Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENGUJIAN BAHAN

METALLOGRAFI

Tugas Laporan
Tugas ini dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah Pengujian Bahan

Oleh :
Disusun oleh :

REFI AMIRUL RASYIID 171234025


RIZKI FAUZIA MUHARAM 171234026
RIZKI MUHAMMAD PRIHANDIKA 171234027
STEFI CANTARA 171234028
SYAFIQ ADE PRIYATAMA 171234029
TOMI ALFA RIZKI 171234030
YUDA MAULUDDIN 171234031
ZIAN NUR FAUZI 171234032

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PERANCANGAN DAN


KONSTRUKSI MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya Laporan Pengujian Bahan Metallogafi dapat diselesaikan.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengujian Bahan. Melalui
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Slamet Sucipto, MT Selaku dosen mata kuliah Teknik Pemesinan


yang telah memberikan banyak bantuan, masukan, dan dukungan terkait
kegiatan praktikum
2. Mahasiswa Tingkat 1 Teknik Perancangan dan Konstruksi Mesin yang
telah mendukung kegiatan praktikum sehingga dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis berharap semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca

Bandung, 28 Juni 2018

TIM Penulis
BAB I

TEORI METALLOGRAFI

1.1 Definisi Metallografi


Sebagai mana kita ketahui bahwa tiap – tiap material memiliki sifat – sifat mekanik
yang berbeda, sifat – sifat tersebut sangat bergantung dari struktur mikro yang
membentuk material itu sendiri. Dengan adanya struktur tersebut, suatu material akan
mempunyai keunggulan seperti daya tahan terhadap korosi, kekerasan tinggi, mampu
ditempa dan lain –lain. Semua hal ini dapat kita pelajari pada Metalografi yaitu suatu
ilmu atau percobaan yang memeriksa struktur mikro suatu logam.
Sifat – sifat tersebut harus diketahui oleh seorang teknisi apabila akan menggunakan
suatu bahan untuk membuat kontruksi, salah satunya adalah dengan melakukan
percobaan Metalografi. Metode pelaksanaannya adalah dengan cara menggerinda
salah satu ujung benda uji dengan rata dan halus.
Dalam perkembangan teknologi sekarang ini , metode seperti ini sudah banyak
digunakan dalam industri. Terutama industri pengecoran logam dimana mereka
dengan mudah dapat mengatur kadar karbon baja / besi seperti yang diinginkan.
Metalografi merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik mikrostruktur suatu
logam dan paduannya serta hubungannya dengan sifat-sifat logam dan paduannya
tersebut. Ada beberapa metode yang dipakai yaitu: mikroskop (optik maupun
elektron), difraksi ( sinar-X, elektron dan neutron), analasis (X-ray fluoresence,
elektron mikroprobe) dan juga stereometric metalografi. Pada praktikum metalografi
ini digunakan metode mikroskop, sehingga pemahaman akan cara kerja mikroskop,
baik optik maupun elektron perlu diketahui.
Pengamatan metalografi dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10 – 100 kali,
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran diatas100 kali.
Sebelum dilakukan pengamatan mikrostruktur dengan mikroskop maka
diperlukan proses-proses persiapan sampel.
1.2 Diagram Fasa Fe-C

Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe C adalah alat penting untuk memahami struktur


mikro dan sifat-sifat baja karbon.
 Karbon larut di dalam besi dalam bentuk larutan padat (solution) hingga 0,05% berat
pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut
memiliki alpha ferrite pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05%
akan terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric

compound (Fe C) yang dikenal sebagai cementite atau carbide. Selain larutan padat
alpha-ferrite yang dalam kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang
terdapat fase-fase penting lainnya, yaitu delta-ferrite dan gamma-austenite. Logam Fe
bersifat polymorphism yaitu memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur
berbeda. Pada Fe murni, misalnya, alpha-ferrite akan berubah menjadi gamma-
austenite saat dipanaskan melewati temperature 910°C.

Pada temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400ºC gamma-austenite akan kembali
berubah menjadi delta-ferrite. (Alpha dan Delta) Ferrite dalam hal ini memiliki
struktur kristal BCC sedangkan (Gamma) Austenite memiliki struktur kristal FCC
Struktur FCC
1. Ferrite
Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered
cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada temperatur
ruang, yaitu alpha-ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu delta-ferrite. Secara
umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik (magnetic)
hingga temperatur tertentu, yaitu Tcurie. Kelarutan karbon di dalam fase ini
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase larutan
padat lain di dalam baja, yaitu fase Austenite. Pada temperatur ruang, kelarutan
karbon di dalam alpha-ferrite hanyalah sekitar 0,05%. Berbagai jenis baja dan
besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferrite. Baja lembaran
berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite misalnya, banyak diproduksi
untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa ini bahkan telah
dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik mampu
bentuk yang lebih baik. Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, faktor
lain yang berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran
butir

2.  Pearlite
Pearlite adalah suatu campuran lamellar dari ferrite dan cementite. Konstituen
ini terbentuk dari dekomposisi Austenite melalui reaksi eutectoid pada keadaan
setimbang, di mana lapisan ferrite dan cementite terbentuk secara bergantian
untuk menjaga keadaan kesetimbangan komposisi eutectoid. Pearlite memiliki
struktur yang lebih keras daripada ferrite, yang terutama disebabkan oleh adanya
fase cementite atau carbide dalam bentuk lamel-lamel.
3. Austenite
Fase Austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam
keadaan setimbang fase Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase ini
bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom
karbon di dalam larutan padat Austenite lebih besar jika dibandingkan dengan
kelarutan atom karbon pada fase Ferrite. Secara geometri, dapat dihitung
perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase Austenite (atau kristal FCC)
dan fase Ferrite (atau kristal BCC). Perbedaan ini dapat digunakan untuk
menjelaskan fenomena transformasi fase pada saat pendinginan Austenite yang
berlangsung secara cepat. Selain pada temperatur tinggi, Austenite pada sistem
Ferrous dapat pula direkayasa agar stabil pada temperatur ruang. Elemen-elemen
seperti Mangan dan Nickel misalnya dapat menurunkan laju transformasi dari
gamma-austenite menjadi alpha-ferrite. Dalam jumlah tertentu elemen - elemen
tersebut akan menyebabkan Austenite stabil pada temperatur ruang.
4. Cementite
Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah stoichiometric
inter-metallic compund Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle). Nama
cementite berasal dari kata caementum yang berarti stone chip atau lempengan
batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih stabil yaitu
Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil. Namun, untuk
keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil. Cementite sangat
penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir baja. Cementite
dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti: bentuk
bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alpha-ferrite), atau
partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon dapat
direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan. Jarak rata-rata antar
karbida, dikenal sebagai lintasan Ferrite rata-rata (Ferrite Mean Path), adalah
parameter penting yang dapat menjelaskan variasi sifat-sifat besi baja. Variasi
sifat luluh baja diketahui berbanding lurus dengan logaritmik lintasan ferrite
rata-rata
5. Martensite  
Martensite adalah mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui proses difusi.
Konstituen ini terbentuk saat Austenite didinginkan secara sangat cepat,
misalnya melalui proses quenching pada medium air. Transformasi berlangsung
pada kecepatan sangat cepat, mendekati orde kecepatan suara, sehingga tidak
memungkinkan terjadi proses difusi karbon. Transformasi martensite
diklasifikasikan sebagai proses transformasi tanpa difusi yang tidak tergantung
waktu (diffusionless time-independent transformation). Martensite yang
terbentuk berbentuk seperti jarum yang bersifat sangat keras (hard) dan getas
(brittle). Fase martensite adalah fase metastabil yang akan membentuk fase yang
lebih stabil apabila diberikan perlakuan panas. Martensite yang keras dan getas
diduga terjadi karena proses transformasi secara mekanik (geser) akibat adanya
atom karbon yang terperangkap pada struktur kristal pada saat terjadi
transformasi polimorf dari FCC ke BCC. Hal ini dapat dipahami dengan
membandingkan batas kelarutan atom karbon di dalam FCC dan BCC serta
ruang intertisi maksimum pada kedua struktur kristal tersebut
6. Ladeburit
Merupakan campuran halus antara fase perlite dan fase simentit, karena
kandungan simentit lebih banyak maka fase ladeburit mempunyai sifat yang
sangat getas dan keras.
1.3 Diagram Fasa continuous cooling transformation (CCT)

Diagram continous cooling transformation atau biasa disebut CTT diagram,


merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara laju pendinginan
kontinyu dengan fasa atau struktur yang terbentuk setelah terjadinya transformasi
fasa.
Gambar diatas menunjukkan diagram CCT untuk baja secara skematika. Terlihat
bahwa kurva-kurva pendinginan kontinyu dengan laju pendinginan yang berbeda
akan menghasilkan fasa atau struktur baja yang berbeda. Setiap kurva pendinginan
yaitu kurva (a), (b), (c), memperlihatkan permulaan dan akhir dari dekomposisi
austenite menjad fasa atau struktur baja akhir.
Sebagai ilustrasi, baja mengandung 0,2% karbon yang telah diaustenisasi pada
temperatur 920 celcius, kemudian didinginkan dengan laju yang berbedasampai
temperature 200 dan 250 celcius.
Kurva pendinginan (a) menunjukkan pendinginan secara kontinyu yang sangat cepat
dari temperatureaustenite sekitar 920 celcius ke temperature 200 celcius.laju
pendinginan cepat ini menghasilkan dekomposisi fasa austenite menjadi martensit.
Fasa austenite akan mulai terdekomposisi menjadi martensit pada temperature Ms,
martensite start. Sedangkan akhir pembentukan martensite akan berakhir ketika
pendinginan mencapai temperature Mf,martensite finish.
             Kurva pendinginan (b) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju
sedang/medium dari temperature 920 celsius ke 250 celcius. Dengan laju pendinginan
kontinyu ini fasa austenite terdekomposisi menjadi struktur bainite.
Kurva pendinginan (c) menunjukkan pendinginan kontinyu dengan laju pendinginan
lambat dari temperature 920 celsius ke 250 celcius. Pendinginan lambat ini
menyebabkan fasa
austenite terdekomposisi menjadi fasa ferit dan perlit.

BAB II
LANGKAH KERJA

2.1 Tujuan Praktikum


1. Melakukan prosedur praktikum metalografi dengan benar
2. Mengethui struktur mikro material
2.2 Petunjuk K3
1. Pakaian Lab
2. Sepatu Kerja
2.3 Alat yang digunakan
1. Alat pemotong spesimen
2. Alat monting
3. Rotary grinding dan alat poles
4. Alat pengering spesimen
5. Mikroskop optic
2.4 Langkah kerja
1. Sebelum praktikum
a. Lakukan penetapan atau pemilihan sampel logam yang akan diperiksa
struktur mikronya.
b. Lakukan studi literature untuk mendeskripsikan specimen yang akan
diperiksa, misalnya baja, aluminium, tembaga, dll.
c. pemotongan specimen sesuai dengan studi literature yang ingin anda
ketahui , disini mahasiswa hendaknya sudah bisa memastikan orientasi
pengamatannya.
d. Untuk sampel yang banyak sebaiknyadiberikan tanda agar tidak lupa.
2. Mempersiapkan Spesimen Metalografi
a. Lakukan penggerindaan specimen yang sudah dimountingdengan
menggunakan mesin rotary grinding. Gunakan ampelas dari yang kasar
No kecil ke No besar. Pada saat menggerinda permukaan specimen ,
lakukan dengan menggunkan tangan sambil putar specimen
b. Permukaan specimen diusahakan rata pada dua bidangnya, agar pada
saat pengamatan tidak terjadi bias.
c. Bila penggerindaan atau pengampelasan telah selesai lakukan
pemolesan pada bagian perm,ukaan yang akan dijadikan objek
pengamatan.
d. Gunakan mesin poles dan kain poles yang halus serta gunakan pasta
polishing yang ada atau dapat menggunakan pasta gigi.
e. Pada saat melakukan pemolesan usakan permukaan benar benar
terbebas dari goresan bekas ampelas. Untuk melihat ada dan tidaknya
bekas goresan lakukan di bawah mikroskop.
f. Etching. Gunakan table etching yang ada
g. Bila tahapan dia tas telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan etching. Untuk melakukan etching diharapkan mahhasiswa
dapat menggunakan table etching saat membuat larutan kimia.
h. Membuat larutan kimia sesuai dengan table etching.
i. Dalam melakukan etching bacalah petunjuk yang ada di dalam
pedoman etching
3. Problem etching
a. Struktur mikro tidak muncul hal ini disebabkan karena waktu etching
kurang lama atau pilihan larutan etchingtidak sesuai dengan specimen
b. Struktur terkontaminasi atau over etching artinya waktu etching terlalu
lama,. Lakukan pemolesan kembali sedikit demi sedikit lalu cek di
mikroskop kembali.
c. Karena proses preparasi specimen cukup memakan waktu yang lama
diharapkan mahasiswa memilkii tempat khusus untuk specimen

DAFTAR PUSTAKA

Fadil, Fadil.2017. Metallografi.

[Internet] Diunduh pada tanggal 29 Juni 2018. Tersedia :


http://gangwakaf666.blogspot.com/2017/03/v-
behaviorurldefaultvmlo.html

Fathorrozi, Imam.2017. Pengertian Mesin Bubut Lengkap. Mesin News


[Internet] Diunduh pada tanggal 29 Juni 2018. Tersedia :
http://ifathorrozi.blogspot.com/2014/04/continous-cooling-transformation-
diagram.html

Anda mungkin juga menyukai