Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latara Belakang

Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai

pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan

pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus dilalui

untuk memperoleh suatu produk logam yangmempunyai kualitas tinggi,

baik dari segi mekanik, fisik maupun kimianya.Logam mempunyai sifat-sifat

istimewa yang menjadi dasar penggunaanya. Salah satu sifat yang dimiliki oleh

logam adalah sifat mekanik. Sifat-sifat mekanik yang dimiliki oleh logam antara

lain kekuatan, kekerasan, ketangguhan, keuletan, mampu bentuk, dan

mampu las. Sifat-sifat mekanik tersebut dipengaruhi oleh b e b e r a p a

faktor, antara lain komposisi kimia, perlakuan yang diberikan,

d a n struktur butirnya.Struktur butir yang terdapat pada suatu logam

dipengaruhi oleh perlakuanyang diterima oleh logam tersebut, yang akan

mempengaruhi pada sifat mekanik l o g a m n y a , misalnya pengerolan

p a d a s u a t u l o g a m m a k a s t r u k t u r b u t i r l o g a m tersebut akan laminar

(memanjang) dan sifat kekerasannya akan naik. Contoh lain hasil dari heat

treatment, dengan mengamati struktur butirnya selain gambaran sifat

mekaniknya yang dapat diketahui, fasa yang ada juga dapat diketahui.Perlakuan

panas (heat treatment) didefinisikan sebagai suatu kombinasi

dari pengendalian pemanasan dan pendinginan pada temperatur dan

waktu tertentu untuk menghasilkan logam dengan sifat mekanik yang

diinginkan. Perlakuan p a n a s dilakukan untuk mendapatkan

mikro struktur logam yang s e r a g a m , meningkatkan

kekuatan, kekerasan, keuletan, ketangguhan

( u n t u k finishing product) , s e r t a s i f a t m a m p u l a s , s i f a t m a m p u m e s i n ,

s i f a t m a m p u b e n t u k d a n dapat mengurangi tegangan sisa (untuk

produk setengah jadi), yang muncul darihasil pengerjaan logam tersebut

sebelumnya.
1.2 Identifikasi Masalah

1. Perlakuan panas (Heat Treatment).

2. Proses Heat Treatment.

3. Faktor yang mempengaruhi laju pendinginan media pendingin .

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui proses perlakuan panas pada logam.

2. Mengetahui media pendingin dan laju pendinginan yang dibutuhkan sesuai

dengan suhu pemanasan dan komposisi karbon yang digunakan.

3. Mengetahui cara pembacaan diagram fasa.

1.4 Manfaat Penulisan

Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa

informasi tentang perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang proses

perlakuan panas pada logam dan diharapkan juga mampu menjadi bahan

rujukan dan referensi terutama bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori

Perlakuan panas pada logam (Heat treatment) merupakan ilmu yang

mempelajari tentang perubahan sifat dan struktur pada logam akibat pemberian

panas pengaturan laju pendinginan untuk mendapatkan perubahan fasa

(struktur), guna meningkatkan kemampuan bahan sehingga bertambahnya daya

guna/fungsi teknik dari bahan tersebut.


Secara umum, perlakuan panas pada logam akan berhubungan erat

dengan tiga hal : temperatur, waktu, dan komposisi. Logam tersusun dari atom –

atom yang memiliki ikatan metalik. Setiap atom yang berikatan metalik akan

membentuk satu kristal. Kristal ini memiliki strukturdan orientasi sendiri bergantung

sumbu terbentuknya kristal tersebut, dan setiap kristal yang berada dalam satu

orientasi akan berkumpul membentuk satu butir. Struktur kristal dipengaruhi oleh

jumlah elemen paduan yang mampu menyelinap di sela - sela ikatan atom, atau

disekitar kristal satu dengan yang lain.

Selain jumlah, ukuran pun penting untuk menentukan apakah elemen

paduan tersebut menyelinap (interstisi), atau mengganti (substitusi). Atom itu tidak

diam, tapi bergerak. Atom dalam setiap logam mampu bergerak dan berpindah

tempatdisebabkan oleh dua ha l: Kondisi energiyang diberikan (diwakilkan oleh

temperatur) dan komposisi elemen paduan (diwakilkan oleh persen berat unsur).

Secara alamiah, suatu lingkungan yang padat akan cenderung mencari kestabilan dengan

mengurangi kepadatannya menuju lingkungan lain yang kurang padat. Itu adalah proses

difusi ; dipengaruhi oleh gradien komposisi. Namun, untuk bisa berpindah, butuh

energi. Kombinasi dari keduanya, maka kita akan mendapatkan ilmu pertama

dari Ilmu dan Teknik Material :

2.2 Diagram Fasa.


Diagram fasa dibuat oleh dua orang, yang bernama Elliot J.F. dan Benz

M.G. pada tahun 1949. Diagram ini, tidak dibuat dalam semalam, tapi selama

bertahun - tahun, dan mengalami penyempurnaan hingga tahun 1992

oleh Springerlink . Komponen dari diagram fasa ada dua : komposisi karbon

(sumbu X) dan temperatur (sumbu Y). Di tengah diagram tersebut ada “peta” dari

jenis fasa yang terbentuk. Keterangan dari tulisan yang ada disana akan

dijelaskan di bawah.

2.2.1 Komponen Diagram Fasa

1. Delta Iron (Delta Ferrite).

Delta Iron merupakan fasa yang terbentuk dan stabil pada temperatur

sekitar 1500OC. Pada daerah ini, karbon yang bisa menjadi interstisi di dalam besi

maksimal sekitar 0.09%. Fasa delta ini cenderung lunak dan tidak stabil pada

suhu kamar. Struktur kristal yang terbentuk adalah BCC. Gambar di sebelah

kanan menunjukkan gambar struktur mikro Delta Iron yang di etching (digores)

menggunakan teknik metalurgi khusus pada baja stainless steel.

2. Ferrite (α).

Ferrite (α) merupakan fasa yang terbentuk pada temperatur sekitar 300-

723OC. Pada daerah ini, kelarutan karbon maksimalnya adalah 0,025% pada

temperatur 725OC, dan turun drastis menjadi 0% pada 0 derajat celcius. Fasa ini

biasa terjadi bersamaan dengan cementite, membentuk pearlite pada

pendinginan lambat. Fasa ini lunak, dan memberikan kemampuan bentuk pada

logam. Gambar ini menunjukkan struktur fasa ferrite yang berwarna hitam, dan

austenite yang berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa, selain lunak, ferrite

sendiri cenderung lebih mudah berkarat dibandingkan austenite.

3. Cementite (Fe3C).

Cementite merupakan fasa intermetalik yang terbentuk pada logam

dengan kelarutan karbon maksimal 6,67 %. Kelarutan karbon yang tinggi

memberikan sifat keras pada fasa ini, dan berkontribusi bersama dengan ferrite
untuk menentukan kekuatan dari suatu logam. Gambar ini menunjukkan fasa

cementite yang didapatkan dari proses pendinginan lambat baja cor putih.

4. Pearlite (α + Fe3C).

Pearlite ialah campuran Eutectoid antara Ferrite dengan Cementid yang

dibentuk pada temperature 723OC dengan kandungan Carbon 0,83%C Pearlite

dianggap sebagai satu fasa sendiri, karena memberikan kontribusi sifat yang

seragam. Seperti dijelaskan di atas, di dalam satu fasa, biasa terbentuk dalam

satu butir. Namun, untuk Pearlite berbeda, karena ada dua fasa dalam satu butir.

Karena butir berukuran lebih besar dari ukuran fasa Ferrite dan Cementite itu

sendiri (ukuran terkecil yang bisa dikarakterisasi sebesar ukuran indentasi dari uji

keras mikro vickers, sekitar 50 mikron), maka Pearlite, atas kesepakatan

bersama para ahli material, digolongkan sebagai satu fasa dalam satu butir.

Pearlite memiliki morfologi mirip seperti lapisan (lamellae) antara Ferrite (hitam)

dan Cementite (putih). Pada ini, bisa dilihat struktur mikro dari pearlite tersebut.

5. Austenite (γ).

Gamma Iron merupakan fasa yang terbentuk pada terbentuk pada

temperatur 1140OC, dengan kelarutan karbon 2,08%. Kelarutan karbon akan

turun menjadi o,08% pada 723OC. Fasa Austenite terlihat jelas pada gambar di

bagian Ferrite di atas, berwarna putih. Hal ini menunjukkan bahwa fasa ini

memiliki ketahanan karat yang lebih baik daripada fasa yang lain. Austenite

merupakan fasa yang tidak stabil di temperatur kamar, sehingga dibutuhkan

komposisi paduan lain yang akan berungsi sebagai penstabil fasa

austenite pada temperatur kamar, contohnya adalah mangan (Mn).

6. Eutectic, Hypo-eutectoid dan hyper-eutectoid.

Seperti kata Human (manusia) dan Humanoid (seperti-manusia), maka

daerah pendinginan pun memiliki dua garis mendatar : eutectoic dan eutectoid

(eutectic-like). Kedua garis isotermal ini menunjukkan perubahan fasa yang

berbeda : Eutectic [L - > γ+Fe3C] dan Eutectoid [γ - >α+Fe3C]. Titik eutectoid

terletak pada garis komposisi 0,8 % karbon, sedangkan titik eutectic terletak

pada garis komposisi 4% karbon. Biasanya, baja yang terletak pada daerah
eutectoid disebut baja karbon, sedangkan pada daerah 4% karbon disebut baja

cor. Pada baja karbon, ada baja karbon yang kandungan karbonnya rendah

(dibawah 0,8%) dan tinggi (diatas 0,8%). Dengan kesepakatan bersama, baja

dengan kandungan karbon dibawah 0,8% disebut baja karbon rendah, medium,

dan tinggi, sedangkan baja dengan kandungan karbon diatas 0,8% disebut baja

saja (steel).

2.3 Klasifikasi Proses Heat Treatmen

A. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan).

1. Tujuan dari perlakuan panas Near Equilibrium adalah :

a. Melunakkan struktur kristal.

b. Menghaluskan butir.

c. Menghilangkan tegangan dalam.

d. Memperbaiki machineability

2. Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium, misalnya :

a. Full Annealing (annealing).

b. Stress relief Annealing.

c. Process annealing.

d. Spheroidizing.

e. Normalizing.

f. Homogenizing

B. Non Equilibrium (Tidak setimbang)

1. Tujuan dari perlakuan panas Non Equilibrium adalah untuk mendapatkan

kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi.

2. Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, misalnya :

a. Hardening.

b. Tempering.

c. Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction

hardening).

2.4 Proses Heat Treatment dan Kegunaannya


1. Proses Normalizing.

Proses normalizing sendiri adalah proses perlakuan panas terhadap baja

dengan tujuan mendapatkan struktur, butiran yang halus dan seragam untuk

menghilangkan tegangan dalam akibat pengerjaan dengan mesin.

Proses penormalan umumnya diterapkan pada baja karbon dan baja

paduan rendah. Kekerasan yang akan diperoleh dari perlakuan ini tergantung

pada ukuran, komposisi baja serta laju pendinginan. Normalizing tidak dapat

diterapkan pada jenis baja yang dapat dikeraskan di udara.

Tujuan dari proses normalizing ini adalah untuk memperhalus butir,

memperbaiki mampu mesin, menghilangkan tegangan sisa yaitu, dan

memperbaiki sifat mekanik baja karbon struktural dan baja-baj paduan rendah.

Secara umum proses normalizing ini dilakukan dengan dengan cara

memanaskan baja 850 derajat sampai 900 derajat, kemudian setelah suhu

merata didinginkan diudara.

Manfaat dari proses normalizing ini adalah antara lain :

1. Menghilangkan struktur yang berbutir kasar yang diperoleh dari proses

pengerjaan yang sebelumnya di alami oleh baja.

2. Mengeliminasi struktur yang kasar yang diperoleh dari akibat pendinginan yang

lambat pada proses anil.

3. Menghaluskan ukuran ferit dan pearlite.

4. Memodifikasi dan menghaluskan struktur cor dendritik.

5. Penormalan dapat mencegah distorsi dan memperbaki mampu mesin-mesin baja

paduan yang dikarburasi karen atemperatur penormalan lebih tinggi dari

temperatur pengkarbonan.

6. Penormalan dapat memperbaiki sifat-sifat mekanik.

2. Full Annealing (Annealing).

Proses perlakuan panas untuk menghasilkan perlite yang kasar (coarse

pearlite) tetapi lunak dengan pemanasan sampai austenitisasi dan didinginkan

dalam furnace. Tujuan untuk memperbaiki ukuran butir dan machinibility . Pada
proses full annealing ini biasanya dilakukan memanaskan logam sampai ke atas

temperature kritis (pada baja hypoeutectoid , 25OC – 50OC).

Dilanjutkan proses pendinginan yang cukup lambat (biasanya dalam

furnace atau dalam bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik).

Baja yang mengalami pemanasan sampai temperatur terlalu tinggi ataupun

waktu tahan (holding time) terlalu lama biasanya butiran kristal austenitenya akan

kasar dan bila didinginkan dengan lambat akan menghasilkan ferrit atau pearlite

yang kasar sehingga sifat mekaniknya juga kurang baik (akan lebih getas).

3. Stress Relief Annealing.

Yaitu proses menghilangkan tegangan sisa dari suatu bahan dengan

memanaskan kemudian ditahan beberapa waktu lalu dilakukan dengan

pendinginan perlahan-lahan.

Tujuannya adalah untuk menghilangkan tegangan sisa selama proses fabrikasi.

Perlu diingat bahwa baja dengan kandungan karbon dibawah 0,3% C itu tidak

bisa dikeraskan dengan membuat struktur mikronya berupa martensite. Agar

kekerasannya meningkat tetapi struktur mikronya tidak martensite, dapat

dilakukan dengan pengerjaan dingin (cold working) tetapi perlu diingat bahwa

efek dari cold working ini akan timbul yang namanya tegangan dalam atau

tegangan sisa. Untuk menghilangkan tegangan sisa ini perlu dilakukan proses

Stress relief Annealing.

4. Tempering.

Proses hardening menghasilkan struktur martensit yang sangat brittle,

maka jarang digunakan dalam aplikasi. Perlu mekanisme perlakuan panas agar

martensit yang telah terbentuk dapat dimodifikasi sifatnya dan dihasilkan baja

yang lebih tangguh (tough). Mekanisme ini disebut dengan tempering.

Proses ini terdiri atas dua tahap, dimana di dalamnya terjadi reduksi kadar

karbon dalam martensit hingga 0.3%. Kekerasan baja menurun dan keuletannya

(ductility) meningkat, maka dapat dihasilkan baja yang lebih tangguh.

5. Aging (Precipitation Hardenning).


Proses pemanasan kembali bahan yang telah dikeraskan, Suhu

pemanasannya relatif rendah yaitu dibawah suhu transformasi eutektoid.

Tujuannya adalah untuk mengurangi kekerasan bahan sehingga keuletan

(ketangguhan) bahan tersebut dapat naik.

6. Speroidisasi (Spherodizing).

Merupakan proses perlakuan panas untuk menghasilkan struktur carbida

berbentuk bulat (spheroid ) pada matriks ferrite. Pada proses Spheroidizing ini

akan memperbaiki machinibility pada baja paduan kadar Carbon tinggi.

Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa baja

hypereutectoid yang dianneal itu mempunyai struktur yang terdiri dari pearlite

yang “terbungkus” oleh jaringan cemented. Adanya jaringan

cemented (cemented network) ini meyebabkan baja (hypereutectoid ) ini

mempunyai machinibility rendah. Untuk memperbaikinya maka cemented

network tersebut harus dihancurkan dengan proses spheroidizing.

Spheroidizing ini dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar

temperature kritis A1 bawah atau sedikit dibawahnya dan dibiarkan pada

temperature tersebut dalam waktu yang lama (sekitar 24 jam) baru kemudian

didinginkan. Karena berada pada temperature yang tinggi dalam waktu yang

lama maka cemented yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan

hancur menjadi bola-bola kecil ( sphere) yang disebut dengan spheroidite yang

tersebar dalam matriks ferrite.

2.5 Jenis- Jenis Pengerasan Permukaan

1. Karburasi.

Cara ini sudah lama dikenaloleh orang sejak dulu. Dalam cara ini, besi

dipanaskan di atas suhu dalam lingkungan yang mengandung karbon, baik dalan

bentuk padat, cair ataupun gas. Beberapa bagian dari cara kaburasi yaitu

kaburasi padat, kaburasi cair dan karburasi gas.

2. Karbonitiding.

Adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja dipanaskan di

atas suhu kritis di dalam lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan
nitrogen. Keuntungan karbonitiding adalah kemampuan pengerasan lapisan luar

meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat diamfaatkan baja yang

relative murah ketebalan lapisan yang tahan antara 0,80 mm - 0,75 mm.

3. Cyaniding

Adalah proses dimana terjadi absobsi karbon dan nitrogen untuk

memperoleh specimen yang keras pada baja karbon rendah yang sulit

dikeraskan. Proses ini tidak sembarang dilakukan dengan sembarang

.Penggunaan closedpot dan hood ventilasi diperlukan untuk cyaniding karena

uap sianida yang terbentuk sangat beracun.

4. Nitriding

Adalah proses pengerasan permukaan yang dipanaskan sampai ± 510°c

dalam lingkungan gas ammonia selama beberapa waktu. Metode pengerasan

kasus ini menguntungkan karena fakta bahwa kasus sulit diperoleh dari pada

karburasi. Banyak bagian-bagian mesin seperti silinder barrel and gear dapat

dikerjakan dengan cara ini. Proses ini melibatkan theexposing dari bagian untuk

gas amonia atau bahan nitrogen lainnya selama 20 sampai 100 jam pada 950 °

F. The inwhich kontainer pekerjaan dan gas Amoniak dibawa dalam kontak harus

kedap udara dan mampu mempertahankan suhu sirkulasi andeven.

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Laju Pendinginan Media Pendingin

1. Densitas.

Semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka semakin cepat

proses pendinginan oleh media pendingin tersebut.

2. Viskositas.

Semakin tinggi viskositas suatu media pendingin, maka laju pendinginan

semakin lambat, Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan

sebuah fluid terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya

diterima sebagai "kekentalan", atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas

menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat dipikir sebagai
sebuah cara untuk mengukur gesekan fluid. Air memiliki viskositas rendah,

sedangkan minyak sayurmemiliki viskositas tinggi.

Pengaruh Viskositas dan Density berdasarkan media pendingin :

1. Air garam.

Air garam memiliki viskositas yang rendah sehingga nilai kekentalan cairan

kurang, sehingga laju pendinginan cepat dan massa jenisnya lebih besar

dibandingkan dengan media pendingin lainnya seperti air,solar,oli,udara,

sehingga kecepatan media pndingin besar dan makin cepat laju

pendinginannya.

2. Air.

Air memiliki massa jenis yang besar tapi lebih kecil dari air garam,

kekentalannya rendah sama dengan air garam. Laju pendinginannya lebih

lambat dari air garam.

3. Solar.

Solar memiliki viskositas yang tinggi dibandingkan dengan air dan massa

jenisnya lebih rendah dibandingkan air sehingga laju pendinginannya lebih

lambat.

4. Oli.

Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi dibandingkan

dengan media pendingin lainnya dan massa jenis yang rendah sehingga laju

pendinginannya lambat. Udara tidak memilki viskositas tetapi hanya memiliki

massa jeni sehingga laju pendinginannya sangat lambat.


Penjelasan :

1. Kurva pendinginan 1 menggambarkan pendinginan yang sangat lambat (seperti

pada annealing konvensional), baja akan memulai bertransformasi pada titik A1

dan selesai pada A1’, dan akan menghasilkan perlit kasar. Ini terjadi karena

transformasi berlangsung pada temperatur yang sangat tinggi. Kekerasannya

sekitar Rc 15.

2. Kurva pendinginan 2 menggambarkan pendinginan seperti pada proses

“isothermal annealing”, proses dilakukan dengan mendinginkan cepat sampai ke

temperatur di bawah temperatur kritis (diatas daerah nose diagram). Pada kurva

2 transformasi berlangsung pada temperatur yang lebih rendah, akan dihasilkan

perlit yang lebih halus, kekerasan sekitar Rc 30.

3. Kurva pendinginan 3 menggambarkan pendinginan yang agak cepat, seperti

pada normalizing. Disini tampak bahwa transformasi dimulai dan selesai pada

temperatur yang berbeda, sehingga akan diperoleh perlit dengan ukuran butir

yang bervariasi. Yang terjadi pada temperatur lebih tinggi akan lebih kasar dan

yang terjadi pada temperatur lebih rendah akan lebih halus, sehingga ada

sebagian perlit kasar dan sisanya perlit medium. Perlit yang lebih halus akan
dihasilkan dengan kurva pendinginan 4 yang lebih cepat lagi, seperti pada

quench.

4. Kurva pendinginan 5, pendinginan yang cukup cepat, transformasi menjadi perlit

mulai lebih awal, tetapi akan berhenti ketika kurva pendinginan menyinggung

kurva transformasi 25% (transformasi baru berlangsung 25%). Transformasi

akan mulai lagi ketika mencapai temperatur Ms, austenit akan menjadi martensit.

Sehingga setelah akhir transformasi akan diperoleh 25% perlit dan 75%

martensit.

5. Kurva pendinginan 6 menggambarkan pendinginan yang sangat cepat, seperti

pada water quench. Tidak terjadi transformasi sebelum mencapai temperatur Ms,

transformasi selesai pada temperatur Mf, struktur seluruhnya martensit. Struktur

yang seluruhnya martensit juga masih dapat dicapai dengan laju pendinginan

yang sedikit lebih lambat, tetapi paling tidak laju pendinginannya harus seperti

kurva pendinginan 7, bila lebih lambat akan ada sebagian austenit yang menjadi

perlit. Karena itu laju pendinginan yang tepat menghasilkan 100% martensit

disebut laju pendinginan kritis atau Critical Cooling Rate (CCR).

6. Pada baja karbon bainit baru dapat diperoleh bila dilakukan pendinginan secara

isothermal, seperti pada kurva pendinginan 8. cara seperti ini dilakukan pada

proses austempering.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Proses perlakuan panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan

pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau

paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat

tertentu. Proses laku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai
dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu diikuti dengan

penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan pendinginan

dengan kecepatan tertentu.

Secara umum perlakukan panas diklasifikasikan dalam 2 jenis, yaitu :

1. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan).

2. Non Equilirium (Tidak setimbang).

3.2 Saran

Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam menyusun tugas makalah

ini, dapat kiranya mahasiswa lebih pro-aktif lagi untuk mencari literatur-literatur

yang berhubungan dengan makalah ini, demikian pula kami mengharapkan

bimbingan yang intensif dari pihak dosen, sehingga diperoleh hasil yang lebih

baik.

DAFTAR PUSTAKA
Amstead, BH.1997. Teknologi Mekanik jilid 1.Jakarta : Erlangga

Bradbury, EJ.1990.Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan.Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

https://id.scribd.com/doc/218299246/Perlakuan-Panas-Pada-Logam

Diakses tanggal 10 Mei 2015

http://www.scribd.com/doc/180726155/MENGENAL-PERLAKUAN-PANAS-HEAT-

TREATMENT-PADA-BAJA-doc

Diakses tanggal 10 Mei 2015

http://share.its.ac.id/pluginfile.php/2052/mod_resource/content/1/3._HEAT_TREATME

NT.pdf

Diakses tanggal 10 Mei 2015

http://rusman-buru.blogspot.com/2012/09/makalah-diagram-fasa.html

Diakses tanggal 10 Mei 2015


http://cyberships.wordpress.com/2012/06/02/proses-perlakuan-panas-pada-baja/

Diakses tanggal 10 Mei 2015

Anda mungkin juga menyukai