = -1,5 μm . cos 180° = 7 μm
0
y1 = -1,5 μm . sin 180° = 0 μm
0

x1
Titik 11 = = -1,5 μm . cos 150° = -5,62 μm
1
y1
= -1,5 μm . sin 150° = 3,25 μm
1

x1
Titik 12 = = -1,5 μm . cos 120° = -2 μm
2
y1
= -1,5 μm . sin 120° = 3,46 μm
2

(4 + 5 + 6,5 + 4,5 + 3 + 3,5 + 4,5 + 5 + 3 + 7 +


= 4,7 μm
R =   6,5 + 4
  12  

2 . (0 + 2,5 + 5,62 + 4,5 + 2,59 + 1,75 + 0 +


  = 0,45 μm
a = (-2,5) + (-2,59) + (-7) + (-5,62) + (-2))
  12  

2 . (4 + 4,33 + 3,25 + 0 + (-1,5) + (-3,03) +


= -0,025 μm
b = (-4,5) + (-1,72) + (-1,5) + 0 + 3,25 + 3,46)
  12  

Lingkaran = 4,7 + (-0,45) = 4,45 μm


Referensi

LSC =

∆1 = 4 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 90°) – (-1,005 . sin 90°) = -1,705 μm

∆2 = 5 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 60°) – (-1,005 . sin 60°) = -0,795 μm

∆3 = 6,5 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 30°) – (-1,005 . sin 30°) = 0,9085 μm

∆4 = 4,5 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 0°) – (-1,005 . sin 0°) = -0,25 μm

∆5 = 3 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 330°) – (-1,005 . sin 330°) = -0,8085 μm

∆6 = 3,5 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 300°) – (-1,005 . sin 300°) = 0,105 μm

∆7 = 4,5 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 270°) – (-1,005 . sin 270°) = 0,805 μm


∆8 = 5 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 240°) – (-1,005 . sin 240°) = 0,945 μm

∆9 = 3 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 210°) – (-1,005 . sin 210°) = 1,5865 μm

∆10 = 6,5 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 180°) – (-1,005 . sin 180°) = 1,85 μm

∆11 = 7 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 150°) – (-1,005 . sin 150°) = 0,9085 μm

∆12 = 6 – 4,125 - (-0,45 μm . cos 120°) – (-1,005 . sin 120°) = -1,795 μm


5.2 Analisa Data
5.2.1 Pengamat A
Adapun analisa data pengamat A sebagai berikut:

Tabel 5. 1 Hasil Perhitungan Pengamat A

Hasil Perhitungan
No
Average (μm) Titik X (μm) Titik Y (μm)
1 1 0 1
2 4 2 4
3 3,5 3,03 1,75
4 1 1 0
5 1 0,86 -0,5
6 6 3 -5,1
7 3,5 0 -3,5
8 4,5 -1,25 -3,89
9 5,5 -4,76 -2,75
10 6,5 -6,5 0
11 7 -6,06 3,5
12 6 -3 5,19
Σn=12 Σr=49,5 Σx=12,68 Σy=0,3

Tabel 5. 2 Selisih Jarak Antara R dan r

Selisih Jarak Antara R dan r


Titi R (μm) a (μm) b (μm) r (μm) ∆i (μm)
k
1 1 -3,1
2 4 0,421
3 3,5 0,287
4 1 -2,095
5 1 -4,0125
6 6 1,329
4,125 -1,05 -0,025
7 3,5 -0,65
8 4,5 -0,171
9 5,5 0,4785
10 6,5 1,325
11 7 1,9785
12 6 1,371
Gambar 5. 1 Grafik Kebulatan Pengamat A

Dari gambar diatas dapat diketahui dan dianalisis bahwa untuk mengetahui
ketidakbulatan sebuah benda ukur digunakanlah metode referensi Least Square Circles
(LSC).
Dari grafik tersebut garis berwarna biru menunjukkan nilai LSC dan garis berwarna
biru menunjukkan nilai rata-rata. Pada grafik kebulatan pengamat A ini terdapat
penyimpangan atau ketidaktepatan yang sangat jelas dan terlihat nyata yaitu adanya tonjolan
pada titik 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 namun lekukan pada titik 1 dan 5. Hal ini
dipengaruhi beberapa faktor yaitu, faktor dari pemutaran benda ukur yagn berbeda pada
setiap titiknya, kurang telitinya saat pengukuran dan alat ukur yang kurang baik. Pada
metode LSC ini nilai yang dipengaruhi kebesarannya lingkaran LSC adalah nilai terbesar
antara A dan B ditambah dengan R itulah besar lingkaran LSC tersebut. Semakin besar
maka akan semakin besar pula ukuran LSC tersebut.

5.2.2 Pengamat B
Adapun analisa data pengamat B sebagai berikut:

Tabel 5. 3 Hasil Perhitungan Pengamat B

Hasil Perhitungan
No
Average (μm) Titik X (μm) Titik Y (μm)
1 4 0 4
2 5 2,5 4,33
3 6,5 5,62 3,25
4 4,5 4,5 0
5 3 2,59 -1,5
6 3,5 1,75 -3,03
7 4,5 0 -4,5
8 5 -2,5 -1,73
9 3 -2,59 -1,5
10 7 -7 0
11 6,5 -5,62 3,25
12 4 -2 3,46
Σn=12 Σr=56,5 Σx=-2,75 Σy=6,03

Tabel 5. 4 Selisih Jarak Antara R dan r

Selisih Jarak Antara R dan r


Titi R (μm) a (μm) b (μm) r (μm) ∆i (μm)
k
1 4 -1,705
2 5 -0,795
3 6,5 0,9085
4 4,5 0,25
5 3 -0,8085
6 3,5 0,105
4,7 -0,45 1,005
7 4,5 0,805
8 5 0,945
9 3 1,5865
10 7 1,85
11 6,5 0,9085
12 4 -1,795

Gambar 5. 2 Grafik Kebulatan Pengamat B

Pada gambar diatas dapat diambil sebuah analisa, terjadinya penyimpangan,


sebelumnya dari grafik diatas garis berwarna biru merupakan nilai LSC dan garis berwarna
hijau merupakan nilai rata-rata pada grafik kebulatan pengamat B ini ada beberapa
ketidaktepatan dan bisa disebut penyimpangan yang terlihat nyata, yaitu adanya tonjolan
pada titik 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12 dan lekukan pada titik 1 dan 9. Hal ini dipengaruhi
beberapa faktor yaitu, adanya kesalahan saat pengukuran, kurang telitinya saat pengukuran
dan pemutaran benda ukur yang berbeda atau bisa saja disebabkan oleh alat ukurnya yang
kurang baik. Pada metode LSC ini nilai dipengaruhi kebesarannya lingkaran LSC adlah nilai
terbesar antara a dan b, dan dari suatu pengukuran yang dilakukan ini tidak ada hasil dari
pengamat A dan B yang dapat menunjukkan suatu benda tersebut benar-benar bulat.
Pastinya sudah terlihat adanya penyimpangan yang terjadi pada saat proses pengukuran.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh pada praktikum pengukuran kebulatan ini
adalah sebagai berikut:
1. Prinsip kerja dial indikator yaitu mengubah gerakan isyarat sensor dari translasi
menjadi rotasi dengan bantuan jarum ukur yang menunjukkan nilai dari skala dial
indikator.
2. Pengukuran kebulatan adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui bahwa
benda tersebut benar-benat bulat atau tidak menggunakan alat ukur.
3. Dengan menggunakan metode LSC dapat diketahui nilai dari menganalisis hasil
pengukuran kebulatan kesalahan pengukuran disebabkan oleh satunya alat ukur yang
kurang baik atau praktikan yang kurang teliti.

6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diperoleh pada praktikum pengukuran kebulatan ini adalah
sebagai berikut:
1. Harusnya mahasiswa menguasai teori dahulu sebelum melaksanakan praktikum.
2. Pembacaan nilai skala hendaknya sejajar dengan pandangan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Dodi Sofyan. 2021. Buku Panduan Praktikum Metrologi. Pekanbaru : Universitas Riau.
Fathony, Agung. 2013. Alat Ukur Dial Indikator. Surakarta: SMKN 5 Surakarta.
Ikhsanudin. 2012. Dial Indikator. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Pahlevi, Amri. 2018. Laporan Akhir Praktikum Metrologi Industri. Pekanbaru: Universitas
Riau.
Rochim, Taufiq. 2006. Spesifikasi & Kontrol Kualitas Geometrik. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai