Anda di halaman 1dari 108

PROPOSAL PENELITIAN

RITUAL PAMMUNGKARA JODOH PERNIKAHAN DINI


DI KABUPATEN JENEPONTO

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


Mencapai derajat Magister

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat

DEWI

0046.10.09.2018

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020

PROPOSAL PENELITIAN
PANDANGAN TOKOH MASYARAKAT TERHADAP RITUAL

PAMMONGKARA JODOH TERHADAP PERNIKAHAN DINI

DIKABUPATEN JENEPONTO

DEWI

0046.10.09.2018

Disetujui untuk diseminarkan

Komisi Pembimbing

Ketua,

Dr. Dr.Muh. Khidri Alwy,M.Kes tanggal.........................

Anggota

Dr.Een Kurnaesih, SKM.,M.Kes tanggal............................

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahii Wabarakatuhh

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt dengan limpahan

rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul“RITUAL PAMMUNGKARA JODOH PERNIKAHAN DINI DIKABUPATEN

JENEPONTO”

Dalam proses penyelesaian Program Magister ini penulis sadar bahwa untuk

membenahi keterbatasan kemampuan dan untuk meningkatkan pengetahuan

dan wawasan untuk mengikuti perkembangan keilmuan. kesadaran inilah yang

memberikan motivasi yang tinggi untuk terus belajar menggali ilmu pengetahuan

dan terus menerus menerapkan rasa ingin tahu sehingga menjadi semangat

dalam kehidupan

Dengan selesainya tesis ini penulis sepenuhnya mengakui dan menyadari

tidak terlepas dari bimbingan arahan dan dukungan dari pembimbing dan

penguji, serta berbagai pihak lainnya yang memberikan sumbangsih, meskipun

tanggung jawab akhir penulisan tesis ini berada pada penulis sendiri .

Dalam kesempatan ini dengan sepenuh hati ,penulis mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. dr. H.

Muh.Khidri Alwi, M.Kes.,MA Dan Dr. HJ.Een Kurnaesih, SKM.,M.Kes. yang

bertindak sebagai pembimbing I dan pembimbing II serta para penguji Dr.

Fatmah Afrianty Gobel, SKM.,M.Epid, Dr. Sundari,SKM., M.Kes, dan Dr. Arman,

SKM., M.Kes, kebijaksanaan dan kesabaran serta wawasan yang kritis , kearifan

beliau selalu memberikan waktu untuk berdiskusi dan mengarahkan, mendorong


penulis agar senantiasa belajar dan berbuat yang lebih teliti dan hati-hati serta

tidak mudah patah semangat .

Ucapan terima kasih yang tak terhingga Kepada Orang tua, ayah Tunru

Daeng Tojeng dan ibu Sadalang Daeng Lo’mo yang banyak memberikan segala

apa yang dibutuhkan penulis , yang senantiasa meminta dalam doanya agar

penulis dapat sukses, serta rela berkorban apapun demi penulis agar kelak dapat

mengukir senyum diwajah mereka. Kepada saudara, kakak Sertu M.Arif

Tojeng,Hasni.T Daeng Rannu, Kopda Kamiluddin Tojeng ,Herman Tojeng dan

Eka Anwar Tojeng. yang senantiasa mendukung setiap langkah-langkah kepada

penulis , memberikan motifasi, doa dan bantuannya dengan ikhlas baik dalam

keadaan susah maupun senang selama penulis mengikuti pendididkan hingga

selesai

Tak lupa pula diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor

Universitas Muslim Indonesia Makassar Prof. Dr. H Basri Modding, SE. Msi yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di

Program Magister Kesehatan Masyarakat pada program pascasarjana UMI

Makassar

Direktur Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar Prof.

Dr. H. baharuddin Semmaila, SE.,M.Si yang telah memberi kesempatan dan

memfasilitasi kebutuhan akademik untuk bisa menimba ilmu ilmu dan belajar

,sehin gga pada akhirnya upaya dalam proses belajar pada program ini dapat

terselesaikan dengan baik

Ketua Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Dr. H.Reza Ahri.

SKM,.M.Kes yang telah mengarahkan tentang apa yang harus dilakukan oleh
penulis dalam menyelesaikan proses pendidikan ini. Para dosen yang tidak

sempat saya sebutkan satu per satu yang banyak memberikan ilmunya,

memotivasi dan mendorong serta berdiskusi dengan penulis hingga

menyelesaikan studi pada program magister kesehatan masyarakat pps UMI.

Sahabat terbaik Muji Rahayu S.Kep, Rahmania S,ST, Lisa Handayani S.ST,

Zettil Akmil S.ST, SRI S.Kep Dan semua teman2 dikelas terimaksih masa-masa

dan tawa canda kita, akan penulis ukir selamanya dalam kalbu.seluruh teman

teman Angkatan Ke Sembilan Program Studi Kesehatan Masyarakat,

Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan petunjuk

dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini.

Untuk semuanya itu, semoga Allah SWT, senantiasa memberikan

balasan petunjuk dan hidayahnya serta kesejahteraan mudah-mudahan tulisan

ini dapat memberikan sumbangan untuk perkembangan ilmu dan pengetahuan

Aaminn

Makassar, Juni, 2020

Penulis

Dewi
ABSTRAK

DEWI ,NIM.0046 1009 2018, “Ritual Pammungkara jodoh terhadap


pernikahan dini dikabupaten jeneponto tahun 2020” +VI Bab +III
Tabel+VI Lampiran, dibimbing oleh H. Muh. Khidri Alwy dan HJ. Een
Kurnaesih +121 Halaman
Pernikahan merupakan salah satu anugerah yang Allah berikan kepada
mahluk manusia sebagai salah satu bentuk kecintaannya, pernikahan
merupakan suatu ikatan yang menjaga umat manusia dari hal-hal yang
dapat mendekatkan kepada perbuatan yang dapat melanggar aturan yang
ada. Sudah menjadi kodrat dari Allah, bahwa dua orang manusia yang
berlainan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan mempunyai keinginan
yang sama, untuk saling mengenal, mengamati, dan mencintai, bahkan
dengan hal tersebutlah yang membawa manusia untuk melanjutkan
hubungan tersebut dalam sebuah ikatan pernikahan.
Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomologi ,untuk mengeksplorasi mengenai fenomena terkait pandangan
masyarakat terhadap ritual pernikahan dini dikab. Jeneponto melalui
observasi indepeth dan interview selama penelitian berlangsung.
Hasil penelitian ini banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ritual
pernikahan dini pada remaja, tetapi faktor yang paling memicu dan
berpengaruh terjadinya pernikahan dini selain dari faktor budaya, kurangnya
pengetahuan dan minimnya ilmu agama masyarakat setempat ,yang paling
memicu adalah faktor ekonomi
Kesimpulan dari penelitian ini elatar belakangi terjadinya ritual
pammungkara jodoh terhadap pernikahan dini pada remaja di dominasi oleh
faktor ekonomi, kemudian, kurangnya pengetahuan masyarakat akan
pentingnya pendidikan dan bahayanya dalam pernikahan dibawah umur, dan
sebagian masyarakat yang masih mempertahankan budaya sehingga faktor
Siri’ (malu) menjadi alasan didusun pammisorang desa maccini baji kec
batang kabupaten jeneponto .
Daftar Pustaka : 37 Literatur (2005-2019)
Kata kunci : ritual, Pernikahan ,Remaja
ABSTRAK

DEWI ,NIM.0046 1009 2018, “Ritual Pammungkara jodoh terhadap


pernikahan dini dikabupaten jeneponto tahun 2020” +VI Bab +III
Tabel+VI Lampiran, dibimbing oleh H. Muh. Khidri Alwy dan HJ. Een
Kurnaesih +121 Halaman

Pernikahan merupakan salah satu anugerah yang Allah berikan kepada


mahluk manusia sebagai salah satu bentuk kecintaannya, pernikahan
merupakan suatu ikatan yang menjaga umat manusia dari hal-hal yang
dapat mendekatkan kepada perbuatan yang dapat melanggar aturan yang
ada. Sudah menjadi kodrat dari Allah, bahwa dua orang manusia yang
berlainan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan mempunyai keinginan
yang sama, untuk saling mengenal, mengamati, dan mencintai, bahkan
dengan hal tersebutlah yang membawa manusia untuk melanjutkan
hubungan tersebut dalam sebuah ikatan pernikahan.
Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomologi ,untuk mengeksplorasi mengenai fenomena terkait pandangan
masyarakat terhadap ritual pernikahan dini dikab. Jeneponto melalui
observasi indepeth dan interview selama penelitian berlangsung.
Hasil penelitian ini banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ritual
pernikahan dini pada remaja, tetapi faktor yang paling memicu dan
berpengaruh terjadinya pernikahan dini selain dari faktor budaya, kurangnya
pengetahuan dan minimnya ilmu agama masyarakat setempat ,yang paling
memicu adalah faktor ekonomi
Kesimpulan dari penelitian ini elatar belakangi terjadinya ritual
pammungkara jodoh terhadap pernikahan dini pada remaja di dominasi oleh
faktor ekonomi, kemudian, kurangnya pengetahuan masyarakat akan
pentingnya pendidikan dan bahayanya dalam pernikahan dibawah umur, dan
sebagian masyarakat yang masih mempertahankan budaya sehingga faktor
Siri’ (malu) menjadi alasan mengapa orang tua mengingingkan pernikahan
dini anaknya ,kurangnya akhlak dan ilmu agama juga mempengaruhi
peningkatan pernikahan dini pada remaja didusun pammisorang desa
maccini baji kec batang kabupaten jeneponto .
Daftar Pustaka : 37 Literatur (2005-2019)
Kata kunci : ritual, Pernikahan ,Remaja
ABSTRACT
DEWI ,NIM.0046 1009 2018, “Ritual Pammungkara jodoh terhadap
pernikahan dini dikabupaten jeneponto tahun 2020” +VI Bab +III Tabel+VI
Lampiran, dibimbing oleh H. Muh. Khidri Alwy dan HJ. Een Kurnaesih +121
Halaman

Marriage is one of the gifts that God gives to human beings as a form of love,
marriage is a bond that keeps mankind from things that can get closer to actions
that can violate existing rules. It has become God's nature, that two people of
different sexes, namely men and women have the same desire, to know each
other, observe, and love, even with that it is what brings humans to continue the
relationship in a marriage bond
This research method is a qualitative research with a phenomology
approach, to explore phenomena related to people's views of early marriage
rituals. Jeneponto through independent observation and interviews throughout
the study.
The results of this study are many factors that influence the occurrence
of early marriage rituals in adolescents, but the factors that most trigger and
influence the occurrence of early marriages apart from cultural factors, lack of
knowledge and lack of religious knowledge of the local community, the most
triggering factors are economic factors
The conclusion of this research is the background of the occurrence of
the matchmaking ritual for early marriage in adolescents is dominated by
economic factors, then, the lack of public knowledge about the importance of
education and the dangers in underage marriages, and some people who still
maintain the culture so that the Siri 'factor (shame) the reason why parents want
their children's early marriage, lack of morals and religious knowledge also affect
the increase in early marriage in adolescents in the hamlet village of Maccini
wedge Kec Batang Jeneponto district.
Bibliography: 37 Literatures (2005-2019)
Keywords: ritual, Marriage, Teenagers
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................... 2

DAFTAR KERANGKA KONSEP.................................................................... 4

DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... 5

DAFTAR SINGKATAN................................................................................... 6

DAFTAR TABEL............................................................................................ 7

DAFTAR BAGAN........................................................................................... 8

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ………………………………………………… 9


B.Rumusan Masalah................................................................... 18
C.Tujuan Penelitian .....................................................................18
D.Manfaat Penelitian ...................................................................19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Umum Pernikahan …………………………………….. 21


B.Tinjauan Umum Pernikahan Dini………………………………… 32
C.Tinjauan Umum Remaja …………………………………………. 44
D.Penelitian Terdahulu .................................................................. 47
E.Kerangka Teori ............................................................................ 5

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL


A. Kerangka Konsep........................................................................ 55
B. Defenisi Operasional…………………………………………..
BAB IV METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian ........................................................................ 57


B. Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................................... 57
C. Instrumen Penelitian............................................................................ 58
D. Pengelolaan Peran Sebagai Penelii.................................................... 58
E. Informan Penelitian............................................................................. 59
F. Sumber Data Penelitian....................................................................... 59
G. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 63
H. Pengujian Keabsahan Data................................................................. 64
I. Etika Penelitian.................................................................................... 64
J. Analisis Etik dan Emis......................................................................... 66

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitiannn
B. Hasil
C. Pembahasan

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH

Halaman

1. Siri Atau Budaya ( Dalam Bahasa Bugis)................................................... 10

2. Ritual Pammungkara Jodoh…………………………………………… ……...10

3. Sanro……………………………………………………………………………..11
DAFTAR SINGKATAN

HAM : Hak Asasi Manusia

UNICEF : United Nations Children’s Fund

GenRe : Generasi Berencana

BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah

PIK-R : Program Informasi Dan Konseling Ramaja

WHO : World Health Organization

BPS : Badan Pusat Statistik

SUSENA : Survei Sosial Ekonomi Nasional

KUA : Kantor Urusan Agama

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

MUI : Majelis Ulama Indonesia

UU : Undang – Undang

DEPDIKNAS : Departemen Pendidikan Nasional

KPI : Komisi Perempuan Indonesia

BKKBN : Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional

RI : Republik Indonesia

DEPKES : Depertement Kesehatan


DAFTAR SINGKATAN

HAM : Hak Asasi Manusia

UNICEF : United Nations Children’s Fund

GenRe : Generasi Berencana

BBLR : Berat Bayi Lahir Rendah

PIK-R : Program Informasi Dan Konseling Ramaja

WHO : World Health Organization

BPS : Badan Pusat Statistik

SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional

KUA : Kantor Urusan Agama

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

MUI : Majelis Ulama Indonesia

UU : Undang – Undang

DEPDIKNAS : Departemen Pendidikan Nasional

KPI : Komisi Perempuan Indonesia

BKKBN : Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana


Nasional

RI : Republik Indonesia

DEPKES : Depertement Kesehatan


DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan Alur Penelitian ………………………………………………52


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan salah satu anugerah yang Allah berikan kepada

mahluk manusia sebagai salah satu bentuk kecintaannya, pernikahan

merupakan suatu ikatan yang menjaga umat manusia dari hal-hal yang

dapat mendekatkan kepada perbuatan yang dapat melanggar aturan yang

ada. Sudah menjadi kodrat dari Allah, bahwa dua orang manusia yang

berlainan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan mempunyai keinginan

yang sama, untuk saling mengenal, mengamati, dan mencintai, bahkan

dengan hal tersebutlah yang membawa manusia untuk melanjutkan

hubungan tersebut dalam sebuah ikatan pernikahan. Ikatan pernikahan ini

akan membawa manusia untuk selalu merasa tentram atau tenang dalam

menjani hidup yang telah sang pencipta berikan kepada setiap hambanya.

Seperti yang Allah jelaskan dalam Alquran Surah Ar-ruum ayat 21 bahwa:

ٍ ‫َومِنْ آ َيا ِت ِه أَنْ َخلَقَ لَ ُك ْم مِنْ أَ ْنفُسِ ُك ْم أَ ْز َواجً ا لِ َتسْ ُك ُنوا إِلَ ْي َها َو َج َع َل َب ْي َن ُك ْم َم َو َّد ًة َو َرحْ َم ًة ۚ إِنَّ فِي ٰ َذل َِك آَل َيا‬
‫ت لِ َق ْو ٍم‬
‫ُون‬َ ‫َي َت َف َّكر‬

Referensi: https://tafsirweb.com/7385-quran-surat-ar-rum-ayat-21.html

“Diantara tanda-tanda kekuasaanya ialah dia menciptakan untukmu

istriistri dari jenismu sendiri. Sehingga engkau merasa cenderung dan

merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih

sayang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum

yang berfikir”.
Dari ayat di atas dapat di pahami bahwa Perkawinan merupakan salah

satu cara Allah menunjukkan rasa kasih sayang untuk menentramkan

mahluknya, dan hal ini akan dipahami bagi mereka yang memahami dengan

baik tentang esensi dari setiap perbuatannya.

Pernikahan menjadi hal atau agenda penting bagi manusia, hal ini

dikarenakan dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan

hidup, baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Seseorang

yang melangsungkan pernikahan, maka semua kebutuhan biologisnya dapat

terpenuhi. Namun dalam pelaksanaannya, diperlukan kematangan emosi

dan kedewasaan sehingga kelangsungan pernikahannya dapat terjaga

dengan baik (Najib, 2018).

Usia ideal menikah untuk perempuan adalah usia 21-25 tahun,

sedangkan untuk laki-laki adalah 25-28 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia

tersebut organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang

dengan baik dan siap untuk melahirkan, demikian halnya pada laki-laki usia

tersebut sudah siap menopang tanggung jawab kehidupan berkeluarga.

Pernikahan di usia ideal tersebut didukung dengan adanya Deklarasi HAM

sejak tahun 1954 yang secara eksplisit memerangi pernikahan dini. Meski

demikian, ironisnya pernikahan di bawah umur 18 tahun atau yang sering

disebut dengan pernikahan dini masih menjadi persoalan yang serius di

berbagai negara (Dewi, 2017).

Penyebab pernikahan usia dini antara lain pemaksaan dari pihak orang

tua, pergaulan bebas, rasa keingintahuan tentang dunia seks, faktor

lingkungan, rendahnya pendidikan, faktor ekonomi . Ditinjau dari masalah

sosial ekonomi adalah pernikahan usia dini biasanya tidak diikuti dengan
kesiapan keadaan ekonomi. Semakin bertambah umur seseorang

kemungkinan untuk kematangan dalam bidang sosial ekonomi juga akan

semakin nyata karena pada umumnya dengan bertambahnya umur akan

semakin kuat dorongan untuk mencari nafkah penopang. Pada pernikahan

usia dini permasalahan ekonomi akan menjadi alasan utama terjadinya

perceraian (Fadlyana, 2017).

Hal ini didukung dengan studi UNICEF yang menjelaskan bahwa interaksi

sosial budaya dapat menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini dan faktor

ini sangat sulit dikendalikan. Alasan budaya ,ekonomi, harapan mencapai

keamanan sosial dan finansial setelah menikah menyebabkan banyak orang

tua mendorong anaknya untuk menikah di usia muda (Dwinanda, 2017).

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Sarmin (2017) menunjukkan

bahwa pernikahan di usia dini meningkatkan risiko medis yang cukup tinggi

ketika sang ibu hamil, karena pada usia dini tersebut alat reproduksi belum

matang untuk melakukan fungsinya. Pada usia remaja atau sekitar 15-19

tahun sistem hormonal belum stabil, sehingga dapat meningkatkan risiko

kehamilan seperti mudah terjadi anemia, ketuban pecah dini, sungsang,

plasenta previa dan abortus. Hal ini pun akan berdampak pada bayi yang

dilahirkan seperti bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR).

BKKBN telah berupaya untuk mengatasi masalah pernikahan dini yaitu

dengan membentuk dan mengelola suatu program yang bernama Generasi

Berencana (GenRe) dengan pendekatan remaja. Program tersebut mengacu

pada program pengembangan kelompok Program Informasi dan Koseling

Remaja (PIK-R). Program tersebut sebenarnya mempunyai sasaran remaja

di masyarakat umum (BKKBN, 2019).


Usia remaja menimbulkan berbagai persoalan dari berbagai sisi seperti

remaja yang selalu ingin coba-coba, pendidikan rendah, pengetahuan yang

minim, pekerjaan yang sulit didapat sehingga dampaknya berpengaruh

terhadap pendapatan ekonomi keluarga. Terlebih lagi jika mereka menikah

di usia muda karena keterlanjuran berhubungan seksual sehingga

menimbulkan suatu kehamilan. Adanya penolakan keluarga yang terjadi

akibat malu, hal ini dapat menyebabkan stress berat. Ibu hamil usia muda

lebih banyak memiliki risiko bunuh diri lebih tinggi (Bahar, 2017).

Di berbagai belahan negara telah terjadi penurunan kasus pernikahan dini

dalam kurun waktu terakhir. Meski demikian, kasus ini masih banyak terjadi

di negara berkembang baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kasus

pernikahan dini sebenarnya menyebabkan terjadinya permasalahan hukum,

melanggar undang-undang pernikahan, perlindungan anak dan Hak Asasi

Manusia (Nurhasto, 2017).

Fenomena pernikahan usia dini masih banyak dijumpai di Timur Tengah

dan Asia Selatan serta di beberapa kelompok masyarakat Sub-Sahara

Afrika. Kasus pernikahan usia dini dibawah 18 tahun di Asia Selatan

mencapai 9,7 juta atau sebanyak 48%, di Afrika mencapai 42% dan Amerika

Latin mencapai 29%. Penelitian di Bangladesh menunjukkan sebanyak

3.362 remaja putri atau sekitar 25,9% menikah pada usia dini. Penelitian di

Jeddah, Saudi Arabia menunjukkan bahwa sebanyak 27,2% remaja menikah

sebelum usia 16 tahun sehingga meningkatkan risiko kehamilan pada ibu

(Spenser, 2018).

Di Afrika Sub-Sahara dan Amerika Latin, 60% wanita tanpa pendidikan

dasar menikah sebelum usia 18 tahun. Perbedaan ini juga tampak di


Negara-negara maju seperti AS, 30% dari wanita yang menempuh

pendidikan kurang dari 10 tahun akan menikah sebelum usia 18 tahun. Hal

ini berbeda dengan wanita yang menempuh pendidikan lebih dari 10 tahun

menikah di usia sebelum 18 tahun terjadi kurang dari 10% (WHO, 2020).

Indonesia menempati peringkat ketujuh dunia dalam kasus pernikahan

dini, sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi tertinggi

kedua setelah Kamboja. Kasus pernikahan dini tersebut terjadi pada

perempuan usia 16 dan 17 tahun. Data kasus pernikahan dini di Indonesia

dari tahun 2008 sampai tahun 2015 tidak menunjukkan perubahan yang

signifikan atau relatif stabil yaitu sekitar 25%. Di Indonesia persentase

perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun di tahun 2015 diketahui

sebanyak 22.8%, dan mengalami peningkatan menjadi 25,7% pada tahun

2017 (Kementerian Agama, 2017).

Berdasarkan data Susenas diketahui bahwa di Sulawesi selatan tingkat

pernikahan usia dini di bawah umur 18 tahun mencapai 33,98% (BPS,

2016).

Survei awal didapatkan bahwa daerah jeneponto merupakan salah satu

daerah yang didominasi oleh masyarakat muslim, yang memegang teguh

keluhuran dan adat istiadat, terlebih lagi dengan adanya budaya “Siri” (dalam

istilah Bugis). Budaya “siri” merupakan budaya yang sangat dipegang teguh

oleh masyarakat jeneponto pada umumnya. seperti halnya dengan

maraknya pernikahaan usia dini di Daerah Jeneponto (Data Primer).

Kabupaten jeneponto adalah salah satu kabupaten yang berada di

provinsi sul-sel yang berdekatan langsung dengan ibu kota Provinsi yaitu

kota Makassar ,seperti kita ketahui bahwa masyarakat jeneponto sangat erat
dengan budaya dan adat istiadatnya seperti melakukan salah satu ritual

untuk anaknya yang terlambat menikah ,konon ceritanya jikalau mereka

menolak lamaran dari kaum Adam maka perempuan yang menolak akan

tinggal dan tidak akan terbuka jodohnya, dari presepsi itulah sehingga

masyarakat pammisorang takut menolak lamaran kaum adam, dampak dari

hal tersebut maka banyak yang melakukan pernikahan dini kalaupun ada

yang berani menolak maka orang tua perempuan tersebut akan segera

memandikan anaknya dengan bertujuan untuk membuka kembali jodohnya

atau mendapatkan jodoh (ritual pammungkara jodoh ).

Anak anak didesa pammisorang yang menikah dibawah umur hampir

seluruhnya tidak lagi melanjutkan pendidikannya sebagaimana mestinya,

setelah menikah anak tersebut lebih fokus mengurus urusan keluarga dan

rumah tangganya, menjalankan perannya sebagaimana seorang istri atau

suami tanpa memikirkan lagi tentang pendidikan, perkawinan dibawah

umur yang terjadi didesa pammisorang bukan lagi yang langkah bagi setiap

masyarakat. Perkawinan dibawah umur adalah suatu

perkawinan yang memang menurut mereka telah diterapkan sejak dahulu

dan menjadi suatu kebanggaan bagi setiap orang tua jika dapat melihat

anaknya segerah menikah ,melihat anaknya mempunyai keturunan mereka

merasa sudah lepas dari tanggung jawab sebagai orang tua , tetapi yang

saya lihat dari beberapa kasus pasangan usia pernikahan dini di kabupaten

jeneponto banyak pasangan suami istri hubungan rumah tangga mereka

tidak bertahan lama, hal ini disebabkan karena belum siap mental dari

pasangan yang melakukan pernikahan dini dalam menjalani hubungan yang

sakral,selain itu kekerasan dalam rumah tangga juga merupakan penyebab


tidak bertahan lamanya pernikahan mereka (perceraian), terjadinya

kekerasan dalam rumah tangga juga hal ini disebabkan karena masih

tingginya ego dari anak anak seusia mereka ,selain dari Kekerasan dalam

rumah tangga perselingkuhan juga kadang terjadi karena masih ada daya

tarik terhadap perempuan lain, bosan dengan pasangan sendiri diakibatkan

karena pikiran mereka belom matang untuk menjalani hubungan yang

serius, mereka belom mampu setia dalam satu pasangan sehingga mereka

masih berstatus suami istri tapi sudah pisah ranjang .

tetapi sebagian masyarakat tidak mengambil contoh dengan kejadian

yang ada, adapun remaja putri yang menolak lamaran dari kaum adam

karena alasan tertentu seperti kemauan anak yang masih ingin melanjutkan

sekolahnya, atau tidak menyukai lelakinya maka selepas itu orang tua pergi

Kesanro untuk minta dimandikan anaknya agar jodohnya terbuka kembali

pikiran mereka jika menolak lamaran laki laki untuk anaknya maka anaknya

akan tertutup jodohnya dan tidak bisa menikah lagi, alasan dari itulah

sehingga mereka kerumah orang pintar (Sanro ) untuk minta bantuan ,

Adapun Sanro dikampung membenarkan dan meyakini bahwa remaja putri

yang sudah dimandikan dia akan segera terbuka jodohnya sehingga

kebanyakan masyarakat percaya dengan ucapan beliau karna mereka

melihat kejadian yang ada , katanya sudah banyak yang terbukti setelah

dimandikan oleh sanro jodohnya terbuka kembali dari itulah terjadi turun

temurun dan dipercayai oleh banyak masyarakat yang kurang pengetahuan .

Adapun dari segi agama masyarakat juga meyakini apabila ada dua

orang remaja kaum adam dan perempuan sudah baliq maka sudah bisa

disatukan dalam ikatan pernikahan .


Berdasarkan data yang didapat dari Kantor Urusan Agama (KUA)

Kecamatan Batang jeneponto tahun 2019 – 2020 menunjukan ada 84

pasangan yang menikah dini didesa pammisorang . Data di ambil dari 1

kecamatan yaitu, kecamatan Batang, (Data Sekunder Kantor KUA

Jeneponto, 2020)

Sejarah pernikahan dini didunia memang bermacam macam dari mulai

bangsa yunani kuno,romawi kuno, bahwa pernikahan dini dimasa yunani

kuno bersifat seperti pertunangan jaman sekarang jadi seorang anak

perempuan usia 5 tahun sudah ditentukan jodohnya oleh orang tuanya dan

dinikahkan pada usia 14-15 tahun.usia 14-15 tahun memanglah terbilang

masih muda dan rentan terkena masalah kesehatan reproduksi, Sementara

itu dimasa Romawi kuno usia wanita untuk legal menikah atau dinikahkan

adalah kisaran 10 hingga 12 tahun, penentuan umur pelegalan itu tidak

mempertimbangkan apakah wanita belia itu sudah akil baligh atau belum.

factor kesehatan sekali lagi dikesampingkan, bahkan ada sumber sejarah

menyebutkan sebuah pernikahan dimesir kuno masa yunani usia wanitanya

8 tahun.(Alfina mirzatul F)

Dari latar belakang masalah di atas peneliti tertarik untuk mengkaji

tentang pandangan Tokoh masyarakat terhadap ritual pernikahan dini di

skabupaten jeneponto.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

yaitu : “Bagaimanakah pandangan Tokoh masyarakat terhadap Ritual

Pammungkara Jodoh pernikahan dini Di Kabupaten Jeneponto?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang

Bagaimana pandangan masyarakat terhadap ritual Pernikahan Dini

Pada Remaja Di Kabupaten Jeneponto..

2. Tujuan khusus

a. Untuk menganalisis lebih Dalam hal hal yang mendorong terhadap

Ritual Pammungkara Jodoh pernikahan Dini Di Kabupaten

Jeneponto.

b. Untuk menganalisis lebih Dalam dari segi Adat Pammungkara

Jodoh pernikahan Dini Di Kabupaten Jeneponto.

c. Untuk menganalisis lebih Dalam dari segi Pengetahuan dalam

Pernikahan dini di Kabupaten jeneponto.

d. Untuk menganalisis lebih Dalam dari segi ekonomi dalam

pernikahan dini di kabupaten jeneponto

e. Untuk menganalisis lebih Dalam dari segi Agama dalam Adat

Pammungkara Jodoh pernikahan dini di kabupaten jeneponto


D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian adalah sebagai tambahan pengetahuan

kepada Masyarakat, agar bijak menyikapi terhadap ritual pernikahan

dini pada remaja.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian adalah dapat bermanfaat bagi pemegang

kebijakan dalam melakukan intervensi terhadap hal-hal yang dipandang

perlu untuk perbaikan program masalah pernikahan dini pada remaja.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan berpikir dan

sebagai media mengembangkan pengetahuan tentang umur yang tepat

untuk menikah, sehingga dapat meningkatkan derajat pengetahuan

remaja dan orang tua.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ritual Pammungkara Jodoh

Ritual Pammungkara Jodoh dalam bahasa Indonesia artinya

pembuka jodoh yang bertujuan untuk membuat diri mempesona

menghilangkan aurah kusam gelap menjadi lebih positif dengan

menggunakan bantuan spiritual dan tentu ini juga perlu diiringi dengan

berperilaku baik agar dikemudian hari aura wajah tetap positf dan jangan

langgar pantangannya. Membuka aurah sudah ada sejak dulu dan dikenal

juga dengan mandi bunga dengan bantuan bacaan mantra sanro.

Jodoh sudah menjadi suatu hal wajib yang dimiliki manusia. Setiap

orang pasti diciptakan berpasang pasangan. Meski cara untuk mendapatkan

jodoh masing masing orang berbeda. Ada yang cepat jodoh, ada yang lama

berjuang baru mendapatkan jodoh. Ada yang berjodoh dengan orang

terdekatnya, mungkin teman sekolah, teman masa kecil, teman kerja dan

tetangga sendiri. Namun bagaimana caranya dipertemukan, itu adalah

rahasia Allah SWT. Sampai saat ini masih banyak orang yang belum

mendapatkan jodohnya, padahal usia sudah sangat matang. Pekerjaan dan

karir pun sudah mumpuni sebagai bekal menikah. Namun jodoh belum juga

datang. Awas, bisa jadi Anda terkena sihir penghalang jodoh atau tertutupi

dengan aura negatif yang menghambat datangnya jodoh Anda. Ciri-ciri sulit

jodoh baik yang terkena sengkolo langkahan maupun yang di guna-guna

biasanya, kalau di cintai seseorang anda yang tidak suka tapi bila anda yang

menyayangi justru target tidak menanggapinya. (Desita Sari 2018)


Dalam perkembangannya masyarakat Jeneponto dalam ritual

pammungkara jodoh pernikahan dini dijeneponto sangat pesat hal itu

dikarenakan untuk melakukan tradisi secara turun temurun,. Memang tidak

mudah untuk mempertahankan budaya tersebut, apalagi suku Makassar

yang merantau. Namun nyatanya masih ada suku Makassar yang merantau

yang memegang teguh budaya ini, karena sudah dilakukan sejak turun

temurun. Salah satu keunikan orang Makassar adalah komitmen

mempertahankan identitas, norma, adat dan nilai kearifan daerah asal

mereka, walaupun mereka telah lama berada di perantauan (Kahar 2012).

Seiring dengan perkembangan zaman, sentuhan tekhnologi modern telah

mempengaruhi dan menyentuh masyarakat jeneponto , dalam Pemilihan

jodoh (pasangan hidup) bagi masyarakat jeneponto mengalami perubahan.

Fenomena perjodohan suku Makassar di kawal ada kecenderungan

orang tua yang mencarikan jodoh untuk anaknya, akan tetapi beragam

respon yang diterima oleh anak, beberapa anak menerima perjodohan

karena orang tuanya sudah memilihkan jodoh yang terbaik untuknya dan

pernikahannya langgeng hingga saat ini. Beberapa anak menolak

perjodohan tetapi tetap menikah dengan terpaksa agar orang tuanya tidak

malu, namun setelah menikah mereka bercerai karena tidak ada kecocokan

satu sama lain. Namun tidak semua anak yang dijodohkan pada akhirnya

bercerai, ada juga yang anak yang dijodohkan namun hubungannya

langgeng pada saat ini.

Pada zaman dahulu ketika orang tua menjodohkan anaknya, anaknya

baru akan bertatap muka dengan suaminya ketika bersanding. Akibat sudah

melihat jodoh yang tidak sesuai, atau kurang cantik dan kurang ganteng
mereka memutuskan untuk bercerai. Namun tidak semua anak yang

dijodohkan oleh orang tua dilakukan secara terpaksa oleh anak, dan juga

tidak semua anak yang dijodohkan oleh orang tuanya mengalami perceraian,

ada yang masih langgeng sampai saat ini. Untuk itu ada sedikit perubahan

perjodohan dengan yang sekarang, ketika orang tua ingin menjodohkan

anaknya sebelum menikah mereka ingin bertatap muka dengan orangyang

akan dijodohkan dengannya, mungkin ini salah satu cara untuk mengurangi

tingkat perceraian.

Perubahan pun terjadi dalam pemilihan jodoh tidak lagi harus dengan

kerabat, yang penting sesama suku Makassar . Karena tujuan orang tua

menjodohkan anaknya agar anaknya bisa hidup dengan sejahtera dan

bahagia. Berbagai suku pendatang pindah ke daerah Kawal ini, namun yang

menariknya adalah budaya perjodohan suku Makassar yang yang merantau

ke daerah kawal ini masih mereka jalani. Setiap suku mempunyai budaya

yang berbeda-beda begitu juga dengan budaya perjodohan. Di dalam suku

Makassar ada kecenderungan bahwa orang tualah yang mencarikan jodoh

untuk anaknya, setiap tahunnya ditemukan selalu ada saja orang tua yang

menjodohkan anaknya, hal ini disampaikan oleh sesepuh yang ada di

kelurahan Kawal, dan menurut sesepuh tersebut didalam lingkungan suku

makassar ada sebuah aturan yang mengharapkan keturunan-keturunan

Makassar bisa mempertahankan kebiasaan-kebiasaan orang tua (Sari,

2018).
B. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan

1. Pengertian pernikahan

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan

atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan

perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi

suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial.

Bapak Presiden RI Joko widodo telah menandatangani Undang-

Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perkawinan. UU ini sebelumnya

telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 16 September

2019.Perubahan utama dalam UU No 16 Tahun 2019 dibanding UU

Nomor 1 Tahun 2014 ada pada pasal 7. Sebelumnya pria boleh menikah

minimal umur 19 tahun, sementara wanita usia 16 tahun. Dalam UU baru

yang ditandatangani Jokowi terdapat usia minimal yang sama pada pria

dan wanita saat menikah. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan

wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, begitu bunyi

Pasal 7 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2019. Jika pasangan menikah kurang

dari umur 19 tahun seperti dimaksud dalam UU tesebut, maka ada hal-

hal yang perlu dilakukan. Orangtua pihak pria dan wanita dapat meminta

dispensasi ke pengadilan dengan memberikan alasan serta bukti

pendukung yang kuat. Hal tersebut tertuang dalam pasal 7 ayat 3 UU

tersebut. “Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana

dimaksud wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai

yang akan melangsungkan perkawinan,” begitu bunyinya.


Pengertian Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974 (UU No 16

Tahun 2019) Tentang Perkawinan, Perkawinan adalah sebuah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami

isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang

bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sedangkan Kata perkawinan menurut istilah Hukum islam sama dengan

kata "nikah". Nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut

istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan

perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata

yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai peraturan yang

diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya

adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan

sebagai pernikahan, Allah menjadikan manusia itu saling berpasangan,

menghalalkan pernikahan ( Idris Ahmad 1983:54). Selain itu, dalam kitab

hukum perdata di jelaskan bahwa perkawinan adalah suatu persetujuan

kekeluargaan antara laki-laki dan perempauan untuk hidup bersama

secara hukum dan berlangsung untuk selama-lamanya.Syarat sahnya

perkawinan yang diatur dalam undang-undang.

2. Syarat – Syarat Pernikahan

Nomor 1 Tahun 1974 meliputi syarat-syarat materil dan formil.

Syarat-syarat materil yaitu syarat-syarat mengenai pribadi calon

mempelai, sedangkan syarat-syarat formil menyangkut formalitas atau

tata cara yang harus dipenuhi sebelum dan pada saat dilangsungkannya

perkawinan ( Hilman Adikusuma, 1997 : 9). Untuk jelasnya, maka akan


penulis uraikan tentang syarat-syarat materil dan formil dalam

perkawinan secara terperinci, yaitu :

a. Syarat Materil

Syarat-syarat yang termasuk dalam kelompok syarat

materil adalah :

1) Harus ada persetujuan calon mempelai (Pasal 6 ayat(1). Syarat

ini diatur dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan

kedua calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.

Adanya persetujuan kedua calon mempelai sebagai salah satu

syarat perkawinan dimaksudkan agar supaya setiap orang

dengan bebas memilih pasangannya untuk hidup berumah

tangga dalam perkawinan. Munculnya syarat persetujuan dalam

Undang-Undang Perkawinan, dapat dihubungkan dengan sistem

perkawinan pada zaman dulu, yaitu seorang anak harus patuh

pada orang tuanya untuk bersedia dijodohkan dengan orang

yang dianggap tepat oleh orang tuanya. Sebagai anak harus

mau dan tidak dapat menolak kehendak orang tuanya, walaupun

kehendak anak tidak demikian. Untuk menanggulangi kawin

paksa, Undang-Undang Perkawinan telah memberikan jalan

keluarnya, yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan

perkawinan dengan menunjuk pasal 27 ayat (1) apabila paksaan

untuk itu dibawah ancaman yang melanggar hukum.

2) Usia calon mempelai pria harus mencapai umur 19 tahun dan

wanita harus sudah mencapai 16 tahun (pasal 7 ayat(1). Pasal 7


ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa

perkawinan hanya dibenarkan jika pihak wanita sudah mencapai

umur 16 tahun. Ayat (2) menetapkan tentang kemungkinan

penyimpangan terhadap ketentuan tersebut di atas dengan jalan

meminta terlebih dahulu pengecualian kepada pengadilan atau

pejabat lain yang ditujukan oleh kedua orang tua pihak pria

maupun wanita. Dalam hal di mana salah seorang atau kedua

orang tua meningga dunia, maka pengecualian dapat dimintakan

kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditujukan oleh orang

tua yang masih hidup atau wali/orang yang memelihara/datuk

(kakek dan nenek) dari pihak yang akan melakukan perkawinan

dengan ketentuan bahwa segala sesuatunya sepanjang hukum

masing-masing agama dan kepercayaan bersangkutan tidak

menentukan lain.

3) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali dalam hal

tersebut pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Undang-Undang

Perkawinan. 17 Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan melarang

seseorang yang masih terikat perkawinan lain untuk kawin lagi

kecuali yang tersebut dalam pasal 3 ayat (2) dan pasal 4. Pasal 3

ayat (2) yang menentukan bahwa: ”Pengadilan dapat memberi

izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang

apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”. Pasal

4 menentukan :

a) Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang

sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-Undang


ini, maka dia wajib mengajukan permohonan kepada

pengadila di daerah tempat tinggalnya.

b) Pengadilan yang dimaksud ayat (1) pasal ini hanya

memberikan izin pada seorang suami yang akan beristri lebih

dari seorang apabila (Libertus Jehani, 2008 : 34) :(1) Istri

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagaiistri, (2) Istri

mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan, (3) Istri tidak dapat melahirkanketurunan.

Dalam hal ini Wirjono Prodjodikoro menyatakan pendapat sebagai

berikut: “Adanya Pasal 9 Undang-Undang Perkaw (1974 : 37)inan

sesungguhnya merupakan akibat dari azas perkawinan yang dianut oleh

Undang-Undang ini, yaitu azas monogami. Azas ini dianggap pada masa

sekarang sebagai pencerminan dari kehendak masyarakat terutama

dikalangan wanita bahwa dimadu itu dirasakan lebih banyak melahirkan

penderitaan daripada kebahagiaan.”Walaupun demikian, pengecualian

terhadap azas itu masih dimungkinkan dengan persyaratan seperti yang

terurai dalam Pasal 3, 4, dan 5 yang mengharuskan seseorang yang

hendak mengajukan permohonan kepada pengadilan harus memenuhi

syarat-syarat ( Libertus Jehadi 2008 : 35):

1) Adanya persetujuan dariistri/istri-istri

2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri istri

dan anak-anakmereka.

3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan

anak-anak mereka.
Selanjutnya ditentukan dalam pasal 5 ayat (2) tersebut bahwa

persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a di atas tidak diperlukan bagi

seorang suami apabila istri/istri-istri tidak mungkin diminta persetujuannya dan

tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari

istrinya selama sekurang- kurangnya 20 tahun, atau karena sebab-sebab

lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan (Libertus

Jehadi 2008: Mengenai syarat-syarat persetujuan kedua calon mempelai dan

syarat harus adanya izin kedua orang tua bagi mereka yang belum berusia 21

tahun sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974, berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

b. Syarat Formil

Syarat-syarat formil yaitu syarat utama sesuai prosedur hukum, meliputi:

Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepada

Pegawai Pencatat Perkawinan.

1) Pengumuman oleh Pegawai PencatatPerkawinan.

2) Pelaksanaan perkawinan menurut agamanya dan kepercayaannya

masing-masing.

3) Pencatatan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan.

Mengenai pemberitahuan kehendak akan melangsungkan

perkawinan harus dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum

perkawinan dilangsungkan, dilakukan secara lisan oleh calon mempelai

atau orang tua atau wakilnya yang memuat nama, agama/kepercayaan,

pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan calon istri/suami

terdahulu bila seorang atau keduanya pernah kawin (Peraturan


Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975). Pengumuman tentang pemberitahuan

kehendak nikah dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah/Perkawinan

apabila telah cukup meneliti apakah syarat syarat perkawinan sudah

dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan. Pengumuman

dilakukan dengan suatu syarat formil khusus untuk itu, ditempelkan pada

suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca oleh umum dan

ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Pengumuman

memuat data pribadi calon mempelai dan orang tua calon mempelai serta

hari, tanggal, jam dan tempat akan di langsungkannya perkawinan

(Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975)

3. Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan yang ditegaskan dalam pasal 1 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 adalah membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, sehingga suami istri

perlu saling membantu dan, melengkapi agar masing-masing dapat

mengembangkan kepribadiannya membantu dalam mencapai

kesejahteraan spiritual dan material maka demi terwujudnya tujuan

pernikahan.

Menurut Chariroh (2004) pernikahan merupakan perbuatan yang suci

dan agung di dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha

Esa memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh keturunan yang sah dan tujuan ini merupakan

tujuan pokok dari pernikahan. Setiap orang yang melaksanakan

pernikahan menginginkan untuk memperoleh anak/keturunan.


b. Untuk memenuhi tuntutan naluriah/hajat tabiat kemanusiaan secara

syali. Apabila tidak ada penyaluran yang syah maka manusia banyak

melakukan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan hal-hal yang

tidak baik dalam masyarakat.

c. Untuk membentuk dan mengatur rumah tangga yang merupakan

basis pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan

dan kasih sayang. Ikatan dalam pernikahan merupakan ikatan lahir

dan bathin antara calon suami dan calon istri yang didasari oleh rasa

cinta kasih yang mendalam diantara keduanya. Dengan didasarkan

pada rasa kasih sayang tersebut maka individu tersebut berusaha

untuk membentuk suatu rumah tangga yang kekal dan bahagia.

d. Untuk menumbuhkan aktifitas dalam usaha mencari rezeki yang halal

dan memperbesar rasa tanggung jawab terhadap keluarga.

Kewajiban suami untuk mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya

maka perasaan tanggung jawab pada diri suami semakin besar.

Suami mulai berpikir bagaimana cara mencari nafkah rezeki yang

halal untuk memenuhi kehidupan rumah tangganya dan seorang istri

harus bisa mengatur kehidupan dalam rumah tangganya.

e. Untuk menjaga manusia dari kejahatan dan kerusakan. Pengaruh

hawa nafsu sedemikian besarnya sehingga manusia kadang-kadang

sampai lupa untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk.

Manusia memiliki sifat yang lemah dalam mengendalikan hawa nafsu

sehingga untuk menghindari pemuasan secara tidak syah yang

banyak mendatangkan kerusakan dan kejahatan maka dilakukan

suatu pernikahan.
4. Usia yang Ideal dalam Penikahan

Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk

suatu perkawinan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria

(Pasal 7 UU No.1/1974 tentang perkawinan). Jelas bahwa UU tersebut

menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehingga

mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk

mencegah perkawinan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang

belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk

menikahkan anaknya.

Setelah berusia di atas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua

(Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974). Tampaklah di sini, bahwa walaupun UU

tidak menganggap mereka yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan

19 tahun untuk pria bukan anakanak lagi, tetapi belum dianggap dewasa

penuh. Sehingga masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau

dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun bagi wanita, berarti yang

bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat. Meskipun

batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun pelanggaran masih banyak

terjadi di masyarakat terutama dengan menaikkan usia agar dapat

memenuhi batas usia minimal tersebut (Sarwono, 2006).

Tidak terdapat ukuran yang pasti mengenai penentuan usia yang

paling baik dalam melangsungkan pernikahan, akan tetapi untuk

menentukan umur yang ideal dalam pernikahan, dapat dikemukakan

beberapa hal sebagai bahan pertimbangan :


a. Kematangan fisiologis dan kejasmanian

Keadaan jasmani yang cukup matang dan sehat diperlukan dalam

melakukan tugas dalam pernikahan.

b. Kematangan psikologis.

Terdapat banyak hal yang timbul dalam pernikahan yang

membutuhkan pemecahannya dari segi kematangan psikologis. Walgito

(2008), mengemukakan bahwa didalam pernikahan dituntut adanya

kematangan emosi agar seseorang dapat menjalankan pernikahan

dengan baik. Beberapa tanda kematangan emosi tersebut adalah

mempunyai tanggung jawab, memiliki toleransi yang baik dan dapat

menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa

adanya. Kematangan seperti ini pada umumnya dapat dicapai saat

seseorang mencapai usia 21 tahun.

c. Kematangan sosial, khususnya sosial-ekonomi.

Kematangan sosial khususnya sosial-ekonomi diperlukan dalam

pernikahan, karena hal ini merupakan penyangga dalam memutar roda

ekonomi keluarga karena pernikahan. Usia yang masih muda pada

umumnya belum mempunyai pegangan dalam hal sosial-ekonomi,

padahal jika seseorang telah menikah, maka keluarga tersebut harus

dapat berdiri sendiri untuk kelangsungan keluarga tersebut, tidak

bergantung lagi pada pihak lain termasuk orang tua.

d. Tinjauan masa depan atau jangkauan kedepan.

Keluarga pada umumnya menghendaki adanya keturunan yang

dapat melanjutkan keturunan keluarga, disamping usia seseorang yang

terbatas dimana pada suatu saat akan mengalami kematian. Sejauh


mungkin diusahakan bila orang tua telah lanjut usianya, anak-anaknya

telah dapat berdiri sendiri dan tidak lagi menjadi beban orangtuanya

sehingga pandangan kedepan perlu dipertimbangkan dalam pernikahan.

e. Kematangan Psikologis

Perbedaan perkembangan antara pria dan wanita perkembangan

wanita dan pria tidaklah sama. Seorang wanita yang usianya sama

dengan seorang pria tidak berarti bahwa kematangan psikologisnya juga

sama. Sesuai dengan perkembangannya, pada umumnya wanita lebih

dahulu mencapai kematangan daripada pria.

5. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan Dini

1. Pengertian pernikahan dini

Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki

atau perempuan usia remaja. Remaja adalah usia 10-19 tahun dimana masa

remaja merupakan peralihan dari masa kenak-kanak menjadi dewasa yang

kebanyakan merupakan keputusan-keputusan yang sesaat.

Kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka, biasanya kedua anak

laki-laki dan perempuan tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan.

Mereka ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli

apakah itu berakibat bencana (Steve, 2007).

Pernikahan dini atau pernikahan muda ini sebenarnya tidak dikenal

dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) tetapi yang lebih popular

adalah pernikahan di bawah umur yaitu pernikahan pada usia dimana

seseorang tersebut belum mencapai dewasa (Koro, 2012). Umumnya

pernikahan ini dilakukan oleh pemuda dan pemudi yang belum mencapai

taraf ideal untuk melangsungkan suatu pernikahan. Bisa dikatakan mereka


belum mapan secara emosioal, financial, serta belum siap secara fisik dan

psikis.

Menurut Majlis Ulama Indonesia (MUI), pernikahan dini adalah

perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukunnya, namun

satu diatara kedua mempelainya belum balig dan secara psikis belum siap

menjalankan tanggung jawab kerumahtanggaan (Imron, 2013).

Menurut Undang-Undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 7

ayat (1) menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan pernikahan dini atau

menikah usia muda adalah pernikahan yang dilakukan sebelum seseorang

mencapai usia dewasa. Kriteria usia dewasa dalam hal ini adalah apabila

pihak perempuan telah mencapai usia 16 tahun dan untuk pihak laki -

lakinya mencapai usia 19 tahun (Kumalasari, 2014).

Pernikahan dan kedudukan sebagai orang tua sebelum orang muda

menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independen

membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai

pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak kawin atau orang-

arang yang telah mandiri sebelum kawin, hal ini meng akibatkan sikap iri hati

dan halangan bagi penyesuaian pernikahan (Hurlock, 2000).

Pernikahan dalam umur belasan tahun adalah berdasarkan keputusa

yang sesaat. Kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka, biasanya

kedua anak laki-laki dan perempuan tidak dewasa secara emosi dan sering

dimanjakan. Mereka ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya,

tidak peduli apakah itu berakibat bencana (Soetjiningsih, 2010).


2. Penyebab Pernikahan Dini

a. Pendidikan

Pendidikan adalah pengajaran yang ditempuh oleh individu baik

formal maupun informal (Depdiknas, 2008). Definisi lain mengenai

pendidikan, adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara (Undang-Undang RI, 2003).

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan tahun No. 20 tahun

2003 bahwa pemerintah mewajibkan warga Indonesia minimal wajib

belajar 9 tahun, yaitu mulai dari Sekolah Dasar, sampai dengan

pendidikan SMP atau Sekolah Menengah Pertama (Undang-Undang

Sistem Pendidikan, 2010). Tujuan pendidikan yang tercantum dalam

Undang-Undang Dasar 1945 antara lain bahwa pendidikan merupakan

salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan

manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari

kualitas pendidikan. Pendidikan juga mempengaruhi kemajuan penduduk

dan status sosial ekonomi keluarga dan bangsa.

Survei status sosial ekonomi keluarga nasional (SUSENAS) di

Indonesia penduduk yang tidak sekolah/tidak pernah sekolah berumur 10

tahun ke atas dan tinggal di pedesaan sebesar 10,56%, yang tinggal di

perkotaan 4,52%. Bila dibandingkan menurut jenis kelamin, penduduk


perempuan yang tidak/belum pernah sekolah 10,90% besarnya dua kali

lipat 4,92% penduduk laki-laki.

Rendahnya pendidikan perempuan berkaitan dengan kemiskinan dan

budaya gender. Tingkat pendidikan rendah pada perempuan

mempengaruhi pendapatan keluarga dan kesejahteraan status sosial

ekonomi keluarga. Kualitas pendidikan dan pendapatan keluarga juga

mempengaruhi keberlangsungan hidup anak. Kualitas pendidikan orang

tua juga dapat dihubungkan dengan pengetahuan dan keterampilan untuk

mendapatkan pendapatan yang lebih layak untuk kehidupan keluarga

(Mozalik, 2011).

b. Pekerjaan

Pekerjaan erat kaitannya dengan income, atau pendapatan keluarga.

Pendapatan keluarga juga berhubungan dengan pendidikan dan

keterampilan keluarga itu sendiri. Keluarga yang mempunyai pendidikan

tinggi dan mempunyai keterampilan memadai lebih berpeluang

mempunyai pendapatan yang cukup untuk keluarganya. Sebaliknya

keluarga yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keterampilan

akan sulit untuk mencari pekerjaan dengan upah yang layak (Bradbury,

2011).

c. Budaya

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki

bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke

generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk

sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,

bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,


merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak

orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika

seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda

budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan

bahwa budaya itu dipelajari (Djoko W, 2012).

Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa

pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah

dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah

anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-

anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat

dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di

bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU

(Ahmad, 2010).

Praktek pernikahan usia dini sering dipengaruhi oleh tradisi lokal.

Sekalipun ada ketetapan undang-undang yang melarang pernikahan dini,

ternyata ada juga fasilitas dispensasi. Pengadilan Agama dan Kantor

Urusan Agama sering memberi dispensasi jika mempelai wanita ternyata

masih di bawah umur. Di Indonesia masih sering terjadi praktek

pernikahan anak di bawah umur. Undang-Undang Perkawinan dari tahun

1974 juga tidak tegas melarang praktek itu. Menurut UU Pernikahan

seorang anak perempuan boleh menikah di atas usia 16 tahun, seorang

anak lelaki di atas usia 18 tahun. Tapi ada juga dispensasi. Jadi, Kantor

Urusan Agama, KUA.

Hanum (2011) menyatakan bahwa nilai budaya lama yang

menganggap bahwa menstruasi merupakan tanda telah dewasanya


seorang anak gadis masih dipercaya oleh warga masyarakat, tidak hanya

di kalangan orang tua saja melainkan juga di kalangan kaum muda. Hal

ini akan membentuk sikap positif masyarakat dan kaum muda terhadap

pernikahan dini.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Perempuan

Indonesia (KPI) Dr. Sukron Kamil dari UIN Cabang Rembang menyatakan

bahwa, pernikahan usia dini karena perjodohan saat usia sekolah masih

terbilang tinggi. Pada tahun 2006-2010, jumlah anak menikah dini (di

bawah 15 tahun) masih meningkat. Beberapa penyebab terjadinya

pernikahan usia dini, 62% wanita menikah karena hamil di luar nikah,

21% di paksa orang tua menikah dini karena ingin memperbaiki keadaan

ekonomi.

d. Peran Keluarga

Orang tua akan menikahkan anaknya ketika anaknya sudah gadis.

Hal ini sudah turun temurun dikalangan pedesaan, karena orang tua takut

anaknya akan terjadi hal sesuatu yang akan membahayakan dirinya

sendiri. Dan kurangnya pengetahuan orang tua sehingga menyebabkan

pola fikir orang tua yang bersifat pasrah dan menyerahkan anaknya

kepada orang yang akan menikahinya, orang tua tanpa befikir panjang

tidak memperhatikan usia anak dan tidak memikirkan pendidikan anaknya

akan terputus (Mahfudin dan Khoirotul, 2016) .

Pada zaman sekarang ini, banyak orang tua yan lebih

mengutamakan mengejar ilmu umum atau hal-hal yang bersifat materi

dibandingkan dengan keagamaan. Berdasarkan observasi, telah

menunjukkan bahwa orang tua kurang memperhatikan perilaku anak-


anak mereka, sehingga anak mereka bebas dan seolah-olah tidak ada

aturan tentang bagaimana seharusnya mereka berperilaku. Keluarga,

khususnya orang tua seharusnya menjadi pengontrol gerak langkah

anakanaknya, melalui pendidikan agama yang mendalam serta

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun jika fungsi tak

dilaksanakan sebagaimana mestinya, sebagai anak yang merasa kurang

diperhatikan dalam keluarganya sendiri, maka hal itu dapat memicu

terjadinya berbagai penyimpangan. Sesuai dengan penjelasan diatas,

maka dalam teori Weber yaitu tidakan sosial.

Dimana dalam hal ini, tindakan tersebut masuk dalam tindakan sosial

dengan tipe tindakan afektif yaitu merupakan tindakan yang ditentukan

oleh kondisi kejiwaan dan perasaan aktor yang melakukan untuk

mencapai keinginan aktor tersebut seperti yang dilakukan pada

Mahasiswa sekarng ini khususnya yang ada di Kelurahan Mangasa . Oleh

karena itu, perilaku tersebut dapat menimbulkan kontroversi dalam

berbagai lapisan masyarakat.

e. Ekonomi

Beban ekonomi pada keluarga sering kali mendorong orang tua untuk

cepat-cepat menikahkan anaknya dengan harapan beban ekonomi

keluarga akan berkurang, karena anak perempuan yang sudah menikah

menjadi tanggung jawab suami, sehingga orang tua sudah tidak

mempuyai tanggung jawab lagi. Hal ini banyak kita jumpai dipedesaan,

tanpa peduli umur anaknya masih sangat muda (Sardi, 2016).


f. Pernikahan dini dalam perspektif agama islam

menurut imam taqiyuddin An-Nabhani dengan berlandaskan hadis

Nabi yang artinya “Wahai para pemuda,barang siapa yang telah

mampu,hendaklah menikah, sebab dengan menikah itu akan lebih

menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kehormatan.Kalau

belum mampu,hendaklah berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai

bagimu” (HR.Bukhari dan Muslim ) satu hal yang perluh digaris bawahi

dari hadits diatas adalah perintah menikah bagi para pemuda dengan

syarat jika ia telah mampu maksudnya adalah siap untuk menikah. (Dwi

rifiani,2018)

3. Dampak Pernikahan Usia Dini terhadap Kesehatan Reproduksi.

Dampak bagi kesehatan reproduksi sering terjadi pada pasangan wanita

pada saat mengalami kehamilan dan persalinan.Kehamilan pada masa

remaja mempunyai resiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa

remaja, alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya.

Rahim baru siap melakukan fungsinya setelah umur 20 tahun, karena pada

usia ini fungsi hormonal melewati masa kerjanya yang maksimal. Rahim

pada seorang wanita mulai mengalami kematangan sejak umur 14 tahun

yang ditandai dengan dimulainya menstruasi. Pematangan rahim dapat pula

dilihat dari perubahan ukuran rahim secara anatomis. Pada seorang wanita,

ukuran rahim berubah sejalan dengan umur dan perkembangan hormonal

(Kusmiran, 2012).

Pada seorang anak berusia kurang dari 8 tahun, ukuran rahimnya

kurang lebih hanya setengah dari panjang vaginanya. Setelah umur 8 tahun,

ukuran rahimnya kurang lebih sama dengan vaginanya. Hal ini berlanjut
sampai usia kurang lebih dari 14 tahun (masa menstruasi) hingga besar

rahimnya lebih besar sedikit dari ukuran vaginanya. Ukuran ini menetap

sampai terjadi kehamilan. Pada usia 14-18 tahun, perkembangan otot-otot

rahim belum cukup baik kekuatan dan kontraksinya sehingga jika terjadi

kehamilan harim dapat ruptur (robek). Di samping itu, penyangga rahim juga

belum cukup kuat untuk menyangga kehamilan sehingga resiko yang lain

dapat juga terjadi yaitu prolapsus uteri (turunnya rahim ke liang vagina) pada

saat persalinan.

Pada usia 14-19 tahun, sistem hormonal belum stabil. Hal ini dapat

dilihat dari siklus menstruasi yang belum teratur. Ketidakteraturan tersebut

dapat berdampak jika terjadi kehamilan yaitu kehamilan menjadi tidak stabil,

mudah terjadi pendarahan, kemudian abortus atau kematian janin.Usia

kehamilan terlalu dini dari persalinan memperpanjang rentang usia produktif

aktif. Hal ini dapat meningkatkan resiko kanker leher rahim di kemudian hari

(Kusmiran, 2012).

Menurut Maroon (2011) dampak pernikahan usia dini terhadap

kehamilan dan persalinan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Pernikahan usia dini merupakan salah satu faktor Memicuh

terjadinya keganasan mulut Rahim.

Wanita yang hamil pertama sekali kurang dari 17 tahun hampir

selalu 2 kali lebih memungkinkan terkena kanker serviks di usia

tuanya dari pada wanita yang menunda kehamilannya hingga usia 25

tahun atau lebih tua. Insidensi kanker serviks lebih tinggi terjadi pada

wanita yang menikah daripada yang tidak menikah terutama pada


gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda

kurang dari 16 tahun (Manuaba, 2009).

Remaja beresiko paling besar untuk menghadapi masalah

hamil dan melahirkan anak termasuk insiden bayi berat lahir rendah.

Studi di New York menunjukkan berat bayi lahir berkurang 200-400

gram pada ibu yang melahirkan usia kurang dari 15 tahun dibanding

19-30 tahun. hal ini merupakan resiko ringgi dalam proses kehamilan

dan persalinan (Adhikari, 2011).

b. Kematian bayi dan abortus

Kejadian ini dua sampai tiga kali lebih tinggi pada kelompok

usia dini daripada wanita berusia lebih dari 25 tahun karena remaja

cenderung memulai perawatan prenatal lebih lambat daripada wanita

dewasa. Remaja juga memiliki resiko lebih besar mengalamikondisi

yang berhubungan dengan masalah kehamilan misalnya hipertensi

kehamilan (Adhikari, 2011).

Trussel (2010) juga mengemukakan bahwa kehamilan di

kalangan remaja berimplikasi negatif terhadap tingkat pendidikan

yang dicapai oleh wanita, posisi ekonomi di kemudian hari dan

partisipasi angkatan kerja. Hal senada disampaikan.

UNICEF (2011), tentang konsekuensi yang diakibatkan oleh

pernikahan usia dini pada anak perempuan adalah penolakan

terhadap pendidikan, anak perempuan cenderung tidak melanjutkan

sekolah setelah menikah sehingga mendorong terjadinya kemiskinan,

mengalami masalah kesehatan termasuk kehamilan usia remaja

(adolescent pregnancy), terisolasi secara sosial. Adhikari (2011)


menyatakan bahwa konsekuensi dari pernikahan usia dini dan

melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan prematur

dan berat badan lahir rendah.

c. Keracunan kehamilan

Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan

anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam

bentuk Eklamsi dan Preeklamsi. Pre eklamsi dan Eklamsi

memerlukan perhatian khusus karena dapat menyebabkan kematian

(BKKBN, 2010).

d. Mudah terkena penyakit infeksi

Keadaan gizi yang buruk mengakibatkan tubuh mudah terkena

infeksi.

e. Persalinan lama dan sulit

Persalinan lama dan sulit adalah persalinan yang disertai

komplikasi ibu maupun janin.Penyebabnya yaitu kelainan latak janin,

kelainan panggul, kelainan kekuatan his, mengejan yang salah.

f. Anemia kehamilan

Anemia dalam kehamilan adalah suatu keadaan kadar

hemoglobin darah kurang dari 11 gr/dl.

g. Cacat bawaan

Cacat bawaan merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ

janin sejak saat pertumbuhan. Manuaba (2009) mengatakan

kehamilan usia terlalu muda dapat menimbulkan pertumbuhan janin

dalam kandungan kurang sempurna, persalinan sering diakhiri


dengan tindakan operasi, pulihnya alat reproduksi setelah persalinan

berjalan lambat, pengeluaran ASI tidak cukup.

h. Kematian ibu yang melahirkan

Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda di

bawah umur 20 tahun. Penyebab utama karena kondisi fisik ibu yang

belum atau kurang mampu untuk melahirkan (Petti dkk, 2011)

6. Tinjauan Umum Tentang Remaja.

1. Definisi Remaja

Remaja atau “adolescence” berasal dari bahasa latin “adolescence”

yang berarti tumbuh dalam kematangan. Kematangan yang di maksud

adalah bukan hanya kematangan fisik saja ttapi kematangan social dan

psikologis. Batas usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut

Depkes RI antara 10-19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah

10-19 tahun

Menurut Organisasi KesehatanDunia (WHO), remaja (adolescence)

adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara dalam terminologi

lain PBB menyebutkan anak muda (youth) untuk mereka yang berusia 15-

24 tahun. Ini kemudian disatukan dalam sebuah terminology kaum muda

(young people) yang mencakup 10-24 tahun. Sementara itu dalam

program BKKBN disebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia

antara 10-24 tahun.

Remaja merupakan proses seseorang mengalami perkembangan

semua aspek dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Peralihan

masa kanak-kanak menjadi dewasa sering disebut dengan masa

pubertas. Masa pubertas merupakan masa dimana remaja mengalami


kematangan seksual dan organ reproduksi yang sudah mulai berfungsi.

Masa pematangan fisik pada remaja wanita ditandai dengan mulainya

haid, sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan mengalami mimpi

basah (Sarwono, 2011).

2. Tahap Perkembangan Remaja

Menurut Saroha P, berdasarkan tahap perkembangannya masa

remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu :

a. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain

1) Tampak dan Lebih dekat dengan teman sebaya

2) Tampak dan Ingin bebas

3) Tampak dan Lebih banyak memperhatikan tubuhnya dan mulai

berpikir abstrak

b. Masa remaja tengah (13-15 tahun) dengan ciri khas antara lain:

1) Mencari identitas diri

2) Timbulnya keinginan untuk kencan

3) Mempunyai rasa cinta yang dalam

4) Mengembangan kemampuan berpikir abstrak

5) Berkhayal tentang aktifitas seks

c. Masa remaja akhir (16-19) dengan ciri khas antara lain :

1) Pengungkapan kebebasan diri

2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

3) Mempunyai citra jasmani dirinya

4) Dapat mewujudkan rasa cinta

5) Mampu berpikir abstrak

d. Kesehatan Reproduksi Remaja


Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,

mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau

kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem

reproduksi, fungsi serta prosesnya atau suatu keadaan dimana

manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu

menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan

aman. Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi

International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan

reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang

utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & system

reproduksi. Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat

yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki

oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas

penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental

serta sosial kultural (Fauzi, 2012).

D. PENELITIAN TERDAHULU

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah dibutuhkan berbagai

dukungan teori dari berbagai sumber atau rujukan yang mempunyai

reevansi dengan rencana penelitian .sebelum melakukan penelitian penulis

telah melakukan kajian terhadap karya karya ilmiah yang berkaitan dengan

pembahasan ini untuk mengenali beberapa teori atau pernyataan dari para

ahli yang berhubungan dengan proposal penelitian ini.Adapun sintesa

penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat sebagaimana yang terdapat

dalam table berikut:

No Judul / Tujuan Metode Hasil


Penulis
1 Faktor-Faktor Diketahui Penelitian ini Sebanyak 76 responden (61,3%)
1.
Yang faktor-faktor merupakan menikah dini. Ada hubungan

Berhubungan apa yang penelitian antara pernikahan dini dengan

Dengan berhubungan kualitatif variabel pekerjaan responden,

Tingginya dengan dengan desain pendidikan responden,

Pernikahan kejadian penelitian pendidikan ayah responden dan

Dini Pada menikah dini cross budaya kawin lari. Variabel yang

Wanita Usia di Desa tidak berhubungan yaitu

Subur (Wus) Suntalangu pendidikan orang tua, status

Di Desa Kecamatan ekonomi keluarga, pekerjaan

Suntalangu Suela ayah, pekerjaan ibu, budaya

Kecamatan Kabupaten kawin muda, dan pernikahan

Suela Lombok diatur. Variabel yang dominan

Kabupaten Timur. mempengaruhi pernikahan dini

Lombok Timur yaitu pekerjaan responden

Nusa

Tenggara

Barat
22Analisis Tujuan Penelitian ini Berdasarkan hasil penelitian,
.
Pengetahuan penelitian ini merupakan rendahnya pengetahuan tentang

Perempuan adalah penelitian pernikahan usia dini pada

Terhadap menganalisis deskriptif perempuan memiliki hubungan

Perilaku pengetahuan dengan dengan rendahnya pendidikan

Melakukan perempuan menggunakan orang tua, keluarga, lingkungan,

Pernikahan terhadap pendekatan media masa, pengalaman tentang


Usia Dini Di sikap kualitatif, yang pernikahan usia dini dan dampak

Kecamatan melakukan dilakukan di bagi kesehatan. Berdasarkan

Wonosari pernikahan Kecamatan hasil penelitian sikap memiliki

Kabupaten usia dini di Wonosari kecenderungan dapat

Bondowoso. Kecamatan Kabupaten disimpulkan bahwa semakin

(2017) Wonosari Bondowoso. rendahnya pengetahuan

Kabupaten Peneliti perempuan tentang pernikahan

Bondowoso. menggunakan usia dini maka sikap

cara purposive kecenderungan menikah di usia

untuk dini semakin tinggi.

menentukan

subjek yang

akan diteliti.
3 Faktor-Faktor Penelitian Penelitian ini Penelitian menunjukan bahwa

Yang adalah untuk adalah faktor yang mempengaruhi

Mempengaruhi mengetahui penelitian pernikahan dini adalah

Pernikahan faktor-faktor kualitatif, pengetahuan p value = 0,042 ,

Dini Pada Pus yang menggunakan dan pendidikan p value = 0,045,

(Pasangan mempengaru metode sedangkan faktor lainnya tidak

Usia Subur) Di hi pernikahan penelitian mempengaruhi pernikahan dini

Kelurahan dini pada deskriptif yaitu sosial ekonomi pendapatan

Pasir Jaya PUS dengan orangtua p value = 0,058, budaya

Kecamatan (Pasangan pendekatan p value = 0,657 , lingkungan p

Bogor Barat Usia Subur) value = 0,192, dan media p value

Kota Bogor di Kelurahan = 0,310. Simpulan dalam

Tahun 2018 Pasir Jaya penelitian ini adalah perlu adanya


(PROMOTOR Kecamatan penyuluhan dari KUA Kelurahan

Jurnal Bogor Barat Pasir Jaya Kecamatan Bogor

Mahasiswa Kota Bogor Barat tentang menikah dari umur

Kesehatan Tahun 2018. atau batasan usia perkawinan

Masyarakat dari undang-undang pernikahan

Vol. 1 No. 1 dan menurut BKKBN tentang

2018) dampak pernikahan dini.


4 Fenomena Penelitian ini Metode Hasil penelitian menunjukan

Pernikahan bertujuan penelitian ini fenomena pernikahan dini

Dini Membuat untuk adalah membuat orang tua dan remaja

Orang Tua dan mendeskripsi kualitatif tidak takut mengalami kehamilan

Remaja Tidak kan respon dengan desain tidak diinginkan, akibatnya

Takut orang tua studi kasus. masyarakat yang dahulu

Mengalami dan remaja Pengambilan menganggap hubungan seks

Kehamilan SMP yang sampel pranikah perilaku yang melanggar

Tidak mengalami dengan cara norma, sekarang cenderung lebih

Diinginkan KTD, serta purposive dan bisa diterima oleh masyarakat.

(Jurnal dampak pengumpulan Orang tua dan remaja yang

Promosi pernikahan di data tinggal didaerah rural

Kesehatan usia dini. menggunakan memberikan respon untuk

Indonesia Vol. indepth menyelesaikan permasalah KTD

13 / No. 1 / interview. dengan menikahkan informan.

Januari 2018) Informan Sedangkan yang tinggal didaerah

utama adalah urban, meminta informan untuk

remaja yang melakukan aborsi, tetapi setelah

mengalami gagal akhirnya informan


KTD 5 orang. dinikahkan. Pernikahan menjadi

Informan solusi KTD yang dialami remaja

triangulasi karena masyarakat permisif

orang tua terhadap pernikahan diusia dini

informan 5 dan budaya dimasyarakat yang

orang. menganggap jika kewajiban

perempuan hanya disektor

domestik, sehingga kodrat

perempuan adalah menjadi ibu

urmah tangga.
5 Program Tujuan Jenis Hasil penelitian menunjukkan

Informasi penelitian ini penelitian bahwa PIK-R memberikan

Konseling untuk adalah manfaat dalam mengatasi

Remaja di memberikan penelitian masalah pernikahan dini. Analisis

Sekolah dalam gambaran deskriptif implementasi PIK-R menunjukkan

Mengatasi implementasi kualitatif kurangnya SDM yang terlatih,

Masalah PIK-R SMP dengan kurangnya ketersediaan dana

Pernikahan Negeri 2 rancangan operasional, belum adanya

Dini Windusari studi kasus. ruangan PIK-R secara khusus,

HIGEIA 3 (1) dalam Informan upaya promosi dan sosialisasi

(2019 menyikapi penelitian program PIK-R masih kurang

masalah berjumlah 8 mendapat respon, lemahnya

pernikahan orang yang sistem pencatatan dan pelaporan

dini. dipilih dengan kegiatan yang disebabkan belum

teknik adanya petunjuk teknis masih

purposive menjadi penyebab belum


sampling. optimalnya PIK-R di SMP Negeri

Teknik 2 Windusari. Simpulan penelitian

pengumpulan ini jika ditinjau dari input, process,

data maupun output, implementasi

menggunakan PIK-R belum berjalan secara

wawancara optimal.

dan observasi.

Data dianalisis

secara

kualitatif.
7. KERANGKA TEORI

Faktor yang menyebabkan


pernikahan dini pada remaja :
- Ekonomi Perubahan persepsi tentang

- Budaya pernikahan dini, seperti :- Definisi


Risiko pernikahan dini : pernikahan dini
- Kurangnya pengetahuan
- Perceraian - Jumlah anggota keluarga - Batasan usia pernikahan
- Faktor penyebab pernikahan dini
- Permasalahan psikologis yang besar
- Risiko pernikahan dini
- Masalah kesehatan
(Kibret et al, 2014; Khairunnas,
reproduksi 2013; Haque
Pernikahan dini pada remaja
- Menigkatkan angka kematian
(Khairunnas, 2013)
ibu dan bayi
- Rendahnya tingkat pendidikan
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi :
- Kesulitan ekonomi
Faktor Eksternal : (Notoatmodjo, 2010)
(Khairunnas, 2013; Haque et
Ccccccccccccccccccccccccccc (-) Kontras, (-) Perubahan intensitas
al, 2014 (-) Pengulangan , (-) Sesuatu yang baru
Karakteristik remaja :
- Perubahan pada penampilan fisik (-) Sesuatu yang menjadi perhatian orang
- Perubahan fungsi fisiologis (kelenjar seksual) banyak
- Perubahan psikologis (aspek Faktor Internal :
kognitif, emosi, sosial dan moral) (Kusmiran, (-) Pengalaman atau pengetahuan, (-) Harapan
2011) (-) Kebutuhan, (-) Motivasi, (-) Emosi, (-)
Budaya

Gambar 1.1 Kerangka Teori


Sumber : (Haque et al, 2014; Ahmed et al., 2013; Kusmiran, 2011; Khairunnas, 2013; Fitriani, 2011; Sobur, 2010; Notoatmodjo,
2010)
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual pada penelitian ini adalah suatu hubungan atau kaitan

konsep sesuatu terhadap konsep yang lainnya dari masalah penelitian yang akan di

teliti oleh penulis kerangka konsep ini berguna untuk menghubungkan atau

mendeskripsikan secara jelas terhadap suatu pembahasan yang akan di

bahas.Kerangka konsep tersebut didapatkan dari ilmu/teori yang dipakai sebagai

landasan penelitian yang didapatkan pada bab tinjauan pustaka yang dihubungkan

dengan variable yang akan diteliti oleh peneliti.

Untuk mengetahui bagaimana mahasiswi ini tersebut terlibat dalam pandangan

tokoh masyarakat terhadap ritual pernikahan dini dikabupaten jeneponto ,terlebih

dahulu mahasiswa mencari sasaran tokoh masyarakat,tokoh agama, dan tokoh

pemuda kemudian menggali informasi tentang bagaimana mahasiswi tersebut bisa

mendapatlkan informasi dan mencari factor pemicu kenapa bisa terjadi Ritual

Pammungkara Jodoh di Kabupaten Jeneponto

SANRO MASYARAKAT
KULTUR PERCAYA

ALUR PENELITIAN TEMPAT DILAKUKAN


FAKTOR PEMICU PERNIKAHAN DINI
RITUAL

PANTAI
BUDAYA RUMAH
PENGETAHUAN
EKONOMI
AGAMA
Soerjono soekarto .suatu pengantar Jakarta:rajawali press.2007

B. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi Operasional, menurut Saifuddin Azwar (2007: 72) adalah suatu definisi

yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana indikatornya tidak

tampak. Definisi Operasional mencakup hal-hal penting dalam penelitian yang

memerlukan penjelasan. Operasional bersifat spesifik, rinci, tegas dan pasti yang

menggambarkan karakteristik variabel-variabel penelitian dan hal- hal yang dianggap

penting.

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Remaja

Remaja adalah suatu periode perkembangan dari transisi masa anak - anak dan

dewasa, yang diakui oleh perubahan biologis, kognitif, sosioemosional.

2. Budaya

Budaya dalam penelitian ini adalah keseluruhan sikap & pola perilaku serta

pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimilik oleh suatu

anggota masyarakat tertentu.

3. Kurangnya pengetahuan

pengetahuan dalam penelitian ini adalah bahwasanya suatu proses pembentukan

pengetahuan yang terus menerus sampai menjelaskan fenomena dan konsep objek

pengetahuan itu sendiri.

4. Ekonomi

Ekonomi dalam penelitian ini adalah suatu keadaan yang terjadi pada masyarakat

yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar maupun kebutuhan pendukung lainnya.
5. Agama

Dalam penelitian ini upaya yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang

berguna dan dapat dipertanggung jawabkan mengenai berbagai masalah dalam segi

bentuk pelaksanaanya.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian.

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomologi ,untuk

mengeksplorasi mengenai fenomena terkait pandangan masyarakat terhadap ritual

pernikahan dini dikab. Jeneponto melalui observasi indepeth dan interview selama

penelitian berlangsung

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi penelitian :Penelitian di lakukan di Kabupaten jeneponto khususnya didusun

pammisorang desa maccini baji, kec.batang kab.jeneponto provinsi sul sel.

2. Waktu penelitian : Penelitian ini di laksanakan pada bulan maret sampai Mei 2020

C. Instrument penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, sehingga dalam melaksanakan penelitian,

peneliti melengkapi dirinya dengan :

1. Tape recorder atau handphone ,yang berfungsi untuk merekam proses wawancara

mendalam antara peneliti dengan informan

2. Pedoman wawancara untuk wawancara mendalam

3. Lembar observasi untuk mencatat hasil pengamatan perilaku informan

4. Kamera untuk mengambil gambar hasil pengamatan

D. Pengelolaan peran sebagai peneliti

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sekaligus

instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data lapangan. Sedangkan, instrument

pengumpulan data yang lain dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dimana dalam

melaksanakan penelitian, peneliti melengkapi diri dengan tape recorder yang berfungsi
merekam proses wawancara mendalam antara peneliti dan informan, camera, digital untuk

memotret proses dilapangan, pedoman interview (pedoman informasi) dan catatan harian

yang berfungsi sebagai resume.

1. Informan biasa : Tokoh Masyarakat/ Tokoh Agama

2. Informan Kunci : KUA

3. Informan pendukung : Remaja yang melakukan pernikahan dini, orang tua, dan

keluarga

E. Informan penelitian

Informan di lakukan melalui koordinasi informasi dari imam desa dan sumber dari pihak

sanro (Dukun), pada Masyarakat sekitar, dan karang taruna kecamatan setempat di

jeneponto. Berdasarkan informasi tersebut, peneliti mengetahui siapa saja masyarakat

yang menikahan dini dan memungkinkan dilakukan wawancara mendalam pada mereka.

F. Sumber Data Penelitian

1. Data primer

Data primer yaitu data yang di dapat langsung dari penelitian.sumber data primer yang

di gunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Remaja yang menikahan usia dini

b. Tokoh masyarakat

c. Keluarga

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang di peroleh dari kantor urusan agama (KUA) Kabupaten

bantaeng, kantor kecamatan, data dari sumber, buku, artikel ilmiah, dan dokumen.

G. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data primer dilakukan dengan 3 cara,yaitu :

1. Pengamatan (observasi)
Dalam hal ini peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan

pengamatan (observasi ) pada keadaan /situasi rumah dan lingkungan sekitarnya serta

mengamati aktivitas yang di lakukan informan.dalam melakukan pengamatan ini, peneliti

menggunakan catatan-catatan dan kamera.

a. Wawancara mendalam (indepth interview)

Wawancara mendalam (indepth interview) adalah Tanya jawab terbuka dan teliti

terhadap hasil tanggapan mendalam tentang pengalaman ,persepsi, pendapat,

perasaan dan pengetahuan orang (Emzir , 2010).

Melalui Wawancara mendalam (indepth interview) peneliti dapat mengetahui

pengetahuan dan perilaku tokoh masyarakat,atau remaja yang menikah dini

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah tehnik pengumpulan data yang di lakukan dengan

mengadakan pencacatan –pencacatan atau pengutipan dari dokumen yang ada di

lokasi penelitian .dalam hal ini peneliti juga melakukan dokumentasi pada saat

melakukan pengamatan (observasi) dan saat melakukan wawancara mendalam

( indepth interview).

2. Tehnik Pengolahan Dan Analisis Data

Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis

Spradley, yaitu model analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh James Spradley

pada tahun 1980. Spradley mengemukakan empat tahapan dalam analisis data pada

penelitian kualitatif, yaitu, Domain, Taksonomi, Komponensial, dan Tema Kultural,

Penjelasannya sebagai berikut :


a. Analisis Domain

Analisis Domain dalam penjelasan Sugiyono (2012: 256) dilakukan untuk

memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang

diteliti atau obyek penelitian. Data diperoleh dari grand tour dan minitour questions.

Hasilnya adalah gambaran umum tentang obyek yang diteliti, yang sebelumnya

belum pernah diketahui. Dalam analisis ini informasi yang diperoleh belum

mendalam, masih di permukaan, namun sudah menemukan domain-domain atau

kategori dari situasi sosial yang diteliti.

b. Analisis Taksonomi

Analisis Taksonomi dalam penjelasan Sugiyono (2012: 261) adalah kelanjutan dari

Analisis Domain. Domain-domain yang dipilih oleh peneliti, perlu diperdalam lagi

melalui pengumpulan data di lapangan Pengumpulan data dilakukan secara terus

menerus melalui pengamatan, wawancara mendalam dan dokumentasi sehingga

data yang terkumpul menjadi banyak. Dengan demikian domain-domain yang telah

ditetapkan menjadi cover term oleh peneliti dapat diurai secara lebih rinci dan

mendalam.

Di sini, peneliti mulai melakukan pengamatan lebih mendalam terhadap data yang

telah disusun berdasarkan kategori. Pengamatan lebih terfokus kepada masing-

masing kategori, sehingga mendapatkan gambaran lebih terperinci dari data masing-

masing data yang telah terkumpul

c. Analisis Komponensial

Menurut Sugiyono (2012:264), pada Analisis Komponensial, yang dicari untuk

diorganisasikan adalah perbedaan dalam domain atau kesenjangan yang kontras

dalam domain. Data ini dicari melalui observasi, wawancara lanjutan, atau

dokumentasi terseleksi. Dengan teknik pengumpulan data yang bersifat triangulasi


tersebut, sejumlah dimensi yang spesifik dan berbeda pada setiap elemen akan

dapat ditemukan.

Setelah ditemukan kesamaan ciri atau kesamaan pola dari data, selanjutnya peneliti

melakukan pengamatan yang lebih dalam untuk mengungkapkan gambaran atau

pola-pola tertentu dalam data. Dalam hal ini, peneliti melakukannya dengan mereka-

reka data dengan rasio-rasio yang digunakan dan hal-hal lain. Setelah ditemukan

gambaran tertentu, atau pola-pola tertentu dari data, selanjutnya peneliti melanjutkan

pembuatan pedoman wawancara dengan menambahkan beberapa pertanyaan yang

mampu mengkonfirmasi temuan peneliti dalam analisis komponensial.

d. Analisis Tema Kultural

Analisis Tema Kultural, menurut Faisal (1990) dalam Sugiyanto (2012: 264)

merupakan upaya mencari “benang merah” yang mengintegrasikan lintas domain

yang ada. Dengan ditemukan benang merah dari hasil analisis domain, taksonomi,

dan komponensial tersebut, maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu “konstruksi

bangunan” situasi sosial/obyek penelitian yang sebelumnya masih gelap atau

remang-remang, dan setelah dilakukan penelitian, maka menjadi lebih terang dan

jelas.

Selanjutnya peneliti melanjutkan pembuatan pedoman wawancara, dengan

menambahkan beberapa pertanyaan untuk mengkonfirmasi temuan dari peneliti.

Selanjutnya, peneliti melakukan kembali analisis data dengan urutan yang sama

dengan metode wawancara untuk mendapatkan konfirmasi dari temuan peneliti.

Setelah analisis yang sama dilakukan pada data hasil wawancara, kemudian peneliti

melakukan analisis tema kultural antara hasil analisa data hitungan dengan hasil

analisa data wawancara. Bisa saja terjadi, saat analisa tema kultural antara hasil

analisa hitungan wawancara, ditemukan “benang merah” yang berbeda dengan


kesimpulan awal dari peneliti. Sehingga ketika analisis ini sudah selesaikan, peneliti

sudah mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang.

H. Pengujian Keabsahan Data

Untuk menjaga validitas yang di gunakan dalam penelitian adalah dengan

metode triangulasi data yaitu triangulasi sumber, triangulasi tehnik, dan triangulasi waktu

( sugiono, 2013)

1. Triangulasi Sumber

Untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data dari sumber yang berbeda

dengan teknik yang sama yaitu menginformasikan sumber informasi dari informan

kunci, biasa dan pendukung.

2. Triangulasi Teknik

Untuk menguji kredibilitas data dengan cara mengecek data dari sumber yang sama

dengan teknik pengumpulan data yang berbeda yaitu observasi, wawancara mendalam,

serta dokumentasi.

3. Tringulasi Waktu

Untuk menguji kredibilitas data dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam

waktu atau situasi yang berbeda bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka

dilakukan secara berulang – ulang sehingga sampai ditemukan kepastian

4. Tringulasi Teori

Untuk sebagai pendukung data yang ditemukan, sebagai contoh data hasil wawancara

perlu didukung adanya rekaman wawancara dan buku referensi sebagai acuan.

5. Etika Penelitian

Guna meminimalkan resiko lemahnya kepercayaan antara peneliti dengan informan,

maka dalam merekrut informan,peneliti menyertakan informed consent sebelum

pelaksanaan wawancara. Informed consent merupakan salah satu alat yang sangat

penting untuk memastikan penghormatan terhadap privasi informan selama dan setelah
pelaksanaan penelitian . Mekanisme ini di gunakan untuk memastikan bahwa informan

mengerti apa perannya dalam penelitian, sehingga mereka dapat memutuskan secara

sadar dan sengaja jika ingin berpartisipasi. Identitas informan tetap di rahasiakan

dengan tidak menggunakan nama sebenarnya dalam penulisan laporan hasil penelitian

ini.

Penggunaan nama samaran dan bukan ininsial dimaksudkan untuk menghindari

pembaca menebak-nebak siapa nama asli informan. Nama abjad diajukan untuk di

gunakan sebagai nama samaran mereka.

6. Analisis Etik dan Emis


No
Informan Emik Reduksi emik Konsep etik Interprestasi
111
Remaja Umur saya Remaja yang Menggambar Remaja yang
. pernikaha masih 17 dulunya kanbahwa melakukan
n dini tahun dan sekolah dan remaja putri pernikahan dini
saya masih yang yang banyak faktor
sekolah duduk mempunyai dinikahkan antara lain,
dibangku cita cita harus dibawa umur budaya, ekonomi,
SMA, tetapi beralih mempunyai pengetahuan
saya menjadi ibu mimpi dan rendah dan
dijodohkan rumah tangga cita cita keyakinan kurang
dengan suami dan putus untuk masa bagi tokoh
saya, bentuk sekolah. Hal depan yang masyarakat,
pengabdian ini lebih baik, sehingga anak
saya kepada menunjukkan namun apa remajalah yang
orang tua bahwa boleh buat, harus kehilangan
maka saya masalah itu hanyalah mimpi untuk masa
putuskan ekonomi akan menjadi depannya.
untuk putus rendah bisa mimpi bagi
sekolah dan menyebabkan remaja yang
melanjutkan pernikahan melakukan
untuk dini . pernikahan
menikah, dini
dengan alas
an ekonomi
rendah, tetapi
dalam
perjalanan
pernikahan
kami banyak
hal yang
terjadi seperti
ketidak
cocokan dan
terjadi
kekerasan
dalam rumah
tangga sampai
berakhir
perceraian.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis

Jeneponto adalah salah satu Kabupaten yang berada di Sulawesi Selatan.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 749,79 km2 dan berpenduduk sebanyak 330.735

jiwa.

Secara geografis, Kabupaten Jeneponto terletak di 5°23'- 5°42' Lintang Selatan

dan 119°29' - 119°56' Bujur Timur. Kabupaten ini berjarak sekitar 91 Km dari Makassar.

Luas wilayahnya 749,79 km2 dengan kecamatan Bangkala Barat sebagai kecamatan

paling luas yaitu 152,96 km2 atau setara 20,4 persen luas wilayah Kabupaten

Jeneponto. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Arungkeke yakni seluas 29,91 km2.

2. Kondisi Topografi Kabupaten

Kondisi topografi Kabupaten Jeneponto pada bagian utara terdiri dari dataran

tinggi dengan ketinggian 500 sampai dengan 1400 meter diatas permukaan air laut

(mdpl) yang merupakan lereng pegunungan Gunung Baturape - Gunung

Lompobattang. Sedangkan bagian tengah berada di ketinggian 100 sampai dengan

500 mdpl dan pada bagian selatan merupakan pesisir serta dataran rendah dengan

ketinggian antara 0 sampai dengan 100 mdpl. Karena perbatasan dengan Laut Flores

maka Kabupaten Jeneponto memiliki pelabuhan cukup besar yang terletak di desa

Bungeng.

Setelah peneliti mendapatkan surat izin penelitian dari kantor Balitbang dan

dinas kesehatan untuk melakukan penelitian pada tanggal 15 Maret – 15 Mei 2020

peneliti melakukan pendekatan dengan calon responden dan calon informan kunci
sehingga terjalin rasa percaya antara responden peneliti. Rasa percaya responden

terhadap peneliti dibuktikan dengan kesediaannya untuk menjadi responden. Sebelum

wawancara, peneliti meminta ijin untuk mengambil gambaran serta mencatat hasil

wawancara pada saat wawancara berlangsung.

Penelitian ini dilakukan dengan 1-2 kali kunjungan yang meliputi pendekatan

responden, pengambilan data tentangritual pammukara jodoh pada remaja yang ada di

Desa Maccini Baji, Kabupaten Jeneponto. Data yang sudah terkumpul ditulis

selengkap-lengkapnya sesuai dengan catatan peneliti.

3. Sarana Kesehatan

Kesehatan masyarakat merupakan prasyarat membangun SDM daerah.

Misalnya, menyediakan fasilitas kesehatan berupa puskesmas/puskesmas pembantu di

tiap kecamatan, agar mudah di jangkau masyarakat. Sementara di Desa Maccini Baji,

tersedia Puskesmas pembantu.

Untuk menunjang hal tersebut, pemerintah memprioritaskan tersedianya tenaga

medis (bidan dan perawat) melalui pengangkatan /penerimaan pegawai setiap tahun.

Dinas Kesehatan Jeneponto menyebutkan, bahwa kuantitas dan kualitas tenaga bidan

serta kader posyandu yang langsung menyentuh masyarakat pedesaan mengalami

peningkatan.

B. Hasil

1. Gambaran Karakteristik Informan

Informan biasa atau utama dalam penelitian ini adalah Tokoh Masyarakat/Tokoh

agama. Sedangkan informan pendukung adalah remaja yang melakukan pernikahan

dini, orang tua serta keluarga dan informan kunci adalah Kantor Urusan Agama.

Di dalam penelitian terlebih dahulu melakukan pendekatan edukatif serta

membina rasa saling percaya, sehingga pada saat wawancara mendalam maka
informan tidak sungkan lagi menjawab pertanyaan dari peneliti, dan mudah

mendapatkan jawaban dari informan.

Informan yang diperolah berjumlah 16 orang yang terdiri atas informan biasa 4,

informan kunci , 2 informan pendukung 10 adalah remaja yang melakukan pernikahan

dini dan orang tua remaja

Table 5.1 Karateristik Informan biasa

No Tokoh Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat


Masyarakat (Thn)
1. S 58 SD SANRO Pammisorang
2. Y 53 SMP Imam Desa Pammisorang
3. N 42 SMA Kepala Pammisorang
dusun

4. L 27 SMA kader Pammisorang

Sumber : Data Primer Tahun 2020

Table 5.1 Karateristik Informan Kunci

No Tokoh Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat


Masyarakat (Thn)
1. BT 58 S1 Kepala KUA Batang
2. Y 37 SMA Staf desa Bontosunggu
maccini baji
Sumber : Data Primer Tahun 2020

Berdasarkan table 1.3 dideskripsikan bahwa informan kunci yaitu, Tokoh agama yang

terlibat langsung dalam pelaksananan pernikahan, Pemimpin Kepala Kantor Urusan Agama

Tabel 5.3KarakteristiK Informan Pendukung


No Inisial Umur Pendidikan Jenis Pekerjaan
Informan kelamin
1. N 15 SMP P IRT
2. W 15 SD P IRT
3 E 16 SMA P IRT
4. W 16 SMK P IRT
5. S 17 SD P IRT
6. E 15 SD P IRT
7. K 14 SD P IRT
8. A 13 SD P IRT
9.. R 17 SMK P Pelajar
10. F 50 SD P Orang Tua
Sumber : Data Primer Tahun 2020

a. Karakteristik Informan Biasa, Masyarakat Dan Staf Desa

1. Inisial S umur 52 tahun pendidikan SD seorang Perempuan yang bekerja sebagai

Orang Pintar/Sanro didusun pammisorang desa maccini baji kabupaten jeneponto .

2. Inisial Y, berusia 53 tahun, berprofesi sebagai imam desa didusun pammisorang desa

maccini baji kabupaten jeneponto .

3. Inisial N, berusia 42 tahun, berprofesi sebagai kepala dusun di pammisorang desa

maccini baji kabupaten jeneponto.

4. Inisial L, berusia 26 tahun , berprofesi sebagai kader desa dimaccini baji kabupaten

jeneponto yang juga mengatakan bahwa tingkat pernikahan dini didusun pammisorang

banyak.

b. Karateristik Informan Kunci, Kepala KUA

1. Inisial BT, sebagai Kepala KUA Kec.Batang Kabupaten jeneponto yang mengatakan

sesuai data pernikahan dini didesa maccini baji sebanyak 94 pasangan yang menikah

dibawah umur pada tahun 2020


2. Inisial bapak Y, umur 37 tahun, berprofesi sebagai Staf Desa dimaccini baji kabupaen

jeneponto yang juga mengatakan bahwa anggotanya banyak menikah dibawah umur .

c. Karakteristik Informan Biasa, Remaja Yang Menikah Usia Dini.

1. Inisial N sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 15 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan SMP, dan bekerja sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, usia

pernikahan sudah 7 bulan.

2. Inisial W sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 15 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan SD, dan bekerja sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, usia

pernikahan sudah 9 bulan.

3. Inisial E sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 16 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan S, dan bekerja sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, usia

pernikahan sudah 7 bulan.

4. Inisial W sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 16 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan SD, dan bekerja sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, usia

pernikahan sudah 6 bulan.

5. Inisial S sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 17 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan SD, dan bekerja sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, usia

pernikahan sudah 8 bulan.

6. Inisial E sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 15 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan SD, dan bekerja sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, usia

pernikahan sudah 4 bulan.

7. Inisial K sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 15 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan SD, dan bekerja sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, usia

pernikahan sudah 8 bulan.


8. Inisial A sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 13 tahun mempunyai latar

belakang pendidikan SD, dan bekerja sehari- hari di sawah bersama suaminya, usia

pernikahan sudah 2 tahun.

9. Inisial R sebagai salah satu informan Biasa yang berusia 17 tahun mempunyai latar

belakang tidak tamat SD, dan bekerja sehari- hari sebagai petani, usia pernikahan

sudah 9 bulan.

10. Inisial F adalah orang tua remaja yang melakukan pernikahan dini didusun

pammiosrang kec batang kabupaten jeneponto .

C. Hasil Penelitian Ritual Pammungkara Jodoh Terhadap pernikahan dini di dusun

Pammisorang kecamatan batang kabupaten jeneponto.

Hasil Wawancara mendalam tentang Ritual Pammungkara Jodoh Terhadap

pernikahan dini pada remaja beberapa faktor yang menyebabkan mereka melakukan ritual

pammungkara jodoh sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa setiap perbuatan

pasti ada alasan yang melatar belakanginya, begitu pula dengan remaja yang melakukan

ritual pammungkara jodoh didesa maccini baji kabupaten jeneponto Faktor yang melatar

belakangi dapat berupa faktor internal maupun eksternal. Dari hasil wawancara peneliti

terhadap Sanro yang melakukan ritual pammungkara jodoh didesa maccini baji ,kec.batang

kab.jeneponto, ada beberapa faktor yang dapat di ungkapkan yang menjadi alasan mereka

melakukan ritual pammungkara jodoh :

a. Hasil Wawancara mendalam tentang Ritual dan budaya

melatar belakangi remaja yang melakukan ritual pammungkara jodoh adalah budaya,

orang tua mereka mempercayai bahwa menolak lamaran dari kaum laki laki itu sama

saja ingin melihat anaknya tidak menikah selama lamanya, dari situlah orang tua para

remaja setiap ada yang melamar anaknya mereka menerima lamaran tersebut karena
takut anaknya tidak akan menikah lagi, dari hal tersebut orang tua membawa anaknya

keSanro untuk dilakukan atau dimandikan agar cepat terbuka jodohnya, Sanro atauu

dukun ini juga meyakini dirinya bahwa setiap yang datang kepadanya itu pasti akan

menikah secepatnya ,Karena kepercayaan adalah kunci keberhasilan dari setialp

tindakan, dan ini juga sebagai sumber penghasilan / pekerjaan sampingan .sebagai

informan sanro mengatakan bahwa :

”Alasan saya melakukan ritual seperti pammungkara jodoh adalah , awal mulanya ini

dilakukan oleh nenek saya dan dilanjutkan oleh ibu saya dan sekarang saya yang

melanjutkan ritual ini,ilmunya ini turun temurun dan saya juga akan wariskan ke anak

saya ini adalah budaya yang turun temurun yang tidak ada habisnya , saya melakukan

bagi orang yang percaya dan datang kepada saya dengan tidak ada keraguan, karena

jika yang datang itu penuh kepercayaan maka targetnya akan cepat dicapai, saya

melakukan ini semua karena petunjuk juga dan rahmat dari ALLAH SWT , mungkin

lewat doa dan tangan saya ,saya bisa membantu orang orang yang lagi sakit“( S, 58

tahun 20 April 2020 )

Budaya adat pammungkara jodoh ini sudah ada sejak zaman dahulu sampai sekrang .

Informan remaja mengatakan bahwa:

“saya melakukan ritual pammungkara jodoh karena perintah dari orang tua , dengan

umur 15 tahun orang tua sudah takut anaknya tidak menikah, kita sebagai anak mau

apa lagi selain nurut sm orang tua apa lagi budayata dikampung kalau sudah dilamarmi

sm laki laki tidak boleh menolak klo kita menolak takutnya tinggal jadi perawan tua “

(N,15 tahun 21 April 2020) Informan lain mengatakan bahwa :

“kalau saya kak dulu tidak tau mau kemana, ikutja sama mamaku , sampaipi disana kak

dirumah sanro baruka natanya bilang mauka mandi, tapi pertama kerumah sanro tidak

langsung dimandi kak, naliat liatki dulu, naliat liatki sipakta setelah itupi 1 minggu
kemudian baruka lagi datang kak kerumahnya dengan membawa persyaratan yang

nasuruhkanka”(W 15 tahun 21 April)

“ kalau saya kak dulu 1 kalija sudah dimandi , setelah dimandi beberapa bulan

kemudian menikahma juga kak sama pacarku sendiriji juga kak jadi mauka “ (E,16

tahun 21 April 2020)

Ketika sementara mewawancarai si E lalu si W langsung mengutarakan pendapatnya

dan berkata bahwa “sini kak saya ceritakanki masaku dulu waktu dimandika, betul betul

tawwa kak terbuktiki mannassana kalau sudahki dimandi itu kaya tong kak hilang sakitta

,enak dirasa seperti hilang racunta dalam tubuh kak, itu saya mamaku yang suruhka

jadi kubilang tommi samamiki pale pergima kak cerita cerita singkat cerita ini sanro

nabilangika saya bede ini dekat dekatmi jodohku ih tambah semangat orang tuaku kak

disitu bahagiami lagi kuliat jadi saya ini ikutma kak, mamaku bawami sarung, beras,

pisang, amplop seingatku kak banyak itu hari nabawa mamaku kak biar injo pisang kak

dibawakan tong itu sanroa, tapi palla mantodo itu sanroa kak ka itu hari 10 harika sudah

dimandi na adami datang dirumah jalan jalan keluarganya ini suamiku yang liat liatka

waktu itu”(E 16 Tahun 21 April) dan ungkapan informan diatas waktu itu saya

melakukan wawancara kebetulan pada saat itu ada salah seorang tokoh masyarakat

yang membenarkan atau jadi saksi cerita dari informan tersebut bahwasanya memang

adanya setelah dilakukan ritual (mandi) pammungkara jodoh tidak cukup 1 bulan

kemudian adami yang datang melamar pada waktu itu. Dari informan yang lain

mengatakan bahwa :

“ kak kalau saya kak mungkin faktor keturunan, kasaya mamaku cepat menikah kak,

baru kitaumi kalau tidak sekolahki kodong jadi dikasi menikahmiki budayanya juga saya

kak keluargaku kentalki percayai sama sanro saya kak sepupuku biar dari kampong lain

biasaji dibawa kesini bru ditemani kesana sama mamaku, kamamaku kak pallaki sanro

sanro “ (W 16 tahun 21 April 2020) Budaya malu (Siri’) tersebut juga menjadi salah satu
pemicu terjadinya perkawinan di bawah umur, pada remaja yang ketahuan melakukan

hubungan yang melebihi hubungan pertemanan biasa. Pada keluarga yang menjunjung

budaya malu (Siri’) tersebut tidak akan membiarkan anaknya menjadi bahan

pembicaraan masyarakat sekitar karena memiliki pasangan kekakasih yang belum sah,

sehingga menikahkan anak dengan pasangannya tersebut menjadi cara penyelesaian

masalahnya. Seperti yang peneliti amati dalam proses observasi, bahwa beberapa anak

yang masih tergolong masih sangat belia harus mengakhiri masa kanak-kanak mereka

karena harus di kawinkan, meskipun sepasang kekasih ini belum tentu tahu akan

esensi dari perbuatan yang akan menjadi penyelesaian masalah mereka. Tidak jarang

calon pasangan mereka belum di ketahui secara baik oleh orangtuanya karena

perkenalan mereka yang hanya sepintas. Orang tua remaja juga mempunyai rasa

khawatir yang tinggi jika anaknya sudah berumur 15 tahun keatas .

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, alasan pertama remaja menikah

di usia dini di kabupaten jeneponto karena masalah Budaya.

D. Hasil Wawancara mendalam tentang Pengetahuan dalam pernikahan dini pada

remaja.

Selain itu, Orang tua menikahkan anak yang masih usia belia tidak hanya karena

keadaan ekonomi yang kurang mampu, tetapi rendahnya kesadaran orang tua dan

pengetahuan terhadap pentingnya pendidikan anak pun menjadi salah satu pemicu

berlangsungnya sebuah perkawinan. Dengan pendidikan orang tua yang hanya lulus

sekolah dasar bahkan ada juga yang tidak sekolah sama sekali dengan mudahnya

untuk segera melangsungkan sebuah perkawinan kepada anak-anaknya. Karena orang

tua yang kurang mengerti ataupun memahami sebuah perkawinan yang ideal, orang

tua yang hanya lulus sekolah dasar atau tidak sekolah sama sekaliia hanya melihat

anak yang sudah besar sehingga ia berfikir sudah waktunya untuk menikah.
Orang tua menikahkan anak karena mereka kurang mengerti ataupun faham

tentang seluk beluk sebuah perkawinan yang ideal.I a hanya melihat anak sudah besar

atau sudah kelihatan dewasa, ia fikir hal seperti itu sudah cukup untuk melangsungkan

sebuah perkawinan. Begitu juga dengan anak yang hanya lulus sekolah dasar atau

yang masih dalam kondisi belajar baik pada bangku sekolah dasar ataupun pada

bangku sekolah menengah pertama, belum begitu luas tentang pendidikan dan

pengetahuan yang dimiliki, apalagi mengerti ataupun paham sebuah perkawinan yang

ideal.

Berdasarkan wawancara yang peneliti yang lakukan di Kabupaten Jeneponto, bahwa

banyak remaja yang harus putus sekolah dengan alasan menikah bahwa :

“ saya masih ingin menikmati masa remaja saya, masih ingin berkumpul

dengan teman teman saya, masih ingin jalan jalan, dan masih ingin menikmati

masa mudah saya, sayapun belom terlalu bisa berfikir bak baik tetapi karena

saya sudah disuruh menikah sm orang tua jadi saya ikut sja dari pada saya

tidak menikah walau sebenarnya saya belom siap dan tidak mengetahui

tentang pernikahan “ (M, 16 tahun , 26 april 2020)

“ Saya berhenti sekolah pada kelas 5 menjelang kelas 6, karena orangtua saya
langsung meminta untuk menikah dengan kenalan orang tua saya,saya hanya
menuruti persetujuan orang tua saya meskipun saya tidak mengerti secara baik
tentang apa itu perkawinan ”
(Wawancara, Tanggal 26 april 2020).
Hal ini dibenarkan oleh informan Y yang merupakan salah satu staf desa

didesa maccini baji kabupaten jeneponto

Anak pada umur Sekolah Dasar seharusnya mendapatkan perhatian dan

perlindungan untuk kelayakan hidup dan perkembangan yang lebih baik untuk

mendapatkan harkat dan martabatnya sesuai amanat Undang-undang nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, oleh karena itu di butuhkan pendidikan yang lebih

baik. Esensi pendidikan pada anak akan melahirkan manusia yang memilki pandangan
masa depan lebih, akan tetapi jika harus di kawinkan dini kiranya hal tersebut akan

merusak masa perkembangan yang seharusnya mereka dapatkan dalam usia mereka,

seperti masa kanak-kanak, remaja dan perkembangan masa lainnya, oleh karena harus

merubah status anak-anak menjadi seorang ibu rumah tangga. Hal yang sama tidak

hanya di rasakan oleh peserta didik yang berusia sekolah Dasar (SD) akan tetapi pada

anak pada jenjang pendidikan di atas sekolah dasar.

Hal dibenarkan oleh orangtua S informan pendukung) ,mengatakan bahwa”

“anak saya salah satu murid yang tidak lanjut sekolah karena saya mohonkan
untuk di kawinkan dengan salah seorang anak dari kenalan saya, intinya di sini
kalau sudah ada kesepakatan oleh kedua orangtua baiknya di kawinkan saja,

Informan juga menjelaskan bahwa:

bersekolah sampai tamat pun juga ujungnya akan menikah juga. Dan mumpung
ada yang cocok dan bisa menjamin masa depannya, jalan terbaik adalah bermohon
saja ke pengadilan agama karena katanya umurnya yang masih 13 tahun masih di
bilang di bawah umur. Dengan demikian kebutuhanya bisa terpenuhi dari pada harus
sekolah yang harus memikirkan biaya sekolah yang tidak sedikit” (Wawancara,
Tanggal 28 April 2020). Hal yang sama di benarkan oleh S salah satu remaja yang
menikah dini bahwa :
“Saya berhenti sekolah karena orantua saya merasa bahwa menikah adalah
salah satu jalan terbaik. Tetap lanjut sekolah pun juga ujungnya akan menikah
juga .(Wawancara, 28 April 2020).

Uraian di atas memberikan gambaran bahwa pemahaman akan makna

pendidikan sangat minim di ketahui oleh para orangtua informan, terlihat dari cara

mereka menaggapi arti pendidikan bagi masa depan anaknya. Mereka beranggapan

bahwa menikah sekarang dengan berhenti sekolah juga jalan lebih baik karena pada

masa depan juga anaknya pun juga akan menikah.

“bersekolah sampai tamat pun juga ujungnya akan menikah juga. Dan mumpung
ada yang cocok dan bisa menjamin masa depannya, jalan terbaik adalah
bermohon saja ke pengadilan agama karena katanya umurnya yang masih 13
tahun masih di bilag di bawah umur. Dengan demikian kebutuhanya bisa
terpenuhi dari pada harus sekolah yang harus memikirkan biaya sekolah yang
tidak sedikit” (Wawancara, Tanggal 28 April 2019).

Selanjutnya penunuturan dari informan lainnya yang mengatakn bahwa:

“saya kak tidak ada kutau apa itu dibilang pernikahan dini, apa dibilang
berbahaya pada kehamilan saya kodong dulu kak disuruhka menikah , menikah
tommika itu kodong, sekarangpi itu kak baru kaya pintarmiki semua bergaya ka
ada tommi uang pembeli bedak racikan “ (S, 16 tahun , 28 april 2020 )

“ saya kak dulu katidak adapi kutau apa apa jadi sudahku menikah pernahka hait
kak lama sekali mau hampir 1 bulan mungkin menangisma karna ketakutanka
kak “ (E 15 tahun , 28 April 2020)

Hal ini di sampaikan pula oleh informan, F yang mengatakan bahwa:

“Orangtua saya langsung menyetujui dengan orang yang saya kenalkan,


meskipun hanya melalui media sosial, dan tidak memberikan pertimbangan
masalah sekolah”. (Wawancara, Tanggal 15 April 2019).

Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa dari

pelakuperkawinan di bawah umur bahwa mereka pun belum mengetahui akan

maknasebenarnya akan perkawinan itu, serta tidak mengetahui denga benar apakah arti

dari pernikahan dini.Hal ini sesuai yang di ungkap oleh beberapa pelaku pernikahan dini.

N ketika di berikan pertanyaan tentang perkawinan dengan penuhkebingungan informan

menuturkan bahwa :

“Kurang lebih hidup berumah tangga lah, dan kalo pernikahan dini belakangan
mulai tahu bahwa orang tidak boleh menikah kalau umur terlalu muda
( Wawancara 6 April 2019).

Selanjutnya beberapa informan yang lain seperti W,Y,R,E,W,S,F,E, pun juga

menjawab pertanyaan tentang perkawinan dengan mengatakan bahwa mereka tidak

memahami bahka mereka menjawab dengan singkatnya dengan kata “ tidak tahu”

( Hasil wawancara April 2019 ).

Dari beberapa keterangan dan penjelasan di atas bahwa beberapa dari pelaku

maupun orangtua pelaku belum memahami tentang hakikat dari pendidikan, bahkan
mereka tidak mengetahui bahwa menikah pun butuh pendidikan yang baik, agar dapat

memahami akan makna dari sebuah perkawinan. Beberapa orangtua yang peneliti

adakan wawancara hanya memberikan alasan yang singkat akan alasan dia merestui

perkawinan anaknya. Seperti halnya dengan orangtua F yang memberikan informasi

bahwa tidak mereka tidak memberikan pertimbangan akan arti pernikahan sebelum

menyetujui sang anak untuk memilih untuk menikah. Hal semacam ini juga memberikan

gambaran bahwa orangtuapun kurang memahami akan esensi pernikahan yang

seharusnya, ini perlu penyelesaian agar baik anak maupun orangtua perlu pemahaman

yang baik tentang arti dari pernikahan, tentu hal tersebut dibutuhkan melalui proses

belajar.

Beberapa pernyataan di atas memberikan informasi bahwa faktor selanjutnya

yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia dini adalah masalah rendahnya

kesadaran mereka tentang arti pendidikan. Merekapun tidak menyadari bahwa

menikahpun membutuhkan pengetahuan yang baik.

4) Hasil Wawancara mendalam tentang ekonomi dalam pernikahan dini pada remaja

Melalui hasil wawancara yang peneliti laksanakan didesa maccini baji kabupaten

jeneponto bahwa latar belakang ekonomi dengan penghasilan yang tidak menentu inilah,

dapat memicu pernikahan dini yang merupakan salah satu solusi dalam memenuhi

kebutuhan keluarga. Orang tua menikahkan anaknya yang masih di bawah umur karena

faktor ekonomi yaitu untuk memenuhi kebutuhan atau kekurangan biaya hidup orang

tuanya. Selain itu orang tua menganggap bahwa dengan menikahkan anaknya yang masih

di bawah umur akan mengurangi beban ekonomi keluarga. Sebab dengan

menyelenggarakan perkawinan yang masih di bawah umur beban keluarga akan berkurang

karna sudah ada yang menanggung biaya anaknya.

Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh N yang memberikan penuturan bahwa”
” Saat saya bertemu dengan pasangan saya merasa cocok, dan kebetulan
pasangan saya masih ada ikatan keluarga sama saya, kami berdua pun
berencana untuk menikah,

Peneliti pun menanyakan dampak atau akibat dari pernikahan dini, informan langsung
mengungkapkan bahwa:

“ saya pun tidak berfikir akibat dari menikah di usia muda, yang saya fikirkan itu
yang penting cocok dan dapat memenuhi kebutuhan saya dan keluarga,
terutama kebutuhan sehari-hari, lagian Cara ini juga dapat membantu kebutuhan
sehari-hari keluarga saya, karena saya hanya tinggal bersama nenek”.
(Wawancara,Tanggal 6mei 2020).

Ketika wawancara mengenai pernikahan dini, sang Nenek yang tinggal bersama N pun

yang memberikan penuturan bahwa:

“Pekerjaan saya yang hanya sebagai buruh rumput laut kami juga cuman
tinggal berdua, kedua orang tua N sudah lama meninggal, saya juga sudah tua
tidak kuat untuk kerja keras agar kebutuhan sehari hari terpenuhi , sehingga N
saya ijinkan menikah dengan laki-laki yang sudah memiliki pekejaan dan
bertanggung jawab. Perkawinan tersebut juga bisa meringankan beban saya
bahkan bisa menambah kebutuhan sehari-hari.(Wawancara,Tanggal 6mei
2020).

Pernyataan dari nenek S tersebut memberikan gambaran bahwa dengan alasan

ekonomi yang belum sepenuhnya terpenuhi sehingga orangtua dengan mudahnya

memberikan persetujuan untuk menikahkan anaknya meskipun masih tergolong sangat

muda. Bahkan dengan alasan menikahkan anaknya, orang tua merasa akan mendapat

keringanan dan tambahan kebutuhan dari pendamping anaknya yang harus tinggal

serumah dengan orang tuanya, karena belum mampunya untuk hidup mandiri.

Menurut selanjutnya alasan ekonomi yang menjadi salah satu alasan, ini pun

turut dirasakan oleh salah satu orang tua yang menjodohkan anaknya pada saat

menempuh pendidikan,yaitu orang tua dari informan W,mengungkapkan bahwa:

“Kalau sudah ada jodoh yang cocok dan mampu untuk hidup berumahtangga,
baiknya menikah saja.

Informan juga menjelaskan bahwa:


“ Cara ini bisa menjadi solusi karenamau di sekolahkan juga biaya tidak
mencukupi, dengan demikiansaudara yang lain yang belum mampu berumah
tangga dan belummenemukan pasangannya akan terbantu. Saya kira umur tidak
menjadimasalah, itu merupakan persoalan administrasi saja,olehnya itu saya
yang langsung mengajukan permohonan kepengadilan. (Wawancara, Tanggal 7
mei 2020).

Begitu pula yang di tuturkan oleh informan K (warga), yang menyatakan bahwa:

“ Kalau sudah ada jodoh yang cocok dan mampu untuk hidup berumah tangga,
baiknya menikah saja kan?.

Informan juga menjelaskan bahwa:

Saya kira umur tidak menjadi masalah bagi kami, itu merupakan persoalan
ekonomi saja, kalau laki-lakinya sudah bisa bekerja dan bisa mencukup keluarga
nya, kedua orang tua pun sudah pasti menyetujui untuk menikahkan anaknya.
(Wawancara, Tanggal 8 mei 2020).

Hal ini turut dibenarkan oleh informan Y, yang menyatakan bahwa:

“ Bagi keluarga saya, yang pasti siap memikul tanggung jawab terutama
mengenai kebutuhan sehari-hari, umur bukanlah kendala.(Wawancara, Tanggal
8 mei 2020).

Dari beberapa pernyataan orang tua di atas dapat memberikan gambaran

bahwa, alasan ekonomi menjadi alasan pendorong beberapa orang tua untuk

menyetujui pernikahan anaknya atau dengan alasan ini orang tua berkesimpulan untuk

menikahkan anaknya yang mereka rasa telah mampu untuk dinikahkan. Hal ini turut

dibenarkan oleh remaja yang merasa bahwa pernikahan merupakan solusi terbaik untuk

masa depan.

“ Persetujuan menikah adalah jalan yang baik, karena sebenarnya saya ingin
tetap bersekolah tapi orangtua saya tidak mampu mencukupi kebutuhan sekolah
dan kebutuhan sehari-hari saya.(A 13 tahun, Tanggal 10 mei 2020).

Beberapa informasi diatas, memberikan gambaran bahwa kebutuhan ekonomi

merupakan alasan yang banyak menjadi alasan beberapa remaja yang menikah dini

dan keluarga yang menikahkan memberikan persetujuan diadakannya pernikahan.


Hal ini di benarkan oleh informan BT kepala KUA yang merupakan informan

kunci , menyatakan bahwa:

“ saya selalu mengajukan beberapa pertanyaan sebelum membantu pengurusan


pernikahan bagi setip pendaftar yan g ingin menikah pada umur yang masih
tergolong dibawah umur, akan tetapi alasan ekonomi merupakan salah satu
persoalan yang dominan di ungkap baik oleh kedua orang tua maupun sang
calon pengantin. (Tanggal 12 mei 2020).

Ungkapan dari tokoh agama tersebut memberikan tanggapan tentang

pernikahan dini di Kabupaten Jeneponto. Alasan ekonomi menjadi jalan yang ditempuh

oleh beberapa orang tua dan remaja untuk mencari solusi masa depannya, meskipun

hal tersebut belum tentu dapat menyelesaikan masalah. Solusi yang mereka jadikan

jalan tersebut bisa jadi mendatangkan akibat baru dalam kehidupan selanjutnya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, alasan pertama remaja

menikah di usia dini di kabupaten Jeneponto karena masalah ekonomi.

5) Hasil Wawancara mendalam tentang Agama dalam Hal Pammungkara Jodoh terhadap

pernikahan dini pada remaja

pemahaman hubungan antara budaya dengan agama tetap tidak bisa dipisahkan

dari pemahaman normatif agama itu sendiri, yaitu agama dalam bentuk larangan

dan perintah. Pemahaman normatif menjadi titik tolak untuk memahami bagaimana

budaya memperkaya nilai normatif dan bagaimana nilai normatif dipraktikkan oleh

masyarakat budaya. Namun semuanya kembali lagi kemasing masing kepercayaan

individu seperti yang informan S katakana bahwa

“saya sangat menyembah Allah SWT, tidak ada TUhan selain Allah saya melakukan

memandikan orang nak, dengan niat menolong sikamaseangki parangta tau , kupala

mae rikaraeng ALLA taala punna nakamaseangki nakabulkanngi kanakke kupala

battu rate tonji nak , saya nak tidak kusuruh orang datang sama saya, orang sendiri

yang datang sama saya minta bantuan dan saya membantu nak parangta tau, saya
sudah tua dan lamami ini saya kerjakan nak selama ini Alhamdulillah masih diberi

rahmat sama yang diatas, ada semua nak syarat2nya pada saat melakukan ritual

/memandikan nak, tidak sembarangan orang dan tempat ada waktu kususnya ,pada

zaman dulu nak yang melakukan ritual ini adalah orang tuaku dulu biar lagi tidak

dimandiki cepatji menikah ,tapi entah apa kajarian pernah dulu berawal dari

almarhum sepupuku tidak menikah diumur 14 tahun, dimandi sama orang tuaku

waktu itu tidak cukup 10 hari ada yang datang kerumahnya, semua berawal dari situ

sampai saat ini masih diperlakukan itu nak , Alhamdulillah selama ini yang saya

kalau saya doakan nak inysa allah selalu dikabulkan sama allah nak, karena saya

juga sholatku yang 5 waktu tidak pernah saya tinggalkan nak” ( ucap sanro 14 mei

2020 ) adapun orang tua Remaja R mengatakan bahwa :

“ bukanji saya sendiri nak yang pergi suruh mandi anakku , banyakji orang kesana

kareng, dosa tomma ituyya kareng tapi bukanja sendiri dosa kanabilang orang tidak

sendirija dan juga itu sanroa anu naminta tonji anu berdoa tonji dalam sholatnya “

( ucap orang tua R ,15 MEI 2020 ), dari ucapan responden diatas kita bisa liat bahwa

rendanya ilmu agama dan pengetahuan tidak ada membuat masyarakat dan orang

tua keliru dalam mengambil keputusan dan salah dalam mengambil contoh , setelah

itu saya bertanya kepada remaja yang belom menikah tetapi sudah melakukan ritual

pamungkara informan mengungkapkan bahwa : “ saya kak percaya tidak percaya

tapi karena adanya dan banyaknya bukti yang bisa diliat dan kenyataan kak, jadi

akhirnya saya juga percaya makanya kak saya beranikan diri juga untuk datang ,

walau pandemic ini kak kalau adami mau lamarka menikahma jugasayang masih

corona hehee,,,” (A 14 TAHUN 16 MEI 2020 ) Dan dibenarkan oleh temannya

sendiri yang mengungkapkan bahwa :

“ betul tawwa kak tiap ada yang datang kesana tidak lama itu menikahmi kak “ (E 15

tahun, 16 mei 2020 ) dan imam desa juga mengatakan bahwa :


“sebenarnya tidak bisa dipercaya tetapi betulki, karena banyak yang dari sana

namenikah cepat semua dikembalikan saja kepada tiap individu masing masing

yang datang sama orang pintar kalau tidak ada imannya datng kalau yang kuat

imannya mereka akan percaya dan menunggu semua ketentuan dan rezki dari allah

SWT, bagaimana juga masyarakat diisni biar diberikan menyuluhan tidak

mendengarji ,kalau ada ditanyakanngi biar dalah hal kebaikanji tersinggungji semua

nakiraji diceramai, mungkin karena pengetahuan tidak ada, pendidikan kurang

sehingga beginimi akhirnya semua “ (wawancara imam desa Y 53 tahun. 16 mei

2020 ).

Dari uraian diatas yang peneliti liat bahwa faktor kurangnya ilmu agama dan

pendidikan rendah juga mempengaruhi adanya ritual pammungkara jodoh terhada

pernikahan dini dikabupateng jeneponto .

DAMPAK PASCA PERNIKAHAN USIA DINI

Dari beberapa uraian di atas tentang dampak yang akan di timbulkan dengan adanya

perkawinan di bawah umur, maka hal ini perlu menjadi perhatian bagi kaum remaja, jika

ingin menikah muda. Uraian di atas memberikan pertimbangan akan dampak negatif yang

akan timbul selain dari dampak positifnya. Harapan ke depan agar tidak lagi perkawinan di

bawah umur yang berdampak negatif ini menjadi tanggung jawab tidak hanya orangtua

atau diri pribadi remaja saja, akan tetapi lebih baik jika hal tersebut menjadi perhatian kita

bersama. Dengan demikian akan tercipta keselarasan dalam masyarakat.

Proses pendewasaan diri ini pula harus di hadapi dengan cara yang matang dan

dewasa, agar dapat saling sejalan. Kematangan berfikir ini perlu di pertimbangkan

sehingga penentuan usia untuk menikahpun menjadi hal sangat penting, karena dengan

kematangan usia saja belum tentu dapat berfikir dewasa dalam proses berumah tangga,

apalagi jika pada usia yang seharusnya berada pada tahap pertumbuhan. Perkawinan

dengan usia belia atau di kenal dengan perkawinan di bawah umur ini tentu banyak
meberikan akibat yang dapat di rasakan langsung baik dari pihak keluarga maupun dari

masyarakat sekitar. Pada pasangan belia tidak sedikit memberikan masalah baru sebagai

akibat dari keputusan yang mereka sepakati tersebut baik bagi diri, keluarga maupun

masyarakat sekitarnya. Salah satu yang merupakan dampak yang banyak terjadi pada

perkawinan di bawah umur adalah tingginya angka perceraian. Dengan usia yang masih

belia mengakibatkan kurangnya kedewasaan dalam bersikap serta masih minimnya cara

untuk berfikir dalam menyelesaikan perbedaan pada masing-masing individu, sehingga tak

jarang menimbukan perselihan yang hebat yang harus berimbas pada keputusan

perceraian.

Melalui hasil observasi yang peneliti laksanakan di kabupaten bantaeng bahwa

perkawinan usia muda ini banyak sekali yang harus berahir atau gagal. Tidak jarang

beberapa diantara hanya berlangsung dengan waktu yang sagat singkat. Ada yang usia

perkawinan yang mencapai tahunan tp ada beberapa yang hanya terhitung bulan ataupun

minggu.

Hal ini sesuai yang di ungkapkan oleh salah satu informan Y, mengatakan bahwa :

“Usia perkawinan saya hanya 1 tahun, waktu pacaran dia baik sekali, eh,,
setelah kami menikah baru saya tau sikap aslinya suami saya, dia serig mabuk,
main sama cewek di luar”. ”(Wawancara, Tanggal 20 mei 2020).

Pernyataan tersebut di benarkan oleh imam Kelurahan yang sekaligus menjadi tokoh

masyarakat menyatakan bahwa:

“Keputusan menikah muda tersebut lah yang menambah daftar masalah dalam
kasus rumah tangga, dan kasus yang paling tidak di inginkan adalah berahirnya
pada perceraian. (Wawancara 20 mei 2020).

Dari beberapa penjelasan tersebut maka dapat di simpulkan bahwa salah satu akibat

yang akan timbul dari perkawinan di bawah umur tersebut adalah masalah perceraian.
Harapan akan perbaikan dari sisi pendidikan ini sesuai dengan di harapkan oleh

informan kunci yang merupakan kepala KUA Kabupaten jeneponto , yang menyatakan

bahwa :

“ sebelum melangsukan pernikahan kedua belah pihak diberikan arahan


pernikahan atau di sebut dengan mediasi pranikah, dan remaja – remaja yang
belum menikah di berikan pendidikan dan pengetahuan seperti penanaman ilmu
agama.

Dari pernyataan tersebut, pendidikan dan pengetahuan merupakan salah satu

masukan yang baik agar setiap pasangan yang akan menikah mengetahui akan arti serta

tujuan dari perkawinan. Selain calon pengantin orangtua pun sangat penting memberikan

pemahaman yang baik tentang arti, fungsi dan tujuan perkawinan, sebelum sang anak

memutuskan untuk melaksanakan perkawinan.

Setiap perbuatan akan memiliki akibat baik itu bersifat positif ataupun negatif,

begitupula dengan pernikahan, dimana menjadi jalan penyatuan dari dua prinsip atau

pribadi yang berbeda menjadi satu dalam bingkai rumah tangga. Dalam prosesnya akan

melalui serangkaian tahap demi tahap untuk menyesuaikan pribadi satu dengan yang

lainnya. Proses pendewasaan diri ini pula harus di hadapi dengan cara yang matang dan

dewasa, agar dapat saling sejalan. Kematangan berfikir ini perlu di pertimbangkan

sehingga penentuan usia untuk menikahpun menjadi hal sangat penting, karena dengan

kematangan usia saja belum tentu dapat berfikir dewasa dalam proses berumah tangga,

apalagi jika pada usia yang seharusnya berada pada tahap pertumbuhan. Pernikahan

dengan usia belia atau di kenal dengan pernikahan dini ini tentu banyak meberikan akibat

yang dapat di rasakan langsung baik dari pihak keluarga maupun dari masyarakat sekitar.

Pada pasangan belia tidak sedikit memberikan masalah baru sebagai akibat dari keputusan

yang mereka sepakati tersebut baik bagi diri, keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

E.PENCEGAHAN TERHADAP PERNIKAHAN DINI PADA REMAJA.


Dari beberapa uraian di atas tentang dampak yang akan di timbulkan dengan adanya

pernikahan dini, maka hal ini perlu menjadi perhatian bagi kaum remaja, jika ingin menikah

muda. Uraian di atas memberikan pertimbngan akan dampak negatif yang akan timbul

selain dari dampak positifnya. Harapan ke depan agar tidak ada lagi pernikahan dini yang

berdampak negatif ini menjadi tanggung jawab tidak hanya orangtua atau diri pribadi

remaja saja, akan tetapi lebih baik jika hal tersebut menjadi perhatian kita bersama.

Dengan demikian aka tercipta keselarasan dalam masyarakat. Seperti beberapa harapan

dari beberapa informan yang kiranya menjadi salah satu solusi kedepannya agar tidak

terjadi dampak setelah menikah, karena tidak adanya kematangan sebelum memutuskan

menikah. Banyak hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan yang merupakan salah satu

solusi dalam meminimalisir dampak tersebut, diantaranya pendidikan, artinya kualitas

pendidikan kita perlu mandapat perhatian sehingga setiap perbuatan dapat diketahui

terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk melakukannya

Harapan akan perbaikan dari sisi pendidikan ini sesuai dengan di harapkan oleh

informan yang merupakan staf desa yang menyatakan bahwa :

“Solusi terbaik dalam mengatasi pernikahan dini pada remaja ini adalah
perbaiki pendidikan, adanya penyuluhan dampak dari pernikahan dini kepada
anak –anak dan orang tua , adanya pengawasan orang tua dan perlu sekali hal
ini di perhatikan oleh setiap orangtua adalah penanaman ilmu pendidikan agama
yang baik dalam keluarga”( Wawancara 26 mei 2020).

Pernyataan tersebut, pendidikan merupakan salah satu masukan yang baik agar setiap

pasangan yang akan menikah mengetahui akan arti serta tujuan dari perkawinan. Selain

calon pengantin orangtua pun sangat penting memberikan pemahaman yang baik tentang

arti, fungsi dan tujuan perkawinan, sebelum sang anak memutuskan untuk melaksanakan

pernikahan.

F . PEMBAHASAN
1. Faktor budaya

Pendekatan kebudayaan dalam studi agama yang dilakukan para antropolog,

dalam ilmu pengetahuan dinamakan sebagai pendekatan kualitatif. Inti dari

pendekatan kualitatif adalah pada upaya memahami (verstehen) dari sasaran

kajian atau penelitiannya. Ciri mendasar pendekatannya tersebut adalah sifat

holistis dan sistemis. Konsep memahami diri tersebut memiliki dua aspek

telaah, yaitu “gejala” dan “makna” yang terkandung dalam kebudayaan.

Masyarakat masyarakat sederhana keluarga yang gagal memenuhi kebutuhan-

kebutuhan primer keluarganya pada umumnya masalah tersebut diakibatkan

oleh budaya .(Suparlan, 2001: 186) remaja melakukan ritual pammungkara

jodoh terhadap pernikahan dini dikabupaten jeneponto adalah faktor budaya,

yang harus putus sekolah dan mengorbankan masa remajanya, dijeneponto

khususnya dikampung desa maccini baji masyarakat-masyarakat disana

mempercayai bahwasanya jika menolak lamaran dari kaum laki laki maka

anaknya tersebut tidak akan menikah lagi , dari hal tersebut juga menjadi

pemicu dari pernikahan dini dikampung, sebagian juga dari orang tua remaja

sudah merasa panik jika anaknya sudah berumur 15 keatas, mereka sudah

takut anaknya tidak menikah mungkin karena beliau mengambil contoh dari

dirinya karna rata rata zaman dulu mereka umur 13 tahun sudah pada menikah,

minimnya ilmu agama dan kurangnya pengetahuan sehingga mereka juga ingin

menikahkan anaknya, suatu kebanggan buat mereka jika melihat anaknya

cepat menikah.

Adanya orang pintar dikampung/sanro salah satu yang menyebabkan

adanya pernikahan dini, sebenarnya dalam teori tidak ada seperti itu ,tidak ada

ritual dalam pernikahan , tetapi faktanya dikampung ada yang seperti itu
masyarakat lebih mempercayai dukun dari pada seorang ilmuwan , sudah

banyak contoh yang mereka lihat dan ikuti.

Istilah meminang yang dalam bahasa Jawa disebut ngelamar berarti

permintaan yang menurut hukum adat berlaku dalam bentuk pernyataan

kehendak dari satu pihak kepada pihak lain untuk maksud mengadakan ikatan

perkawinan. Peminangan dengan maksud mengadakan ikatan prkawinan tidak

hanya terjadi dalam hubungan muda mudi, akan tetapi juga bisa terjadi karena

adanya dorongan orang tua atau keluarga di antara mereka.( (Koentjoroningrat,

1975: 340-341).

2. Faktor Malu ( Siri’).\

Setiap daerah memiliki budayanya masing-masing, hal ini terkadang

menjadi keunikan ataupun ciri khas setiap daerah. Beragam budaya tersebut

bisa menjadikannya berbeda dengan wilayah yang lain. Selain keunikannya

terkadang ada beberapa adat atau kebiasaan yang menjadi budaya yang

sebenarnya bersembrangan dengan aturan yang ada, baik aturan hukum

maupun aturan agama. Seperti halnya dengan perkawinan, di beberapa daerah

di Indonesia melegalkan perkawinan meskipun usianya masih tergolong masi

sangat muda. Tidak jarang perkawinan pada masyarakat adat bertentangan

dengan aturan yang ada di indnesia. Sama halnya dengan kabupaten

Bantaeng yang beberapa masyarakatnya masih mempertahankan budaya

turun temurun, sehingga masalah pernikahan pun tidak mengindahkan aturan

yang telah di tetapkan oleh pemerintah. Selain itu, budaya malu atau siri’ juga

menjadi budaya yang masih di junjung tinggi oleh beberapa masyarkat yang

ada di bantaeng. Budaya ini membawa beberapa masyarakat menikahkan

anaknya yang masih tergolong di bawah umur, karena mereka tidak ingin

anaknya melakukan hal-hal yang bisa menjadi buah bibir di masyarakat sekitar.
3. Kurang pengetahuan

Orang tua menikahkan anak yang masih usia belia tidak hanya karena keadaan

ekonomi yang kurang mampu, tetapi rendahnya kesadaran orang tua terhadap

pentingnya pendidikan anak pun menjadi salah satu pemicu berlangsungnya

sebuah perkawinan. Dengan pendidikan orang tua yang hanya lulus sekolah dasar

bahkan ada juga yang tidak sekolah sama sekali (buta huruf) dengan mudahnya

untuk segera melangsungkan sebuah penikahan kepada anak-anaknya. Karena

orang tua yang kurang mengerti ataupun memahami sebuah perkawinan yang ideal,

orang tua yang hanya lulus sekolah dasar atau tidak sekolah sama sekali (buta

huruf) ia hanya melihat anak yang sudah besar sehingga ia berfikir sudah waktunya

untuk menikah. Orang tua menikahkan anak karena mereka kurang mengerti

ataupun faham tentang seluk beluk sebuah perkawinan yang ideal. Ia hanya melihat

anak sudah besar atau sudah kelihatan dewasa, ia fikir hal seperti itu sudah cukup

untuk melangsungkan sebuah perkawinan. Begitu juga dengan anak yang hanya

lulus sekolah dasar atau yang masih dalam kondisi belajar baik pada bangku

sekolah dasar ataupun pada bangku sekolah menengah pertama, belum begitu luas

tentang pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, apalagi mengerti ataupun faham

sebuah perkawinan yang ideal, sehingga mau untuk dinikahkan karena masih

menuruti sama orang tua, orang tua menginginkan menikahkannya, sebagai seorang

anak tidak menolaknya. Dengan anaknya menikah orang tua merasa senang dan

bahagia. Sebagai seorang anak tidak dapat untuk menolaknya karena ketika

seorang anak tidak mau untuk dinikahkan orang tua merasa kecewa. Ketika seorang

anak ingin melanjutkan sekolah ke SLTP tetapi orang tua tidak mengijinkan dengan

alasan tidak ada biaya atau alasan-alasan yang lainnya. Kebanyakan masyarakat

melangsungkan perkawinan di bawah umur tidak hanya karena keadaan ekonomi

yang tidak mampu ataupun kurang mampu tetapi karena rendahnya kesadaran
orang tua maupun anak yang tidak memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang

luas tentang fenomena disekitarnya.

Orang tua tidak begitu memikirkan betapa pentingnya pendidikan bagi anak-

anaknya untuk meraih masa depan yang lebih baik selain menikah. Orang tua yang

hanya lulus sekolah dasar bahkan ada juga yang tidak sekolah (buta huruf), orang

tua jaman dulu yang pemikirannya masih belum maju seperti sekarang ia hanya

merasa senang dan bahagia ketika anaknya ada yang melamarnya, orang tua

merasa lega ketika anaknya sudah menikah dan lain sebagainya, ia tidak berfikir

ketika anaknya menikah masih di bawah umur, dilihat pendidikannya pun hanya

lulus sekolah dasar dan lain sebagainya tetapi ia tetap melangsungkannya. Sebagai

tokoh agama maupun tokoh masyarakat tidak dapat melarang keras bahwa

perkawinan di bawah umur tidak boleh dilaksanakan karena ketika orang tuanya saja

sudah mengijinkan, tidak ada yang bisa dilakukan selain mengijinkannya. Memang

pendidikan sangat penting bagi orang tua maupun anak, karena dengan pendidikan

dan pengetahuan yang luas ia dapat mempertimbangkan kembali apa yang mau

dilakukan, seperti halnya menikah jika pendidikan ataupun pengetahuan mereka

kurang maka ia hanya berfikir pendek. Ia mengira dengan menikahkan anak yang

masih di bawah umur dapat menjadi tenang dan senang karena sudah tidak memiliki

beban lagi, tetapi jika lebih difahami mendalam malah kasihan anak masih di bawah

umur sudah harus menjalankan yang semestinya belum saatnya mereka lakukan

yaitu menjalankan rumah tangga sebagaimana mestinya, itu terjadi karena

pendidikan ataupun pengetahuan orang tua maupun anak yang terbatas. Orang tua

merupakan panutan bagi anaknya sekaligus sebagai guru yang sangat penting bagi

perkembangan anak. Dengan putusnya dari bangku sekolah bagi anak yang tidak

lagi melanjutkan sekolahnya kejenjang yang lebih tinggi maka anak akan merasa

jenuh dan kesepian karena berkurangnya teman sebaya mereka.


4. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi menjadi faktor klasik yang membuat remaja melakukan

pernikahan dini didesa maccini baji kabupaten jeneponto faktor ekonomi secara

operasionalnya adalah sulit.Memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari – hari.

Sulitnya memenuhi kebutuhan ekonomi dan pendidikan membuat masyarakat

,orang tua mengabaikan norma - norma dan aturan yang berlaku. Dan salah satu

yang melatar belakangi yakni berasal dari keluarga dengan perekonomian

menengah kebawah yang tidak mempunyai pendapatan tetap hanya mengharapkan

hasil bumi untuk dikelola. , karena berasal dari keluarga tidak mampu hal ini sesuai

dengan pendapat ( KartiniKartono, 2009). Bahwa tekanan ekonomi , faktor

kemiskinan ada pertimbangan – pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan

kelangsungan hidupnya, khususnya dalam mendapatkan status sosial yang baik

tentunya menjadi sebuah keinginan bagi semua wanita .

Faktor kesulitan ekonomi, ada pertimbangan – pertimbangan ekonomis untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya menjadi hal yang mendorong seseorang.

Terlepas dari permasalahan ekonomi menurut penulis melakukan perbuatan seperti

diatas perlu mendapatkan perhatin khusus dari pihak yang terkait termasuk penegak

hukum dan semua lapisan masyarakat yang sadar atas masa depan generasi

bangsa karena praktek tersebut tak luput melibatkan pemuda penerus bangsai ni

karena jika semua melakukan pernikahan dini lantas siapa yang akan menjadi

penerus dimasa depan.

5. Agama

Ketika agama dilihat dan diperlakukan sebagai kebudayaan, yang terlihat adalah

agama sebagai keyakinan yang ada dan hidup dalam masyarakat manusia, bukan

agama yang terwujud sebagai petunjuk, larangan, dan perintah Tuhan yang ada di

dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad. Agama yang tertuang di dalam dua
teks suci tersebut bersifat sakral dan universal, sedangkan keyakinan keagamaan

yang hidup di masyarakat itu bersifat lokal, yaitu sesuai dengan kondisi, sejarah

lingkungan hidup, dan kebudayaan masyarakatnya (Suparlan, 2001: 185)

Adat atau tradisi yang berlaku didusun pammisorang kecamatan batang

kabupaten jeneponto ,mereka mempercayai seorang dukung/Sanro yang ada

dikampung tersebut karena sudah lama melakukan Ritual seperti pammungkara

jodoh agar cepat menikah dan memang adanya, sebagian masyarakat disana

mempercayai bahwa memang ritual seperti itu ada dan terbukti adanya dan sudah

lama adanya.

Namun demikian, pemahaman hubungan antara budaya dengan agama tetap

tidak bisa dipisahkan dari pemahaman normatif agama itu sendiri, yaitu agama

dalam bentuk larangan dan perintah. Pemahaman normatif menjadi titik tolak untuk

memahami bagaimana budaya memperkaya nilai normatif dan bagaimana nilai

normatif dipraktikkan oleh masyarakat budaya.

Masyarakat pammisorang desa maccini baji jika diberikan nasihat atau saran
mereka menganggap kita tidak baik , sok pintar dan sok tua untuk memberitahukan
kesalahan mereka, peneliti berharap agar adat yang ada ritual yang ada untuk
segera berakhir, masyarakat tidak lagi membawa anaknya untuk dilakukan
semacam ritual agar anak anak remaja bisa sekolah tinggi dan mempunyai masa
depan yang cerah .
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti uraikan sebelumnya, maka dapat peneliti

simpulkan, bahwa :

1. Hal yang melatar belakangi terjadinya ritual pammungkara jodoh terhadap pernikahan

dini pada remaja di dominasi oleh faktor ekonomi, di mana pendapatan petani belum
mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhannya keluarga, kemudian, kurangnya

pengetahuan masyarakat akan pentingnya pendidikan dan bahayanya dalam

pernikahan dibawah umur , dan sebagian masyarakat yang masih mempertahankan

budaya sehingga faktor Siri’ (malu) menjadi alasan mengapa orang tua mengingingkan

pernikahan dini anaknya ,kurangnya akhlak dan ilmu agama juga mempengaruhi

peningkatan pernikahan dini pada remaja didusun pammisorang desa maccini baji kec

batang kabupaten jeneponto .

2. Dampak yang akan timbul dengan adanya pernikahan dini, antara lainnya terjadinya

perceraian dini, dimana beberapa diantara pasangan muda hanya menjalani usia

pernikahan yang singkat oleh karena belum matang dalam mengambil keputusan,

sehingga hal yang mungkin masih dapat di perbaiki, akan tetapi para pasangan muda

tersebut memilih untuk berpisah. Dengan keputusan menikah dini serta bercerai muda

ini menambah daftar anak yang harus putus sekolah, selain itu perceraian dari adanya

perkawinan yang masih sangat muda memicu terjadinya penelantaran anak.

3. Pencegahan yang dapat disimpulkan dari hasil pertimbangan dari latar belakang serta

akibat yang di timbulkan dari ritual pernikahan dini adalah dengan meningkatkan

keyakinan dan kesadaran kepada masyarakat dan remaja setempat ,dan juga

kesadaran manusia taraf hidup serta mendorong kesadaran di sektor pengetahuan.

Mulailah dengan mempelajari cara mengolah kebun yang baik agar hasilnya bisa

mencukupi keseharian, sehingga alasan ekonomi bukan lagi menjadi alasan untuk

memilih menikah muda agar terlepas dari beban tanggung jawab sehari-hari. Kemudian

selanjutnya adalah perbaiki kualitas pendidikan, sadarilah bahwa pendidikan memiliki

masa depan yang baik bagi mereka yang menempuhnya. Kemudian perlu adanya

kerjasama di antara berbagai kalangan dalam mensosialisasikan dampak serta bahaya

dari pernikahan dini.

B. Saran
Berpijak pada temuan-temuan tersebut, maka peneliti merumuskan beberapa saran

yang sekira bisa menjadi salah satu yang dapat memberikan tambahan kepada berbagai

pihak, terkait Ritual Pammungkara Jodoh terhadap pernikahan pada remaja ini, sebagai

berikut:

1. Latar belakang terjadinya pernikahan dini pada remaja di kabupaten jeneponto antara

lain ; yang mendominasi adalah faktor ekonomi dimana sebagian masyarakat bekerja

sebagai petani, maka perlu kiranya masyarakat bekerjasama dengan pihak terkait

tentang cara dalam meningkatkan hasil dari pertaniannya untuk meningkatkan ekonomi,

agar hal ini bukan lagi menjadi alasan banyak orangtua yang memilih mengawinkan

anak- anak mereka yang masih remaja. Kemudian anggapan orangtua tentang

pendidikan yang hanya sekedar formalitas semata Perlu kiranya diluruskan bahwasanya

pendidikan penting dalam segala aspek, selain itu faktor lainnya orang tua dan keluarga

sehingga perlu kiranya mengontrol denga siapa serta lingkungan manakah tempat yang

baik untuk di pilih, selanjutnya menjunjung akan budaya memang sangatlah penting

akan tetapi perlu pula di pertimbangka akan dampaknya.

2. Dari beberpa akibat yag terjadi seperti bercerai dini, maka perlu kiranya setiap pasangan

berfikir yang matang dalam mengambil keputusan, agar tidak terjadi akibat lain seperti

penelantaran anak dan akibat lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, A. (2018). Studi Fenomenologi Persepsi Masyarakat Terhadap Pernikahan Usia Dini Di
Lingkungan Gernas Kelurahan Madatte. J-KESMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(2),
43-57
Arimurti, I., & Nurmala, I. (2018). Analisis Pengetahuan Perempuan Terhadap Perilaku
Melakukan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso. The
Indonesian Journal of Public Health, 12(2), 249-262.
ANAK, BPS Analisis Data Perkawinan Usia. di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2016.
Anam, Khoirul. Analisis al-Maslahah al-Mursalah terhadap program sekolah pra nikah oleh
Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) di Surabaya. Diss. UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2019.
Barat, Nusa Tenggara. Implementasi Program Pendewasaan Usia Perkawinan (Pup) Badan
Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional (Bkkbn) Dalam Upaya Pencegahan
Pernikahan Dini Studi Di Dp3akb Kabupaten Lombok Timur.
Dwinanda, Aditya Risky, Anisa Catur Wijayanti, and Kusuma Estu Werdani. "Hubungan Antara
Pendidikan Ibu dan Pengetahuan Responden dengan Pernikahan Usia Dini." Jurnal
Kesehatan Masyarakat Andalas 10.1 (2017): 76-81.
Fatmawati, F., Sutrisno, S., & Firdhausy, H. S. (2019). Program Informasi Konseling Remaja di
Sekolah dalam Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. HIGEIA (Journal of Public Health
Research and Development), 3(1), 135-146.
Gesa, Rabbil Sonya. Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat
Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo). Diss. Universitas
Muhammadiyah Surakrta, 2015
Hanum, Y., & Tukiman, T. (2015). Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Alat
Reproduksi Wanita. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 13(26).
Hasan, Hamzah. "PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (Analisis tentang Konsekuensi
Pemidanaan)." Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 6.1 (2018): 86-120.
Jannah, Umi Sumbulah Faridatul. "Pernikahan dini dan Implikasinya terhadap kehidupan
keluarga pada masyarakat madura (perspektif hukum dan gender)." EGALITA (2015).
Kementerian Kesehatan. 2015. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015-2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Lestari, H., Iman Santosa, N., & Priyo H, S. (2018). PRIMA. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Tingginya Pernikahan Dini Pada Wanita Usia Subur (Wus) Di Desa Suntalangu
Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat Tahun 2010-2015, 2.
Mahfudin, Agus, and Khoirotul Waqi'ah. "Pernikahan Dini dan Pengaruhnya terhadap Keluarga
di Kabupaten Sumenep Jawa Timur." Jurnal Hukum Keluarga Islam 1.1 (2016): 33-49.
Mai, J. T. (2019). TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR
DI LIHAT DARI SUDUT PANDANG UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974. LEX
CRIMEN, 8(4).
Muntamah, Ana Latifatul, Dian Latifiani, and Ridwan Arifin. "PERNIKAHAN DINI DI
INDONESIA: FAKTOR DAN PERAN PEMERINTAH (PERSPEKTIF PENEGAKAN DAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK)." Widya Yuridika 2.1 (2019): 1-12.
NURNAHARIAH, Nurnahariah; NUGROHO, Djoko; MAWARNI, Atik. Deskripsi Faktor-faktor
Pernikahan Dini pada WUS di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun
2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 2018, 6.5: 222-229.
NISA, Khairun; HASIBUAN, HA Lawali; LUBIS, Zaini Munawir. Aspek Hukum Pencatatan
Perkawinan menurut Hukum Indonesia di Desa Tumpatan Nibung Kecamatan Batang
Kuis Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 2019, 4.2: 50-59.
Oktavia, E. R., Agustin, F. R., Magai, N. M., Widyawati, S. A., & Cahyati, W. H. (2018).
Pengetahuan Risiko Pernikahan Dini pada Remaja Umur 13-19 Tahun. HIGEIA (Journal
of Public Health Research and Development), 2(2), 239-248.
Purba, M. B. A. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Usia Pernikahan Dini di
Dusun I Desa Baru Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017.
RIDHA, ICHWANTY SABIR. Persepsi Masyarakat tentang Perkawinan di bawah umur di Desa
Ara Kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. Diss. universitas negeri makassar,
2014.
Statistik, Badan Pusat. "Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012." Jakarta:
Badan Pusat Statistik 44 (2013): 122.
YULIVINA, Evita; PERTIWI, Fenti Dewi; AVIANTY, Ichayuen. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Pus (Pasangan Usia Subur) Di Kelurahan Pasir
Jaya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Tahun 2018. Promotor, 2018, 1.1.
Hasan, H. (2018). PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR (Analisis tentang Konsekuensi
Pemidanaan). Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan, 6(1), 86-120

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
DOKUMENTASI

INFORMAN KUNCI KUA (BT)

Anda mungkin juga menyukai