Anda di halaman 1dari 12

HALAMAN SAMPUL

STUDI KASUS GANGGUAN JIWA BERAT DENGAN PENDEKATAN


KEDOKTERAN KELUARGA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MARADEKAYA

DISUSUN OLEH:
Suandih Zulkarnain S., C014182017
Diah Nurul Islami M., C014182056
Muthiah Nur Afifah, C014182058

SUPERVISOR:
Dr. dr. Suryani Tawali, MPH

BAGIAN KEDOKTERAN KOMUNITAS DAN KEDOKTERAN PENCEGAHAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MARET, 2020
STUDI KASUS GANGGUAN JIWA BERAT DENGAN PENDEKATAN
KEDOKTERAN KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MARADEKAYA

Suandih Zulkarnain S.1*, Diah Nurul Islami M.1*, Muthiah N. Afifah1*, Suryani Tawali1*

1) Bagian Kedokteran Komunitas dan Kedokteran Pencegahan


*Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

ABSTRAK

Gangguan jiwa mempengaruhi hubungan antara dirinya sendiri dan juga masyarakat
sehingga berdampak besar dalam kualitas hidup penderita. Prognosis penyakit ini
ditentukan oleh beberapa hal salah satunya yaitu dukungan keluarga. Strategi
penanganan yang baik pada kasus gangguan jiwa meliputi identifikasi faktor risiko,
masalah klinis, serta penatalaksanaan dengan pendekatan pasien dan keluarga. Studi
deskriptif ini diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, kunjungan rumah,
perlengkapan data keluarga, analisa psikososial, lingkungan, dan penilaian berdasarkan
diagnosis holistik. Kasus ini mendeskripsikan seorang pasien 58 tahun di wilayah kerja
Puskesmas Maradekayya dengan gangguan jiwa berat yaitu skizofrenia. Didapatkan
faktor resiko internal yaitu adanya stressor dimasa lalu dan kurangnya pengetahuan
penderita tentang penyakitnya. Faktor resiko eksternal yaitu kurangnya dukungan dan
pengetahuan keluarga untuk memotivasi pasien untuk berobat. Keluarga diberikan
konseling dan edukasi untuk segera memulai kembali terapi pasien, pola makan yang
baik, pentingnya meminum obat secara rutin dan kontrol kondisi penderita di
puskesmas. Keluaraga merupakan suppport system yang utama bagi penderita
gangguan jiwa dalam mempertahankan kesehatannya dan membantu pasien menjalani
pengobatan. Pengobatan yang membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama antara
dokter keluarga dan keluarga pasien. Dokter keluarga tidak hanya menyelesaikan
masalah klinis pasien, tetapi juga mencari dan memberi solusi atas hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pasien dan keluarga.

Kata kunci : Gangguan Jiwa, Puskesmas Maradekayya, Kedokteran keluarga

2
CASE STUDY OF SEVERE MENTAL DISORDERS WITH FAMILY
MEDICINE APPROACHES IN PUSKESMAS MARADEKAYYA WORKING
AREA
Suandih Zulkarnain S.1*, Diah Nurul Islami M.1*, Muthiah N. Afifah1*, Suryani Tawali1*

1) Community Medicine and Preventive Medicine


*Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

ABSTRACT

Mental disorders affect the relationship between himself and the community so that a major
impact on the quality of life of sufferers. The prognosis of this disease is determined by
several things one of which is family support. Good management strategies in cases of
mental disorders include the identification of risk factors, clinical problems, and
management with a patient and family approach. This descriptive study was obtained
through history taking and physical examination, home visits, family data equipment,
psychosocial analysis, environment, and assessment based on a holistic diagnosis. This
case describes a 58-year-old patient in the working area of Puskesmas Maradekayya with
a severe mental disorder, schizophrenia. Internal risk factors are obtained, namely the
presence of stressors in the past and the lack of patient knowledge about the disease.
External risk factors include lack of family support and knowledge to motivate patients to
seek treatment. The family is given counseling and education to immediately restart patient
therapy, a good diet, the importance of taking medication regularly and control the patient's
condition at the health center. Family is a major support system for people with mental
disorders in maintaining health and helping patients undergo treatment. Treatment requires
a long time and cooperation between the family doctor and the patient's family. The family
doctor not only resolves the patient's clinical problems, but also seeks and provides
solutions to matters that affect the health of the patient and family.

Key Word : Mental Disorder, Puskesmas Maradekayya, Family Medicine

3
LATAR BELAKANG

Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku individu yang berkaitan dengan suatu
gejala penderitaan dan pelemahan didalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia,
yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, gaangguan tersebut mempengaruhi hubungan
antara dirinya sendiri dan juga masyarakat (Maslim, 2001). Adapun hal yang
mempengaruhi terjadinya gangguan kejiwaan yaitu faktor biologis, faktor psikologis dan
faktor sosial (WHO, 2012).
Sepertiga penderita gangguan kesehatan jiwa terjadi di Negara berkembang.
Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang, dengan
kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa
berat, 14 % diantaranya mengalami pasung. Dari 34 provinsi di Indonesia, prevalensi
masalah skizofrenia di Sulawesi Selatan merupakan peringkat ke-6 yaitu 8,8 per 1000
rumah tangga (Depkes RI, 2019). Walaupun insiden rendah, namun angka prevalensi
meningkat karena penyakit ini termasuk kronis. Di wilayah kerja Puskesmas
Maradekaya terdapat 50 orang pasien mengalami skizofrenia dari sekitar 22.385 jumlah
seluruh penduduk di wilayah tersebut.
Selain itu, berdasarkan data Riskesdas (2018) diketahui bahwa penderita gangguan
jiwa berat sebagian besar tersebar di masyarakat dibandingkan yang menjalani
perawatan di rumah sakit, sehingga diperlukan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan gangguan jiwa. Namun, Kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai gangguan jiwa menyebabkan penderita kerap kali mendapatkan perilaku yang
tidak menyenangkan dari masyarakat bahkan dari keluarga penderita sendiri (Lubis,
2015).
Peran anggota keluarga sangat berpengaruh dalam proses pengendalian
kekambuhan penderita dan pengoptimalan terapi sehingga penderita dapat
menjalankan fungsi kesehariannya dengan maksimal. Oleh karena itu, dokter keluarga
dalam melihat kasus gangguan jiwa berat berperan besar dalam melakukan pendekatan
secara holistik dan komprehensif. Kunjungan kasus langsung kerumah pasien dilakukan
berdasarkan konsep Mandala of Health untuk mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal penyebab kekambuhan penyakit maupun ketidakteraturan berobat

4
DESKRIPSI KASUS

Tn. X, laki-laki berusia 58 tahun dibawa oleh sang Istri ke Puskesmas Maradekayya
dengan keluhan sering mengamuk. Keluhan dirasakan sejak kurang lebih 20 tahun lalu.
Keluhan pasien diawali dengan sikap mengurung diri dan tidak mau bertemu dengan
orang banyak. Keluhan juga disertai dengan perubahan waktu tidur pasien, sehingga
pada malam hari pasien sering keluar rumah untuk berjalan jalan dan berteriak-teriak
mengeluarkan kata kata kasar. Menurut keterangan Istri, pasien biasa mendengar
suara-suara yang membuat nya berteriak-teriak pada malam hari.
Awal perubahan perilaku dimulai saat terjadi kebakaran di Pusat Pertokoan 20
tahun lalu dimana pasien bekerja sebagai satpam. Saat itu pasien hendak menolong
seorang korban yang terjepit pagar namun korban tidak dapat diselamatkan.
Saat terjadi perubahan perilaku pada pasien, sang istri membawa pasien untuk
berobat di RSKD Dadi, saat itu pasien tidak menjalani rawat inap dan hanya
mendapatkan obat untuk rawat jalan. Namun, pasien enggan meminum obat dan pihak
keluarga kesulitan untuk memaksa pasien minum obat. Akhirnya pasien dibiarkan
tinggal di rumah tanpa menjalani pengobatan dan tidak beraktifitas lagi seperti
sebelumnya.

Gambar 1. Genogram

5
Pasien tinggal bersama istri dan satu orang anaknya. Anak pertama pasien
meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas. Didalam keluarga tidak ada riwayat
anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa. Karena pasien yang sebagai kepala
keluarga kini tidak bekerja, maka sang istri menggantikan peran suami dengan
berjualan di depan rumah yang dibantu oleh anaknya. Pola pengobatan pasien bersifat
kuratif, yaitu mencari pengobatan ke puskesmas. Sedangkan untuk anggota keluarga
yang lain, pencarian pelayanan kesehatan dilakukan jika sakit saja. Pasien beserta
keluarganya tinggal di rumah dengan 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 dapur.
Kebersihan dan ventilasi rumah cukup.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, suhu
36.5°C; nadi: 80x/menit; nafas: 20 x/menit; berat badan: 50 kg; tinggi badan: 165 cm.
Konjungtiva normal. Regio thoraks dalam batas normal dan terdapat nyeri tekan
abdomen.
Gambar 2 merangkum interaksi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keadaan
kesehatan pasien. Sesuai konsep Mandala of Health, 1) masalah personal yang didapat
pada pasien adalah Pasien tidak merasa sakit namun sering mendengar bisikan-
bisikan, pasien tidak menyadari pentingnya minum obat dan tidak menjalankan ibadah.
2) Diagnosis kerja yang didapat adalah skizofrenia. (ICD10-F20.9); 3) Aspek risiko
internal yang didapatkan pada Tn X adalah pasien pernah mengalami suatu kejadian
dalam hidupnya yang membuatnya trauma dan mengurung diri dalam waktu lama. 4)
Aspek risiko eksternal yang didapatkan yaitu pasien tidak mendapatkan dukungan
lingkungan yang kuat untuk keluar dari kebiasaannya menutup diri. 5) secara skala
fungsional pasien digolongkan dalam derajat 4 (empat), yaitu pasien tidak melakukan
aktivitas kerja, tergantung pada keluarga. Rencana penanganan terhadap pasien ini
yaitu edukasi agar keluarga pasien mau melanjutkan kontrol di RS agarpemberian dan
pemantauan obat jiwa dapat dilakukan di puskesmas setelah mendapatkan rujukan
balik dari RS.

6
Gambar 2. Mandala of Health

7
Gambar 3. Kunjungan Rumah dan Pemeriksaan klinis Penderita

PEMBAHASAN
Kunjungan dilakukan pada tanggal 3 Maret 2020 untuk pendekatan dan perkenalan
terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan kedatangan, diikuti dengan
anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang telah diderita. Berdasarkan hasil
kunjungan, didapatkan masalah seorang laki-laki yang telah menderita gangguan jiwa
selama kurang lebih 20 tahun lamanya. Dalam jangka waktu itu, pasien tidak pernah
mendapatkan pengobatan yang adekuat terhadap penyakitnya. Awal perubahan penyakit
pasien dimulai saat pasien bekerja sebagai seorang sekuriti di toko pusat perbelanjaan,
saat itu pasien hendak menolong seorang pengunjung yang terjebak kebakaran namun
pengunjung tersebut meninggal dihadapan pasien.
Sejak saat itu, pasien mulai menutup diri dan menunjukkan perubahan perilaku.
Akhirnya pasien dibawa ke RSKD Dadi dan didiagnosis dengan skizofrenia. Namun, pasien
ini tidak pernah dirawat inap, sehingga tidak pernah mendapatkan pengobatan yang
adekuat..Stres atau sebuah trauma yang hebat terhadap kejadian dapat memicu timbulnya
gangguan jiwa seperti skizofrenia. Menurut Gomes dan Grace 2017, munculnya gangguan
jiwa pada orang dewasa dapat terjadi oleh dua mekanisme. Pertama, karena adanya
paparan terhadap stressor yang berkelanjutan dan substansial yang dapat memicu
kerusakan pada hipokampus di otak dan mengarah pada munculnya psikosis di kemudian
hari. Kedua, karena faktor genetik maupun gestasional yang menyebabkan terganggunya
regulasi dalam respon stress pada korteks prefrontal. Dalam hal ini, walaupun seorang

8
pasien mengalami stress yang ringan-sedang, hal tersebut sudah cukup untuk
menyebabkan munculnya gangguan jiwa dikemudian hari seperti yang ada pada gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme Stres Memicu Psikosis

Pada pasien dengan skizofrenia, akan didapatkan gangguan mood, isi pikir dan
tingkah laku dari penderitanya. Hal ini yang menyabakan hendaya pada pasien dalam
berbagai aspek (Dziwota, et al. 2018). Pada kasus ini, pasien tidak rutin berobat akibat
kondisi pasien yang tidak merasa bahwa ia memiliki gangguan dan tidak menyadari
pentingnya minum obat Akhirnya, keluarga pasien cenderung pasrah dengan keadaan
pasien yang selalu menolak untuk diminta berobat ke dokter, sehingga pasien tidak pernah
melanjutkan kembali obatnya meskipun jarak rumah pasien ke fasilitas kesehatan masih
cukup terjangkau, selain itu pasien juga terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)
dalam Kartu Indonesia Sehat (KIS). Padahal, keluarga adalah pengasuh utama pada
pasien dengan gangguan jiwa, dimana pada keadaan ini memang akan membutuhkan
usaha yang luar biasa untuk memastikan pasien ingin berobat (Caqueo-Urízar, A. et al.
2017).
Pasien kini tinggal bertiga bersama istri dan anaknya. Sehingga aspek psikosial dan
ekonomi juga berperan penting, diketahui bahwa pengetahuan keluarga mengenai penyakit
masih kurang. Selain itu, karena perubahan perilaku pasien, akhirnya sekarang pasien
tidak memiliki aktivitas apapun diluar rumah, sehingga beban kehidupan sehari-hari
ditanggung oleh istri dan anak pasien yang bekerja dirumah dengan berjualan jajanan. Hal
ini berdampak pada pendapatan sehari-hari yang terbilang kecil namun masih cukup untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari. Namun, sulitnya keadaan ekonomi berdampak pada

9
kurangnya dorongan keluarga dalam mendukung pasien untuk mendapatkan pengobatan
yang paripurna.
Dalam masyarakat, keberadaan penderita gangguan jiwa juga sering dianggap
berbahaya, mereka seringkali disembunyikan, dikucilkan, dan tidak diobati karena malu.
Padahal jika mendapatkan pengobatan yang baik, kelainan isi pikir dan perilaku dari
penderita dapat dikontrol. Golongan obat utama yang dibutuhkan berupa Antipsikotik untuk
mengobati gejala gangguan dan bukan suatu penyembuhan skizofrenia. Sebuah studi yang
disebutkan oleh Sadock dan Sadock menyebutkan bahwa hanya 10-20% pasien memiliki
hasil akhir yang baik selama periode 5 sampai 10 tahun setelah rawat psikiatrik yang
pertama, sedangkan lebih dari 50% pasien memiliki gambaran hasil yang buruk dan
membutuhkan rawat inap berulang. Dalam masa pemulihan ini, 20-30% pasien mampu
hidup normal, 20-30% masih mengalami gejala yang sedang dan 40-60% dari pasien terus
terganggu secara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya (Sadock &
Sacdock, 2010).
Meskipun secara umum gangguan ini memiliki prognosis tidak baik dan
membutuhkan waktu terapi jangka panjang, kehadiran anggota keluarga yang menerima
kondisi pasien dan dukungan dalam pemberian terapi merupakan faktor yang dapat
dimaksimalkan (Harrow M. 2018). Konseling kepada pihak keluarga dan pendekatan
komprehensif dari tenaga kesehatan maupun sektor terkait dibutuhkan sebagai solusi untuk
mendukung penderita segera memulai pengobatan secara teratur. Selain itu, edukasi bagi
masyarakat sekitar juga perlu dilakukan agar mereka dapat memberikan dukungan sosial
dan moril kepada penderita dan keluarganya.
Saat ini pasien hanya makan sekali sehari jika pasien meminta kepada istri nya.
Karena, jika pasien ditawari makanan saat belum meminta sendiri, pasien akan membuang
makanannya. Begitupula dengan kebersihan diri, pasien baru akan mandi jika dipaksa oleh
anaknya. Selain itu kebiasaan tidur pasien menjadi hal yang sangat dikeluhkan oleh
keluarga. Pasien selalu gelisah pada malam hari dan biasanya baru tertidur pada saat
subuh.
Selain faktor internal dari keluarga pasien itu sendiri, faktor eksternal berupa
dukungan dari lingkungan dan sanak keluarga pasien yang lain juga turut berperan dalam
memaksimalkan pengobatan dari pasien. Pasien memiliki sanak keluarga yang kooperatif

10
dan siap membantu untuk kontrol pengobatan pasien, hanya saja pasien tinggal berjauhan
dengan sanak keluarga yang lain, sehingga hal tersebut yang menimbulkan keterbatasan
pasien dalam menjangkau fasilitas kesehatan. Disamping hal tersebut, dukungan orang
terdekat seperti tetangga juga sangat berpengaruh. Pasien memiliki tetangga yang telah
paham dengan kondisi jiwa pasien, sehingga jika pasien berjalan-jalan keluar rumah,
tetangga pasien akan mengarahkan pasien untuk kembali pulang ke rumahnya. Selain itu,
lingkungan pasien tidak memberikan stigma negatif terhadap penyakit yang diderita pasien,
sehingga tidak menambah beban baru bagi keluarga.
Pada kasus gangguan jiwa, pemberdayaan puskesmas sebagai fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) sangat dibutuhkan, walaupun banyak diagnosa dengan gangguan
jiwa tidak dapat ditangani secara tuntas di layanan primer. Namun, pendekatan pasien
secara holistik pada pasien dengan gangguan jiwa sangat mungkin untuk dilaksanakan di
layanan primer, seperti upaya pencegahan, maintenance pengobatan dan rehabilitasi
pasien gangguan jiwa. Selain itu peran Fasilitas Kesehatan Primer dalam mengedukasi
masyarakat dan melakukan deteksi dini pada pasien dengan gangguan jiwa memberikan
pengaruh yang besar dalam peningkatan kualitas hidup penderita, mengurangi stigma dan
diskriminasi serta meningkatkan akses pengobatan tanpa menjauhkan pasien dari keluarga
(Rehman, DT. et al. 2019).

KESIMPULAN
Gangguan jiwa adalah penyakit yang menyebabkan gangguan mood, pola pikir dan
perilaku penderitany. Perubahan tersebut tentu akan mengganggu kehidupan pribadi
maupun sosial dari pasien. Jika keluarga atau orang terdekat pasien memiliki pengetahuan
yang cukup terhadap penyakit pasien, maka dengan pengobatan yang teratur, perilaku
pasien dapat dikontrol. Selain itu peran Fasilitas Kesehatan Primer dalam mengedukasi
masyarakat dan melakukan deteksi dini pada pasien dengan gangguan jiwa memberikan
pengaruh yang besar dalam peningkatan kualitas hidup penderita, mengurangi stigma dan
diskriminasi serta meningkatkan akses pengobatan tanpa menjauhkan pasien dari
keluarga.

11
DAFTAR PUSTAKA

Caqueo-Urízar, A., Rus-Calafell, M., Craig, T.K.J. et al. 2017. Schizophrenia: Impact on
Family Dynamics. Curr Psychiatry Rep 19, 2. https://doi.org/10.1007/s11920-017-
0756-z
Depkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia
Dziwota, E., Stepulak, M. Z., Włoszczak-Szubzda, A., and Olajossy, M. (2018). Social
functioning and the quality of life of patients diagnosed with schizophrenia. Ann Agric
Environ Med., 25(1), pp.50-55. https://doi.org/10.5604
Gomes, FV. Grace, A.(2017) .Adolescent Stress as a Driving Factor for Schizophrenia
Development - A Basic Science Perspective. US: Schizophrenia Bulletin vol. 43 (3)
pp. 486–489
Harrow, M., & Jobe, T. H. (2018). Long-term antipsychotic treatment of schizophrenia:
does it help or hurt over a 20-year period?. World psychiatry : official journal of the
World Psychiatric Association (WPA), 17(2), 162–163.
https://doi.org/10.1002/wps.20518
Lubis, N. (2015). Pemahaman Masyarakat Mengenai Gangguan Jiwa dan
Keterbelakangan Mental. Jakarta: Riset & PKM, Vol 2 (3) pp. 301-444
Maslim,Rusdi. (2001).Buku saku Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ- III.
Jakarta: Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya
Rehman, D. T., Amjad, D. T., Minhas, D. F., Kamran, D. J., & Shah, D. N. (2019).
Integration Of Mental Health Into Primary Healthcare - A Challenge For Primary Care
Physicians. Pakistan Armed Forces Medical Journal, 69(SUPPL 2), S286-92.
Retrieved from https://www.pafmj.org/index.php/PAFMJ/article/view/2892
Sadock BJ, Sadock VA. (2010). Skizofrenia, dalam Kaplan & Sadock Buku ajar psikiatri
klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; p.147-68.
World Health Organization (WHO). (2012). Risks To Mental Health: An Overview Of
Vulnerabilities And Risk Factors.Geneva

12

Anda mungkin juga menyukai