Anda di halaman 1dari 158

ii

iii
iv
v
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang bagaimana budaya nongkrong dan representasi
ruang yang ada pada sebuah kedai kopi, bisa menyediakan ruang representasional
bagi para pelanggan yang ada di kedai kopi di Tangerang Selatan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, dan memperoleh data dengan
melakukan observasi di lapangan serta wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan bagaimana proses keseluruhan interaksi yang terjadi ketika
nongkrong di kedai kopi, termasuk apa saja unsur-unsur yang berhubungan
dengan representasi ruang kedai dari berbagai aspek, serta bagaimana ruang
representasional yang berhasil diciptakan oleh kedai kopi bagi para
pelanggannya.. Penelitian ini menggunakan teori yang di gagas oleh Henri
Lefebvre yang salah satunya membahas “Triad Konseptual”. Hasil dari penelitian
memperlihatkan bahwa kedai kopi sebagai tempat nongkrong tenyata dapat
menyediakan ruang sosial yang begitu kompleks melalui Triad Konseptual.
Banyak aspek yang bisa dilihat, dari bagaimana pertimbangan pemilihan kedai
kopi sebagai tempat nongkrong, suasana dan waktu kedai kopi, identitas dan
jaringan sosial para pelanggan kedai kopi, serta penjelasan bagaimana budaya
nongkrong dapat disebut sebagai bagian dari kegiatan sosial.

Kata Kunci : Budaya Nongkrong, Representasi Ruang, Triad Konseptual,


Pelanggan, Kedai Kopi

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, peneliti

panjatkan atas segala nikmat yang telah diberikan sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Budaya Nongkrong Dan Representasi

Ruang Atas Kedai Kopi Serta Ruang Representasional Bagi Para Pelanggan Kedai

Kopi (Studi Kasus : 3 Kedai Kopi di Tangerang Selatan) ”. Shalawat serta salam

peneliti selalu tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga,

sahabat-sahabat dan para pengikutnya yang telah mengembangkan Islam hingga

pada saat ini.

Untuk yang paling istimewa, Ayahanda Supriadi dan Ibunda Sri Maharani

tersayang. Terima kasih juga untuk kedua Adik tersayang Bilal Muhamad Raihan

dan Salsabila Maharani. Terima kasih telah memberikan bantuan materi dan

nonmaterial, semangat serta kesabaran yang tiada henti kepada peneliti.

Skripsi ini bukan hanya hasil karya peneliti seorang diri, karena banyak

pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan selesainya

penelitian ini, maka peneliti tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada

pihak yang bersangkutan dengan penyelesaian skripsi ini dan juga kepada

orangtua dan kawan-kawan. Untuk itu peneliti ingin mengucapkan rasa terima

kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr. Ali Munhanif, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bapak dan Ibu Wakil

vii
Dekan, serta seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelajaran selama

studi peneliti.

2. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi

FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Joharotul Jamilah, M.Si selaku Sekretaris Program Studi

Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Kasyfiyullah, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi yang telah

banyak sekali membantu, memberikan motivasi, mendampingi, dan

mendengarkan setiap kesulitan, keluhan dalam pengerjaan penelitian ini.

Makasih ya Pak Kasfhi, dosen rasa sahabat.

5. Alizen, Basit, Albert, Baihaki, Bella, Kamaludin, Rezha, Teddy, Sonia,

dan Icha yang telah bersedia menjadi Informan dalam penelitian ini.

6. Teman SMA Bella dan Rezha. Serta teman kecil Fitri, Dinda, dan Thea.

Terimakasih sudah selalu ada hingga saat ini dan selalu memberikan

support terhadap peneliti.

7. Teman-teman Random Khairunnisah Hia, Surya Ananda Fitriana, Oka

Pangestu, Hasanul Banna, Hanif Hidayat, Dody Kurniawan, dan Aldo

Ghani yang telah memberikan dukungan terhadap peneliti selama masa

perkuliahan hingga akhir.

8. Teman-teman seperjuangan Inas Amirah, Annisa Pratiwi S, Rafli Wiyan

A, dan Ferbian Akhmad R yang selalu memberikan motivasi juga

support tiada henti terhadap peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

viii
9. Teman-teman KKN Sunshine yang telah memberi warna sepanjang

proses pengerjaan skripsi.

10. Kawan-kawan Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

angkatan 2015 Terima kasih karena telah menjadi teman seperjuangan

yang luar biasa.

11. Semua pihak yang telah berinteraksi kepada peneliti dan memberikan

semangat serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti

menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, peneliti menerima saran dan kritik yang

membangun.Semoga penelitian ini memberi manfaat dan pengetahuan

bagi pembaca.

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Jakarta, 10 Januari 2020

Zhafira Rahmayani

ix
DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................................ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI. ..................................................... iii

ABSTRAK. ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1


B. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 10
F. Definisi Konseptual ................................................................................ 21
1. Nongkrong........................................................................................ 21
2. Ngopi ................................................................................................ 22
3. Kedai Kopi ....................................................................................... 22
G. Kerangka Teori ...................................................................................... 23
Triad Konseptual .................................................................................... 23
1. Representasi Ruang .......................................................................... 28
2. Ruang Reprentasional ...................................................................... 29
3. Praktik Spasial .................................................................................. 31
H. Metode Penelitian .................................................................................. 34
1. Pendekatan Jenis Penelitian ............................................................. 34

x
2. Informan Penelitian .......................................................................... 35
3. Lokasi Penelitian .............................................................................. 37
4. Waktu Penelitian .............................................................................. 38
5. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 38
6. Jenis dan Pengumpulan Data ........................................................... 42
7. Analisis Data……………………………………………………..43
8. Sistematika Penulisan....................................................................... 44

BAB II
KEDAI KOPI SEBAGAI TEMPAT NONGKRONG

A. Perkembangan Kedai Kopi (Coffee Shop) ............................................. 46


B. Tren Mengonsumsi Kopi........................................................................ 49
C. Budaya Kopi di Indonesia ...................................................................... 53
D. Profil Kedai Kopi ................................................................................... 54

BAB III
BUDAYA NONGKRONG DI KEDAI KOPI

A. Faktor-Faktor yang menjadi tolak ukur dalam memilih Kedai Kopi ..... 70
B. Perbedaan Suasana Ruang dan Waktu di Kedai Kopi ........................... 73
C. Identitas dan Jaringan Sosial Para Pelanggan Kedai Kopi..................... 75
D. Nongkrong Sebagai Kegiatan Sosial ...................................................... 79

BAB IV
NONGKRONG DI KEDAI KOPI DAN KAITANNYA DENGAN “TRIAD
KONSEPTUAL”

A. Representasi Ruang Atas Kedai Kopi .......................................................... 84


B. Ruang Representasional bagi Para Pelanggan ............................................. 88
C. Praktik Spasial yang Terjadi Pada Para Pelanggan Kedai Kopi .................. 91

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................. 99
B. Saran............................................................................................................ 101

xi
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. xv

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Interpretasi Kerangka Teori ................................................................ 33


Gambar 2.2 Konsumsi Kopi di Indonesia .............................................................. 50
Gambar 2.3 Ekspor Kopi di Indonesia ................................................................... 52
Gambar 2.4 Kedai Kopi Titik Nyeduh ................................................................... 54
Gambar 2.5 Bagian Bar Kedai Kopi Titik Nyeduh ................................................ 55

Gambar 2.6 Suasana Pelanggan di Kedai Kopi Titik Nyeduh ............................... 56


Gambar 2.7 Kedai Kopi Setetes Kopi .................................................................... 58
Gambar 2.8 Bagian Bar Kedai Kopi Setetes Kopi ................................................. 59
Gambar 2.9 Suasana Pelanggan di Kedai Kopi Setetes Kopi................................. 60
Gambar 2.10 Kedai Kopi Adara ............................................................................. 62

Gambar 2.11 Bagian Bar di Kedai Kopi Setetes Kopi..................................................... 63


Gambar 2.12 Suasana Pelanggan di Kedai Kopi Adara ......................................... 65
Gambar 4.13 Refleksi Teoritis ............................................................................... 97

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel I.E.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................. 17


Tabel I.H.2 Informan Penelitian ............................................................................ 36
Tabel II.D.3 Harga Menu di Kedai Kopi Titik Nyeduh .......................................... 57

Tabel II.D.4 Harga Menu di Kedai Kopi Setetes Kopi ........................................... 61

Tabel II.D.5 Harga Menu di Kedai Kopi Adara ..................................................... 66

Tabel III.D.1 Budaya Nongkrong di Kedai Kopi …………................................81

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Transkip Wawancara ......................................................................... xx


Lampiran II. Dokumentasi .................................................................................. liii

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Nongkrong adalah suatu agenda harian yang sudah tidak asing

dilakukan sehari-hari oleh masyarakat. Kegiatan ini dapat dilakukan Oleh

generasi millenial, dewasa, hingga orang tua. Kegiatan nongkrong dengan

meminum satu cangkir kopi bisa membuat masyarakat mulai dari kalangan

pegawai kantor sampai mahasiswa dapat betah berlama-lama dikedai kopi.

Istilah nongkrong dalam (KBBI) berasal dari kata nongkrong /tong.krong/

me.nong.krong yang memiliki makna berjongkok, serta aktivitas yang

dilakukan disuatu tempat sambil duduk-duduk dan tidak bekerja. Berdasarkan

pengalaman peneliti, banyak alasan mengapa mereka betah berlama-lama di

kedai kopi, seperti melanjutkan pembicaraan masalah pekerjaan yang ada di

kantor, reuni dengan teman lama, melepas lelah seusai menyelesaikan

berbagai pekerjaan, hingga diskusi untuk presentasi tugas sekolah atau kuliah.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh New York Times tentang

keramaian dari salah satu tempat perbelanjaan yang ada di Jakarta “in many

ways, … that there is a word sitting, chatting, and generally doing nothing:

Nongkrong” (Schonhard, 2012 : 12) . Berita yang di terbitkan oleh artikel ini

menuliskan bahwa kegiatan nongkrong dapat dilihat sebagai gaya hidup dari

1
masyarakat Indonesia. Walaupun kegiatan nongkrong tidak hanya dilakukan

dikedai kopi saja, melainkan bisa dilakukan dipinggiran trotoar jalan, ditaman,

teras rumah, dan berbagai tempat lainnya. Budaya nongkrong sudah tidak lagi

bisa terpisah dari aktivitas masyarakat sehari-hari.

Saat ini budaya nongkrong sudah semakin kompleks dengan atribut

tempat serta kudapan yang disediakan dengan tempat bertema instagramable,

begitu para kaum muda millennial menyebutnya. Mengenai tren nongkrong

sambil ngopi, pemerhati gaya hidup dan juga makanan Kevin Soemantri

dikutip dari artikel Kompas yang berjudul “Gaya Hidup Masyarakat Masa

Kini”, mengatakan bahwa saat ini tren pergi ke bar di berbagai negara sudah

beralih menjadi pergi kedai kopi.

Salah satu fakta bahwa kegiatan ngopi sambil nongkrong juga di

buktikan dengan berdirinya Starbucks. Dimana perusahaan berbasis tempat

kopi ini berhasil untuk menciptakan wacana bahwa meminum kopi tidak

hanya bisa dilakukan dirumah, dan nongkrong itu tidak harus ke bar. Dilansir

dari artikel soal strategi pemasaran Starbucks yang di tulis oleh Fery

Andriawan (2019). Dengan ide-ide barunya, mereka mengutamakan kualitas

produk premium, selain itu juga mereka melakukan strategi pemasaran yang

tidak biasa seperti iklan yang jor-joran, gimmick ala Starbucks, serta

kepiawaian mereka dalam hal memanjakan pengunjung juga menjadi hal

penting bagi mereka.

2
Perkembangan kedai kopi di Indonesia sudah di prediksi sejak mulai

tahun 2003. Salah satu contohnya adalah dengan munculnya kedai kopi milik

artis ibu kota di daerah Blok M. Dilansir dari Financial Times yang di tulis

oleh male.id, pertumbuhan kedai kopi yang diprakarsai oleh para artis

meningkat sebanyak dua kali lipat. Hasil dari penelusuran peneliti di

lapangan, kedai kopi yang di beri nama “Filosofi Kopi” memiliki tempat tidak

terlalu luas dan terletak di sekitar daerah Blok M Jakarta Selatan. Hanya

terdiri dari satu kavling ruko dengan meja bar, beberapa bangku, rak

merchandise, serta toilet didalamnya. Kedai kopi ini hampir tidak pernah sepi

pengunjung setiap harinya, terutama ketika menjelang malam. Hal itu

disebabkan ketika film yang di bintangi kedua aktor tersebut yang berjudul

Filosofi Kopi, yaitu Rio Dewanto dan Chico Jericho meledak dipasaran, dan

membuat kaum muda terutama menuntaskan keingin tahuannya terhadap

kedai kopi tersebut.

Kata “Ngopi yuk” sendiri saat ini bukan lagi menjadi hal yang asing di

telinga. Hal ini juga di bahas di dalam buku yang di tulis oleh Edy Pangabean

dengan judul “The Secret of Barista (Rahasia Meracik Kopi ala Barista

Profesional)”. Ajakan ngopi atau meminum kopi saat ini seakan menjadi

isyarat untuk memulai obrolan yang dilakukan seseorang. Dengan berbagai

tujuan dan keperluan untuk membicarakan suatu persoalan tentang apapun.

Ajakan “Ngopi yuk” nyatanya juga menjadi pintu awal sebuah interaksi

3
terjadi. Meskipun ketika seseorang mengisyaratkan kata “Ngopi yuk”

terhadap temannya, belum tentu jenis minuman yang ia pesan adalah benar-

benar secangkir kopi. Terkadang di beberapa kesempatan kata “ngopi” hanya

sebagai kata istilah untuk merujuk pada kegiatan pertemuan, obrolan, atau

sekedar melakukan kegiatan nongkrong di kedai kopi.

Studi yang membicarakan tentang budaya nongkrong sambil ngopi di

kalangan masyarakat sebelumnya sudah banyak di bahas oleh beberapa

penelitian yang lain. Studi Rani Sartika (2017) menjelaskan tentang

pergeseran budaya ngopi yang terjadi dikalangan anak muda. Penelitian ini

menjelaskan pergeseran budaya ngopi yang biasanya dilakukan oleh kaum

laki-laki kebanyakan, namun dengan berjalannya waktu, budaya ngopi dan

nongkrong juga dilakukan oleh kaum perempuan. Selain itu, proses

sosialisasi, juga ditemukan dalam budaya ngopi.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Gelora Cita (2015) dengan

menggunakan teori dari Robert K Merton untuk menganalisa, studi ini

memfokuskan pada penekanan terhadap keteraturan yang ada didalam

masyarakat. Kemudian dikaitkan dengan fungsi warung kopi. Warung kopi

yang dianggap sebagai wadah dari sumber penghasilan, informasi, tempat

bersosialisasi, hingga pertemuan bisnis bagi para masyarakat. Penelitian ini

menyempurnakan studi sebelumnya tentang pergeseran yang terjadi dalam

fenomena budaya ngopi yang ada dalam masyarakat.

4
Hal ini tentu sangat relevan dengan fenomena nongkrong yang ada

pada masyarakat saat ini. Kegiatan nongkrong sebagai bagian dari gaya hidup

sehari-hari. Gaya hidup dikatakan sebagai usaha untuk memperlihatkan diri

seseorang dilingkungan sekitarnya. Manusia dapat memiliki status sosial

dengan gaya hidup yang dimilikinya. Ia bisa menunjukan pada orang lain

siapa dirinya sesuai dengan yang diinginkan melalui gaya hidup (Kabalmay,

2006 :17). Seperti nongkrong dikedai-kedai kopi yang saat ini telah banyak

menjamur di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta,dan kota-

kota besar lain di Indonesia.

Budaya nongkrong sambil ngopi saat ini telah telah menjadi kegiatan

yang rutin dilakukan, serta memperlihatkan keberagaman masyarakat ketika

mengisi waktu luang, untuk diskusi dengan teman kerja, mahasiswa, dan

pelajar, atau bercengkrama bersama teman atau keluarga (Fauzi dkk, 2016 ,7).

Dari sudut pandang budaya, kegiatan nongkrong sambil ngopi dimanfaatkan

oleh para masyarakat untuk melakukan interaksi sosial dan berkumpul dengan

kelompok sosial (Irwanti , 2016).

Studi yang telah dilakukan oleh Manderson dan Turner (2006)

meneliti sebuah kedai kopi yang berada di salah satu sekolah berjurusan Ilmu

Hukum. Studi ini melihat bahwa salah satu kedai kopi yang ada disana

menjadi tempat untuk bersosialisasi bagi para murid dan juga sebagai tempat

untuk memperluas jaringan pertemanan mereka. Sedangkan untuk

5
memperluas jaringan mereka bisa mendapatkan identitas diri yang diinginkan,

sebagaimana ia ingin diakui didepan para teman-temannya, dengan cara

berlomba-lomba untuk membangun modal sosial masing-masing.

Sesuai dengan persoalan seputar budaya nongkrong sambil ngopi,

maka hal ini dapat dikaitkan dengan teori yang di kaji oleh tokoh Sosiolog

Henri Lefebvre tentang Produksi Ruang. Yang dimana dalam teorinya

tersebut, ia membahas salah satu konsep yang ia sebut “Triad Konseptual”.

Konsep ini membahas bagaimana sebuah ruang dapat menjadi tempat untuk

meraih dan menciptakan kontrol. Menjamurnya kedai-kedai kopi menjadi

keberhasilan tersendiri dalam penciptaan ruang publik yang ada pada

masyarakat. Merujuk pada kajian dari Lefebvre yang mengatakan bahwa

ruang sosial maupun ruang publik tidak akan dapat muncul begitu saja tanpa

adanya sebuah kontruksi yang menjadi pondasinya. Kedai kopi yang tidak

hanya dijadikan sebagai produksi ruang, juga dapat dilihat kaitannya dengan

identitas, kondisi dan aktifvitas para pelanggannya sebagai “pengisi” dan

“pengguna” ruang tersebut.

Dari berbagai penjelasan studi-studi lain ini, tentunya sangat menarik

bila pembahasan mengenai budaya nongkrong dikaitkan dengan bagaimana

wujud representasi ruang dari sebuah kedai kopi serta bagaimana ruang

representasional yang ditujukan kepada para pelanggan kedai kopi, dalam

fenomena budaya nongkrong di kedai kopi. Bagaimana nantinya konsep Triad

6
yang ada didalam teori Henri Lefebvre dapat dikaitkan dengan budaya

nongkrong dikalangan para pelanggan, dan juga bagi para masyarakat, yang

datang ke beberapa kedai kopi yang ada di Tangerang Selatan.

B. Pertanyaan penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, saat ini anak muda disekitar

kota Tangerang Selatan melakukan kegiatan nongkrong di kedai-kedai kopi.

Fenomena ini bisa dilihat dibanyak kedai-kedai kopi yang berjejer di pinggir-

pinggir jalan kota-kota besar, kavling-kavling ruko, bahkan didalam pusat

perbelanjaan seperti mall.

Seiring dengan menjamurnya kedai-kedai kopi yang menghadirkan

fasilitas yang beragam seperti Wi-fi, ruangan ber AC, smoking area, dan

masih banyak lagi. Maka hal itu yang menjadi daya tarik banyak pelanggan

datang ke kedai kopi. Mereka bisa menghabiskan waktu hingga ber jam-jam.

Meskipun tidak semua masyarakat menyukai jenis minuman berkafein ini,

terkadang beberapa dari mereka tetap memesan menu minuman lain dikedai

kopi tersebut.

Dapat kita temui pelanggan di kedai-kedai kopi berasal dari berbagai

kalangan dan latar belakang dari masyarakat muda hingga tua. Semua

golongan masyarakat dari berbagai profesi, usia, laki-laki dan perempuan bisa

menikmati meminum secangkir kopi di kedai-kedai kopi terutama para

7
mahasiswa dan pelajar, mereka banyak menghabiskan waktunya untuk

nongkrong di kedai kopi. Hal yang mereka lakukan banyak, mulai dari

nongkrong sambil menghabiskan waktu seperti diskusi, membicarakan proyek

pekerjaan, atau sekedar cerita soal kegiatan sehari-hari pada teman.

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat

diidentifikasi dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana peran kedai kopi bisa mempengaruhi kehidupan sosial

para pelanggannya, serta implementasi dari Triad Konseptual dari

Henri Lefebvre terhadap para pelanggan yang ada pada kedai kopi

2. Apa saja faktor yang menjadi pertimbangan para pelanggan dalam

memilih kedai kopi sebagai tempat nongkrong ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Penelitian ini menjelaskan bagaimana representasi ruang sebuah kedai

kopi, serta bagaimana ruang representasional, dan praktik spasil yang

terjadi di kalangan para pelanggan. Mengingat bahwa kedai kopi yang

sudah di bentuk oleh para pelaku usaha pemilik kedai kopi itu sendiri,

dapat memberikan pengaruh besar bagi kehidupan sosial para

pelanggannya.

8
2. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pemahaman terhadap

representasi ruang sebuah kedai kopi yang sebenarnya, serta kaitannya

dengan budaya nongkrong terutama di kedai-kedai kopi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Dapat memberikan pengetahuan baru terhadap kajian ilmu sosial tentang

konsep triad dari Henri Lefebvre dalam ilmu sosiologi.

2. Menambah khasanah ilmu sosial atas kajian ruang sosial terutama dalam

perspektif Lefebvre.

E. Tinjauan Pustaka

Peneliti memahami bahwa sudah banyak penelitian dan studi sebelumnya

yang membahas tentang bagaimana budaya nongkrong dan ngopi yang ada didalam

masyarakat. Dalam bagian tinjauan pustaka ini adalah beberapa studi berupa artikel

penelitian yang menjelaskan bagaimana budaya ngopi yang ada didalam masyarakat

menjadi gaya hidup dan sebagai wadah sosial bagi para masyarakat. Bagian dari

tinjauan pustaka ini juga dijadikan oleh peneliti sebagai jawaban sementara dari

pertanyaan penelitian yang sudah dibuat. Beberapa bagian penelitian yang sudah

dilakukan terdahulu juga membahas seputar ruang publik, dan ruang sosial yang

terbentuk.

9
Studi pertama bertema “Space of Connection and belonging young

people’s perspective on the role of youth cafes in their live “ oleh Bernadine

Brady, dkk (2017). Penelitian ini melihat bahwa café juga sebagai tempat atau

wadah untuk pengembangan diri para remaja selain tempat-tempat seperti

Club/Bar. Hal itu dikarenakan Club/Bar memiliki dampak negatif karena bisa

mendekatkan para remaja dengan alkohol dan narkotika. Sedangkan café

dianggap lebih bisa menyediakan fasilitas yang sama dengan Club/Bar tanpa

mendekatkan para remaja kedalam dunia alkohol dan narkotika. Penelitian ini

juga menggunakan perspektif social capital teori, dimana kaum muda bisa

mengembangkan koneksi yang kuat dengan komunitas/kelompok mereka.

Penelitian ini lebih memfokuskan bagaimana para kaum muda beradaptasi

dengan lingkungan baru dari sebelumnya berkumpul di Club/Bar menjadi

berkumpul di café. Penelitian kualitatif ini dilakukan di Ireland dengan

menggunakan 102 orang partisipan, 55 orang laki-laki dan 47 perempuan, di

10 café yang dijadikan sebagai sample untuk tempat pengambilan data.

Studi kedua, yaitu “Let’s have a cup of Coffee and Coping

Communities at work‘’ yang ditulis oleh Pernille S. Stroebaek (2013).

Penelitian ini mengkaji adanya “Coffee Break” atau waktu istirahat untuk

meminum kopi yang disediakan oleh suatu perusahaan di Denmark, yaitu para

pekerja di bidang sosial dan hukum. Istilah “Coffee Break” dibuat untuk

memenuhi kesejahteraan sosial dan pribadi dalam faktor emosional dalam diri

10
masing-masing pekerja. Kemudian dampak dari adanya “Coffee Break” ini

juga memunculkan terciptanya komunitas-komunitas coping yang akhirnya

menghasilkan keterikatan dan relasi yang kuat antar anggotanya.

Singkatnya, penelitian ini menjelaskan bagaimana proses sebuah kedai

kopi bisa menciptakan komunitas yang merujuk pada aktivitas coping. Yang

kemudian berdampak terhadap kuatnya jaringan sosial yang dimiliki oleh

masing-masing anggota didalam komunitas. Hal ini disebabkan karena

intensitas pertemuan para karyawan perusahaan yang bertemu setiap hari

bekerja saat waktu “Coffee Break” tiba. Penelitian dengan metode kualitatif

ini menggunakan anggota grup-grup coping yang sudah terbentuk di kedai

kopi tersebut sebagai partisipan. Partisipan berjumlah 20 orang wanita yang

merupakan karyawan, dan 1 orang pria yang merupakan head office, dengan

rentang usia antara 27 hingga 46 tahun. Penelitian ini menggunakan perpektif

dari teori interasionisme simbolik, dengan membahas seputar kaitan “Coffee

Break” dan aktivitas coping, “Coffee break” dan komunitas yang terbentuk di

lingkungan para pekerja. Serta hubungan meminum kopi dengan sosialisasi

antar anggota, yang kemudian menciptakan kekuatan antar jaringan sosial

yang ada pada masing-masing anggota komunitas.

Kemudian studi yang ketiga berjudul “Trendy Coffee Shops and

Urban Sociability” yang dilakukan oleh Jan Rath dan Wietze Gelmers (2016).

Penelitian ini memperlihatkan bahwa sebenarnya budaya ngopi yang

11
menjamur, bisa terjadi dihampir setiap negara termasuk Amsterdam. Dimana

kegiatan ngopi ini bukan hanya soal meminum minuman yang mengandung

kafein. Tapi juga mencakup bagaimana pemilihan soal gula merah, tambahan

menu makanan, jenis kopi seperti latte, ukuran jenis kopi yang diinginkan,

dan seberapa banyak pelanggan menginginkan tambahan susu. Yang pada

akhirnya berhubungan dengan kehidupan urban sosial yang ada pada

masyarakat Amsterdam.

Banyak faktor lain soal pemilihan kopi yang dipilih oleh masyarakat

urban seperti rasa dan flavor, dan pemilihan jenis biji kopi yang ingin diolah.

Banyak sekali kedai kopi lokal yang muncul dari setiap kota di Amsterdam

dan mereka memiliki konsep unik tersendiri. Selain itu, juga tersedia kedai

kopi dengan standar internasional dengan nama besar seperti Starbucks,

Coffee Company, dan lain sebagainya. Partisipan dalam penelitian ini

dilakukan oleh siswa yang meluangkan waktunya selama sekian ratus jam

untuk melakukan observasi pada pelanggan di berbagai kedai kopi dengan

berbagai standar, dengan memanfaatkan teman, kolega, partner bisnis. Selain

itu juga mereka menggunakan media sosial untuk melihat responden yang

merupakan grup-grup besar seperti menggunakan email, twitter, platform, dan

lain-lain.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa coffee shop bisa dijadikan

tempat untuk interaksi bagi manusia di ruang urban publik. Dimana makna

12
interaksi sosial dan lingkungan atmosfer sosialnya masih bisa dan tetap

dipertahankan, meskipun para pelanggan yang ada di coffee shop tersebut

melakukan interaksi dengan orang lain secara virtual melalui hanphone,

laptop, dan lain sebagainya. Penelitian ini memperlihatkan bagaimana wujud

representasi ruang yang sebenarnya di dalam coffee shop, hal ini bisa dilihat

dari penjelasan mengenai jenis-jenis kopi dengan berbagai cita rasa yang di

minati oleh para pelanggan.

Kemudian studi keempat yang masih bertema warung kopi di Indonesia yang

bertema “Studi Tentang Fungsi Warung Kopi bagi Masyarakat di Kota

Bagansiapiapi” oleh Cita (2015). Warung kopi ternyata memiliki fungsi yang lebih

luas dari sekedar duduk santai sambil meminum secangkir kopi hangat. Penelitian ini

menganalisa berdasarkan teori dari Robert K Merton yang mengutamakan keteraturan

dalam masyarakat. Penelitian ini mengambil 15 orang informan. Selain itu, penelitian

ini juga memperjelas apa saja faktor-faktor yang menyebabkan para pelanggan datang

ke warung kopi. Seperti faktor pertemanan, harga kopi yang murah, dan juga faktor

lingkungan. Warung kopi juga dilihat oleh masyarakat memiliki fungsi lain, sebagai

sumber penghasilan, sumber informasi, wadah bersosialisasi, hingga tempat

pertemuan untuk melakukan transaksi dan bisnis.

Beberapa penelitian mengenai ruang sosial, seperti studi ke lima yang

juga sebelumnya telah dilakukan oleh Adiprasetio dan Saputra (2017)

berjudul “Taman Alun-Alun: Produksi Ruang (Sosial) dan Kepublikan”.

13
Penelitian yang mereka lakukan menjelaskan keberadaan Alun-Alun di Kota

Bandung yang diharapkan sebagai ruang publik sebagai tempat berinteraksi

dan membangun tatanan sosial yang sehat. Penelitian yang menggunakan

metode etnografi ini melihat sejauh mana taman alun-alun Bandung

menjalankan fungsinya sebagai ruang publik warga kota Bandung, dengan

konsep besar dari Ruang publik Juergen Habermas dan Produksi Ruang Sosial

dari Henri Lefebvre. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa taman alun-

alun Bandung menurut Lefebvre tidak hanya dilihat sebagai ruang atau

tempat, tapi juga harus memperhitungkan aspek sosial yang menjadi

pendorong dimensi kepublikan dari ruang tersebut.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam membangun ruang publik

seperti Alun-alun Bandung sebagai studi kasusnya, perlu memperhitungkan

aspek sosialnya. Dengan menggunakan teori ruang sosial Lefebvre sebagai

salah satu perspektif yang digunakan dalam penelitian ini. Namun penelitian

ini hanya menjelaskan beberapa aspek dari keseluruhan teori Lefebvre, tanpa

lebih lanjut proses pembangunan aspek sosial sebagai salah satu dari poin

terbentuknya ruang sosial itu sendiri.

Kemudian studi keenam, terdapat jurnal yang ditulis oleh Leonie

Schmidt (2012) mengenai “Urban Islamic spectale : transforming the space

of shopping mall during Ramadan in Indonesia” studi ini cukup

memperlihatkan bagaimana perubahan konteks tiga mall di kota Yogyakarta

14
saat bulan Ramadhan berlangsung. Studi yang menggunakan pendekatan

kualitatif ini memperlihatkan masing-masing ciri khas dari ketiga mall dan

perubahan fungsinya selama bulan Ramadhan demi menarik perhatian

pengunjung. Dengan menggunakan teori yang digagas oleh Henri Lefebvre

mengenai produksi ruang dan ruang menurut Focault.

Hasil dari penelitian menunjukan bagaimana ruang mall

memanfaatkan waktu Ramadhan untuk menarik pengunjung lebih banyak

daripada hari biasa, salah satu nya dengan menggunakan promo-promo

dengan label Ramadhan. Selain itu juga dijelaskan pula bagaimana

keberadaan mall terhadap daerah sekelilingnya. Bila penelitian yang

dilakukan oleh Leonie memfokuskan bagaimana transformasi ruang mall

ketika momen Ramadhan tiba, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti yang lebih merujuk pada bagaimana keseluruhan produksi ruang

sosial yang ada di kedai kopi dengan para pengisi ruang kedai kopi itu sendiri.

Seperti para pelanggan yang datang, para staff, dan lain sebagainya.

Dari studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya, memiliki beberapa

kesamaan dengan apa yang ingin dikaji oleh peneliti. Penelitian sebelumnya

sama-sama membahas tentang budaya nongkrong di kedai-kedai kopi sebagai

fenomena yang saat ini, menjadi gaya hidup oleh masyarakat. Beberapa

penelitian seperti penelitian yang ditulis oleh Adiprasetio dan penelitian dari

Leonie, meskipun konteks pembahasan tidak merujuk pada bagaimana budaya

15
nongkrong di kedai kopi, namun teori yang digunakan memiliki kesamaan

dengan teori yang ingin digunakan yaitu konsep triad dari Henri Lefebvre.

Hal lain yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lain, ialah belum

terdapat penelitian yang membahas secara spesifik yang melihat bahwa budaya

nongkrong di kedai kopi juga bisa dilihat sebagai wujud representasi ruang sebuah

kedai koi bagi para pelangganya, serta bagaimana peran ruang representasional serta

praktik spasial bagi para pelanggan yang nongkrong di kedai kopi. Dengan

menggunakan kajian teori dari Lefebvre, kita dapat mengaitkan bagaimana budaya

nongkrong dikedai kopi dijadikan tempat oleh para pelanggan untuk mewujudkan

ruang sosial mereka. Dengan atau tanpa sadar, menggunakan “Triad Konseptual”.

Tabel I.E.1 Tinjauan Pustaka

No Nama Judul Tahun Metode Teori yang Hasil penelitian


Penelitian dipakai
Peneliti

1 Berdanie Space of 2017 Kualitatif Menggunaka Penelitian ini


Brady dkk connection and n teori membuktikan bahwa
belonging: tentang café juga bisa
Young Social menjadi wadah yang
people’s Capital, atau baik bagi pergaulan
perspective on teori kaum muda dan tidak
the role of mengenai hanya Club/Bar saja,
youth cafes in modal sosial tanpa membawa
their lives yang dipakai pengaruh buruk bagi
dalam perkembangankaum
melihat para muda seperti pegaruh

16
kaum muda alkohol dan juga
dalam proses narkotika.
adatasi di
tempat
pergaulan
baru.

2 Pernille S. Let’s have a 2013 Kualitatif Menggunaka Hasil penelitian


Storebaek cup of coffee n teori menunjukan bahwa
and copinng interaksionis adanya kegiatan atau
communities at me simbolik, waktu istirahat
work karena dalam “Coffee Break’’ yang
pembahasan dibuat oleh suatu
penelitian perusahaan bagi para
menekankan pekerjanya berhasill
bagaimana menciptakan
pola interaksi komunitas coping di
ara pekerja kalangan para
ada saat pekerja, hal ini
“Coffee disebabkan adanya
Break”. keterikatan yang
terjalin diantara para
pekerja selama
mereka beristirahat di
kedai kopi.
Kemudian
menciptakan jaringan
sosial yang kuat pda
masing-masing
anggota.

17
3 Jan Rath dan Trendy Coffee 2016 Kualitatif Penelitian ini Hasil penelitian ini
Wietze Shops and menggunakan menunjukan bahwa
Gelmers Urban konsep apa Coffee Shop bisa
Sociability saja faktor- dijadikan tempat
faktor para untuk interaksi secara
pelanggan virtual bagi ara
mau dating ke pelanggannya tanpa
kedai kopi. menghilangkan
Serta lebih atmosfer sosial dan
melihat ruang publik
bagaimana sebagaimana para
para pelanggan biasanya
pelanggan berinteraksi langsung
menikmati dengan teman
ruang ngobrolnya di kedai
sosialnya di kopi.
kedai kopi
dengan cara
interaksi
virtual.

4 Gelora Cita Studi Tentang 2015 Kualitatif Menggunaka Hasil penelitian


Fungsi n teori menunjukan bahwa
Warung Kopi struktural warung kopi
bagi fungsional nyatanya memiliki
Masyarakat di dari Robert K makna lain dariada
Kota Merton hanya sekedar tempat
Bagansiapiapi untuk meminum koi
bagi masyarakat.
Warung kopi
memiliki kegunaan

18
lain, seperti tempat
untuk bersosialisasi,
mencari informasi,
sumber penghasilan,
dan tempat untuk
melakukan transaksi.

5 Adiprasetio Taman Alun- 2017 Kualitatif Menggunaka Hasil penelitian


dan Saputra Alun : n teori menunjukan bahwa
Produksi Produksi taman alun-alun
Ruang (Sosial) Ruang dari Bandung menurut
dan Kepubikan Henri Lefebvre tidak hanya
Lefebvre dilihat sebagai ruang
atau tempat,tapi juga
harus
memperhitungkan
aspek sosial yang
menjadi pendorong
dimensi kepublikan
dari ruang tersebut.

6 Leoni Scmidt Urban Islamic 2012 Kualitatif Menggunaka Penelitian ini


spectales : n teori membahas ruang
transforming Produksi mal, menganalisis
the space of Ruang dari bagaimana ruang
shopping mall Henri mall itu
during Lefebvre dan diproduksi dan
Ramadan in ruang diubah selama
Indonesia menurut Ramadhan. memperli
Focault. hatkan bagaimana
Islam,dapat
mempengaruhi

19
kontekstual mall
selama bulan
Ramadhan.
Menunjukkan
bagaimana
(production of)
ruang diisi dengan
simbol-simbol
ideologis, bergerak
melalui imajinasi
sosial dan
bernegosiasi.

F. Definisi Konseptual

1. Nongkrong

Nongkrong merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi didengar.

Jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia, makna nongkrong artinya

bersandar, berjongkok, dan duduk disuatu tempat. Namun dalam makna yang

lain istilah nongkrong menjadi lebih luas, kegiatan yang dilakukan dari mulai

aktif hingga pasif yang kemudian berkembang dari sekedar duduk atau

jongkok, seperti seeing, seating, standing , staying, and hearing (Jan Gehl,

1987 :18). Kegiatan nongkrong biasanya melibatkan orang lain untuk kumpul

bersama pada suatu tempat dengan berbagai kegiatan didalamnya, seperti

berdiskusi maupun berbincang.

20
Dikutip dari artikel yang membicarakan kegiatan nongkrong

menjelaskan bahwa “Nongkrong” merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

generasi muda maupun orang dewasa di suatu tempat untuk berkumpul dan

melakukan kegiatan untuk mengisi waktu luang mereka. Nongkrong

merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilakukan oleh para kaum usia

produktif seperti para remaja maupun orang dewasa. Kegiatan ini dapat

dilakukan dimanapun, termasuk di kafe-kafe atau tempat berkumpul lainnya.

Nongkrong bagi para generasi muda masa kini merupakan salah satu upaya

utnuk melepaskan penat setelah melakukan kegiatan sehari-hari.

2. Ngopi

Pada awalnya ngopi hanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi

waktu luang dan menenangkan pikiran dari kepenatan kegiatan sehari-hari.

Namun dengan berjalannya waktu, kini kegiatan ngopi menjadi sebuah

kegiatan rutin yang bisa dilakukan ketika menghabiskan waktu luang maupun

waktu beraktifitas sehari - hari (Meliala, 2017 :17). Dari latar belakang

kehidupan yang beragam, kegiatan ngopi memiliki peran sebgai wadah untuk

hiburan, berekreasi, berdiskusi, dan bercengkrama.

3. Kedai Kopi

Dilansir dari artikel Kompas, Kedai kopi adalah kedai yang sering

dikunjungi oleh masyarakat berbagai latar belakang, sosial budaya untuk

berkumpul, diskusi, ngobrol santai, dialog warga, opini masyarakat berbagai

21
macam latar belakang, wawancara, minum bersama untuk mendapatkan suatu

informasi bermanfaat yang didapatkan.

Menurut Sada dalam artikel yang di tulisnya, perbedaan kedai kopi

dan coffee shop terletak pada tampilan tempatnya. Kedai kopi memiliki

tampilan yang sederhana dan lebih friendly. Kedai kopi tidak terlalu memiliki

furniture atau konsep yang terkesan “wah”, namun cita rasa kopi yang

disajikan sama dengan kopi yang ada di kafe-kafe dengan harga yang lebih

terjangkau. Kedai kopi bisa dijadikan tempat bertemu dalam suasana yang

lebih hangat dan berbaur dengan pelanggan lainnya.

Sedangkan coffee shop lebih cenderung sebagai tempat yang bergengsi

dengan interior yang mengagumkan. Biasanya coffee shop menjadi pilihan

utama bagi para kalangan atas yang ingin menikmati kopi dengan fasilitas

yang benar-benar bagus, tempat yang sudah memiliki nama dan sudah dikenal

seperti Starbucks, Excelso, dan lain sebagainya. Walapun sebenarnya coffee

shop juga selalu dijadikan tempat nongkrong.

22
G. Kerangka Teori

Triad Konseptual

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti, terdapat

adanya teori yang sesuai dan relevan. Teori yang akan digunakan ialah teori

dari Henri Lefebvre tentang Produksi Ruang, seperti berikut :

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi ruang adalah

sela-sela antara dua (deret) tiang atau sela-sela antara empat tiang (di bawah

kolong rumah) : rongga yang berbatas atau terlingkung oleh bidang (1990).

Henri Lefebvre merupakan salah satu sosiolog yang menjadikan Karl Marx

sebagai salah satu acuan dalam serangkaian pemikirannya. Maka dari itu ia

disebut-sebut memiliki aliran Neo-Marxisme. Lefebvre berasal dari Prancis, ia

lahir pada tahun 1901 dan meninggal pada tahun 1991. Semasa hidupnya, ia

pernah menjadi mahasiswa lulusan Universitas Paris (Sorbonne) dan lulus

pada tahun 1920. Setelah lulus, ia sempat bekerja menjadi professor sosiologi

di Universitas Strasbourg, yang kemudian bergabung di Universitas Nanterre

pada tahun 1905 (Robert , 2014 ).

Banyak karya-karya tulis yang berhasil ia buat selama hidupnya. Dari

artikel Kompas yang membahas tentang dialektika spasial menjelaskan

perjalanan singkat hidup Lefebvre, serta beberapa karyanya yang berhasil

ditulis. Diantaranya adalah Critique of Everyday Life, The Urban Revolution,

23
dan salah satu yang paling terkenal ialah The Production of Space dimana

dalam bukunya ia mengkaji bagaimana ruang-ruang sosial bermula dari

keterlibatannya dengan gerakan situasi internasional. Ketika dalam proses

perlawanan terhadap rezim Charles De Gaulle di Paris yang berujung pada

peristiwa di Paris saat bulan Mei 1968 kala itu.

Lefebvre merupakan salah satu tokoh sosiolog yang ikut andil dalam

perluasan pemikiran Marxis saat itu. Didalam karya nya “The Production of

Space” Lefebvre melihat ada beberapa tingkatan dari sebuah ruang, mulai dari

yang paling abstrak, kasat mata, ruang alamiah, hingga menuju ruang yang

paling kompleks, yang maknanya diproduksi secara sosial. Dimana

sebenarnya ruang yang disebut abstrak di umpamakan sebagai bentuk awal

dari sebelum terjadinya proses produksi ruang sosial yang ada.

Dalam mengekplorasi karya tulisnya The Production of Space, dalam

pembuatannya Lefebvre melibatkan ruang fisik (Alam), ruang mental

(abstraksi formal tentang ruang), dan ruang sosial (ruang interaksi manusia)

(Lefebvre,2006 : 104). Ia ingin mengekspos dan memperbarui, juga

memperluas gagasan dari Karl Marx tentang produksi yang menciptakan

ruang, baik dari segi ekonomi maupun sosial.

Reproduksi dan produksi disini bukan bekaitan dengan bagaimana

proses perkembangan atau kelahiran suatu mahluk hidup seperti yang

24
dijelaskan dalam ilmu pengetahuan alam. Menurut Minan, reproduksi sosial

dalam hal reproduksi budaya, di maksudkan sebagai proses dari penegasan

identitas kebudayaan yang dilakukan oleh seseorang. Yang kemudian dapat

menegaskan keberadaannya dalam kehidupan sosial. Sedangkan produksi

pada umumnya lebih mengacu pada produksi barang dan jasa sebagai suatu

komoditas dalam perekonomian. Salah satu tokoh sosiologi yang mengkaji

mengenai reproduksi budaya dan sosial ialah Pierre Bordieu dalam satu

karyanya yang berjudul Distinction.

Kemudian dalam artikel yang berjudul “Understanding Culture in

Daily Life”, yang ditulis oleh (Aisyah dkk, 2012) menjelaskan bahwa

reproduksi dalam hal ini menyangkut dua hal, yang pertama pada tataran

masyarakat akan terlihat adanya proses dominasi dan subordinasi budaya.

Kedua, pada tataran individual akan muncul proses resistensi di dalam

reproduksi identitas budaya sekelompok orang di dalam konteks sosial budaya

tertentu. Dan pada akhirnya nanti, proses dari adaptasi akan berkaitan dengan

ekspresi kebudayaan dan pemberian makna akan tindakan-tindakan individual

yang ada.

Social space adalah produk sosial, Lefebvre mengemukakan teori yang

memahami ruang secara fundamental. Menurutnya sebuah ruang tidak muncul

dengan sendirinya karena sebuah ruang selalu diproduksi (Levebre,1991 : 28).

Persepsi atas sebuah ruang juga nyatanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan

25
(environment) yang dibangun jaringan (networks) yang mengaitkan aktivitas-

aktivitas sosial seperti pekerjaan, kehidupan pribadi (private life), dan waktu

luang (leisure) (Pamungkas, 2016 :21).

Pemahaman dalam teori Lefebvre tentang ruang selalu dengan kondisi

material yang jelas. Proses simbolisasi terhadap suatu konsep yang kemudian

membentuk kondisi material yang biasanya kita sebut sebagai “ruang”. Ruang

yang selama ini kita pahami selain dari konsep terhadap keilmuwan, juga

dipengaruhi oleh pengalaman hidup manusia yang terus berjalan (Sani, 2013

:13). Pada intinya, keberadaan mengenai social space (ruang sosial) tidak

akan pernah muncul tanpa adanya kontruksi sosial yang dibentuk oleh

manusia.

Dalam teori yang di kaji oleh Henri Lefebvre, ia juga membagi

beberapa jenis ruang yang berhasil dikonstruk oleh manusia. Empat jenis

ruang itu ialah :

1. Ruang Sakral, ruang ini merupakan ruang yang biasanya dianggap sebagai

tempat kegiatan sakral dan suci, seperti rumah ibadah, gereja, masjid, ataupun

vihara.

2. Ruang Privat, ruang ini merupakan ruang dimana biasanya manusia

menjadikannya sebagai tempat menetap, seperti istana raja dan rumah tinggal.

26
3. Ruang Profan, ruang ini merupakan ruang yang biasanya jadi tempat kegiatan

manusia diluar rumah, seperti toko, taman, restoran, dan lain-lain

4. Ruang Publik, ruang ini merupakan ruang dimana masyarakat biasanya

melakukan interaksi dan produksi relasi yang luas, seperti pasar, kedai kopi,

sekolah, kantor, alun-alun, dan lain sebagainya.

Bila sebelumnya sudah dijelaskan jika setiap ruang atau tempat dalam

lingkungan manusia merupakan hasil dari produksi dari pemikiran dan

pemaknaan manusia, maka kemudian ruang atau tempat itu memiliki

representasi dan relasi produksi yang berimplikasi dalam sebuah praktik

sosial yang dibentuk dalam konsep yang disebut “Triad Konseptual”, yaitu

Representasi Ruang, Ruang Representasional, dan Praktik Spasial. Ketiga

konsep ini juga merupakan penjelasan tentang bagaimana sebuah ruang dapat

diproduksi (Lefebvre,1991 : 29). Penjelasan ketiga konsep tersebut sebagai

berikut :

1. Representasi Ruang

Dalam tataran ini, menjelaskan proses dimana sebuah ruang bisa

muncul dan terbentuk, pada tahap ini sebelum ruang dapat terbentuk akan ada

proses dimana rangkaian konsepsi tentang sebuah ruang yang dioperasi

melewati ruang imajiner manusia (Kusno dan Abidin, 2009 :8) dalam jurnal

yang ditulis oleh (Adiprasetio dan Saputra, 2017).

27
“Representation implies the world of abstraction, what’s in the head
rather than in the body. This is always a conceived space: usually
ideology, power, and knowlwdge lurk within its representation”
(Lefebvre, 2006:109)
Dimana kemudian representasi ruang juga bisa disebut sebagai dunia

abstraksi, yang berkaitan dengan ideologi, kekuasaan, dan pengetahuan.

Representasi ruang ini penuh berisi jargon, simbol-simbol, dan juga

memainkan peran penting dalam menciptakan ruang yang dapat terlihat dalam

bentuk fisik, seperti monumen atapun menara.

Representasi ruang bisa dikatakan sebagai peluang terhadap ruang

yang tadinya tidak hadir secara fisik, dan hanya dalam bagian pikiran

manusia, menjadi terealisasi dalam dunia nyata (Lazawardi, 2012: 10). Ruang

ini juga disebut sebagai conceived space atau ruang yang dikonsepsikan,

dimana ruang dapat muncul dari pemikiran yang sebelumnya sudah dibentuk.

Representasi ruang ini juga menjelaskan bagaimana sebuah ruang bisa

muncul karena adanya pembicaraan terus-menerus yang dilakukan oleh

manusia yang akhirnya dapat membangun konsepsi atas ruang tersebut,

misalnya dengan melalui bahasa. Representasi ruang membahas banyak hal

yang kompleks mengenai sebuah tempat, selain menegaskan bagaimana

sebuah tempat dapat tercipta dan terbentuk, tataran ini juga membahas

bagaimana sebuah tempat bisa memiliki hubungan dengan si pengguna

tempat. Selain itu juga representasi ruang ini juga menjelaskan hal-hal lain

28
seperti deskripsi dari dari tempat itu sendiri. Wacana tentang ruang yang telah

terbentuk, menjadi konsep dasar bagi manusia untuk membuat kategori,

memilah, memisahkan, dan menyekat ruangruang fisik yang ada dalam

kesehariannya.

2. Ruang Representasional

Ruang representasional merupakan hasil dari pemikiran serta konsepsi

yang dibentuk dalam tahap representasi ruang sebelumnya.

“ A space of representation is alive : “it speaks. It has an affective


kernel or center : Ego, bed, bedroom, dwelling, house: or, square,
chrunch, graveyard “ (Lefebvre,2006 : 110).

Ruang representasional merujuk pada ruang yang ditinggali sehari-

hari. Ruang ini adalah ruang di mana setiap subyek manusia membangun

suatu sistem sosial. Di ruang ini, sistem sosial bisa mulai terbangun oleh

setiap manusia yang berada di dalamnya, ruang sosial terbentuk dan kemudian

memproduksi banyak relasi maupun interaksi. Yang perlu diperhatikan disini,

bahwa ruang representasional hanya dapat menghasilkan segala hal yang

sifatnya simbolik saja. Maka ketika sebuah ruang bisa dikatakan kehilangan

momentum, maka sebenarnya ruang tersebut juga kehilangan nilai historisnya,

karena telah diambil alih oleh berbagai abstraksi melalui pemaknaan simbolik

dan praktik simbolik yang dilakukan oleh kelompok dominan (Kusno dan

Abidin, 2009). Ruang representasional juga merupakan Perceived space, atau

29
merupakan ruang yang di rasakan. Dimana ruang pada kenyataannya dapat

dirasakan oleh indera (Lefebvre,1991 : 39).

Ruang representasional juga merupakan ruang yang penuh dinamika

karena diruang inilah berbagai kepentingan diartikulasikan melalui keinginan

dan tindakan. Dalam ruang ini, penciptaan interaksi yang dihasilkan oleh para

penghuni tempat menjadi poin penting, karena hal tersebut yang kemudian

dapat merujuk pada bagaimana proses para penghuni tempat nantinya akan

bisa merepresentasional kan dirinya di hadapan penghuni yang lain, dan akan

begitu seterusnya.

Misalnya ketika seseorang ibu pergi ke restoran (Ruang) untuk

melakukan arisan dengan teman-temannya, maka dalam proses berbagai

interaksi sosial yang terjadi pada dirinya dengan teman-temannya bisa

menghasilkan berbagai hal yang baru seperti relasi dan informasi baru. Ruang

ini mempersoalkan bagaimana relasi sosial juga menciptakan akumulasi

pengetahuan, yang pada akhirnya berperan dalam kontruksi wacana tentang

ruang itu sendiri.

Ruang ini juga sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari bagian

representasi ruang dalam prosesnya, mereka selalu beriringan dan saling

mempengaruhi. Dalam tataran ruang ini, identitas seseorang dalam sebuah

30
ruang juga dibahas. Bagaimana modal apa saja yang dibawa oleh para pengisi

ruang-ruang atau yang disebut space.

3. Praktik Spasial

Lefebvre mendudukan praktik sosial sebagai praktik spasial. Praktik

sosial dalam perspektif Lefebvre selalu mengaprosiasi ruang-ruang fisik

tempat praktik sosial terjadi atau berlangsung. Praktik sosial selalu

menginvestasikan makna tertentu kepada sebuah ruang, dan membuat sebuah

ruang menjadi tempat. Secara geografis dan geopolitik, ruang yang telah

dimaknai sebagai tempat adalah (lokasi).

“ Thus spatial practices structure lived reality, include routes and


networks, patterns and interaction that connect places and people,
images with reality, work with leisure “ (Lefebvre,2006 : 110).

Dalam tataran praktik spasial, pola interaksi yang dapat

menghubungkan tempat dan orang-orang, gambar, dan kenyataan. Praktik

sosial mengacu pada produksi dan reproduksi hubungan spasial antara objek

dan produk. Social space meliputi keterlibatan setiap anggota masyarakat

yang memiliki hubungan tertentu terhadap kepemilikan suatu ruang. Adanya

penekanan pada proses mengenai jaringan dan juga pola interaksi yang

dilakukan oleh pengisi ruang (orang-orang) di ruang yang sudah disediakan

(Space). Dilansir dari indoprogress.com yang ditulis oleh Arie Pamungkas,

praktik spasial juga bisa disebut sebagai “ruang yang hidup”. Dimana ruang

31
ini menunjukan dunia sebagaimana dialami oleh manusia dalam praktik

kehidupan sehari-hari mereka (Lefebvre,1991 :40).

Selain itu, dalam praktik spasial juga bisa membahas adanya dominasi

yang terjadi secara sangat halus yang terjadi diantara para penghuni (ruang)

itu sendiri dengan mempergunakan berbagai modal yang mereka punya untuk

saling menguasai tempat itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Henri

Lefebvre :

“(Social) space is a (social) product.. the space thus produced also


serves as a tool of thought and of action: that in addition to being a
means of production it is also a means of control, nd hence of
domination, of power: yet that, as such, it escapes on part from those
who would make use of it.” (Lefebvre, 1991, 26-27).
Dimana menurut Lefebvre, didalam suatu ruang selain adanya

produksi juga terdapat kontrol sosial sehingga sebuah ruang dapat memuat

dominasi dan kekuatan yang dimiliki seperti modal yang ada dalam diri aktor

misalnya.

32
Gambar 1.1 Interpretasi Kerangka Teori

Kedai Kopi

Sebagai

(Ruang)

Menciptakan

Budaya Nongkrong
dan Ngopi

Dilihat dari :

Teori Produksi Ruang dari Henri Lefebvre

4 Jenis ruang yang di Triad Konseptual :


konstruk oleh manusia :
a. Representasi Ruang
a. Ruang Sakral
b. Ruang Representasional
b. Ruang Privat
c. Praktik Spasial
c. Ruang Provan

d. Ruang Publik

33
H. Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif memaparkan suatu fenomena

sosial, peristiwa, dan sikap secara individual maupun kelompok. Penelitian

yang menggunakan metode kualitatif ada dasarnya meneliti objek ilmiah

dimana pengumpulan data secara Trianggulasi (gabungan) dan peneliti

sebagai instrument kunci. Analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian

lebih menekankan makna disbanding dengan generalisasi (Sugiyono , 2014 :

1).

Penelitian kualitatif bisa dikatakan sebagai proses mendalami

kehidupan individu maupun masyarakat di lingkungan hidupnya, berusaha

memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, dan

berinteraksi dengan mereka (Nasution, 1998: 5). Penelitian ini juga

menggunakan pendekatan dengan cara penelitian lapangan (field research),

dimana peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan dan juga ikut

berbaur dengan informan. Hal ini dilakukan agar peneliti bisa mendapatkan

data yang lebih mendalam melalui observasi langsung dan wawancara.

Sedangkan menurut (Ghony dan Almanshur, 2016) penelitian kualitatif

mempunyai dua tujuan utama, yaitu menggambarkan dan mengungkap, serta

menggambar dan menjelaskan.

34
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini bersifat deskriptif, karena

sebagian besar laporan penelitian dilakukan secara deskriptif dan terjun

langsung kelapangan, serta dari hasil observasi serta wawancara di lapangan.

Selain itu, penelitian ini mengambil metode kualitatif karena atas pengalaman

pribadi dan sosial, baik dari peneliti maupun partisipan (Munazzah, 2015).

Hasil penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran

penyajian laporan tersebut. Yang mana data tersebut, mungkin berasal dari

naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video-tape, dokumen pribadi,

catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Ghony dan Almanshur,

2016). Penelitian ini memilih tiga jenis kedai kopi yang ada di Kota

Tangerang Selatan sebagai representasi kedai kopi pada umumnya, dan

beberapa pelanggan kedai kopi yang ada di Kota Tangerang Selatan sebagai

informan penelitian.

2. Informan Penelitian

Dalam penentuan informan penelitian, peneliti menggunakan teknik

Purposive sampling, yaitu penentuan sampel penelitian sesuai dengan

beberapa pertimbangan-pertimbangan peneliti sehingga dapat memenuhi data

yang peneliti butuhkan. Peneliti menentukan kriteria subjek penelitian sebagai

berikut : 1) Pelanggan pergi ke kedai kopi minimal dua kali atau lebih dalam

satu minggu. 2) Usia dari pelanggan yang datang ke kedai kopi, memiliki

rentang usia dari 20 hingga 24 tahun. Hal itu dilakukan sesuai dengan hasil

35
observasi peneliti ketika di lapangan. Mayoritas pelanggan yang datang ke

kedai kopi berusia sekitar 20 tahun keatas.

Sebagai langkah awal, pertama-tama peneliti mencari pelanggan yang

datang ke kedai kopi. Kemudian dilain waktu, peneliti mendapatkan informasi

tentang apa saja kegiatan dan presepsi yang dimiliki para informan lewat

proses interaksi serta wawancara santai di beberapa kedai kopi yang dituju

oleh peneliti, disekitar kota Tangerang Selatan. Selain itu, peneliti juga

mencari informasi tentang bagaimana pandangan dan penilaian terhadap satu

kedai kopi bagi mereka. Atas informasi dan observasi lapangan tersebut

peneliti menemukan informan, mengenai profil informan sebagai berikut :

Tabel I.H.2 Informan Penelitian


No. Nama Jenis Kelamin Status/Pekerjaan/Usia

1. Ali Nur Alizen Laki – laki Mahasiswa / 22 tahun

2. Abdul Basit Laki – laki Mahasiswa / 24 tahun


Pamungkas

3. Albert Supriadi Laki – laki Mahasiswa / 22 tahun

4. Iqbal Baihaki Laki – laki Bartender / 23 tahun

5. Ananda Lissabellaila Perempuan Mahasiswi / 22 tahun

6. Iqbal Kamaludin Laki – laki Pegawai Swasta/Mahasiswa/

36
22 tahun

7. Rezha Javier Laki – laki Barista/Mahasiswa/ 22 tahun

8. Teddy Laki –laki Barista / 20 tahun

9. Sonia Anthera Perempuan Mahasiswi / 21 tahun

10. Anisa Fathia Perempuan Mahasiswi / 22 tahun

3. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang telah dilaksanakan bertempat di kedai

kopi Titik Nyeduh (Paku Alam, Tangerang Selatan), Setetes Kopi (BSD

Boulvard, Tangerang Selatan), dan Adara Coffee (Ciater Raya, Tangerang

Selatan). Peneliti memilih kedai kopi tersebut karena ketiga kedai kopi dilihat

sebagai kedai kopi yang lebih ramai pengunjung dibandingkan dengan kedai-

kedai kopi yang ada disekitar wilayah tersebut. Selain itu, ketiga wilayah ini

merupakan area tinggal dimana para pelajar, atapun kaum muda yang

biasanya memiliki rutinitas nongkrong di kedai kopi.

Lokasi penelitian juga dilatarbelakangi oleh observasi yang telah

dilakukan oleh peneliti. Peneliti beberapa kali datang sekaligus memesan

kopi, kemudian membaca buku ataupun mengerjakan tugas untuk beberapa

waktu. Selama menghabiskan waktu peneliti juga melihat suasana yang ada di

masing-masing kedai kopi yang dikunjungi. Selain itu, beberapa waktu

37
peneliti melakukannya sambil melakukan kegiatan nongkrong sambil ngopi

dengan teman.

4. Waktu Penelitian

Penelitian lapangan ini dilakukan kurang lebih selama lima bulan yang

dilakukan pada bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober. Pada akhir

bulan Juni peneliti langsung melakukan observasi ke lapangan. Awal Juli

peneliti sudah merumuskan pertanyaan penelitian serta mulai menentukan

siapa saja yang akan menjadi target informan sesua dengan criteria yang telah

ditetapkan sebelumnya. Seterusnya peneliti menggali informasi mendalam

terhadap informan-informan yang ada. Observasi dengan wawancara yang

dilakukan oleh peneliti selesai hingga awal bulan September 2019. Kemudian

peneliti melakukan pengolahan data dan analisis dari rentang waktu akhir

bulan agustus hingga Januari 2020.

5. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi

Nasution (1998) mengatakan bahwa observasi merupakan dasar

dari semua ilmu pengetahuan. Ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan

data, yang merupakan fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh

dari observasi (Sugiyono, 2014 : 64). Pada tahap observasi ini, dilihat

sebagai sebuah teknik yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan

38
mengamati hal-hal yang berkaitan dengan tempat, ruang, kegiatan, pelaku,

perasaan, benda-benda, waktu, peristiwa, dan tujuan. (Ghony dan

Almanshur : 2016)

Observasi merupakan proses pengamatan terhadap apa yang

dikerjakan orang, mendengarkan pembicaraan, hingga berpartisipasi

dalam kegiatan yang ada dilapangan. (Sugiyono: 2006). Dalam proses

penelitian ini, data yang diambil dari hasil observasi dilapangan juga

sangat berpengaruh sehingga peneliti dapat memperoleh data mengenai

permasalahan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian.

Penelitian ini menggunakan observasi langsung, sehingga

pengamatan akan dilakukan langsung oleh peneliti dilapangan. Peneliti

juga mengunjungi beberapa kedai-kedai kopi disekitar Tangerang Selatan

agar dapat melihat bagaimana suasana para pelanggan yang meramaikan

kedai-kedai kopi. Kegiatan kunjungan selama waktu observasi pun tidak

hanya dilakukan satu kali. Kunjungan observasi minimal dilakukan

sebanyak 3 kali. Sedangkan peneliti sendiri telah melakukan lebih dari 10

kali observasi sebelum melakukan wawancara untuk mencari data ke

lapangan. Observasi dilakukan sebelum penelitian dimulai, hal itu

dikarenakan kegiatan nongkrong di kedai kopi yang biasa dilakukan oleh

peneliti sehari-harinya.

Observasi pun dilakukan ketika peneliti datang dengan teman

maupun ketika datang seorang diri. Hal yang dilihat oleh peneliti ketika

39
melakukan observasi seorang diri ialah bagaimana suasana di masing-

masing kedai kopi, mulai dari ramai-sepi nya pelanggan, konsep yang

dipakai oleh kedai kopi, kisaran harga yang ada, fasilitas, dan lain

sebagainya sedangkan ketika peneliti datang untuk nongkrong bersama

teman, yang menjadi perhatian peneliti kebanyakan seputar bagaimana

pola obrolan yang terjadi selama nongkrong di kedai kopi.

b. Wawancara

Wawancara merupakan alat pembuktian terhadap informasi atau

keterangan yang diperoleh sebeulumnya, teknik wawancara yang

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam

(Sugiyono : 2010 ). Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur, dimana

pada saat proses wawancara bersifat fleksibel ( Imami : 2007).

Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada

partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Partisipan

pun bebas menjawab, baik isi maupun panjang pendeknya paparan,

sehingga dapat diperoleh informasi yang sangat dalam dan rinci.

Peneliti akan berusaha untuk melakukan proses pendekatan

terlebih dahulu kepada calon informan sebelum melakukan wawancara.

Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mendapat kepercayaan, dan rasa

nyaman sehingga ketika proses wawancara berlangsung, antara informan

dan peneliti dapat leluasa berdiskusi dengan santai dan akrab. Sebagai

40
langkah awal pendekatan, peneliti membuat perjanjian terlebih dahulu

kepada calon informan yang telah dilakukan sebelumnya. Kemudian

peneliti membuat jadwal pertemuan dengan 10 informan yang sudah di

tetapkan berdasarkan kriteria yang telah dibuat. Hari demi hari wawancara

berhasil dilakukan.

Pertemuan dengan satu orang informan bisa dilakukan lebih dari

satu kali, hal ini dikarenakan peneliti kurang mendapat informasi yang

lengkap saat melakukan wawancara pertama. Ada beberapa informan yang

peneliti temui lebih dari satu kali. Proses ketika wawancara pun

berlangsung santai dan tidak kaku, karena peneliti bertemu dengan

informan sambil melakukan kegiatan nongkrong di kedai-kedai kopi.

Selama proses wawancara pun peneliti berusaha semaksimal mungkin

membaur dengan kelompok/circe dari informan. Sehingga secara tidak

langsung, selama pengambilan data dilakukan peneliti juga ikut

melakukan pendekatan dengan teman-teman informan. Hal itu dilakukan

untuk lebih memahami bagaimana pola pergaulan dan interaksi para

informan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yang bisa didapatkan oleh peneliti salah satunya

ialah dokumentasi pribadi seseorang secara tertulis atau secara pribadi

serta mencakup kepercayaan seseorang, seperti yang dikatakan oleh

41
Meleong dalam (Hardiansyah, 2010 : 143). Tujuan dari dokumentasi yaitu

untuk mendapatkan sudut pandang yang sesuai dengan realita, dan

berhubungan dengan kejadian yang terjadi dilapangan. Dokumentasi yang

akan digunakan oleh penelitian ini berupa foto dilapangan, beberapa

catatan yang didapat oleh peneliti saat melakan observasi, dan rekaman

wawancara dengan menggunakan handphone.

6. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti telah menentukan jenis dan

pengumpulan data primer dan sekunder yang akan digunakan dalam

penelitian, sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer merupakan data utama yang dijadikan sebagai sumber

asli, data ini dicari dan didapatkan melalui informan yang merupakan

objek penelitian (Narimawati, 2008: 98). Data primer diperoleh dari

wawancara langsung dengan informan penelitian ketika dilapangan.

b. Data Sekunder

Berbagai macam sumber data referensi , seperti buku-buku, jurnal,

publikasi dari badan-badan resmi, koran-koran dan lain-lain sebagainya.

Data sekunder adalah data pendukung dari adanya data primer (Arikunto,

2010: 22). Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat

42
penemuan yang ada di lapangan dan juga untuk melengkapi informasi

yang dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan informan

penelitian.

7. Analisis Data

Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan

refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan analitis, dan

menulis catatan singkat sepanjang penelitian. Mula-mula peneliti melakukan

observasi dilapangan untuk beberapa waktu, observasi dilakukan lebih dari

tiga kali ke beberapa kedai kopi. Tahap kedua peneliti melakukan wawancara

sebagai data penting, yang kemudian melibatkan transkipsi wawancara. Tahap

ketiga, peneliti mengetik data yang telah didapat dilapangan, dengan

memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda

tergantung pada sumber informasi (coding data). Kemudian tahap terakhir,

melakukan analisis data dengan menginterpretasi data yang sudah di coding.

Bagaimana memasukan gagasan umum yang terkandung dalam perkataan

informan.

Dalam tulisan yang ditulis oleh ( Faricha , 2001 ) menyebutkan bahwa

anaisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan

kepada orang lain.

43
8. Sistematika Penelitian

Untuk mempermudah dalam memahami isi penelitian, maka penulis

membuat sistematika khusus yang terdiri atas empat bab. Adapun sistematika

penelitian tersebut sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan : Dalam Bab pendahuluan ini menjelaskan

mengenai latar belakang enelitian, pertanyaan penelitian,

tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan ustaka, definisi

konseptual,kerangka teori, metodelogi penelitian, teknik

engumulan data, dan sistematika penulisan.

BAB II Kedai Kopi Sebagai Tempat Nongkrong : Dalam Bab

gambaran umum ini dijelaskan mengenai bagaimana

peningkatan mengenai konsumsi kopi, perkembangan kedai

kopi, dan profil mengenai tiga kedai kopi sebagai gambaran

umum bagaimana sebuah “kedai kopi” .

BAB III Budaya Nongkrong di Kedai Kopi : Dalam Bab ini,

membahas mengenai bagaimana kegiatan nongkrong di kedai

kopi bisa dilihat dari banyak aspek sosialnya. Keterangan dan

Analisa yang ada sesuai dengan data yang di dapat di lapangan.

BAB IV Nongkrong di Kedai Kopi dan Kaitannya dengan Triad

Konseptual : Dalam bab ini, dijelaskan bagaimana interpretasi

44
teori yang digunakan oleh peneliti, terhadap hasil data yang

diperoleh di lapangan.

BAB V Penutup : Bagian penutup ini menjelaskan kesimpulan dan

saran. Kesimulan menjelaskan ringkasan dari hasil penelitian

yang telah dilakukan, sedangkan saran mengemukakan

pendapat eneliti mengenai hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

45
BAB II

KEDAI KOPI SEBAGAI TEMPAT NONGKRONG

A. Perkembangan Kedai Kopi (Coffee Shop)

Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Kafe Restoran Indonesia-Jatim,

di tahun 2012 terdapat peningkatan 15 sampai 20 persen jumlah kedai kopi

(coffee shop) dan restoran di Kota Surabaya. Diikuti pula dengan kafe-kafe

yang berada di kota besar lainnya seperti Bandung, Makassar, Yogyakarta,

dan Denpasar. Bahkan, di Jakarta dalam penelitian yang dilakukan oleh (Fauzi

dkk, 2016) setidaknya terdapat lebih dari 300 kafe yang beroperasi (Lim,

2014). Melalui beragam penyebutan, seperti kedai kopi, coffee shop, bahkan

kafe sekalipun kian menjamur diberbagai kalangan masyarakat khususnya

bagi anak muda. (Fauzi, dkk, 2014 :9).

Tangerang selatan merupakan salah satu Kota yang menjadi bidikan

lokasi pelaku usaha kuliner termasuk Kedai Kopi/Coffe Shop. Bisnis kedai

kopi di Kota Tangerang Selatan saat ini mengusung beragam jenis konsep,

yang rata-rata menyajikan tempat yang nyaman agar pengunjung betah

berlama-lama meneguk kopi. Namun walaupun demikian, para pelaku bisnis

kedai kopi/ coffee shop mengungkapkan cita rasa dan keaslian kopi adalah

yang paling utama. Ibu Maya Elsera, S.STP, M.Si selaku Kepala Bidang

Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif membuka acara

pembukaan/opening “Kedai Kopi Harum Manis” yang beralamat di Jl.Graha

46
Raya Serpong Utara Kota Tangerang Selatan, ini Ibu Maya Elsera

juga mengajak masyarakat bersama-sama untuk mengangkat derajat kopi

(Dinas Pariwisata Tangerang Selatan Kota).

Perkembangan coffeshop atau kedai kopi nyatanya terjadi hampir

diseluruh belahan dunia, bahkan hal itu sudah terjadi sejak beratus-ratus tahun

yang lalu. Dilansir dari Ottencoffee.co.id, pada tahun 1475 kedai kopi mulai

muncul di negara bagian Istanbul dan dinamai Kiva Han, saat itu rasa yang

dimiliki kopi hanya sebatas hitam, kuat, dan pahit. Kemudian pada tahun 1529

kedai kopi mulai merambah ke negara bagian Eropa oleh seseorang bernama

Franz Georg. Dibukanya kedai kopi di Eropa saat itu dipengaruhi oleh

datangnya para tentara dari Turki yang kemudian mereka meninggalkan

banyak sekali pasokan kopi. Pada saat itu rasa kopi mulai memiliki inovasi

baru dengan tambahan susu dan gula. Selain di Austria, penyebaran kedai-

kedai kopi juga melebar hingga Inggris pada tahun 1652, disana kedai-kedai

kopi memiliki sebutan tersendiri yaitu Penny Universities yang diartikan

sebagai tempat gudangnya para penikmat kopi. Kemudian setelah Inggris

menjajah Amerika, kedai kopi tidak lagi sekedar dijadikan pusat komunitas

bisnis seperti fase-fase sebelumnya, kedai kopi kemudian juga memiliki

pergeseran makna dari segi budaya dan gaya hidup.

Hingga akhirnya kedai kopi mulai merambah ke negara Indonesia

pada tahun 1878. Dilansir dari male.co.id, kedai pertama di Indonesia diberi

47
nama Warung Tinggi Tek Sun Ho. Dikuti dari Coffeeland, sebenarnya kedai

kopi sudah muncul sejak empat abad yang lalu. Khususnya di Indonesia

sendiri, ketika India mengirimkan biji kopi Arabika pada pemerintah belanda

tahun 1696.

Mengenai bagaimana sebenarnya apa itu sebuah coffeshop atau kedai

kopi, dijelaskan dalam jurnal yang ditulis oleh Elly HerIyana (2010) yang

membahas tentang “Fenomena coffeshop sebagai gejala baru gaya hidup

kaum muda”, membahas pengertian coffee shop yang menurutnya merupakan

tempat yang menjual berbagai jenis kopi dan minuman lainnya di tempat yang

nyaman, dengan suasana yang santai, dan di lengkapi dengan alunan musik.

Hal itu yang kemudian membuat kedai kopi saat ini telah menyatu menjadi

gaya hidup masyarakat, khususnya kaum muda. Tidak hanya rasa kenikmatan

kopi yang dicari tetapi juga fasilitas yang disediakan di kedai-kedai kopi.

Salah satu kota di Indonesia yang memperlihatkan perkembangan

pesat kedai-kedai kopi salah satunya adalah kota Aceh. Seperti penelitian

yang di lakukan oleh Laila (2015) tentang “Budaya Ngopi di Kedai Kopi pada

Masyarakat Aceh Kec. Banda Mulia Kab. Aceh Tamiang”. Dalam

penelitianya ia menjelaskan bagaimana maraknya kedai-kedai kopi yang

muncul di kota Aceh. Hal itu terjadi karena masyarakat Aceh memiliki tradisi

meminum kopi setiap harinya. Di jelaskan bahwa masyarakat Aceh memiliki

kebiasaan unik. Sebelum mereka pergi melakukan aktivitas sehari-hari,

48
sebagian dari mereka akan pergi ke kedai-kedai kopi yang ada di sekitar untuk

sekedar meminum kopi, sambil membaca koran.

B. Tren Mengkonsumsi Kopi

Tren mengkonsumsi secangkir kopi mengalami peningkatan sejak

tahun 2014. Kevin Soemantri sebagai pemerhati gaya hidup dan makanan

mengatakan bahwa tren ini bisa dijadikan peluang bisnis karena ia

memprediksi tren ini dapat bertahan hingga 10 tahun kedepan. Selain itu,

kegiatan festival kopi dan coffee cupping juga turut diadakan oleh kedai-kedai

kopi demi menarik minat pelanggan untuk datang ke kedai kopi mereka.

Dilansir dari majalah Ottencoffee, Coffee Cupping merupakan proses

mengobservasi rasa sebelum kopi disajikan kepada penikmat kopi. Hal itu

biasanya dilakukan oleh para professional yang sudah terlatih.

Peneliti Survey Monkey yang dirilis oleh perusahaan investasi dari

‘’Arcon’’ menunjukan bahwa generasi muda menghabiskan banyak uang

untuk meminum kopi. Hal itu tentu sangat sesuai dengan kondisi dilapangan

saat peneliti melakukan observasi, bahwa kebanyakan orang yang

mengkonsumsi kopi merupakan masyarakat muda, dari usia 18 hingga 27

tahun. Presentase mengkonsumsi kopi jelas telah mengalami kenaikan yang

signifikan dari tahun ke tahun.

49
Gambar 2.2 Konsumsi Kopi di Indonesia

(Sumber : International Coffee Organization (ICO) 2016 )

Terhitung sejak mulai tahun 2000 hingga 5 tahun terakhir hingga kini,

konsumsi kopi di Indonesia mengalami kenaikan. Meskipun pada tahun 2003

mengalami sedikit penurunan, namun pada tahun 2009 konsumsi kopi

masyarakat Indonesia berada di garis stabil dengan jumlah kurang lebih 3 juta

kilogram sebelum akhirnya semakin meningkat hingga ditingkat 4,5 juta pada

tahun 2016.

Selain itu, salah satu artikel Kompas yang membahas kedai kopi dari

masa ke masa juga menyatakan bahwa pada tahun 2012, permintaan kopi di

Indonesia sendiri mencapai lebih dari dua ratus lima puluh ribu ton. Selain itu

segmen bisnis kedai kopi kini memiliki presentasi lebih dari 100%, hal itu

tentu memberi tanda bahwa bisnis kedai kopi memiliki potensi yang sangat

besar dalam hal peluang bisnis bagi para pelaku usaha.

50
Data yang didapat dari Internasional Coffee Organization (ICO)

mencatat bahwa pertumbuhan rata-rata kopi di Indonesia lebih besar, hal ini

juga didukung dengan data dari salah satu e-commerce jual beli barang yang

menyatakan bahwa penjualan kopi di platform market place meningkat

sebanyak tiga kali lipat, dari yang sebelumnya sekitar 40 ribu pada tahun 2016

menjadi 120 ribu produk selama 2017. Dari tahun ke tahun kebutuhan

mengkonsumsi kopi memang semakin meningkat dan pesat, hal ini diperkuat

dengan adanya data yang dikeluarkan oleh kementrian perdagangan

Indonesia.

Dalam jurnal yang ditulis oleh (Hussaini Rahman, 2015), menjelaskan

beberapa manfaat dalam mengkonsumsi kopi. Pertama, dalam usia dewasa,

meminum kopi bisa menunda atau menghindarkan seseorang dari penyakit

Alzhaimer, hal ini di sebutkan dalam studi yang dikepalai oleh Dr. Chuanhai

Cao dari University South Florida. Kedua, meminum kopi bisa meningkatkan

kinerja otak menurut jurnal yang membahas tentang Human

Psychopharmacology. Ketiga, kopi bisa membantu mengurangi resiko kanker,

menurunkan resiko diabetes. Kopi yang dikonsumsi yang dimaksud disini

ialah kopi tanpa gula/rendah gula.

51
Gambar 2.3 Ekspor Kopi Indonesia

(Sumber : data Kementerian Perdagangan 2018)

Data pada grafik diatas memperlihatkan bahwa kopi termasuk

kedalam salah satu dari 10 komoditi utama yang menjadi bahan ekspor dari

Indonesia ke bagian negara-negara lain pecinta kopi. Negara Amerika menjadi

penerima ekspor tertinggi bagi Indonesia dalam permintaan kopi, dilihat

selama 2 tahun terakhir.

Saat ini Indonesia menjadi negara dengan posisi keempat sebagai

produsen kopi terbesar di dunia setelah Vietnam, Kolombia, dan Brazil.

Dikutip dari artikel yang ditulis oleh Helianti Hilman (2009) tentang Aroma

Kopi Nusantara. Dalam tulisannya itu, ia juga mencantumkan data produksi

kopi di Indonesia dengan mengambil sumbernya Kemenperin.go.id.

Dijelaskan bahwa luas lahan perkebunan kopi sekitar 1,3 juta hektar.

Kemudian presentase penghasilan jenis kopi Robusta pertahunnya sebesar 700

52
kg biji kopi per hektarnya. Sedangkan biji kopi Arabika juga memiliki jumlah

yang sama yaitu sebesar 700 kg biji kopi per hektar setiap tahunnya.

C. Budaya Kopi di Indonesia

Penjelasan mengenai budaya kopi di Indonesia meruruk pada

penelitian yang dilakukan oleh Devvany dan Ivana (2017) dengan tema

“Kajian Budaya Minum Kopi di Indonesia“. Dalam kajiannya itu mereka

menjelaskan apa saja macam-macam budaya mengenai kopi di Indonesia.

Budaya meminum kopi yang pertama, ialah kopi angkringan. Dimana

salah satu jenis tempat kopi lesehan dengan lapak yang kecil di kota

Jogjakarta. Salah satu menu andalan kopi nya ialah kopi arang bakar. Yaitu

secangkir kopi hitam yang disajikan bersama arang bakar yang dicelupkan

bersamaan dengan kopi. Budaya kedua ialah budaya rumpi di warung kopi.

Mereka mengambil studi kasus di warung kopi didaerah kota Medan, dimana

menurutnya ketika para pelanggan meminum kopi terdapat obrolan-obrolan

dengan berbagai persoalan yang luas termasuk rumpi atau membicarakan

suatu hal.

Kemudian budaya ketiga ialah meminum kopi langsung di perkebunan

kopi, yang bernama Losari Coffee Plantation di Kota Magelang Jawa Tengah.

Disana para pengunjung bisa melihat langsung luasnya perkebunan kopi

sambil meminum olahan biji kopi dengan campuran gula aren. Budaya ke

53
empat yaitu meminum kopi di wadah yang terbuat dari batok kelapa yang ada

di Mandailing Sumatera Utara. Sebelum dimasukan ke wadah batok kelapa,

larutan kopi dicampur dengan sebatang kayu manis. Yang kemudian dapat

menambah sensasi hangat bagi siapapun yang meminumnya.

Selain itu, kopi ternyata juga bisa digunakan untuk berbagai keperluan

selain untuk di konsumsi. Misalnya sebagai kebutuhan ritual adat, hal itu bisa

dilihat dari kegiatan Keraton Kota Solo yang setiap hari Selasa dan Kamis,

rutin membuat sesajen yang terdiri dari beberapa jenis bunga dan kopi

disebuah wadah. Kemudian mereka meletakan di ruang tengah keraton

dengan keyakinan bahwa dengan adanya sajian sesaji diyakini dapat membuat

lingkungan keraton tetap aman.

D. Profil Kedai Kopi

Untuk melengkapi penjelasan mengenai data dari informan dilapangan

maupun hasil observasi terhadap pernyataan masalah yang telah dikemukakan

oleh peneliti, pada bagian ini peneliti juga mengambil data dari beberapa

kedai kopi di Tangerang Selatan untuk mengetahui bagaimana suasana yang

ditawarkan kedai-kedai kopi pada umumnya dan jenis-jenis kopi yang

ditawarkan kepada para pelanggan. Selain itu, profil kedai kopi yang sudah

dimasukan dalam penelitian ini juga merupakan hasil temuan data peneliti

selama melakukan observasi dilapangan.

54
1. Titik Nyeduh

Gambar 2.4 Kedai Kopi Titik Nyeduh

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kedai Titik Nyeduh merupakan kedai kopi yang terletak di daerah Paku

Alam, Tangerang Selatan. Titik Nyeduh mulai beroperasi sejak tahun 2016. Kedai

kopi ini mempunyai jam operasional dari pukul 13:00 hingga 00:00. Kedai ini

memasok bahan biji kopi yang berasal dari beberapa daerah yaitu dari Gunung

Halimun Jawa Barat dan dari para petani di Jawa Tengah. Kopi yang disajiakan

sangat beragam, mulai dari jenis V60 hingga Latte. Selain itu juga tersedia banyak

minuman lain diantaranya Red Velvet, taro, serta makanan ringan seperti kentang,

mie, dan lain sebagainya. Kedai kopi ini memiliki struktur organisasi yang di kepalai

oleh owner sepasang suami istri dan sekaligus manager dan akuntan dari kedari kopi

Titik Nyeduh itu sendiri, kemudian di lengkapi oleh satu orang Headbar dan dua

orang Barista.

55
Gambar 2.5 Bagian Bar di Kedai Kopi Titik Nyeduh

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Selain menyajikan menu kopi sebagai sajian utamanya, Titik Nyeduh juga

menyuguhkan konsep suasana seperti berada didalam rumah. Selain itu, kedai kopi

ini juga dilengkapi fasilitas seperti wi-fi dan ruang ber AC, smoking area, kamar

mandi, sofa, musholla hingga beberapa alat permainan dan buku-buku bacaan.

Sasaran pelanggan yang menjadi target kedai kopi ini berasal dari semua kalangan.

Namun dari hasil observasi peneliti, sebagian besar pelanggan yang datang

merupakan kalangan pelajar dari SMA hingga mahasiswa.

56
Gambar 2.6 Suasana Pelanggan di Kedai Kopi Titik Nyeduh

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar diatas menunjukan suasana kedai kopi “Titik Nyeduh” di bagian

luar dan area merokok. Berdasarkan hasil observasi peneliti, pelanggan yang

datang ke kedai kopi ini memiliki jam-jam ramai dan padat setiap harinya. Salah

satu barista yang bekerja disana mengatakan bahwa jam 21.00 hingga 23.00

adalah waktu dimana suasana kedai kopi mulai ramai, walaupun pelanggan di

dominasi oleh laki-laki, namun juga terdapat beberapa pelanggan perempuan

yang mengunjungi kedai tersebut. Jumlah pelanggan bahkan bisa membludak

hingga ke trotoar seberang jalan kedai ketika pada hari-hari tertentu seperti hari

sabtu malam dan minggu malam. Rata-rata pelanggan berasal dari kalngan pelajar

SMA, Mahasiswa, dan beberapa karyawan. Selain itu kisaran harga kopi yang

dijual di kedai ini bisa dilihat sebagai berikut :

57
Tabel II.D.3 Harga Menu di Kedai Kopi Titik Nyeduh
No. Jenis Kopi Range Harga

1. Espresso Rp. 16.000

2. Cappucinno Rp. 20.000

3. Café Latte Rp. 20.000

4. Hazelnut Latte Rp. 25.000

5. Caramel Latte Rp. 25.000

6. Vanilla Latte Rp. 25.000

7. Americano Rp. 18.000

8. Vietnamese Rp. 20.000

9. Afogato Rp. 23.000

10. Piccolo Rp. 18.000

11. Single Origin Rp. 20.000

12. Guest Bean Rp. + 5000 /+ 10.000

13. Tubruk Rp. 15.000

14. Es Kopi Susu Perumahan Rp. 18.000

15. Es Kopi Hemat Rp.15.000

16. Es Kopi Caramel Rp.18.000

17. Es Kopi Coklat Rp. 20.000

58
2. Setetes Kopi

Gambar 2.7 Kedai Kopi Setetes Kopi

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kedai kopi Setetes Kopi merupakan kedai kopi yang terletak di sekitar

daerah BSD (Bumi Serpong Damai), Boulevard, Giri Loka, Tangerang

Selatan. Setetes Kopi mulai beroperasi pada awal tahun 2019, awal mula

berdiri kedai ini masih menggunakan gerobak sebagai lapaknya, namun pada

bulan Febuari kedai kopinya kini telah memiliki tempat disebuah ruko kecil

satu lantai berukuran 10 x 4,5 m dan terletak dipinggir jalan. Kedai ini

memiliki jam operasi dari pukul 09:00 hingga 23:00.

Kopi yang disajikan dikedai kopi ini diantaranya cappuccino, latte,

Americano, dan minuman jenis lain seperti lemon tea. Kedai kopi ini hanya

khusus menyajikan minuman saja tanpa kudapan sebenarnya, namun ada satu

jenis kue ringan setiap harinya yang diletakan di etalase kecil bar mereka.

59
Seperti saat peneliti melakukan observasi ke lokasi, terdapat kudapan kue

donat dengan taburan gula halus.

Gambar 2.8 Bagian Bar di Kedai Kopi Setetes Kopi

Sumber : Dokumentasi Pribadi


Kedai kopi yang di kepalai oleh 3 orang owner ini memiliki satu orang

Headbar dan 3 barista yang memiliki jadwal kerja masing-masing setiap

harinya. Pemilik dari kedai kopi ini terdiri dari tiga orang mahasiswa aktif

yang berasal dari bermacam-macam perguruan tinggi swasta (Universitas

Pembangunan Nasional-UPN, dan Universitas Multimedia Nusantara-UMN).

Tempat ini juga difasilitasi alat permainan seperti kartu UNO, monopoli, ular

tangga dan sebagainya. Selain itu juga tersedia kamar mandi, ruang ber AC, 4

kursi dengan meja panjang, dan satu buah sofa, serta area merokok di luar

ruko dan dilengkapi beberapa bangku dan meja kayu.

60
Gambar 2.9 Suasana Pelanggan di Kedai Kopi Setetes Kopi

Sumber : Instagram (@Setetes Kopi)

Meskipun para pelanggan yang datang di kedai kopi ini tidak sepadat

seperti kedai kopi Titik Nyeduh, kedai kopi Setetes Kopi juga cukup memiliki

banyak pelanggan tetap yang hampir setiap hari datang untuk memesan kopi

dari kedai kopi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti,

owner kedai kopi ini juga mengatakan bahwa sebagian besar pelanggan yang

sering datang masih dalam satu lingkaran kolega atau pertemanan dengan

owner dari kedai kopi ini. Selain itu, mayoritas pelanggan yang datang

merupakan pelajar SMA dan mahasiswa. Kemudian kisaran harga kopi yang

dijual di kedai ini bisa dilihat sebagai berikut :

61
Tabel II.D.4 Harga Menu di Kedai Kopi Setetes Kopi

No. Jenis Kopi Range Harga

1. Espresso Rp. 10.000

2. Cappucinno Rp. 20.000

3. Latte Rp. 20.000

4. Americano Rp. 18.000

5. Filter Rp. 18.000

V60,Aeropress,French
Press,Clever Dripper

6. Jappanesse Style Rp. 20.000

7. Vietnam Drip Rp. 15.000

8. Tubruk Rp. 15.000

9. Es Kopi Menanti Rp. 15.000

10. Es Kopi Selekta Rp. 15. 000

11. Hazelnut Latte Rp. 24. 000

12. Caramel Latte Rp. 24. 000

13. Moccacino Rp. 24. 000

62
3. Adara Coffee

Gambar 2.10 Kedai Kopi Adara

Sumber : Instagram (@Adara Coffee)

Kedai kopi Adara Coffee merupakan kedai kopi yang terletak di

daerah Ciater Raya, Tangerang Selatan. Adara Coffee mulai beroperasi

pada awal tahun 2019. Kedai kopi yang bertemakan minimalis ini

memiliki konsep taman didalam kedai kopi. Hal ini merupakan salah satu

terobosan baru karena pada umumnya taman atau wilayah outdoor terletak

didepan kedai kopi. Kedai kopi ini memiliki jadwal operasi setiap hari,

dari senin hingga jumat, buka pukul 08.00 pagi hingga 23.00 malam.

Sedangkan hari sabtu dan minggu, kedai kopi buka pukul 09.00 pagi

hingga 00.00 malam.

Kedai kopi ini memiliki menu yang terbilang cukup banyak

dibandingkan kedai kopi Titik Nyeduh dan Setetes Kopi. Adara Coffee

juga menyajikan berbagai macam makanan berat seperti nasi goreng, sop

63
daging sapi, spaghetti, serta beberapa cemilan ringan seperti roti bakar,

kentang dan lain sebagainya.

Gambar 2.11 Bagian Bar di Kedai Kopi Adara

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Kedai kopi ini dimiliki oleh seorang ibu yang bekerja sebagai

pengusaha kuliner, namun dalam menjalankan usahanya, ia memeprcayai

salah satu anaknya yang masih berstatus mahasiswa disalah satu perguruan

tinggi swasta (Universitas Multimedia Nusantara/UMN). Kedai kopi ini

memiliki satu orang Headbar dan 4 orang barista, serta 2 orang juru masak

yang memiliki jadwal masing-masing setiap harinya. Tempat ini

difasilitasi ruangan ber AC dengan sofa dan karpet bulu, smoking area

dengan beberapa bangku memanjang, serta area taman yang diberi tikar

dan dilengkapi dengan bantal besar untuk duduk ditaman. Selain itu sama

seperti kedai-kedai kopi lain, Adara Coffee juga dilengkapi oleh kamar

mandi, mushola, serta beberapa mainan dan majalah.

64
Gambar 2.12 Suasana Pelanggan di Kedai Kopi Adara

Sumber : Instagram (@Adara Coffee)

Gambar diatas menunjukan suasana kedai kopi Adara. Berdasarkan

hasil observasi peneliti, selama masa pembukaan kedai kopi diawal tahun

hingga saat ini, kedai kopi ini hampir selalu ramai setiap harinya.

Meskipun waktu paling ramai adalah ketika sore menjelang malam.

Pelanggan yang datang ke kedai kopi ini juga beragam tidak hanya

sekedar mahasiswa dan para pelajar. Hal itu dikarenakan letak kedai kopi

ini persis dipinggir jalan raya protokol yang menghubungkan BSD ( Bumi

Serpong Damai ) dan Ciater. Berbeda dengan kedai kopi sebelumnya yaitu

kedai kopi Titik Nyeduh yang terletak di tengah-tengah area perumahan,

dan Setetes Kopi yang terletak dipinggir jalan dimana jalan tersebut

menjadi jalan penghubung antar komplek. Kemudian kisaran harga kopi

yang dijual di kedai ini bisa dilihat sebagai berikut :

65
Tabel II.D.5 Harga Menu di Kedai Kopi Adara
No. Jenis Kopi Range Harga

1. Kopi Adara Rp. 25.000

2. Americano Rp. 23.000

3. Cappucinno Rp. 28.000

4. Long Black Rp. 23.000

5. Latte Rp. 28.000

6. Mocha Rp. 30.000

7. Flat White Rp. 25.000

8. Piccolo Rp. 20.000

9. Espresso Rp. 18.000

Diantara tiga profil kedai kopi yang telah dipilih oleh peneliti,

kedai kopi “Adara Coffee” adalah yang paling besar ukurannya disbanding

kedai kopi “Setetes Kopi” dan kedai kopi “Titik Nyeduh”. Selain itu,

ketiga kedai kopi tersebut memiliki situasi yang ramai pelanggan hampir

setiap harinya terutama ketika sore menjelang malam. Hal itu dikarenakan

keberadaan atau lokasi kedai koi tidak berada diwilayah yang ramai akan

usaha kedai kopi. Sehingga para pelanggan lebih mudah tertuju pada

ketiga kedai kopi tersebut.

Sesuai dengan gambaran ketiga kedai kopi yang diambil oleh

peneliti sebagai gambaran bagaimana kedai kopi pada umumnya, kedai

kopi nyatanya menjadi tempat nongkrong yang saat ini diincar oleh

banyak orang. Walaupun pada kenyataannya substansi nongkrong sendiri

66
memiliki banyak arti, seperti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

yang menyebut bahwa nongkrong diartikan sebagai kegiatan duduk-duduk

tanpa melakukan kegiatan apapun. Nongkrong juga tidak hanya dilakukan

di kedai kopi saja, melainkan dibanyak tempat. Sesuai dengan observasi

peneliti, nongkrong juga nyatanya bisa dilakukan di pinggiran trotoar jalan

raya, di taman kampus, dan di tempat lainnya. Hal ini yang nantinya

menjadi latar belakang soal bagaimana nongkrong dikedai kopi sebagai

ruang sosial bagi para pelanggan dalam kegiatan sehari-hari.

Selain itu, rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh masing-

masing kedai kopi pun beragam. Kedai kopi “Titik Nyeduh” perharinya

bisa menghasilkan lebih dari 700.000 ribu per harinya, kemudian kedai

kopi “Setetes Kopi” mendapatkan pendapatan diatas 500.000 ribu per

harinya. Sedangkan kedai kopi “Adara” bisa menghasilkan lebih dari

1.000.000 rupiah per harinya.

67
BAB III

BUDAYA NONGKRONG DI KEDAI KOPI


Dalam bab sebelumnya, peneliti telah menjelaskan paparan

mengenai bagaimana gambaran dan suasana yang ada pada kedai kopi

pada umumnya. Untuk itu, dalam bab ini peneliti akan lebih menganalisa

dan mengaitkan kenyataan yang ada dilapangan dengan kajian teori yang

akan digunakan. Pembahasan mengenai analisa di bab ini tentu mengacu

pada fenomena nongkrong di kedai kopi bagi para pelanggan di kedai

kopi, dengan melihat kegiatan nongkrong yang mereka lakukan seusai

menyelesaikan berbagai aktivitas setiap hari. Momen dimana mereka

melepaskan penat dengan kesibukan dan kegiatan sehari-hari.

Selain itu, yang menjadi dasar analisis selain data yang di dapat

dilapangan juga terkait dengan penelitian yang di lakukan oleh Gelora Cita

(2015), dimana dalam penelitiannya ia menjelaskan mengenai fungsi

utama warung kopi adalah sebagai wadah atau tempat untuk bersosialisasi.

Termasuk dengan semua interaksi yang ada di dalamnya. Hal itu pun yang

kemudian menjadi garis besar bagi peneliti untuk menganalisis lebih jauh

mengenai wadah (Kedai kopi) sebagai tempat untuk bersosialisasi dan

kaitannya dengan produksi ruang sosial dari Henri Lefebvre.

Sesuai dengan empat jenis ruang yang telah dibentuk berdasarkan

hasil konstruk dari manusia, menurut teori Lefebvre kedai kopi sendiri

masuk ke dalam jenis ruang profan dan ruang publik. Dimana kedua ruang

68
ini merupakan tempat kegiatan manusia untuk melakukan berbagai

interaksi dan juga produksi relasi sosial yang sangat luas.

Dalam bagian kedai kopi juga ternyata memiliki tempat atau ruang

sakral sebenanrnya, adanya ruangan-ruangan kecil yang dijadikan mushola

atau ruang beribadah yang disediakan bagi para pelanggan yang datang ke

kedai kopi. Dari ketiga kedai kopi yang telah dijelaskan dibagian

gambaran umum terhadap kedai kopi dalam penelitian ini, kedai kopi

Adara lah yang memiliki space khusus untuk tempat shalat/mushola.

Kedai kopi Titik Nyeduh menggunakan ruang tempat penyimpanan mesin

kopi dan stok biji kopi sebagai tempat shalat bagi pelanggan yang ingin

shalat. Sedangkan kedai kopi Setetes tidak memiliki ruang/tempat untuk

shalat, bagi pelanggan yang ingin shalat harus beraknjak dahulu dari sana

untuk mencari masjid/mushola terdekat.

Tentu menjadi hal yang menarik ketika ruang sakral yang berada di

sebuah kedai kopi pada fungsinya, nyatanya lebih sakral adalah ngopi

sambil nongkrongnya daripada kegiatan beribadahnya. Hal ini sesuai

dengan hasil observasi peneliti, dimana tempat atau ruang yang disediakan

oleh kedai kopi untuk beribadah/shalat seringkali terlihat sepi, meskipun

keadaan kedai kopi sedang dalam situasi ramai pelanggan. Hanya terlihat

beberapa pelanggan, bahkan beberapa barista saja yang terlihat

menggunakan ruang atau tempat shalat yang disediakan oleh kedai kopi.

69
Selanjutnya, konsep Triad yang dibuat oleh Lefebvre secara tidak

langsung menjelaskan tentang bagaimana sejarah dari sebuah ruang,

produksi sosial atas ruang berkaitan dengan mode produksi dan budaya

didalamnya (Cak Tarno : 2014). Sesuai dengan hasil data yang didapat

oleh peneliti, peneliti menemukan beberapa poin terkait dengan proses

produksi ruang sosial di kedai-kedai kopi.

A. Faktor-faktor yang menjadi tolak ukur dalam memilih Kedai

Kopi

Dalam pemilihan tempat nongkrong, sesuai dengan data yang telah

di dapat oleh peneliti di lapangan. Ditemukan beberapa faktor yang

menjadi tolak ukur para pelanggan ketika datang ke kedai kopi untuk

nongkrong. Beberapa pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor Kenyamanan

Kenyamanan pelanggan selama mereka duduk menikmati

secangkir kopi di kedai kopi cukup menjadi hal yang sangat penting.

Kenyamanan pelanggan bisa berkaitan dengan banyak hal, mulai dari

tempat atau konsep yang di suguhkan oleh pihak kedai kopi. Kemudian

fasilitas apa saja yang tersedia, dan lain sebagainya. Keadaan atau suasana

yang tercipta di kedai kopi juga ternyata menjadi faktor penting bagi para

pelanggan. Seperti yang di katakana oleh informan yang bernama Ica

sebagai berikut :

“ yang buat nyaman kalo kedai kopi sih yang ngga terlalu rame
ya.. soalnya biasnaya kalo gue kesana itu kalo lagi ada tugas atau

70
kerjaan aja, dan kalo rame kayak ngga enak gitu. Menurut gue pas
minum kopi sambal ngerjain tugas gitu kek bisa ngebantu gue buat
nemuin inspirasi. Yang penting tempatnya nyaman dan ngga
terlalu sumpek “ (Wawancara pada 15 Oktober 2019).
Suasana yang tidak terlalu ramai menjadi pilihan Ica dalam

memilih kedai kopi untuk mengerjakan berbagai tugas. Meskipun begitu,

dibeberapa kesepatan yang lain suasana ramai juga bisa menjadi pilihan

para pelanggan ketika mereka datang dengan tujuan untuk melakukan

kegiatan nongkrong Bersama teman-teman.

2. Faktor Harga

Cara kedai kopi merepresentasikan ruangnya pada pelanggan juga

bisa dilihat dari penjelasan tentang bagaimana gambaran deksripsi dari

sebuah kedai kopi pada umumnya seperti yang sudah dijelaskan pada bab

II mengenai tiga profil kedai kopi. Begitupun yang dikatakan oleh

informan yang bernama Albert “ Pertama dari tempat sih asik apa engga,

dan harga nya juga yang standar-standar aja gitu ngga mahal ngga

murah hehe “ (Wawancara pada 6 Agustus 2019).

3. Fasilitas yang tersedia dan Konsep yang dipakai oleh Kedai Kopi

Berdasarkan hasil observasi peneliti yang dilakukan lewat

wawancara, ada beberapa informan terkait dengan alasan apa saja yang

membuat mereka datang dan memilih kedai kopi sebagai tempat

nongkrong mereka. Fasilitas yang disediakan oleh kedai-kedai kopi

menjadi salah satu faktor penting untuk menarik para pelanggan. Seperti

penjelasan informan yang bernama Bella “ yang fasilitasnya tuh lengkap

71
sama bersih, ada msuhola, toilet, sama smoking area, ada juga yang AC.

Gitu sih yang penting nyaman “ (Wawancara pada 14 Agustus 2019).

Kemudian informan yang bernama Alizen juga melengkapi:

‘’kalo buat gua, ada paduan konsep gitu kayak misalnya konsep
jogja sama Jakarta. Kayak punya tempat indoor yang ber AC,
sama yang out door yang buka 24 jam, nyediain musholla, sama
jual marchendise nya mereka gitu. Dan kalo bisa ada kegiatan tiap
bulan yang dibuat gitu yang diselenggarain sama pihak kedai kopi
nya, ada music, sama sajian kopi nya yang banyak variasi’’
(Wawancara pada 10 Juli 2019).

Selanjutnya, tidak hanya fasilitas yang menjadi daya tarik

pelanggan. Hal itu juga dipengaruhi oleh konsep atau tema yang di ambil

oleh pihak kedai kopi ketika mereka memutuskan untuk membuka usaha

kedai kopi. Kedai kopi dengan konsep yang unik dan berbeda dari kedai-

kedai lainnya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelanggan untuk

datang dan betah berlama-lama disana. Seperti yang dikatakan oleh Sonia :

‘’hm apa ya, enak aja gitu..gua suka aja ama tempat-tempatnya,
lucu-lucu. Nah gua juga kalo lagi nugas nih, skripsian ya nyaman
aja. Gua kan nge kos juga jadi ya kalo di kos an mulu sepi, yang
ada tidur hahaha. tempatnya sih pw apa engga, kek aesthetic gitu,
sama paling kalo ada rekomendasi makanan atau kopinya enak
dari temen gua’’ (Wawancara pada 12 Oktober 2019).
Keunikan atau ciri khas dari suatu konsep yang di bangun oleh

kedai kopi membawa pengaruh besar dalam menarik pelanggan. Dari

ketiga kedai kopi yang dijadikan tolak ukur bagi peneliti, salah satu kedai

kopi yang menurut peneliti memiliki daya tarik tersendiri bagi pelanggan

ialah kedai kopi Adara. Dimana kedai kopi ini memiliki tempat yang luas

untuk bagian ruang ber AC dan bagian area merokok nya, mereka memilih

72
konsep minimalis di hampir sebagian bangunan kedai kopinya. Selain itu

kedai kopi Adara juga memiliki area merokok dilengkapi dengan

hamparan rumput hijau yang lumayan luas, serta beberapa tikar dan meja

kecil sebagai pelengkap.

Sehingga ketika pelanggan datang untuk nongkrong, mereka

memiliki banyak pilihan soal dimana mereka ingin duduk. Sedangkan dua

kedai kopi lainnya yaitu Setetes Kopi dan Kedai kopi Titik Nyeduh juga

memiliki dua area ber-AC serta Smoking Area. Namun kedua kedai kopi

ini memiliki konsep yang banyak dimiliki oleh kedai kopi pada umumnya.

Berbeda dengan kedai lainnya, kedai kopi Adara yang memiliki macam-

macam tempat duduk yang bisa digunakan oleh para pelanggan. Mulai

dari sofa, tempat duduk yang dibuat dengan semen dan batako dan

disatukan dengan dinding kedai, bangku-bangku berukuran kecil yang

diletakan di area luat taman, hingga tempat duduk yang dibuat dari

beberapa bantal berukuran besar dengan warna yang beragam.

B. Perbedaan Suasana Ruang dan Waktu di Kedai Kopi

Dalam pembahasan menyangkut representasi ruang, Time atau

waktu juga menjadi faktor yang tidak kalah penting. Hal ini di buktikan

juga oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Leonie Schmidt

(2012) tentang Urban Islamic spectale : transforming the space of

shopping mall during Ramadan in Indonesia. Dimana dalam

penelitiannya, ia menekankan sekali bagaimana momen atau waktu

lebaran Idul Fitri bisa merubah pemaknaan ruang-ruang Mall yang ada

73
disekitar kota Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Leonie ini

mencoba menyatukan bagaimana teori mengenai ruang yang dipaparkan

oleh Focault dan Ruang menurut Lefebvre. Menurutnya, teori ruang yang

dikemukakan oleh Levebre kurang menekankan unsur Time/Waktu,

sehingga dalam penelitiannya itu ia membahas banyak sekali bagaimana

esensi sebuah ruang mall berubah ketika momen Lebaran Idul Fitri.

Ruang Mall yang tadinya di maknai sebagai tempat perbelanjaan

dan usaha ekonomi, kemudian ketika momen lebaran tiba, konsep dan

tema dari ruang mall seketika di sulap dengan berbagai konsep islami

Seperti tema-tema hiasan mall yang berbau lebaran.

Sedangkan dalam pembahasan ruang kedai kopi disini, bukan

momen lebaran Idul Fitri yang dijadikan momentum. Tetapi waktu, kapan

para pelanggan biasanya datang untuk nongkrong di kedai kopi.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, para pelanggan

kedai kopi kebanyakan ramai dan datang ketika sore menjelang malam.

Sekitar dari jam 16:00 sore hingga malam, bahkan tidak jarang beberapa

pelanggan pulang ketika kedai kopi sudah ingin tutup. Walaupun bukan

berarti ketika siang kedai kopi tidak di datangi pelanggan sama sekali,

kedai-kedai kopi tetap di datangi pelanggan walaupu hanya beberapa.

Hal itu disebabkan ketika siang, para pelanggan masih sibuk

dengan aktivitas lain seperti kuliah, ataupun kerja di kantor dan lain

sebagainya. Meski begitu, beberapa pelanggan yang datang ke kedai kopi

74
saat siang hari, sebagian dari mereka datang hanya untuk sekedar

menyelesaikan berbagai pekerjaan kantor atau tugas. Sedangkan waktu

ideal kebanyakan untuk nongkrong di kedai kopi dilakukan ketika mereka

telah usai melakukan kegiatan-kegiatan utama setiap harinya.

Selain itu juga, kebanyakan kedai kopi lebih mengalami

pelonjakan pelanggan di hari-hari tertentu seperti hari Jumat, Sabtu, dan

Minggu. Pada hari-hari tersebut, biasanya suasana kedai kopi menjadi

lebih ramai dari pada hari-hari yang lain. Waktu di akhir pekan merupakan

hari dimana kebanyakan para pelanggan bebas dari kegiatan-kegiatan

utama mereka seperti kerja, sekolah, ataupun kuliah. Lama waktu para

pelanggan dapat menghabiskan waktu juga beragam, seperti yang

dikatakan oleh Rezha “ bisa 4 sampe 5 jam kalo bahasan ngobrolnya

serius. Dan pernah juga sampe pindah.. jadi mislanya gua lagi di kedai

kopi, nah ampe udah mau tutup gua lanjut lagi dah tuh di warkop

langganan gua “ (Wawancara pada 13 September 2019).

C. Identitas dan Jaringan Sosial Para Pelanggan Kedai Kopi

Pembahasan pada bagian ini lebih merujuk pada bagaimana

identitas para pelanggan, serta keadaan sosial mereka ketika pergi

nongkrong di kedai kopi. Dengan siapa mereka nongkrong dan seberapa

jauh keterkaitan mereka dengan teman-teman nongkrong nya. Selain itu

jaringan sosial yang mereka miliki cukup memperlihatkan dengan siapa

dan bagaimana pola interaksi mereka ketika nongkrong di kedai kopi.

75
1. Identitas sosial

Hal-hal yang membuat seseorang nyaman dengan teman

nongkrongnya, di karenakan suatu kesamaan identitas yang dimilki,

seperti yang dikatakan oleh Basit “ hm gw rasa sih karna satu pokok

bahasan ya, sama mungkin gilanya sama gitu kayak gw.. kalo sama Lutpi

gw nyambung banget soal motor sama gunung kalo udah diskusi atau

ngobrol. Nah kalo sama si Rija gw lebih suka diskusi kalo lagi nongkrong

karna dia anaknya buku banget, jadi gw lebih banyak nambah banyak

wawasan aja kalo ngobrol sama dia “ (Wawancara pada 19 Juli 2019).

Selain Basit hal yang sama juga dirasakan oleh Baihaki yang

memiliki kesamaan identitas dengan teman-teman nongkrongnya :

“ mereka sama gilanya kayak gue, Bimbey si Janda bertato anak


1, Akiko si bencong yang bucin tapi duitnya ngga ada seri nya,
Gerry si yang kalo ga (mabuk) ga idup katanya. Nongkrong
bareng udah bertahun-tahun sih, jadi istilahnya ya gue sama
mereka udah saling tau dalem-dalemnya “ (Wawancara pada 8
Agustus 2019)
Kemudian informan yang Bernama Bella pun ternyata memiliki

teman nongkrong dengan latar belakang identitas yang sama dengan

dirinya. Namun mereka bukan berasal dari teman-teman Bella, melainkan

dari sanak saudara nya sendiri yaitu para sepupunya, “ hmm sepupu gua

sih, si doni sama rima. Karena bacotnya sih…. Hahaha bisa punya banyak

bahasan, dari gibahin orang, sampe masalah keluarga juga kadang

sampe-sampe diomongin, hahaha.. “ (Wawancara pada 14 Agustus 2019).

76
Bella merasa bahwa ketika ia nongkrong di kedai kopi dengan

para sepupu nya, selain bisa menjadi teman, ia bisa mengutarakan berbagai

informasi serta keluh kesah yang sedang ia rasakan. Ia merasakan

kenyamanan saat bercerita dengan para sepupunya. Walaupun di sisi lain,

ia mengakui terkadang masalah yang ia rasakan tidak selesai begitu saja

dengan bercerita. Meski begitu, ia tetap merasa bahwa sedikit beban yang

dirasakannya dapat sedikit berkurang.

Bagaimana seorang pelanggan menampilkan dan melakukan

perannya masing-masing sebagaimana ia ingin dilihat oleh teman

nongkrongnya. Seperti informasi yang berhasil di dapatkan dari salah satu

informan yang bernama Baihaki. Dimana ia memiliki teman nongkrong

dengan berbagai karakter unik yang dimiliki seperti, Bimbey janda bertato,

Akiko yang banci, dan Gerry yang tukang mabuk. Walaupun setiap dari

mereka memiliki perbedaan yang bisa dibilang cukup kentara, namun

Baihaki mengaku bila mereka menemukan “kegilaan” yang sama. Selain

itu, secara keseluruhan adanya rasa kepercayaan yang ada diantara para

pelanggan juga menjadi hal penting yang dapat mempengaruhi mereka

sehingga bisa sering melakukan akivitas nongkrong dikedai kopi bersama.

2. Jaringan Sosial

Jaringan yang luas yang dimiliki seseorang ketika ia terbiasa

melakukan kegaiatan nongkrong, bisa membuat ia medapatkan kemudahan

dalam beberapa hal. Seperti yang dikatakan oleh Baihaki :

77
“ Jarang banget deh gw kayaknya bahkan ga pernah gitu kalo lagi
main ke Bar atau kedai-kedai kopi terus bayar gitu.. karena ya
kebanyakan kedai-kedai kopi yang biasa gw datengin buat
nongkrong, sebagian besar staff nya kayak baristanya atau
mungkin malah ownernya itu temen gw. Jadinya ya sering gratis
deh hehehe “ (Wawancara pada 8 Agustus 2019)
Dari hal tersebut terlihat bahwa sebenarnya, ketika seseorang

memiliki jaringan yang semakin luas, maka hal itu berdampak juga ketika

ia nongkrong di suatu tempat termasuk di kedai-kedai kopi. Dengan

banyaknya teman Baihaki yang menjadi staff maupun barista di beberapa

kedai kopi, membuat ia sering tidak perlu bayar ketika memesan kopi. Hal

itu dikarenakan luasnya jaringan pertemanan yang ia miliki. Kedai kopi

juga nyatanya bisa dijadikan tempat atau wadah dimana seseorang bisa

menambah ataupun memperluas jaringan sosial yang sudah dimiliki

sebelumnya. Ketika datang untuk melakukan nongkrong dan ngopi, para

pelanggan bisa bertemu dan berkenalan dengan orang baru. Seperti yang

di alami oleh informan yang bernama Albert :

“hmm keseringan sih temen nongkrong gw itu-itu aja.. tapi pernah


beberapa kali ada momen dimana temen gw pas nongkrong bawa
temennya gitu, jadi ya gw gabung aja gitu nongkrongnya sama
temennya dia..abis dari situ karna ngobrolnya nyambung, asik
juga orangnya. Akhirnya beberapa kali nongkrong bareng lagi“
(Wawancara pada 6 Agustus 2019)
Dari penjelasan Albert bisa dilihat jelas bagaimana saat seseorang

nongkrong di kedai kopi, mereka bisa saja bertemu orang-orang yang

sebelumnya belum pernah mereka temui. Dan ketika mereka menemukan

frekuensi kecocokan obrolah atau diskusi yang dirasa nyaman, sejalan,

78
bukan tidak mungkin mereka akhirnya memutuskan untuk berteman,

bertukar kontak, hingga menjadi teman nongkrong di lain waktu.

D. Nongkrong Sebagai Kegiatan Sosial

Nongkrong di kedai kopi sebagai salah satu sarana bagi para

pelanggan untuk melakukan kegiatan sosial, seperti berinteraksi dengan

memperbincangkan banyak hal.

Sesuai dengan pengalaman pribadi peneliti selama berada di

lapangan untuk melengkapi berbagai data, pada nyatanya sebagian besar

pola obrolan atau interaksi yang ada di ada di antara pelanggan dan teman-

teman nogkrongnya, selalu ada saat dimana sebagian mereka memulai

topik pembicaraan untuk membicarakan orang lain. Entah itu tentang

persoalan yang ada pada seseorang, baik dari sisi positif maupun negatif.

Walaupun sebenarnya tidak semua obrolan yang dibahas sepanjang waktu

nongkrong di kedai kopi hanya seputar membicarakan sesuatu tentang

seseorang yang saat itu tidak hadir, namun beberapa kali selama obrolan

berlangsung kegiatan gosip tidak jarang dilakukan. Seperti yang di

katakana oleh informan yang bernama Teddy :

“banyak banget sih yang gua omongin, makanya kalo udah


nongkrong gua bisa ngabisin waktu ampe lama banget. Biasanya
topik obrolan lebih ke gibah sih hahahaha..ya kayak kenikmatan
berosialisasi aja gibah tuh. Ngomongin hidup, cewek, sampe bisa
loh gua ngomongin soal mati hahaha “ (Wawancara pada 18
September 2019)

79
Salah satu contoh interpretasi pada hasil wawancara yang

dilakukan kepada informan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan, ialah

penjelasan soal bagaimana situasi yang tercipta ketika para pelanggan

mengisi ruang-ruang (Kedai Kopi). Seperti yang di katakana oleh Basit :

“ sejauh ini kalo pola kayak gitu, Cuma pas ditongkrongan tapi
yang gw omongin hal-hal krusial kayak misalnya pemira kan
biasanya ada mapping gitu.. nah itu baru tuh obrolan di bawah
satu arahan dari satu orang, sedangkan yang lain kebanyakan
Cuma dengerin sama nyimak. Atau ya kalo gw lagi nongkrong
sama orang-orang yang usianya lebih tua dari gw juga, ya
kebanyakan peran gw selama ngobrol lebih banyak sebagai
pendengar aja “ (Wawancara pada 19 Juli 2019).
Ketika obrolan yang dilakukan oleh Basit di kedai kopi masuk ke

dalam obrolan yang dimana cakupan bahasannya mulai serius, yaitu

seputar diskusi strategi pelaksanaan momen pemilihan presiden tahunan

di kampus, posisi yang ia miliki hanya sebagai junior dari kakak-kakak

seniornya. Posisi para seniornya yang memberikan arahan, bisa

memperlihatkan bagaimana para senior bisa mengatur dan menciptakan

kontrol sosial kepada para adik juniornya. Dengan modal sosial yang

dimilikinya sebagai seorang senior kampus, membuat Basit dan teman-

teman yang lain secara otomatis menyimak apapun yang disampaikan oleh

para seniornya. Namun di lain waktu dan kesempatan, Basit juga dapat

berada di posisi yang berkebalikan, dimana ia memposisi kan dirinya

sebagai seorang senior ketika ia nongkrong di kedai kopi dengan para

juniornya. Seperti yang ia katakan sebagai berikut :

“ kayak gw nongkrong sama angkatan 17 misalnya, mereka kayak


dengerin cerita gw soal gimana sih kehidupan perkuliahan,

80
gimana sih kalo udah semester-semester atas hahaha.. ya gw disitu
posisinya lebih banyak ngomong, lebih banyak sharing, trus
mereka lebih banyak dengerin dan nyimak” (Wawancara pada 19
Juli 2019).
Hal yang telah dijelaskan oleh informan tersebut menunjukan

adanya saling mendominasi utnuk mempertahankan kekuatan yang

dimiliki nya tanpa sadar. Adanya relasi kuasa yang terjadi diantara para

pelanggan, saat mereka melakukan kegiatan nongkrong dan kongkow di

kedai kopi dengan berbagai macam pokok bahasan dalam pembicaraan

mereka.

Tabel III.D.1 Budaya Nongkrong di Kedai Kopi

Pertimbangan Identitas dan


Pemilihan Kedai Jaringan Sosial
Kopi sebagai Perbedaan Suasana yang dimiliki Para Kegiatan Sosial
tempat Nongkrong Ruang dan Waktu Pelanggan Kedai yang ada ketika
Kopi Nongkrong

• Faktor • Waktu ramai • Identitas • Pembicaraa


Kenyamanan nya sebuah sosial n yang
• Faktor Harga kedai kopi meliputi terjadi antar
• Fasilitas oleh para (Kepercayaa
pelanggan
yang tersedia ketika
pelanggan n, nongkrong.
dan Konsep
yang di terjadi mulai Keesamaan, • Adanya
pakai oleh pukul 16:00 dan relasi
kedai kopi WIB, hingga Kenyamana kekuasaan
malam/ (kedai n) antar yang terjadi
kopi tutup). pelanggan. antar
pelanggan
• Waktu • Jaringan di kedai
kondusif, atau sosial kopi ketika
cenderung meliputi mereka
sepi terjadi di (Kemudahan nongkrong,
siang hari, akses seperti dengan
dimana mendapat menggunak
baisanya kedai an modal
kopi gratis, sosial yang
kopi hanya dan dimiliki.
bisa bertambahny

81
mendapatkan a teman dan
beberapa kenalan baru
pelanggan. ketika
• Disbanding nongkrong)
hari-hari kerja
(Senin-
Kamis), kedai
kopi
mengalami
pelonjakan
pelanggan di
akhir minggu
(Jumat, Sabtu,
dan Minggu)

82
BAB IV

NONGKRONG DI KEDAI KOPI DAN KAITANNYA DENGAN


“TRIAD KONSEPTUAL”
Banyak sekali makna ataupun arti sebuah kedai kopi bagi setiap

orang, tergantung darimana mereka melihat sisi sebuah kedai kopi itu

sendiri. Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan yang bernama

Alizen, menurutnya kedai kopi merupakan salah satu tempat berwirausaha.

“’buat gua kedai kopi, tempat belajar karna sering banget bedah
buku, atau talkshow yang diadain di tempat kopi. Nah trus juga
tempat wirausaha, jadi bisa juga jadi tempat transaksi”
(Wawancara pada 10 Juli 2019)
Sedangkan menurut Bella kedai kopi merupakan tempat yang

cocok untuk mengerjakan berbagai tugas kuliah, serta tempat untuk

mencara suasana yang baru sebagai penghilang lelah. Berbeda dengan

Rezha yang merupakan mahasiswa sekaligus barista yang bekerja di kedai

Titik Nyeduh, menurutnya “kedai kopi buat gua ya sebagai tempat

belajar, karna kan setiap kedai punya barista yang beda-beda, karna gua

bisa dapet cara nyeduh yang beda dari kedai kopi gitu, trus juga ya

tempat nyari link buat gua’’ (Wawancara pada 13 September 2019).

Banyak sekali makna atau arti tersendiri terhdap sebuah kedai kopi

bagi para pelanggan. Begitu juga bagaimana sebuah ruang kedai kopi ada

dan menjalankan perannya sebagai ruang nongkrong bagi para

pelanggannya sebagai berikut.

83
A. Representasi Ruang Atas Kedai Kopi

Dalam ruang ini, representasi ruang menekankan bagaimana proses

sebuah ruang dapat terbentuk. Representasi ruang menekankan bahwa

sejatinya ruang dapat terbentuk dari hasil imajinasi serta pemikiran

manusia tentang kerangka ruang itu sendiri. Karena sebuah ruang tidak

akan pernah bisa terbentuk tanpa adanya konstruk dari pemikiran manusia

itu sendiri. Seperti penuturan dari Alizen yang mengatakan bahwa

‘’sebenernya udah kebayang sih kalo kedai kopi bakal muncul dan ada

dari tahun 2016, karna gua ngeliat kopi itu udah mulai jadi lifestyle

orang-orang pas waktu itu‘’ (Wawancara pada 10 Juli 2019). Hal ini ia

lontarkan karena ia melihat beberapa dari temannya yang saat ini telah

berkecimpung di dunia bisnis, dengan membangun usaha kedai kopi.

Selain penjelasan terkait bagaimana sebenarnya ruang dapat

terbentuk dari pemikiran dan konstruk yang dimiliki manusia, representasi

ruang juga melihat bagaimana sebuah ruang sebenarnya terus-menerus

dibicarakan melalui interaksi manusia. Hal ini diperjelas juga oleh Alizen

sebagai berikut :

‘’buat gua sih satu minggu sering banget ya, misalnya gua nyari
soal varian kopi apa aja sih yang ada di kedai sekitaran ciputat,
dan sering juga diajak nongkrong sama ke kedai-kedai kopi yang
belum pernah gua datengin, sampe ngomongin soal management
kedai kopi. Pokoknya dalam seminggu ngga keitung lah sering
banget’’ (Wawancara pada 10 Juli 2019).
Representasi ruang setara dengan tataran Conceived space, dimana

ruang tidak dapat dipersepsi tanpa dipahami atau diterima dalam pikiran,

84
selain itu pemahaman mengenai ruang selalu juga merupakan produksi

pengetahuan. (Cak Tarno Institute : 2014)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2015), menurut

pemikiran Lefebvre, representasi ruang pada dasarnya juga bisa disebut

sebagai ruang abstrak yang terdapat dalam pikiran manusia yang

kemudian diwujudkan melalui tanda-tanda yang sebenarnya serta spesifik

(Lefebvre, 1991: 38-39). Kedai kopi yang sebelumnya telah di konstruk

dalam pemikiran selama beberapa waktu yang cukup lama, serta asumsi

dan bayangan bagaimana kedai kopi yang dirasa ideal dan nyaman bagi

para pemilik kedai kopi, yang secara langsung dapat menguatkan

keberadaan ruang dari kedai kopi itu sendiri. Selain itu ketika kedai kopi

sudah terbentuk dalam kondisi “nyata” secara fisik. Maka keberadaan

kedai kopi yang sering diperbincangkan melalui interaksi tidak lagi hanya

di lihat sebagai ruang semata, tetapi juga menjadi ruang tempat

diproduksinya berbagai interaksi bagi mereka yang mengisi “ruang” dari

kedai kopi itu sendiri.

Representation of Space dikutip dari (Adiprasetio dan Saputra,

2017) merupakan pembentukan ruang, melalui pengotak-kotakkan ruang

yang dihasilkan dari ‘‘order’’ pengaturan yang melibatkan pengetahuan,

tanda, kode, dan relasi lainnya. Hal yang membuat ruang terbelah, dan

menghasilkan ruang-ruang konseptual dan spesifik seperti ruang yang

diproduksi ilmuan, ruang peneliti urban, ruang teknokrat, dst saat

mengidentifikasi ruang (Lefebvre, 1991: 30-38).

85
Representasi ruang membahas banyak sekali hal-hal kompleks

dari hasil interaksi para pelanggan dikedai kopi. Dan hal ini memuat

banyak unsur yang ternyata baru dapat ditemukan setelah peneliti

melakukan observasi serta wawancara dilapangan. Seperti yang telah

dijelaskan di bagian sebelumnya, faktor kenyamanan, harga, fasilitas dan

konsep kedai kopi, serta suasana dan waktu masuk ke dalam unsur-unsur

yang terkait pada bagian representasi ruang ini. “Ruang” kedai kopi yang

dibuat dan dioperasikan sedemikian rupa oleh para pemilik kedai kopi,

secara tidak langsung telah membuat para pelanggan sebagai konsumen

akhirnya memiliki penilaian tersendiri dalam memilah kedai kopi seperti

apa yang mereka inginkan untunk tempat nongkrong.

Selain itu, ternyata adanya Smoking Area/Ruang Merokok cukup

berpengaruh bagi kedai kopi saat ini. Sebagian besar pelanggan yang

datang untuk nongkrong dan minum kopi. Berdasarkan hasil observasi

peneliti saat dilapangan, kebanyakan dari mereka merokok. Seperti yang

dikatakan oleh Rezha “ ya gua lebih ke yang penting ada outdoor nya sih,

atau kayak tempat buat ngerokok. Lu tau kan gua ngga bisa banget lama-

lama diem ngopi ga nyebat hahhaaha “ (Wawancara pada 13 September

2019).

Hal ini juga bisa dilihat dari tiga kedai kopi yang di ambil oleh

peneliti di bagian sebelumnya. Kedai kopi “Titik Nyeduh” yang dilengkapi

dengan mainan, toilet, ruang ber-Ac, area merokok, dan ruang yang

dilengkapi dengan beberapa sofa. Sedangkan kedai kopi “Setetes kopi”

86
hanya terdiri dari area indoor dan outdoor, sedangkan toilet nya berada

diarea ruko samping kedai kopi. Persamaan yang terdapat pada ketiga

kedai kopi ialah memiliki area outdoor dan indoor, dan jam operasional

yang buka setiap hati tanpa hari libur. Dan hal itu cukup memperlihatkan

bahwa kebanyakan kedai kopi selalu menyediakan area merokok/Smoking

Area bagi para pelanggan yang sebagian besar dari mereka merokok

menurut hasil observasi peneliti dilapangan.

Pada akhirnya, setelah peneliti turun ke lapangan untuk melakukan

wawancara dan pengambilan data, hasil yang didapat melebihi dari

penjelasan tentang representasi ruang yang seharusnya. Ada banyak hal-

hal baru yang ternyata juga memperlihatkan bagaimana sebuah ruang

kedai kopi dapat merepresentasikan dirinya dengan para pelanggan yang

datang untuk nongkrong.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Gelora Cita,

2015), dimana ia dalam penelitiannya hanya terfokus membahas tentang

apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi para pelanggan bisa datang ke

kedai kopi. Diantaranya faktor teman, lingkungan, dan keluarga serta

harga kopi yang di jual oleh kedai kopi. Penelitian ini tidak menjelaskan

dengan luas bagaimana cara kedai kopi merepresentasikan dirinya kepada

para pelanggan.

87
B. Ruang Representasional bagi Para Pelanggan

Selanjutnya dalam tataran ruang representasional ini, merupakan

wujud hasil dari representasi ruang. Ketika suatu konsep mengenai suatu

ruang sudah dibentuk oleh para pemiliki kedai kopi melalui presepsi dan

pikiran manusia, maka hasil dan perwujudan dari konsep yang sudah

dibentuk ada dalam ruang ini. Kedai kopi yang sebelumnya sudah

diwacanakan melalui pikiran tentang apa itu kedai kopi serta bagaimana

kedai kopi sering dibicarakan dari mulut ke mulut.

Ruang representasional juga bisa dikatakan setara dengan

Perceived space, dimana setiap ruang memiliki aspek perspektif dalam arti

ia bisa diakses oleh panca indera sehingga memungkinkan terjadinya

praktik sosial. Ruang representasional ini juga masuk kepada Lived space,

dilihat menurut Christian dan Desmiwati (2018) yang ditulis dalam jurnal

“Menuju Urbanisasi pulau kecil : Produksi ruang abstrak dan

perampasan”. Menurut mereka didalam ruang representasional juga

sebagai tempat dimana setiap subyek manusia bisa membangun sistem

sosial baik itu melalui interaksi maupun pola-pola tindakan yang

dilakukan oleh para manusia (pelanggan) didalam suatu ruang sosial yang

sudah terbentuk (kedai kopi).

Ruang ini adalah ruang di mana setiap subyek manusia

membangun suatu sistem sosial sebagai rangkaian-rangkaian subjektivitas

yang mengalami dialektika dalam jalur sejarah. Di sinilah tempat

beradanya suatu ruang sosial (Christian dan Desmawati : 2018)

88
Pada tataran ruang representasional ini membahas bagaimana

“ruang” kedai kopi yang telah dibangun oleh para pelaku usaha, dengan

tujuan menjadi tempat nongkrong, telah berhasil memberikan wadah

dimana para pelanggan kedai kopi yang melakukan kegiatan nongkrong

bisa bersosialisasi dan berinteraksi secara penuh didalamnya. Saat situasi

nongkrong di kedai kopi para pelanggan yang sedang asik nongkrong

dapat merepresentasional kan dirinya didepan teman-teman

nongkrongnya. Dan hal ini tentu berlangsung selama para pelanggan

nongkrong dikedai kopi dengan berbagai keperluan, kegiatan,

pembicaraan, seperti yang sudah di jelaskan pada bagian representasi

ruang atas kedai kopi.

Bagian yang termasuk kedalam pokok bahasan dari ruang

representasional ini diantaranya ialah bagaimana identitas serta jaringan

sosial yang ada pada pelanggan kedai kopi. Seperti yang telah dijelaskan

pada bagian sebelumnya, dimana para pelanggan menunjukan pengaruh

jaringan sosial yang mereka miliki ketika nongkrong. Serta adanya

kesamaan identitas dengan teman-temannya yang kemudian berpengaruh

pada rasa nyaman, hingga bisa menghabiskan waktu yang cukup lama

ketika nongkrong di kedai kopi.

Ketika para pelanggan datang dan nongkrong di kedai kopi,

kebanyakan dari mereka datang dengan membawa beberapa teman. Tidak

sedikit dari mereka yang datang bersama teman mereka berjumlah lebih

dari 4 orang. Sesuai dengan hasil observasi peneliti selama dilapangan dan

89
juga didukung oleh beberapa data yang berhasil diperoleh dari proses

wawancara.

Pada umumnya kebanyakan dari mereka datang ke kedai kopi

bersama dengan rombongan teman-temannya yang dimana tanpa sadar,

secara tidak langsung mereka mempererat jaringan pertemanan mereka.

Dengan melakukan perbincangan yang intensif selama mereka berada di

kedai kopi. Disaat nongkrong, mereka bisa memperluas jaringan baru,

mendapat kenalan baru, seperti yang dikatakan oleh Alizen :

“ Nongkrong itu jadi medium buat ketemu, kayak gua dikenalin


sama temennya temen gua. Banyak sih, nongkrong tuh kayak
pertukaran informasi, pertukaran kabar yang buat keseharian gua
yang biasanya nggak atau belum pernah gua dapet gitu “
(Wawancara pada 10 Juli 2019).
Kemudian identitas sosial yang dimiliki oleh seseorang juga

berkaitan dengan jaringan sosial yang dibawa ketika para pelanggan

nongkrong di kedai kopi. Menurut Henri Tajher dan John Turner (1980),

identitas sosial diartikan sebagai satu bagian dari konsep diri individu,

dimana persepsi tentang seseorang yang terbentuk dihadapan kelompok

sosial mereka. Identitas sosial yang dimaksud disini lebih mengacu kepada

bagaimana pelanggan kedai kopi membawa identitas dirinya sebagaimana

yang ia mau perlihatkan di depan teman-teman nongkrongnya.

Dari berbagai penjelasan yang sudah di utarakan oleh beberapa

informan, memperlihatkan bagaimana luasnya kompleksitas ketika sebuah

ruang kedai kopi hidup bersama para pelanggannya. Bila sebelumnya

90
dalam tataran representasi ruang lebih merujuk pada bagaimana sebuah

kedai kopi berperan dan mempengaruhi para pelanggannya dari berbagai

aspek. Maka pada tataran representasional ruang ini, justru interaksi antar

pelanggan lebih jadi fokus utama.

C. Praktik Spasial yang Terjadi Pada Para Pelanggan Kedai Kopi

Lefebvre mendudukkan praktik sosial sebagai praktik spasial.

Praktik sosial dalam perspektif Lefebvre selalu mementingkan dan

mengutamakan ruang-ruang fisik sebagai tempat praktik sosial terjadi atau

berlangsung. Hal yang dilihat dapat berupa tindakan fisik, atau melalui

konstruksi ilmu pengetahuan yang memungkinkan praktik pemaknaan

terhadap ruang. Di dalam tataran ini juga memperlihatkan soal bagaimana

sebuah ruang dapat diproduksi secara keseluruhan.

Tataran praktik spasial setara dengan Lived space, dimana dimensi

ketiga dari produksi ruang adalah pengalaman kehidupan. Dimensi ini

merujuk pada praktik kehidupan sehari-hari yang telah di lakukan oleh

manusia. Kehidupan dan pengalaman manusia menurutnya tidak dapat

sepenuhnya dijelaskan oleh analisa teoritis. Dibeberapa kesempatan,

terdapat surplus sisa atau residu yang lolos dari bahasa atau konsep, dan

seringkali hanya dapat diekspresikan melalui bentuk-bentuk artistik (Cak

Tarno , 2014).

Sedangkan menurut Christian dan Desawati (2018) tataran praktik

spasial juga masuk kedalam klasifikasi Percieved space, dimana tempat ini

91
menjadi tempat social competence yang menjelaskan setiap hubungan

antar anggota masyarakat terjamin keberlanjutannya dan berada dalam

derajat yang sama dalam suatu ruang sosial (Lefebvre, 1991)

Bila telah dibahas sebelumnya bahwa secara tidak langsung

sebenarnya konsep triad menjelaskan bagaimana perjalanan sebuah ruang

atau tempat bisa muncul yang diukur dengan waktu. Praktik spasial bisa

dijadikan sebagai hasil yang konkret dan jelas dari sebuah tempat. Karena

sebelumnya tempat telah di bentuk konsepnya melalui pikiran manusia di

tataran representasi ruang, setelah itu di wujudkan secara fisik dan segala

fungsinya melalui tataran ruang representasional. Kemudian di dalam

tataran praktik spasial ini lah segala ke kompleks an yang ada pada sebuah

ruang atau tempat terjadi melalui hubungan ruang dan manusia itu sendiri.

Selain itu, penelitian yang ditulis oleh Arie Pamungkas yang

berjudul “Produksi Ruang Revolusi Kaum Urban menurut Henri Lefebvre“

mengatakan bahwa sesungguhnya tidak ada ruang yang sepenuhnya

“ideal” karena ruang itu sendiri secara spasial dalam masyarakat kapitalis

modern merupakan arena pertarungan yang tidak akan pernah selesai

diperebutkan. Semua pihak yang berkepentingan akan terus berusaha

mencari cara untuk mendominasi pemakaian atau pemanfaatan atas suatu

ruang dan mereproduksi segala pengetahuan untuk mempertahankan

hegemoni mereka atas pemanfaatan ruang tersebut.

92
Spatial Practice sesuai yang ditulis oleh (Christian dan Desmawati,

2018) menyatukan produksi dan reproduksi, konsepsi, eksekusi, yang

dibayangkan dan yang dijalani, yang ke semua itu memastikan terjadinya

kekuatan (kohesi) sosial, keberlanjutan masyarakat dan social competence

yakni dimana setiap hubungan antar anggota masyarakat terjamin

keberlanjutannya dan berada dalam derajat yang sama dalam suatu ruang

sosial (Lefebvre, 1991).

Dalam misi utama Lefebvre, ia mencari jalan tentang bagaimana

menghadapi masyarakat yang didominasi oleh ruang abstrak dengan

menciptakan konsep triad. Ruang abstrak merupakan sebuah ruang telah

mengalami politisasi dan birokrasi. Ruang ini memproduksi dan

mendorong homogenitas sosial (Cak Tarno, 2014). Dalam tulisan yang

ditulis oleh (Goonewardeny, 2008), Lefebvre membagi dua jenis ruang

yaitu ruang mutlak dan ruang abstrak. Ruang mutlak merupakan ruang

yang mencakup beragam karakter politis dan bahasa yang kemudian

berevolusi menjadi sebuah ruang yang relatif dan historis. Sedangkan

ruang abstrak diartikan sebagai ruang yang terakumulasi dari semua

kekayaan dan sumber daya seperti ilmu pengetahuan, teknologi, uang,

barang berharga, karya seni, hingga simbol-simbol.

Orang yang bekerja di dalam wilayah ruang abstrak terus berusaha

untuk memerintah dan mengendalikan ruang sosial kehidupan sehari-hari,

dengan konstannya perubahan, sedangkan ruang sosial selalu melampaui

batas-batas yang dikandung dan diatur. Pembahasan di bagian ranah

93
praktik spasial ini sebagian besar akan merujuk pada bagaimana pola

obrolan atau interaksi secara keseluruhan yang dilakukan para pelanggan

dengan teman-teman nongkrongnya.

Praktik spasial selain menyangkut penjelasan mengenai

Reproduction of Power seperti yang sudah dijelaskan di bagian

sebelumnya, juga menyangkut bagaimana kontrol sosial yang secara tidak

sadar bisa terjadi di dalam tongkrongan selama obrolan berlangsung di

kedai kopi. Kontrol sosial disini lebih merujuk pada masing-masing

individu dari pelanggan itu sendiri. Dimana setiap dari mereka memiliki

peran masing-masing yang dapat mempengaruhi teman nongkrong yang

lain selama obrolan berlansgung. Seperti yang di katakan oleh Alizen :

“adalah..mungkin setiap orang punya pengaruh masing-masing


ya. Misalnya ada nih satu temen nongkrong gua yang dia biasanya
jadi pusat informasi. Jadi biasanya gua sama temen-temen yang
lain tuh bisa up to date soal kabar-kabar baru. Trus ada juga
temen gua yang suka jadi bahan ejekan bercanda gua sama temen-
temen yang lain buat hiburan aja ya tapi, bukan maksud nge bully.
Ada juga yang jadi pusat humor, yang biasnaya ngeramein kita
kalo lagi nongkrong. Macem-macem deh” (Wawancara pada 10
Juli 2019)

Hal tersebut menunjukan bahwa modal yang dimiliki seseorang

ternyata juga mempunyai pengaruh kontrol sosial bagi teman atau orang-

orang di sekelilingnya selama kegiatan nongkrong berlangsung. Seperti

teman-teman Alizen yang memiliki berbagai karakter masing-masing.

Sebagai pusat informasi, sasaran buli, dan pusat humor. Tentu hal-hal itu

akan membuat pola interaksi dan obrolan akan berlangsung secara

menyeluruh dengan saling bersifat timbal balik satu sama lain.

94
Spatial Practice dalam penelitian yang di tulis oleh Adiprasetio

dan Saputra, merupakan suatu bagian yang menunjukan bagaimana praktik

produksi dan reproduksi atas relasi spasial yang terjadi diantara objek dan

produk. Relasi antara objek (dalam kondisi material) dengan produk

sosial yang di bentuk oleh objek-objek tersebut (Levebre, 1991:33). Hal

ini yang kemudian ditunjukan lewat interaksi para pelanggan ketika

mereka saling mengobrol, dan bagaimana peran kedai kopi yang mereka

sering kunjungi, lagi-lagi tanpa sadar menjadi tempat mereka menciptakan

control social maupun tempat untuk menunjukan dan mempertahankan

kekuatan/Power yang dimiliki . hal ini memperjelas bagaimana relasi

ruang antar subjek (Kedai Kopi) dengan objek (Pelanggan).

Reproduksi kekuasaan/kekuatan yang terjadi di kalangan para

pelanggan ketika nongkrong juga ternyata dibahas dalam penelitian yang

dilakukan oleh Diana dan Rima (2015). Penelitiannya yang berjudul

“Men’s talk in a Lebanese Shisa Café“ ini juga memperlihatkan beberapa

informan yang berjenis kelamin laki-laki saling mempertahankan

kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki masing-masing. Hal itu terlihat

ketika mereka bermain kartu di café shisa, dimana mereka saling berusaha

untuk memenangkan permainan untuk mempertahankan gengsi.

Mereka berusaha untuk memenangkan permainan demi terhindar

dari hukuman. Selain itu, sebagian dari mereka juga berusaha untuk

memonopoli pembicaraan selama permainan dengan menaikan intonasi

bicara kepada lawan mainnya. Banyak pola dominasi demi

95
mempertahankan kekuasaan maupun kekuatan yang dimiliki seseorang,

termasuk ketika nongkrong di kedai kopi maupun di café. Adanya

interaksi bisa memunculkan sikap saling mendominasi satu sama lain.

96
Gambar 4.13 Refleksi Teoritis

Kedai Kopi sebagai


“Ruang”

Kegiatan Para Pelanggan


Budaya (10 orang
Nongkrong informan)

Dilihat dari : Teori Lefebvre “Triad


Konseptual”

Representasi Ruang Praktik Spasial


Ruang Representasional
1.Faktor Kenyamanan 1.Adanya kontrol sosial yang
1.Identitas sosial pelanggan : terjadi di antara pelanggan saat
2.Faktor Harga Kepercayaan, Kesamaan, dan mereka berinteraksi sambil
Kenyamanan terhadap teman nongkrong di kedai kopi
3.Fasilitas dan Konsep nongkrong. (Ruang) yang telah dibentuk
Kedai Kopi
2.Jaringan sosial : Kemudahan sedemikian rupa oleh para
4.Waktu/Momen akses ketika nongkrong, dan pemilik kedai.
teman baru, serta jaringan baru. 2.Adanya pemanfaatan
5.Smoking Area
kekuasaan dengan
menggunakan modal yang
dimiliki oleh para pelanggan
ketika mereka berinteraksi.

97
Sesuai dengan hasil dari analisa di bab empat menyangkut refleksi

teoritis, peneliti telah menyimpulkan rangkaian penjelasan kajian teori

mengenai rangkaian Triad Konseptual dari Henri Lefebvre. Yang telah

peneliti Analisa dan olah dengan dengan menggunakan data-data

dilapangan. Selain itu, peneliti juga menyesuaikan dengan beberapa

penelitian terdahulu sebagai pelengkap sekaligus pembanding. Bagian

bagan ini dibuat untuk memperjelas para pembaca mengenai bagaimana

alur atau hasil implementasi dari kajian teori Lefebvre yang digunakan

dalam penelitian ini, terhadap budaya nongkrong di kedai kopi.

98
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai budaya

nongkrong di Kedai kopi sebagai produksi ruang sosial, dapat ditarik

kesimpulan atas penemuan data dan hasil analisis sebagai berikut :

Budaya nongkrong di kedai kopi saat ini menjadi salah satu gaya hidup

masyarakat yang sudah sangat lumrah. Para pelaku utama kebanyakan adalah

mereka yang berasal dari kalangan para anak muda yang berlatar belakang

pelajar ataupun mahasiswa, walaupun tidak menutup kemungkinan para

pekerja bisnis, dan orang-orang dewasa, ibu-ibu menjadi para pelanggan kedai

kopi. Adanya hubungan antara kedai kopi sebagai (Ruang Sosial) dengan para

pelanggan yang datang pada akhirnya memunculkan banyak hal yang tidak

diduga. Meskipun sebenarnya, ketika dilihat dari luar perkara nongkrong di

kedai kopi hanya dilihat sebagai kegiatan ekonomi semata. Namun setelah

ditelaah lebih jauh, nyatanya banyak aspek-aspek sosial yang bisa dilihat dari

keterikatan para pelanggan yang datang untuk nongkrong di kedai kopi.

Nongkrong pada intinya dikatakan sebagai ruang sosial. Sedangkan

jika di tarik sejalan dengan adanya penelitian ini, maka kedai kopi sebagai

perantaranya. Adanya beberapa preferensi atau pilihan-pilihan yang kemudian

muncul dengan dan mempegaruhi ruang sosial (kedai kopi). Dengan

menggunakan konsep “Triad” dari Henri Lefebvre mengenai reproduksi ruang

99
sosial, maka bisa di jelaskan pula bagaimana wujud dan bentuk dari

representasi ruang, ruang representasional, serta praktik spasial yang ada di

kedai-kedai kopi sebagai tempat nongkrong.

Mulai dari pertimbangan dalam memilih kedai kopi sebagai tempat

nongkrong, para pelanggan memiliki konteks tersendiri untuk menentukan

kedai kopi mana yang akan mereka datangi. Seperti faktor kenyamanan, range

harga dari kopi yang di jual, hingga fasilitas dan konsep yang di gunakan

kedai-kedai kopi untuk menarik perhatian para pelanggan. Selain itu juga

adanya penjelasan tentang bagaimana suasana ruang dan waktu yang ada di

kedai kopi, yang juga dapat memperlihatkan kapan dan bagaimana reproduksi

ruang sosial yang terjadi di dalam kedai kopi hidup di beberapa momen atau

waktu-waktu tertentu.

Selain mengenai wujud representasi ruang, tataran ruang

representasional juga menjelaskan bagaimana pengaruh identitas serta jaringan

sosial yang dimiliki oleh masing-masing pelanggan yang ada di kedai kopi.

Ketika para pelanggan kedai kopi datang untuk nongkrong, kebanyakan dari

mereka tentu akan datang dengan membawa teman-teman dari golongan

mereka masing-masing. Berkumpul disetiap sudut meja, dan saat itulah ruang

yang sebelumnya hampa berubah menjadi ruang sosial yang sepenuhnya

hidup. Kedai kopi yang semula hanya ruang mati, berubah menjadi tempat

ajang saling menunjukan eksistensi diri sekaligus tempat melatih ketahanan

identitas serta media untuk memperluas jaringan sosial.

100
Didalamnya terdapat kegiatan saling mendominasi, bagaimana pola

dan jenis-jenis interaksi yang dilakukan, dengan menggunakan modal serta

jaringan sosial yang ada pada diri masing-masing pelanggan. Hal itu juga yang

kemudian melengkapi proses praktik spasial dalam reproduksi ruang sosial di

kedai kopi. Semua itu dapat dilihat selama interaksi ketika nongkrong yang

dilakukan oleh para pelanggan terus berlangsung. Kedai kopi yang hanya

dilihat sebagai tempat bisnis dan tempat kegiatan ekonomi semata, nyatanya

memiliki sisi lain yang sangat kompleks dari aspek sosial nya.

B. Saran

Peneliti memberikan saran-saran yang diharapkan menjadi bahan

renungan dan masukan kepada semua pihak terkait adalah :

1. Kepada para pemilik atau Owner dari kedai-kedai kopi, untuk tetap

memperhatikan kelangsungan pengoperasian kedai kopi, seperti

fasilitas-fasilitas serta mempertahankan konsep yang telah dibuat

untuk tetap membuat para pelanggan nyaman dalam menghabiskan

waktu luang. Selain itu, perhatian terhadap cita rasa dan kualitas dari

kopi yang disajikan juga menjadi faktor penting. Mengingat kedai kopi

saat ini sedang menjadi usaha bisnis yang menjanjikan, dan semoga

bisa bertahan hingga seterusnya.

2. Bagi para pelanggan kedai kopi, agar lebih memperhatikan kebersihan

kedai-kedai kopi yang dikunjungi. Dan saling memnghormati antar

sesama pelanggan maupun dengan staff/Barista yang ada di kedai-

101
kedai kopi. Sehingga suasana nyaman ketika nongkrong di kedai kopi

tetap terjaga.

3. Bagi Pemerintah Kota Tangerang Selatan, untuk mengadakan

koordinasi dengan para pemilik kedai kopi, terkait persoalan perizinan

tempat dan keamanan agar kelangsungan pengoperasian kedai-kedai

kopi yang ada bisa berjalan dengan baik, baik dari keamanan, serta

terkait lahan dan parkiran yang kondusif.

4. Untuk penelitian selanjutnya diharap dapat mengeksplorasi lagi

mengenai fenomena budaya nongkrong di tempat-tempat seperti kedai

kopi. Serta, bisa lebih menjelaskan budaya nongkrong di kedai kopi

dari aspek yang lain. Seperti bagaimana pemanfaatan dan produksi

ruang yang telah diciptakan oleh para pemiliki kedai kopi.

102
103
DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta,


Rineka Cipta. 2010.
Djunaidi, Ghony M dan Almanshur Fauzan. Metodelogi Penelitian Kualitatif.
AR-RUZZ MEDIA. Jogjakarta. 2016.
Lefebvre, Henri. State, Space, World. University of Minnesota press. Unites state
of America. 2009.
Lefebvre, Henri. A Critical Introduction. Taylor & Francis Group. New York.
2006.

Lefebvre, Henri. The Production of Space. T.J Press Lrd, Padstow. Cornwall.
Great Britain. 1991.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Katalog Perpustakaan
BadanPPSDMK Kemenkes RI. 2002.
Narimawati, Umi. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. PT RajaGrafindo
Persada. 2008.
Pangabean, Edy. The Secret of Barista : Rahasia Meracik Kopi ala Barista
Profesional. PT Wahyu Media. Jakarta. 2012.
Rukajat, A. Pendekatan Kualitatif (Qualitative Research Approach). Jakarta.
2018.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung. 2014.

JURNAL, ARTIKEL DAN TESIS:

Alfi, Arifin Kamil. 2015. “Perumahan Muslim dan Politik Ruang (Analisis
Produksi Ruang Perumahan-perumahan Muslim di Yogyakarta)”,
Universitas Gadjah Mada. Diakses tanggal 2 Oktober 2019.

Brady, Bernadine, Cormac Forkan, dan Lisa Moran. 2017. “Space of Connection
and belonging young people’s perspective on the role of youth cafes in
their lives”. Diakses tanggal 9 Januari 2020.

xv
Cita, Gelora. 2015. “Studi tentang Fungsi warung kopi bagi masyarakat di Kota
Bagansiapiapi”. Diakses tanggal 11 November 2018.

Devvany dan Ivana. 2017. “Kajian Budaya Minum Kopi di Indonesia”. Diakses
tanggal 11 November 2018.

Dwiyan, Nurazizi Reza. 2013. “Kedai Kopi dan Gaya Hidup Konsumen (Analisis
Simulacrum Jean P Baudrillard Tentang Gaya Hidup Ngopi di Excelso)”.
Diakses tanggal 2 Oktober 2019.

Eder, Donna, Janet Lyne Enke. 1991. “The Structure of Gossip: Opportunities
and Constraints on Collective Expression among”. Diakses tanggal 28
November 2019.

Elly, Herlyana. 2012. “Fenomena Coffee Shop Sebagai Gejala Gaya Hidup Kaum
Muda”. Diakses tanggal 2 Oktober 2019.

Fauzi, Ahmad, I Nengah Punia, dan Gede Kamajaya. 2016. “Budaya Nongkrong
Anak Muda di Kafe”. Diakses tanggal 6 November 2019.

Fidovi Diana, Bahouse Rima. 2015. “Men’s Talk in a Lebanese Shisa Café”.
Diakses tanggal 24 Januari 2020.

Hilman, Helianti. Aroma Kopi Nusantara. 2009. Diakses tanggal 11 Januari 2020.

Irwanti, Said. 2017. “Warung Kopi dan Gaya Hidup Modern”. Diakses tanggal 2
Oktober 2019.

Iwan, Nurhadi dkk. 2019. “Produksi Ruang dan Perubahan Pengetahuan pada
Masyarakat Sekitar Objek Wisata Waterland. Jurnal Kajian Sosiologi
Budaya”. Diakses tanggal 2 Oktober 2019.

Jan, Rath dan Gelmers Wietze. 2016. “Trendy Coffee Shops and Urban
Sociability”. Diakses tanggal 9 Januari 2020.

Justito, Adiprasetio dan Saputra Sandi Jaya. 2017. “Taman Alun-Alun : Produksi
Ruang (Sosial) dan Kepubikan”. Diakses tanggal 2 Oktober 2019.
John, Urry. 2017. “Sosiologi Ruang dan Tempat (penj. Anton Novenanto). Jurnal
kajian Sosiologi Budaya”. Diakses tanggal 2 Oktober 2019.

Kabalmay Yudhi Adithia Dwitama. 2016. “Café Addict : Gaya Hidup Remaja
Perkotaan”. Diakses pada tanggan 1 September 2019.
Kurland, Nancy B, Lisa Hope Pelled. 2000. “Passing the World: Toward a Model
of Gossip and Power in the Workplace”. Diakses tanggal 15 Desember
2019.

xvi
Laila. 2015. “Budaya Ngopi di Kedai Kopi pada Masyarakat Aceh Kecamatan
Banda Mulia Kabupaten Aceh Tamiang”. Diakses tanggal 31 Januari
2020.

Lazawardi, Kosa. 2012. “Ruang Yang Tercipta Oleh Para Pesepeda (Studi Kasus
: Bundaran Hotel Indonesia pada Acara Car Freeday)”. Diakses tanggal
18 November 2019.

Leonie, Schmidt. 2012. “Urban Islamic spectacles : transforming the space of the
shopping mall during Ramadhan in Indonesia”. Diakses tanggal 5
September 2019.

Manderson, Desmond dan Sarah Turner. 2006. “Coffee House: Habitus and
Performance Among Law Students”. Diakses tanggal 5 September 2019.

Nancy, B. Kurland dan Pelied Lisa Hope. 2000. “Passing the word : Toward a
Model of Gossip and Power in Workplace”. Diakses Tanggal 10 Januari
2020.

Pramita, Dea Ayu dan Indah Sri Pinast. 2016. “Nongkrong diwarung kopi sebagai
gaya hidup mahasiswa di Mato kopi Yogyakarta”. Diakses tanggal 2
November 2018.

Puspa, Sani Galatia. 2013. “Ruang dan Representasi Sosial Malioboro”.


Universitas Gadjah Mada. Diakses tanggal 2 Oktober 2019.

Rachmawati, Imami Nur. 2007. “Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif:


Wawancara”. Diakses tanggal 21 Maret 2020.

Rahman, Hussaini. 2015. “Sepuluh Manfaat Kopi”. Diakses tanggal 28 Maret


2020.

Sartika, Rani. 2017. “Pergeseran budaya ngopi dikalangan generasi muda di


Kota Tanjung Pinang”. Diakses tanggal 6 November 2018.

Solikatun, dkk. 2015. “Perilaku Konsumsi Kopi Sebagai Budaya Masyarakat


Konsumsi : Studi Fenomenologi Pada Peminum Kopi di Kedai Kopi Kota
Semarang”. Jurnal Analisa Sosiologi. Diakses tanggal 2 Oktober 2019.

Stroebaek, Pernille S. 2013. “Let’s have a cup of coffee and coping communities
at work”. Diakses tanggal 9 Januari 2020.

Waltraud, Kokot. 2018. “Budaya dan Ruang : Pendekatan Antropologis (penj. I


Wayan Suyadnya). Jurnal Kajian Sosiologi Budaya. Diakses tanggal 2
Oktober 2019.

xvii
Yoppie, Christian dan Desmiwati. 2018. “Menuju Urbanisasi pulau kecil :
Produksi ruang abstrak dan perampasan”. Diakses tanggal 2 September
2019.

ARTIKEL, BERITA DAN WEBSITE:

Daftar Kecamatan dan Kelurahan di Kota Tangerang Selatan. Diakses tanggal 8


Januari 2019. https://www.infojabodetabek.com/daftar-kecamatan-dan-
kelurahan-di-kota-tangerang-selatan/.
Kongkow, Hangout, dan dampak sosial yang di timbulkan. Yopi M. Diakses pada
3 Desember 2018.https://hotel-
management.binus.ac.id/2015/12/18/kongkow-hang-out-nongkrong-dan-
dampak-sosial-yang-ditimbulkan/.
Definisi Nongkrong. Diakses pada 14 September 2019.
https://kbbi.web.id/tongkrong.
Definisi Ruang. Diakses pada tanggal 14 September 2019.
https://kbbi.web.id/ruang.

Perkembangan Kedai Kopi. Sara Schonhardt. Diakses pada 14 September 2019.


https://www.nytimes.com/2012/05/29/business/global/29iht-
stores29.html?auth=link-dismiss-google1tap.
Apakah Kedai Kopi yang Menjamur Hanya Sekedar Tren. Diakses pada 14
September 2019. https://male.co.id/detail/6171/bisnis-kedai-kopi-
menjamur-hanya-sekadar-tren-men-scope-4.

Konsumsi Kopi di Indonesia. Diakses pada 12 Agustus 2019.


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/07/03/berapa-konsumsi-
kopi-indonesia.
Tingkat Konsumsi Kopi di Indonesia. Harso Kurniawan. Diakses pada 7 Agustus
2019. https://www.beritasatu.com/industri/484707/konsumsi-kopi-tumbuh-
7-per-tahun.
Produksi Ruang Henri Lefebvre. Diakses pada 2 September.
http://cultural.blogspot.com/2012/06/henri-lefebvre-dialektika-spasial-
dan.html..
Produksi Ruang dan Revolusi Kaum Urban Menurut Henri Lefebvre. Arie
Setyaningrum Pamungkas. Diakses pada 8 September 2019.
https://indoprogress.com/2016/01/produksi-ruang-dan-revolusi-kaum-
urban-menurut-henri-lefebvre/.

xviii
Ruang Sebagai Produksi Ruang Sosial Henri Lefebvre. Robertus Robert. Diakses
pada 8 September 2019.
https://caktarno.wordpress.com/2014/09/06/ruang-sebagai-produksi-
sosial-dalam-henri-lefebvre/.
Mengapa Harus Penelitian Deskriptif. Firdaus Muqorrobin. Diakses pada 17
Januari. https://www.eurekapendidikan.com/2014/11/mengapa-harus-
penelitian-deskriptif.html.
Kenapa Harus Kualitatif. Zinti Munazzah. Diakses pada tanggal 17 Januari.
https://www.kompasiana.com/zintizinti/552b163df17e612c6cd623cc/ken
apa-harus-kualitatif.
Pengertian Identitas Sosial. Diakses pada tanggal 19 Januari 2020.
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_identitas_sosial.
https://Ottencoffee.co.id. Diakses tanggal tanggal 10 Oktober 2019.

Strategi Pemasaran : Cara Starbucks Menjual Kopi dengan Harga Mahal Tapi
Laku di Pasaran. Diakses pada tanggal 21 Maret 2020.
https://www.paper.id/blog/headline/strategi-pemasaran-starbucks/

Perbedaan Kedai Kopi dan Coffee Shop. Diakses tanggal 21 Maret 2020.
https://www.sadakoffie.com/perbedaan-kedai-kopi-dan-coffee-shop/

Reproduksi Sosial. Minan. Diakses tanggal 26 Maret 2020.


http://kaconkminan.blogspot.com/2014/05/reproduksi-sosial.html

Sosiologi Budaya : Understanding Culture in Daily Life. Aisyah Nur Fitriani, dkk.
Diakses tanggal 26 Maret 2020.
https://sosiologibudaya.wordpress.com/2012/03/06/reproduksi-budaya-2/

Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif. Faricha. Diakses tanggal 28 Maret


2020.
https://www.kompasiana.com/farichatun/556b6d1f2ab0bd174de40eed/an
alisis-data-dalam-penelitian-kualitatif

xix
LAMPIRAN

Berikut transkip wawancara dengan beberapa informan selama peneliti melakukan


penelitian.

A. Wawancara

Informan I

Nama : Ali Nur Alizen

Waktu : Rabu, 10 Juli 2019

Proses wawancara yang terjadi anatara peneliti dan informan dimulai ketika sore
hari. Sebelumnya peneliti dan informan telah saling bertukar kontak untuk menentukan waktu
dan tempat pertemuan. Proses wawancara berjalan dengan tidak kaku dan banyak diselingi
obrolan-obrolan diluar konteks penelitian, hal ini dilakukan agar suasana obrolan saat
wawancara menjadi santai. Obrolan yang dilakukan sejak sore hingga larut malam dilakukan
disalah satu kedai kopi yang berada didaerah bintaro. Kedai kopi sendiri menyuguhkan
konsep ‘’rumahan’’, bukan di gedung atau diruko-ruko pada konsep biasanya. Pertanyaan-
pertanyaan wawancara yang berkaitan dengan konteks penelitian baru dibahas ditengah-
tengah obrolan sejak awal percakapan terjadi.

Wawancara I

Wawancara
Informan ‘’ emang disini (jogja) toko buku dimana deh? Gua nanya gitu kan
kedia, trus dia jawab ‘’waduh ga tau jen paling ditaman pintar’’. Ya lu
bayangin lah kalo gitu kan gw juga tau ya anjing hahaha.’’
Peneliti ‘’ hahaha parah lu zen’’
Informan ‘’ bukan, maksudnya ya gitu lah. Itu kalo tongkrongan temen-temen gw
yang dijogja ya. Kalo yang dicirebon paling gabut. Gua harus ngomong
apa gitu.’’

Peneliti ‘’ ya lu ikutin alur aja,maksud gw kenapa ngga jadi pendengar yang baik
aja gitu’’

Informan ‘’ iya gua tau,udah gitu kan kalo kayak krik pas nongkrong gua mau
balik juga ga enak yak an, mau ngikutin juga gua ngga nyaman. Ya
ujung-ujungnya paling bahas soal nostalgia. Ya pada akhirnya kan
sekarang gua punya temen-temen baru dan temen-temen lama lah.. tapi
selalu bersinggungan gitu’’

Peneliti ‘’ bersinggungan gimana tu maksudnya?’’


Informan ‘’ ya temen-temen baru gua tuh kayak yang pemanjat sosial lah gitu bisa
dibilang, jadi dia selalu beranjak.tapi temen-temen lama gua tuh engga.
Dia nyaman aja kan gitu disitu terus haha. Gua tuh kadang ayo dong lu

xx
ikut gua kita naik juga.tapi ya mereka maunya gini-gini aja. Dan kita
nyikapinnya juga beda dong. Ada akhirnya ya siapa yang harus ngikutin
gitu, dia? Atau kita? Gitu kan’’

Peneliti ‘’ iya sih, tapi konteksnya kalo menurut gw ya kita atau lu ya kalo bisa
main ke kedua kelompok tongkrongan lu.berusaha buat fleksibel gitu
kan ya’’
Informan ‘’ya iya gua harus selalu combine emang. Sampe dulu gua gedeg banget
ya lagi nongkrong kan pada main game gitu kan. Tapi ini sekarang gua
lagi install lagi sih mobile legend.’’

Peneliti ‘’ demi apa? Serius?’’

Informan ‘’ iya’’
Peneliti ‘’ terus menurut lu nih ya, tempat nongkrong tuh buat lu apa sih?
Maksud gw kayak seberapa penting gitu tempat nongkrong atau kegiatan
ngopi gitu. Gw liat kan sering tuh di sg (snapgram) lu kayak pasti sering
lah ngomongin kerjaan ngumpul-ngumpul gitu. Dan kayak kenapa ada
kualifikasi kayak buat orang bisa punya pilihan minum kopi di warkop
atau coffee shop.’’

Informan ‘’ iya jadi ya menurut gua, warkop ya sekelas warkop tuh harusnya bisa
gitu bagaimana caranya dia bisa berdiri sama halnya kayak coffeeshop
gitu. Karena nih ya coffee shop, contohnya tempat ini nih kita ngopi.
Tadi gua sempet nanya dia juga kerja sama soal pemasokan biji kopi
sama coffeshop dari filosofi kopi. Yang mana biji kopi itu di ambil dari
daerah sukabumi, jadi gua mikir ya ternyata realitanya coffeeshop itu
semacam tidak berdiri sendiri mereka punya atau saling memiliki
jaringan gitu lho kan ya.’’

Peneliti ‘’ tapi gw mikir gini sih, kenapa warkop bisa berdiri sendiri karna
mungkin dia ngga ada hal yang perlu di share kyk coffeeshop yang
kayak lu bilang tadi. Karna kan warkop kayak yaudh sekedar jual
gorenngan, minuman sachet, kopi sachet gitu. Jadi itu sih menurut gw
kenapa warkop-warkop kebanyakan individual.’’

Informan ‘’ ya kita kan kombinasi, biar warkop itu bisa panjat sosial juga kayak
halnya coffeeshop. Ya warkop bisa ngga harus berjejaring sama sesame
warkop gitu. Dia bisa mencoba berjejaring sama coffeeshop misalnya.
Ya kayak toko buku lah konsepnya. Nih katakana gramed itu sebuah
coffeeshop ya, misalnya toko buku yang di blok m itu adalah warkop-
warkop tapi kan sekarang udah ada nih toko buku ruko-ruko yang
menjual buku-buku yang biasanya di online in, missal toko buku
kosanta. Kosanta tuh semacam toko buku kecil dipasar kebayoran baru,
tapi dia diatas. Kalo dibilang kumuh ya kumuh namanya juga pasar kan
tapi dia diatas. Dan disana suka ada diskusi juga.’’

Peneliti ‘’ maksudnya itu pasar kayak biasa pasar?’’

Informan ‘’iya’’

xxi
Peneliti ‘’ trus diskuiin apa?’’

Informan ‘’ ya diskusi buku masa diskusiin cabe hahahaha’’

Peneliti ‘’ ahahaha gw kirain gitu kan diskusi ikan,diskusi apa gitu’’

Informan ‘’ engga, diskusi buku’’


Peneliti ‘’ lah kenapa bisa dipasar? Karena pasarnya bersih?’’
Informan ‘’ ya kalo bawah sih kotor, tapi atas lumayan rapih lah. Nah kayak
model gitu. Cuma memang ya kayak bookshop atau toko-toko buku. Itu
sebenernya emang usaha yang menjadi sebuah keisengan gitu. Artinya
ya ngga jadi tumpuan utama.’’

Peneliti ‘’ jadi sebenernya ya iya sih, banyak bisnis-bisnis yang emang bukan
untuk mencari laba. Maksud gw ya emang itu untuk mencari
penghasilan tapi bukan sebagai penghasilan utama mereka gitu. Terus
menurut lu gimana buat orang-orang yang mau mencari laba dengan
melakukan usaha yang emang kayak bisa dibilang kayak yang lu bilang
tadi bisa panjat sosial. Kayak tipe-tipe coffeeshop gini.’’

Informan ‘’ ya gimana ya susah ngga susah sih ya. Karna gini, orang-orang yang
buat usaha kayak coffeeshop nih ya mereka punya jaringan banyak,
modal yang cukup, modal dalam segi apapun gitu ya. Tapi ya itu bisa
jadi terobosan gitu buat usaha-usaha baru’’

Peneliti ‘’ hm iya, kayak misalnya orang sekarang berlomba-lomba buat jadi


barista. Padahal kan sebenarnya kalo kita liat barista dari dulu juga
profesi itu sudah ada gitu Cuma ya belom se show up sekarang kan.
Sekarang kan kesannya kayak jadi barista tuh keren’’

Informan ‘’ soalnya gua ngalamin, ya ngga cocok gitu kalo lu mau usaha warkop.
Karna gua udah ngebaca aja ya kayak filosofi kopi misalnya, dia yang
punya penulis skrip apa sutradara gitu kan, belum lagi brand
ambasadorya si chico sama rio dewanto. Dan waktu pada jamannya film
itu juga ya lumayan terkenal. Nah dari situ aja kan kita bisa liat gitu,
istilahnya modal ekonomi aja juga ngga cukup gitu kan. Mereka
ngusung dari film, ditambah lagi sama ya artis-artis papan atas gitu.’’

Peneliti ‘’ iya sih ya, jadi ya pada akhirnya orang-orang yang pergi ke warkop
sama ke coffeeshop masih terkualifikasi ya bisa dibilang. Belum bisa
didatangi sama semua kalangan gitu, ya walaupun engga semua’’

Informan ‘’ iya makanya, kayak misalnya coffeeshop dia buka jam 5 sore sampe
jam 12 malam, tapi kan kenyataannya belum bisa kan itu dijadiin tempat
tongkrongan buat ya abang-abang gojek gitu kan. Hanya warkop gitu
yang bisa dinikmatin sama gojek, mahasiswa masuk, belum ada gitu
menengah atas nongkrongnya di warkop. Nah kenapa? Satu, tempat.
Mereka gamau tempat yang ya apa adanya gitu kayak warkop,
menengah atas tuh soal tempat sebenernya. Soal kenyamanan, sementara
orang menengah kebawah dia ngga pilih kenyamanan, yang penting ada

xxii
esensi.’’
Peneliti ‘’ jadi menurut lu ngebangun usaha kayak coffee shop, itu butuh
modalnya bukan hanya sekedar uang ya, ya dibalik itu semua banyak
banget yang harus dipunya.’’

Informan ‘’ nah kayak temen gw buka yang didepan joker itu. Namanya
wartikum’’

Peneliti ‘’ joker itu yang dilegoso kan ?’’

Informan ‘’ iya yang tempat kalo lu suka cuci motor ‘’

Peneliti ‘’oh iya iya, ‘’ berarti dia saingan dong seberang-seberangan gitu’’

Informan ‘’ya iya’’

Peneliti ‘’ tapi konsepnya kayak joker gitu sama? Keluar-keluar?’’

Informan ‘’iya’’
Peneliti ‘’ serius? Tapi ramean mana?’’

Informan ‘’ ya masih ramean joker, mungkin karna wartikum itu juga belum lama
kayak joker ya. Ya sama sih, itu yang punya kayak senior gua tapi udah
deket kayak temen lah..dia anaknya dosen, yang satu lagi dia orang ga
punya dari medan ngerantau kesini. Nah ibunya sempet buka warung
nasi, dan dia coba nyatuin konsep warung nasi dengan coffeeshop.
Hanya bukan tempatnya ya, tapi lebih ke kopi-kopinya aja. Nah, disatuin
tuh’’

Peneliti ‘’berhasil?’’
Informan ‘’ ya ngga berhasil, ya warrtikum juga saat ini belum rame. Pertama
dikelola banyak orang kan. Hampir 5 orang yang ngelola wartikum. Dari
5 orang ini hanya satu orang yang kosisten gitu. Dan yang ngelayanin itu
konteksnya bukan 5 orang ini, tapi pelayan lain yang dibara sama
mereka. Nah pelayannya kan ngga ngerti soal kopi.’’

Peneliti ‘’ tapi emang ngga di training dulu gitu?’’


Informan ‘’ ya adasih yang bisa training, Cuma kan paling beberapa bulan dan itu
tuh ngga cukup. Dan sekarang yang biasa masak kopi udah ngga ada.’’

Peneliti ‘’ tapi sekarang konsep itu masih jalan? Nasi sama kopi?’’

Informan ‘’ hah udah engga, sekarang hasinya diilangin hehe’’

Peneliti ‘’ oh jadi kopi aja? Padahal awalnya nasi?’’


Informan ‘’ jadi awalnya dia buka dari pagi fir, pagi nasi nah sore tuh diwarung
yang sama dia tinggal geser gerobak aja. Karena dia pikir kalo dia naro
nasi, kan karna dulu dia ketum kan jadi ya bisa manfaatin dari
mahasiswa kalo ada event bisa kan buat catering-catering. Tapi emang
ngga kuat, makanya bisnis tuh kalo gua tanya sama temen-temen gua
yang emang kuliah bisnis ya, paling banyak satu bisnis itu dikelola sama

xxiii
3 orang paling banyak. Dan itu tuh udah gemuk banget gitu. 3 tuh udah
rawan cekcok lah’’

Peneliti ‘’ hm iya sih, lu pernah ngalamin?’’

Informan ‘’ duh duh engga engga gua belum dan jangan lah ruwet ruwet’’
Peneliti ‘’ hahahaha dasar oke oke, oh okey okey, nah ini kan lu semenjak gw
kenal lu addict banget tuh sama kopi ye kan.

Wawancara II

Peneliti ‘’kenapa lu bisa sering banget ke tempat nongkrong?’’

Informan ‘’kalo buat gua pribadi, tempat nongkrong itu jadi ruang komunal ya
buat gua dan temen-temen berinteraksi..karna kan keseharian kita
sebagai mahasiswa disini kan beda-beda gitu ya. Dan kita juga berangkat
dari fakultas yang beda-beda juga. Jadi ngga mungkin kita mengalami
keseharian ditempat yang sama.’’

Peneliti ‘’oke, trus lu suka ngopi ngga? Kalo iya, sejak kapan dan gimana
ceritanya?’’

Informan ‘’ya gua suka ngopi, kalo sejak kapan, mungkin gua mulai suka ngopi
secara keseharian dimasa-masa SMA. Hm sebenernya simple sih karena
ngopi itu kan jadi pertemuan gua dipondok selain kita bertemu dalam
satu keseharian, hm kopi itu bisa mempertemukan gua juga sama temen-
temen dan bikin obrolan jadi makin lancar. Bahkan saat kita lagi
ngumpul dan kopi abis, ya kita bakal saling singgung siapa nih yang
harus nyediain kopi lagi buat melanjutkan obrolan ini makin lancar.
Karna seolah-olah saat kopi abis dan ngga ada yang kita teguk sementara
obrolan masih seru, ya ada hal yang janggal aja gitu buat kita’’

Peneliti ‘’hm berarti lu dulu SMA atau pesantren dah?’’

Informan ‘’kayak madrasah gitu si’’

Peneliti ‘’hmm gitu, trus kebiasaan nongkrong lu pernah off untuk beberapa
waktu atau stagnan aja gitu?’’

Informan ‘’kalo gua sih pernah off ya nongkrong, tapi ya ngga lama gitu. Mungkin
karna pas lagi ada kerjaan atau deadline. Kalo lagi ngga ada gitu sih ya
lanjut terus’’

Peneliti ‘’emang apa yang lu dapet dari nongkrong?’’

Informan ‘’buat gua sih banyak hal yang bisa gua raup gitu. Jadi habitus akhirnya
buat gua..pertemuan dengan teman. Jadi dapat kabar dan bisa jadi
nongkrong gua itu ngehasilin interaksi sama temen-temen baru yang
baru gua kenal. Nongkrong itu jadi medium buat ketemu, kayak gua

xxiv
dikenalin sama temennya temen gua, (ORANG BARU) nah singkat
cerita pas udah ngobrol sana sini eh dia juga temen gua juga gitu yang
sempet ketemu. Banyak sih, nongkrong tuh kayak pertukaran informasi,
pertukaran kabar yang buat keseharian gua itu bisa didapat.’’
(INFORMASI)

Peneliti ‘’selain ditempat ngopi biasanya kamu nongkrong dimana?’’

Informan ’’ hm paling di kontrakan gua, tapi itu jarang sih..yang sering tuh ya di
pos komunitas gua. Dideket psanggrahan komunitas mahasiswa
kuningan. Itu disana gua juga bisa dibilang yalumayan sering sih’’

Peneliti ‘’oh anda anak komunitas juga ya hahaha keren juga’’

Informan ’’ haha iya dong, komunitas daerah sih lebih tepatnya’’

Peneliti ‘’nah dari sebanyak temen yang lu punya, biasanya siapa sih yang sering
nongkrong sama lu. Dan seberapa jauhlu kenal mereka?’’

Informan ‘’kalo buat gua, yang sering nongkrong sama gua lingkup anak-anak
sekitar kontrakan sih..sejauh apa kenal mereka, ya yangsering ngopi ama
gua ya yang gua kenal..intinya intensitas gua ngopi sama orang ya
mempengaruhi seberapa jauh gua kenal sama mereka’’

Peneliti ‘’emang biasanya kalo lagi nongkrong bisa ngabisin waktu berapa
lama?’’

Informan ‘’relatif sih, paling sebentar kisaran 1 atau 2 jam..kalo paling lama bisa 5
sampe 6 jam haha. Ya kadang bisa seharian juga, tergantung sama siapa
dan momen juga sih’’ LAMA WAKTU NONGKRONG

Peneliti ‘’nah kalo mau nongkrong biasanya yang ngajak duluan lu, atau
mereka?’’

Informan ‘’biasanya cenderung gua diajak sih tapi gua langsung kuy aja gitu
hahaha’’

Peneliti ‘’haha dasar luu, ada ga tuh orang yang berpengaruh ditongkrongan lu?’’

Informan ‘’adalah, dan mungkin setiap orang punya pengaruh masing-masing ya.
Karna kalo setiap orang tidak berpengaruh ya, misalnya pengaruhnya dia
sebagai pusat informasi, ada yang karna dia jadi sarang bulli, dan ada
juga dia yang biasanya jadi pusat humor gitu disela-sela pembicaraan.
Macem-macem deh’’ PRAKTIK SPASIAL

Peneliti ‘’oke, trus apa yang lu liat kalo lagi pergi ketempat kopi? Apa dari
nyamannya atau gimana’’

Informan ‘’kalo yang gua liat, mereka penyedia kopi-kopi digiling dan lokal. Trus
faktor tempat, menu, dan harga. Udah sih kayaknya itu hehe’’

xxv
Peneliti ‘’hm wajar ya berarti rata-rata kan emang gitu. Nah ini terakhir gua mau
nanya soal tanggapan lu tentang fenomena kedai-kedai kopi yang
sekarang lagi menjamur?’’

Infroman ‘’ hm tanggapan gua sih, itu semua karna sosial media, sekarang orang
nongkrong itu nga bisa tanpa foto, sementara foto nya itu harus ciamik.
Jad artinya orang-orang akan datang ketempat nongkrong yang sekiranya
buat mereka elok buat foto. Nah karna itu juga banyak akhirnya tempat
nongkrong yang mengusung tempat-tempat yang unik gitu. Jadi saling
membutuhkan sih, orang nongkrong butuh tempat buat post foto. Dan
penyedia tempat nongkrong juga butuh pelanggan untuk kelancaran
bisnis mereka’’

Peneliti ‘’hm oke deh thanks a lot ya zen, hehehe’’

Informan ‘’anytime hehe’’

Wawancara III

Peneliti ‘’menurut lu selain untuk tempat nongkrong dan ngopi, kedai kopi itu
apa?’’

Informan ‘’buat gua kedai kopi, tempat belajar karna sering banget bedah buku,
atau talkshow yang diadain di tempat kopi. Nah trus juga tempat
wirausaha, jadi bisa juga jadi tempat transaksi, dan ya tempat ngopi juga
bisa jadi tempat ketemu orang-orang besar kayak LSM, NGO atau
orang-orang lembaga pemerintahan yang biasanya nyari tempat ngopi
buat berjejaring sama mahasiswa’’

Peneliti ‘’pernah kebayang ngga sejak beberapa tahun kebelakang kalo kedai
kopi itu bakal hits kayak sekarang?’’

Informan ‘’pernah, kalo gua belajar dari warkop-warkop yang menyajikan tempat
ngopi yang diolah jadi anak muda banget dan jadi tempat nongkrong
yang lebih asik. Nah asumsi gua kejadian saat ini. Yang didukung sama
alat dan konsep yang banyak banget, sampe ya ada banyak banget jenis-
jenis kopi. Bahkan kan searang yang jadi incaran anak muda bukan lagi
kopi-kopi tubruk, tapi kopi- kopi yang ada campuran susu sama berbagai
rasa kayak moccacino, cappuccino dan sebagainya. Dan akhirnya
sekarang kedai kopi jadi usaha musiman kan sekarang.’’

Peneliti ‘’seberapa sering dalam seminggu lu bahas soal apapun yang berkaitan
dengan kedai kopi?’’

Informan ‘’buat gua sih satu minggu sering banget ya, misalnya gua nyari soal
varian kopi apa aja sih yang ada di kedai sekitaran ciputat, dan sering
juga diajak nongkrong sama ke kedai-kedai kopi yang belum pernah gua
datengin, sampe ngomongin soal management kedai kopi. Pokoknya

xxvi
dalam seminggu ngga keitung lah sering banget’’

Peneliti ‘’buat lu pribadi kedai kopi yang idea; tuh kayak gimana?’’

Informan ‘’kalo buat gua, ada paduan konsep gitu kayak mislanya konsep jogja
sama Jakarta. Kayak punya tempat indoor yang ber AC, sama ya out
door yang buka 24 jam, nyediain musholla, sama jual marchendise nya
mereka gitu. Dan kalo bisa ada kegiatan tiap bulan yang dibuat gitu yang
diselenggarain sama pihak kedai kopi nya, ada music, sama sajian kopi
nya yang banyak variasi’’ DESKRIPSI

Peneliti ‘’pada saat pertama kali lu pergi ke kedai kopi, apa yang ada dalam
pikiran lu?’’

Informan ‘’apa ya, pertama sih mahal sih.. tapi setelah itu mulai nyadar bahwa oh
iya di dukung sama kenyamanan tempat dan desain-desain yang artistic,
dan jadi tau juga ternyata tuh bikin kopi ngga gampang’’

Peneliti ‘’menurut lu, apa sih yang ngebuat kita jadi ga ada batasan kalo lagi
nongkrong di kedai kopi?’’

Informan ‘’buat gua pribadi karna obrolan sih, dan tempat yang bikin betah, sama
temen ngobrol juga sih yang bikin asik, sama soal rasa kopi nya sih’’

Informan II

Nama : Abdul Basit Pamungkas

Waktu : Jumat, 19 Juli 2019

Wawancara

Peneliti ‘’kenapa bisa sering pergi ke tempat ngopi ? sejak kapan tuh lu punya
kebiasaan nongkrong ?’’

Informan ‘’ dari jaman STM gw sih udah suka nongkrong, kek pulang sekolah ke
warkop, gitu gitu dah’’

Peneliti ‘’ hm oke oke, trus lu tuh orang yang dasarnya suka minum kopi atau
gimana?’’

Informan ‘’ gw sih suka nongkrong, tapi basicnya gw sama kopi biasa aja sih.
Paling kalo lagi nongkrong sama temen aja, Cuma gw ngga yang harus
tiap hari gtu sih minum kopi.. paling kalo dirumah minum kopi ya kalo
lagi mood aja, kalo engga ya engga’’

Peneliti ‘’ trus lu lebih suka order minuman aja atau lu order apalagi gtu?’’

Informan ‘’ engga, gw tuh biasanya kalo lg nongkrong ya order sampe berkali kali
gitu..kalo abis nambah, kalo abis nambah. Makanya gw tuh jeleknya ya

xxvii
kalo sekalinya nongkrong kek boros. Kalo misalnya ngga mau boros ya
gw abis makanan abis ya gw cabut’’

Peneliti ‘’ okay okay.. hm kebiasaan nongkrong lu ini kan dari jaman STM ya,
nah ini stagnan atau pernah lu kek berhenti nongkrong gitu?’’

Informan ‘’ hmm engga sih, gw dari dulu anaknya nongs terus hehehe’’

Peneliti ‘’ trus yang buat lu nyaman pas nongkrong apa?’’

Informan ‘’ suasananya, temennya.. FAKTOR DATANG tapi gw lebih seneng


nongkrong diwarkop sih, karena gw tipe orang yang lebih suka
nongkrong ditempat yang udah gw jadiin langganan gitu’’

Peneliti ‘’ selain di warkop lu lebih sering nongkrong dimana lagi?’’

Informan ‘’ hm mana ya, paling ke keibar sih’’

Peneliti ‘’ tapi selain alasan tadi, kenapa tuh lu lebih suka nongkrong
diwarkop?’’

Informan ‘’ diwarkop ya enak aja, gw ngga terlalu suka di coffee shop gitu sih.
Mungkin belum fasenya kali ya hahaha bisa aja nanti kalo gw udah
sukses gw ngga bakal lagi mau nongkrong diwarkop, atau malah gw
emang sukanya bakal masih diwarkop. Ngga tau sih.. tapi kalo buat
sekarang ya gw lebih suka diwarkop’’

Peneliti ‘’ trus lu ada ga temen temen yang intensitas nongkrongnya sering gitu
dari pada temen temen lu yang lain?’’

Informan ‘’ ada, dari semua orang yang suka gw tongkrongin ya.. paling si lutpi
ama rija’’

Peneliti ‘’ emang seberapa deket tuh lu sama mereka?’’

Informan ‘’ udah jauh lah.. kalo bisa dibilang gw udah tau tai tainya mereka.
Karena gw tuh gitu fir lebih suka punya temen dikit tapi gw tau dalem
dalemnya dia. Kayak gw tau seluk beluk dia, atau sampe ibunya kadang
suka nyariin gw kok udah jarang main kerumah dia gitu’’ SEBERAPA
JAUH

Peneliti ‘’ haha kayak pacaranya aja lu.. emang apa sih yang bikin lu nyaman
sama mereka?’’

Informan ‘’ hm gw rasa sih satu pokok bahasan sih.. sama mungkin gilanya sama
gitu gw sama mereka..kayak kalo sama lutpi ya gw nyambung banget
soal motor sama gunung, nah kalo sama si rija gw suka diskusi karena
kan si rija buku bacaannya banyak banget, gw suka aja’’ KESAMAAN

Peneliti ‘’ jadi bisa dibilang lah ya lu lebih suka nongkrong sama grup kecil
dibanding gerombolan gitu.. kalo nongkrong emang siapa yang biasanya

xxviii
ngajak nongkrong duluan?’’

Informan ‘’ iya. Paling kalo lagi rame pas nongkrong karena mapping gitu ya,
hmm lebih sering gw sih yang ngajak karena kalo sering dirumah gw tuh
orangnya ngga betahan.’’

Peneliti ‘’ hm gitu, trus pernah ngga lu ada diposisi dimana lu orang yang paling
didengerin pas ngobrol? Atau malah sebaliknya? Ketika lu nongkrong ya
lu sepanjang obrolan lu Cuma dengerin orang ngomong aja?’’

Informan ‘’ ngga sih, sejauh ini kalo pola kayak gitu Cuma pas ditongkrongan tapi
gw ngomongin mapping buat pemira.. nah itu baru satu arahan. Obrolan
dikenadaliin sama beberapa orang aja yang lain nyimak. Atau ya kalo
gw nongkrong sama orang yang lebih tua atau senior misalnya, ya gw
lebih banyak dengerin’’ PRAKTIK SPASIAL

Peneliti ‘’ berarti kalo nongkrong sama yang lebih muda, lu yang biasanya
didengerin?’’

Informan ‘’ ngga sih, gw ngga mau karena ya gw ngga suka. Sama junior ya
paling gw ngobrol biasa.. tetep kayak ngga ada gap lah ya. Kayak gw
ngobrol sama angkatan 17 misalnya, mereka kayak dengerin cerita gw
soal gimana sih klo kuliah udah semester tua. Ya polanya kayak gw tuh
di talkshow in lah gitu..’’

Peneliti ‘’ hm iya iya gw paham.. oh iya lu emang mau diskusi apa soal
endgame?’’

Informan III

Nama : Albert Supriadi

Waktu : Selasa, 6 Agustus 2019

Wawancara I

Wawancara

Peneliti ‘’ jadi gini bet, berhubung gw lagi pengen tau lah kebetulan juga
penelitian gw ya ada sangkut pautnya sama budaya nongkrong… nah lu
seminggu nongkrong biasanya berapa kali?’’

Informan ‘’ kira kira ya kalo di range waktu sih ga tentu, tapi dalam seminggu
sabtu minggu.. nah pas libur tuh pasti gw nongkrong. Trus kalo hari hari
biasa belum lagi kan kalo abis kuliah kadang juga baliknya gw
nongkrong dulu’’

Peneliti ‘’ hm iya iya, trus temen nongkrong lu biasanya itu itu aja atau beda
beda?’’

xxix
Informan ‘’ hm keseringan sih ya itu itu aja, tapi nih ya kadang temen gw suka
bawa orang baru atau temennya gitu. Jadi ya gw ama mereka nimbrung
gitu biasanya.’’ ORANG BARU

Peneliti ‘’ nyambung aja tuh?’’

Informan ‘’ iya langsung nyambung aja gitu, biasanya kalo seterusnya nyambung
ya udah gitu jadi temen nongkrong lama kelamaan’’

Peneliti ‘’ oh iya kalo soal minum kopi, lu tipe yang emang candu banget sama
kopi atau ya biasa aja?’’

Informan ‘’ ya gw biasa aja sih sama kopi, kalo lagi nongkrong ya gw pesen kopi
.. walaupun gw dirumah punya alat kopi yang buat nge apa sih namanya,
vietnam drip sama yang buat nge press gitu gitu tapi ngga pernah gw
pake’’

Peneliti ‘’ lah kenapa? Sayang tau’’

Informan ‘’ iya gw sering nih beli biji kopi nih arabika atau robusta satu kilo, tapi
kek digilingnya di coffeeshop temen gw ada tuh di Qbig, nah gw minta
digiling disana..jadi ya dirumah tinggal diseduh gitu,pake Vietnam drip
gitu hehehe’’

Peneliti ‘’ nah lu suka kopi yang jenisnya latte kek gini, atau ya kayak semacam
v60, atau Vietnam drip ?’’

Informan ‘’ gw lebih suka yang kayak gini sih biasanya..’’

Peneliti ‘’ karna pait?’’

Informan ‘’ bukan si,, ya apa ya gw suka aja gitu. Kalo dirumah kan gw ngga bisa
bikin kek digambar gambar gini’’

Peneliti ‘’ hm oke oke..siapa yang sering nongkrong sama lu bet?’’

Informan ‘’ iya lah pasti’’

Peneliti ‘’ siappp. Lu tau kan sekarang coffee shop lagi menjamur banget? Nah
kira kira nih tanggepan lu soal fenomena ini gimana?’’

Informan ‘’ hmm tanggepan gw sih selama hal itu posifit ngga masalah ya, cuman
paling, kita liat dari sisi apanya dulu nih?’’

Peneliti ‘’ ya misalnya nih.. ada orang yang ngga suka ngopi,tapi kan kadang
beberapa diantara mereka kan bela belain datang ke coffee shop karna
ngincer tempatnya yang bisa dibilang instagrameble lah. Itu menurut lu
gimana?’’

Informan ‘’ ya kalo itu sih gimana ya.. engga banget lah, ya buat apa.. misalnya
suatu saat dia ketemu orang trus diajak ngopi? Kalo orientasi dia Cuma

xxx
itu yakan dia ngga bakal ngerti gitu.’’

Peneliti ‘’ iya berarti kan pengaruh coffeeshop gede banget kan buat orang orang
sekarang gitu’’

Informan ‘’ ya kalo ngikutin gaya hidup kan ngga ada habisnya ya.. ya balik lagi
masing masing keorangnya sih kalo kayak gitu… ya realistis aja
gitu,kalo emang dirasa kurang mampu ya jangan lah maksain gitu.tapi
kalo emang dia ngga ada masalah gitu tiap hari nongkrong begini ya no
problem juga gitu.’’

Peneliti ‘’ tapi menurut lu apa yang bikin betah nongkrong ditempat kopi?’’

Informan ‘’ selain minum kopinya..ya kalo kita kesni mungkin suasana tempat
bisa sih jadi patokan gw gitu ya. Karena kebanyakan coffeeshop ya
tempatnya asik gitu’’

Peneliti ‘’ oke, tapi lu itu tipe orang yang kalo ngerjain tugas, atau ngomongin
masalah kerjaan biasanya laringa ke tempat ngopi kayak gini atau
gimana?’’

Informan ‘’ engga, gw ngga bisa.. kalo ngerjain suatu hal harus dirumah..kek
dikamar. Jarang kalo ke coffeeshop. Kalo ke nongkrong ya gw biasanya
ngelepas penat aja gitu..have fun.’’

Peneliti ‘’ beda sih ama gw, hahah kalo gw bener2 mikir biasanya keluar kayak
gini, baru gw bisa focus’’

Informan ‘’ hahaha yakan orang beda beda jap…’’

Wawancara II

Peneliti ‘’menurut lu selain untuk tempat nongkrong dan ngopi, kedai kopi itu
apa?’’

Informan ‘’lebih ke peluang bisnis nih kalo gua ya liat nya, karna kan sekarang
kedai kopi lagi hipe banget tuh’’

Peneliti ‘’pernah kebayang ngga sejak beberapa tahun kebelakang kalo kedai
kopi itu bakal hits kayak sekarang?’’

Informan ‘’ngga pernah kebayang sih sebelum-sebelumnya sama gua. Mungkin


kenapa sekarang hits karna film sih ya awalnya yang filosofi kopi’’

Peneliti ‘’seberapa sering dalam seminggu lu bahas soal apapun yang berkaitan
dengan kedai kopi?’’

Informan ‘’ngga terlalu sering sih, tergantung sikon aja ngga nentu gitu’’

xxxi
Peneliti ‘’buat lu pribadi kedai kopi yang idea; tuh kayak gimana?’’

Informan ‘’pertama dari tempat sih asik apa ngga, dan harga standar gitu ngga
mahal ngga murah’’ HARGA

Peneliti ‘’pada saat pertama kali lu pergi ke kedai kopi, apa yang ada dalam
pikiran lu?’’

Informan ‘’awalnya yang ngga suka kopi, pas diajak temen yang bekas barista, dan
guadisitu baru ngerasa paitnya beda, dan rasanya lain gitu’’

Peneliti ‘’menurut lu, apa sih yang ngebuat kita jadi ga ada batasan kalo lagi
nongkrong di kedai kopi?’’

Informan ‘’kalo untuk batasan umum, mungkin lebih kalo ngobrol sambil minum
kayak lebih intim lebih enjoy lebih selow’’

Informan IV

Nama : Iqbal Baihaki

Waktu : Kamis, 8 Agustus 2019

Wawancara

Peneliti ‘’kenapa bisa sering pergi ke tempat nongkrong?’’

Informan ‘’Soalnya itu kan tempat dimana bisa sharing apa aja sama sahabat,
gabut ngabisin bakaran trus freetime bareng mereka gtuu.’’

Peneliti ‘’hmm hobbi minum kopi?’’

Informan ‘’ Gak begitu addict sama coffee, tapi gue ngerti banyak soal coffee kok
jadi lo harus nyobain sih coffee di tempat kerja gue di Djournal House
Gunawarman, instagramable sama vinyl abis,,, gokil deh lu harus main
kesana.’’

Peneliti ‘’biasanya kalo lu lagi nongkrong, suka sekalian pesen makanan atau
snack gitu ngga?’’

Informan ‘’Jarang banget deh gue keknya bahkan ga pernah gitu gue kalau lagi
main ke Bar terus bayar gitu, maklum mainnya ke Bar yg staff nya gue
kenal deket. Jadinya gratis gitu.ke coffe shop juga gitu keseringan gratis
kalo misalya gue kenal sama staff nya’’ RELASI

Peneliti ‘’enak dah lu haha, trus gini..kebiasaan nongkrong lu stagnan terus, atau
lu pernah beberapa waktu berhenti nongkrong dengan jangka waktu yang
cukup lama karna beberapa alasan?’’

xxxii
Informan ‘’ Ga pernah deh guee, pd bacot beud bacot kalo ngaret apalagi ga
nongol di tongkrongan.’’

Peneliti ‘’kira-kira apa nih yang ngebentuk lu jadi punya kebiasaan nongkrong?’’

Informan ‘’ Asik beud asix cuyy bikin lingkaran kecil terus ya ngopi, minum
bareng sma orang orang gilaa.’’

Peneliti ‘’emang apaan sih yang buat lu nyaman, asik, kalo lu lagi nongkrong?’’

Informan ‘’ Banyak kek cuci mata ngeliatin cewek cewek wangi, ngitig yg
sepanjang hari kek snoop dogg. Minum minum lucu. Niupp
niupp.hahaha ‘’

Peneliti ‘’kalo nongkrong-nongkrong gitu, selain lu ke coffeeeshop..nongkrong


dimana?’’

Informan ‘’ Tergantung mood sih, kalau bm nya dirumah kawan ya nongkrong


dirumah kawan kalau lagi bm minum sampe mabok, ya kita pergi ke Bar
& Lounge, kalau bm nya ngopi ya ke coffeshop langganan gue.’’

Peneliti ‘’biasanya alasan apa yang buat lu, kalo misalnya lagi pergi ke tempat
ngopi gitu bal?’’

Informan ‘’ Ya jadi semua tergantung sama mood pas lagii ngumpul gituu sii
wkwkwk’’

Peneliti ‘’hahahah oke-oke. Biasanya siapa tuh orang-orang yang sering jadi
temen tongkrongan lu? Dan seberapa jauh lu kenal mereka?’’

Informan ‘’ Bimbey si janda bertatto dan punya anak 1, Akiko si bencong yg bucin
tapi duitnya gaada seri nya, Gerry si pk yg kalo ga gits (mabuk) ga idup
katanya. Nongs bareng udah bertaun taun siii, jadi ya istilahnya udah tau
gitu tai-tainya hahaha.’’

Peneliti ‘’emang apa yang ngebuat lu asik dan nyaman nongkrong sama
mereka?’’

Informan ‘’mereka sama gilanya kayak gue’’ TMN NONGKRONG

Peneliti ‘’biasanya setiap lu mau nongkrong, yang sering ngajak duluan lu, atau
biasanya lu yang diajakin?’’

Informan ‘’biasanya gue sih yang diajakin, tergantung mau nongkrong dimana tapi
gue pertimbangin dulu..kalo asik ya kuy, kalo engga ya gue ngga ikut.
Tapi keseringan gue kuy sih hahahaha’’ SIAPA YANG NGAJAK

Peneliti ‘’hahaha emang kalo lagi nongkrong biasanya lu pada ngomongin apa?’’

Informan ‘’ Banyak klo disebutin. Misalnya kek, soal hari ini gw lagi kenapa,
cerita pengalaman hidup.’’

xxxiii
Peneliti ‘’kalo lagi nongkrong gitu, ada ga temen lu yang suka mulai topik
pembicaraan duluan, biar selalu rame?’’

Informan ‘’ Pasti ada dongg, Akiko si bencong yg bucin yg mulutnya berisik


banget. Sama si Bimbey mulutnya dah kek sampah. Wkkw’’

Peneliti ‘’emang selain di coffeeshop, lu suka nongkrong dimana?’’

Informan ‘’ SKYE BAR & LOUNGE di Menara BCA Grand Indonesia, Minum di
tempat kelass Gratizz sampeee Muntah muntah.’’

Peneliti ‘’okey, gila ya ekstrim juga lu gaulnya hahahaha. Aku mah apa.. trus
menurut lu seberapa penting kegiatan nongrong yang sering lu lakuin,
dan mungkin apa sih gitu pengaruhnya?’’

Informan ‘’ apa ya, Menurut gue penting si buat org org gabut yg gapunya tempat
buat nongs..’’

Peneliti ‘’nah..dari sekian banyak tempat yang lu suka datengin, apa yang jadi
pertimbangan kalo lu lagi milih tempat nongkrong?’’

Informan ‘’ Ada event apa enggak, rame atau enggak nya biasanya si ini ngecek
dulu tempatnya kek gmn istilah anak Selatan sih “Cek Ombak”
FAKTOR DATANG

Peneliti ‘’hmm gitu.. emang sekalinya nongkrong biasanya berapa lama?’’

Informan ‘’ Kadang kalau lagi pewe bisa berjam jam, kadang geser tempat juga
kalau udah ga asik. Seharian juga pernah sampe lupa hari aja pernah’’

Peneliti ‘’iya lah lu kan anak club club haha’’

Informan ‘’hahaha engga juga anjir fir, engga salah lagi. Hahaha’’

Peneliti ‘’yee dasarr luuuu, thanks ya bal udahnge share ke gw’’

Informan ‘’hahahah sans fir, mo nanya berkali kali juga boleh hahahaha’’

Informan V

Nama : Ananda Lissabellaila

Waktu : Rabu, 14 Agustus 2019

xxxiv
Wawancara I

Wawancara

Peneliti ‘’lu suka ngopi ga bel?’’

Informan ‘’suka donggg’’

Peneliti ‘’tipe lu suka ngopi yang kek gw latte gini, apa yang kek rezha?’’

Informan ’’latte lattean dong, inget ya latte latte an bukan cabe cabe an’’

Peneliti ’’ ahh ilahh lug w pulang ni hahahah. Dalam seminggu lu bisa nongs
berapa kali emang?’’

Informan ’’hahaha akhir akhir ini sih udah sering banget cuy, seminggu bisa kali
tiga kali gua nongkrong’’

Peneliti ’’dan itu sama? Temen kampus apa doni?’’

Informan ’’sama temen kampus, sama sepupu gua, banyak sih..ama temen SMA,
tapi yang sering ya sama temen kampus sama sepupu’’

Peneliti ’’trus kalo sekalinya nongkrong lu biasanya Cuma kopi atau sama
orderan lain?’’

Informan ’’gw kan jarang makan ya, jadi seringnya sih kopi aja..tapi kalo lagi pas
laper ya sama makanan juga’’

Peneliti ’’ oh iya, lu tipe orang yang jarang makan ya, apa lu ngga mau jajan
banyak banyak?’’

Informan ’’jarang makan, sama ngga mau jajan banyak banyak juga sih bener’

Peneliti ’’ terus kebiasaan nongkrong lu itu biasanya stagnan atau pernah off?’’

Informan ’’akhir akhir ini sih stagnan parah sih’’

Peneliti ’’kenapa tuh?’’

Informan ’’ karena skripsi bu, stress wwkkwkwk’’

Peneliti ’’ ohhh jadi kayak pelarian gitu ya, tapi ketika pergi ketempat
nongkrong lu masih mikirin atau bawa skripsi lu ngga ketempat
nongkrong?’’

Informan ’’engga, gua main aja gitu, nah kalo udah dirumah lagi gua
ngerjain..ada waktunya kok. Nah iasanya gua sekalian kek nyari
inspirasi gitu. Ngerjainnya mah tetep dirumah’’

Peneliti ’’trus kan biasanya kan kalo di insta story lu, sering banget nongkrong
di tempat tempat ngopi, nah selain disana. Punya ngga tempat favorit

xxxv
lain?’’

Informan ’’wc, wkwkwkw. Ngga ada sih, gw emang suka ke tempat ngopi’’

Peneliti ’’ yang ngebuat lu, ngelariin diri ke tempat nongkrong emangnya apa?’’

Informan ’’karna temen ngumpul, dan suasana sih dicoffee shop lebih kesana,
karena apa ya kalo coffe shop kan macem macem tuh, suasananya beda-
beda..gua seneng aja gitu. Kalo di tempat lain kan kayak mac Donald
kan ya sama aja kan dimana mana juga itu itu aja’’

Peneliti ’’trus lu punya coffeshop favorit yang sering lu datengin?’’

Informan ’’hmm sejauh ini sih sama semua ya, ya sama rata gitu’’

Peneliti ’’ hm gitu..tapi kalo lu ke coffeeshop yang lu liat pertama tuh


tempatnya yang yaa bisa dibilang instagramable atau kopi nya dulu
yang lu nilai?’’

Informan ’’hm gua sih nyari yang nyaman ya suasananya, kopi kedua dah’’

Peneliti ’’nah lu hampir tiap hari ngopi ga?’’

Informan ’’ hm gua sih ngopi bisa ngga ngopi bisa ya, tapi gua bisa dibilang tiap
hari sih ngopi’’

Peneliti ’’trus dari banyak temen temen yang sering lu jadiin temen nongkrong,
ada ga yang lebih sering sama mereka? Kayak lu lebih sering lah sama
mereka?’’

Informan ’’ hmm sepupu gua sih, si doni sama rima’’

Peneliti ’’ apa yang buat lu nyaman sering nongkrong sama sepupu?’’

Informan ’’karena bacotnya sih.. haha bisa punya bahan bahasan banyak, dari
gibahin orang,masalah keluarga hahahaha’’ SEBERAPA JAUH SM
TEMEN NONGKRONG

Peneliti ’’dih anjir parah dah lu hahaha. Biasanya kalo nongkrong yang ngajak
duluan siapa?’’

Informan ’’ keseringan mereka sih, tapi kadang gua juga ’’

Peneliti ’’tapi mereka kalo lagi nongkrong suka bawa bawa tugas ngga? Apa
kayak lu?’’

Informan ’’ hahaha awalnya sih tugas.. udah bawa bawa buku laptop kan, ujung
ujungnya ya kalo ngga nyadar, udah gibah dah ampe pulang..tau tau
tugas ngga kelar aja. Hahhaha’’

Peneliti ’’ hahahahah..nah gw pengen minta pendapat lu ya. Seberapa penting

xxxvi
budaya nongkrong buat lu?’’

Informan ’’ hm nongkrong tuh sebenernya ngga penting sih’’

Peneliti ‘’lah trus lu kenapa sering nongkrong?’’

Informan ’’menurut gua sih ngongkrong ngga terlalu perlu, karna nongkrong itu
kadang apa yah.. kadang kan persepsi orang kan ngga sesuai sama
perilakunya. Ngga sesuai sama sikapnya. Misalnya orang tau kan rokok
itu ya bisa nimbulin banyak efek samping, tapi dia tetep ngerokok kan?
Ya begitu juga sama gua ya wkwkwkw. Ya nongkrong tuh banyak
positifnya juga sebenenrnya, selain ya lu boros ya, tapi nongkrong tuh
bukan kebutuhan’’

Peneliti ’’ tapi sejauh ini ada ngga sih hal yang lu dapetin dari nongkrong?’’

Informan ’’sharing informasi, bisa keluh kesah disitu..lebih enak lebih nyaman,
kalo kita lagi ngerasain ini itu masalah kan. Ya walaupun ilang sebentar
doang. Ntr ampe rumah juga tu masalah ngga bakal kelar hahha. Tapi
ya minimal jadi lega gitu loh..’’ INFORMASI

Peneliti ’’haha iya sih bener gw setuju, nah seberapa jauh impact dari lu sering
nongkrong? Apa ada ngga dampaknya, apa ya biasa aja ngga ada’’

Informan ’’ impactnya paling ya gw sering pulang malem, rugi sih rugi tapi
gimana ya lu pulang malem, tidur lu jadi ngga teratur.. tapi enak gimana
ya hahahaha’’

Peneliti ’’ ada ya bel orang kayak lu..’’

Informan ‘’ hahaha anjrit lu, sialll, ya intinya buat gua ya coffe shop tuh bukan
buat sekedar nongkrong-nongkrong sampah, kayak kerjaan, tugas
kampus, ya mereka bosen gitu, suasananya tuh itu itu aja. Dari dulu th
orang nungguin kesempatan, apa ini gua kerja gini biar ngga bosen
harus geser kemana, ya itu mungkin ya alasannya buat gua. Ini yan
ditunggu tunggu mereka, coffe shop coffeshop yang lagi pada
menjamur’’

Peneliti ’’ iya sihhhh’’

Wawancara II

Peneliti ‘’menurut lu selain untuk tempat nongkrong dan ngopi, kedai kopi itu
apa?’’

xxxvii
Informan ‘’ya biasanya kalo gw di kedai kopi buat ngerjain tugas sekalian
ngerjain tugas, dan nyari suasana baru aja’’

Peneliti ‘’pernah kebayang ngga sejak beberapa tahun kebelakang kalo kedai
kopi itu bakal hits kayak sekarang?’’

Informan ‘’ngga sih, ngga kebayang apa-apa tau-tau hits aja hahaha’’

Peneliti ‘’seberapa sering dalam seminggu lu bahas soal apapun yang berkaitan
dengan kedai kopi?’’

Informan ‘’ngga tentu sih, tapi kalo ketemu temen ya pasti di kedai kopi, ngopi,
ngga keitung sih’’

Peneliti ‘’buat lu pribadi kedai kopi yang idea; tuh kayak gimana?’’

Informan ‘’yang fasilitasnya tuh lengkap dan bersih, ada mushola, toilet, ada
smoking area dan AC. Gitu sih yang penting nyaman’’ DESKRIPSI

Peneliti ‘’pada saat pertama kali lu pergi ke kedai kopi, apa yang ada dalam
pikiran lu?’’

Informan ‘’yang ada dipikiran gw, kayaknya enak nih buat ngerjain tugas trus
bisa juga nih dijadiin bisnis’’

Peneliti ‘’menurut lu, apa sih yang ngebuat kita jadi ga ada batasan kalo lagi
nongkrong di kedai kopi?’’

Informan ‘’yang pasti kedai kopi karna suasananya sih yang santai yang bikin kita
jadi santai gitu jadi ngga kaku sampe lupa waktu kan kalo lg
nongkrong’’

Informan VI

Nama : Iqbal Kamaludin

Waktu : Rabu, 21 Agustus 2019

xxxviii
Proses wawancara yang terjadi antara peneliti dan informan dilakukan pada siang hari
hingga sore hari, disebuah kedai makanan dan kopi disekitar sekolah SMAN di daerah Cisauk
Tangerang. Proses wawancara yang santai diselingi dengan berbagai obrolan nostalgia semasa
SMA dikarenakan informan merupakan teman satu kelas dari peneliti. Sehingga isi dari
wawancara yang diambil hanya percakapan-percakapan yang menyangkut topic seputar
pertanyaan wawancara dari peneliti.

Wawancara

Peneliti ‘’sejak kapan lu mulai terbiasa nongkrong gitu?’’

Informan ‘’dari SMP sih sebenernya’’

Peneliti ‘’gimana tuh ceritanya?’’

Informan ‘’ya dari awal SMP tuh gw jauh kan, rumah di Cisauk. Dapet sekolahan
di Parung panjang lu bayangin.. panjang dah ceritanya. Intinya dari pas
nyari SMP gw tuh telat gitu semua sekolah udah pada tutup nah akhirnya
dari pada ngga sekolah ya gw dapet kan disana. Perjalanan tiap hari naik
angkot tiga kali ganti gw hahaha.’’

Peneliti ‘’gilaaaa perjuangan lu boleh juga hahaha. Itu durasi sekali jalan emang
berapa lama?’’

Informan ‘’ya bisa satu jam, itu kalo ngga macet yaa’’

Peneliti ‘’haha gila juga lu, jadi lu mulai sering nongkrong tuh ya pas pulang gitu
ya?’’

Informan ‘’nah itu, biasanya gw pulang kan jauh nah nongkrong dulu, malah
sering ngga pulang gitu karna males kan dirumah, paling nginep gitu ke
rumah sepupu atau temen bsknya sekolah lagi’’

Peneliti ‘’hmm okey, trus lu suka ngopi?’’

Informan ‘’kopi suka gw, tapi ngga yang candu sering banget kayak lu gitu
hehehe’’

Peneliti ‘’trus biasanya lu nongkrong sukanya order apa?’’

Informan ‘’gw lebih ke makanan berat sih.. minimal mie haha’’

Peneliti ‘’wahhh lu kurus-kurus makannya banyak banget yah aha. Trus yang
buat lu nyaman dan asik kalo pas lg nongkrong gitu tuh apa?’’

Informan ‘’ya paling perbincangannya aja sih’’

Peneliti ‘’ohh berarti lu lebih prefer ke sama siapa lu nongkrong ya dibanding


tempatnya?’’

Informan ‘’iya kalo gw gitu hehe. Kalo gw tuh tipe orang yang kemana aja masuk
si.. kayak gw kuliah kan di UNPAM ya, nah itu di kelas gw ada dua grup

xxxix
gitu..yang satu sukanya nongkrong di coffeeshop yang satu mah di
parkiran kampus juga jadi. Nah gw tuh masuk ke dua-dua nya gitu..’’

Peneliti ‘’Tapi pernah ga lu ngerasa kayak ada yang ngomongin karna lu main
kesana sini gitu?’’

Informan ‘’ya ada sih kadang nih misalnya gw main ke yang suka nongkrong di
coffeshop ntar gw diledekin gitu, bercanda sih tumben ngga main sama
yang ono..ya gw mah kewata tawa aja, karna ya gw orangnya emang
fleksibel. Tapi dengan gw kayak gitu kadang ya impact nya temen temen
gw jadi ngga terlalu percaya sama gw gitu kan. Tapi ya ngga papa’’

Peneliti ‘’hmm iya sih pasti gitu, trus kira-kira dari dua grup itu lu lebih punya
kedekatan yang lebih sama siapa? Atau sama aja dua-duanya?’’

Informan ‘’hm kalo gw sih lebih apa ya lebih deket mah sama yang suka
nongkrong dimana aja jadi, haaha diparkiran jadi, pinggir jalan jadi,
coffeshop jadi. Kalo yang satunya tuh kalo nongkrong udah harus wajib
pasti di coffeeshop gitu, ngga pernah ke tempat lain.’’

Peneliti ‘’berarti kan lu kerja di gramed siang ya, berarti lu kuliah ambil kelas
malem ya?’’

Informan ‘’iya makanya gw kalo malem tuh kadang nunggu sampe motor gw bisa
keluar dari parkiran. Lu tau sendiri kan UNPAM kayak gimana
hahahha’’

Peneliti ‘’lu kontrak brapa tahun di graemedia?’’

Informan ‘’kontrak itu maksimal dua tahun sih’’

Peneliti ‘’tapi temen temennya enak?’’

Informan ‘’enak sih temen-temen mah, paling yang ngebedain enak dan ngga enak
ya manager nya itu kayak manager disatu toko ini enak di toko sana
engga gitu ajaa..’’

Peneliti ‘’hahaha iya sih wajar itu mah, trus lu punya ngga temen-temen yang
intensitasnya sering nongkrong sama lu?’’

Informan ‘’iya itu yang tadi gw bilang sih’’

Peneliti ‘’hmm okay okay. Tapi emang enak sih bal kalo nempatin diri kita jadi
fleksibel gitu. Emang menurut lu ya.. apa yang ngebuat lu bertingkah
laku fleksibel?’’

Informan ‘’kalo gw sih karna nyari temen sih biar banyak hahaha’’ RELASI

Peneliti ‘’nah biasanya nih kalo lagi nongkrong gitu, yang suka ngajak duluan
siapa? Lu atau mereka?’’

xl
Informan ‘’keseringan mereka sih, tapi kadang gw yang inisiatif ngajak duluan
haha’’

Peneliti ‘’kenapa tuh lu mau aja gitu kalo diajak? Haha’’

Informan ‘’ya gimana ya, gw kan jenuh gitu kerja kuliah, ya buat ngerefreshing aja
gw ayo ayo aja haha’’

Peneliti ‘’trus ini nih, gw mau nanya soal berapa penting dan seberapa jauh
tempat-tempat yang nongkrong kayak gini buat lu pribadi?’’

Informan ‘’kalo buat gw sih tempat gini pengaruhnya ngga terlalu besar sih, karna
kan gw juga ngeliat lebih ke makanan dari pada tempatnya yang bisa
buat foto gitu hehe’’

Peneliti ‘’haha okey okey jarang nih orang kek lu haha ngga kayak anak anak
jaman sekarang’’

Informan ‘’hahaha bisa aja luuu zhaff’’

Informan VII

Nama : Rezha Javier

Waktu : Jumat, 13 September 2019

Wawancara I

Wawancara

Peneliti ‘’ya rezha jadi berhubung gw butuh nanya nanya sama lu, jadi langsung
aja ya’’

Informan ‘’langsung apaan nih? Hahaha’’

Peneliti ‘’ya langsung aja gw nanya nanya nya hahahah’’

Informan ‘’ohh hahaha kirain langsung jalan kita’’

Peneliti ‘’haha gampang itu mah, oke nih yang pertama..kenapa bisa sering
banget ngelakuin kegiata nongkrong?’’

Informan ‘’karena gua tipe orang yang bosenan dirumah, dan gua suka banget
pergi sendiri buat ketemu orang-orang baru’’

Peneliti ‘’trus semenjak kapan lu mulai melakukan hal itu?’’

Informan ‘’semenjak SMA kelas 1’’

Peneliti ‘’ kan lu ngga terlalu suka sama kopi ya, nah trus kenapa lu bisa tertarik

xli
kerja di bidang per kopian?’’

Informan ‘’karena. Satu gua kuliah dibidang pangan yang menyangkut kopi, nah
bagi gua kopi itu suatu minuman yang punya rasa yang kompleks, jadi
nih satu biji bisa ngehasilin beberapa rasa. Di bidang kopi itu juga lu
ngga selalu jadi barista, tapi bisa jadi konsultan, petani, atau
pembudidaya kopi’’

Peneliti ‘’berarti itu salah satu alasan kenapa lu nyoba-nyoba jadi barista?’’

Informan ‘’awal nyoba sih gua kecemplung haha, karena awal 2017 gua
ngebantuin temen gua ngebuka kedai kopi tapi dia masih belum
sanggup untuk ngebayar barista, jadi gua ya coba-coba aja otodidak
awalnya.’’

Peneliti ‘’trus biasanya kalo lagi nongkrong sukanya order apa dan kenapa?’’

Informan ‘’kalo kopi sih gua lebih suka di manual brewnya, contohnya v60.
Karena ibaratnya gua ngga terlalu suka kopi kecampur susu, soalnya
kalo gitu kan rasanya jadi netral. Nah ketika lu main v60 atau manual
brew disuatu daerah itu pasti punya ciri khas rasa yang berbeda-beda.
Jadi lu bisa milih sesuai yang lu mau.’’

Peneliti ‘’nah kebiasaan lu nongkrong ini stagnan atau pernah off untuk
beberapa waktu yang lama karna suatu alasan?’’

Informan ‘’hmm engga sih, dari awal SMA gua full nongkrong trus’’

Peneliti ‘’emangnya yang ngebuat lu nyaman sama situasi ketika lu lagi


nongkrong apa?’’

Informan ‘’karena rame, dikeramaiannya itu. Gua suka aja kaloke tempat
nongkrong trus orang nya didalem customernya rame. Tapi kalo gua
nongkrong sama temen gua ya jarang rame, paling dua atau tiga orang
aja’’

Peneliti ‘’selain ditempat kopi, lu biasanya nongkrong dimana?’’

Informan ‘’ hm banyak sih, bisasanya di pinggir-pinggir jalan, di kampus, atau di


markas himpunan biasanya’’

Peneliti ‘’nah biasanya siapa tuh yang jadi temen nongkrong lu, ada ngga?’’

Infroman ‘’ada, kalo sekarang ada sih satu. Namanya sebutin?’’

Peneliti ‘’iya ngga papa kalo mau nyebutin’’

Informan ‘’namanya Tomi’’

Peneliti ‘’kenapa dia?’’

xlii
Informan ‘’karena apa ya, kalo nongkrong ama dia tuh ngga monoton gitu.. ngga
bicarain satu hal aja. Banyak banget bisa bisa kalo ama dia’’
SEBERAPA JAUH SM TMN NONGKRONG

Peneliti ‘’sekalinya nongkrong ama dial u bisa berapa lama tuh?’’

Infroman ‘’bisa 4 sampe 5 jam kalo bahasannya serius. Dan itu gua sampe
pindah.. jdi misalnya gua di coffeeshop, nah ampe udah mau tutup gua
lanjut lagi dah tuh di warkop langganan gua’’ LAMA NONGKRONG

Peneliti ‘’trus biasanya kalo mau nongkrong gitu yang ngajak duluan siapa?’’

Informan ‘’seringnya ganti gentian sih. Kadang gua kadang dia..ngga ada yang
mendominasi’’

Peneliti ‘’trus tiap lu ketempat kopi nih, yang lu liat atau yang lu nilai itu dari
apanya?’’

Informan ‘’gua lebih ke customer sih, gua kurang suka kalo ada customer lain
yang ram nih misalnya tapi rusuh gitu mengganggu yang lain, kalo
misalnya rame tapi dia tau situasi itu gua ngga papa. Tapi ka nada tuh
customer yang suka rusuh. Nah gua ngga suka, ngga masalah sih gua
tempatnya dimana dan kayak gimana’’

Peneliti ‘’nah ini gw minta pendapat lu soal seberapa penting dan seberapa
jauhnya pengaruh tempat-tempat kopi yang sekarang lagi menjamur
buat lu pribadi?’’

Informan ‘’kalo pengaruh ada sih, karena sekarang kalo bahas tentang kedai kopi
ya ibaratnya, lu bisa mencari semua informasi dari situ, dan lu juga bisa
mencari relasi dari situ juga. Jadi disatu kedai kopi itu dari berbagai
macam orang dan profesi gitu, itu bisa dibilang ngumpul gitu di satu
titik itu buat sekarang ya..karna kan sekarang nge trennya coffeshop.
Kalo ditarik garis lurus sama kerjaan gua,ya itu sih yang bikin pengaruh
besar buat gua pribadi. Karna bayak link dan relasi yag gua dapet’’

Peneliti ‘’nah dari nongkrong lu sejauh ini dapet apa aja?’’

Informan ‘’ ya dapet link, temen baru, dapet kerjaan’’

Peneliti ‘’trus tanggepan lu soal tempat-tempat ngopi yang sekarang lagi


menjamur itu baik atau engga?’’

Informan ‘’kalo untuk saat ini, ya trennya lagi coffeesho ya. Kalo menurut gua
baik-baik aja sih, asalkan si coffeeshopnya itu konsisten gitu bangun
usaha itu. Ngga Cuma sekedar ngikutin perkembangan zaman aja. Kalo
seumpama tren kopi udah mulai menurun dan dia nutup, wah itu
mending jangan bangun bisnis di ranah kopi gitu’’

Peneliti ‘’iya sih bener gw setuju banget, haha thanks ya zha’’

xliii
Informan ‘’iyaa selow aja der hahahha’’

Wawancara II

Peneliti ‘’menurut lu selain untuk tempat nongkrong dan ngopi, kedai kopi itu
apa?’’

Informan ‘’menurut gua sebagai tempat belajar, karna kan setiap kedai punya
barista yang beda-beda, karna gua bisa dapet cara nyeduh yang beda
dari kedai kopi gitu, trus juga ya tempat nyari link buat gua’’

Peneliti ‘’pernah kebayang ngga sejak beberapa tahun kebelakang kalo kedai
kopi itu bakal hits kayak sekarang?’’

Informan ‘’sebenernya udah kebayang ya dari tahun 2016, karna gua ngeliat kopi
itu udah mulai jadi lifestyle orang-orang’’

Peneliti ‘’seberapa sering dalam seminggu lu bahas soal apapun yang berkaitan
dengan kedai kopi?’’

Informan ‘’ngga sering sih, paling 1 atau 2 kali lah’’

Peneliti ‘’buat lu pribadi kedai kopi yang idea; tuh kayak gimana?’’

Informan ‘’meunurut gua yang berjalan sesuai dengan SOP, suasanay nyaman
berasa kek dirumah, trus ada ruang ramai ada ruang yang tenang, sama
cara barista melayani customer juga’’ DESKRIPSI

Peneliti ‘’pada saat pertama kali lu pergi ke kedai kopi, apa yang ada dalam
pikiran lu?’’

Informan ‘’nyaman sih yang gua rasain, udah itu aja’’

Peneliti ‘’menurut lu, apa sih yang ngebuat kita jadi ga ada batasan kalo lagi
nongkrong di kedai kopi?’’

Informan ‘’karena ketika lu udah duduk di kedia kopi itu, udah ngga ada lagi
GAP. Dan semua kalangan manusia itu bisa masuk dan setara gitu kalo
udah nongkrong disana. Karna komunikasi yang kek berbaur aja gitu’’

Informan VIII

Nama : Teddy

Waktu : Rabu, 18 September 2019

xliv
Wawancara

Peneliti ‘’oke langsung aja ya Ted, hehe kenapa bisa sering pergi ketempat
nongkrong?’’

Informan ‘’ya karna gua orangnya emang suka nongkrong, gua orangnya bosenan
drumah..gabetah dirumah aja.’’

Peneliti ‘’emang lu ngga punya saudara?’’

Informan ‘’sodara gua di Bandung semua’’

Peneliti ‘’ohh oke, suka ngopi kan lu? Gimana ceritanya?’’

Infroman ‘’semenjak gua kerja, karna kan kerjaan gua awal-awal juga jadi
barista..nah pas gua training 3 bulan, otomatis gua sering cuppin kan,
yam au ngga mau kan gua nyoba tuh terus. Yaudah dari situ, barista kan
ngga asal bikin dia harus tau juga gitu kopi yang mau di kasih ke
customer’’

Peneliti ‘’iya sih yaaa bener, trus kalo lagi nongkrong selain kopi apa yang lu
order?’’

Informan ‘’gua ngga pernah mesen makanan berat sih, keseringan kopi aja paling
kalo makanan ya makanan buat nyemil doang si’’

Peneliti ‘’nah kebiasaan nongkrong lu stagnan atau ngga?’’

Informan ‘’sebenernya pas gua lulus SMA, kan gua ngga langsung kuliah. Gua
sebenernya ngga mau kuliah, tapi karna orang tua nyuruh kan. Nah gua
ikut apalah tes-tes, sbm, tuh ngga ada yang masuk. Yaudah gua tunda
tuh 2 tahun, sampe sekarang kan nih gua baru daftar di UPJ. Ya itu..pas
2 tahun kan gua gabut dirumah ngga ngapa-ngapain,kerja ngga boleh,
yaudah pas disitu gua sering nongkrong..’’

Peneliti ‘’hmm gitu, naah kalo sekarang gimana?’’

Infroman ‘’ya kalo sekarang sih masih sering tapi ngga separah dulu,lagian kan
paling gua nongkrong disini kan, ngurusin coffeeshop gua.’’

Peneliti ‘’trus apa yang buat lu nyaman kalo lagi nongkrong?’’

Informan ‘’yang pertama temen gua nongkrong sih’’

Peneliti ‘’lu temen nya itu-itu aja atau banyak?’’

Informan ‘’gua kalo temen banyak sih,banyak bgt karna kan gua suka nongkrong’’

Peneliti ‘’nah, ada ngga orang yang paling sering nongkrong sama lu?’’

Informan ‘’ada, sejak gua buka setetes kopi ya orang-orang yang disini aja’’

xlv
Peneliti ‘’oke, emangnya apa yag lu dapet dari kegiatan nongkrong,sampe lu bisa
sering banget ngelakuin kegiatan nongkrong?’’

Informan ‘’ya sebernya gua baru sadarnya sekarang sih ya hahaha. Karna gua dulu
sedikit nakal lah bisa dibilang, jadi kalo nongkrong tuh gua ngga pernah
mikirin bakal positif, atau negative ya gua jalan aja gitu. Tapi kalo
sekarang ya gua nongkrong liat dulu gitu, ini berguna ngga buat gua. At
least, kalo un ngga terlalu bermanfaat ya ngga bawa gua ke hal-hal yang
buruk lah gitu senggaknya. Nah dari nongkrong seengaknya gua dapet
link gitu, yang bisa ngebawa gua sampe sekarang’’

Peneliti ‘’anjay, keren juga jawaban lu hahaha’’

Informan ‘’haha sial luu, ya gua sekarang mikirnya gitu..kalo gua nongkrong, pas
gua balik ada yang harus gua dapet pas pulang kerumah’’

Peneliti ‘’haha kenapa tuh ?’’

Informan ‘’ya karna gua dapet pas di training sama trainer gua pas mau kerja kan,
dia selain ngajarin dan ngasih tau gua tentang kopi-kopi juga ngajarin
gua soal kehidupan anjay hahaha’’

Peneliti ‘’hahaha udah jadi anak baik ya lu sekarang, kalo lagi nongkrong lu bisa
ngabisin waktu berapa lama?’’

Informan ‘’kalo nongkrong kalo udah nyaman banget ya, eaa nyaman banget haha.
Gua orang yang bisa sampe full seharian, bisa cuma 2 sampe 4 jam.’’

Peneliti ‘’nah kalo lagi seharian full lu dimana nongkrongnya?’’

Informan ‘’ ya awalnya di coffeeshop gitu kan, kalo udah kelamaan nih atau udah
mau tutup, gua geser dah ke warkop yang 24 jam..atau kemana’’ LAMA
NONGKRONG

Peneliti ‘’gila lu, emang ngomongin apa aja ampe betah banget?’’

Infroman ‘’ gua jujur nih yak haha, biasanya ngobrolin lebh ke gibah haha,
kenikmatan bersosialisasi..ya ngomongin hidup, cewek, mati hahaha’’
OBROLAN

Peneliti ‘’hahaha, halah paling ngga jauh kan lu dari cewek’’

Informan ‘’hahaha mah itu paling seringg’’

Peneliti ‘’ada ga orang yang berpengaruh di tongkrongan?’’

Informan ‘’ada sih, hmm gimana ya sebenernya hahaha gimana ya ceritainnya, jadi
temen gua kan pada jahat ya hahaha. Maksudnya ya hm ada nih satu
orang, sebenernya ngga terlalu berpengaruh besarsih. Tapi kejadian
dihidup dia ada yang bikin gua jadi mikir gitu, sampe gua mikir wah

xlvi
anjir kalo gua jadi dia gimana ya apa yang bakal gua lakuin’’

Peneliti ‘’nah kan lu owner, bekas barista juga, kalo pergi ketempat ngopi apa
yang lu nilai atau yang lu liat?’’

Informan ‘’ ya yang gua liat..pelayanannya, cara dia sama customer gimana, ya itu
yang mau gua ambil soalnya, atau promo-promo apa yang dia lakuin’’

Peneliti ‘’seberapa penting tempat nongkrong gitu-gitu buat lu?’’

Informan ‘’ ya penting, terutama laki-laki ya..karna yang mesti dia tau ngga cuman
rutinitas dia aja ya, tapi lu juga harus belajar soal kehidupan gitu.
Maksudnya kehidupan yang sebenernya, hidup tuh ngga semudah
sinetron gitu hahaha. Terlepas lu keluar dari pendidikan gitu. Karna dari
nongkrong si menurut gua lu bisa gitu dapetin itu juga’’

Peneliti ‘’haha setuju banget si gw parah, nah gimana tanggapan lu dengan


ngeliat fenomena tempat-tempat nongkrong yang sekarang lagi
happening.?’’

Informan ‘’kan yang lagi tren sekarang itu garis besar coffeshop lah ya. Gini,
sebenernya bisa dibilang bukan karna coffeshopnya yang gua perhatiin
ya. Tapi karna social medianya, karna kan anak-anak muda sekarang ya
bisa disebut millennial lah itu perlu yang namanya status sosial. Jadi
ketika dia ngopi, anjing gua ngopi nih sturbucks atau apa gitu yang
keren-keren lah. Itu dia butuh buat rasa gengsi nya. Akhirnya nyebar-
nyebar banyak orang yang mau ikutan kesana sini gitu sampe akhirnya
industry kopi semakin berkembang’’

Peneliti ‘’keren sekalii sih jawaban bapak ini hahaha, makasih ya ted’’

Informan ‘’santai, lu sering-sering ya kesini. Temenin gua ngurusin setetes kopi


hahaha’’

Peneliti ‘’iya siappp pak bos hahhaha’’

Informan IX

Nama : Sonia

xlvii
Waktu : Sabtu, 12 Oktober 2019

Wawancara

Peneliti ‘’okey, kenapa lu bisa sering pergi ke coffeshop gitu?’’

Informan ‘’hm apa ya, enak aja gitu..gua suka aja ama tempat-tempatnya, lucu-
lucu. Nah gua juga kalo lagi nugas nih, skripsian ya nyaman aja. Gua
kan nge kos juga jadi ya kalo di kos an mulu sepi, yang ada tidur
hahaha’’ FAKTOR DATANG

Peneliti ‘’di Jatinangor pasti banyak ya tempat-tempat ngopi gitu? Tapi anak
UNPAD dan temen-temen lu kayak gitu juga ngga sih?’’

Informan ‘’ya banyak sih, apalagi geng an gua..hehe bukan geng si kayak apa ya
yang sering suka ama gua lah kalo ke coffeeshop’’

Peneliti ‘’tapi lu kalo lagi nongkrong disana selalu order kopi atau gimana?’’

Informan ‘’sebenernya sih engga selalu ya, tapi keseringan iya hahaha’’

Peneliti ‘’hahaha itu hampir selalu lah berarti..ordernya apa biasanya?’’

Informan ‘’gua tim latte sih’’

Peneliti ‘’sama dong ama gw, nah lu sejak kapan jadi sering banget nongkrong
kayak gini?’’

Informan ‘’sebenernya udah dari SMA sih, kan suka sama si Fitri, tapi sekarang
lebih sering banget karna itu tadi gua ngerantau dan ya kalo ke kos an
paling cuma istirahat tidur doangg’’

Peneliti ‘’emang kalo abis nongkrong yang lu dapet apa? Kayak lu dapet
pengalaman atau apa gitu’’

Informan ‘’ya tergantung sih sebenenrya gua nongkrong sama siapa. Kalo sama
kayak anggota Bem gitu ya ngomongin acara kampus kan pasti, kalo
sama temen-temen gua ya, skripsian lah gibah lah hahaha gossip-gosip
gitu atau Cuma curhat-curhatan dah. Si ini putus,si ini jadian haha’’
SAMA SIAPA, OBROLAN, RERU

Peneliti ‘’hahahaha asli emang bener ya cewek emang ya ngga jauh dari sana
pasti. Tapi lu always ditempat ngopi? Atau punya tongkrongan lain?’’

Informan ‘’hmm lebih sering sih di coffeeshop ya, paling selain itu di kampus
doang tapi ga lama abis itu cabut’’

Peneliti ‘’nah kan lu punya nih temen nongkrong yang tadi lu bilang, itu
seberapa jauh lu deket dan kenal mereka?’’

Informan ‘’seberapa jauh sih ngga sejauh gua ke elu sih ya, cuman gua dari pas
maba udah sama mereka, tadinya banyak sih kalo sekarang kan cuma 5

xlviii
sama gua, kalo dulu masih sampe 10 orang. Mereka juga sering tidur di
kos an gua lah pokoknya gitu haha’’

Peneliti ‘’hmm, kalo lagi nongs di coffeshop gitu biasanya berapa lama?’’

Informan ‘’paling 2 sampe 3 jam sih’’

Peneliti ‘’diantara 5 itu ada ngga sosok yang rame gitu anaknya, sosokkk
hahahah’’

Informan ‘’kalo itu biasanya gua sih yang diprotes sama temen-temen gua hahaha.
Karna gua yang suka ngoceh ngga jelas dah anaknya aku tuh’’

Peneliti ‘’hahahah iya sih tau gua ngga heran, tapi mereka gimana tuh?’’

Informan ‘’ya kalo lagi santai selow-selow aja. Cuma kalo lagi pada nge gas gitu
gua suka di omelin haha tapi abis itu biasa lagii’’

Peneliti ‘’hahaha dasar..trus kalo lagi ketempat buat ngopi yang jadi daya tarik
buat lu apaan?’’

Informan ‘’tempatnya sih pw apa engga, kek aesthetic gitu, sama paling kalo ada
rekomendasi makanan atau kopinya enak dari temen gua’’ FAKTOR
DATANG

Peneliti ‘’berarti dari penjelasan lu, tempat ngopi penting banget ya buat lu?’’

Informan ‘’kalo buat sekarang sih enting parah hahaha’’

Peneliti ‘’trus gimana tuh tanggapan lu sekarang dengn ngeliat coffeeshop yang
menjamur gitu?’’

Informan ‘’hm bagus sih menurut gua, jadi sekarang orang-orang terutama
mahasiswa-mahasiswa kayak gua di UNPAD jadi punya tempat
bernaung hahha pelarian selain di kos an dan kampus. Ya walaupun gua
mesti rada turun banget ngga di pas Jatinangor banget, Cuma its okay’’

Peneliti ‘’hahaha anak gaul banget si kakak, oke deh thanks ya kamu’’

Informan ‘’sippp’’

Informan X

Nama : Icha

Waktu : Selasa, 15 Oktober 2019

xlix
Wawancara I

Transkip Wawancara

Peneliti “ kenapa lu sering atau terbiasa ke tempat nongkrong kek kedai kopi
gitu, ceritanya gimana?’’

Informan “ kalo ke kedai kopi ya gw emang untuk nongkrong aja gitu ngopi udah,
kalo emang gw mau makan ya kerestoran.. tapi kalo gw mau nongkrong
lama-lama kayak 1 sampe 2 jam ya gw ke kedai kopi. Karna kan kalo di
kedai kopi, mislanya lu pesen satu cangkir kopi sama satu donat lu bisa
lama-lama disana. Jadi kayak kalo menurut gw enak aja sih dan apalagi
dijakarta udah ada banyak banget kan dimana-mana”

Peneliti ‘’ lu suka atau sering ngopi ngga sih? Kalo iya biasanya order apa?’’

Informan “ kalo dirumah jarang sih karna gw ngga terlalu suka kopi sachet, tapi
kalo di kedai kopi kan kopinya asli dari bijinya gitu ya, jadi ngga bikin
pusing. Nah kalo order kopi biasnaya yang signature nya dari kedai
kopinya itu loh. Biasnaya sih pasti gw pesen yang kopi susu karna gw
nggaterlalu suka yang black coffee’’

Peneliti “ apa yang ngebuat lu nyaman kalo lagi nongkrong gitu? Dan emangnya
apa yang lu liat dari tempat nongkrong atau kedai-kedai kopi gitu sampe
lu suka ngelakuin aktivitas itu?”

Informan “ yang buat nyaman sih kalo kedai kopi tuh ngga terlalu rame ya,
maksudnya soalnya kan kadang gw kalo kesana itu kalo lagi ngerjain
tugas gitu dan kalo rame kan ngga enak gitu. Dan pas minum kopi
sambil ngerjain tugas itu kek bisa dapet inspirasi gitu buat gw. Yang
buat nyaman sih tempatnya yah, bagus dan ngga sumpek.” FAKTOR
DATANG

Peneliti “ biasanya siapa sih yang sering jadi temen nongkrong lu? Dan seberapa
jauh juga lu kenal mereka, dan apa yang ngebuat lu nyaman kalo lagi
nongkrong sama mereka?’’

Informan “ kalo ke kedai kopi lebih sering sama cowok gw, karna temen gw kan
mereka ngga terlalu suka ngopi gitu. Seberapa jauh gw kenal dia ya
gimana ya kalo pacar hahaha deket banget kan pasti. Yang buat percaya
karna cowok gw juga suka sama kopi meskipun bukan coffe addict gitu
ya’’

Peneliti “ nah biasanya kalo mau pergi ngopi gitu yang sering ngajak duluan lu
atau mereka? Dan kalo lagi nongkrong gitu biasanya ngomongin apa
sih? “

Informan “ biasanya kalo ngajak ya dluan gw sih haha. Dan biasnaya paling
random sih ngomongin tentang hidup, ya apa aja lah//”

l
Peneliti “ ada ga sih orang yang menurut lu cukup berpngaruh di lingkaran
tongkrongan lu? Kalo emang ada berpengaruhnya gimana? “

Informan “ sebenernya bingung sih kalo dulu jamannya lulus SMA, nah gw punya
temen baru yang suka ngopi dan ngerokoknya. Kalo sekarang sih udah
ngga dan jarang ketemu mereka. Kalo temen-temen gw yang sekarang
nongkrongnya nga ke kedai kopi sih paling direstoran atau ngga
ngumpul dirumah”

Peneliti “ kalo lu lagi pergi ke kedai kopi gitu, yang jadi penelilain tersendiri
buat terhadap kedai kopi itu apa? “

Informan “ ya sebenernya gw lebih sering cari dari googling sih kalo mau cari
suasana baru. Kalo misallnya ada yang bagus dari segi rating nya dari di
google atau komen-komen kopinya gimana, sama dari segi interiornya
biasanya.. kalo semakin unik ya gw semakin penasaran gitu” FAKTOR
DATANG

Peneliti “ seberapa penting sih tempat kedai-kedai kopi buat lu? Dan ada ga
pegaruhnya buat diri lu sendiri? “

Informan “ ya kedai kopi lumayan penting sih buat gw. Karna kan sekarang lagi
ngerjain skripsi kalo lagi suntuk dirumah gw ke kedai kopi pasti ya buat
ngerjai, dan tipikal orag-orang yang nongkrong di kedai kopi tuh dateng
order kopi emang buat lama –lama gitu, ngga minum kopi trus cabut”

Peneliti “ emang dari kegiatan nongkrong sambil ngopi apa sih yang lu dapet?
Ada kepuasan tersendiri ga sih dari dili lu sendiri?’’

Informan “ kepuasan tersendirinya sih ya lu lebih ngerasa deket aja gitu sama
partner nongkrong lu, cerita tentang banyak hal bisa curhat-curhat”

Peneliti “ gimana tanggepan lu dengan ngeliat fenomena kedai kopi yang lagi
menjamur sekarang ini?’’

Informan “ ya bagus sih ya, karna kan juga gw emang hobi cari referensi kedai-
kedai kopi baru bat skrpsian. Seru aja sih buat gw nyobain satu-satu.
Dan positifnya jadi banyak anak muda kayak kita yang punya waktu
senggang bisa jadi peluang buat kita-kita part time di kedai kopi sambil
ngisi waktu luang, bagus sih’’

Wawancara II

Peneliti ‘’menurut lu selain untuk tempat nongkrong dan ngopi, kedai kopi itu

li
apa?’’

Informan ‘’menurut gw sih ngga ada ya, paling ya itu Cuma buat ngopi dan
nongkrong aja, sama paling buat ngerjain tugas, atau menyendiri’’

Peneliti ‘’pernah kebayang ngga sejak beberapa tahun kebelakang kalo kedai
kopi itu bakal hits kayak sekarang?’’

Informan ‘’hmm ngga kebayang sih ya, karna dulu lu mikirnya kalo lu mau ngopi
kalo ngga dirumah yak e warkop. Dan sekarang kayak warkop tuh di
upgrade gitu dengan penampilan yang fresh’’

Peneliti ‘’seberapa sering dalam seminggu lu bahas soal apapun yang berkaitan
dengan kedai kopi?’’

Informan ‘’paling sekali sih pas weekend nyari-nyari coffeeshop baru gitu’’

Peneliti ‘’buat lu pribadi kedai kopi yang ideal tuh kayak gimana?’’

Informan ‘’versi gw sih, karna ggw butuh coffeeshop untuk nugas atau nongkrong
yang suasananya homie gitu loh yang mengutamakan kenyamanan lah
intinya’’

Peneliti ‘’pada saat pertama kali lu pergi ke kedai kopi, apa yang ada dalam
pikiran lu?’’

Informan ‘’nah pas awal-awal gw dateng ke kopi TUKU karna pernah didatengin
presiden gitu, kesan gw tuh kayak wah ternyata rame ya, seenak itu
emang ya gitu sih’’

Peneliti ‘’menurut lu, apa sih yang ngebuat kita jadi ga ada batasan kalo lagi
nongkrong di kedai kopi?’’

Informan ‘’hm kedai kopi itu pastikan baristanya rata-rata masih muda ya. Dan
sama customer tuh yang rata-rata anak muda juga mereka nyambung.
Jadi kadang mereka juga seneng gitu kalo ngobrol sama pelanggan, jadi
santai. Tapi kalo gw sama temen nognkrong gw ya karna tempatnya enak
nyaman sih jadi ya udah gitu kadang sampe lupa waktu haha’’

B. Dokumentasi

lii
liii
liv

Anda mungkin juga menyukai