EDISI 1 – 2015/2016
KONTRIBUTOR
Supervisi:
Iva Reina, dr
Koordinator:
Try A Mirza, S.Ked
Ketua:
Robbani Istiqomah, S.Ked
Anggota:
Of Prengki, S.Ked, Deby Johor, S.Ked, Nur Rahmi, S.Ked, Ghita
Fazagania, S.Ked
Fitria Dewi, Nadia Ingridara, Ridho Grahadinta, Rina Permatasari,
Tammy Herliani
STASE ILMU PENYAKIT DALAM
A. IDK (MATERI YANG DIPRIORITASKAN) DAN MATERI YANG TELAH DIBAHAS
Pilar tatalaksana DM
Rumus Brocca
Algoritma pengelolaan DM
perkeni
Obat-obatan DM
Komplikasi DM (akut,
kronis)
Kriteria Pengendalian DM
Hipoglikemi Definisi
Etiologi
Gejala klinis
Tata laksana
HONK Diagnosis
Kriteria WHO
SLE Definisi-Diagnosis-Foto
gambaran klinis
3 Kardiologi EKG
Tata Laksana
Kriteria Framingham
Klasifikasi
Tatalaksana
Obat-obatan asma
PPOK Definisi
Gejala Klinis
Tatalaksana
Tatalaksana
Klasifikasi
Tatalaksana
Terapi
Klasifikasi
Tatalaksana
Tatalaksana
Derajat encephalopathy
Tata Laksana
Leptospirosis Definisi
Etiologi
Obat
Diagnosis
Tatalaksana
Jenis cacing
Filariasis Diagnosis
Tata Laksana
8 Golongan Antibiotik
Anjuran Referensi:
- Harrison Internal Medicine
- Buku IPD FK UI
ENDOKRIN
Definisi
Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl, glukosa darah puasa >126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam
setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia
dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun
cepat .
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM
(usia > 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus
berulang, melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida ≥ 250
mg/dl). Uji diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) standar.
- Kadar gula lasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM bergantung pada hasl
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
- TGT diagnosa TGT bila pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam
setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L)
- GDPT GDP 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan TTGO gula darah 2 jam <140
mg/dL
Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan
dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.
1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing- masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau
insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi,
dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index
(BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang
dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk
mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut:
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,
yang sifatnya sesuai dengan Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, Endurance
(CRIPE). Training sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah raga
ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil
mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat hipoglikemik
pasien DM tipe 2 ringan sampai sedang yang gagal dikendalikan dengan pengaturan
asupan energi dan karbohidrat serta olah raga. Obat golongan ini ditambahkan bila setelah
4-8 minggu upaya diet dan olah raga dilakukan, kadar gula darah tetap di atas 200 mg%
dan HbA1c di atas 8%. Jadi obat ini bukan menggantikan upaya diet, melainkan
membantunya. Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetik oral dapat
dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen
antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit
DM serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada. Dalam hal ini obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan
sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa glukosidase dan insulin sensitizing.
b. Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia.
Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan
dengan jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk
pasien yang tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi
insulin dan obat-obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan
sementara, misalnya selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk,
penggantian insulin total menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi
insulin antara lain menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar
jaringan, menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan
glikogen dalam hati dan otot serta mencegah penguraian glikogen, menstimulasi
pembentukan protein dan lemak dari glukosa.
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan kronis.
Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
- Hipoglikemia, adalah kadar glukosa
darah seseorang di bawahnilai normal (< 50 mg/dl).
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per
minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat
pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
- Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba,
dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain
ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
Ketoasidosis Diabetik
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi jalan napas,
status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-langkah ini
harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan
sehingga penatalaksaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.
Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam beberapa hari,
perubahan metabolic yang khas untuk KAD biasanya tampak dalam jangka waktu pendek
(<24 jam). Umumnya penampakan seluruh gejala dapat tampak atau berkembang lebih
akut dan pasien dapat tampak menjadi KAD tanpa gejala atau tanda KAD sebelumnya.
Gambaran klinis klasik termasuk riwayat polyuria, polydipsia, dan polifagia, penurunan
berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya
koma. Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi Kussmaul,
takikardia, hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien KAD
menjadi muntah-muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian lebih harus diberikan untuk
pasien dengan hipotermia karena menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Demekian
pula pasien dengan abdominal pain, karena gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah
indikasi dari pencetusnya, khususnya pada pasien muda. Evaluasi lebih lanjut diperlukan
jika gejala ini tidak membaik dengan koreksi dehidrasi dan asidosis metabolic
Referensi: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe-2 di Indonesia PERKENI, 2011
Hipoglikemia
Definisi
Etiologi
Peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik sesudah penyuntikan insulin subkutan
atau karena obat yang meningkatkan sekresi insulin seperti sulfonylurea. Pasien rentan
terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya.
Oleh sebab itu waktu dimana risiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang
makan berikutnya dan malam hari.
Muntah, gastroparesis
Menyusui
4. Lain-lain
Gejala klinis
Berkeringat Mual
Bingung (confusion)
Jantung berdebar Sakit kepala
Mengantuk
Tremor
Sulit berbicara
Lapar
Inkoordinasi
Perilaku yang berbeda
Gangguan visual
Parestesi
Tata laksana
Glukosa oral
10-20 g glukosa oral dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang
mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Bila belum ada jadwal
makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien
mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian madu atau gel
glukosa lewat mukosa rongga mulut dapat dicoba.
Glukagon intramuscular
Glukagon 1 mg intramuscular, hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Bila pasien sudah
sadar pemberian glucagon diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan
dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan
pemulihan.
Glukosa intravena
Harus berhati-hati. Pemberian dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan
75-100 ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasi
glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.
HONK
Diagnosis
Keluhan pasien ialah: rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat pula
ditemukan mual dan muntah, namun lebih jarang dibandingkan dengan KAD (keto asidosis
diabetic). Kadang, pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi,
hemiparesis, kejang / koma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk,
mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ekstremitas yang dingin dan denyut nadi
yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu tubuh yang tak terlalu
tinggi.
Secara klinis HHNK (koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik) akan sulit dibedakan
dengan KAD terutama bila hasil laboratorium seperti kadar glukosa darah, keton, dan
analisis gas darah belum ada hasilnya.
KAD
Variabel HHNK
Ringan Sedang Berat
Kadar Glukosa
> 250 > 250 > 250 > 600
Plasma (mg/dl)
Kadar pH arteri 7,25 – 7,30 7,00 - 7,24 < 7,00 > 7,30
Kadar
Bikarbonat 15 - 18 10 - < 15 <10 > 15
Serum (mEq/L)
Keton pada
Urine atau Positif Positif Positif Sedikit/negative
Serum
Osmolaritas
Serum Efektif Bervariasi Bervariasi Bervariasi > 320
(mOsm/kg)
Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun, semakin muda
semakin berkurang, dan pada anak belum pernah ditemukan.
Kaki Diabetes
Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi
Edmonds dari King’s College Hospital London, Klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih ruwet,
sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, dan juga
klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki
diabetes. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on
Diabetic Foot (Klasifikasi PEDIS 2003).
Klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds 2004-2005):
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun
oleh dokter umum/dokter keluarga.
Klasifikasi Texas:
Tingkat
Stadium
0 1 2 3
B Dengan infeksi
C Dengan iskemia
Size/Extent in mm2
Metabolic instability
Hypotension, azotemia
2 = Present
0. Kulit intak/utuh
1. Tukak superficial
Klasifikasi Liverpool:
- Neuropati
- Neuroiskemik
The American Heart Association and National Heart, Lung, and Blood Institute, pada tahun
2005 mempublikasikan kriteria diagnosis baru sesuai dengan kriteria dari NCEP ATP III,
namun dengan beberapa modifikasi. Kriteria sindrom metabolic sebagai berikut:
peningkatan kadar trigliserid (>150 mg/dl), penurunan kadar kolesterol HDL (<40 mg/dl
pada pria, <50 mg/dl pada wanita), peningkatan tekanan darah (>130/85 mm Hg), dan
peningkatan glukosa darah puasa (>100 mg/dl), tanpa mengikutsertakan kriteria obesitas
jika kriteria lainnya telah ada.
Kriteria WHO-1999
Tiroid
Dapat dibedakan menjadi 2 kelompok: yang bersifat umum karena kekurangan hormone
tiroid di jaringan, dan yang spesifik disebabkan karena penyakit dasarnya.
Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban bicara, mudah
lupa, obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan bradikardia, tak tahan dingin, berat
badan naik dan anoreksia. Psikologis: depresi, meskipun nervositas dan agitasi dapat
terjadi. Reproduksi: oligomenorea, infertile, aterosklerosis meningkat.
Keluhan dan tanda klinik pada hipotiroidisme dari satu seri kasus:
Depresi 60 Eksoftalmos 11
Lidah tebal
Tersedia L-tiroksin (T4), L-triodotironin (T3), maupun pulvus tiroid. Pulvus tak digunakan lagi
karena efeknya sulit diramalkan. T3 tidak digunakan sebagai substitusi karena waktu
paruhnya pendek hingga perlu diberikan beberapa kali sehari. Obat oral terbaik ialah T4.
Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama
bahan lain. Dosis rerata substitusi L-T4 ialah 112 ug/hari atau 1,6 ug/kgBB atau 100-125 mg
sehari. Untuk L-T3 25-50 ug. Kadar TSH awal seringkali dapat digunakan patokan dosis
pengganti: TSH 20 uU/ml butuh 50-75 ug tiroksin sehari, TSH 44-75 uU/ml butuh 100-150
ug. Sebagian besar kasus butuhkan 100-200 ug L-T4 sehari.
Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus
kornea.
Dermopati (0,5-4%)
Akropati (1%)
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologic tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah
penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien (misalnya apakah ia ingin
punya anak dalam waktu singkat?), risiko pengobatan, dsb.
Terpenting adalah kelompok derivate tiomidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol
atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivate tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg). Dosis
dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400 mg PTU sehari dalam dosis terbagi.
Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respons
klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi
remisi.
Tiroidektomi
Operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid. Plumerisasi diberikan 3 kali 5 tetes
solusio lugol fortiori 7-10 jam preoperative, dengan maksud menginduksi involusi dan
mengurangi vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks
mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus dan
tiroidektomi subtotal lobus lain.
Yodium radioaktif
Dosis RAI berbeda: ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada
yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah
tiroksin sebagai substitusi. Meski radioterapi berhasil, perlu dipantau efek jangka
panjangnya yaitu hipotiroidisme. Satu-satunya kontra indikasi adalah graviditas.
Referensi:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Rheumatologi dan Immunologi
Reumathoid arthritis
Definisi
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit kronis multisystem yang penyebabnya masih
tidak diketahui. RA mempunyai banyak manifestasi tetapi terdapat manifestasi yang sering
muncul yaitu persistent inflammatorysynovitis, yangbiasanya disendi peripherdan simetris.
Epidemiologi
ETIOLOGY
a. Genetic susceptibility
Dipercaya bahwa gangguan genetis ini memegang peranan utama dalam kasus RA
dengan persentasi sekitar 65%-80% dari kasus.
Adanya produk yang dihasilkan dari adanya alel HLA-DR1/DR4 atau keduanya
pada rantai MHC class II. Dengan adanya HLA-DR1 tersebut dapat
mempengaruhi peptide binding dan mengaktifkan T-cell sehingga dengan
sendirinya akan berikata dengan T-cell reseptor.
b. Microbial agent
Agen-agen yang biasanya berperan sebagai inisiasi dari penyakit ini, agen yang
terakhir kali diketahui peranannya dalam RA adalah Eipsten Barr virus, selain itu
terdapat agen-agen lain yang diyakini mempunyai peranan dalam terjadinya RA,
diantaranya : Retrovirus, Parvovirus, mycobacteria dan mycoplasma. EBV dapat
melakukan cross-linked kedalam colagen type II yang ada pada cartilage sendi
synovial, sementara EBV tersebut mempunyai homologous HLA-DR yang juga
dimiliki oleh colagen type II. Jadi pada saat tubuh akan menyerang EBV tersebut
colagen type II berperan sebagai mimic antigen yang juga akan ikut diserang oleh
sistem pertahanan tubuh karena tubuh tidakmlagi mampu untuk mmbedakan
antara self dan non-self.
c. Autoimmunity
Clinical Manifestation
Lab finding
Immunologic diagnosis
80% kasus → Rf (+) including complicated with rheumatoid nodules/ other manifest
(not spesific). Dan Rf ini dapat juga ada pada orang normal. Pada kebanyakan pasien
hasil tes ANA menunjukan hasil tes positive dan komplemen biasanya normal.
Ditemukan cryoglobulin pada pasien dengan rheumatoid vasculitis.
DIAGNOSIS
- SLE
- Arthritis Psoriatik.
- Kostokondritik.
- Hepatitis Kronik
Management
- Prinsipumum :
1. Menghilangkannyeri.
2. Mengurangiperadangan / imunologik.
3. Mempertahankankapasitasfungsional.
4. Resolusi proses etiopatogenik.
5. Mempercepatpenyembuhan.
- Hanya bersifat paliatif ( karena etiologi tidak diketahui, petogenesis masih spekulatif,
mekanisme banyak obat belum diketahui pasti ).
- Terapifisik :
1. Istirhahat.
2. Pembidaian → menurunkan pergerakan sendi yang meradang untuk mengurangi
nyeri.
3. Olah raga → mempertahankan kekuatan otot & mobilitas sendi.
- Penatalaksanaan medis Arthritis Rematoid terdiri dari 3 pendekatan umum :
1. Penggunaan aspirin & obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) lain, analgesik
sederhana, bila perlu glukokortikoid dosis rendah → untuk mengontrol gejala &
tanda proses peradangan local.
2. Obat-obat antirematik → supaya penyakit bekerja lambat, menahan kadar rekatan
fase akut.
Obat-obtaimunosupresif&sitotoksik → menghilangkan proses penyakit.
3. Penggunaansejumlahmodalitaseksperimental
Co :iradiasilimfosit total, limpoplasmaferesis,
pemberianobatimunosupresifsiklosporin, pemberian antibody monoclonal
terhadapsel T & subset sel T.
Tapibelumterbuktiaman& cost-effective biladiberikandalamjangkapanjang.
- Asam lemak omega 6 dalam makanan & omega 3, seperti dalam minyak ikan →
memberikan perbaikan simtomatik (baru!).
- Pendekatannontradisional :
1. Diet
2. Ekstraktumbuhan&hewan.
3. Vaksin
4. Hormon.
5. Berbagaipreparat topical.
Complication
Anemia
Kanker
Komplikasi cardiac
Cervical spinedisease
Prognosis
Sekitar 40% pasien dengan penyakit ini menjadi cacat setelah 10 tahun, tetapi
hasilyangsangat bervariasi.
Beberapa pasien mengalami penyakit yang relatif self- limited, sedangkan yang lain
memiliki penyakit kronis progresif.
GOUT ARTHRITIS
1. Definisi :
Kumpulan gejala yang disebabkan oleh respon inflamasi terhadap produksi asam
uric di darah yang tinggi (hiperuricemia) dan cairan tubuh lain termasuk cairan
synovial.
2. Epidemiologi :
Jarang pada anak-anak dan wanita premenopause
Jarang pada laki-laki <30 tahun
Puncak terjadi pada usia 40-50 tahun
Resiko perempuan dan laki-laki sama besar
3. Etiologi :
Gangguan metabolisme purin akibat mutasi gen X-linked yang menyebabkan
hiperuricemia.
Gangguan ekskresi ginjal.
Konsumsi alkohol yang meningkat.
Obesitas.
Obat-obatan : thiazides
4. Tanda dan gejala :
Sakit yang sangat (50% di metatarsophalangeal joint di ibu jari kaki, sedangkan
50% lainnya di tumit, pergelangan tangan atau kaki, jari kaki, lutut, atau siku).
Seringnya pada malam hari.
Dalam beberapa jam, sendi yang terpengaruhi menjadi panas, merah, dan sakit
sekali, serta terkadang disertai benjolan.
Pada beberapa tempat terdapat tophi (nodul putih di kulit yang mengandung
deposisi kristal).
Pada gejala akut berupa monoarthritis asimetris, tetapi pada gejala kronis
berupa poliarthritis asimetris.
5. Metabolisme Asam Uric :
Pada arthritis gout, terjadi defisiensi atau tidak adanya enzim HGPRT akibat mutasi X-
linked sehingga terjadi gangguan metabolisme asam uric berupa hiperuricemia.
6. Patofisiologi
7. Manifestasi Klinis :
1) Konsentrasi serum urate meningkat.
2) Serangan berulang monoartikular arthritis.
3) Deposit kristal monosodium urate monohydrate (tophi) dan mengelilingi joint.
4) Renal disease
5) Terbentuk batu ginjal.
6) Muncul dalam 3 fase :
a) Asymptomatic hyperuricemia : serum urate meningkat dan negatif gejala.
b) Acute gouty arthritis : serum urate meningkat dan positif gejala.
c) Tophaceous gout : tahap kronis, mulai sejak 3 – 40 tahun sejak serngan
pertama, biasanya poliartikular asimetris.
8. Pemeriksaan :
1) Analisis cairan sinovial : terdapat kristal asam uric.
2) Asam uric darah meningkat.
3) Joint X-ray : dapat normal.
4) Biopsi sinovial.
5) Asam uric urin.
9. Treatment
Serangan akut dapat diatasi dengan mengistirahatkan sendi dan memberikan
dosis besardari non steroidal antiinflamasi
Kurangi BB, tidak boleh meminum alkohol, eliminasi diuretic
Allopurinol sangat cocok untuk kronic goutdan pasien dengan renal
complication
Osteoathritis
Definisi
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi yang kronik yang progresif menjadi
softening dan disintegrasi pada articular cartilage yang diikuti dengan pertumbuhan
cartilage dan tulang yang baru pada bagian pinggir sendi (osteophytes) dan capsular
fibrosis
Epidemiologi
Etiologi
Faktor risiko
o Joint dysplasia
o Trauma
o Pekerjaan seperti boxer
o Densitas tulang
o Obesitas
o Riwayat keluarga
Kehilangan proteoglikan dan terdapat defect di cartilage. Cartilago menjadi kurang kaku
,chondrocyte mengalami kerusakan sehingga mereleasekan sel enzim dan terjadi
pemecahan matrix sehingga kehilangan integritasnya. Ketika integritasnya menghilang
maka akan meningkatkankan konsentrasi di subchondral bone sehingga hasilnya akan
menghasilkan focal trabecular degenerasi dan cyst formation dan juga meningkatkan
vascularitas dan reactive sclerosis
Pathology
Cardinal feature:
Manifestasi klinis
o Pain yang muncul secara tiba-tiba dan meningkat setelah berbulan bulan atau
tahun. Diperpatah saat exercise dan menghilang saat istirahat
o Stiffness
o Swelling
o deformitas
Diagnosis
Imaging
o X-Ray: sclerotic pada subchondralbone, cyst yang dekat dekat dengan articular
surface dan osteophytes pada margin joint
o Radionuclide scanning: dengan menggunakan 99m Tc-HDP memperlihatkan
peningkatan aktivitas pada subchondral region
Athroscopy
Differential diagnosis
o Avascular necrosis
o Inflamatory arthropathies
o Polyathritis of finger
o Difuse idiopathic skeletal hyperostosis
Treatment
Early treatment
Prinsipnya:
Intermediate Treatment
- Joint debridement
- Cartilage transplantasi
- Jika tanda dan gejala pasien meningkat pertimbangkan osteotomy, tetapi harus
dilakukan dengan keadaan sendi yang masih stabil dan mobile
Late Treatment
Kerusakan sendi yang parah, dengan rasa sakit yang meningkat,instabilitas dan deformitas
maka harus dilakukan reconstructive surgery
KOMPLIKASI
o Capsular herniation
o Loose bodies
o Rotator cuff disfunction
o Spinal stenosis
o spondylolithesis
Referensi:
Definisi
Sistemik lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit peradangan kronis yang memiliki
manifestasi protean dan mengikuti relaps dan remisi saja. Lebih dari 90% kasus SLE terjadi
pada wanita, sering dimulai pada usia subur.
Diagnosis
Diagnosis lupus eritematosus sistemik berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium. Kriteria
set dikembangkan oleh American College of Rheumatology (ACR) yaitu ditegakan bila
terdapat 4 dari 11 kriteria American College of Rheumatology (ACR):
D= Diskoid
O=Oral ulcer
P=Photosensitivity
A=Arthritis
M=Malar
I=Immunologic
N=Nerologic disorders
R= Renal disorders
H=Hematologic disorders
Referensi:
Panduan pelayanan medik Perhimpunan Dokter spesialis penyakit dalam Indonesia, 2009
HIV
Definisi
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah, penyakit menular seksual virus melalui
darah. Virus ini biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, bersama intravena
kepemilikan obat, dan ibu-ke-bayi (MTCT), yang dapat terjadi selama proses kelahiran atau
selama menyusui.
Rute yang paling umum dari infeksi bervariasi dari satu negara ke negara dan bahkan di
antara kota-kota, mencerminkan populasi di mana HIV diperkenalkan awalnya dan lokal
praktek. Co-infeksi dengan virus lain yang berbagi rute yang sama dari transmisi, seperti
hepatitis B, hepatitis C, dan virus herpes manusia 8 (HHV8, juga dikenal sebagai Kaposi
sarcoma virus herpes [KSHV]), adalah umum.
Stadium 1 (asymptomatik):
- Herpes zoster
- Keilitis angularis
- Dermatitis seboroik
- Diare kronis yang tidak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan
- Kandidiasis pada mulut yang menetap
- Tuberkulosis paru
- Kandidiasis esofageal
- Tuberkulosis ekstraparu
- Sarkoma kaposi
- Penyakit cytomegaloirus
- Toksoplasmosis
- Enselopati HIV
- Cryptoporidiosis kronis
- Isosporiasis kronis
Management
Pengobatan HIV menggunakan kombinasi obat-obatan untuk melawan infeksi HIV. Hal ini
disebut terapi antiretroviral (ART). ART tidak menyembuhkan, tetapi dapat mengendalikan
virus sehingga Anda dapat hidup lebih lama, hidup sehat dan mengurangi risiko penularan
HIV kepada orang lain.ART melibatkan mengambil kombinasi obat HIV (disebut rejimen
HIV) setiap hari, persis seperti yang ditentukan.Obat-obatan HIV ini mencegah HIV dari
menggandakan (membuat salinan dirinya), sehingga dapat mengurangi jumlah HIV dalam
tubuh. Virus HIV dalam tubuh yang berkurang memberikan sistem kekebalan tubuh Anda
kesempatan untuk pulih dan melawan infeksi dan kanker. Meskipun masih ada beberapa
HIV di dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh cukup kuat untuk melawan infeksi dan kanker.
Dengan mengurangi jumlah HIV dalam tubuh,obat-obatan HIV juga mengurangi risiko
menularkan virus kepada orang lain. ART direkomendasikan untuk semua orang dengan
HIV, terlepas dari berapa lama mereka sudah terdapat virus atau bagaimana sehat
mereka. Jika tidak diobati, HIV akan menyerang sistem kekebalan tubuh dan akhirnya
berkembang menjadi AIDS.
Saat ini pedoman pada waktu mulai ART adalah sebagai berikut:
- ART harus dimulai pada semua pasien dengan riwayat penyakit AIDS atau dengan
jumlah CD4 di bawah 350 / uL
- ART harus dimulai terlepas dari jumlah CD4 pada pasien hamil, pasien dengan
nefropati terkait HIV, dan orang-orang dengan virus hepatitis B (HBV) koinfeksi
ketika pengobatan infeksi HBV ditunjukkan
- Panel dibagi atas inisiasi terapi dengan jumlah CD4 350-500 / uL; 55% menganggap
ini rekomendasi kuat, 45% menganggap rekomendasi moderat
- Panel juga dibagi atas inisiasi terapi dengan jumlah CD4 di atas 500 / uL: inisiasi
setengah disukai dalam pengaturan ini, dan mulai pengobatan setengah dianggap
opsional
Referensi:
Pedoman nasional Tatalaksaa Klinis infeksi HIV dan terapi antiretroviral pada orang
dewasa, Kemenkes RI 2011
http://emedicine.medscape.com/article/211316-overview
KARDIOLOGI
ELEKTROKARDIOGRAM
Konduksi aksi potensial yang melewati miokardium selama cardiac cycle menghasilkan
arus elektrik yang dapat diukur pada permukaan tubuh.
Elektroda-elektroda ditempelkan pada permukaan tubuh dan terhubung dengan suatu
alat perekam yang dapat mendeteksi perubahan voltase kecil dari aksi potensial pada
otot jantung.
Elektroda-elektroda mendeteksi tambahan dari seluruh aksi potensial yang
ditransmisikan melalui jantung pada setiap waktunya.
Elektroda-elektroda tidak dapat medeteksi individual action potentials.
Jadi alat perekam aktifitas elektrikal dari sel jantung yang diperoleh dari permukaan
tubuh yang diinisiasi oleh kontraksi otot jantung untuk memompa darah ke jaringan
disebut elektrokardiogran (EKG).
Setiap defleksi pada perekaman EKG menandai adanya suatu peristiwa elektrik di dalam
jantung dan berhubungan dengan suatu mekanisme berikutnya.
EKG merupakan alat diagnostic yang mampu mengidentifikasi sejumlah kelainan-
kelainan jantung.
Analisis dari EKG dapat menentukan kelainan laju denyut jantung atau iramanya,
kelainan jalur konduksi, hipertrofi atau atrofi dari bagian jantung, lokasi kira-kira
kerusakan otot jantung, pembesaran ruangan jantung, ketidak cukupan aliran darah
koroner, dan kelainan elektrolit.
Waktu dan Voltage
EKG merekam voltage pada aksis vertical dan waktu pada aksis horizontal.
Pengukuran sepanjang aksis vertical menunjukkan sumasi pada aktifasi eketrikal
dari seluruh otot jantung.
Pengukuran sepanjang aksis horizontal Measurement along the horizontal axis
menunjukkan laju denyut jantung, regularitas, dan interval waktu yang dibutuhkan
untuk aktifitas elektrikal untuk bergerak dari satu bagian jantung ke bagian laninnya.
Seperti halnya setiap macam gelombang lainnya, mempunyai tiga sifat utama,
yaitu:
1. Durasi, diukur dalam seperbagian detik
2. Amplitudo, diukur dalam milivolts (mV)
3. Komfigurasi, merupakan kriteria yang lebih subjektif sehubungan dengan bentuk
dan gambaran sebuah gelombang.
Keterangan: Sebuah gelombang khas yang mungkin terlihat pada setiap EKG. Gelombang
ini mempunyai amplitude dua kotak besar (atau 10 kotak kecil), suradi tiga
kotak besar (atau 15 kotak kecil). Dan konfigurasi yang sedikit asimetrik
Kertas EKG
1. Setiap siklus kontraksi dan relaksasi jantung dimulai dengan depolarisasi spontan
pada nodus sinus. Peristiwa ini tidak tampak pada rekaman EKG.
2. Gelombang P merekam peristiwa depolarisadi dan kontraksi atrium. Bagian
pertama gelombang P menggambarkan aktivitas atrium kanan, bagian kedua
mencerminkan aktivitas
atrium kiri.
Keterangan: Komponen
gelombang P
3. Sewaktu aliran listrik sampai pada nodus AV, akan timbul masa istirahat yang
singkat dan gambaran EKG menjadi hilang.
4. Selanjutnya gelombang depolarisasi ini menyebar sepanjang sistem konduksi
vertikal (berkas His, cabang-cabang berkas, dan serabut Purkinje) dan keluar menuju
ke miokardium ventrikel. Bagian ventrikel yang pertama kali terdepolarisasi adalah
septum interventrikuler. Dan proses depolarisasi ventrikel inilah yang menimbulkan
kompleks QRS.
5. Gelombang T merekam repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium tidak tampak
dalam rekaman EKG.
6. Berbagai segmen dan interval menyatakan jarak waktu antara peristiwa-peristiwa
berikut ini:
a. Interval PR mengukur waktu dari permulaan depolarisasi atrium sampai pada saat
mulainya depolarisasi ventrikel.
b. Segmen ST merekam waktu dari akhir depolarisasi ventrikel sampai saat mulainya
repolarisasi ventrikel.
c. Interval QT mengukur waktu dari mulainya depolarisasi ventrikel sampai pada
akhir repolarisasi ventrikel.
Sadapan ekstremitas memandang jantung pada sebuah bidang vertikal disebut sebagai
bidang frontal.
Untuk menghasilkan ke enam sadapan pada bidang frontal tersebut, setiap elektrode
secara berubah-berubah ditandai positif atau negatif.
Ketiga sadapan standar ektremitas ditetapkan sebagai berikut:
1. Sadapan I dibentuk dengan membuat lengan kiri positif dan lengan kanan negatif.
Sudut orientasinya adalah 0o
2. Sadapan II dibentuk membuat kedua kaki positif dan lengan kanan negatif. Sudut
orientasinya 60o
3. Sadapan III dibentuk membuat kedua kaki positif dan lengan kiri negatif. Sudut
orientasinya 120o
Ketiga sadapan tambahan (augmented) ditetapkan sebagai berikut:
1. Sadapan AVL dibentuk dengan membuat lengan kiri positif dan anggota lainnya
negatif. Sudut orientasinya -30o
2. Sadapan AVR dibentuk dengan membuat lengan kiri positif dan ekstremitas yang
laionnya negatif. Sudut orientasinya -150o
3. Sadapan AVF dibentuk dengan membuat kaki positif dan ekstremitas lainnya
negatif.
Sadapan II, III, dan AVF disebut sebagai sadapan inferior sebab sadapan ini paling
efektif menilai permukaan inferior jantung.
Sadapan I dan AVL disebut sebagai sadapan lateral kiri sebab sadapan ini mempunyai
pandangan terbaik untuk dinding lateral kiri jantung
Enam Sadapan Prekordial
Sadapan Kelompok
AVR -
1. Irama (rythm)
• Irama jantung `yang normal disebut sinus rhythm karena irama ini dihasilkan oleh
impuls elektrik yang dibentuk didalam SA node.
• Sinus rhythm adalah sangat utama tetapi tidak mutlak reguler.
• Aksis gelombang P sinus rhythm antara 30o dan 75o.
• Kelainan aksis gelombang P biasanya disertai dengan kelaianan interval PR yang
memendek. Bagaimanapun, interval PR yang pendek dalam tampilan aksis
gelombang P memberi kesan adanya kelainan jalur konduksi.
2. Laju (rate) dan keteraturan (regularity)
Gelombang P dan kompleks QRS digunakan untuk menerangkan laju jantung dan
keteraturannya.
3. Morfologi gelombang P
Kontur: normalnya mulus dan monofasik pada semua sadapan kecuali V1 atau
kadangkala V2.
Mengarah ke atas atau positif gelombang P normalnya terlihat pada sadapan I, II,
aVL, aVF, V4-V6 dan mengarah ke bawah pada sadapan aVR.
Gelombang P pada sadapan III bisa mengarah ke atas ataupun ke bawah.
Durasi gelombang P normalnya dibawah 0,12 detik.
Amplitude maksimal normalnya tidak lebih dari 0,2 mV.
Keterangan: Vektor depolarisasi atrium mengarah ke kiri dan inferior. Oleh karena itu,
sadapan I akan merekam gelombang positif, AVR merekam gelombang
negatif, dan sadapan III merekam gelombang bifasik
c. Gelombang S
Gelombang S harus besar pada V1 dan semakin mengecil pada V6.
6. Morfologi Segmen ST
1. Segmen ST menunjukkana waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada
permulaan repolarisasi ventrikel.
2. Lokasi normal segmen ST segaris horizontal dengan segmen PR.
3. Variasi-variasi normal: Sedikit upsloping, downsloping, atau penurunan horizontal.
4. Segment ST bias berubah bila terjadi pemanjangan kompleks QRS.
7. Morfologi gelombang T
Gelombang T positif mengarah pada seluruh sadapan kecuali aVR (negative) dan V1
(bifasik).
Gelombang T normalnya tidak melebihi 0,5 mV pada sadapan ektrimitas atau 1,5
mV pada sadapan prekordial.
8. Morfologi gelombang U
Gelombang U tidak terlihat atau terlihat sebagai gelombang kecil yang
mengikuti gelombang T dan lebih mencolok pada sadapan V1 dan V2.
Peningkatan gelombang U menunjukkan kemungkinan adanya hipokalemi.
9. Interval QTc
Interval QT mengukur jarak waktu pengaktifan dan pengembalian elektrikal
miokardium ventrikel.
Menurunnya interval QT ketika peningkatan laju denyut jantung meningkat dan
oleh karena itu harus di koreksi untuk laju jantung (interval QTc).
QTc= QT/interval RR’ (dalam detik)
Batas atas QTc 0.46 detik (sedikit memanjang pada perempuan)
Keterangan: Interval Qt kira-kira sepanjang 40% dari setiap siklus jantung (interval R-R’).
bila denyut jantung semakin cepat, interval QT semakin pendek. Pada
gambar B, denyut jantung jauh lebih cepat daripada di gambar A, dan
interval QT juga jauh lebih singkat (kurang dari satu setengah kotak
dibandingkan dengan dua kotak penuh)
Aksis
Istilah aksis merujuk pada arah mean vector listrik, yang menujukkan arah rata-
rata aliran listrik.
Aksis ini ditentukan hanya pada bidang frontal.
Untuk menentukan aksis, carilah sadapan yang kompleks QRSnya paling mendekati
bifasik.
Aksis QRS harus terletak mendekati tegak lurus terhadap aksis tersebut.
Penentuan aksis secara cepat dapat dibuat dengan melihat pada sadapan I dan aVF
Pembesaran Atrium
Keterangan: (A) Gelombang P normal di sadapan II dan V1. (B) pembesaran atrium kanan.
Perhatikan peninggian amplitudo komponen atrium kanan awal gelombang
P. Komponen atrium kiri akhir, dan juga durasi keseluruhan gelombang P,
pada dasarnya tidak berubah.
Hipertrofi Ventrikel
ECG
Assessment and
treatment 1 (a) Assess initial 12 lead ECG
Stage Description
Class Definition
PULMONOLOGI
Asma Bronkial
Definisi:
Klasifikasi:
2. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa
Penatalaksanaan:
1. Pharmacological Intervention
a. Controller
b. Reliever
2. Non-pharmacological Intervention
- Menghentikan merokok dan menghindari paparan asap rokok
- Melakukan aktivitas fisik (e.g., renang)
- Hindari allergen yang menjadi pencetus munculnya asthma
- Hindari emotional stress
Reference: Global Initiative for Asthma, updated 2015
PPOK
Definisi (GOLD Penyakit yang dapat dicegah dan dapat diobati yang dikarakteristikan
2015) dengan hambatan aliran udara menetap yang biasanya progresif yang
disertai dengan peningkatan respon inflamasi kronis pada saluran
nafas dan paru-paru akibat gas atau partikel berbahaya
Gejala (GOLD Dyspnea (sesak nafas ) yang progresif memburuk dan bertambah
2015) berat saat beraktifitas, serta menetap
Mudah lelah
EFUSI PLEURA
Diagnosis Pemeriksaan Fisik (Kapita selekta Kedokteran- 2014):
LDH cairan pleura: >200 IU atau 2/3 batas atas nilai normal di
dalam serum
Foto Toraks
USG Toraks
Ta
Tata Laksana:
Penatalaksanaan berdasarkan penyakit yang mendasarinya.
- Gagal jantung
Pada pasien ini, terapi terbaik dengan diuretik. Jika setelah pemberian
efusi menetap diagnostik torakosinesis perlu dilakukan. Selain itu,
torakosintesis dilakukan pada efusi satu sisi, disertai demam atau nyeri
dada pleuritik. Jika nilai NT-probNP cairan pleura >1500 pg/cc,
mengartikan bahwa efusi terjadi karena gagal jantung.
- Empiema atau efusi parapneumonia
Terapi dengan torakosintesis, pemberian antibiotik dan drainase.
- Pleuritis TB
Pemberian obat anti TB minimal 9 bulan dan kortikosteroid dosis 0,75-1
mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu yang mana dosis akan diturunkan
bertahap; torakosentesis jika terdapat sesak atau efusi lebih tinggi dari sela
iga III.
- Kilotoraks
Pemasangan chest tube dan pemberian elektreotida. Jika gagal, dilakukan
pleuroperitoneal shunt. Jika dilakukan pemasangan tube torakostomi
dengan drainase chest tube, tidak boleh lama-lama karena bisa
mengakibatkan malnutrisi dan penurunan status imun.
- Hemotoraks
Jika dakam cairan pleura terlihat darah, perlu dilakukan pemeriksaan
hematokrin cairan pleura. Jika hasil hematokrit ≥1/2 dibandingkan dengan
hasil dari darah tepi, berarti mengarah ke hemotoraks. Tatalaksana yaitu
dengan chest tube torakostomi. Jika pendarahan >200 ml/jam,
torakostomi atau torakostopi menjadi pilihan pertama.
- Keganasan
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui tumor dan jenisnya.
Tuberkulosis
Epidemologi: Pada tahun 2012, diperkrakan 450.000 orang menderita TBMDR dan 170.000
orang meninggal dunia. (WHO, 2013)
Upaya Pengendalian TB
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD
mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
Definisi Pasien TB:
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA,
biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB
paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa
terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.
Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir, yaitu:
• Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena
reinfeksi).
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): adalah
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat
/default).
• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program
untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping
pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai
beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas
obat dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Tahap Lama
Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Etambutol kali
Pengobatan Pengobatan @ 300 @ 450 @ 250 menela
mgr mgr @ 500 mgr mgr n
obat
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Jumla
Tablet Kaplet Tablet Etambutol h
@ 300 @ 450 @ 500 250 400
mgr mgr mgr mgr mgr
obat
Tahap
Awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Tahap
Lanjutan
5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
semggu)
Catatan:
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan
pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat
dilihat pada tabel di bawah ini. ( ⁹)
Hasil Pengobatan Pasien TB
Hasil Definisi
pengobatan
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada
Sembuh awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap
Pengobatan dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
lengkap hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan.
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil
Gagal laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai
atau sedang dalam pengobatan.
Putus Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
berobat pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
(loss to
follow-up)
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat
dari unit pelayanan kesehatan.
4) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
dan keluarganya:
a) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
b) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
c) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
d) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
e) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
f) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke fasyankes.
b) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang
biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis :
• Pembawa virus hepatitis
• Riwayat penyakit hepatitis akut
• Saat ini masih sebagai pecandu alkohol
Reaksi hepatotoksis terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien dengan
kondisi tersebut diatas sehingga harus diwaspadai.
c) Hepatitis Kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan
fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil
pemeriksaan fungsi hati >3 x normal sebelum memulai pengobatan, paduan
OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
• 2 obat yang hepatotoksik
2 HRSE / 6 HR
9 HRE
• 1 obat yang hepatotoksik
2 HES / 10 HE
• Tanpa obat yang hepatotoksik
18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon (ciprofloxasin
tidak direkomendasikan karena potensimya sangat lemah)
Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB, harus
menggunakan semakin sedikit OAT yang hepatotoksik.
Konsultasi dengan seorang dokter spesialis sangat dianjurkan,
Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan seksama,
Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih dari 2 bulan
diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.
2 KK (60 – 90 ml/menit)
3 KK (30 – 60 ml/menit)
4 KK (15 – 30 ml/menit)
5 KK (< 15 ml/menit) dengan atau tanpa dialisis
Dosis yang dianjurkan pada pengobatan pasien TB dengan penyakit ginjal
kronis.
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan ringannya
keluhan serta respon klinis.
Predinisolon (per oral):
• Anak: 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
• Dewasa: 30 – 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
diturunkan secara bertahap (tappering off).
8) Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (misalnya reseksi paru),
adalah:
a) Untuk TB paru:
• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
• Pasien TB MDR dengan kelainan paru yang terlokalisir.
b) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya
pasienTB tulang yang disertai kelainan neurologik.
Efek samping OAT dan penatalaksanaannya
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek
samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek
samping yang merugikan atau berat.
Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau
kondisi klinis pasien selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat
segera diketahui dan ditatalaksana secara tepat. Pemeriksaan laboratorium secara
rutin tidak diperlukan.
Petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan
kepada pasien unuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta
menganjurkan mereka segera melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan.
Selain daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu melakukan pemeriksaan
dan aktif menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes untuk
mengambil obat.
Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat
pada kartu pengobatannya.
Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya tetap
melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara mengatasinya atau
pengobatan tambahan untuk menghilangkan keluhannya.
Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara
dan pasien dirujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih
lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan keluhan dan gejala.
Efek samping ringan OAT
OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan Z.
Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan
fungsi hati. Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain
sebelum menyatakan gangguan fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan
OAT.
Penatalaksanaan gangguan fungsi hati yang terjadi oleh karena pengobatan TB
tergantung dari:
• Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan
• Berat ringannya gangguan fungsi hati
• Berat ringannya TB
• Kemampuan fasyankes untuk menatalaksana efek samping obat
Definisi
Penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya
berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen,
dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria RIFLE
Klasifikasi Etiologi
5) Radiologi
- USG/CT digunakan untuk melihat adanya obstruksi dan ukuran serta echogenitas ginjal
- Vascular imaging digunakan unuk pasein dengan suspek oklusi vascular
6) Renal biopsy
7) Biomarkers
- BUN dan kreatinin
- KIM-1 (Kidney Injury Molecule-1)
- NGAL/ lipocalin-2/ siderocalin
- IL-18
- L-Type fatty acid binding protein
Klasifikasi albuminuria
Kategori Urin 24 jam (mg/24 Urin dalam waktu Urin sewaktu (µg/mg
jam) tertentu (µg/menit) kreatinin)
Normal <30 <20 <30
Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299
Makroalbuminuria ≥300 ≥200 ≥300
Tatalaksana
Tergantung Etiologi
1. Prerenal
Optimalisasi renal perfusion: isotonik crystalloid/coloid. Untuk hipovolemik ringan
berikan 0,45% salin, sedangkan hipovolemik berat 0,9% salin.
2. Renal
- Acute glomerulonephritis/vaskulitis: imunosupresif agent
- Allergic interstitial nephritis ec drug: hentikan obat
- Scleroderma: ACF inhibitor
- dll
3. Post-renal
- Urethral stricture/bladder impairment: transurethral/suprapubic bladder catheter
- Ureteric obstruction: percutaneous nephrostomy tube placement/ureteral stent
placement
Prinsip Manajemen
1. Optimalisasi hemodinamik (sistemik & renal) + vasopresor (untuk yang hipotensi jaga
tekanan darah sistemik renal blood flow & function terjaga.
2. Perbaiki ketidakseimbangan air dan elektrolit
3. Hentikan obat obat yang bersifat nefrotoksik (untuk etiologi renal AKI) dan obat-obat
antihipertensi dan diuretik (untuk etiologi pre-renal AKI).
4. Inisiasi renal placement therapy (jika ada indikasi)
Kriteria oliguria: urin <500 cc/ 24 jam, anuria: 100 cc/ 24 jam, anuria total: tidak ada produksi urin
sama sekali.
Tatalaksana Komplikasi
Gangguan Asam-Basa
Sumber:
Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E,
Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal medicine. Ed 16. New York: McGraw-
Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
Sinto R, Nainggolan G. Acute Kidney Injury : Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. 2010;81–8.
Definisi
Penurunan GFR 60 ml/min/173 m2 untuk 3 bulan disertai kelainan struktur histopatologi renal
atau petanda (marka) kelainan struktur ginjal yaitu kelainan biokimia dan urinalisis, atau kelainan
pencitraan ginjal (renal imaging)
Diagnosis
Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E,
Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s principle of internal medicine. Ed 16. New York: McGraw-
Hill, Inc; 2005.
Hipertensi
Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan
sistolik) dan/atau ≥90 mmHg (tekanan diastolik) ( Joint National Committe on Prevention Detection,
Evaluation, and Treatment of High Pressure VII,2003).
Klasifikasi
JNC VII
1. ACE Inhibitor
Generik Sediaan Dosis Contoh Merek
Captopril Tab Awal 12.5 mg Scantensin, Lotensin,
12.5 mg 3x/hari, dapat Metopril, Captensin,
25 mg dinaikan bertahap Vapril
50 mg hingga 25 mg
3x/hari.
Pemberian: 1 jam
a.c atau 2 jam p.c
Enapril Tab 5-10 mg Awal 5 mg/hari, Meipril tab 5, 20 mg
naikan bertahap Rencardon tab 5, 10
10-40 mg/hari mg
dosis tunggal
Dosis dewasa
dengan kelainan
ginjal: 2.5-5
mg/hari
Lisinopril Tab 5-10 mg Awal 10 mg Odace tab 10 mg
1x/hari. Maintain Tensinop tab 5, 10
20 mg sebagai mg
dosis tunggal.
Dosis max terapi
jangka panjang: 80
mg/hari
CHF: awal 2.5
mg/jam.
Kisaran dosis
efektif: 5-20
mg/hari
Ramipril Tab 2.5-5 mg HT: awal 2.5 mg Reductens, Triatec
1x/hari
Maintain 2.5-5 mg/
hari. Max: 10
mg/hari
Quinapril Tab 20 mg Awal 10-20 mg, Accupril
1x/hari. Bisa
naikkan jadi 20-40
mg. max: 80
mg/hari
Pemberian:
sebelum makan
pada jam yang
sama setiap hari
Imidapril Tab 5-10 mg 5-10 mg 1x/hari Tanapress
Perindopril Arginine Tab 2, 4, 8 mg HT: dosis 4 mg/hari Bioprexum
pagi hari dapat
dinaikan 8 mg
setelah 1 bulan
gagal jantung: 2
mg/hari, dapat
ditingkatkan 4
mg/hari setelah 1
bulan
Efek samping ACEI: hipotensi, pruritus, batuk kering, ruam kulit, takikardi, hyperkalemia.
Efek hipotensi pada dosis awal sebaiknya selalu diwaspadai pada saat memulai terapi
hipertensi dengan ACEI pada penderita usia lanjut.
Sumber:
WHO
Krisis Hipertensi
Definisi
Hipertensi krisis adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera
karena akan memengaruhi keadaan pasien selanjutnya, yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari
peningkatan darah tersebut.
Klasifikasi
1. Hipertensi emergensi (darurat)
Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak
disertaikerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin
dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi Emergensi
A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada
kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan
parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar
monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat
ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan
tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh
darah orak mengalami hipoperfusi.
B. Obat-obatan Spesifik
Sumber:
KLASIFIKASI
Klasifikasi lainnya:
- ISK sederhana/ tak berkomplikasi: ISK yang terjadi pada wanita yang tidak hamil dan
tidak terdapat disfunsi struktural ataupun ginjal
- ISK berkomplikasi: ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-
laki, atau wanita hamil
GASTROENTEROHEPATIKA
DISPEPSIA
Definisi Suatu keadaan (bukan diagnosis, namun suatu sindrom) yang ditandai oleh salah satu atau lebih
gejala utama area gastroduodenal berikut : nyeri epigastrium, rasa terbakar epigastrium, rasa
penuh setelah makan, dan sensasi cepat kenyang.
I. Dispepsia Organik
Merupakan dispepsia yang disebabkan oleh kelainan struktur, biokimia, atau sistemik.
Kondisi ini tergantung pada etiologi. Berikut penyakit yang dapat menyebabkan dispepsia :
Nyeri intermiten
Tidak tergeneralisasi atau terlokalisasi ke area selain abdomen
Tidak membaik setelah defekasi atau buang gas
Tidak memenuhi kriteria kelainan batu empedu atau kelainan sfingter oddi
Kriteria suportif :
Jika prevalensi infeksi H.pylori <10%, diberikan terapi empiris yaitu PPI, jika prevalensi
H.pylori >10%, dilakukan UBT.
PEPTIC ULCER
1. Gastric ulcer
2. Duodenal ulcer
3. Esophageal ulcer
4. Meckel’s diverticulum ulcer : A Meckel's diverticulum is a pouch on the wall of the lower
part of the intestine that is present at birth (congenital).
Johnson Classification of Peptic Ulcer
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1477018/)
• Type I: Ulcer along the body of the stomach, most often along the lesser curve at
incisura angularis along the locus minoris resistentiae.
• Type II: Ulcer in the body in combination with duodenal ulcers. Associated with acid
oversecretion.
• Type III: In the pyloric channel within 3 cm of pylorus. Associated with acid
oversecretion.
• Type IV: Proximal gastroesophageal ulcer
• Type V: Can occur throughout the stomach. Associated with chronic NSAID use .
Referensi :
KLASIROSIS HEPATIS
Klasifikasi
Sirosis
Sumber : http://www.hepatitisc.uw.edu/go/evaluation-staging-
monitoring/evaluation-prognosis-cirrhosis/core-concept/all
HEPATIC ENCELOPATHY
Definisi Hepatic encephalopathy adalah suatu sindrom yang terjadi pada pasien sirosis. Didefinisikan
sebagai spektrum abnormalitas neuropsikiatrik pada pasien dengan disfungsi hepar, setelah
diagnosis gangguan pada otak di eksklusi. Dikarakteristikan dengan adanya perubahan
personalitas, gangguan kemampuan intelektual, dan penurunan kesadaran.
Darah yang beredar pada organ –organ pencernaan berasal dari aorta pada hiatus diaphragma pada level
sekitar T7, turun sedikit ke L4 dengan posisi sedikit kiri dari midline. Aorta bercabang menjadi visceral branch
dan parietal branch. Pembuluh-pembuluh darah yang akan memperdarahi GI tract berasal dari visceral branch,
yaitu celliac trunk, SMA, dan IMA, selain itu juga terdapat middle suprarenal artery, renal artery, internal
spermatic dan gonadal artery.
Untuk drainase, darah dari GI tract masuk ke dalam vena porta, lalu meninggalkan liver melalui hepativ veins
dan kemudian masuk ke inferior vena cava.
Semua drainase dari GI tract, spleen, pancreas, dan gallbladder (kecuali inferior part of rectum) masuk ke
portal sistem / vena porta yang merupakan gabungan dari sphlenic vein dan superior mesenteric vein.
Terdapat area PORTOSYSTEMIC ANASTOMOSIS (anastomosis antara pembuluh darah yang berasal dari
portal system dan systemic system, disebut juga portocaval circulation)
1. Left gastric vein (yang letaknya di gastroesophageal junction) anastomosis dengan azygous vein (disini
bisa terjadi esophageal hemorrhoid)
2. Superior rectal vein anastomosis dengan middle dan inferior rectal veins dari systemic vein
3. Paraumbilical veins anastomosis dengan veins di anterior abdominal wall
sumber :
http://www.le.ac.uk/pa/teach/va/anatom
y/case5/liverani.gif
KLASIFIKASI IKTERUS
PRE-HEPATIC Disebabkan oleh peningkatan pemecahan RBC atau hemolisis sehingga terjadi
overproduction of bilirubin. Biasanya ditemukan dalam bentuk bilirubin unconjugated dan
urobilinogen
Hepatitis merupakan inflamasi yang terjadi pada hepar yang dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab baik infeksi.(viral,bacterial,fungal,parasit) maupun non infeksi (alkohol,autoimun
desease,metabolic desease).
Klasifikasi :
HEPATITIS A
Merupakan RNA virus ,genus hepatovirus dan family picornavirus . Non envelope, pada virion
terdapat 4 kapsid polipeptida
Laboratorium hepatitis A
HEPATITIS B (DNA VIRUS)
1. HBs-Ag
Deteksi adanya antigen virus dalam tubuh ,sebagai penanda awal infeksi hepatitis B
2. Anti HBs
Deteksi adanya kekebalan atau antibodi terhadap virus hepatitis B
3. IgM Anti Hbc
Deteksi antibodi terhadap HBc-Ag (penanda pernah terinfeksi hepatitis B)
4. Hbe-Ag dan anti Hbe
Deteksi apa sedang terjadi replikasivirus aktif atau tidak dalam tubh penderita
5. HBV DNA kuantitatif
Mengetahui seberapa besar proses replikasi virus sedang terjadi di dalam tubuh, tetapi
hanya dilakukan bila penderita terinfeksi hepatitis B, sehingga dapat ditemukan pada tipe
mutant
Referensi : harison
Anti-HBc Negatif
Anti-HBs Negatif
Anti-HBs Negatif
HbsAg Negatif Infeksi kronik
Anti-HBc Positif
Anti-HBs Positif
Hepatitis A :
Ex : (health workers exposed to blood; hemodialysis patients and staff; residents and staff of
custodial institutions for the developmentally handicapped; injection drug users; inmates of
long-term correctional facilities; persons with multiple sexual partners; persons such as
hemophiliacs who require long-term, high-volume therapy with blood derivatives;
household and sexual contacts of HBsAg carriers; persons living in or traveling extensively in
endemic areas; unvaccinated children under the age of 18; and unvaccinated children who
are Alaskan natives, Pacific Islanders, or residents in households of first-generation
immigrants from endemic countries),
three IM (deltoid, not gluteal) injections of hepatitis B vaccine are recommended at 0, 1, and
6 months .
ABSES HEPAR
PYROGENIC AMEBIC
Abses dari sistem bilier biasanya kecil Abses soliter dan besar, sering mengenai
dan multipel serta mengenai kedua lobus kanan hepar
lobus. Emboli septik via vena portal vein
biasanya soliter
Ranitidine
DENUFAM
(Capr) tab 20
mg
FAMOCID
(sanb) tab 20
mg, 40 mg
Magnesium hidroksida
Mg(OH)2 PROMAG
DOUBLE
Digunakan sebagai kertartik
ACTION
dan antasida
Tiap tablet
Efek samping : diare mengandung
Ca bkarbonat
800 mg,
Magnesium trisiklat Mg(OH)2 165
mg
Dosis : 1-4 gr/ hari
DEXANTA
Kalsium bikarbonat
Tiap tablet
Dosis : 2-3 gr/hari
dan 5 ml susp
:Al(OH)3 200
mg, Mg(OH)2
200 mg,
simethicone
20 mg
Dosis : 1-2
tab/ 1-2 sdt
perhari
Esomeprazole PROSOGAN
kaps 15-30
Dosis : 20-40 mg/hari
mg
PANSO vial
40mg/10 ml
PANTOZOL
tab 20-40
mg, vial 40
mg
Dosis : 200 mg 4 x 1
ULSICRAL tab
500 mg, susp
500 mg/5ml
DISFLUX tab
5 mg
Dosis : 3x100 mg
BICOLAX
tablet 5 mg
NEW
DUATABS
BIODIAR
SCOBUTRIN
drag 10 mg
SPASMACINE STOBIOL
NEO KAOLANA
ESCOL MAXILIV
CIFLON HAEMOCAINE
ARDIUM
Dosis : serangan
hemmoroid akut 6 tab
pada 4 hari pertama
kemudian 4 tab/hari
selama 3 hari, selanjutnya
2 tab/hari
Hemmoroid kronik 2
tab/hari
INFEKSI TROPIS
1.1. Definisi
Demam berdarah dengue merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditandai dengan demam, tanda-tanda perdarahan, dan kebocoran plasma.
1.3. Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditransmisikan oleh nyamuk Aedes. Virus dengue
memiliki beberapa serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4.
1.4. Klasifikasi
Reference: Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Cotrol, WHO 2009
Reference: Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue Hemorrhagic
Fever, WHO 2011
Reference: Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Cotrol, WHO 2009
Reference: Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Cotrol, WHO 2009
1.6. Diagnosis
A. Anamnesis
- Demam tinggi, mendadak, 2-7 hari, biphasic
- Manifestasi perdarahan: bintik-bintik merah di kulit, mimisan, gusi berdarah,
muntah berdarah atau buang air besar berdarah (gastrointestinal bleeding)
- Sakit kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital (saat menggerakan mata
atau menekan mata)
- Gejala gastrointestinal: mual, muntah, anoreksia
- Pada kondisi syok, anak merasa lemah, gelisah, atau mengalami penurunan
kesadaran
- Pada bayi, demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang.
- Faktor risiko
B. Pemeriksaan Fisik
- Demam > 37,5oC
- Petechiae, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa
- Rumple Leed (torniquiet) (+)
- Hepatospleomegaly
- Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma diperiksa tanda-tanda efusi
pleura dan ascites
- Hematesis atau melena
C. Penunjang
- Total WBC biasanya normal pada onset demam, kemudian terjadi leukopenia
dengan penurunan neutrophil
- Thrombocytopenia
- Kebocoran plasma Karena peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai
dengan:
o Peningkatan hematocrit ≥ 20% dari baseline
o Ditemukan adanya efusi pleura, ascites
o Hipoalbuminemia/hipoproteinemia
- Serology dengue, yaitu IgM dan IgG anti-dengue
Reference:
o Panduan Praktik Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer, 2014.
o Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue Hemorrhagic
Fever, WHO 2011
1.7. Management
A. GRUP A
Pasien yang mungkin dapat dirawat di rumah.
- Ajuran rehidrasi peroral dengan larutan rehidrasi oral, jus buah, dan minuman lain yang
mengandung elektrolit dan gula untuk menggantikan cairan yang hilang melalui demam dan
muntah.
- Beri paracetamol untuk demam tinggi jika pasien merasa tidak nyaman. Interval pemberian
paracetamol sebaiknya tidak kurang dari 6 jam. Tepid sponge jika demm masih tinggi.
Jangan berikan acetylsalicylic acid (aspirin), ibuprofen atau NSID lainnya karena dapat
merangsang terjadinya gastritis atau perdarahan. Aspirin dapat menyebabkan reye’s
syndrome.
- Bawa ke rumah sakit apabila: tidak ada perbaikan klinis, nyeri perut hebat, muntah terus-
menerus, akral dingin dan lembab, letargi atau gelisah, perdarahan (contoh: BAB warna
hitam atau munta seperti kopi), tidak BAK selama lebih dari 4-6 jam.
B. GRUP B
Pasien yang sebaiknya dirujuk untuk penanganan rumah sakit.
- Periksa hematocrit sebelum memulai terapi cairan. Berikan cairan isotonis seperti NaCl 0,9%,
Ringer’s lactate atau larutan hartmann. Mulailah dengan 5-7 mL/kgBB/jam selama 1-2 jam,
lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kgBB/jam selama 2-4 jam, kemudian kurangi menjadi 2-3
ml/kgBB/jam atau kurang berdasarkan respon klinis.
- Periksa ulang keadaan klinis dan hematocrit. Jika hematocrit tetap sama atau meningkat
sedikit, maka lanjutkan pemberian cairan dengan kecepatan sama (2-3 ml/kgBB/jam) selama
2-4 jam. Jika tanda vital memburuk dan hematocrit meningkat cepat maka naikan cairan
menjadi 5-10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam. Periksa ulang keadaan klinis, hematocrit, dan kaji
ulang pemberian cairan.
- Berikan cairan IV minimal yang diperlukan untuk mempertahankan perfusi adekuat dan
urine output sekitar 0,5 ml/kgBB/jam. Cairan IV biasanya diperlukan hanya 24-48 jam.
Kurangi cairan IV secara bertahap bila laju plasma leakage menurun ketika mendekati akhir
fase kritis. Hal ini diindikasikan dengan adekuatnya urine output dan/atau intake oral
adekuat, atau hematocrit menurun dibawah nilai batas pasien stabil.
- Pasien dengan tanda bahaya (warning signs) harus dipantau oleh tenaga kesehatan hngga
periode resiko berakhir. Keseimbangan cairan perlu dipertahankan. Parameter yang harus
dipantau adalah tanda vital dan perfusi perifer (pantau tiap 1-4 jam hingga pasien melewati
fase kritis), urine output (tiap 4-6 jam), hematocrit (sebelum dan sesudah terapi cairan, lalu
tiap 6-12 jam), glukos darah, dan fungsi organ lain (seperti ginjal, hepar, koagulasi, dll).
- Berikan cairan peroral. Jika tidak dapat ditoleransi, berikan cairan IV dengan NaCl 0,9% atau
Ringer’s Lactate dengan atau tanpa dextrose dengan kecepatan rumatan (maintenance
rate). Untuk pasien obesitas gunakan kalkulasi berdasarkan berat badan ideal. Pasien dapat
diberikan cairan peroral beberaapa jam setelah pemeberian cairan IV. Oleh karena itu,
pemeberian cairan harus terus direvisi. Berikan volume minimal yang diperlukan untuk
mempertahankan perfusi adekuat dan urine output. Cairan IV biasanya hanya diperlukan
selama 24-48 jam.
- Pasien harus dipantau oleh tenaga kesehatan untuk pola suhu, intake dan kehilangan cairan,
urine output (volume dan frekuensi), warning signs, hematocrit, leukocyte, serta platelet
count. Pemeriksaan lab lain (seperti fungsi hepar, ginjal) juga dapat dilakukan, tergantung dri
gamabaran klinis dan fasilitas rumah sakit.
C. GRUP C
Pasien dengan dengue berat yang memerlukan penanganan darurat dan rujukan
darurat.
Resusitasi cairan intravena sangat penting dengan pemberian cairan isotonic crystalloid dan
volume yang cukup untuk menjaga sirkulasi yang efektif selama terjadi kebocoran plasma.
Kehilangan plasma harus segera digantikan dengan menggunakan cairan isotonic crystalloid,
atau pada kasus hypotensive shock dapat diberikan cairan colloid.
Ini tambahan dari WHO 2012 (terserah mau menggunakan yang mana)
Reference: Handbook for Clinical Management of Dengue, WHO 2012
Reference: Dengue Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Cotrol, WHO 2009
1.10. Komplikasi
- Metabolic acidosis
- Electrolyte imbalance
- Severe bleeding
- Multiple organ failure: hepatic, renal, encephalopathy etc
Reference: Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue Hemorrhagic Fever,
WHO 2011
2. Demam Tifoid
2.1. Definisi
Demam tifoid (enteric) merupakan penyakit sistemik yang dicirikan dengan demam dan
nyeri abdomen dan disebabkan oleh salmonella typhi atau salmonella paratyphi.
Masa inkubasi untuk Salmonella typhi rata-rata 10-14 hari dengan range dari 5-21 hari,
tergantung kesehatan dan status imun pasien.
Symptoms:
- Anoreksia (55%)
- Nyeri abdomen (30-40%)
- Mual (18-24%)
- Muntah (18%)
- Diarrhea (22-28%)
- Konstipasi (13-16%)
Signs:
2.4. Diagnosis
A. Anamnesis
- Demam tinggi terutama pada sore dan malam hari, peningkatan demam
seperti anak tangga (step-ladder high fever), remittent pada minggu pertama
dan demam tinggi dapat kontinu
- Sakit kepala terutama di area frontal
- Gejala penyerta lainnya seperti myalgia, arthralgia, batuk, malaise,
menggigil, berkeringat
- Gejala gastrointestinal, seperti anoreksia, mual, muntah, nyeri perut, diare,
konstipasi.
- Faktor risiko
B. Pemeriksaan Fisik
- Demam
- Relative bradycardia
- Lidah kotor
- Rose spots
- Hepatosplenomegaly
- Nyeri tekan abdomen
C. Penunjang
- Complete Blood Count (CBC)
Diawali dengan leukocytosis ringan, kemudian karena progresitas penyakit sehingga dapat
terjadi leucopenia dan neutropenia. Bahkan pada kasus uncomplicated, bisa terjadi low-
grade normocytic anemia, mild thrombocytopenia, peningkatan serum transaminases.
Reference: Manson’s Tropical Infectious Diseases, 23rd edition
- Serology
o Widal Test
- Dapat dilakukan setelah demam berlangsung 7 hari
- Untuk mengukur reaksi antibody terhadap antigen flagellar (H) dan somatic (O) dari
organisme penyebebab.
- Interpretasi hasil positif bila
o titer aglutinin O minimal 1/320 atau
o titer aglutinasi H minimal 1/640 atau
o terdapat kenaikan titer hingga 4 kali lipat pada pemeriksaan ulang dengan
interval 5 – 7 hari.
Reference:
- Manson’s Tropical Infectious Diseases, 23rd edition
- Panduan Praktik Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer, 2014
- Culture
2.5. Management
a. Suportif
- Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
- Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral.
- Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat
Reference: Panduan Praktik Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer, 2014
b. Simptomatik
- Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan
gastrointestinal.
Reference: Panduan Praktik Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer, 2014
c. Definitif
- Managemen komplikasi
- Managemen Carrier
Eradicate S. typhi carriage
o Amoxicillin or ampicillin (100 mg per kg per day) plus probenecid (Benemid®) (1
g orally or 23 mg per kg for children)or TMP-SMZ (160 to 800 mg twice daily) is
administered for six weeks.
o Chronic carriers can be achieved with the administration of 750 mg of
ciprofloxacin twice daily for 28 days or 400 mg of norfloxacin. Other quinolone
drugs may yield similar results
2.6. Pencegahan
- Safe water
o Mendidihkan air sebelum diminum, atau
o Menambahkan chlorine-releasing chemical
- Food safety
o Cuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan atau sebelum makan.
o Hindari makanan mentah, kerang, beras
o Makan makanan yang masak dan masih hangat atau dihangatkan.
- Sanitation
o Appropriate facilities for human waste disposal must be available for all the
community
o Collection and treatment of sewage, especially during the rainy season
- Health education
o Excellent personal hygiene
- Vaccination
2.7. Komplikasi
Reference: feigin and cherry’s textbook of pediatric infectious diseases
3. Leptospirosis
3.1. Definisi
3.2. Etiologi
- Leptospirosis disebabkan oleh Leptospira interrogan dari genus leptospira dan family
treponemataceae.
- L.interrogan dibagi menjadi beberapa serogroup dan serovarian dengan jenis tersering
yang menyerang manusia adalah L.icterohaemorrhagica dengan reservoir tikus,
L.canicola dengan reservoir anjing, dan L.pomona dengan reservoir babi dan sapi.
b. Signs
- Dari pemeriksaan fisik yang paling sering diteukan adalah demam dengan conjunctival
suffusion.
- Muscle tenderness, lymphadenopathy, pharyngeal injection, rash, hepatomegaly, and
splenomegaly.
- Rash macular, maculopapular, erythematous, urticarial, or hemorrhagic.
- Mild jaundice
- Most patients become asymptomatic within 1 week.
3.4. Management
Malaria merupakan infeksi sel darah merah oleh protozoa yang ditransmisikan melalui
gigitan nyamuk betina anopheline.
Reference: Manson’s Tropical Infectious Disease, 23rd edition
4.3. Etiologi
Reference:
4.5. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Malaria
- Keluhan utama:
o Trias (demam, menggigil, dan berkeringat)
o Dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-
pegal.
- Rwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemic malaria.
- Riwayat tinggal di daerah endemic malaria
- Riwayat sakit malaria
- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
- Riwayat mendapat transfuse darah
b. Malaria berat
- Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
- Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
- Kejang-kejang
- Panas sangat tinggi
- Mata atau tubuh kuning
- Perdarahan dari hidung, gusi, atau saluran pencernaan
- Nafas cepat dan atau sesak nafas
- Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
- Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitaman
- Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)
- Telapak tangan yang sangat pucat
2. PE
a. Malaria
- Demam
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat
- Pembesaran limpa (splenomegaly)
- Pembesaran hati (hepatomegaly)
b. Malaria berat
- temperature rectal 40oC
- nadi cepat dan lemah/kecil
- tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak <50 mmHg
- frekuensi nafas >35x per menit pada orang dewasa atau >40 kali per menit pada balita,
anak di bawah 1 tahun >50 kali per menit
- penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale (GCS) < 11
- manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom)
- anda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni berkurang)
- tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat dan
lain)
- terlhat mata kuning/ikterik
- adanya ronki pada kedua paru
- pembesaran limpa dan atau hepar
- gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
- gejala neurologis (kaku kuduk, refex patologik)
3. Laboratory
a. Pemeriksaan Blood Smear
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk diagnosis
pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan
tipis.
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk
menentukan:
o Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif) (thick)
o Spesies dan stadium Plasmodium (thin)
o Kepadatan parasite:
Semi Kuantitatif
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit)
atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
- Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit
8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000
parasit/uL.
- Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit
4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000
parasit/uL.
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi
KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis.
Reference: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Pedoman Tata Laksana Malaria
4.6. Management
1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan Artemisinin Combination
Therapy (ACT) ditambah primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan obat primakuin
untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75
mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB.
a. Lini Pertama (1)
Dosis obat :
o Dihydroartemisinin = 2 – 4 mg/kgBB
o Piperakuin = 16 – 32 mg/kgBB
o Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I)
o Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian ACT (DHA + PPQ) berdasarkan berat badan. Apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok umur.
1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2
bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P.
falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari
selama 3 hari.
c. Lini Kedua
1. Lini Kedua untuk Falciparum
Catatan:
o Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)
o Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun)
o Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)
Catatan :
o Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari
o Tidak diberikan pada anak umur<8 tahun
Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25
mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan
parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan Malaria Ovale
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari, dengan dosis
sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT. Pada penderita
dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25
mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Pengobatan Infeksi Campur P. falciparum dan P. malariae
Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen ACT selama 3 hari
dan Primakuin pada hari I.
Malaria Vivax
Catatan:
o Dosis klindamisin 10 mg/kgBB diberikan 2 x sehari
o Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan
penapisan/skrining terhadap malaria yang dilakukan sebaiknya sedini mungkin
atau begitu ibu tahu bahwa dirinya hamil. Pada fasilitas kesehatan, skrining ibu
hamil dilakukan pada kunjungannya pertama sekali ke tenaga kesehatan/fasilitas
kesehatan. Selanjutnya pada ibu hamil juga dianjurkan menggunakan kelambu
berinsektisida setiap tidur.
b. Pilihan Alternatif
o Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah
yang tidak tersedia derivat artemisinin parenteral dan pada ibu hamil trimester
pertama. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina hidroklorida 25%. Satu
ampul berisi 500 mg/2 ml. Pemberian Kina hidroklorida pada malaria berat
secara intramuskuler untuk pra rujukan
o Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil
Loading dose : 20 mg garam/kgBB dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5% atau
NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama. Selanjutnya selama 4 jam kedua
hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan kina
dengan dosis maintenance 10 mg/kgBB dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau
NaCl selama 4 jam. Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose
5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti di atas
sampai penderita dapat minum kina per-oral. Apabila sudah sadar/dapat
minum, obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis
10 mg/kgBB/kali, pemberian 3 kali sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung
sejak pemberian kina perinfus yang pertama).
o Dosis anak-anak : Kina HCl 25 % (per-infus) dosis 10 mg/kgBB (jika umur <2
bulan : 6-8 mg/kgBB) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% sebanyak
5-10 cc/kgBB diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita
sadar dan dapat minum obat.
Keterangan
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian.
- Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis maintenance kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya.
- Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgBB.
- Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
- Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina parenteral oleh karena itu dianjurkan
pemberiannya dalam Dextrose 5%
Reference: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Pedoman Tata Laksana Malaria.
4.7. Profilaksis
Klorokuin fosfat + proguanil Regimen pilihan, pengganti klorokuin fosfat 500 mg/hari
meflokuin + proguanil 200 mg/hari
Ketereangan:
* - obat diberikan 1-2 minggu sebelum memasuki daerah endemic dan
dilanjutkan sampai 4 minggu meninggalkan daerah endemic (kecuali
primakuin, doksisiklin dan proguanil yang diberikan 2 hari sebelum
memasuki daerah endemic)
- klorokuin basa setara dengan 3/5 bagian klorokuin fosfat
** Obat diberikan 1 hari sebelum memasuki daerah endemic dan dilanjutkan
sampai 1 minggu meninggalkan daerah endemic
Rawat Jalan
Pemantauan dilakukan pada : hari ke-2, hari ke-3, hari ke-7, hari ke-14 dan hari ke-28 setelah
pemberian obat hari pertama, dengan memonitor gejala klinis dan pemeriksaan
mikroskopik. Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu segera kembali ke
fasilitas pelayanan kesehatan.
Rawat Inap
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor gejala klinis dan pemeriksaan
mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak ditemukan parasit aseksual
dalam darah selama 3 hari berturut-turut. Setelah pasien dipulangkan harus kontrol pada
hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama mendapatkan obat anti malaria.
4. Rekurensi
Rekurensi : ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah
pengobatan selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh :
1) Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit
tersebut berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale.
2) Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasite sebelumnya (aseksual
lama)
3) Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan
pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi
baru (sporozoit).
Reference: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Pedoman Tata Laksana Malaria.
5. Cacing
5.1. Ankilostomiasis (infeksi cacing tambang)
a. Penyebab
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.
b. Gambaran klinis
Migrasi larva
1. Larva menembus kulit rasa gatal pada kulit (ground itch).
2. Serpiginous tract karena migrasi larva di subcutaneous
3. Sewaktu larva melewati paru bisa menyebabkan mild transient pneumonitis dry cough
and asthmatic wheezing. Fever and a high degree of eosinophilia are found
Cacing dewasa
1. Gangguan gastro-intestinal yaitu anoreksia, mual, muntah, diare, penurunan berat badan,
nyeri pada daerah sekitar duodenum, jejunum dan ileum (epigastric pain)
2. Pada pemeriksaan laboratorium, umumnya dijumpai anemia hipokromik mikrositik.
Reference:
c. Penatalaksanaan
Catatan tambahan:
- Mebendazole bisa juga diberikan 100 mg, 2x sehari, selama 3 hari berturut-turut
- Albendazole untuk anak di bawah 2 tahun diberikan dengan dosis separuhnya. Tidak diberikan
pada wanita hamil.
- Sulfasferosus 3x1 tablet (dewasa) atau 10 mg/kgBB (anak) untuk mengatasi anemia.
Reference: Panduan praktik dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer, 2014
Reference:
b. Gambaran klinis
- Pada infeksi ringan gejala tidak terlihat
- Ketika infeksi disertai dengan Ascaris lumbricoides or hookworm gejala ringan akan
terjadi seperti:
o epigastric pain
o vomiting
o distension
o flatulence
o anorexia and weight loss
o Pain in the epigastrium and right iliac fossa is common
- Ketika infeksi disertai dengan E. histolytica, Balantidium coli or shigellosis, gejala akan
memburuk dan gejala disentri akan terjadi.
- Infeksi moderate T. Trichiura bisa menyebabkan terjadinya chronic Trichuris colitis,
sedangkan infeksi berat bisa menyebabkan Trichuris dysentery syndrome (TDS). Tanda
dan gejala TDS yaitu disentri berat dengan darah dan mukus pada feses dan prolaps
rectum.
c. Penatalaksanaan
Reference:
b. Gambaran klinis
- Pruritus ani (mild itching to acute pain) terutama pada malam hari.
- Garukan karena gatal dibagian perianal dapat menyebabkan munculnya ekskoriasi dan
infeksi sekunder.
- Masuknya cacing ke vulva bisa menyebabkan vulvitis sehingga munculnya gejala mucoid
discharge dan pruritus vulvi.
- Gejala umum: insomnia dan gelisah. Pada anak-anak bisa ditunjukan dengan kehilangan
nafsu makan, kehilangan berat badan, rewel, dan enuresis.
- Biasanya tidak ada eosinophilia atau anemia.
c. Penatalaksanaan
Reference:
- Africa, Middle East - South America, Caribbean, - Found in the far East, Japan,
- Intermediate host: Snail Africa, Middle East China, Taiwan, Philippines,
Bulinus - Intermediate host: Snail and Indonesia (sulawesi).
- affects the urinary tract Biomphalaria - Intermediate host: Snail
(venous plexus of - Affects the intestine(s) Oncomelania
bladder ) and liver (superior - Affects the intestine(s) and
mesenteric veins draining liver (superior mesenteric
of large intestine ) veins of small intestine )
b. Gambaran klinis
- Cercaria penetrasi ke kulit
Pruritic rash dikenal dengan cercarial dermatitis atau swimmers itch.
- Selama maturasi dan saat dimulianya oviposisi (meletakan telur)/acute systemic
symptoms (yaitu 4-8 minggu setelah invasi kulit):
Acute schistosomiasis atau Katayama fever (serum sickness-like syndrome)
ditandai dengan fever, rash, myalgia, arthralgia, cough, generalized lymph
adenopathy, and hepatosplenomegaly
- Chronic illness intestial
o Munculnya portal hypertension. Portal hypertension bisa menyebabkan
esophageal varices and gastrointestinal bleeding
o Intestinal disease ditandai dengan colicky abdominal pain, bloody diarrhoea and
anemia.
o Hepatomegaly disertai dengan periportal fibrosis (clay pipe stem fibrosis).
o Pembesaran spleen.
Catatan tambahan:
- S. haematobium cystitis dan ureteritis dengan hematuria yang bisa progres
menjadi kanker kandung kemih (bladder).
c. Penatalaksanaan
- Praziquantel is the drug of choice (40mg/kg for 1 day).
- Metriphonate is the alternative drug of choice in schistosomiasis due to S.
haematobium. (7.5 mg/kg. weekly for 3 weeks).
- Oxamniquine (single oral dose 15 mg/kg.) used exclusively to treat intestinal
schistosomiasis caused by S. mansoni.
Reference:
- Paniker’s Textbook of Medical Parasitology 7th edition
- Manson’s Tropical Infectious Diseases 23rd edition
- Essential of Medical Parasitology
- Cystiserosis
o Disebabkan oleh larva stage (cysticercus cellulosae) T. solium cysticercus
bisa tunggal atau multiple.
o Manifestasi tergantung lokasinya. Tempat paling sering adalah central nervous
system (CNS), subcutaneous tissue, skeletal muscle dan eye.
o Subcutaneous cysticercosis: biasanya asymptomatic tapi bisa ditandai dengan
palpable nodules
o Muscular cysticercosis: ditandai dengan muscular pain, weakness or pseudo
hypertrophy
o Ocular cysticercosis: bisa melibatkan eye lids, conjunctiva and sclera. Gejala
seperti proptosis, diplopia, loss of vision and slow growing nodule with focal
inflammation
o Neurocysticercosis (NCC): increased intracranial tension, hydrocephalus,
psychiatric disturbances, meningoencephalitis, transient paresis, behavioral
disorders aphasia, and visual disturbances.
c. Penatalaksanaan
- Single dose of praziquantel (10–20 mg/kg) is the drug of choice.
- Niclosamide (2 g), single dose, is another effective drug
Reference:
6. Filariasi
6.1. Diagnosis
a. Anamnesis
- Manifestasi akut
o Demam berulang ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan
timbul lagi setelah bekerja berat
o Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha,
ketiak (lymphadentitis) yang tampak kemerahan, panas, dan sakit
o Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit menjalar dari
pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (retrograde lymphangitis).
o Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening,
dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
o Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (Early Imphodema).
- Manifestasi kronik
o Pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah
zakar (elephantiasis skroti) yang disebabkan oleh adanya cacing dewasa pada
sistem limfatik dan oleh reaksi hiperresponsif berupa occult filariasis.
b. Pemeriksaan fisik
- Pada manifestasi akut dapat ditemukan adanya limfangitis dan limfadenitis yang
berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam setahun. Limfangitis
dan limfadenitis berkembang lebih sering di ekstremitas bawah daripada atas. Dapat
mengenai alat kelamin, (tanda khas infeksi W.bancrofti) dan payudara.
- Manifestasi kronik, Tanda klinis utama yaitu hidrokel, limfedema, elefantiasis dan
chyluria yang meningkat sesuai bertambahnya usia.
- Pada W.bancrofti, infeksi di daerah paha dan ekstremitas bawah sama seringnya,
sedangkan B.malayi hanya mengenai ekstremitas bawah saja.
- Pada keadaan akut infeksi filariasis bancrofti, pembuluh limfe alat kelamin laki-laki
sering terkena, disusul funikulitis, epididimitis, dan orkitis. Adenolimfangitis inguinal
atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya sembuh
sendiri dalam 3 –15 hari dan serangan terjadi beberapa kali dalam setahun.
- Pada filariasis brugia, limfadenitis paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering
terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd.
Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri dan sering terjadi limfedema pada
pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari.
Serangan dapat terjadi 12 x/tahun sampai beberapa kali per bulan. Kelenjar limfe
yang terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan
parut yang khas, setelah 3 minggu sampai 3 bulan.
c. Penunjang
- Identifikasi mikrofilaria dari sediaan darah. Cacing filaria dapat ditemukan dengan
pengambilan darah tebal atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam
sampai jam 2 pagi yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright
- Pemeriksaan darah tepi terdapat leukositosis dengan eosinofilia sampai 10-30%
dengan pemeriksaan sediaan darah jari yang diambil mulai pukul 20.00 waktu
setempat
- Bila sangat diperlukan dapat dilakukan Diethylcarbamazine provocative test.
6.2. Tatalaksana
- Dosis DEC 6 mg/kgBB, 3 dosis/hari setelah makan, selama 12 hari, pada Tropical
Pulmonary Eosinophylia (TPE) pengobatan diberikan selama tiga minggu.
- Efek samping bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC atau reaksi terhadap cacing
dewasa yang mati. Reaksi tubuh terhadap protein yang dilepaskan pada saat cacing
dewasa mati dapat terjadi beberapa jam setelah pengobatan, didapat 2 bentuk yang
mungkin terjadi yaitu reaksi sistemik dan reaksi lokal:
o Reaksi sistemik berupa demam, sakit kepala, nyeri badan, pusing, anoreksia,
malaise, dan muntah-muntah. Reaksi sistemik cenderung berhubungan dengan
intensitas infeksi
o Reaksi lokal berbentuk limfadenitis, abses, dan transien limfedema. Reaksi lokal
terjadi lebih lambat namun berlangsung lebih lama dari reaksi sistemik.
- Ivermektin diberikan dosis tunggal 150 ug/kgBB efektif terhadap penurunan derajat
mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh Brugia spp. penurunan tersebut
bersifat gradual. Efek samping ivermektin sama dengan DEC, kontraindikasi
ivermektin yaitu wanita hamil dan anak kurang dari 5 tahun. Karena tidak memiliki
efek terhadap cacing dewasa, ivermektin harus diberikan setiap 6 bulan atau 12
bulan untuk menjaga agar derajat mikrofilaremia tetap rendah.
Reference: Panduan praktik dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer, 2014
MAKROLID
Makrolid mempengaruhi sinstesis protein bakteri dengan cara berikatan dengan subunit 50s
ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida
1. Erythromycin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh asam, sehingga pada
pemberian oral dibuat dalam sediaan enterik. Dapat melewati barrier plasenta dan ASI
Absorpsi : duodenum
Metabolisme : hepar
Ekresi : empedu dalam konsentrasi yang tinggi
2. Azitromycin lebih stabil terhadap asam jika dibandingkan erytromycin , sekitar 37%
diabsorpsi dan semakin menurun denegan adanya makanan .dapat meningkatkan kadar
SGOT dan SGPT pada hepar .
3. Clarithromycin . absorpsi peroral 55% dan meningkat jika diberikan bersama makanan .
Terdistribusi luas sampai ke paru,hati,sel dan fagosit serta jaringan lunak . Metabolit
clarihromycin mempunyao aktivitas antibakteri lebih besar daripada obat induk. Sekitar 30%
obat dieksresi melalui urin dan sisanya melalui feses .
4. Roxythronycin . waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang lebih tinggi melawan
haemophilus influenza . diberikan 2x1 .
Vial 500 mg
AMINOGLIKOSIDA
Menghambat bakteri aerob gram negatif , memiliki indeks terapi sempit dengan toksisitas serius
pada ginjal dan pendengaran, khusunya pada pasien anak dan usia lanjut .
Efek samping : toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik maupun vestibular), blokade neuromuskular
(lebih jarang)
Biasanya diberikan secara parental karena diserap sedikit di saluran cerna . Absorpsi dapat capat dan
komplit jika diberikan secara IM atau IV . aminoglikosida tidak dimetabolisme dan dieksresikan
dalam bentuk utuh melalui ginjal . Aminoglikosida didistribusikan kecairan ekstraseluler, dapat
melewati sawar plasenta. Tetapi tidak dapat melewati sawar darah diotak
TETRACYCLIN
Sekitar 30-80% tetracyclin diabsorpsi disaluran cerna, salah satu faktor seperti adanya makanan
pada lambung, PH tinggi dapat menghambat proses absorpsi . Sebaiknya diberikan 2 jam sebelum
makan
Vial 50 mg 10 ml
FLUROQUINOLON
CHLORAMPHENICOL
Merupakan antibiotik berspektrum luas, ,menghambat bakteri gram positif serta negatif dan
anaerob, chlamidia ricketsia dan mikoplasma . chloramphenicol mencegah protein dengan berikatan
pada subuntit ribosom 50s. Efek smaping : supresi sumsum tuang, grey baby syndrome, neuritis
optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam .
KALMICETINE
BETALAKTAM
Obat-obat antibiotik betalaktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap
organisme gram positif dan negatif
PENICILIN
CEPHALOSPORIN
Generasi 1 : efektif terhadap gram positif dan memiliki aktivitas sedang terhadap gram negatif
CEPHALEXIN Dosis : 1-4 gram/hari dibagi dalam 4 SOFAXIN
dosis Kaps 500 mg
Generasi 3 : aktivitas kurang aktif terhadap coccus gram positif dibanding generasi 1
CEFTAZIMIDE Dosis : 1-6 gr PHAROMIDE
Vial 0,5 gr- 1 gr
Vial 1 gram
CARBAPENEM
MONOBACTAMS
GOLONGAN LAIN
(COTRIMOXAZOLE)
Aminoglikosida Fosfomisin
Cortrimoxazole Tetracyclin
Monobaktam Daptomisin
Ciprofloxacin Carbapenem
Levofloxacin Polimiksin B
Gatifloxacin Colistin
Gemifloxacin Flusitosin
Vancomycin
Daftar antibiotik dengan eliminasi utama melalui hepatobillier yang memerlukan penyesuain dosis
.
Chloramphenicol Nafsillin
Cefoperazon Linezoid
Doxycyclin Isoniazid/etambuto/rifampisin
Minucyclin Pirazinamid
Telitromycin Clindamycin
Moxifloxacyn Metronidazole
Makrolid tigecyclin