Anda di halaman 1dari 23

TUGAS TEKNIK KOSMETIKA

FORMULASI KRIM PELEMBAB

Disusun Oleh :
Moch Alif Ilan Prilla F420185002
FARMASI 2A

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
I. TUJUAN

1. Mengetahui cara membuat sediaan krim pelembab yang aman dan nyaman digunakan.

2. Mengetahui metode-metode pembuatan krim yang tepat.

3. Dapat membandingkan dua formulasi sediaan vanishing cream dengan menggunakan


variasi konsentrasi fase minyak yang berbeda-beda.

4. Mampu mengevaluasi sediaan krim pelembab.

II. DASAR TEORI

Kosmetik pelembab (moisturizers) merupakan kosmetik perawatan yang bertujuan


untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering,
sinar matahari terik, angina keras, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit
dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering.

Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan dengan adanya
tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari
kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi
tertentu faktor perlindungan alamiah(natural moisturizing factor/ NMF) tersebut tidak
mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan
cara memberikan kosmetik pelembab kulit.

Cara mencegah penguapan air dari sel kulit adalah:

1. Menutup permukaan kulit dengan minyak (oklusif), seperti minyak hidrokarbon,


waxes, minyak tumbuhan dan hewan, asam lemak, lanolin, asam stearat, fatty
alcohols, setil alcohols, lauril alcohol, propilen glikol, wax esters lanolin, beeswax,
steril stearat, carnauba, candelilla, lesitin, kolesterol.
2. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit.
Misalnya: gliserin, propilenglikol, sorbitol, gelatin, asam hialuronat, dan beberapa
vitamin.
3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat hidrofilik yang
menyerap air. Misalnya: hyaluronic acid.
4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruh buruk sinar matahari yang
mengeringkan kulit.

Bahan utama dalam krim pelembab adalah lemak,(lanolin, lemak wool, fatty alcohol,
gliserol monostearat dan lain-lain). Campuran minyak seperti minyak tumbuhan lebih baik
daripada mineral oil karena lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih mampu
menembus sel-sel stratum corneum dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat.

Berbagai jenis krim seperti krim malam, massage krim, dan krim dengan kandungan
minyak yang tinggi, semuanya bisa dikategorikan moisturizing dan emmolient dengan
komposisi dan karateristik basis yang digunakan berupa vanishing atau foundation cream.
Vanishing cream merupakan emulsi asam stearat yang terkesan menghilang setelah dioleskan
dipermukaan kulit.

Preparat tipe emulsi O/W merupakan yang paling cocok untuk krim pelembab. Krim
O/W kaya akan minyak dan selalu berisi humektan(gliserol, sorbitol dan lainnya). Tetapi,
krim dengan tipe W/O juga ada, contohnya krim malam yang terasa lebih hangat, lebih
lengket dan lebih kental. Karena kandungan minyak tumbuhannya tinggi preparat ini mudah
menjadi tengik, maka perlu penambahan antioksidan. Kosmetik ini juga perlu dilindungi dari
mikroorganisme dengan penambahan bahan pengawet. Parfum juga tidak lupa ditambahkan
untuk memperbaiki bau sehingga enak dicium.

III. P R A F O R M U L A S I

Coconut Oil (minyak kelapa)

Sinonim : oleum vegetable, oleum neutralea, Medium Chain Triglycerides.

Fungsi : pengemulsi, solvent, suspending agent, therapeutic agent.

Pemerian : cairan minyak berwarna kuni, tidak berbau dan tidak berasa. Minyak
0
membeku pada suhu 0 C dan viskositas menjadi rendah bila
mendekati suhu 0 0C.

OTT : polistiren, polietilen, dan polipropilen.

Asam stearat
Sinonim : Crosterene, hystrene, Pristerene

Rumus empiric : C18H36O2

Berat Molekul : 284,47

Struktur : CH3(CH2)16COOH

Fungsi : pengemulsi, solubilizing agent

Ointments/ krim : 1-20%

Pemerian : kristal atau serbuk putih atau kuning, bau lemah

Kelarutan : benzen larut,etanol larut, propilen glikol larut, air praktis tidak larut

OTT : agen pengoksidasi

Gliserin

Sinonim : trihidroxypropane glycerol

Rumus empiric : C3H8O3

Berat molekul : 92,09

Struktur : CH2 OH

CH OH

CH2 OH

Fungsi : - Antimikroba>20%

- Emolient up to 30

- Humektan up to 30

- Plasticizer
- Solvent

- Pemanis

- Agen pengion

Pemerian : larutan bening tidak berwarna, tidak berbau, kental, larutan higroskopis, rasa
manis seperti sukrosa.

Kelarutan : etanol 95% mudah larut, minyak praktis tidak larut, air mudah larut.

OTT : agen pengoksidasi seperti potasium klorat atau potasium permanganat.

Borax/ Natrium tetraborat

Rumus molekul : Na2B4O7.10H2O

Berat molekul : 381,37

Pemerian : hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak bebrbau,
rasa asin dan basah, dalam udara kering merapuh.

Kelarutan : etanol 96% tidak larut, gliserol 1:1 mudah larut, air mudah larut.

Fungsi : antiseptikum extern.

Triethanolamine (TEA)

Rumus empiris : C6H15NO3

Berat molekul : 149,19

Struktur formula : N(CH2CH2OH)3

Fungsi : agen pengalkali,agen pengemulsi

Pemerian : cairan bening tidak berwarna sampai kuning pucat, bau amoniak lemah
Kelarutan : etanol 95% larut, metanol larut, water larut

OTT : golongan amin dan hidroksi

Nipagin/ Methylparaben

Sinonim : Solbrol M, Tegosept M, Nipagin M.

Rumus empirik : C8H8O3

Berat molekul : 152,15

Fungsi : antimikroba untuk sediaan topikal 0,02%-0,3%

Pemerian : kristal putih, tidak berbau, panas

Kelarutan : etanol 1:2, gliserin 1:60, air 1:400,

OTT : besi, mengalami hidrolisis dengan basa lemah dan asam kuat.

Cethyl alkohol

Sinonim : n- hexadecyl alcohol, palmityl alcohol

Rumus empirik : C16H34O

Berat molekul : 242,44

Struktur : CH3(CH2)14CH2OH

Fungsi : pembasah 5%, pengemulsi 2-5%, stiffening 2-10%, emolient 2-5%.

Pemerian : bentuknya seperti lilin, lapisan putih, granul, bau lemah.

OTT : pengoksidasi kuat.

Butylated Hydroxytoluene (BHT)

Sinonim : Sustane, Tenox BHT, Tropanol, Vianol.


Rumus empiris : C15H24O

Berat molekul : 220,35

Fungsi : antioksidan untuk sediaan topikal 0,0075-0,1%

Pemerian : kristal putih atau kuning pucat, bau lemah.

OTT : pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat.

Natrium Hidroksida (NaOH)

Berat molekul : 40

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur/keping, kering, keras, rapuh serta
menunjukkan susunan hablur putih, mudah meleleh, basah, sangat
alkalis dan korosif, segera menyerap karbondioksida

Kelarutan : etanol 96% dan air sangat mudah larut

Fungsi : zat tambahan yang bersifat basa.

IV. F O R M U L A S I

FORMULA A

Vanishing cream ( 50g )

Formula 1 Formula 2 Formula 3


Minyak kelapa 15% Minyak kelapa 10% Minyak kelapa 5%

Asam stearat 14% Asam stearat 14% Asam stearat 14%

Gliserin 10% Gliserin 10% Gliserin 10%

Borax 0,25% Borax 0,25% Borax 0,25%

TEA 1% TEA 1% TEA 1%


Nipagin 0,1-0,2% Nipagin 0,1-0,2% Nipagin 0,1-0,2%

Aquades ad 100% Aquades ad 100% Aquades ad 100%

FORMULA B

Vanishing cream ( 50g )

Formula 1 Formula 2 Formula 3


Coconut oil 5% Coconut oil 10% Coconut oil 10% *

Asam stearat 20% Asam stearat 20% Asam stearat 20%

BHT 0.001% BHT 0.001% BHT 0.001%

Cetyl alcohol 0,5% Cetyl alcohol 0,5% Cetyl alcohol 0,5%

TEA 1,2% TEA 1,2% TEA 1,2%

NaOH 0,01% NaOH 0,01% NaOH 0,01%

Gliserin 8% Gliserin 8% Gliserin 8%

Nipagin 0,01% Nipagin 0,01% Nipagin 0,01%

Parfum 3 tetes Parfum 3 tetes Parfum 3 tetes

Aquades ad 100% Aquades ad 100% Aquades ad 100%

V. ALAT DAN BAHAN

Alat:

1. mortar besar & alu 1 buah


2. mortar kecil & alu 1 buah
3. gelas ukur 100 ml 1 buah
4. gelas ukur 5 ml 1 buah
5. erlenmeyer 10 ml 2 buah
6. beaker glass 10 ml 2 buah
7. cawan penguap 1 buah
8. pipet tetes secukupnya
9. batang pengaduk 1 buah
10. spatula 2 buah
11. cover dan objek glass @ 1 buah
12. sudip 2 buah
13. pot obat 50 ml 1 buah
14. timbangan dan anak timbangan
15. penangas air

Bahan:

1. Minyak kelapa
2. Asam stearat
3. Gliserin
4. Borax
5. TEA
6. Nipagin
7. Cetyl alkohol
8. NaOH
9. Parfum
10. BHT

VI. PROSEDUR KERJA

Cara 1:

1. Fase minyak (minyak dan bahan yang bercampur atau larut dengan minyak)
dipanaskan diatas penangas air hingga suhu 700 C hingga semua bahan lebur.
2. Pada saat yang sama fase air(bahan yang bercampur atau larut dengan aquades)
dilarutkan dalam air panas yang kira-kira memiliki suhu 70 0 C hingga semua bahan
larut.
3. Fase minyak dan fase air dicampurkan didalam lumpang dan digerus hingga terbentuk
massa cream. Setelah itu baru tambahkan sedikit demi sedikit air panas ad 50 ml.
4. Pada formulasi B ditambahkan parfum setelah suhu cream turun hingga 35 0C, digerus
kembali hingga homogen, dan dibiarkan hingga dingin.
5. Evaluasi cream dilakukan setelah krim selesai dibuat (homogenitas, viskositas,
stabilitas dan penampilan cream).
6. Krim yang sudah jadi dimasukkan ke dalam wadah (pot obat) dan diberi etiket.
7. Selama satu minggu diamati kembali homogenitas, viskositas, stabilitas dan
penampilan sediaan krim tersebut.

Cara 2:

1. Fase minyak (minyak dan bahan yang bercampur atau larut dengan minyak) dan fase
air (aquades dan bahan yang bercampur atau larut dengan aquades) dicampurkan ke
dalam cawan penguap.

2. Campuran dari kedua fase dipanaskan diatas penangas air hingga suhu 70 0C ad semua
bahan lebur.
3. Campuran bahan yang telah lebur dituang ke dalam lumpang dan digerus hingga
terbentuk massa cream.
4. Pada formulasi B ditambahkan parfum setelah suhu cream turun hingga 35 0 C dan
diaduk hingga homogen, dibiarkan hingga dingin.
5. Evaluasi cream dilakukan setelah krim selesai dibuat (homogenitas, viskositas,
stabilitas dan penampilan cream).
6. Krim yang sudah jadi dimasukkan ke dalam wadah (pot obat) dan diberi etiket.
7. Selama satu minggu diamati kembali homogenitas, viskositas, stabilitas dan
penampilan sediaan krim tersebut.

VII. DATA HASIL PENGAMATAN

Pengamatan Setelah Sediaan Selesai Dibuat:

Kri Kri
Parameter Kri
Krim Krim Krim
m m kelompok
m 1 kelompok 2 kelompok 3
kelokelo kelo
mpo mpo (Formula
mpo A1) (Formula A2) (Formula A3)
Viskositas ++ +++ ++
k
Homogenitas 4 k 5 k 6
++ + +++
Stabilitas +++ +++ +++
Penampilan: +++
(For (For (For +++ +++

Warna +++ +++ +++

Bau
Para
meter mul mul mul
a a a
B1) B2) B3)
Visko +++ +++ +
sitas +
Homo +++ + +++
genita
s
Stabil +++ +++ +++
itas
Pena +++ +++ +++
mpila
n: +++ +++ +++

Warna

Bau

Keterangan :

Viskositas:

+ : encer

++ : sedang

+++ : kental

++++ : kental sekali (keras)

Homogenitas, stabilitas dan penampilan:

+ : kurang

++ : cukup

+++ : baik

Pengamatan satu minggu berikutnya:


Parameter Krim Krim
kelompok 2 kelompok 3

Krim kelompok 1
Viskositas ++ +++ ++
Homogenitas ++ + +++
Stabilitas +++ +++ ++*
Penampilan: +++ +++ +++

Warna +++ +++ +++

Bau

*) Terjadi perubahan berupa penurunan tingkat kestabilan krim.

Parameter Krim Krim Krim


kelompok 4 kelompok 5 kelompok 6
Viskositas ++++ +++ +
Homogenitas +++ + +++
Stabilitas +++ +++ +++
Penampilan: +++ +++ +++

Warna +++ +++ +++

Bau

VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kosmetologi ini kami membuat sediaan krim pelembab dengan
menggunakan bahan utama Coconut oil. Kosmetik pelembab (moisturizers)
merupakan kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan
fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, angin
keras, umur lanjut, berbagai penyakit kulit maupun penyakit dalam tubuh yang
mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi lebih kering. Pelembab yang kami
buat merupakan sediaan dengan basis vanishing cream, dimana dalam basis ini
terdapat lebih banyak fase air daripada fase minyak. Krim didefinisikan sebagai cairan
kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam
air, dan termasuk dalam sediaan setengah padat berupa emulsi kental yang
mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakain luar.
Sedangkan yang biasa disebut dengan vanishing cream pada dasarnya berupa emulsi
minyak dalam air (M/A), mengandung air dalam persentase yang besar dan asam
stearat. Setelah pemakaian krim air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam
stearat yang tipis. Vanishing cream lebih mudah dibersihkan dan menguapnya air
dapat menyegarkan jaringan. Vanishing cream terkesan menghilang dan nyaman
dipakai setelah dioleskan dipermukaan kulit.

Kami membuat dua formula sediaan krim pelembab dengan bahan tambahan yang
berbeda, masing-masing formula dibuat variasi konsentrasi bahan utamanya (Coconut oil),
yaitu 15%, 10%, dan 5%. Berat krim pelembab dalam satu formula yang kami buat adalah 50
gram.

Bahan tambahan yang kami gunakan dalam formula pertama (formula A) adalah asam
stearat yang berfungsi sebagai pengemulsi, gliserin sebagai emolient, borax dan nipagin yang
berfungsi sebagai pengawet atau antimikroba, TEA sebagai pengemulsi, dan terakhir ad air
50 gram. Sedangkan, formula B menggunakan bahan tambahan sebagai berikut, asam stearat
sebagai pengemulsi, cetyl alkohol dan gliserin sebagai emolient, BHT sebagai antioksidan,
TEA sebagai pengemulsi, nipagin sebagai pengawet, NaOH sebagai larutan penambah sifat
alkali sediaan, dan ditambah oleum rosae sebanyak 3 tetes sebagai pengharum untuk
memperbaiki bau sediaan.

Bahan utama pembuatan krim pelembab kami adalah coconut oil yang merupakan
minyak nabati. Minyak nabati cenderung lebih mudah bercampur dengan lemak kulit, lebih
mampu menembus sel-sel stratum korneum, dan memiliki daya adhesi yang lebih kuat
daripada minyak mineral, seperti paraffin liquid. Coconut oil termasuk ke dalam fase minyak,
selain itu fase minyak juga berisi bahan tambahan yang larut dalam minyak, seperti asam
stearat dan BHT. Sedangkan bahan yang larut dalam fase air, yaitu gliserin, boraks, TEA,
nipagin, cetyl alkohol, dan NaOH.
Pembuatan krim dapat dilakukan dengan dua metode berbeda. Metode pertama yaitu
bahan-bahan yang larut dalam minyak (fase minyak) dilebur bersama di atas penangas air
pada suhu 700C sampai semua bahan lebur, dan bahan-bahan yang larut dalam air (fase air)
dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas juga pada suhu 70 0C sampai semua bahan larut,
kemudian baru dicampurkan, digerus kuat sampai terbentuk massa krim. Sedangkan dengan
metode kedua, semua bahan, baik fase minyak maupun fase air dicampurkan untuk dilebur di
atas penangas air sampai lebur, baru kemudian langsung digerus sampai terbentuk massa
krim. Baik metode pertama maupun metode kedua, sama-sama menghasilkan sediaan krim
yang stabil, bila proses penggerusan dilakukan dengan cepat dan kuat dalam mortar yang
panas sampai terbentuk massa krim. Tetapi dengan metode kedua, kita dapat menggunakan
peralatan yang lebih sedikit daripada metode pertama.

Formula A

Pengamatan setelah sediaan selesai dibuat:

Parameter Krim Krim Krim


kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3

(Formula A1) (Formula A2) (Formula A3)


Viskositas ++ +++ ++
Homogenitas ++ + +++
Stabilitas +++ +++ +++
Penampilan: +++ +++ +++

Warna +++ +++ +++

Bau

Pengamatan satu minggu berikutnya:

Parameter Krim Krim Krim


kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3

(Formula A1) (Formula A2) (Formula A3)


Viskositas ++ +++ ++
Homogenitas ++ + +++
Stabilitas +++ +++ ++*
Penampilan: +++ +++ +++

Warna +++ +++ +++

Bau
Berdasarkan data hasil pengamatan, formula A1 dan formula A3 mengandung
masing-masing 15% dan 5% coconut oil. Viskositas kedua formula ini tidak terlalu kental
dan tidak terlalu keras (sedang), dan formula A3 cenderung lebih meresap di tangan, hal ini
dikarenakan pada formula A3 fase minyak yang digunakan jauh lebih sedikit, sehingga krim
tidak terlalu lengket saat dioleskan di permukaan kulit. Selain itu formula A3 juga lebih
lembut, ini menunjukan bahwa formula A3 lebih homogen daripada formula A1, pada
formula A3 tidak terdapat adanya butiran-butiran dari partikel yang tidak larut. Sementara
pada formula A1 dan A2 lebih terasa adanya butiran partikel dari bahan yang tidak larut,
kemungkinan hal itu disebabkan oleh kristal dari boraks atau nipagin belum larut sempurna
dalam air panas. Padahal jika dilihat dari monografi (FI ed.3) kedua bahan ini termasuk
bahan yang mudah larut dalam air panas. Kedua bahan menjadi tidak larut juga bisa
disebabkan oleh prosedur pengerjaannya saat di lab kurang sempurna. Saat proses pelarutan
dan penggerusan bahan tersebut mungkin kuat, sehingga menjadikan bahan ini tidak larut.
Bila bahan yang belum larut sempurna ini dicampurkan begitu saja ke dalam fase minyak,
maka sediaan krim akan terasa kasar saat dipakai, terasa seperti ada butiran-butiran partikel.
Namun setelah dilakukan pengamatan
kembali pada minggu berikutnya setelah praktikum, krim A3 cenderung tidak stabil bila
dilihat secara fisik. Pada bagian atasnya terlihat seperti ada pemisahan berupa 2 lapisan yang
sangat tipis, krim terlihat ’pecah’ meskipun hanya dibagian atasnya saja. Sementara krim A1
dan A2 terlihat lebih stabil secara fisik, tidak terlihat adanya pemisahan pada sediaan.
Pemisahan seperti yang ditunjukkan oleh krim A3 merupakan salah satu dari fenomena
ketidakstabilan emulsi (krim = emulsi kental), yaitu flokulasi dan creaming. Kedua fenomena
ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya energi bebas
permukaan semata. Emulsi masih dapat diperbaiki dengan pengocokkan karena lapisan film
antar permukaannya (lapisan monomolekuler) masih ada. Flokulasi adalah peristiwa
terbentuknya kelompok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan dalam suatu emulsi.
Creaming adalah peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda
dalam suatu emulsi.

Formula B

Pengamatan setelah sediaan selesai dibuat:


Parameter Krim Krim Krim
kelompok 4 kelompok 5 kelompok 6

(Formula B1) (Formula B2) (Formula B3)


Viskositas ++++ +++ +
Homogenitas +++ + +++
Stabilitas +++ +++ +++
Penampilan: +++ +++ +++

Warna +++ +++ +++

Bau

Pengamatan satu minggu berikutnya:


Parameter Krim Krim Krim
kelompok 4 kelompok 5 kelompok 6

(Formula B1) (Formula B2) (Formula B3)


Viskositas ++++ +++ +
Homogenitas +++ + +++
Stabilitas +++ +++ +++
Penampilan: +++ +++ +++

Warna +++ +++ +++

Bau

Sementara untuk formula B, nilai viskositas


formula B1 sangat kental dibandingkan 2 formula lainnya, sehingga krim yang dihasilkan
menjadi keras. Hal ini karena, konsentrasi coconut oil yang digunakan hanya 5%, sehingga
sediaan lebih bersifat vanishing cream, lebih mudah menembus lapisan stratum corneum.
Untuk dua formula lainnya menggunakan konsentrasi coconut oil sebanyak 10%, dan itu
berarti akan membuat krim menjadi lebih lengket dan viskositasnya lebih rendah, sehingga
krim yang dihasilkan lebih encer dari formula B1. Semakin besar konsentrasi coconut oil
yang digunakan, maka krim tersebut sebenarnya sangat baik sebagai kosmetik pelembab,
karena minyak akan menutup permukaan kulit dan mencegah penguapan air dari sel kulit.
Perbedaan nilai viskositas yang terjadi antara krim B2 dan B3 meski keduanya memiliki
formula yang sama disebabkan pada proses pengerjaannya, yaitu saat penambahan air ad 50
gram bisa jadi terlalu berlebih pada krim B3, dan ini menyebabkan krim B3 menjadi ’sangat
encer’. Krim B2 juga bukan yang terbaik dari ketiga formula krim yang kami buat. Karena
krim B2 ini, cenderung lebih tidak homogen. Ketidakhomogenan krim bisa terlihat pada saat
dioleskan pada permukaan kulit. Pada krim B2 masih terdapat butiran partikel yang tidak
larut. Butiran partikel ini disebabkan dari kristal-kristal nipagin yang belum larut sempurna
dalam fase air. Sementara untuk nilai stabilitas, bila dilihat secara visual ketiga krim ini
memiliki stabilitas yang baik. Tidak terjadi flokulasi dan creaming, apalagi sampai koelesen
atau demulsifikasi baik setelah krim selesai dibuat, maupun setelah pengamatan satu minggu
berikutnya.

Kedua formula pelembab yang kami buat dengan basis vanishing cream ini, masih
belum sempurna, sehingga perlu latihan kembali. Dengan variasi konsentrasi coconut oil
yang digunakan, formula dengan konsentrasi coconut oil yang paling besarlah yang baik
sebagai kosmetik pelembab, karena minyak dapat menutup permukaan kulit, sehingga
penguapan air dari sel kulit dapat dicegah, dan kulit menjadi lebih lembab.

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dibuat kesimpulan:

1. Krim dibuat dari campuran minyak dengan air yang didispersikan homogen dengan
bantuan emulgator sebagai bahan pengemulsi. Krim yang nyaman digunakan (tidak
lengket dan mudah meresap ke dalam kulit) adalah krim yang mengandung fase air
lebih besar daripada fase minyak (M/A) atau dikenal dengan basis vanishing cream.

2. Krim dapat dibuat dengan dua metode berbeda, yaitu metode pertama fase minyak dan
fase air dipisah, dan keduanya dipanaskan pada suhu 70 0C. Sedangkan metode kedua
fase minyak dan fase air dicampur, dilebur bersama di atas penangas pada suhu 70 0C,
baru kemudian digerus sampai terbentuk massa krim.
3. Dengan variasi konsentrasi coconut oil yang digunakan, maka formula dengan
konsentrasi coconut oil yang paling besarlah yang paling baik sebagai kosmetik
pelembab, karena minyak dapat menutup permukaan kulit, sehingga penguapan air dari
sel kulit dapat dicegah, dan kulit menjadi lebih lembab.

4. Evaluasi sediaan yang dilakukan antara lain homogenitas, viskositas, stabilitas, dan
penampilan.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Muhammad. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM press.

Anief, Muhammad. 1993. Farmaseutika Dasar. Yogyakarta : UGM press.

Ansel, Howard.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Jakarta : UI press.

Harjasaputra, Purwanto, dkk. 2002. Data Obat di Indonesia. Jakarta : Grafidian Medipress.

Panitia Farmakope Indonesia. 1978. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Depatemen
Kesehatan RI.

- Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta :


Departemen Kesehatan RI.

Reynold, James E F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia. Twenty Eight edition.
London : The Pharmaseutical Press.

Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Exipients. Second
edition. Washington : American Pharmaseutical Association

Definisi pelembab adalah sediaan yang diperuntukkan untuk mencegah penguapan


air pada kulit (stratum corneum). Pertimbangan dalam pembuatan pelembab
antara lain estetika, persepsi konsumen akan perfomance produk, jenis kulit,
lingkungan, tipe kulit berdasarkan ras, faktor usia, bagian tubuh yang akan
menggunakan pelembab, pekerjaan, dan sebagainya.

Ada beberapa formula pelembab, antara lain :

1. Formula I : basis pelembab emulsi O/W yang konsistensi produknya seperti


lotion
2. Formula II : cold cream dengan emulsi W/O yang sangat kental
3. Formula III : krim emolien yang tidak menggunakan air dalam formulanya
dan konsistensi produknya seperti salep 
4. Formula IV : basis krim untuk kulit kering dan merupakan emulsi O/W
dengan konsistensi yang kental 
5. Formula V : basis pelembab kosmetik yang banyak digunakan dan merupakan
emulsi O/W 
6. Formula VI : pelembab dalam bentuk gel yang mempunyai viskositas yang
tinggi

Perfomance criteria dari suatu produk pelembab, meliputi :


- Estetika
- Pengaruh regulasi
Estetika produk pelembab berkaitan dengan pengemasan produk, pemberian label,
pemilihan bahan baku dan pengharum.
Adapun kriteria estetika ditentukan melalui panca indera, rheology dan jaminan
penggunaan produk secara kontinyu. Secara rinci diuraikan berikut :

Kriteria Estetika Melalui Panca Indera


1. Rub-in (penggosokan)
Dapat dilihat dari mudah tidaknya produk menghilang saat pengaplikasian
Berhubungan dengan viskositas
2. Greasiness (sensasi berminyak)
Ditentukan secara visual dan taktil (tekanan pada sentuhan)
Peningkatan fase air dapat menurunkan sensasi berminyak
Partikel-partikel kecil dari emulsi tipe O/W juga akan mengurangi persepsi
sensasi berminyak pada kulit.
3. Tackiness (sensasi pekat)
Persepsi pekat dapat dirasakan selama aplikasi dan setelah aplikasi pelembab pada
kulit dan dapat berasal dari komponen fase air atau minyak. Minyak pekat seperti
lanolin, setil dan setearil alkohol serta silikon yang dimodifikasi mempunyai
kekentalan yang tinggi.
Komponen fase air seperti protein, pantenol dan beberapa fase larutan yang kental
akan menyebabkan sensasi pekat bila digunakan dalam konsentrasi tinggi.
4. Slip (kemampuan bergulir)
Menunjukkan bagaimana produk melewati kulit dan berhubungan dengan kriteria
kerusakan pelembab.
5. Break (kerusakan pelembab)
Dipengaruhi oleh bahan pengemulsi dalam hubungannya dengan stabilitas
6. Moisturized after-feel (sensasi lembab setelah pemakaian)
Merupakan faktor yang sangat penting untuk suatu pelembab selain sensasi lembut
dan halus pada kulit.

Rheologi
Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang aliran zat cair dan deformasi zat
padat. Rheologi berhubungan erat dengan viskositas yang merupakan suatu
pernyataan tahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas,
semakin besar tahanannya untuk mengalir. Dalam bidang farmasi, prinsip-prinsip
rheologi diaplikasikan dalam pembuatan krim, suspensi, emulsi, losion, pasta,
penyalut tablet, dan lain-lain. Selain itu, prinsip rheologi digunakan juga untuk
karakterisasi produk sediaan farmasi (dosage form) sebagai penjaminan kualitas
yang sama untuk setiap batch. Rheologi juga meliputi pencampuran aliran dari
bahan, penuangan, pengeluaran dari tube, atau pelewatan dari jarum suntik.
Rheologi dari suatu zat tertentu dapat mempengaruhi penerimaan obat bagi
pasien, stabilitas fisika obat, bahkan ketersediaan hayati dalam tubuh
(bioavailability). Sehingga viskositas telah terbukti dapat mempengaruhi laju
absorbsi obat dalam tubuh.
Rheologi berpengaruh dalam proses pembuatan, pengemasan dan distribusi.
Rheologi dipengaruhi oleh tekanan dan kecepatan pengadukan.

Jaminan Penggunaan Produk secara Kontinyu


Suatu produk pelembab yang digunakan secara kontinyu harus memenuhi jaminan
dan syarat yang antara lain nyaman digunakan, mudah terabsorpsi dan dapat
diterima oleh kulit. Hali ini berkaitan dengan pengaruh regulasi yang meliputi :

 Interaksi produk dengan kulit

 Interaksi dengan kulit dan kepastian permintaan

 Penyesuaian performance dengan fisiologi kulit

Interaksi produk dengan kulit


Formulator harus mendesain jaminan keamanan dari awal sampai akhir pembuatan
produk dan kemanjuran menjadi nomor dua. Perlu disadari bahwa penggunaan
emulsi dalam waktu lama akan menimbulkan efek merugikan pada kulit.
Pemilihan emulsifikasi memberi dampak pada intoleransi kulit, sering dihubungkan
dengan komponen formulasi lain seperti pengharum atau bahan pengawet
Pengunaan pelembab harus memperhatikan hipersensitivitas kulit terhadap bahan
pengawet.
Disisi lain sensitifitas kulit terhadap produk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
:
-Konsumen atau pemakai (misal bayi, orang dengan kulit yang sensitif)
-Kondisi penggunaan (kulit bagian mana, seberapa sering pemakaian)
-Rata-rata penggunaan (perhari, perminggu)
-Geografis pemasaran (eropa, asia atau umum)

Interaksi Dengan Kulit dan Kepastian Permintaan


Pemahaman konsumen tentang fisiologi kulit dan produk (bahan-bahan yang
tertera dalam label) dapat mempengaruhi jumlah permintaan. Sekarang ini
terdapat kecenderungan bahwa suatu produk pelembab dituntut tidak hanya
sekedar melembabkan tetapi juga memberikan efek seperti kulit menjadi bersinar,
anti penuaan, suns protection dan pembaruan sel.

Penyesuaian Performance Dengan Fisiologi Kulit


Contoh kasus:
Pemakaian UV protection dalam pelembab yang digunakan sehari-hari. Diketahui
bahwa orang yang beraktifitas diluar ruangan menunjukkan kenaikan penuaan kulit
akibat sinar matahari dibanding dengan yang bekerja di dalam ruangan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sinar UV gelombang panjang (UVA)
membakar sebanyak 1000 kali lebih sedikit dibandingkan dengan UVB (sinar UV
gelombang pendek), tetapi tetap masih dapat menyebabkan kerusakan karena
naiknya paparan UVA.
Sun protection factors (SPF) mempunyai kemampuan untuk melindungi kulit dari
pengaruh sinar UV. SPF 15 direkomendasi untuk perlindungan kulit harian. Pada
penggunaan dipantai biasanya butuh pemakaian ulang tiap 1 sampai 2 jam sekali.

Anda mungkin juga menyukai