Anda di halaman 1dari 32

TUGAS RESUME

ANALISA MAKANAN DAN MINUMAN

NAMA :HAFIFAH
SEMESTER IV
KELAS :B
MATA KULIAH : ANALISA MAKANAN DAN MINUMAN
PROGRAM STUDI : D-III ANALIS KESEHATAN
DOSEN : NAFILA, M. Si

D-III TEKHNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


AKADEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO LESTARI
YAYASAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU
2019/2020
I. Minyak dan Lemak
 Analisis Bilangan Peroksida
Bilangan proksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi
tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak
jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa
peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka perosida
adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida
dilakukan denga titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goring adalah bilangan
peroksida. Peroksida merupakan suatu tanda adanya pemecahan atau
kerusakan pada minyak karena terjadi oksidasi (kontak dengan udara) yang
menyebabkan bau atau aroma tengik pada minyak. Ukuran dari ketengikan
dapat diketahui dengan menentukan bilangan peroksida. Semakin tinggi
bilangan peroksida maka semakin tinggi pula tingkat ketengikan suatu
minyak.
Prinsip Kerja : Bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak
terokidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodium (I2) yang terbentuk dari
reaksi peroksida dalam minyak dengan iodie (I) yang sebanding dengan kadar
peroksida sampel

Prosedur Kerja :

1) Timbang dengan saksama 5 gram contoh minyak ke dalam


erlenmeyer.
2) Tambhakan 30ml pelarut (asam acetat :kloroform),kocok
sampaisemua contoh minyak terlarut.
3) Tambahkan o,5 ml larutan KI jenuh,diamkan pada tempat gelap
selama 2 menit,sambil dikocok.
4) Tambahkan 30 ml aquadest,kelebihan iod dititer dengan Natrium
tiosulfat dengan amilum sebagai indicator.
5) Dengan cara yang sama buatlah penetapan untuk blanko

Interpretasi Hasil :

Angka peroksida minyak setelah penggorengan hari pertama sampai


penggorengan hari ketiga masih berada dalam batas standar yang telah
ditetapkan dalam SNI 3741:2013 yaitu maksimal 10 mek O2/kg.
Keterangan: notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada
hasil analisis Duncan Multiple Range Test (DMRT)

Hasil uji statistik angka peroksida pada minyak hasil penggorengan


lele dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan uji One Way Anova, terdapat
perbedaan yang signifikan pada angka peroksida dari ketiga frekuensi
penggorengan sig 0,000 (p<0,05).

Ambang Batas :
Ambang batas bilangan peroksida (nilai ketengikan) suatu minyak adalah
100ppm.

 Analisis Bilangan Asam


Penentuan bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam
lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Besarnya bilangan
asam tergantung dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak
tersebut. Analisa minyak dan lemak yang umumnya banyak dilakukan
dalam bahan makanan adalah penentuan sifat fisik maupun kimiawi yang
khas mencirikan sifat minyak tertentu sehingga dapat dianalisa dengan
bilangan asam pada suatu sampel.
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta
dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam
lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang
digunakan untuk menetralkan asam lmak bebas yang terdapat dalam 1
gram minyak atau lemak. Bilangan asam yang besar menunjukkan asam
lemak bebas yang besar pula, yang berasal dari hidrolisa minyak atau
lemak, ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi
bilangan asam, maka makin rendah kualitasnya.
Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi/ deesterifikasi/
hidrolisislemak yang dapat menunjukkan kualitas bahan makanan mulai
menurun. Reaksi hidrolisis lemak adalah sebagai berikut:

Trigiserida + 3 H2O --> asam lemak + gliserol

Banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak


atauminyak dinyatakan dengan bilangan asam. Bilangan asam merupakan
jumlahmiligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak
bebas yangterdapat dalam satu gram lemak atau minyak. Penetapan
bilangan asam dilakukan dengan cara melarutkan ekstrak lemak dalam
alkohol netral panas danditambahkan beberapa tetes fenolftalein sebagai
indikator. Alkohol netral panasdigunakan sebagai pelarut netral supaya
tidak mempengaruhi pH karena titrasi inimerupakan titrasi asam basa.
Alkohol dipanaskan untuk meningkatkan kelarutanasam lemak. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi asam dengan basa yang menghasilkan
garam. Reaksinya adalah sebagai berikut:

C17H29COOH + KOH --> C17H29COOK + H2O


Prinsip kerja : Analisis angka asam dan angka peroksida
dilaksanakan sesuai dengan SNI 3741:2013. Analisis angka asam dimuai
dengan menimbang 10-50 g ke dalam erlenmeyer, selanjutnya dilarutkan
dengan 50 ml alkohol 95% netral kemudian dititrasi dengan 0,1 N
NaOH ditambahkan phenolphtalein (PP) sebagai indikator. Larutan
dititrasi sampai terbentuk warna merah muda dan dicatat volume nya
serta dihitung kadar angka asam.
Prosedur Kerja :
1) Ditimbang 5 gram sampel minyak goreng ke dalam Erlenmeyer
300ml
2) Ditambahkan 25ml Alkohol netral
3) Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak
4) Di didihkan diatas penangas air selama ±30 menit
5) Di dinginkan dan dititar dengan NaOH 0,0974N (0,1N) dengan PP
sebagai indicator
Interpretasi Hasil :
Angka asam pada ketiga frekuensi penggorengan masih dalam batas
standar yang telah ditetapkan dalam SNI 3741:2013 yaitu maksimal 0,6
mg KOH/g.
Hasil analisis dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
menunjukkan bahwa frekuensi penggorengan berpengaruh terhadap
angka asam. Minyak hasil penggorengan hari pertama tidak memiliki
perbedaan angka asam yang signifikan dengan penggorengan hari
kedua.

Ambang batas :

Ambang batas menurut SNI 01-3741-2002 yang berisi syarat


kandunganasam lemak bebas maksimal adalah 0,30%.

 Analisis Bilangan Iodin


Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diserap oleh 100
gram minyak. Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari
minyak atau lemak. Semakin besar bilangan iod maka derajat
ketidakjenuhan semakin tinggi. Bilangan iodium mencerminkan
ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak. Asam lemak tak
jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh.
Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap.
Lemak yang tidak jenuh dengan mudah dapat bersatu dengan iodium (dua
atom iodium ditambahkan pada setiap ikatan rangkap dalam lemak).
Semakin banyak iodium yang digunakan semakin tinggi derajat
ketidakjenuhan. Biasanya semakin tinggi titik cair semakin rendah kadar
asam lemak tidak jenuh dan demikian pula derajat ketidakjenuhan
(bilangan iodium) dari lemak bersangkutan. Asam lemak januh biasanya
padat dan asam lemak tidak jenuh adalah cair, karenanya semakin tinggi
bilangan iodium semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut.
Bilangan iodium dinyataka sebagai banyaknya garam iod yang diikat
oleh 100 gram minyak atau lemak. Penentuan bilangan iodium dapat
dilakukan dengan cara hanus atau cara Kaufmaun dan cara Von Hubl atau
cara Wijs (Sudarmadji dkk, 1997). Pada cara hanus, larutan iod
standarnya dibuat dalam asam asetat pekat (glasial) yang berisi bukan saja
iod tetapi juga iodium bromida. Adanya iodium bromida dapat
mempercepat reaksi. Sedang cara Wijs menggunakan larutan iod dalam
asam asetat pekat, tetapi mengandung iodium klorida sebagai pemicu
reaksi (Winarno, 1997).

Prinsip Kerja :
Penentuan bilangan iodin dengan cara Hanus adalah
dengan penambahan larutan iodin bromide dalam campuran asam asetat
dan karbon tetraklorida ke dalam jumlah tertentu sampel. Setelah waktu
reaksi standar, penentuan dari kelebihan halogen dengan penambahan
larutan kalium iodide dan iodin yangdibebaskan dititrasi dengan larutan
standart natrium tiosulfat Metode Kaufmann dan Von Hubl Pada metode
Kaufmann digunakan pereaksi Kaufmann yang terdiri dari campuran 5,2
ml larutan brom murni di dalam 1000 ml methanol dan dijenuhkan dengan
natrium bromide
Prosedur Kerja :
1) Timbang 0,5 gr minyak, masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup.
2) Tambahkan 10 ml Chloroform, kocok.
3) Tambahkan 15 ml larutan hanus ( gunakan buret)
4) Tutup Erlenmeyer, biarkan 30 menit sambil di kocok-kocok
perlahan-lahan.
5) Tambahkan 10 ml larutan KI 15 %
6) Cuci tutup erlenmeyer dan dinding dalam labu Erlenmeyer dengan
50 ml H2O bebas (H2O dipanaskan sampai mendidih kemudian
dinginkan.)
7) Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai warna coklat muda, segera
tambahkan 2 ml amilum 1%
8) Titrasi diteruskan sampai warna biru gelap hilang (sebelum warna
biru hilang, Erlenmeyer ditutup dan kocok kuat-kuat, lanjutkan
titrasi sampai warna biru hilang).
9) Buat balanko dengan prosedur yang sama, bahan diganti pelarut.
10) Lakukan standarisasi Na2S2O3

Interpretasi Hasil :
1. Proses Penggorengan
Minyak goreng yang dipakai untuk penelitian ini adalah
minyak goreng dari kelapa yang berasal dari industri rumah tangga di
daerah Tembilahan. Pada proses penggorengan digunakan 500 ml
minyak kelapa baru untuk menggoreng tempe ± 6 buah dengan
ukuran ± 8 cm x 3 cm dan ketebalannya ± 1 cm. Waktu menggoreng
tempe ± 15 menit. Setelah penggorengan pertama selesai minyak
diambil ± 5 ml untuk dilakukan uji bilangan iod. Minyak sisa
penggorengan pertama didinginkan ± 2 jam, kemudian digunakan
kembali untuk menggoreng tempe. Ukuran dan waktu penggorengan
sama dengan penggorengan pertama. Setelah penggorengan kedua ini
selesai minyak diambil ± 5 ml untuk dilakukan uji bilangan iod.
Minyak sisa penggorengan kedua ini digunakan kembali
untuk menggoreng tempe dengan ukuran tempe dan waktu
penggorengan sama dengan penggorengan pertama dan kedua.
Setelah penggorengan ketiga ini selesai minyak juga diambil ± 5 ml
untuk dilakukan uji bilangan iod. Suhu minyak tetap dijaga konstan
sebesar 1800 C.
2. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan K2Cr2O7
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada penentuan
bilangan iod ini digunakan Na2S2O3 sebagai titran. Na2S2O3 yang
dipakai sebagai titran dalam penentuan bilangan iod ini terlebih
dahulu distandarisasi dengan K2Cr2O7. Dari proses standarisasi
diperoleh hasil sebagai berikut :

No Volume K2Cr2O7 Volume Na2S2O3


0,1 N (ml) terpakai (ml)

1 25 25,3
2 25 25,6
3 25 25,4

Tabel IV.1 Hasil Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

Hasil rata-rata volume Na2S2O3 setelah distandarisasi adalah 25,43.


Jadi konsentrasi Na2S2O3 setelah distandarisasi adalah 0,098 N.

3. Uji Penentuan Bilangan Iod


Untuk dapat menentukan bilangan iod masing-masing
sampel, maka terlebih dahulu dilakukan titrasi blanko sebanyak tiga
kali. Pada titrasi blanko diperoleh volume yang terpakai masing-
masing sebesar 15,3 ml pada titrasi pertama, 15,5 ml pada titrasi
kedua, dan 15,7 ml pada titrasi ketiga. Sehingga didapatkan volume
rata-ratanya sebesar 15,5 ml. Larutan blanko yang dipakai sebagai
titrat terdiri dari 20 ml larutan CHCl3, 25 ml larutan hanus (IBr), 20
ml KI 15% dan 100 ml aquades, jadi total volume pereaksinya adalah
165 ml.
Selanjutnya dilakukan titrasi terhadap sampel, dengan massa
sampel 0,1000 gram dan volume total pereaksi adalah 165 ml,
kemudian volume larutan tiosulfat yang terpakai pada titrasi sampel
dicatat (S). Diperoleh data sebagai berikut :

Titran

Volume Na2S2O3 Terpakai (ml)


No Sampel
Titrasi Titrasi II Titrasi III
I
1 Sebelum 11,75 11,75 11,75
Penggorengan
2 Penggorengan 11,85 11,85 11,8
T Pertama
a 3 Penggorengan 11,9 12,0 11,95
b
Kedua
e
4 Penggorengan 12,15 12,1 12,2
l
Ketiga

IV.2 Hasil Titrasi Sampel minyak Kelapa Sebelum Penggorengan


dan Sesudah Penggorengan

Banyaknya volume natrium tiosulfat yang terpakai pada titrasi blanko


(B) adalah sebesar 15,5 ml, dan konsentrasi natrium tiosulfat setelah
distandarisasi adalah 0,098 N maka bilangan iod dapat dihitung :
(15,5−S)x0,098x12 , 69
Bilangan Iod =
G

Dimana :

S = Volume Natrium tiosulfat yang dipakai pada titrasi sampel

G = Bobot sampel (gram)

Bilangan iod masing-masing sampel dapat dilihat pada tabel berikut.

No Bilangan Iod Bilangan


Titrasi 1 Titrasi 2 Titrasi 3 Iod Ratarata

1 Sebelum 46,63 46,63 46,63 46,63


Penggorengan
2 Penggorengan 5,39 45,39 46,01 5,59
Pertama
3 Penggorengan 44,77 43,52 44,14 44,14
Kedua
4 Penggorengan 41,66 42,28 41,03 41,65
Ketiga
Tabel IV.3 Bilangan Iod Minyak kelapa Sebelum dan Sesudah
Penggorengan

Hasil di atas dilakukan sebanyak masing-masing tiga kali untuk tiap


sampel. Berdasarkan Tabel di atas terlihat bahwa perubahan bilangan
iod dari pengulangan penggorengan berbeda-beda.

Ambang batas :

No Kriteria Pernyataan
1. Bau + rasa Normal
2. Warna Muda Jernih
3. Kadar Air Max 0,3 %
4. Berat Jenis 0,900 gr/liter
5. Asam Lemak Bebas Max 0,3 %
6. Bilangan Peroksida Max 2 mg/kg
7. Bilangan Iodium 45-46 m/yod
8. Bilangan Penyabuan 196 – 206
9. Index Bias 1,448 – 1,450
10. Campuran Logam Max 0,1 mg/kg

II. Zat Warna


 Pengertian Zat Warna
Menurut Winarno (1997), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah
bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang
berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi
warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.
Menurut PERMENKES RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, zat pewarna
adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi
warna pada makanan.
 Jenis-jenis Zat Warna
1) Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak
tumbuhan (seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral
yang telah digunakan sejak dahulu sehingga sudah diakui bahwa
aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna alami yang berasal dari
tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang dihasilkan, hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur
tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Oleh
karena itu, Food and Drugs Administration (FDA) Amerika
Serikat menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan zat
pewarna yang tidak perlu mendapat sertifikasi atau dianggap masih
aman. Jenis-jenis zat pewarna alami yang banyak digunakan dalam
industri pangan antara lain ialah zat pewarna asal tanaman, seperti
karotenoid, antosianin, klorofil dan curcumin. Berdasarkan
sumbernya, zat pewarna alami dibagi atas:
a. Zat pewarna alami yang berasal dari tanaman, seperti:
antosianin, karotenoid, betalains, klorofil, dan
kurkumin.
b. Zat pewarna alami yang berasal dari aktivitas
mikrobial, seperti: zat pewarna dari aktivitas Monascus
sp, yaitu pewarna angkak dan zat pewarna dari aktivitas
ganggang.
c. Zat pewarna alami yang berasal dari hewan dan
serangga, seperti: Cochineal dan zat pewarna heme.
Berdasarkan komponen zat pewarnanya, pewarna alami dapat
dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:
a. Karotenoid: isoprenoid dan derivatnya.
b. Klorofil dan senyawa heme: pigmen porphyrin.
c. Antosianin: 2-fenilbenzopyrylium dan derivatnya.
d. Pewarna tumbuhan lainnya: betalains, cochineal,
riboflavin dan kurkumin.
e. Melanoidin dan karamel: terbentuk selama proses
pemanasan dan penyimpanan.
Keuntungan dalam penggunaan pewarna alami adalah tidak
adanya efek samping bagi kesehatan. Selain itu, beberapa pewarna
alami juga dapat berperan sebagai bahan pemberi flavor, zat
antimikrobia, dan antioksidan. Namun penggunaan zat pewarna
alami dibandingkan dengan zat pewarna sintetis memiliki
kekurangan, yaitu pewarnaannya yang lemah, kurang stabil dalam
berbagai kondisi, aplikasi kurang luas dan cenderung lebih mahal.
2) Pewarna Sintetik
Karena kekurangan yang dimiliki oleh zat pewarna alami,
beberapa produsen memilih untuk menggunakan pewarna sintesis.
Zat pewarna sintesis merupakan zat warna yang berasal dari zat
kimia, yang sebagian besar tidak dapat digunakan sebagai pewarna
makanan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama
fungsi hati di dalam tubuh kita.
Proses pembuatan zat warna sintesis biasanya melalui
penambahan asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat
racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai
produk akhir,harus melalui suatu senyawa antara dulu yang
kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil
akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya.
Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa
kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal
tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat
lainnnya tidak boleh ada
Minimnya pengetahuan produsen mengenai zat pewarna untuk
bahan pangan, menimbulkan penyalahguanaan dalam penggunaan
zat pewarna sintetik yang seharusnya untuk bahan non pangan
digunakan pada bahan pangan. Hal ini diperparah lagi dengan
banyaknya keuntungan yang diperoleh oleh produsen yang
menggunakan zat pewarna sintetik (harga pewarna sintetik lebih
murah dibandingkan dengan pewarna alami ). Ini sungguh
membahayakan kesehatan konsumen, terutama anak-anak yang
sangat menyukai bahan pangan yang berwarna-warni. Contoh-
contoh zat pewarna sintesis yang digunakan antara lain indigoten,
allura red, fast green, tartrazine. Kelarutan pewarna sintetik ada
dua macam yaitu:
a) Dyes Merupakan zat warna yang larut air dan diperjual
belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan
pasta. Biasanya digunakan untuk mewarnai minuman
berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu,
pembungkus sosis, dan lain-lain.
b) Lakes Merupakan pigmen yang dibuat melalui proses
pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa
digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue,
cake dan donat.
 Analisa Kualitatif Zat Warna Pada Makanan Dan Minuman
Uji kualitatif adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui jenis zat pewarna sintetis yang terdapat dalam sampel.
Pewarna kimia didefinisikan sebagai bahan kimia aktif karena itu
memerlukan perhatian yang lebih besar daripada aditif lunak (bland)
seperti emulsifier. Pewarna pangan alami adalah diekstraksi dan diisolasi
dari tanaman dan hewan yang berbeda yang tidak memberikan efek yang
membahayakan sehingga dapat digunakan dalam beberapa pangan dalam
jumlah tertentu. Pewarna ini memiliki kestabilan yang rendah, kurang
cerah dan tidak merata, namun sangat murah. Namun, pewarna sintetik
dan produk metabolitnya jika dikonsumsi dalam jumlah besar
memungkinkan toksik dan menyebabkan kanker, deformasi dan lain-lain
(Vries 1996).
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan, karena meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya
tidak menarik waktu disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang
akan memakannya menjadi hilang (Moehyi,1992).
 Analisa kuantitatif Pada Zat Warna
Untuk mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel, dapat berupa
satuan mol, ataupun persentase dalam gram. Teknik ini membutuhkan
ketelitian yang tinggi karena kesalahan dalam pengukuran akan
menghasilkan kesalahan data dalam penelitian. Analisa kuantitatif pada
umumnya dilakukan setelah analisa kualitatif.
III. Bahan Tambahan Pangan
Adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam
jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur,
dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi
seperti protein, mineral dan vitamin.
 Jenis Bahan Tambahan Pangan Yang Dilarang
1) Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya. Asam borat merupakan
senyawa bor yang dikenal juga dengan nama borax.
2) Asam Salisilt dan garamnya ( garam Lithium Salisilat, Silver Salisilat )
3) Formalin (Formaldehyde)
4) Kloramfenikol
5) Nitrofurazon
6) Kalium Klorat ( KclO3)
7) Diethylpyrocarbonat.
8) Dulcin
 Jenis Bahan Tambahan Pangan Yang Diperbolehkan
1) Antibuih (Antifoamng agent)
2) Antikempal (Anticacking agent)
3) Antioksidan (Antioxidant)
4) Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent)
5) Garam pengemulsi (Emulsifying salt)
6) Gas untuk kemasan (Packaging gas)
7) Humektan (Humectant)
8) Pelapis (Glazing agent)
9) Pemanis (Sweetener)
10) Pembawa (Carrier)
11) Pembentuk gel (Gelling agent)
12) Pembuih (Foaming agent)
13) Pengatur keasaman (Acidity regulator)
14) Pengawet (Preservative)
15) Pengembang (Raising agent)
16) Pengemulsi (Emulsifier)
17) Pengental (Thickener)
18) Pengeras (Firming agent)
19) Penguat rasa (Flavour enhancer)
20) Peningkat volume (bulking agent)
21) Penstabil (Stabilizer)
22) Peretensi warna (Colour retention agent)
23) Perisa (Flavouring)
24) Perlakuan Tepung ( Flour treatment agent)
25) Pewarna (Colour)
26) Propelan (Propellant)
27) Sekuestran (Sequestrant)

 Analisa Zat Warna Kuantitatif Dan Kualitatif


Salah satu, analisis kualitatif pada bahan tambahan pangan
adalahTurmeric Paper untuk Analisis Boraks. Analisis kualitatif boraks
menggunakan metode turmeric paper, metode ini telah menjadi standar
AOAC dengan kode AOAC 959.09-1960 –Boric Acid in Meat
Semiquantitative Method. Hasil dari analisis ini adalah seluruh sampel
positif mengandung asam borat. Hasil positif ini ditunjukkan dari
perubahan warna pada turmeric paper, turmeric paper berwarna kuning
dan akan berubah ke merah kecoklatan jika sampel positif mengandung
asam borat. Analisis asam borat dengan turmeric paper dilakukan dengan
mencelupkan kertas ke dalam larutan sampel. Metode ini merupakan
metode yang cepat dan akurat untuk mendeteksi keberadaan asam borat,
juga sesuai untuk mendeteksi kandungan boraks dalam sampel daging
dan produk daging olahan. Dalam perbandingan berbagai metode
analisis kualitatif boric acid yang membandingkan metode kualitatif dan
metode preparasi sampel untuk analisis borax menemukan bahwa
metode turmeric paper adalah metode terbaik untuk analisis kualitatif
bila dibandingkan dengan flame test (Indrayati 2017).

Sample
Code Weight Changes Color Result
A1 55.626 Brownish red Positive
A2 51.290 Brownish red Positive
A3 56.943 Brownish red Positive
A4 52.138 Brownish red Positive
A5 42.086 Brownish red Positive
A6 51.182 Brownish red Positive
A7 50.287 Brownish red Positive
A8 39.347 Brownish red Positive
A9 48.312 Brownish red Positive
A10 53.957 Brownish red Positive
Stdev 5.598

 Peraturan Tentang Bahan Tambahan Pangan


Ketentuan mengenai ketentuan bahan tambahan makanan yang
diizinkan serta batas jumlah penggunaannya dan bahan tambahan
makanan yang dilarang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 033 Tahun 2012 tentang
Bahan Tambahan Makanan. Permenkes RI ini ditetapkan pada tanggal 12
Juli 2012.
 Baku Mutu Zat Warna Berdasarkan BPOM Pada Makanan Dan
Minuman
VI. MSG
Adalah Mononatrium glutamat, monosodium glutamat, atau
natrium/sodium glutamat merupakan garam natrium dari asam glutamat yang
merupakan salah satu asam amino non-esensial paling berlimpah yang
terbentuk secara alami.
 Fungsi MSG
MSG dapat meningkatkan rasa gurih atau umami dari makanan.
Umami merupakan rasa dasar kelima pada alat indera perasa manusia,
sama sepeti manis, asam, asin, dan pahit.
 Dampak Penggunaan MSG Bagi Kesehatan
1) Tubuh menjadi lemas.
2) Kulit menjadi merah.
3) Tekanan atau rasa kencang pada wajah.
4) Berkeringat.
5) Mati rasa, kesemutan atau rasa terbakar di bagian tubuh tertentu,
misalnya leher dan wajah.
6) Detak jantung yang cepat.
7) Nyeri dada.
8) Sakit kepala
 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif :
1) Uji Kuliatatif MSG
 Spot Test :
1) 1 mL larutan sampel (± 1 dari 30 bagian)
2) Tambahkan 1 mL Triktohidindena hidrat TS dan 100
mg Natrium Asetat
3) Masukkan ke dalam Waterbath selama 10 menit
4) Bila timbul warna ungu maka + MSG

Uji kualitatif dengan kromatografi kertas berdasarkan pengujian


mutu MSG menurut standar SII (standar industri Indonesia)

 Pereaksi :
1) Larutan contoh :0,5±0,05 gram contoh dilarutkan
dalam air hingga 1 liter.
2) Larutan standar : 0,393±0,001 gram asam glutamat
(kemurnian tidak kurang dari 99,5%) dinetralkan
dengan NaOH p.a dan diencerkan.
 Pelarut :
1) Campuran butanol asam asetat pekat dan air dalam
perbandingan volume 4:2:1.
2) Pembangkit warna Larutan 0,2% ninhidrin dalam
alcohol 95% v/v.
3) Kertas kromatografi
4) Digunakan kertas whatmen no 1 atau kertas lain yang
sesuai dengan ukuran 250×250 mm.
5) Cara Kerja :Isikan pelarut kedalam wadahnya dalam
bak kromatografi dan dibiarkan 12 jam. Pada kertas
kromatografi dibuat garis pada jarak 25 mm dari tepi
dengan pensil. Teteskan 0,025 ml contoh dan larutan
standar pada garis tersebut dengan jarak masing-masing
10 mm dan 25 mm, dan biarkan hingga kering.
Kromatografi dilakukan dengan cara decending, yaitu
pelarut bergerak dari bawah keatas. Tepi yang
diletakkan di bagian bawah dan ujungnya dicelupkan
dalam larutan (10 mm), selama 8 jam. Kertas kemudian
diangkat dan digantung sehingga semua pelarut
menguap. Seluruh kertas kemudian disemprotkan
dengan larutan nihidrasin dan setelah beberapa menit
dikeringkan dalam oven 105 sampai 1100 C selam 5
menit. Pada kertas akan tampak spot biru dan tampak
pula batas akhir pelarut. Pada pusat tiap spot diberi
tanda jarak antara titik awal dengan pusat spot dan
dengan batas akhir pelarut di ukur dengan teliti. Harus
hanya ada satu spot biru dari larutan contoh dan nilai Rf
contoh harus sama nilai Rf standar.
 Kolorimetri & klorida
1) Larutan yang diperlukan : Larutan klorida standar.
Larutan 165 mg NaCl dalam air dan tepatkan hingga
100 ml. Encerkan 10 ml larutan tersebut menjadi 1
liter. Larutan ini mengandung 10 ppm klorida.
2) Cara Kerja :Larutkan 50 mg MSG-Monohidrat
dalam 40 ml air. Tambah 1 ml asam nitrat dan 1 ml
0,1 N perak nitrat. Encerkan hingga 50 ml biarkan
dalam ruang gelap selama 5 menit. Bandingkan
kekeruhanya dengan larutan yang di buat dari 10 ml
larutan klorida standar yang diberi perlakuan yang
sama. Kekeruhan MSG Monohidrat tidak boleh lebih
keruh dari pada larutan standar.
 Logam-logam Berat
1) Larutan yang diperlukan dan pembuatannya :
Larutan sodium sulfide. Larutkan 5 gram sodium
sulfide dalam 10 ml air dan 30 ml Glycerine. Simpan
larutan ini dalam tempat gelap.
2) Cara kerja : Masukkan 2,0 gram MSG dalam tabung
Nessler. Tambahkan 40 ml air dan 2 ml asam asetat
10% (v/v). Bila larutan tidak jernih, maka disaring dan
jadikan 50 ml dengan air. Tambahkan 2 tetes larutan
sodium sulfide, aduk dan diamkan 5 menit.
Bandingkan warna dengan yang diperoleh dari 8 ml
larutan standar Pb. Warna tidak boleh lebih gelap dari
larutan standar tersebut.

2) Uji Kualitatif menggunakan HPLC


 Sporn melakukan penentuan MSG dalam sup dan kecap.
Glutamat diekstraksi dengan aseton. Ekstrak dimasukkan ke
kolom penukar anion (Partisil SAX: 250 x 4,6 mm) dan dielusi
dengan RI (inframerah) detector. Metode ini kemudian
dimodifikasi lagi oleh Nguyen dan Sporn, di mana mereka juga
menggunakan kolom Partisil SAX, tetapi eluenya Potassium
dihidrogen fosfat (17 mM, pH 4). Penentuan konsentrasi
kemudian dilakukan dengan kombinasi RI dan UV detector.
 Glutamat, asam aspartat, asam piro glutamine, dan klorida
ditentukan dengan RI detektor, sedangkan 5’-IMP dan 5”-GMP
ditentukan dengan UV pada 254 nm. Beberapa penelitian juga
meneliti pengaruh pengalengan, didapati selama pengalengan
glutamat stabil, namun nukleotida mengalami degradasi
sampai 50% atau lebih akibat hidrolisis. Untuk menentukan
konsentrasi glutamat pada konsentrasi rendah, William dan
Winfield mendidihkan larutan buffer sodium bikarbonat (pH
10,5) dan dansil klorida dalam gelap. Hasilnya dipindahkan ke
kolom C18 (125×4,6 mm) dan dielusi dengan air : methanol,
asam asetat (55:45:1, v/v/v), kemudian dilakukan penentuan
konsentrasi dengan fluoresensi (530 nm-328 nm).
3) Uji Kuantitatif MSG
Titrasi bebas air timbang 250 mg sampel secara seksama
basahkan dengan air, larutkan dalam asam asetat glasial 100 mL,
titrasi dengan Asam perklorat 0,1 N . Tiap 0,1 N asam perklorat
setara dengan 9,356 mg Monosodium glutamat.
 Reaksi :
MSG + CH3COOH → Asam Glutamat +
CH3COONa
Asam Glutamat + HClO4 → Monochlorida
glutamat + H2O
 Titrasi presipitasi
10 mL larutan sampel (± 1 dari 10 bagian) + 5,6 mL
HCl 1N, terdapat endapan asam glutamat. Timbang
gravimetris secara kuantitatif
 Reaksi : MSG + HCl –> asam glutamat + NaCl
Ket: Endapan asam glutamat yang terbentuk diukur
secara gravimetris
 Kadar MSG
0,4 gram contoh MSG dipanasi dalam labu
kjedhal dengan 0,5 gram Cu-sulfat, 4,5 gram kalium
sulfat dan 20 ml H2SO4 (p) samapai cairan menjadi
jernih. Pemanasan dilanjutkan hingga 3 jam, lalu
dinginkan. Larutan dipindahkan ke dalam labu destilasi,
cuci dengan air suling dan encerkan hingga volume 200
ml, tambahkan 80 ml NaOH 30 %, kemudian amonia
yang terdestilasi ditampung dalam 25 ml H2SO4 0,1 N
dan indikator merah metil. Bila 2/3 volume larutan
telah terdestilasi, titer kelebihan H2SO4 dengan NaOH
0,1 N. dan hitung kadar kemurnian MSG.
 Kemurniaan MSG % :
(25 x N as sulfat) – (V NaOH x N NaOH) x 0,1 x 0,187
x 100%
berat MSG (mg)
VII. Suplemen
Suplemen makanan adalah produk buatan pabrik yang dimaksudkan untuk
melengkapi asupan makanan ketika dikonsumsi dalam bentuk pil, kapsul,
tablet, atau cairan.
 Jenis-jenis Suplemen
1. Asam lemak omega 3.
2. Seperti jenis suplemen atau vitamin lainnya, asam lemak omega 3
tidak diproduksi dalam tubuh dengan sendirinya.
3. Kalsium. Kalsium adalah jenis mineral yang sangat diperlukan oleh
tubuh untuk perkembangan fungsi otot, saraf, tulang, kelancaran
aliran darah, dan juga sekresi hormon.
4. Vitamin D.
5. Asam folat
 Analisa Suplemen
Salah satu jenis suplemen adalah Vitamin C. Penetapan kadar Vitamin
C dapat dilakukan dngan metode Iodimetri. Tujuannya agar mahasiswa
dapat menentukan kadar vitamin c dengan metode iodimetri.Vitamin C
adalah salah satu vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia.Vitamin
C mempunyai peranan yang penting bagi tubuh. Vitamin Cmempunyai
sifat sebagai antioksidan yang dapat melindungi molekul-molekul yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh. Vitamin C juga mempunyai
perananyang penting bagi tubuh manusia seperti dalam sintesis kolagen, p
embentukancarnitine, terlibat dalam metabolism kolesterol menjadi asam
empedu dan
juga berperan dalam pembentukan neurotransmitter norepinefrin. Struktur
kimiavitamin c atau asam askorbat.
Analisa Suplemen menggunakan metode iodimetri. Iodimetri (titrasi
langsung) adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti
natriumtiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku. Jika
titrasi terhadapzat-zat reduktor dengan titrasi langsung dan tidak
langsung. Dilakukan percobaan ini untuk kadar-
kadar zat oksidator secara langsung, seperti kadaryang yang terdapat pada
serbuk vitamin c. Indikator yang umum digunakansuatu larutan kanji.
Warna yang terjadi biru tua hasil reaksi Ititrasi iodimetri . Titrasi
Iodimetri dilakukan dalam keadaan netral , maka iodin dapat mengalami
reaksidiproporsionisasi menjadi hipordat, tetapi kanji juga mempunyai
kekurangan sebagai indicator :
1) Kanji tidak dapat larut dalam air dingin
2) Suspensinya dalam air tidak stabil
3) Bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan Akan
membentuk kompleks iod-amilum. Jika dalam titrasi
menggunakanindikator kanji maka penambahan kanji dilakukan pada
saat mendekati titik ekuivalen.

Percobaan pertama yang dilakukan yaitu pembakuan iodium 0,1 N.


25ml diencerkan dalam labu ukur 100 ml dan diambil 10 ml, kemudian
dititrasi dengan .0,1 N, setelah selesai dititrasi kemudian ditambah
5 tetes kanji(warna coklat menjadi biru) dan dititrasi kembali dengan 0,1
N sampai warna biru hilang menjadi bening. percobaan ini
dilakukan sebanyak 2.x
Pada percobaan 1 berubah warna pada volume 2ml dan pada percobaan 2
padavolume 0,1 ml. reaksi yang terjadi : 2Na I +

Percobaan kedua yaitu penetapan kadar vitamin c . 0,2 gram vitamin c


ditambah 50ml O bebas ( warna putih keruh ) kemudian ditambah
12,5 ml encer , diambil 5ml . 5ml tersebut ditambah 1ml indicator dan
dititrasi dengan sampai berwarna biru. percobaan ini dilakukan
sebanyak 2x ,
percobaan pertama mencapai titik TAT pada volume 0,5ml dan yang ked
ua pada 0,7ml.reaksi yang terjadi : C6H8O6+ I2→C6H6O6+ 2I-+ 2H+
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi
iodimetri,diantaranya :
1) Oksigen eror, terjadi jika dalam larutan asam , maka oksigen
dariudara akan mengoksidasi iodide menjadi ion ( kesalahan
makin besardengan meningkatnta asam )
2) Larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet
yangsulit hilang warnanya , sehingga akan mengganggu peniteran.
3) pemberian kanji terlalu awal akan menyebabkan iod menguraikan
amilum dan hasil peruraian mengganggu perubahan warna pada
titikakhir
4) Larutan thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat
meguraikanlarutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa
( pH > 9 )thiosulfat menjadi ion sulfat

Anda mungkin juga menyukai