HALAMAN JUDUL............................................................................ i
DAFTAR ISI................................................................................... ii
PERATURAN DIREKTUR..................................................................... 1
BAB I DEFINISI
A. Definisi............................................................................... 4
B. Tujuan Pedoman Nyeri............................................................ 4
C. Kebijakan............................................................................ 4
BAB IX PENUTUP............................................................................ 46
LAMPIRAN :
PERATURAN DIREKTUR RSU ANANDA
PURWOREJO
NOMOR :
TENTANG PANDUAN MANAJEMEN NYERI
BAB I
DEFINISI
A. Definisi
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi,
atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah
terjadi kerusakan jaringan (InternationalAssociation for the Study of
Pain). Nyeri bersifat individual dan subjektif dimana berhubungan juga
dengan faktor-faktor psikologis seseorang, faktor lingkungan seperti
riwayat terdahulu, kebiasaan, prognosa suatu penyakit, rasa takut dan
cemas.
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau
penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.
Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
C. Kebijakan
1. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan
dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
2. Skrining nyeri juga dilakukan jika terdapat kecurigaan ada rasa nyeri yang
timbul selama masa perawatan.
BAB II
SKRINING NYERI
Manajemen nyeri yang efektif dimulai dengan skrining awal nyeri.Tahap ini
sangat penting terhadap kualitas pelayanan dan kualitas penyembuhan
pasien.Rumah SakitPelita Anugerah menetapkan bahwa semua pasien yang datang
di Instalasi Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Gawat Darurat dilakukan skrining
nyeri.Selain itu, skrining nyeri dilakukan kapan saja jika terdapat kecurigaan
adanya rasa nyeri pada pasien selama masa perawatan.Jika terdapat nyeri, maka
dilakukan asesmen nyeri dengan menggunakan teknik pengukuran yang sesuai
dengan indikasi.Teknik pengukuran nyeri dibahas pada Bab III Pedoman Manajemen
Nyeri ini.
Tatacara skrining dengan cara menanyakan apakah ada rasa nyeri atau
tidak kepada pasien tidak dapat dilaksanakan pada pasien yang tidak dapat
berkomunikasi dengan baik atau memang tidak dapat berkomunikasi sama
sekali. Misalnya pada pasien stroke atau pada pasien yang berada di tahap
akhir penyakit Alzheimer’s. Pada pasien-pasien ini dilakukan skrining sekaligus
asesmen dengan menggunakan Pain Assessment in Advanced Dementia
(PAINAD) Scale.
Jika nilai skor adalah 0 maka berarti tidak ada nyeri
Pain Assessment in Advanced Dementia(PAINAD) Scale
Range skor total adalah antara 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri hebat).
1. Pernafasan
a. Pernafasan normal ditandai dengan nafas yang tanpa usaha, tidak
bersuara, dan teratur
b. Pernafasan sesak seseskali ditandait dengan episode suara mirip
ledakan atau suara yang keras, kesulitan menarik nafas
c. Periode hiperventilasi singkat ditandai dengan adanya interval yang
cepat, nafas dalam bertahan selema periode waktu yang singkat
d. Pernafasan sesak dan bersuara ditandai dengan suara nafas negatif
pada inspirasi dan ekspirasi. Dapat keras, gurgling (seperti berkumur),
atau wheezing. Muncul seperti suara yang berat.
e. Cheyne-Stoke respirasi ditandi dengan pernafasan dalam diikuti dengan
pernafasan yang danggl dengan periode apnea (berhentinya
pernafasan)
2. Vokalisasi negatif
a. Tidak adanya vokalisasi negatif ditandai dengan perkataan atau
vokalisasi yang netral dengan kualitas yang baik
b. Erangan sesekali ditandai dengan suara seperti berkumur, mengerang,
atau meratap. Groaning ditandai dengan suara yang keras yang timbul
involunter dan tidak bermakna, seringkala tiba-tiba mulai dan
berakhir.
c. Nada suara rendah dengan kualitas negatif atau mengecewakan
ditandai dengan suara seperti bersungut, bergumam, merengek,
menggeram, mengumpat atau menympah dengan volume rendah dan
nada mengeluh, sarkastis atau pedas.
d. Kesulitan memanggil yang berulang ditandai dengan frasa atau kata-
kata yang berulang dengan nada seperti menunjukkan kecemasan,
kesulitan, atau tekanan.
e. Erangan yang keras ditandai dengan suara yang sedih atau berduka,
meratap, namun dengan volume yang lebih besar dari
biasanya.Groaning yang keras ditandai dengan suara yang lebih keras
yang timbul involunter dan tidak bermakna, seringkala tiba-tiba mulai
dan berakhir
f. Menangis ditandai dengan ucapan atau emosi diikuti dengan air mata.
Menangis dapat berupa menangis yang tersedu-sedu atau diam-diam
menangis.
3. Ekspresi wajah
a. Tersenyum ditandai dengan lengkungan mulut ke atas, kecerahan mata
dan wajah yang mencerminkan rasa senang atau puas. Tanpa ekspresi
merujuk pada wajah yang terlihatnetral, mudah, santai, atau kosong.
b. Sedih ditandai dengan tidak senang, merasa sendiri, pedih atau perih.
Mungkin ada air mata yang jatuh.
c. Ketakutan ditandai dengan wajah yang Nampak takut, waspada, atau
peningkatan kecemasan. Mata terbuka lebar.
d. Cemberut ditandai dengan lengkungan mulut yang kebawah,
peningkatan kerutan di dahi dan sekitar mulut.
e. Meringis (facial grimace) ditandai dengan wajah yang nampak
tertekan. Alis lebih mengerut seperti area sekitar mulut. Mata mungkin
berkerut menutup
0 1 2
Menangis Tidak Melengking Tidak dapat
tinggi ditenangkan
Kebutuhan O2 untuk Tidak <30% >30%
mencapai saturasi
oksigen >95%
Peningkatan tanda Nadi dan Tensi Nadi dan Tensi Nadi dan Tensi
vital = atau < dari meningkat < meningkat
nilai sebelum 20% nilai >20% nilai
operasi preoperatif preoperatif
Ekspresi Tidak ada Grimas Meringis atau
(meringis) mendengkur
Tidak dapat tidur Tidak Bayi bangun Bayi bangun
pada interval selalu
tertentu
Jika nilai skor lebih dari 5 maka bayi post operasi tersebut merasakan
nyeri sehingga perlu dilakukan manajemen nyeri dengan pemberian
anlgesik. Asesmen ulang dilakukan setiap 2 jam selama 24 jam pertama
setelah dilakukan tindakan dan setiap 4 jam pada 48 jam berikutnya.
F. Teknik skrining dan asesmen dengan Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)
Teknik NIPS digunakan untuk melakukan skrining pada bayi dan anak < 1
tahun.Skor 0 berarti tidak ada nyeri.
G. Teknik skrining dan asesmen dengan Behavioral Pain Scale (BPS)
Teknik skrining BPS digunakan pada pasien yang sedang terventilasi di
ICU.Nilai skor 3 menandakan pasien tidak merasakan nyeri.
BAB III
ASESMEN DAN PENGUKURAN NYERI
A. Tujuan Asesmen Nyeri
Tujuan assesmen nyeri adalah:
1. Untuk menggali informasi riwayat nyeri pada pasien sesuai standar yang
telah ada.
2. Membantu menegakkan tipe nyeri dan etiologi yang memungkinkan.
3. Untuk mengetahui efek nyeri yang dialami pasien apakah berhubungan
dengan fungsi sistemik tubuhnya.
4. Sebagai acuan untuk perencanaan dan pemberian terapi.
5. Sebagai bentuk komunikasi efektif antar petugas /tim manajemen nyeri.
Form PQRST
P = Provocation and Palliation
Penyebab nyeri :
Pemicu nyeri ________________________________
Hal yang membuat nyeri _
berkurang :
Hal yang membuat nyeri ________________________________
bertambah _
:
________________________________
_
:
________________________________
_
:
________________________________
_
Q = Quality and Quantity
Kualitas/kekuatan nyeri :
Kualitas nyeri saat dilakukan ________________________________
perabaan _
Kualitas nyeri saat dilakukan
pengamatan :
Kualitas nyeri saat dilakukan ________________________________
pendengaran _
:
________________________________
_
:
________________________________
_
R = Regio and Radiation
Lokasi nyeri :
Penyebaran nyeri ________________________________
_
:
________________________________
_
S = Severity and Scale
Tingkat nyeri (skala 1-10)
Aktivitas terkait nyeri :
________________________________
_
:
________________________________
_
T = Timing and Type of Onset
Nyeri muncul pertama kali
Durasi nyeri
Tingkat kekerapan nyeri :
(frekuensi) ________________________________
Nyeri timbul secara tiba- _
tiba/perlahan :
________________________________
_
:
________________________________
_
:
________________________________
_
d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar merupakan
pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung.
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
h. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi
sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa
nyeri.
Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis
medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan,
nyeri neuropatik ).
b. Status mental
1) Nilai orientasi pasien
2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
3) Nilai kemampuan kognitif
4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi,
tidak ada harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan sendi
1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
2) Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau
asimetris.
3) Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal /
dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan
adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera
ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria
di bawah ini.
DERAJAT DEFINISI
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan
tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak
mampu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin
prick), getaran, dan suhu.
g. Pemeriksaan khusus
1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri
tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa
pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis,
histeria, dan depresi.
2) Kelima tanda ini adalah:
a) Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik
b) Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
c) Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
d) Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan
nyeri.
e) Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah)
saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda
(distraksi)
3. Penunjang Diagnostik pada Asesmen Nyeri
a. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)
1) Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien
2) Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus
yang terkena
3) Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang
berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau
terapi obat.
4) Membantu menegakkan diagnosis
5) Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan
respons terhadap terapi
6) Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati,
radikulopati.
c. Pemeriksaan radiologi
1) Indikasi:
a) pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang
belakang
b) pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang
belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
c) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung
kemih, atau ereksi.
d) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
e) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
2) Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan
karakteristik nyeri.
a) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis,
neoplasma)
b) MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang
(herniasi diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang
diskus, keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)
c) CT-Scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus,
stenosis spinal.
d) Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi
perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini,
fraktur kompresi yang kecil/minimal, keganasan primer,
metastasis tulang)
d. Asesmen psikologi
1) Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan,
depresi.
2) Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
3) Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial
4– terlihat nyata
5– tegangan hampir di seluruh otot
wajah
seluruh otot wajah tegang,
meringis
Tekanan 1– tekanan darah di bawah batas
darah basal 2– normal
tekanan darah berada di batas
3– normal secara konsisten
peningkatan tekanan darah
sesekali ≥15% di atas batas normal
4– ( 1-3 kali dalam observasi selama
2 menit )
seringnya peningkatan tekanan
5– darah ≥15% di atas batas normal
( >3 kali dalam observasi selama 2
menit )
peningkatan tekanan darah terus-
menerus ≥15%
Denyut 1– denyut jantung di bawah batas
jantung basal 2 – normal
denyut jantung berada di batas
3– normal secara konsisten
peningkatan denyut jantung
sesekali ≥15% di atas batas normal
4– (1-3 kali dalam observasi selama 2
menit)
seringnya peningkatan denyut
5– jantung ≥15% di atas batas normal
(>3 kali dalam observasi selama 2
menit)
TANGGAL /
KATEGORI SKOR WAKTU
B. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa
jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
1. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien
2. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri,dilakukan monitoring tiap 30
menit dan assesmen ulang nyeri dalam kurang dari 2 jam setelah
tatalaksana nyeri non farmakologik.
3. Monitoring setiap 30 menit dan assesmen ulang setiap empat jam (pada
pasien yang sadar/ bangun) yang diberikan intervensi obat non opioid
pasien, yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien,
dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
4. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen
ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena.
5. Pada nyeri akut / kronik, dilakukan monitoring setiap 1 jam dan asesmen
ulang tiap 4-6 jam setelah pemberian obat nyeri opioid.
BAB V
PENDEKATAN TERAPI PADA NYERI
A. Pendekatan Farmakologis
1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%
a. Berisi lidokain 5% (700 mg).
b. Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium
neuronal.
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada
efek samping sistemik
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pasca-
herpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan), nyeri
punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis.
e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain.
f. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area
yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka),
dipakai selama <12 jam dalam periode 24 jam.
3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang
lebih besar.
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa
dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
d. Ketorolak:
1) merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat
2) bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan
dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi
efek samping opioid (depresi pernapasan, sedasi, stasis
gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.
6. Anti-konvulsan
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping:
somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 – 1800 mg/hari (2-3 kali
perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan perminggu
hingga dosis efektif.
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis:
100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).
10.Opioid
a. Merupakan analgesik poten ( tergantungdosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
1) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
a) Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian
secara infus, opioid long acting
b) Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin,
antiemetik tertentu)
c) Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia,
uremia, gangguan respirasi dan peningkatan tekanan
intrakranial.
d) Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten
4) Toksisitas metabolit
a) Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus
multifokal, kejang
b) Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
c) Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal,
terutama pada pasien usia > 70 tahun
5) Efek kardiovaskular :
a) Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume
intravascular; serta level aktivitas simpatetik
b) Morfin menimbulkan vasodilatasi
c) Petidin menimbulkan takikardi
f. Pemberian Oral:
1) sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang
sesuai.
2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.
g. Injeksi intramuscular:
1) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
2) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya
tidak dapat diandalkan.
3) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
h. Injeksi subkutan
i. Injeksi intravena:
1) Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
2) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus
(melaluiinfus ).
3) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak
sesuai dosis.
j. Injeksi supraspinal:
1) Lokasi mikroinjeksi terbaik:mesencephalic periaqueductal gray
(PAG).
2) Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak.
3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri
pada pasien kanker.
l. Injeksi Perifer
1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan
efek anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi).
2) Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi
oral: 30-60
menit
Morfin 5-10mg SC-IV : 4-6 jam Tiap 4 jam Nyeri berat
oral: 30-60
menit
Hydromorfin 1-2mg SC-IV : 4-6 jam Tiap 4 jam Nyeri berat
50 mcg
Fentanyl (IV/SC) 30-60 menit Nyeri berat
Nyeri ringan-
Tramadol 50-150mg Tiap 8 jam sedang
2) Terapi panas
Kemasan panas/bantal pemanas
4) Terapi manual
a) Mobilisasi dengan stretching
b) Manipulasi (terapi siropraktik)
c) Pijatan (massage)
Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan lunak yang
bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau
terkadang psikologi.
Pijatan dilakukan dengan penekanan terhadap jaringan lunak
baik secara terstruktur ataupun tidak, gerakan-gerakan atau
getaran, dilakukan menggunakan bantuan media ataupun tidak.
Beberapa teknik massage yang dapat dilakukan untuk distraksi
adalah sebagai berikut;
(1) Remasan.
Usap otot bahu dan remas secara bersamaan.
(2) Selang-seling tangan.
Memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat dan
bergantian tangan.
(3) Gesekan.
Memijat punggung dengan ibu jari, gerakannya memutar
sepanjang tulang punggung dari sacrum ke bahu.
(4) Eflurasi.
Memijat punggung dengan kedua tangan, tekanan lebih
halus dengan gerakan ke atas untuk membantu aliran balik
vena.
(5) Petriasi.
Menekan punggung secara horizontal.Pindah tangan anda
dengan arah yang berlawanan, menggunakan gerakan
meremas.
(6) Tekanan menyikat.
Secara halus, tekan punggung dengan ujung-ujung jari
untuk mengakhiri pijatan.
5) Traksi
2. Terapi Psikologis
a. Terapi prilaku kognitif (CBT ) terdiri dari 3 fase yaitu :
1) Pendidikan tentang model biopsikososial sakit
2) Pelatihan ketrampilan: teknik relaksasi, aktivitas melangkah,
penjadwalan kegiatan menyenangkan, teknik pencitraan, strategi
gangguan, restrukturisasi kognitif (perubahan pola pikir negatif ),
memecahkan masalah dan penetapan tujuan
3) Fase aplikasi: praktek dan penerapan ketrampilan dalam situasi
kehidupan nyata
BAB VI
ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK NYERI
A. Distraksi
Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian
klien dari nyeri. Teknik distraksi yang dapat dilakukan adalah:
1. Melakukan hal yang sangat disukai, seperti membaca buku, melukis,
menggambar dan sebagainya, dengan tidak meningkatkan stimuli pada
bagian tubuh yang dirasa nyeri.
2. Melakukan kompres hangat pada bagian tubuh yang dirasakan nyeri.
3. Bernapas lembut dan berirama secara teratur.
4. Menyanyi berirama dan menghitung ketukannya
B. Terapi perilaku
Bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat meningkatkan nyeri dan
meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan nyeri.
C. Terapi musik
Terapi musik adalah proses interpersonal yang digunakan untuk
mempengaruhi keadaan fisik, emosional, mental, estetik dan spiritual, untuk
membantu klien meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya.
Terapi musik digunakan oleh individu dari bermacam rentang usia dan
dengan beragam kondisi; gangguan kejiwaan, masalah kesehatan, kecacatan
fisik, kerusakan sensorik, gangguan perkembangan, penyalahgunaan zat,
masalah interpersonal dan penuaan. Terapi ini juga digunakan untuk
mendukung proses pembelajaran, membangun rasa percaya diri, mengurangi
stress, mendukung latihan fisik dan memfasilitasi berbagai macam aktivitas
yang berkaitan dengan kesehatan.
D. Guided Imaginary
Yaitu upaya yang dilakukan untuk mengalihkan persepsi rasa nyeri dengan
mendorong pasien untuk mengkhayal dengan bimbingan. Tekniknya sebagai
berikut:
1. Atur posisi yang nyaman pada klien.
2. Dengan suara yang lembut, mintakan klien untuk memikirkan hal-hal yang
menyenangkan atau pengalaman yang membantu penggunaan semua indra.
3. Mintakan klien untuk tetap berfokus pada bayangan yang menyenangkan
sambil merelaksasikan tubuhnya.
4. Bila klien tampak relaks, perawat tidak perlu bicara lagi.
5. Jika klien menunjukkan tanda-tanda agitasi, gelisah, atau tidak nyaman,
perawat harus menghentikan latihan dan memulainya lagi ketika klien siap.
E. Relaksasi
Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada
ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya.Teknik
relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis.Teknik ini dapat dilakukan
dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi.Hal utama
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi
yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang
tenang.Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi
autogenic.Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko.Ketika melakukan
relaksasi autogenic, seseorang membayangkan dirinya berada dalam keadaan
damai dan tenang, berfokus pada pengaturan napas dan detakan jantung.
Analgesia elektro
Trauma Istirahat, kompres Relaksasi, hipnosis,
es, elevasi gangguan, dukungan
Terapi fisik psykoterapi,
(peregangan, pelatihan
penguatan, terapi ketrampilan
thermal, TENS,
getaran)
Luka bakar Ektremitas Edukasi pasien,
ketinggian relaksasi mendalam,
Minimalkan gangguan,
pergantian pakaian pencitraan, relaksasi
musik
Prosedural Aplikasi dingin
(sebelum dan
sesudah prosedur)
Iritasi konter (pijat
TIPE NYERI /
METODE FISIK METODE PSIKOLOGIS LAINNYA
SUMBER
sederhana,
menggaruk,
tekanan)
Istirahat atau
imobilisasi (setelah
prosedur)
BAB VII
KLASIFIKASI DAN MANAJEMEN NYERI
D. Nyeri Akut
1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri somatik :
1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan
pelepasan zat kima dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi
dan nyeri melalui nosiseptor kulit.
2) Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri
bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam.
3) Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri visceral:
1) Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga
jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa
dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.
2) Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament,
spasme otot polos, distensi organ berongga / lumen.
3) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah,
hipotensi, bradikardia, berkeringat.
c. Nyeri neuropatik:
1) Berasal dari cedera jaringan saraf
2) Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia
(nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat
cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya)
4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis,
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi /
radioterapi.
Keterangan:
patchfentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak
sesuai indikasi dan onset kerjanya lama.
Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi analgesik
adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin).
Istilah:
NSAID: non-steroidal anti-inflammatory drug
S/R: slow release
PRN: when required
Keterangan:
Skor nyeri Skor sedasi Catatan
b) OAINS:
(1) Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump
inhibitor)
(2) Perdarahan akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk
mengganti OAINS yang tidak memiliki efek terhadap
agregasi platelet.
b. Pembedahan:
Injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di tempat nyeri.
c. Non-farmakologi:
1) Olah raga
2) Imobilisasi
3) Pijat
4) Relaksasi
5) Stimulasi saraf transkutan elektrik
5. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
1) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
2) Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk
pasien
3) Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
4) Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen
nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan
jadwal kontrol).
Asesmen nyeri
ya Prioritas utama:
Apakah etiologi nyeri
identifikasi dan
bersifat reversibel?
atasi etiologi nyeri
tidak
ya
Apakah nyeri berlangsung > 6 Lihat manajemen
minggu? nyeri kronik.
Pertimbangkan
tidak untuk merujuk ke
spesialis yang
Tentukan mekanisme nyeri (pasien sesuai
dapat mengalami > 1 jenis nyeri)
Pencegahan
Kembali ke
kotak ‘tentukan tidak
Mekanisme Analgesik
mekanisme nyeri sesuai? adekuat?
nyeri’ tidak
ya
ya
Efek samping Manajemen
pengobatan? efek samping
tidak
4. Asesmen lainnya:
a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri
( depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat
penganiayaan secara
seksual / fisik, verbal, gangguan tidur).
b. Masalah pekerjaan dan disabilitas
c. Faktor yang mempengaruhi:
1) Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk
2) Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri kronik pasien
d. Hambatan terhadap tatalaksana:
1) Hambatan komunikasi / bahasa
2) Faktor finansial
3) Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas
kesehatan
4) Kepatuhan pasien yang buruk
5) Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman
1. Tetapkan tujuan
Perbaiki skor kemampuan fungsional (ADL) menjadi:____ pada tanggal: _________
Kembali ke aktivitas spesifik, hobi, olahraga____________ pada tanggal: _________
a. ____________________________________________
b. ____________________________________________
c. ____________________________________________
Kembali ke kerja terbatas/ atau kerja normal pada tanggal: __________
2. Perbaikan tidur (goal: _______ jam/malam, saat ini: ________ jam/malam)
Ikuti rencana tidur dasar
a. Hindari kafein dan tidur siang, relaksasi sebeum tidur, pergi tidur pada jam
yang ditentukan _____________
Gunakan medikasi saat mau tidur
a. ______________________________________________
b. ______________________________________________
c. ______________________________________________
3. ingkatkan aktivitas fisik
Ikuti fisioterapi ( hari/minggu ___________________)
Selesaikan peregangan harian (_____ kali/hari, selama _____ menit)
Selesaikan latihan aerobic / stamina
a. Berjalan (_____ kali/hari, selama _____ menit)
b. Treadmill, bersepeda, mendayung (_____ kali/minggu, selama ____menit)
c. Goal denyut jantung yang ditargetkan dengan latihan ______ kali/menit
Penguatan
a. Elastic, angkat beban (_____ menit/hari, _____ hari/minggu)
4. Manajemen stress – daftar penyebab stress utama _____________________________
Intervensi formal (konseling, kelompok terapi)
a. _________________________________________________
Latihan harian dengan teknik relaksasi, meditasi, yoga, dan sebagainya
a. _________________________________________________
b. _________________________________________________
Medikasi
a. _________________________________________________
b. _________________________________________________
5. Kurangi nyeri (level nyeri terbaik minggu lalu: _/10, level nyeri terburuk minggu lalu: _/10)
Tatalaksana non-medikamentosa
a. Dingin/panas _______________________________________
b. __________________________________________
Medikasi
a. ___________________________________________________
b. ___________________________________________________
c. ___________________________________________________
d. ___________________________________________________
Terapi lainnya: ___________________________________________________
Nama Dokter: __________________________________________ Tanggal: _______________
2) Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk
meningkatkan fungsi.
3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif
dengan restorasi fungsi untuk membantu mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi.
a) Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah
yang rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup
manajemen stress, latihan fisik, terapi relaksasi, dan
sebagainya
b) Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah manajemen
nyerinya
c) Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen
nyeri
d) Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol
e) Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan
penjadwalan untuk control dipengaruhi oleh peningkatan level
nyeri pasien.
f) Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan dukungan
kepada pasien
g) Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap
h) Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri.
b) Terapi simptomatik:
(1) antidepresan trisiklik (amitriptilin)
(2) antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin
(3) obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)
(4) OAINS, kortikosteroid, opioid
(5) anestesi regional: blok simpatik, blok epidural / intratekal,
infus epidural / intratekal
(6) terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi spinal, pijat
(7) rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan
mobilisasi, metode ergonomis
(8) prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf dengan
radiofrekuensi
(9) terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi
tegangan otot dan toleransi terhadap nyeri), terapi
perilaku kognitif (mengurangi perasaan terancam atau
tidak nyaman karena nyeri kronis).
2) Nyeri Otot
a) lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor
psikososial yang dapat menghambat pemulihan.
b) Berikanprogram latihan secara bertahap, dimulai dari latihan
dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap.
c) Rehabilitasi fisik:
(1) Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular,
fleksibilitas, keseimbangan
(2) mekanik
(3) pijat, terapi akuatik
d) manajemen perilaku:
(1) stress / depresi
(2) teknik relaksasi
(3) perilaku kognitif
(4) ketergantungan obat
(5) manajemen amarah
e) terapi obat:
(1) analgesik dan sedasi
(2) antidepressant
(3) opioid jarang dibutuhkan
3) Nyeri Inflamasi
a) control inflamasi dan atasi penyebabnya
b) obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid
B. Sembelit
1. Tambahkan serat untuk makanan pasien
2. Olahraga
3. Minum setidaknya 4-6 gelas per hari
4. Ketika mulai terapi opioid lebihbaik menjaga perut “longgar”
a. Tambahkan simultan pencahar misalnya Bisacodyl mulai dari satu tablet
dua kali per hari dan meningkatkan menjadi maksimal 8 tablet per hari
b. Lactulose/sorbital/polyethylen glycol
D. Obat penenang
1. Obat penenang ringan biasanya terjadi ketika pertama kali memulai
opioids atau dengan dosis titration
2. Biasanya berkurang dengan dosis stabildalam 7-14 hari jika dosisnya benar
3. Methadone – diinduksi obat penenang mungkin memakan waktu lebih lama
untuk mereda
4. Tidak menyetir sementara dosis titrating
5. Hentikan semua obat penenang lainnya jikalau kasus mengantuk
berkepanjangan
6. Menurunkan dosis opioid atau beralih opioids jika kantuk masih bertahan
BAB IX
PENUTUP
Skrining nyeri dilakukan di instalasi rawat inap, rawat jalan dan instalasi gawat
darurat.Setelah dilakukan skrining nyeri, PPA dan PPJA wajib melakukan asesmen
nyeri.Manajemen nyeri dilakukan sesuai dengan kebutuhan tiap pasien. Edukasi
nyeri akan diberikan kepada setiap pasien yang akan dilakukan tindakan yang
berpotensi menimbulkan rasa nyeri.
Ditetapkan di : Purworejo
Pada tanggal :
DIREKTUR
RSU ANANDA PURWOREJO,