Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


“UROLITHIASIS”

Dosen Pengampu : Asep Badrujamaludi, BN.,MN.,RN.

Oleh :
REGINA AMALIA
NPM. 2111.17.002

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (D-3)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
UROLITHIASIS

A. KONSEP DASAR UROLITHIASIS


1. Pengertian Urolithiasis
Batu Saluran Kemih (urolithiasis) adalah kondisi dimana terdapat masa keras
berbentuk batu kristal di sepanjang saluran kemih sehingga menimbulkan rasa
nyeri, pendarahan dan infeksi. Pembentukan batu seperti zat kalsium, oksalat,
asam urat dan/atau zat yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah
(Moe, 2006; Pearle, 2005).
2. Klasifikasi
Berikut adalah istilah istilah penyakit batu berdasarkan letak batu antara lain:
1) Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
2) Ureterolithiasis disebut juga batu pada ureter
3) Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/batu buli
4) Uretrolithisai disebut sebagai batu pada uretra
3. Etiologi
Penyebab terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk
diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami
hambatan aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli-
buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel,
obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), struktur
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu (Prabowo & Pranata, 2014).
Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain
faktor endogen seperti hiperkalsemia, hiperkalsiuria, pH urin yang bersifat asam
maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang
dengan keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang
pembentukan batu, sedangkan faktor eksogen 15 seperti kurang minum atau
kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam
pelvis renal akibat ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu
panas menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah
pengurangan produksi urin dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan
yang mengandung purin yang tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh
pada terbentuknya batu (Boyce, 2010; Corwin, 2009; Moe, 2006).
4. Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan menurunnya volume urin akibat
dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang umum
terjadi (Colella, et al., 2005), selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya
urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama bekal
identifikasi penyebab urolithiasis.
5. Manifestasi Klinis
Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak batu,
tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih (Brooker, 2009).
Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien urolithiasis:
1) Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik
dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada saluran
kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar (Brooker,
2009). Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada
saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri (Purnomo, 2012).
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal (Purnomo, 2012) sehingga menyebabkan
nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostaglandin E2 ginjal
(O’Callaghan, 2009). Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak
turun dan menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan
menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada
wanita. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khsusnya
nefrolithiasis (Brunner & Suddart, 2015).
2) Gangguan miksi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urin (urine flow)
mengalami penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Pada
pasien nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urin
yang masuk ke vesika urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien
uretrolithisai, obstruksi urin terjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan
untuk mengeluarkan urin ada namun hambatan pada saluran menyebabkan urin
stagnansi (Brooker, 2009). Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar
secara spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat
ureter menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli
(Purnomo, 2012).
3) Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering mengalami
desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini akan
menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang
dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria) (Brunner & Suddart, 2015).
Hematuria tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi
pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria
yang masive, hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan
memiliki sensitivitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang
tajam pada sisinya (Brooker, 2009).
4) Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada
pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stress yang
tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung (Brooker, 2009). Selain itu, hal
ini juga dapat disebabkan karena adanya stimulasi dari celiac plexus, namun
gejala gastrointestinal biasanya tidak ada (Portis & Sundaram, 2001).
5) Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain.
Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh
darah di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan
kedaruratan dibidang urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak
kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis
dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik
(Purnomo, 2012).
6) Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan teraba
bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika (Brooker,
2009).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan urolithiasis
antara lain pemeriksaan laboratorium dan pencitraan, yaitu:
1) Kimiawi darah dan pemeriksaan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium,
asam urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total (Portis & Sundaram, 2001).
2) Analisis kimia dilakukan untuk menentukan komposisi batu.
3) Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bakteri dalam urin
(bacteriuria) (Portis & Sundaram, 2001).
4) Foto polos abdomen (Kidney-ureter-bladder/KUB radiography)
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya
batu radio-opak di saluran kemih.
5) Intra Vena Pielografi (IVP)
IVP merupakan prosedur standar dalam menggambarkan adanya batu pada
saluran kemih. Pyelogram intravena yang disuntikkan dapat memberikan
informasi tentang baru (ukuran, lokasi dan kepadatan batu), dan lingkungannya
(anatomi dan derajat obstruksi) serta dapat melihat fungsi dan anomali (Portis
& Sundaram, 2001).
6) Ultrasonografi (USG)
USG sangat terbatas dalam mendiagnosa adanya batu dan merupakan
manajemen pada kasus urolithiasis. Meskipun demikian USG merupakan jenis
pemeriksaan yang siap sedia, pengerjaannya cepat dan sensitif terhadap renal
calculi atau batu pada ginjal, namun tidak dapat melihat batu di ureteral (Portis
& Sundaram, 2001). USG dikerjakan bila pasien tidak memungkinkan
menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan seperti alergi
terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, pada pada wanita yang
sedang hamil (Brunner & Suddart, 2015; Purnomo, 2012). Pemeriksaan USG
dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli, hidronefrosis, pionefrosis,
atau pengerutan ginjal (Portis & Sundaram, 2001).
7. Komplikasi
Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat
menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien yang berada pada tahap ini dapat
mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan
hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal
ginjal yang akan menunjukkan gejala-gejala gagal ginjal seperti sesak, hipertensi,
dan anemia (Colella, et al., 2005; Purnomo, 2012). Selain itu stagnansi batu pada
saluran kemih juga dapat menyebabkan infeksi ginjal yang akan berlanjut menjadi
urosepsis dan merupakan kedaruratan urologi, keseimbangan asam basa, bahkan
mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh
(Colella, et al., 2005; Portis & Sundaram, 2001; Prabowo & Pranata, 2014).
8. Penatalaksanaan Medis
Terapi umum untuk mengatasi gejala batu saluran kemih adalah pemberian
analgesik yang harus diberikan segera pada pasien dengan nyeri kolik akut yaitu
Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol dengan
memperhatikan dosis dan efek samping obat merupakan pilihan pertama. Obat
golongan NSAID yang dapat diberikan antara lain diklofenak, indometasin, atau
ibuprofen. Pada pasien yang belum diketahui fungsi ginjalnya, pemberian
analgetika sebaiknya bukan NSAID karena ada beberapa kontraindikasi yang perlu
diperhatikan.
Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan
melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran
kemih tanpa intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan
batu), mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal:
ureterorenoscopy (URS), Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/
ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi, pyelolithotomi,
uretrolithotomi, sistolithotomi (Brunner & Suddart, 2015; Gamal, et al., 2010;
Purnomo, 2012; Rahardjo & Hamid, 2004).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Kaji terhadap nyeri dan rasa tak nyaman; keparahan dan letak bersamaan
dengan setiap penjalaran nyeri.
2) Kaji terhadap adanya gejala yang berkaitan yaitu mual, muntah, diare dan
distensi abdomen.
3) Amati terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih (menggigil, demam, disuria,
frekuensi, dan anyang-anyangan) dan obstruksi (sering berkemih dengan
jumlah urin sedikit, oliguria, atau anuria).
4) Amati urin terdapat adanya darah; mengejan karena adanya batu atau kerikil.
5) Fokuskan riwayat pada faktor yang mencetuskan batu saluran kemih atau dapat
mencetuskan episode kolik renalis atau ureteral terakhir.
6) Kaji pengetahuan pasien tentang batu renalis dan tindakan untuk mencegah
kekambuhannya atau kejadiannya.
2. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
1 DS: Asupan nutrisi yang mengandung Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri di daerah Ca berlebih, dll

perut bagian bawah dan tembus ke
Pengendapan menjadi kristal
belakang 
DO: Batu ginjal
- Klien nampak meringis 
Obstruksi saluran kemih
- Nyeri tekan pada perut bagian

bawah (daerah simpisis) Peningkatan tekanan hidrostatik

Kontraksi ureteral meningkat

Trauma ginjal

Pelepasan mediator nyeri
(histamine, prostaglandin,
bradikinin, serotonin)

Ditangkap reseptor nyeri

Nyeri dipersepsikan

Nyeri Akut
2 DS: Urolithiasis Gangguan eliminasi urin
Klien mengatakan susan BAK, 
Ginjal, ureter, bladder, uretra
BAK tidak lancar dan menetes

(dribbling), sering merasa ingin Obstruksi saluran kemih
BAK namun urin tidak keluar. 
DO: Hambatan aliran urin

- Hematuria
Peningkatan tekanan
- Retensi urin 
- Distensi kandung kemih dan Hidronefrosis
abdomen 
Distensi saluran kemih

Gangguan eliminasi urin
3 DS: Urolithiasis Risiko Infeksi
Klien mengatakan sulit BAK dan 
Ginjal, ureter, bladder, uretra
seperti tertahan.
DO: Obstruksi batu mencederai
- Hematuria  
Pemasangan Sepsis/Hematuria
- Distensi saluran kemih
Kateter
- Terpasang kateter

Risiko Infeksi

3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut behubungan dengan obstruksi saluran kemih ditandai dengan
adanya nyeri tekan pada perut.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan hambatan aliran urin diitandai
dengan BAK tidak lancar dan menetes (dribbling).
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan terpasangnya kateter.
4. Rencana Keperawatan (Nursing Care Plan)

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 Nyeri akut behubungan dengan obstruksi Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri (I.08238)
saluran kemih ditandai dengan adanya selama 3x24 jam tingkat nyeri menurun Observasi Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui lokasi,
nyeri tekan pada perut. dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri karakteristik, durasi, frekuensi,
- Skala nyeri dalam tingkat ringan (1-3) 2. Identifikasi skala nyeri kualitas, intensitas nyeri
- Mampu mengatasi rasa nyeri secara 3. Identifikasi respon non verbal 2. Untuk mengetahui skala nyeri
Terapeutik 3. Untuk mengetahui respon non
mandiri
4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk verbal
- Mobilitas fisik tidak terganggu mengurangi rasa neyri Terapeutik
- Status kenyamanan meningkat Kolaborasi 4. Untuk membantu mengurangi
5. Kolaborasi pemberian analgetik rasa nyeri
Kolaborasi
5. Untuk membantu mengurangi
rasa nyeri secara farmakologis
2 Gangguan eliminasi urin berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Eliminasi Urin (I.04152) Manajemen Eliminasi Urin
dengan hambatan aliran urin diitandai selama 3x24 jam eliminasi urin membaik Observasi (I.04152)
1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau Observasi
dengan BAK tidak lancar dan menetes dengan kriteria hasil:
inkontinensia urin. 1. Untuk mengetahui tanda dan
(dribbling). - Sensasi berkemih meningkat 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan gejala adanya retensi atau
- Distensi kandung kemih menurun retensi atau inkontinensia urin. inkontinensia urin
3. Monitor eliminasi urin. 2. Untuk mengetahui faktor
- Urin menetes (dribbling) menurun.
Terapeutik penyebab retensi atau
4. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih. inkontinensia urin
5. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau 3. Untuk mengetahui frekuensi,
kultur. konsistensi, aroma, voume, dan
Edukasi warna urin
6. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran Terapeutik
kemih 4. Untuk mendokumentasikan waktu
7. Ajarkan mengambil spesimen urin berkemih
midstream 5. Untuk kebutuhan pemeriksaan
laboratorium
Kolaborasi Edukasi
8. Kolaborasi pemberian supositoria uretra, jika 6. Untuk memberi pengetahuan
perlu tentang tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
7. Untuk memberitahu cara
mengambil spesimen urin secara
mandiri
Kolaborasi
8. Untum memaksimalkan
penyerapan zat dan efek obat
3 Risiko infeksi dibuktikan dengan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539) Pencegahan Infeksi (I.14539)
terpasangnya kateter. selama 3x24 jam kontrol risiko meningkat Observasi Observasi
1. Monitor tanda dan gejala inseksi 1. Mengetahui tanda dan gejala
dengan kriteria hasil:
Terapeutik infeksi
- Kemampuan mencari informasi tentang 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak Terapeutik
faktor risiko meningkat dengan pasien dan lingkungan pasien 2. Mencegah pemaparan agen
Edukasi infeksi
- Kemampuan mengidentifikasi faktor
3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi Edukasi
risiko meningkat 3. Memberikan pemahaman
- Kemampuan melakukan strategi kontrol mengenai tanda dan gejala infeksi
risiko meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Bab II Tinjauan Pustaka.


http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/7842/6.%20BAB%2
0II.pdf?sequence=6&isAllowed=y. Diperoleh tanggal 11 Juli 2020.
Baughman, Diane C., Hackley, JoAnn C. (2000). Keperawatan Medikal Bedah Buku
Saku dari Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC

Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis


Batu Saluran Kemih. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesi: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

____. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

____. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Raha, Septian. Analisa Data Batu Saluran Kemih (Urolithiasis).


https://www.slideshare.net/mobile/septianraha/analisa-data-batu-saluran-
kemih-ella. Diperoleh tanggal 11 Juli 2020.

Wulandari, Rizani. Woc Batu Saluran Kemih.


https://www.academia.edu/36599432/woc_batu_saluran_kemih. Diperoleh
tanggal 11 Juli 2020.

Anda mungkin juga menyukai