Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan tentang dasar teori yang berkaitan dengan material
bahan dan pengujian inspeksi Eddy Current Test yang dilakukan.

3.1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Pembangkit listrik tenaga uap adalah pembangkit yang mengendalikan
energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk utama
pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang di hubungkan ke turbin dimana
untuk memutar turbin diperlukan energi kinetik dari uap panas atau kering.
Pembangkit listrik tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar
terutama batu-bara dan minyak bakar serta MFO (Marien Fuel Oil) untuk start
awal (Utami, 2015).

(Sumber : https://septembersharon.wordpress.com/)
Gambar 3.1 Pembangkit listrik tenaga uap

A. Komponen Utama pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap


Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan mesin pembangkit termal
yang terdiri dari komponen utama dan komponen bantu. Komponen utama terdiri
dari empat komponen, yaitu (Utami, 2015) :
1. Boiler
Boiler adalah suatu perangkat mesin yang berfungsi untuk merubah air
menjadi uap (Utami, 2015).

(Sumber : https://achmadarifin.com/)
Gambar 3.2 Boiler

2. Turbin uap
Turbin uap berfungsi untuk merubah energi panas yang terkandung dalam
uap menjadi gerakan memutar (putaran). Uap dengan tekanan dan temperatur
tinggi diarahkan untuk mendorong sudu-sudu turbin yang dipasang pada poros
sehingga poros turbin berputar. Tekanan dan temperatur uap keluar turbin turun,
akibat melakukan kerja di turbin hingga menjadi uap basah. Uap setelah keluar
dari turbin dialirkan ke kondenser, sedangkan tenaga putar yang dihasilkan
digunakan untuk memutar generator (Utami, 2015).

(Sumber : http://kmmigroup.com/)
Gambar 3.3 Turbin Uap
3. Condenser
Condenser adalah peralatan untuk mengubah uap menjadi air. Proses
perubahan uap menjadi air dilakukan dengan cara mengalirkan uap kedalam suatu
ruangan yang berisi pipa-pipa pendingin (tubes). Uap mengalir diluar pipa-pipa
sedangkan air sebagai pendingin mengalir didalam pipa-pipa. Sebagai pendingin
digunakan air laut. Proses perubahan uap menjadi air terjadi pada tekanan dan
temperatur jenuh, dalam hal ini kondenser berada pada kondisi dibawah tekanan
atmosfer. Apabila laju perpindahan panas terganggu, maka akan berpengaruh
terhadap tekanan dan temperatur didalam condenser (Utami, 2015).

(Sumber : https://artikel-teknologi.com/)
Gambar 3.4 Kondensor

4. Generator
Energi listrik didalam PLTU dihasilkan dari peralatan pembangkit listrik
yang disebut generator. Generator berfungsi mengubah energi mekanik berupa
putaran menjadi energi listrik dengan menerapkan prinsip induksi magnet.
Komponen utama generator terdiri dari bagian yang diam disebut stator dan
bagian berputar disebut rotor. Stator terdiri dari casing yang berisi kumparan dan
rotor yang merupakan medan magnet listrik terdiri dari inti yang berisi kumparan
(Santoso dkk, 2015).
(Sumber : https://plntanjungjatib.blogspot.com/)
Gambar 3.5 Generator Pembangkit Listrik Tenaga Uap

5. Heat Exchanger
Heat exchanger adalah sebuah alat yang dapat memfasilitasi pertukaran
panas antara dua fluida yang memiliki perbedaan temperatur dengan menjaga dua
fluida tersebut tidak tercampur (Cengel, 2003).
B. Prinsip Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Pertama air diisikan ke boiler hingga mengisi penuh seluruh luas permukaan
pemindah panas. Didalam boiler air ini dipanaskan dengan gas panas, hasil
pembakaran bahan bakar dengan udara sehingga berubah menjadi uap. Kemudian
uap hasil produksi boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu diarahkan untuk
memutar turbin sehingga menghasilkan daya mekanik berupa putaran. Lalu
generator yang dikopel langsung dengan turbin berputar menghasilkan energi
listrik sebagai hasil dari perputaran medan magnet dalam kumparan, sehingga
ketika turbin berputar dihasilkan energi listrik dari terminal output generator. Uap
bekas keluar turbin masuk ke condenser untuk didinginkan dengan air pendingin
agar berubah kembali menjadi air yang disebut air kondensat. Air kondensat hasil
kondensasi uap kemudian digunakan lagi sebagai air pengisi boiler. Demikian
siklus ini berlangsung terus menerus dan berulang-ulang (Fachnur, 2014).

3.2. Heat Exchanger


Heat exchanger adalah sebuah alat yang dapat memfasilitasi pertukaran
panas antara dua fluida yang memiliki perbedaan temperatur dengan menjaga dua
fluida tersebut tidak tercampur (Cengel, 2003). Dimana keduanya fluida mengalir
didalam suatu sistem. Pada heat exchanger tersebut, kedua fluida yang mengalir
terpisah satu sama lainnya, dalam pipa silindris. Fluida dengan temperatur yang
lebih tinggi akan mengalirkan panas ke fluida yang temperaturnya lebih rendah
(Jajat, 2017). Heat exchanger digunakan pada berbagai keperluan, antara lain
dalam pusat pembangkit tenaga, unit pendingin, proses di industri dan sistem
turbin gas. Hampir perpindahan panasnya didominasi konveksi dan konduksi dari
fluida panas ke fluida dingin, dimana keduanya dipisahkan oleh dinding.
Pengunaannya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada (Cengel,
2003). Pada prakteknya heat exchanger antara lain ditujukan untuk (Rino, 2012):
1. Memperoleh aliran fluida pada temperatur yang tetap untuk proses
selanjutnya.
2. Untuk mengkondensasi uap (Condenser).
3. Untuk menguapkan fluida (evaporator).
4. Untuk memanfaatkan panas buang.
Secara umum heat exchanger dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis
yaitu:
a. Concentric tube

(Sumber : https://www.britannica.com/)
Gambar 3.6 Concentric tube

Concentrice tube merupakan heat exchanger yang sederhana. Terdapat dua


pipa yang berdiameter berbeda dipasang secara concentric (satu sumbu). Satu
fluida mengalir dalam pipa berukuran lebih kecil, sementara fluida lainnya
mengalir melalui ruang annular (celah antara dua pipa). Arah aliran kedua fluida
jika searah dinamakan paralel, sedangkan arah berlawanan disebut contra flow.
b. Cross flow

(Sumber : Dr Ali Jawarneh, Heat exchangers, Hashemite university)


Gambar 3.7 Cross Flow

Cross flow memiliki konfigurasi aliran fluida yang saling tegak lurus. Alat
penukar kalor jenis ini dapat diklasifikasikan unmixed dan mixed flow. Terlihat
pada gambar sebelah kiri merupakan konfigurasi unmixed. Dikatakan unmixed
karena terdapat plat-plat, sedangkan sebelah kanan merupakan mixed karena tidak
terdapat plat-plat sehingga kedua fluida tercampur.
c. Plate and frame

(Sumber : https://semestapikiranku.files.wordpress.com/)
Gambar 3.8 Plate and frame

Plate and frame merupakan heat exchanger yang terdiri dari susunan plat
dimana fluida dialirkan melalui celah-celah antara plat-plat yang tersusun. Heat
exchanger tipe ini cocok untuk memindahkan panas pada fluida cair (Cengel,
2003).
d. Shell and tube
Jenis heat exchanger yang paling sederhana dan paling umum digunakan
adalah heat exchanger jenis shell and tube. Karena shell and tube heat exchanger
dapat digunakan pada kondisi tekanan tinggi dan temperatur yang tinggi. Heat
exchanger tipe shell dan tube terdiri dari dua pipa konsentrik yang memiliki
diameter berbeda. Tipe heat exchanger ini menggunakan tube untuk mengalirkan
fluida panas dan shell untuk mengalirkan fluida dingin. Pipa-pipa tube didesain
berada di dalam sebuah ruang berbentuk silinder yang disebut dengan shell,
sedemikian rupa sehingga pipa-pipa tube tersebut berada sejajar dengan sumbu
shell. Pada heat exchanger tipe shell and tube terdapat beberapa konfigurasi
sesuai dengan pengaplikasian aliran fluida. Apabila aliran fluida pada tube dan
shell berlawanan arah disebut dengan counterflow, apabila aliran fluida pada tube
dan shell searah disebut dengan parallel flow dan apabila aliran fluida pada tube
dan shell tegak lurus disebut crossflow.

(Sumber : https://www.researchgate.net/)
Gambar 3.9 Heat Excahnger tipe (a) Parallel Flow (b) Counterflow (c) Crossflow

Shell and tube heat exchanger dispesifikasikan menurut jumlah dari pass
pada shell dan tube. Jenis yang paling sederhana adalah tube pass dan shell pass
tunggal.
(https://en.wikipedia.org/)
Gambar 3.10 Tube pass dan shell pass tunggal.

Sedangkan jenis yang lebih kompleks diantaranya heat exchanger dengan


satu shell pass dan dua tube pass yang biasa disebut 1-2 pass dan heat exchanger
dan 2 shell pass dan 4 tube pass yang biasa disebut 2-4 pass (Riza, 2017).

3.3. Evaporator
Evaporator adalah salah satu komponen yang terdapat didalam boiler yang
memiliki fungsi untuk mengubah air menjadi uap jenuh. Evaporator akan
memanaskan uap air yang turun dari drum uap panas lanjut yang masih dalam
fase cair agar berbentuk uap sehingga bisa diteruskan menuju superheater.
Perpindahan panas yang terjadi pada evaporator adalah film pool boiling, dimana
air yang dipanaskan mendidih sehingga mengalami perubahan fase menjadi uap
jenuh. Evaporator memiliki dua prinsip dasar, untuk menukar panas dan untuk
memisahkan uap yang terbentuk dari cairan.
Evaporator umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu penukar panas, bagian
evaporasi, dan pemisah untuk memisahkan uap dari cairan lalu dimasukkan ke
dalam condenser (untuk diembunkan/kondensasi) atau ke peralatan lainnya. Hasil
dari evaporator (produk yang diinginkan) biasanya dapat berupa padatan atau
larutan berkonsentrasi. Larutan yang sudah dievaporasi bisa saja terdiri dari
beberapa komponen volatil (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan
dalam industri kimia dan industri makanan. Pada industri makan, contohnya pada
proses pembuatan tepung (Wikipedia, 2019).
Evaporator memiliki berberapa jenis dengan fungsi yang berbeda, yaitu
sebagai berikut (Wikipedia, 2019) :
1. Submerged combustion evaporator adalah evaporator yang dipanaskan oleh
api yang menyala dibawah permukaan cairan, dimana gas yang panas
bergelembung melewati cairan.
2. Direct fired evaporator adalah evaporator dengan pengapian langsung
dimana api dan pembakaran gas dipisahkan dari cairan mendidih lewat
dinding besi atau permukaan untuk memanaskan.
3. Steam heated evaporator adalah evaporator dengan pemanasan steam
dimana uap atau uap lain yang dapat dikondensasi adalah sumber panas
dimana uap terkondensasi di satu sisi dari permukaan pemanas dan panas
ditranmisi lewat dinding ke cairan yang mendidih.

3.4. Evaporator Tube


Evaporator tube berfungsi menguapkan air menjadi steam saturated.
Penyebutan tube ini umumnya untuk yang dilewati oleh saturated steam saja,
namun ada sebagian engineer yang menyebut tube ini dengan water wall. Disebut
sama, karena umumnya penyebutan water wall tube disebut sebagai desainnya,
sedangkan evaporator tube untuk proses operasinya.

(Sumber : http://www.thermopedia.com/)
Gambar 3.11 Evaporator
Tube digunakan sebagai alat distribusi, baik bahan maupun fluida panas dan
dingin. Tube yang digunakan ada dua jenis yaitu tube yang mengalirkan air dari
alat penukar panas ke bagian pemanas bahan juga ruang evaporator, serta air dari
ruang pendingin ke ruang kondenser. Kedua, tube untuk mengalirkan bahan dari
ruang pemanas awal ke ruang evaporator. Spesifikasi tube yang digunakan
berbahan stainless steel. Pemilihan bahan stainless steel ditujukan agar tidak
terjadi perubahan warna pada bahan yang dialirkan baik akibat reaksi bahan
dengan pipa maupun akibat korosi (Asep, 2008).
Stainless steel merupakan material paduan yang berasal dari besi karbon
rendah yang mengandung minimal 12% Chromium dan 30% nikel. Unsur yang
membuat stainless steel tahan terhadap korosi adalah chromium. Unsur chromium
sebesar minimal 12% mampu membentuk lapisan film oksida pada permukaan
besi yang dapat melindungi logam dari korosi. Unsur tambahan selain chromium
yang digunakan dalam pembuatan stainless steel adalah nikel, molybdenum dan
tembaga. Penambahan unsur tersebut disesuaikan dengan kebutuhan (Davis,
2001).
Material tube yang dianalisa oleh penulis adalah stainless steel SUS 304.
Stainless steel SUS304 merupakan jenis austenitic stainless steel. Austenitic
stainless steel merupakan baja tahan karat dengan 16-26% chromium dan 10-22%
nikel. Baja tahan karat austenitic memiliki beberapa seri yang berada dipasaran,
seperti: 301, 304, 304L, 316, 316L, 312 dan 310. Sifat dari baja tahan karat
austenitic adalah sebagai berikut: penguatan baja tahan karat austenitic melalui
proses pengerjaan dingin, mudah dilas, duktilitas tinggi, ketangguhan korosi yang
baik, tidak bersifat magnetis, cocok untuk suhu tinggi dan rendah (Davis, 2001).

3.5. Non-Destructive Test (NDT)


NDT atau Non Destructive Testing (Uji Tak Rusak) adalah salah satu
pengujian yang dapat dilakukan pada suatu material, komponen, struktur, atau
mengukur beberapa karakteristik tanpa merusak komponen atau material benda uji
tersebut. NDT memainkan peran penting dalam memastikan bahwa komponen
struktural dan sistem melakukan fungsi mereka secara efektif dan biaya yang
optimum (Cahyandaru, 2014).
Metode NDT bertujuan untuk mencari dan mengetahui karakteristik dan
kondisi material, serta kekurangan yang mungkin menyebabkan komponen
mengalami kegagalan, mencegah ledakan pipa, dan berbagai kegagalan yang
kurang terlihat, tetapi dapat mengganggu kinerja unit. Tes ini dilakukan dengan
cara yang tidak mempengaruhi fungsi komponen, karena NDT memungkinkan
bagian- bagian dan bahan-bahan yang akan diperiksa dan diukur tanpa merusak.
Karena pemeriksaan dilakukan tanpa mengganggu struktur dan fungsi utama
komponen, NDT memberikan keseimbangan yang sangat baik antara kontrol
kualitas dan efektivitas biaya. Sehingga secara umum NDT berlaku untuk semua
jenis inspeksi industri, termasuk logam dan struktur non logam (Cahyandaru,
2014).

Macam – Macam Metode Pengujian NDT Pada pengujian NDT terdapat


beberapa metode, diantaranya adalah magnetic particle inspection, liquid
penetrant inspection, eddy current, visual test, ultrasonic inspection, leak test,
proof test, acaustic emission, dan radiographic inspection (Naryono & Suharyadi,
2012).

3.6. Electromagnetic Testing


Electromagnetic testing adalah salah satu metode NDT, dimana dalam
proses pengujiannya melibatkan arus listrik dan atau medan magnet dan
mengamati respon electromagnetic yang terjadi (Wikipedia, 2013).
Berdasarkan the ASNT electromagnetics committee ada empat teknik
pengujian menggunakan metode electromagnetic testing, karena empat teknik
pengujian ini telah tersedia dan banyak digunakan dalam melakukan pemeriksaan
atau penggujian NDT, yaitu:
1. Eddy Current Testing (ECT)
2. Remote Field Testing (RFT)
3. Alternating Current Feld Measurement (ACFM)
4. Flux Leakage Testing (FLT)

3.7. Eddy Current Testing (ECT)


Pengujian Eddy Current merupakan salah satu metode NDT yang
menggunakan prinsip elektromagnetik sebagai dasar untuk melakukan
pemeriksaan. Ada pula beberapa proses pengujian yang menggunakan prinsip
yang sama seperti Remote Field Testing (RFT), Flux Leakage dan Barkhausen
Noise.
Eddy Current pada material terjadi melalui proses yang disebut induksi
elektromagnetik. Ketika arus bolak balik (AC) diterapkan pada konduktor, seperti
kawat tembaga maka akan tercipta medan magnet didalam dan disekitar
konduktor tersebut. Jika ada material konduktor lainnya yang didekatkan dengan
medan magnet tersebut, maka arus akan di induksi pada material konduktor yang
kedua dan memiliki arah medan magnet yang berlawanan dengan kawat tembaga
(Nde-ed.org, 2014).
Kegunaan utama Eddy Current adalah sebagai alat NDT yang beguna untuk
melakukan inspeksi dan pengukuran. Adapun kegunaan dari Eddy Current Test
adalah sebagai berikut:
a. Mendeteksi retak (crack)
b. Mengukur ketebalan material
c. Mengukur ketebalan lapisan
d. Mengukur konduktifitas untuk :
1) Identifikasi material
2) Mendeteksi kerusakan akibat panas
3) Memonitor heat treatment

A. Electromagnetism
Electromagnetism suatu keadaan dimana elektron yang mengalir pada suatu
konduktor dan menyebabkan adanya medan magnet disekitar konduktur, yang
arahnya tegak lurus dengan arah gerak elektron pada konduktor tersebut. Konsep
electromagnetism dapat dijelaskan dengan kaidah tangan kanan atau “right-hand
rules”, dimana arah ibu jari menunjukan arah aliran arus listrik, sedangkan arah
keempat jarinya menunjukan arah garis-garis gaya magnet (Riznanda, 2015).
(Sumber : https://idschool.net/)
Gambar 3.12 Kaidah tangan kanan
B. Faktor Penting dalam Pengujian Eddy Current
Adapun beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses pengujian
Eddy Current, sebagai berikut :
1. Konduktivitas
Konduktivitas adalah kemampuan sebuah material untuk menghantarkan
arus listrik (daya hantar). Konduktivitas merupakan lawan dari hambatan.
Material yang memiliki hambatan yang besar maka akan memiliki konduktivitas
yang rendah dan sebaliknya. Semakin besar konduktivitas suatu material yang
akan dilakukan pengujian Eddy Current maka akan semakin besar kepekaan
terhadap diskontinuitas yang ada permukaan, tetapi penetrasi Eddy Current akan
semakin dangkal (Hellier, 2003).
2. Frekuensi
Frekuensi dari suatu arus bolak-balik didefinisikan sebagai jumlah siklus
dari arus tersebut yang terjadi dalam satu detik. Satuan frekuensi adalah “Hertz”.
Saat frekuensi pengujian meningkat, maka tingkat sensitivitas terhadap
pembacaan juga meningkat tapi kemampuan penembusan eddy current terhadap
material menurun. Jika frekuensi menurun, maka tingkat sensitivitas terhadap
pembacaan menurun tapi kemampuan penembusan eddy current meningkat.
Frekuensi optimum terbaik ditentukan oleh eksperimen (Hagemaier, 2002).
(Sumber : Hagemaier, 2002)
Gambar 3.14 Hubungan frekuensi, konduktivitas dan permeabilitas
3. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kemampuan dari suatu material untuk memusatkan
garis gaya magnet. Faktor ini hanya akan berpengaruh pada material yang bersifat
ferromagnetic. Efek ini dapat terlihat jelas dengan meningkatnya ketebalan
material, dimana permeabilitas dapat mengurangi kemampuan penetrasi eddy
current (Hagemaier, 2002).
4. Lift-off dan fill factor
Lift-off effect dapat didefinisikan sebagai perubahan pada test signal saat
probe diangkat atau dijauhkan dari permukaan material yang diuji. Standar lift-off
mudah dibuat dengan menempelkan material non-konduktif yang telah diketahui
ketebalannya di atas permukaan sampel material yang diuji.
Perubahan test signal (eddy current) saat probe diangkat/dijauhkan dari
permukaan material yang diuji disebut probe lift-off effect. Sedangkan fill factor
adalah ukuran seberapa baik penghantar mengisi kumparan (coils) atau sebaliknya
(ASNT, ASNT Level III Study Guide-Electomagnetic Testing, 2007; Hagemaier,
2002).
5. Signal-to-noise ratio
Signal-to-noise ratio adalah perbandingan sinyal pengujuan ECT terhadap
sinyal yang tidak diinginkan. Sumber-sumber gangguan yang umum adalah
variasi pada benda uji seperti kekasaran, bentuk dan ukuran, dan homogenitas.
Gangguan kelistrikan lainnya dapat diakibatkan oleh sumber-sumber luar seperti
mesin las, motor listrik, dan generator. Signal-to-noise ratio dapat diperbaiki
melalui beberapa cara yaitu melalui pembersihan benda uji dengan cara shot
blasting, acid pickling, penyikatan atau pengampelasan. Sedangkan gangguan
kelistrikan dapat dihalangi atau diisolasi (ASNT, ASNT Level III Study Guide-
Electomagnetic Testing, 2007).
6. Skin effect
Skin effect adalah hasil interaksi antara eddy current (dari probe), frekuensi
pengujian, konduktivitas dan permeabilitas benda uji. Akibat adanya efek kulit,
konsentrasi eddy current di dalam benda uji terjadi paling dekat dengan
permukaan benda dan menjadi lebih jelas saat frekuensi pengujian, konduktivitas,
dan permeabilitas benda uji bertambah besar (ASNT, ASNT Level III Study
Guide Electomagnetic Testing, 2007).
C. Prinsip Pengujian Eddy Current
Eddy current merupakan sebuah arus yang didapatkan dari hasil induksi
arus listrik bolak balik pada sebuah benda material konduktor. Arus ini
menghasilkan medan magnetik bolak balik. Arus yang terinduksi didalam material
yang telah dimodifikasi akan menyebabkan perubahan arus induksi ketika
melewati material benda uji. Ketika arus melewati potongan kawat, medan
magnet akan terbentuk disekitar kawat tersebut. Kekuatan pada medan magnet ini
bergantung dari besar arus yang diberikan kepada kawat.

(Sumber : https://www.olympus-ims.com/)
Gambar 3.15 Prinsip kerja eddy current testing

Arus mengalir membuat lingkaran yang tegak lurus dan terpusat pada
medan magnet yang terbentuk oleh probe. Arah putaran bergantung pada arah
putaran probe. Diskontinuitas bisa diketahui pada posisi bersilang dengan arus
eddy pada material benda uji. Frekuensi pada arus eddy tergantung pada frekuensi
yang dihasilkan medan magnet oleh kumparan probe.
Menggunakan probe untuk membuat arus eddy, dibagian dalam probe ada
bahan konduktor listrik yang dibentuk jadi kumparan. Arus bolak balik mengalir
pada kumparan dengan frekuensi tertentu. Maka medan magnet akan terbentuk di
sekitar kumparan, saat benda konduktif diletakkan pada pergerakan medan
magnet, maka induksi elekromagnetik terjadi dan arus eddy terinduksi pada benda
uji. Arus eddy yang mengalir pada benda uji akan membentuk medan magnetnya
sendiri yang akan berlawanan arah dengan medan magnet pada kumparan.
Apabila terjadi diskontinuitas pada material maka arus eddy menjadi terganggu
dan simpangan dari arus ini yang lalu akan dibaca oleh alat ukur untuk
mengetahui diskontinuitas.
Berikut ini adalah tahapan dan prosedur dari pengujian menggunakan eddy
current, yaitu :
1. Sebelum pengujian
Sebelum pengujian maka perlu dilakukan persiapan-persiapan seperti
memastikan jangkauan masuk yaitu apabila pengujian dilakukan pada
bagian yang susah untuk dijangkau oleh alat, apabila susah bisa dilakukan
pembongkaran terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pembersihan secara
menyeluruh pada benda uji, tidak perlu dilakukan pembersihan dengan
berlebihan hanya perlu menghilangkan cat apabila cat terlalu tebal, tidak
rata dan menggumpal. Ini dilakukan pada pengujian yang sangat sensitif,
dan karat-karat yang berlebihan harus dihilangkan terlebih dahulu.
2. Pengujian
Dilakukan pengkalibrasian alat instrumen uji dan probe sesuai dengan
standar dan prosedur yang sudah ada. Kemudian melakukan pengujian
dengan menempelkan probe ke benda uji, jika bentuk dari benda ujinya
datar. Bila bentuk benda ujinya merupakan tubular, maka probe dimasukan
kedalam benda uji. Lalu dilakukan pembacaan pada hasil pengujian. Setelah
itu dilakukan evaluasi hasil pengujian untuk memastikan benda uji lulus
kriteria atau tidak.
3. Setalah pengujian
Setelah pengujian selesai maka dilakukan pemasangan kembali pada bagian
yang silakkan pembongkaran ketika pengujian, melakukan pembersihan
benda uji dan merapihkan alat. Kemudian membuat laporan hasil penemuan
(Ramadir, 2018).
D. Kalibrasi pada Pengujian Eddy Current
Menurut ASME Boiler and Pressure Vessel Code – 2015, Section V –
Appendix IV, frekuensi probe dan gain setting harus diatur guna mendapatkan
penetrasi kedalaman yang cocok pada material sehingga kedalaman dari crack
yang terdalam dapat dibedakan dengan crack yang lebih kecil. Gain setting pada
sumbu vertical dan horizontal harus diatur sehingga terlihat ada perbedaan Db
dengan kedalaman diskontinuitas gain menjadi lebih tinggi. Probe harus di reset
pada daerah material logam yang kosong dan jauh dari crack. Posisi X-Y pada
titik nol harus terletak dalam satu sudut di monitor. Kontrol fase atau rotasi harus
disesuaikan sehingga ketika probe dalam keadaan lifted off dari permukaan
logam, titik display akan bergerak 90⁰ menuju kedalaman diskontinuitas.
Perlu meningkatkan gain vertikal atau horizontal, sebagaimana yang
diperlukan, jika indikasi terkecil atau indikasi terbesar dari suatu crack tidak
mencapai 10% atau 50%. Respon maksimal dari crack akan dicapai ketika probe
dipindai secara tegak lurus terhadap crack dan berpusat pada crack. Perbedaan
antara gain vertikal dan horizontal harus disesuaikan. Panjang indikasi dari
baseline (lift-off line) yang muncul di layar untuk masing-masing kedalaman
crack harus tercatat (ASME, 2015).
Sistem eddy current biasanya dikalibrasi dengan standar referensi material
yang memiliki crack alami, crack buatan, atau dalam kasus tertentu, tanpa
diskontinuitas. Lubang, alur lekuk, dan notches adalah beberapa contoh dari
diskontinuitas buatan yang seringkali digunakan untuk menentukan sensivitas tes.
Tujuan dari standar kalibrasi tersebut adalah untuk melakukan pengecekan pada
frekuensi dan perubahan fase. Dengan sistem inspeksi yang otomatis, bagian yang
aktual harus dapat digunakan untuk proses kalibrasi dan proses penyesuaian
tingkat sensivitas (Mix, 2005).

E. Jenis-Jenis Probe
Ada tiga macam tipe probe yang dibedakan menurut kondisi benda uji yang
akan diuji, yaitu (Novrialdi, 2017) :
a. Internal probe (bobbin type)
Probe ini digunakan untuk mendeteksi pada kondisi di dalam pipa. Probe
ini dapat mengetahui diskontinuitas dari bagian inner pipa, karena medan magnet
yang dihasilkan oleh coil lebih dekat ke bagian inner pipa (Novrialdi, 2017).

(Sumber : https://www.olympus-ims.com/)
Gambar 3.16 Internal probe (bobbin type)

b. Encircling probe
Probe ini digunakan untuk mendeteksi diskontinuitas dari sebuah benda
berbentuk silinder (tabung), benda uji akan dimasukan ke bagian dalam
kumparan. Kelemahan dari probe ini adalah ukuran diameter probe harus
menyesuaikan benda uji yang akan diinspeksi (Novrialdi, 2017).

(Sumber : https://www.eddio.co.jp/)
Gambar 3.17 Encircling probe

c. Surface probe
Surface probe adalah salah satu tipe yang sering digunakan karena
penggunaannya lebih sederhana dan benda uji yang menggunakan surface probe
tergolong banyak (Novrialdi, 2017).
(Sumber : Novrialdi, 2017)
Gambar 3.18 Surface probe
F. Kelebihan dan Kekurangan Eddy Current
a. Kelebihan metode pengujian eddy current
Eddy current testing memiliki kelebihan sebagai berikut (Mix, 2005) :
1. Sensitif terhadap crack yang kecil, dapat mendeteksi crack pada
permukaan dan didekat permukaan.
2. Inspeksi dapat memberi hasil dengan cepat, begitu probe mengenai
material uji maka akan langsung terlihat pada monitor instrumen yang
tersedia.
3. Peralatan sangat mudah dibawa, ringan dan tidak membutuhkan listrik
(battery powered).
4. Metodenya dapat digunakan untuk banyak hal, tidak hanya crack saja.
5. Hanya membutuhkan persiapan pada material (surface preparation) yang
singkat dan tidak diperlukan pembersihan material setelah pengujian.
6. Resiko pengujian ini sangat kecil.
7. Test probe tidak harus bersentuhan dengan bagian material.
b. Kekurangan metode eddy current
Eddy current testing memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut (Mix,
2005) :
1. Hanya dapat diaplikasikan pada material yang bersifat konduktif
(electrically conductive).
2. Permukaan material harus mudah diakses dengan probe.
3. Skill dan latihan dibutuhkan lebih mendalam dibandingkan teknik atau
metode lainnya.
4. Ujung permukaan dan kekasaran permukaan material dapat
mempengaruhi hasil.
5. Kedalaman dari penetrasi alat terbatas. Akibatnya pengujian terbatas
pada kerusakan dipermukaan saja.
6. Crack berupa delaminasi yang sejajar dengan arah lilitan atau gulungan
probe dan arah pembacaan dari probe dapat tidak terdeteksi.

Utami, ayu difa putri prototype steam power plant (analisis heat loss pada unit
boiler furnace dan super heater), politeknik negeri sriwijaya, 2015
Santoso, Wahid Ma’sum and Ariwibowo, Didik (2015) SIMULASI
PENGATURAN DAYA OUTPUT TERHADAP KEBUTUHAN BAKAR DAN
ALIRAN UAP PADA PLTU 1 JAWA BARAT INDRAMAYU ( SIMULATION
OUTPUT POWER SETTING TO COAL CONSUMPTION AND STEAM
FLOW AT PLTU 1 JAWA BARAT INDRAMAYU COAL FIRED STEAM ).
Undergraduate thesis, D3 Kerjasama PT. PLN Bidang Teknik Mesin Fakultas
Teknik.
Fachnur firdaus, 2014, pengoperasian PLTU, universitas trisakti.
Muchamad Yusuf Adi R, 2015, Dasar Boiler
Nahar Cahyandaru, 2014, Penerapan NDT (non-destructive test) untuk
Analisis pelapukan cagar budaya menggunakan alat XRF; Studi kasus candu
Mendut, balai konservasi Borobudur.
Naryono, dan Suharyadi I. Analisa Pengelasan Dingin dengan Menggunakan
Metode High Frequency Electrical Resistance Welding pada Proses Pembuatan
Pipa Baja SKTM 13B. Universitas Muhammadiyah Jakarta.2012
Jajat sudrajat, analisis kinerja heat exchanger shell & tube pada system COG
booster di integrated steel mill Krakatau, jurnal teknik mesin, vol.06, no.3, juni
2017
Cengel, yunus A., 2003, heat transfer : a practical approach second edition,
McGraw-Hill, New York
Nona theresia, analisa pengaruh lebar crack pada material baja karbon A36
dengan variasi ketebalan nonconductive coating pada sambungan las di pondasi
mesin kapal menggunkan metode eddy current testing (ECT), tugas akhir, fakultas
teknologi kelautan, institute teknologi sepuluh nopember, surabaya, 2017
Riznanda rais, studi perbandingan kecepatan dan ketelitian pengujian magnetic
particle testing (MT) dan eddy current testing (ECT) pada material baja karbon,
tugas akhir, fakultas teknologi kelautan, insitut teknologi sepuluh nopember,
Surabaya, 2015
Rino ardianto, koefisien perpindahan panas pada pipa bulat, skripsi, fakultas
teknik, universitas Indonesia, 2012
Riza rifaldy argaputra, analisis perpindahan panas pada multipass shell and tube
heat exchanger berdasarkan number of transfer unit (NTU), fakultas teknologi
industry, institute teknologi sepuluh nopember, Surabaya, 2017
Charles hellier, chuck hellier, handbook of non destructive evaluation, McGraw-
Hill, New York, 2003
Hagemaier, D. J. 2002. Fundamentals of Eddy Current Testing. United States of
America. The American Society for Nondestructive Testing Inc
Nde-ed.org. 2014. Introduction to Eddy Current Testing. Available:
https://www.ndeed.org/EducationResources/CommunityCollege/EddyCurrents/cc
_ec_index.htm
ASNT. 2007. ASNT Level III Study Guide-Electomagnetic Testing. Colombus.
ASNT.
Ramadir syarif, kaji karakteristik kinerja couplant pada uji ultrasonik dengan blok
standar, 2018, tugas akhir, teknik aeronautika, politeknik negeri bandung.
ASME. (2015). ASME Boiler and Pressure Vessel Code – Nondestructive Examination.
New York: The American Society of Mechanical Engineers.
Mix, P. E. (2005). Introduction to Nondestructive Testing. New Jersey: WileyInterscience
Novrialdi, Rancangan bangun instrument non-destructive test dengan metode
eddy current testing menggunakan display voltmeter, teknik mesin, politeknik
negeri bandung, 2017
Asep supriatna, uji performansi dan analisa teknik alat evaporator vakum,
fakultas teknologi pertanian, intitut pertanian bogor, 2008
Davis, J.R. 2001. Alloying Understanding the Basics. Material Park. United States of
Edition . United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai