Anda di halaman 1dari 241

The Power of

Entrepreneurship
Achmad Rozi, S.E., M.M
Ahmad Fitriyadi Sari, S.Si, M.Pd
Tuminah Condro, S.S., M.Pd
Ramses Simanjuntak, M.Pd.K
Listiawati, S.T., M.M
Suwandi S. Sangadji, S.P., M.M
Dede Aji Mardani, M.E.Sy
Eny Khusnul Hartati, S.Pd, M.Pd
Dr. Dian Cita Sari, M.Pd.I
(ANGGOTA KOMUNITAS PENCINTA BUKU INDONESIA)

Editor :
Abdul Rahman H
Abdul Rosid

Penerbit
Bintang Sembilan Visitama
2019

i
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan


sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling paling
banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).

ii
The Power of Entrepreneurship

The Power of Entrepreneurship


@copyrigght, Achmad Rozi, dkk, 2019

ISBN: 978- 602-6445-16-2

Penulis:
Achmad Rozi, dkk

Editor:
Abdul Rahman H
Abdul Rozid

Sampul:
Didi Subandi

Penerbit Bintang Sembilan Visistama


Redaksi; Jalan Raya Jakarta KM 6,5 Kalodran Walantaka Serang
Email; bintang9.visitama@gmail.com WhatsApp; 081295422174

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang mengutip, menyebarluaskan dan menggandakan isi buku
ini baik secara elektronik maupun cetak, tanpa seizin dari penerbit
All Right Reserved
Cetakan pertama, 20 Oktober 2019

Isi diluar tanggungjawab Penerbit

iii
Daftar Isi

Daftar Isi .................................................................................. iii


Kata Pengantar ....................................................................... vi

MEMBANGUN VISI KEWIRAUSAHAAN DIKALANGAN INSAN


KAMPUS ................................................................................... 1
Oleh: Achmad Rozi
PENTINGYA MAHASISWA MEMILIKI JIWA BERWIRAUSAHA
UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH ......................................... 21
Oleh: Ahmad Fitriyadi Sari, S.Si.,M.Pd
PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM PEMBERDAYAAN
ENTREPRENEURSHIP MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0
............................................................................................... 31
Oleh: Tuminah Condro
KEWIRAUSAHAAN DAN PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM
PEMBANGUNAN DAERAH ...................................................... 59
Oleh: Ramses Simanjuntak

iv
The Power of Entrepreneurship

PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DAN PERANNYA


UNIVERSITAS DALAM KEWIRAUSAHAAN .............................. 77
Oleh: Listiawati
PERAN STRATEGIS PERGURUAN TINGGI DALAM PERSPEKTIF
PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI MALUKU UTARA ... 133
Oleh: Suwandi S. Sangadji
PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM MEMBANGUN
KEWIRAUSAHAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH............. 163
Oleh: Dede Aji Mardani
PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DI SMA/SMK/MAK DAN
PERGURUAN TINGGI............................................................ 187
Oleh: Eny Khusnul
MEWUJUDKAN KEWIRAUSAHAAN DI PERGURUAN TINGGI
DALAM MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN DAERAH ............ 205
Oleh: Dian Cita Sari

v
Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Allah, Tuhan seru seklian alam


yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada
hambaNya, termasuk didalamnya nikmat iman,
kesehatan dan ilmu pengetahuan yang diberikan
kepada kita. Shalawat serta salam selalu dan semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad Saw yang menjadi
suri tauladan bagi seluruh umat.

Buku Antologi ini merupakan kumpulan tulisan yang


bertema tentang kewirausahaan di Perguruan Tinggi,
ditulis oleh penggiat literasi yang berasal dari latar
belakang profesi dan disiplin ilmu. Para penggiat literasi
tersebut tergabung dalam sebuah komunitas WhatsApp
yang bernama Group Pecinta Buku. Sampai buku ini
diterbitkan WAG Pecinta Buku telah menerbitkan 5 buah
buku Antologi, dengan tema-tema actual yang menjadi
isu di sekitar persoalan kebangsaan.

vi
The Power of Entrepreneurship

Buku ini adalah buku kelima, dan diberi judul The


Power of Entrepreneurship. Buku ini berisi tulisan-
tulisan yang bertema tentang pengembangan
kewirausahaan di perguruan tinggi dan peranannya
dalam pembangunan daerah. Ada Sembilan tulisan
yang semuanya bersepakat mengatakan bahwa
kewirausahaan dalam perguruan tinggi menjadi mutlak
untuk dikembangkan secara maksimal, agar terwujud
akselerasi pembangunan daerah.

Tiada gading yang tak retak, demikian juga buku ini.


Kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan
dan peningkatan kualitas buku-buku yang akan kami
terbitkan kelak dimudian hari. Terimakasih kepada
penerbit Bintang Sembilan Visistama yang telah
bersedia menerbitkan buku ini, juga kepada para
penulis yang telah suka rela menulis artikel dalam buku
ini. Semoga buku ini menjadi ladang amal jariyah kita
dihadapan Allah Swt.

Serang, Oktober 2019

Admin Group Pecinta Buku

vii
viii
The Power of Entrepreneurship

MEMBANGUN VISI
KEWIRAUSAHAAN DI KALANGAN
INSAN KAMPUS
Oleh: Achmad Rozi1

Pendahuluan

Kewirausahaan adalah usaha yang sungguh-


sungguh dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan
serta memecahkan permasalahan dengan kekuatan
yang ada pada diri kita sendiri. Kewirausahaan sangat
penting ditumbuhkan pada saat ini. Khususnya ketika
angka pengangguran sangat tinggi, sementara
lapangan kerja yang tersedia ternyata tidak banyak
bertambah. Betapa banyak orang di dunia ini, termasuk
pula di Indonesia, yang telah memahami bahwa
kewirausahaan (entrepreneurship) itu adalah sesuatu
yang penting dan strategis, akan tetapi sedikit sekali
orang yang mengupayakan dan memperjuangkannya.

1
Dosen Tetap STIE Prima Graha Serang – Banten

1
Banyak alasan mengapa itu terjadi, mungkin
karena kewirausahaan itu sulit untuk mewujudkannya.
Mungkin juga karena banyak orang sudah mencoba
mewujudkannya, akan tetapi gagal. Ujungnya adalah
banyak orang menjadi trauma mengembangkan
kewirausahaan. Banyak orang tidak bersedia menjadi
pendorong dan pengembang kewirausahaan, karena
takut dianggap gagal. Banyak orang mengambil jalan
paling aman, yaitu tidak menjadi pengembang
kewirausahaan, karena takut dinilai sebagai individu
atau lembaga yang tidak berhasil mengembangkan
kewirausahaan.
Arti penting kewirausahaan di dalam kehidupan
suatu masyarakat atau bangsa adalah:(1) Meningkatkan
pendapatan masyarakat, (2) Mengurangi angka
pengangguran, (3) Memanfaatkan sumber daya
ekonomi (terutama yang idle) menjadi produktif, (4)
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan (5) Membantu
terwujudnya pemerataan Ekonomi
Selain manfaat untuk masyarakat diatas,
kewirausahaan tentu saja sangat bermanfaat bagi
individu pelakunya, yaitu:

2
The Power of Entrepreneurship

a. Menciptakan pendapatan yang tak terbatas. Karena


dengan berwirausaha, maka besar-kecilnya
pendapatan seseorang sangat ditentukan oleh
keuntungan usaha yang diperolehnya, bukan oleh
gaji tetap.
b. Kebebasan mengelola usaha. Karena usaha itu
dikelola sendiri oleh pengusahanya, maka Sang
Pengusaha memiliki kebebasan di dalam mengelola
usahanya, baik dari segi waktu, jenis usaha dan
teknis pengelolaan usahanya.
c. Menumbuhkan Insiatif, Kreatifitas dan Inovasi.
Karena dengan kewirausahaan, maka setiap orang
akan belajar untuk merintis untuk melakukan suatu
kegiatan usaha, sehingga akan menumbuhkan daya
insiatif, kreatif dan inovatif.
d. Memupuk keberanian, kepeloporan dan
kepemimpinan. Karena dengan berwirausaha, maka
seseorang dituntut untuk berani mengambil
keputusan dan memimpin kegiatan usaha.
e. Membangun mental baja dan siap menanggung
resiko. Karena sifat usaha adalah fluktuatif, maka
seseorang yang berwirausaha akan dilatih untuk

3
siap menanggung resiko usaha dan memiliki mental
baja, sehingga mampu bangkit kembali apabila
mengalami kerugian atau keterpurukan usaha.

Ruang Lingkup Kewirausahaan


Ruang lingkup kewirausahaa secara umum dapat
dilihat berdasarkan pada:
a. Kewirausahaan Bisnis (Business Enterpreneurship),
yaitu kewirausahaan yang diaplikasikan pada bidang
bisnis atau komersial. Kewirausahaan di bidang
bisnis adalah kewirausahaan yang paling popular
dikenal di kalangan masyarakat.
b. Kewirausahaan Pemerintah (Government
Enterpreneurship), yaitu kewirausahaan yang
diaplikasikan pada bidang pemerintahan. Dengan
kewirausahaan, maka pemerintahan akan dapat
dikelola dengan perspektif membangun keswadayaan
dan kemandirian (swakelola).
c. Kewirausahaan Sosial (Social Enterpreneurship),
yaitu kewirausahaan yang diaplikasikan pada bidang
sosial atau kemasyarakatan. Kewirausahaan sosial
adalah upaya untuk menciptakan kegiatan atau

4
The Power of Entrepreneurship

pengatasan masalah masyarakat dengan


memanfaatkan kemampuan yang ada pada
masyarakat tersebut.
Bila kita hendak menilai apakah seseorang itu
memiliki potensi berwirauasaha atau tidak, atau
bagaimana kita mengetahui bahwa seseorang memiliki
potensi berwirausaha yang cukup baik, maka kita bisa
menilainya dari ciri-ciri psikologis yang dimiliki oleh
seseorang. Adapun ciri psikologis kewirausahaan itu
antara lain meliputi;
1. Need for Power nya Tinggi, yaitu motivasi atau
keinginan untuk menguasai dan mengendalikan
sesuatu tinggi.
2. Need for Affiliationnya Sedang, yaitu motivasi atau
keinginan untuk berteman, membangun relasi adalah
pada level sedang.
3. Need For Achievementnya Tinggi, yaitu motivasi
untuk berprestasi atau mencapai target keberhasilan
yang tinggi.
Selain ciri-ciri psikologis, seorang wirausahawan
yang memiliki potensi keberhasilan tinggi adalah

5
seseorang yang memiliki karakter berwirausaha yang
tepat. Adapun karakter berwirausaha itu adalah:
1. Percaya Diri (memiliki sikap mental yang positif
dalam memandang dirinya)
2. Berorientasi Tugas dan Hasil (segala yang
dikerjakan dilakukan dalam mencapai keberhasilan
yang tinggi).
3. Pengambil Resiko (Berani mengambil resiko dan
mau menanggung akibat atas apa yang terjadi
(diperbuatnya).
4. Kepemimpinan (Mampu memimpin dan mengelola
tim di dalam bisnis yang dilakukan)
5. Keorisinilan (Seorang yang berwirausaha dengan
baik adalah yang memiliki keorisinalan gagasan
usaha dan teknik mengelola usaha).
6. Berorientasi ke masa depan (Seorang
wirausahawan yang baik adalah seseorang yang
memiliki cara pandang yang bersifat stratejik yaitu
melihat kepentingan masa depan atau berorientasi
dalam jangka panjang)
Jika kita bertanya: Apakah kewirausahaan itu
bakat atau keahlian? Maka jawabnya adalah bahwa

6
The Power of Entrepreneurship

adanya bakat yang menunjang sangat mendukung


keberhasilan berwirausaha. Meskipun demikian, proses
pembinaan dan penempaan pengalaman akan
membentuk mental dan keahlian wirausaha yang
matang. Sehingga yang terpenting akhirnya adalah
bagaimana agar setiap orang yang hendak
berwirausaha adalah mau belajar, berani mencoba dan
senantiasa memperbaiki diri adalah jauh lebih baik dari
pada sekedar bakat yang dimiliki.

Membangun Visi Kewirausahaan Di Kampus


Pengembangan kewirausahaan dipandang
sebagai langkah strategis dalam upaya turut mengatasi
permasalahan ekonomi bangsa. Pertumbuhan ekonomi
digerakkan oleh adanya aktifitas ekonomi yang
dijalankan oleh kalangan dunia usaha. Namun
demikian, jumlah pengusaha di Indonesia masih relatif
sedikit, yaitu 1,65% dari penduduk Indonesia
(Republika.co.id, 2015). Oleh karena itu masih
diperlukan tambahan pengusaha yang signifikan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi sosial.

7
Dosen merupakan pilar utama dalam
pengembangan kewirausahaan di perguruan Tinggi
(PT). Nilai-nilai kewirausahaan dapat ditransfer kepada
mahasiswa melalui berbagai aktifitas belajar-mengajar.
Dosen mempunyai potensi untuk membangkitkan dan
mengembangkan wirausaha di berbagai aktifitas
penelitian sehingga dapat membangkitkan usaha
melalui pengembangan hasil penelitian, pemanfaatan
laboratorium dan workshop, pemanfaatan laboratorium
lapangan dan lain-lain, sehingga hasilnya dapat
diimplementasikan dalam bentuk pengabdian
masyarakat. Dengan demikian akan berkembang
wirausaha-wirausaha dari PT berbasis iptek. Dosen
yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman
kewirausahaan akan dapat membimbing mahasiswa
dalam menginisiasi dan mengembangkan usahanya
sehingga terjadi proses akselerasi pertumbuhan
wirausaha baru.
Berkaca pada kesuksesan negara maju seperti
amerika dan eropa yang hampir seluruh perguruan
tingginya menyisipkan materi entrepreneurship dihampir
setiap mata kuliahnya, negara-negara di asia seperti

8
The Power of Entrepreneurship

Jepang, Singapura dan Malaysia juga menerapkan


materi-materi entrepreneurship minimal pada dua
semester. Itulah yang menjadikan negara-negara
tetangga kita tersebut menjadi negara maju dan
melakukan lompatan panjang dalam meningkatkan
pembangunan negaranya.
Di Indonesia, usaha-usaha untuk menanamkan
jiwa dan semangat kewirausahaan diperguruan tinggi
terus digalakan dan ditingkatkan, tentunya dengan
berbagai metode dan strategi yang membuat
mahasiswa tertarik untuk berwirausaha. Sedikitnya ada
tiga cara dalam menemukan dan membangun visi
kewirausahaan di kampus;

a. Membangun Laboratorium Kewirausahaan di


kampus
Kampus harus dijadikan sebagai rowmodel dalam
mencetak lahirnya calon-calon entrepreneur. Kampus
harus menjadi lokomotif dalam pengembangan karakter
mahasiswa yang siap untuk berwirausaha. Mahasiswa,
dosen harus bersinergi dalam menciptakan iklim
kampus yang bermuatan nilai-nilai kewirausaan, mampu

9
menciptakan iklim akademis yang secara praksis
membentuk calon-calon wirausaha.
Salah satu strategi yang harus dibangun adalah,
setiap kampus harus mampu menghadirkan lembaga
semi otonom, baik ditingkat Universitas maupun
ditingkat fakultas, yaitu semacam laboratorium
enterepreneurship. Banyak perguruan tinggi saat ini
yang mengembangkan dan membangun pusat-pusat
kewirausahaan sebagai laboratorium training bagi
mahasiswa dalam mengembangkan minat dan bakat
kewirausahaannya.

b. Reorientasi Kurikulum Pendidikan tinggi


Berbasis Entrepreneurship
Kalau kita perhatikan saat ini, banyak perguruan
tinggi mengusung visi Entrepreneurship sebagai visi dan
platform pendidikan tingginya, kalaupun tidak secara
langsung menjadikan visi Entrepreneurship sebagai
visinya ditingkat perguruan tinggi, mereka banyak juga
yang menurunkannya pada tingkat fakultas maupun
program studi. Gejala tersebut harus kita sikapi secara
positif sebagai tanda bahwa ada keinginan dari

10
The Power of Entrepreneurship

perguruan tinggi untuk melaksanakan tata kelola


perguruan tingginya dengan berbasis nilai kewirusahaan
atau keinginan melahirkan alumni yang memiliki jiwa
kewirausahaan.
Namun, tidak cukup dengan menampilkan visi
Entreperenurship saja sebuah perguruan tinggi dapat
menjdi perguruan tinggi yang berwawasan
entrepreneurship, tetapi harus secara kongkrit
diturunkan dalam bentuk kebijakan ditingkat akademik,
yaitu dengan memasukkan mata kuliah kewirausahaan
di setiap prodi yang dikelola oleh perguruan tinggi.

c. Sinergi dengan Dunia Usaha/Industri


Kampus tidak dapat berdiri sendiri dalam
mengembangkan visi kewirausahaan dikampusnya,
kampus harus bersinergi dan berkolaborasi dengan
dunia usaha atau industry untuk menopang dan
memback up kerja-kerja kewirausahaan yang dilakukan
di kampus. Mahasiswa-mahasiswa yang telah dibekali
ilmu kewirausahaan harus diberikan kesempatan untuk
mempraktekkan pengetahuan praktisnya dalam

11
lingkungan industry yang secara nyata
mengembangkan dunia kewirausahaan.
Industri kecil dan menenagah, sebagai basis
kewirausahaan ditingkat daerah memerlukan sentuhan-
sentuhan kreatifitas mahasiswa sebagai proses
melakukan akselerasi program kewirausahaan yang
dijalankan. Kehadiran mahasiswa disatu sisi dapat
dijadikan sebagai wadah mengasah kemampuan
kreatifitasnya dalam dunia praksis pada isnudtri kecil
dan menengah yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu,
menjadi sebuah keniscayaan bagi perguruan tinggi
untuk membangun sinergi dan kolaborasi dengan dunia
industry, khususnys idnustri kecil dan menengah yang
mengembangankan semangat kewirausahaan.

d. Kompetisi Kewirausahaan
Satu hal yang paling strategis dan memiliki
dampak positif kepada mahasiswa atau dosen adalah
keikutsertaan dalam mengikuti setiap kompetisi ataupun
lomba-loba kewirausahaan, baik ditingkat perguruan
tinggi local, maupun tingkat nasional. Dengan mengikuti
kompetisi, diharapkan dapat memacu semangat

12
The Power of Entrepreneurship

kreatifitas dikalangan mahsiswa atau dosen untuk


mengembangkan produk ataupun inovasi
kewirausahaan yang dimiliki.
Disisi Internal, Perguruan tinggi juga dapat
mengadakan kegiatan kompetisi kewirausahaan bagi
Mahasiswa secara umum. Mahasiswa-mahasiswa yang
mengikuti program kompetisi dan memenangkan
kompetisi tersebut diberikan kesempatan untuk
mendapatkan pembinaan dan pegembangan lebih lanjut
lagi, sehingga kemampuannya dapat terus terasah.

Mengembangkan Kewirausahaan dikalangan Dosen


Untuk dapat mengembangkan kewirausahaan
yang baik, maka langkah-langkah yang harus ditempuh
adalah:
1. Memahami Kondisi Makro, khususnya makro
ekonomi, seperti: jumlah penduduk, jumlah angkatan
kerja dan pengangguran, pertumbuhan ekonomi,
pendapatan perkapita masyarakat, produk nasional
unggulan, potensi nacional, transaksi ekspor – impor,
perdagangan internasional dan arus ekonomi dunia.

13
2. Memahami Kondisi Mikro, yang meliputi: jumlah
penduduk, angkatan kerja dan pengangguran di
daerah, pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), potensi ekonomi daerah, persyaratan
pendirian usaha dan aturan pengelolaan usaha di
daerah.
3. Memahami Manajemen usaha yang meliputi
pemasaran, proses produksi atau operasional,
pengelolaan keuangan, sumber daya manusia, legal
dan lingkungan.
4. Memahami Pengalaman Wirausahawan, yaitu
mengenali pengalaman profil pengusaha sukses,
profil pengusaha gagal, profil usaha sukses dan profil
usaha yang gagal.

Setelah semua itu dapat dipahami, maka seorang


yang hendak berwirausaha harus segera menemukan
ide bisnis. Selanjutnya ide bisnis tersebut kita eksplorasi
dan akhirnya kita buatkan studi kelayakannya. Dengan
studi kelayakan yang baik, maka kita akan dapat
melakukan kegiatan usaha dengan tepat. Tahap
selanjutnya adalah mengimplementasikan atau

14
The Power of Entrepreneurship

merealisasikan rencana bisnis yang sudah kita siapkan.


Peran entrepreneur dalam menentukan kemajuan suatu
bangsa/negara telah dibuktikan oleh beberapa negara
maju seperti Amerika, Jepang, plus tetangga terdekat
kita yaitu Singapura dan Malaysia. Di Amerika sampai
saat ini sudah lebih dari 12 persen penduduknya
menjadi entrepreneur, dan dalam setiap 11
detik lahir entrepreneur baru, dan data menunjukkan 1
dari 12 orang Amerika terlibat langsung dalam
kegiatan entrepreneur. Itulah yang menjadikan Amerika
sebagai negara adi kuasa dan super power.
Selanjutnya Jepang lebih dari 10 persen
penduduknya sebagai wirausaha dan lebih dari 240
perusahaan Jepang skala kecil, menengah dan besar
bercokol dibumi kita ini. Padahal Jepang mempunyai
luas wilayah yang sangat kecil dan sumber daya alam
yang kurang mendukung (kurang subur) namun dengan
semangat dan jiwa entrepreneurshipnya menjadikan
jepang sebagai negara terkaya di Asia.

15
Penutup
Perguruan tinggi sebagai salah satu mediator dan
fasilitator terdepan dalam membangun generasi muda
bangsa mempunyai kewajiban dalam mengajarkan,
mendidik, melatih dan memotivasi mahasiswanya
sehingga menjadi generasi cerdas yang mandiri, kreatif,
inovatif dan mampu menciptakan berbagai peluang
pekerjaan (usaha). Untuk itu sebuah keharusan bagi
setiap perguruan tinggi segera merubah arah kebijakan
perguruan tingginya dari menjadi Entrepreneurial
University. Dengan paradigm change tersebut pada
akhirnya akan melahirkan entrepreneur muda sukses
layaknya ”pahlawan-pahlawan muda” yang akan
mampu membangkitkan bangsa ini dari berbagai
keterpurukan.
Dan untuk melahirkan entrepreneur muda yang
sukses tersebut di perlukan kesungguhan dan
keseriusan dari perguruan tinggi dalam mengemban
misi entrepreneurial campus dalam pengelolaan
perguruan tingginya. Program-program kewirausahaan
yang telah digagas dan dijalankan oleh berbagai
perguruan tinggi khususnya di Indonesia, patut kiranya

16
The Power of Entrepreneurship

dijadikan sebagai teladan dalam memulai memfokuskan


perguruan tinggi dalam melahirkan entrepreneur-
entrepreneur muda sukses. [*]

17
Tentang Penulis

Achmad Rozi, lahir di Serang 17


Mei. Menyelesaikan pendidikan
S-1 di Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas
Cokroaminoto Yogyakata (Lulus
tahun 1998) Menyelesaikann
Pasca Sarjana di STIE Mitra
Indonesia Yogyakarta (Lulus
tahun 2002). Karir sebagai Dosen diawali ketika
bergabung sebagai Dosen Tetap di STIE Al Khairiyah
Cilegon (2001-2019). Penulis juga pernah mengajar
sebagai Dosen LB di beberapa Perguruan Tinggi,
seperti STMIK Banten Jaya (2008-2011), STIA Banten
Pandeglang (2009-2011). Dan per September 2019
penulis pindah homebase ke STIE Prima Graha Serang
sebagai Dosen Tetap

Penulis aktif di berbagai Organisasi Profesi dan


Kemasyarakatan, baik sebagai anggota maupun

18
The Power of Entrepreneurship

pengurus. Beberapa diantara organisasi yang sampai


saat ini masih diikuti adalah; Pengurus DPP Persatuan
Konsultan Indonesia (Perkindo), Pengurus DPP
Persatuan Tenaga Ahli Konsultan Indonesia
(Pentahkindo), Anggota Asosiasi Logistik Indoensia
(ALI), Anggota Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI),
Pengurus Wilayah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES)
Banten, Pengurus DKM Masjid Al Muslih di Bandung,
Pengurus Ikatan Penerbit Indoensia (IKAPI) Daerah
Banten, Ikatan Sarjana Ekonomi Indoensia (ISEI) dan
sejak tahun 2018-2022 diberi amanah sebagai Ketua
Ikatan Dosen RI (IDRI) Daerah Banten.

Selain sebagai Dosen, penulis adalah Founder


dan sekaligus CEO Desanta Publisher dan Bintang
Visitama Publisher serta menjadi Founder dan CEO di
PT. Runzune Consultans. Penulis juga aktif sebagai
Narasumber dalam kegiatan Training, Seminar dan
Diskusi, juga aktif sebagai penulis freelance di
berberapa Media Online, dan sampai saat ini telah
menerbitkan 40 an judul buku-buku Motivasi Islami.

19
Penulis dapat dihubungi melalaui nomor WhatsApp:
081295422174

20
The Power of Entrepreneurship

PENTINGYA MAHASISWA MEMILIKI


JIWA BERWIRAUSAHA UNTUK
PEMBANGUNAN DAERAH

Oleh: Ahmad Fitriyadi Sari

Zaman yang semakin berkembang saat ini,


menuntut untuk lebih tanggap dalam beradaptasi
dengan masyarakat social. Perkembangan ilmu
teknologi, social bahkan ekonomi sangat menentukan
kesejahteraan masyarakat, pembangunan daerah dan
pemenuhan kebutuhan hidup. Namun banyaknya
jumlah pengangguran di daerah merupakan hambatan
yang besar dalam memajukan perekonomiaan daerah.
Selain itu lapangan pekerjaan yang tersedia masih
minim, salah satu cara alternative untuk mengatasi
masalah pengangguran adalah dengan menanamkan
jiwa berwirausaha pada mahasiswa dan menerapkan
pola piker yang baru sebagai mahasiswa yang

21
berorientasi pada kemajuan membangun negeri dengan
memiliki tujuan menciptakan lapangan pekerjaan bukan
bekerja pada perusahaan.
Di lingkungan kampus STPDN Rangkasbitung
sebagai mahasiswa sudah mulai sadar betapa
pentingnya berwirausaha sebagai salah satu upaya
menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan
Asean Free Trade Area (AFTA). Bila mahasiswa belum
memiliki daya saing yang tinggi di daerah atau bahkan
di nasional dan internasional maka jiwa berwirausaha
harus ditumbuh kembangan pada mahasiswa untuk
memperbaiki dan membangun bangsa. Survey
membuktikan Banyak mahasiswa atau civitas
akademika kampus STPDN Rangkasbitung
membuktikan bahwa berwirausaha adalah modal utama
untuk pribadi menjadi mandiri finansial dan mampu
bersaing di Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan
Asean Free Trade Area (AFTA) serta mampu berperan
aktif membangun daerah.
Terbukti mahasiswa dan mahasiswi STPDN
Rangkasbitung menjadi penanggungjawab disetiap
kegiatan dan menjadi pelaku berwirausaha di Unit

22
The Power of Entrepreneurship

Kegiatan Mahasiswa yaitu pada Koperasi Mahasiswa


(KopMa), toko busana, warung bakso, pangkas rambut,
Tempat Photocopy, Kantin dan mini market bernama
“Naimmart”. Tak cukup sampai di situ mahasiswa
mengaplikasikan pembayaran yang unik tanpa harus
menggunakan uang asli melainkan merubahnya ke
bentuk pembayaran yang di sebut “La Syaka Money
Changer” dengan pecahan nominal LM 500, LM 1.000,
LM 2.000 LM 5.000 LM 10.000.

Gambar 1. Bentuk pembayaran “Lasyaka money Changer”

23
Peran serta kampus sangat berpengaruh di
bagian usaha ini karena maju dan berkembangan
digantungkan pada kegiatan berwirausaha yang
dilakukan pada lingkunan Pondok Pesantren Darunnaim
Cirende Kalanganyar- Rangkasbitung Kabupaten Lebak
Provinsi Banten. Bentuk kewirausahaan ini merupakan
pondasi bagi mahasiswa untuk memperkuat ilmu
pengetahuannya di bidang usaha dan merupakan salah
satu dari pengamalan Tri Perguruan tinggi yaitu
Pendidikan sekaligus Pengabdian pada masyarakat.
Yang lebih menarik lagi adalah terciptanya
tempat usaha kuliner atau biasa kita kenal Rumah
Makan. Nama rumah makan mahasiswa dan dosen ini
memiliki nama yang unik dan arti yang terkesan yaitu
“KARDELA” singkatan dari “Kadieu Dahar Heula”.
Tempatnya asri di atas kolam ikan dan di kolam tersebut
ikan diambil dan dimasak untuk menu pesanan.
Pengelola rumah makan ini adalah mahasiswa
semester 1 dan semester 4 karena berotasi tidak
menentukan mahasiswa semester berapa yang harus
berwirausaha di RM. Kardela dan juga skills memasak
atau tataboga yang mereka miliki.

24
The Power of Entrepreneurship

Mengapa jiwa berwirausaha penting diciptakan


bagi mahasiswa dan mahasiswi STPDN Rangkasbitung
khususnya dan umumnya bagi seluruh mahasiswa di
Indonesia dan seberapa besarkah peran penting
Perguruan tinggi tembat menimba ilmu dan
pengetahuan sehingga tertanamkan ilmu
kewirausahaan? Karena mahasiswa adalah generasi
muda penerus yang harus berperan aktif membangun
bidang ekonomi untuk menciptakan lapangan pekerjaan
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Pada prinsipnya mahasiswa harus kita gali
potensi dan rasa ingin menjadi pengusaha untuk dirinya
sendiri atau oranglain yang bisa membuatkan lapangan
pekerjaan, oleh karena itu mata kuliyah kewirausahaan
dengan dosen mumpuni di bidang berwirausaha dan
sebagai pelaku usaha kita masukkan dalam silabus
perkuliyahan. Dengan cara tersebut kita akan
menghasilkan mahasiswa yang berperan aktif dalam
berwirausaha, mandiiri finansial dan ikut serta berperan
aktif perguruan tinggi untuk membantu perkembangan
pembangunan di daerah dan bermanfaat bagi umat.

25
Seiring berkembangnya zaman maka akan
semakin menambah jumlah populasi manusia di
Indonesia dan semakin tinggi pula jumlah
pengangguran manusia pada usia produktif karena
kesulitan dalam mencari lapangan pekerjaan. Jika pola
pikir mahasiswa seluruh Indonesia harus menciptakan
lapangan pekerjaan atau berwirausaha maka
pengangguran yang semakin banyak ini kita akan bisa
atasi. Oleh karena alas an tersebut STPDN
Rangkasbitung mendorong para mahasiswa untuk
berperan serta membangun insan yang memiliki jiwa
berwirausaha dan menjadi mahasiswa yang mandiri
ekonomi serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan
untuk orang lain.
Perlu kita ketahui bahwasannya kondisi
mahasiswa saat ini hanya mau dengan keadaan Instan
tidak mau berusaha dan malu menjadi pengusaha,
contohnya menjadi pedagang gorengan mereka masih
malu dan tidak konsisten menjalankan usaha tersebut.
Bayangkan jika mahasiswa atau generasi muda semua
memiliki mental seperti tersebut di atas maka tak akan

26
The Power of Entrepreneurship

pernah ada lapangan pekerjaan dan pengangguran


semakin banyak.
Sebaliknya jika mental berusaha mahasiswa
tinggi untuk usaha dan menciptakan lapangan
pekerjaan maka ekonomi bangsa akan tinggi dan
menjadikan mereka mandiri finansial. Dengan demikian
banyak ide-ide dari kampus dan praktisi untuk
menembah kemampuan berwirausahaan dengan
berbagai pelatihan-pelatihan, seminar atau dengan
langsung menerjunkan mahasiswa menjadi pelaku
wirausaha.
Penting bagi kita membahas bahwasannya di
masyarakat Indonesia umumnya khususnya di
lingkungan kampus STPDN Rangkasbitung saat ini.
Ditengah bangsa yang kaya sumber daya alam,
rakyatnya sendiri masih banyak yang menjadi buruh di
negeri sendiri. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat
yang berpendidikan tidak hanya mencarikan pekerjaan
untuk mahasiswa, akan tetapi kita juga harus
mengarahkan mahasiswa untuk mampu membuat
lapangan kerja dengan berwirausaha. Banyak ide-ide
dan kerjasama dari para usahawan hanya tergantung

27
pengaplikasian mahasiswa agar menjadi karya yang
inovatif dan bernilai jual tinggi.
Dengan demikian kesimpulan dari berwirausaha
sangat penting dorongan dari perguruan tinggi dan
semangat juang mahasiswa agar mampu berperan aktif
membangun mandiri finansial dan bisa membangun
perkembangan daerah yang menghasilkan pengusaha-
pengusaha bibit unggul dengan karya inovatif dan
menghasilkan banyak lapangan pekerjaan untuk orang
lain. [*]

28
The Power of Entrepreneurship

Tentang Penulis

Ahmad Fitriyadi Sari, lahir di


Serang pada tanggal 11 April
1990. Beralamat di Kp. Pasekon
RT.007 RW.007 Kelurahan
Pandeglang Kec. Pandeglang
Kab. Pandeglang Provinsi
Banten. Menikah dengan Yunisa
Nurul Khoiriyati, S.Pd berasal dari pandeglang dan
sekarang di amanahi anak pertama yang bernama
Aftina Haifa Nurzahida saat ini berumur 14 Bulan (Lahir
01 Juli 2018).

Menyelesaikan Pendidikan SDN Tunjung II


Serang Tahun 2002, tamat dari MTs Negeri Pasir
Sukarakyat, Kabupaten Lebak Tahun 2005, tamat dari
SMA IPA ITTC Daar el-Azhar Lebak Tahun 2008,
kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan
ke Sekolah Tinggi Analis Kimia Cilegon Mandiri Jurusan
Kimia tamat Tahun 2012 dan lulus dari pascasarjana
UNTIRTA Tahun 2016. Riwayat sebagai guru dan

29
tenaga pendidik diawali menjadi guru honorer pada
Yayasan Pondok Pesantren Mathlabul Huda
Pandeglang Tahun 2009.

Kemudian menjadi pengajar di Sekolah Tinggi


Analis Kimia Cilegon (STAK Cilegon), dan menjadi
tenaga pendidik sebagai KABAG TU, Sekretaris
Yayasan dan Operator DAPODIKMEN. Pernah menjadi
guru di SMKN 2 Pandeglang Tahun dan guru Kimia di
SMAS Qothrotul Falah Cikulur. Kemudian Bulan Juli
2017 penulis menjadi Dosen tetap di STPDN
Rangkasbitung dengan tambahan jabatan sebagai
Kepala BAAK sampai periode saat ini. Bulan Juli 2019
penulis menjadi Kepala Sekolah di SMKS Mathlabul
Huda Koroncong Kabupaten Pandeglang-Banten.

30
The Power of Entrepreneurship

PERAN PERGURUAN TINGGI


DALAM PEMBERDAYAAN
ENTREPRENEURSHIP MENGHADAPI
REVOLUSI INDUSTRI 4.0
(Studi Kasus di Desa Sekais Kabupaten Landak)

Oleh: Tuminah Condro

Pendahuluan

Pesatnya laju perkembangan persaingan global


(Revolusi Industry 4,0) saat ini adalah fenomena
globalisasi yang semakin hari semakin berkembang tak
dapat dihindari. Hal itu tentu saja membawa perubahan
dalam berbagai bidang kehidupan baik ekonomi, sosial,
politik maupun budaya. Pengaruh perubahan tersebut
membuat pergeseran persaingan dunia menjadi
semakin ketat. Semua negara akan terlibat dalam
sebuah persaingan dan berusaha menempatkan diri
pada posisi yang terbaik dalam stuktur persaingan yang
sangat ketat itu.

31
Dengan kata lain berusaha pada posisi “unggul”
dalam berkompetisi. Namun yang perlu kita sadari
betapapun kuatnya keinginan untuk menempatkan diri
pada “posisi unggul”, yang perlu diperhatikan untuk
negara kita ini adalah adanya kesenjangan dalam
pengembangan. Misalnya, pengembangan antara
daerah maju dengan daerah tertinggal maupun
pengembangan antara kelompok masyarakat yang
termasuk dalam kategori ekonomi tertinggal dengan
kelompok masyarakat ekonomi menengah dan ekonomi
atas. Kelompok masyarakat daerah tertinggal ini
umumnya dialami oleh masyarakat yang tinggal di
daerah 3 T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal),
khususnya di daerah pedesaan.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan


pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

32
The Power of Entrepreneurship

Desa Sekais adalah salah satu desa terpencil di


kabupaten Landak, semua wirausahawan kecil di desa
ini mulai berbenah dalam menjawab tantangan jaman.
Artinya desa ini akan mampu bersaing dalam
lingkungan global ini apabila kondisi perekonomian
negara kita juga mendukung. Ini diperlukan karena
globalisasi disatu sisi tidak hanya menciptakan banyak
kesempatan, tetapi juga menciptakan banyak tantangan
yang apabila tidak dihadapi akan menjadi ancaman
(Tambunan, 2003:328).

Sejauh ini entrepreneurship (kewirausahaan)


dipandang sebagai solusi yang dapat membantu
perekonomian daerah dimana indikator keberhasilan
pembangunan ekonomi salah satunya adalah bebasnya
daerah dari persoalan kemiskinan dan pengangguran.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat sangat mungkin
akan meningkatkan peluang kesempatan kerja yang
luas. Oleh karena itu himbauan dari pemerintah untuk
menggiatkan kegiatan kewirausahaan semakin hari
gaungnya semakin kencang. Namun sayangnya dalam
kenyataannya minat masyarakat terhadap

33
kewirausahaan ternyata masih rendah. Rendahnya
minat masyarakat dalam berwirausaha ini muncul dari
paradigma yang salah dalam pemahaman masyarakat,
dimana berwirausaha diperlukan modal besar dan harus
dilakukan dalam skala yang besar pula (Aadesanjaya
dalam Mariyati, 2016:2).

Jika kewirausahaan sudah dilakukan, ada


keengganan dari para wirausahawan tersebut
khususnya wirausahawan skala kecil untuk
mengembangkan usahanya. Mereka cenderung
bertahan dengan model usaha konvensional yang
mereka kelola selama ini (Tambunan, 2003:329).
Mengapa para wirausahawan tersebut cenderung
bertahan dengan usaha kecilnya? Faktor utama yang
menyebabkan kurang termotivasinya mereka untuk
mengembangkan usaha adalah faktor permodalan.
Melihat kenyataan di atas, persoalan tersebut harus
disikapi dan direspon oleh berbagai pihak, baik pihak
perbankan selaku sumber permodalan maupun pihak
institusi nonfinansial sebagai pendukung sumber

34
The Power of Entrepreneurship

permodalan yang berfungsi untuk memperkuat posisi


wirausahawan.

Perguruan tinggi merupakan salah satu institusi


non-finansial yang bukan hanya berfungsi sebagai
tempat menimba ilmu pengetahuan dan menghasilkan
orang-orang yang berilmu pengetahuan saja, tetapi juga
merupakan aset yang dapat memberikan manfaat untuk
kepentingan masyarakat misalnya untuk penggiatan
ekonomi kerakyatan ataupun pemberdayaan
entrepreneurship (kewirausahaan) khususnya
pengembangan Usaha Kecil Mikro (UKM). Melalui peran
perguruan tinggi dalam pemberdayaan entrepreneurship
para wirausahawan khususnya yang mempunyai usaha
skala kecil diharapkan bisa bersaing dalam kompetisi
global.

Peran perguruan tinggi dalam pemberdayaan ini


sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah RI No 60 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1 yang
menyatakan bahwa perguruan tinggi menyelenggarakan
pendidikan tinggi dan penelitian serta pengabdian
kepada masyarakat. Oleh karena itu keterlibatan

35
perguruan tinggi dalam program pemberdayaan
entrepreneurship merupakan wujud tugas pengabdian
kepada masyarakat yang harus diemban oleh
perguruan tinggi. Tulisan ini berupaya menguraikan
permasalahan aktual yang dialami wirausahawan kecil
di desa Sekais saat ini untuk selanjutnya dapat dijadikan
sebagai dasar pemikiran dalam upaya mengembangkan
wirausahawan kecil menghadapi persaingan global.

Permasalahan Wirausahawan Kecil di desa Sekais

Saat ini kewirausahaan kian marak dilakukan


karena orientasinya pada bisnis dan profit yang akan
didapat. Seorang entrepreneur (wirausahawan) adalah
orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja,
bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar
daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan
perubahan, inovasi dan cara-cara baru. Oleh karena itu
wirausahawan dituntut berjiwa berani mengambil resiko
untuk membuka dan mengembangkan usaha dalam
berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko
artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha,

36
The Power of Entrepreneurship

tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam


kondisi tidak pasti. (Kasmir, 2007:18).

Di desa Sekais banyak usaha kecil yang


dilakukan oleh warga desa baik oleh ibu-ibu maupun
bapak-bapak, namun usaha membuat piring anyaman
dari lidi daun sawit ini dikerjakan hanya di sela-sela
waktu luang warga saja, sedangkan pekerjaan pokok
warga desa yang utama adalah sebagai petani kelapa
sawit. Beberapa warga memiliki perkebunan sendiri,
sebagian bekerja di Perkebunan milik Perseroan
Terbatas (PT) yang berada di wilayah desa Sekais.

Pekerjaan sampingan membuat piring anyaman


dari lidi daun sawit ini lambat laun banyak diminati
masyarakat Landak dan sekitarnya, alhasil banyak
warga desa yang sungguh-sungguh melakukan usaha
ini untuk menopang hidupnya. Namun karena
terbatasnya modal warga hanya bisa memproduksi
piring anyaman ini dalam jumlah terbatas. Untuk
mengatasi permasalahan ini tim pengabdian
masyarakat STKIP Pamane Talino Landak bermaksud
mengadakan pengabdian masyarakat di desa Sekais

37
ini. Adapun kegiatan yang akan dilakukan antara lain
mengadakan pelatihan-pelatihan cara pembuatan piring
anyaman dari bahan dasar lidi daun sawit ini dengan
mendatangkan beberapa nara sumber dari Dinas terkait
dan pelaku bisnis piring anyaman dari lidi daun kelapa
sawit untuk berbagi ilmu sekaligus memberikan
pelatihan cara pembuatan piring lidi dengan kualitas
yang lebih baik. Kegiatan pelatihan dan pendampingan
ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi piring lidi
sawit ini sekaligus meningkatkan kualitas barangnya.

Wirausahawan yang berhasil menurut Wiratmo


dan Winardi dalam Maryati (2016: 3) mempunyai
standart potensi kewirausahaan yang dapat dilihat pada
ciri-ciri sebagai berikut:

a. Kemampuan inovatif

b. Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity)

c. Keinginan untuk berprestasi

d. Kemampuan perencanaan realistis

e. Kepemimpinan berorientasi pada tujuan

f. Obyektivitas

38
The Power of Entrepreneurship

g. Tanggung jawab pribadi

h. Kemampuan beradaptasi (Flexibility)

i. Kemampuan sebagai organisator dan administrator

j. Tingkat komitmen tinggi (survival)

Apabila diperhatikan ciri-ciri wirausahawan yang


berhasil sebagaimana disebutkan di atas, di desa
Sekais baru ditemukan sebagian kecil warga saja, untuk
itu perlu diadakan pembinaan-pembinaan yang dapat
memberikan motivasi kepada warga desa agar memiliki
ciri-ciri tersebut di atas. Yang pada akhirnya mampu
mengubah pola pikir warga desa ke arah yang lebih
baik.
Faktor lainnya selain pribadi wirausahawan
adalah faktor yang berfungsi sebagai pendukung yang
dapat berupa faktor lingkungan maupun faktor regulasi
dari pemangku kebijakan. Faktor lingkungan merujuk
pada potensi yang ada pada lingkungan di sekitar
usaha, misalnya lingkungan masyarakat maupun
lingkungan alam yang bisa dimanfaatkan oleh para
wirausahawan. Sedangkan faktor regulasi dari

39
pemangku kebijakan merujuk pada dukungan finansiil
maupun non-finansiil dari pemerintah setempat.
Untuk faktor lingkungan desa Sekais yang
sebagian besar lahannya berupa perkebunan Sawit, jadi
sangat mendukung sekali untuk pembuatan piring
anyaman ini, karena bahan dasarnya diambil lidi daun
kelapa sawit. Sedangkan untuk faktor finansiil desa ini
masih mengalami kesulitan, terutama berupa
permodalan. Kesulitan modal ini membuat pengrajin
piring lidi daun kelapa sawit sulit berkembang, karena
keterbatasan modal.
Dari beberapa faktor sebagaimana disebutkan di
atas, yang menyebabkan para wirausahawan kurang
termotivasi untuk mengembangkan usaha khususnya
wirausahawan kecil adalah karena kurang efektifnya
faktor pendukung berupa regulasi dukungan finansiil
dari pemerintah. Selama ini pemerintah melalui paket
kebijakan ekonomi pada tahun 2002 sudah membuka
akses pelayanan perbankan untuk UKM (Usaha Kecil
Mikro). Melalui paket tersebut para wirausahawan kecil
mendapatkan fasilitas pinjaman modal dari perbankan,
namun kurang efektif dalam pelaksanaannya. Kurang

40
The Power of Entrepreneurship

efektifnya akses pelayanan perbankan ini disebabkan


adanya persyaratan berupa jaminan (borg) yang tidak
mudah dipenuhi oleh para wirausahawan kecil tersebut.
Entrepreneur dalam menjalankan bisnisnya tidak
lepas dari modal. Modal tidak selamanya identik
dengan uang ataupun barang (tangible). Sebuah ide
sudah termasuk modal yang luar biasa karena ide
merupakan modal utama yang akan membentuk dan
mendukung modal lainnya. Beberapa modal yang
termasuk ke dalam modal tidak berwujud (intangible)
antara lain:
1. Modal Intelektual

Modal Intelektual didefinisikan sebagai kombinasi dari


sumberdaya-sumberdaya intangible dan kegiatan-
kegiatan yang membolehkan organisasi
mentransformasi sebuah bundelan material, keuangan
dan sumberdaya manusia dalam sebuah kecakapan
sistem untuk menciptakan stakeholder value (Cut
Zurnali dalam Saragih, 2017: 3).

41
2. Modal Sosial dan Moral

Modal sosial dan moral yang dapat disebut sebagai


suatu integritas merupakan suatu hal penting yang
membentuk sebuah citra terhadap kepribadian sebagai
seorang wirausaha. Pada saat menjalankan bisnis, ada
etika wirausaha yang tidak boleh dilanggar.

3. Modal Mental

Mental wirausaha harus ditaman sejak dini. Karena


modal mental merupakan kesiapan sejak dini kemudian
diwujudkan dalam bentuk keberanian untuk menghadapi
risiko dan tantangan. (Cut Zurnali dalam Saragih,
2017:3).

Sebagai wirausaha, warga desa harus berani


menghadapi risiko. Risiko disini berarti risiko yang telah
diperhitungkan sebelumnya sehingga hasil yang akan
dicapai akan proporsional terhadap risiko yang akan
diambil. Warga desa harus bisa belajar mengelola risiko
dengan cara mentransfer berbagai risiko ke pihak lain
seperti bank, investor, konsumen, pemasok dan
sebagainya.

42
The Power of Entrepreneurship

Kewirausahaan dan Inovasi

Inovasi tidak lepas dari dua kriteria utama yakni


kebaruan (novelty) dan perbaikan (improvement).
Kebaruan disini tidak harus berupa menciptakan sebuah
produk baru tapi juga bisa pada sisi nilai guna, kondisi
dan aplikasinya. Kriteria improvement disini
dimaksudkan pencarian alternative terbaik yang paling
efisien dan efektif untuk sebuah proses maupun sebuah
produk. Definisi lain dari inovasi juga
mempertimbangkan adanya proses penciptaan produk
yang incremental dan radical, kemudian ada juga yang
mempertimbangkan adanya inovasi yang bisa
disebarkan (Diffused Innovation) dan inovasi yang
diadopsi (Adopted Innovation) (Helltrom dalam Saragih,
2017 : 3).

Thomas W. Zimmerer dalam Saragih (2017: 3)


mengungkapkan bahwa kewirausahaan merupakan
proses penerapan kreativitas dan inovasi untuk
memecahkan masalah dan mencari peluang yang
dihadapi setiap orang dalam kehidupan sehari-hari Inti
dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk

43
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui
pemikiran kreatif dan tindakan inovatif demi terciptanya
peluang.

Thomas W.Zimmerer dalam Saragih (2017: 2)


merumuskan manfaat berwirauaha sebagai berikut:

1. Memberi peluang dan kebebasan untuk


mengendalikan nasib sendiri.
2. Memberi peluang melakukan perubahan : Pebisnis
menemukan cara untuk mengombinasikan wujud
kepedulian mereka terhadap berbagai masalah
ekonomi dan sosial dengan harapan akan menjalani
kehidupan yang lebih baik
3. Memberi peluang untuk mencapai potensi diri
sepenuhnya:
4. Memiliki usaha sendiri memberikan kekuasaan,
kebangkitan spiritual dan membuat wirausaha
mampu mengikuti minat atau hobinya sendiri.
5. Memiliki peluang untuk meraih keuntungan
seoptimal mungkin

44
The Power of Entrepreneurship

6. Memiliki peluang untuk berperan aktif dalam


masyarakat dan mendapatkan pengakuan atas
usahanya
7. Memiliki peluang untuk melakukan sesuatu yang
disukai dan menumbuhkan rasa senang dalam
mengerjakannya.

Model pengembangan kewirausahaan yang


sesuai untuk kondisi masyarakat Indonesia adalah
dengan mendorong peningkatan kegairahan
berwirausaha diantara para calon wirausahawan dan
fasilitatornya yang dilakukan bersamaan dengan
penyediaan sarana dan prasarana untuk memudahkan
calon wirausahawan dalam memulai, menjalankan dan
membesarkan bisnisnya.
Penyediaan sarana dan prasarana inilah yang
kemudian memunculkan apa yang dinamakan dengan
program fasilitasi entrepreneurship atau dinamakan
dengan pemberdayaan kewirausahaan. Pemberdayaan
entrepreneurship ini diarahkan tidak hanya pada
penyediaan modal usaha saja yang dilakukan oleh
lembaga keuangan dan perbankan, akan tetapi juga

45
pada kemudahan akses untuk mendapatkan modal
usaha tanpa adanya persyaratan rumit yang harus
disediakan oleh wirausahawan kecil tersebut.
Pemberdayaan Entrepreneurship
Pemberdayaan entrepreneurship menjadi sangat
strategis karena potensinya yang besar dalam
menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan
sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan
sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraannya. Pemberdayaan entrepreneurship
terutama yang terlihat pada Unit Usaha Kecil dan
Menengah (UMKM) merupakan solusi terbaik untuk
mengoptimalkan potensi sumberdaya nasional, sesuai
amanat pasal (4) dan pasal (5) UU Nomor 20 Tahun
2008. (Afiah, 2009 : 7)
Namun demikian menjadikan UMKM sebagai
basis pembangunan daerah yang sekaligus mendukung
keberhasilan pembangunan nasional masih dihadapkan
pada banyak masalah antara lain: 1)rendahnya
produktifitas UMKM yang berdampak pada timbulnya
kesenjangan antara UMKM dengan usaha besar; 2)
terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif

46
The Power of Entrepreneurship

seperti permodalan, teknologi, informasi dan pasar; 3)


tidak kondusifnya iklim usaha yang dihadapi oleh
UMKM, sehingga terjadi marjinalisasi dari kelompok ini.
Kumorotomo dalam dalam Maryati (2016:4) perlu
upaya menggiatkan kewirausahaan berupa penguatan
kelembagaan pada Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM). Upaya itu dapat dilaksanakan dengan strategi
1) perluasan akses kepada sumber permodalan,
terutama perbankan, 2) memperbaiki lingkungan usaha
dan prosedur perijinan, dan 3) memperluas dan
meningkatkan kualitas institusi pendukung non-finansial.
Apa yang disampaikan oleh Kumoro tersebut
menunjukkan bahwa bukan hanya lembaga keuangan
dan perbankan saja yang harus terlibat dalam
pemberdayaan sebagai sumber permodalan, tetapi
lembaga-lembaga atau institusi lain sebagai pendukung
non-finansial juga harus terlibat dalam penguatan
kelembagaan UMKM. Disini peran peran perguruan
tinggi lewat darma yang ketiga yaitu pengabdian kepada
masyarakat sangat strategis dalam upaya penguatan
kelembagaan UMKM.

47
Peran Perguruan Tinggi Dalam Pemberdayaan
Entrepreneurship
Perguruan tinggi adalah lembaga yang paling
merasakan tuntutan perubahan global karena bertugas
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dunia usaha, pemerintah dan masyarakat yang
memerlukan ilmu pengetahuan berbasis teknologi
informasi serta ilmu-ilmu multidisiplin lainnya akan
menuntut perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan
mereka akan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
lebih tinggi.
Effendi dalam Maryati (2016: 5) menyatakan
bahwa masyarakat sekarang mempercayakan kepada
perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan tinggi
yang masih memiliki kekuatan moral untuk menjadi
panutan masyarakat dalam transformasi menuju
masyarakat global. Berkaitan dengan pernyataan di
atas, tidak bisa dipungkiri bahwa peran perguruan tinggi
sangat strategis dalam kegiatan pemberdayaan
entrepreneurship. Peranan perguruan Tinggi dapat
melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

48
The Power of Entrepreneurship

1. Mengadakan pelatihan dan pendampingan untuk


warga desa Sekais pengrajin anyaman piring lidi
daun kelapa sawit dalam sebuah workshop yang
mendatangkan nara sumber dari instansi terkait dan
pihak perbankan.
2. Mengadakan pelatihan menejemen keuangan untuk
warga desa pengrajin anyaman piring lidi dan
perangkat desa.
3. Mengadakan pelatihan Teknologi Informasi
(Information Technology) bagi warga desa pengrajin
anyaman piring lidi dan perangkat desa Sekais
untuk dapat mengakses teknologi informasi dengan
baik, sehingga warga desa pengrajin piring lidi dan
perangkat desa bisa mengembangkan bisnis
penjualan piring lidi dari daun kelapa sawit secara
On Line.
4. Meningkatkan kualitas kesejahteraan warga desa
melalui peningkatan jumlah produksi piring
anyaman lidi dari daun kelapa sawit baik dalam
kualitas dan kuantitas.

49
Penutup

Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa


sudah semestinya perguruan tinggi ikut berperan aktif
dalam pemberdayaan entrepreneurship. Ini sejalan
dengan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi yang harus
diemban oleh perguruan tinggi, terutama tugas
pengabdian kepada masyarakat agar dapat menjadikan
masyarakat (dalam hal ini adalah para wirausahawan
kecil) yang mampu berdaya saing di era global ini.

Melalui peran perguruan tinggi yang bertindak


sebagai mediator akses permodalan pada lembaga
keuangan dan perbankan, serta memberikan pelatihan
dan pendampingan bagi pengrajin piring lidi daun
kelapa sawit untuk meningkatkan kualitas produknya
baik dalam kualitas maupun kuantitas. Setelah
diadakan pelatihan dan pendampingan, diharapkan para
wirausahawan kecil ini dapat mengatasi
permasalahannya sehingga mereka akan termotivasi
untuk mengembangkan usahanya sekaligus dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya

50
The Power of Entrepreneurship

DAFTAR PUSTAKA

Aadesanjaya. 2011. Manajemen Kewirausahaan.


www.aadesanjaya.blogspot.com. Diakses
tanggal 19 September 2019

Afiah, N.N. 2009. Peran Kewirausahaan Dalam


Memperkuat UKM Indonesia Menghadapi Krisis
Finansial Global. Working Paper in Accounting
and Finance. (Oktober): 1-8.

Effendi, S. 2003. Pengelolaan Perguruan Tinggi


Menghadapi Tantangan Global. 1-12.
www.sofian.staff.ugm.ac.id diakses tanggal 19
September 2019.

Joewono.H. 2011. Strategi Pengembangan


Kewirausahaan Nasional: Sebuah Rekomendasi
Operasional. Jurnal Infokop. (Vol. 19): 1-23

Helltrom, T, 2004, Innovation as Social Action.,


Denmark: Copenhagen Bussiness School

51
Kasmir. 2007. Kewirausahaan. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Perkasa.

Kumorotomo, W. 2008. Perubahan Paradigma


Pemerintah dalam Pemberdayaan Koperasi dan
UMKM. www.kumoro.staff.ugm.ac.id Diakses
tanggal 19 September 2019.

Rasyid, R. 2007. Keterkaitan Perguruan Tinggi Dalam


Pemberdayaan Usaha Kecil Mikro (UKM) di
Sumatra Barat. Jurnal Eksekutif. (Vol. 4 No. 3):
217-230

Maryati, Wiwik, 2016. Peran Perguruan Tinggi Dalam


Pemberdayaan Entrepreneurship Untuk
Mengembangkan Wirausahawan Kecil
Menghadapi Persaingan Global. Fakultas Ilmu
Administrasi Unipdu Jombang

Saragih, Rintan, 2013. Berwirausaha Cerdas, Inspirasi


bagi kaum muda, Yogyakarta;.Graha Ilmu.

Saragih, Rintan. 2017. Membangun Usaha Kreatif,


Inovatif Dan Bermanfaat Melalui Penerapan
Kewirausahaan Sosial. Fakultas Ekonomi,

52
The Power of Entrepreneurship

Uninversitas Methodist Indonesia, Jurnal


Kewirausahaan

Tambunan, T T.H. 2003. Perekonomian Indonesia:


Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia
Indonesia

Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang tentang


Desa

Peraturan Pemerintah RI No 60 Tahun 1999 tentang Tri


Dharma Perguruan Tinggi

53
Tentang Penulis

Tuminah Condro, atau


yang lebih dikenal dengan
Mona T. Condro adalah
dosen tetap pada Program
Studi Pendidikan Bahasa
Inggris Sekolah Tinggi Ilmu
Pendidikan dan Keguruan
(STKIP) Pamane Talino
Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Lahir di Surakarta
21 Juli 1972. Penulis menyelesaikan SDN Mojosongo II
tahun 1985; kemudian diteruskan SMP N 18 Surakarta
tahun 1988; SMA PGRI Surakarta tahun 1991; Akademi
Bahasa Asing (ABA) Katolik St. Pignatelli tahun 1994;
Sarjana Sastra Inggris Universitas Sebelas Maret
Surakarta tahun 1999. Megister Pendidikan Bahasa
Inggris Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun
2009.

54
The Power of Entrepreneurship

Penulis mengajar di Taman Kanak-kanak Islam


Unggulan (TKIU) Al Khoir Surakarta tahun 2003-2007.
Dosen terbang mengajar Bahasa Inggris di FKIP PG
PAUD Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2006-
2009. Dosen tidak tetap di FKIP PG PAUD Universitas
Muhammadiyah Surakarta tahun 2007-2009. Mengajar
Bahasa Inggris di Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) SDN Cemara Dua Surakarta tahun
2009-2013. Mengajar Bahasa Inggris di SMP
Muhammadiyah 1 Surakarta 2010-2011. Mengajar
Bahasa Inggris di Kejar PAKET B SKB Kecamatan
Pasar Kliwon Surakarta tahun 2010-2012.

Sekarang ini, penulis mengajar di Sekolah Tinggi


Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pamane Talino
Landak Kalimantan Barat untuk mata kuliah Introduction
to Literature, Introduction to Linguistic, Sosiolinguistics,
English for Children, Extensive Reading for Short Story
and abridge Novel, English for Math, English for Sport
dan Psikologi Belajar Bahasa Inggris. Selain mengajar
penulis aktif melakukan Pengabdian Masyarakat dalam
memberikan pelatihan-pelatihan untuk tutor-tutor Paud

55
di wilayah pedalaman desa-desa kecamatan Jelimpo
dan pengabdian masyarakat di desa terpencil Sekais
kabupaten Landak Kalimantan Barat. Penulis juga aktif
dalam mengikuti International Conference di negara-
negara Asean, seperti Free Linguistic Conference 2018
di Malaya Universiti Kuala Lumpur Malaysia.

Penulis aktif sebagai konsultan Paud dan Mitra


Paud untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Penulis telah
menulis buku perdana yang berjudul “Secercah Cahaya
di Pedalaman” (Kumpulan Kisah Perjalanan) 2017, buku
ini diharapkan dapat menginspirasi teman-teman guru
dan dosen untuk berbagi ilmu khususnya di daerah
pedalaman yang masih banyak membutuhkan ilmu
sesuai dengan kebutuhan daerah 3T (Terluar, Terdepan
dan Tertinggal). Penulis juga aktif menulis beberapa
buku tentang Pembelajaran yang Inovatif untuk belajar
Bahasa Inggris. Diantaranya: “Bunga Rampai
Pendidikan Jaman Now” 2019; “Solusi Jitu
Pembelajaran Abad ke 21” 2019; “Peran Guru dalam
Pendidikan Jaman Now” 2019. Selain itu penulis juga

56
The Power of Entrepreneurship

aktif menulis artikel-artikel ilmiah di beberapa jurnal


Pendidikan berbahasa Inggris (Bless Journal, January,
2019), (Joeel Journal, September, 2019) dan menulis
artikel Paud di Tribun Pontianak dan mengasuh English
for Children di Radio Suara Landak kabupaten Landak.

57
58
The Power of Entrepreneurship

KEWIRAUSAHAAN DAN PERAN


PERGURUAN TINGGI DALAM
PEMBANGUNAN DAERAH

Oleh: Ramses Simanjuntak

Pendahuluan

Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan


formal adalah tempat untuk mendidik dan melatih para
mahasiswa, sehingga mereka memiliki keterampilan
dan pengetahuan yang cukup untuk memasuki dunia
kerja. Pelatihan kewirausahaan memastikan bahwa
para mahasiswa benar-benar dibekali dengan
kecakapan dan skill yang mampu dan siap untuk
berdaya saing, sehingga nantinya dapat membangun
masyarakat, baik dalam konteks daerah maupun
nasional, lokal maupun global.
Semua itu bisa terwujud apabila Perguruan
Tinggi mau terlibat aktif dan berperan penting untuk
menggalakkan kewirausahaan di kalangan Perguruan

59
Tinggi sendiri, baik yang dilakukan secara mandiri
maupun yang dilakukan dengan menjalin kerjasama
dengan lembaga-lembaga lain. Jika sudah seperti itu,
maka setiap daerah akan terbangun dan mengalami
kemajuan, sehingga mampu meningkatkan
perekonomian masyarakat dan membantu pemerintah
dalam mengentaskan kemiskinan. Bahkan bila perlu
PKL, dan KKN mahasiswa diproyeksikan untuk
menggalakkan kewirausahaan.

Memahami Dengan Benar Apa Itu Kewirausahaan


Sebelum terlalu jauh membahas kewirausahaan
dan peran PT dalam pembangunan daerah, maka
terlebih dulu dijelaskan apa itu kewirausahaan, agar
didapatkan kepastian tentang kewirausahaan itu sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang
dikutip oleh brainly.co.id, pengertian kewirausahaan
(wirausaha) sama dengan wiraswasta, yaitu orang yang
pandai atau berbakat mengenali produk baru,
menentukan cara produksi baru, menyusun operasi
untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta

60
The Power of Entrepreneurship

mengatur mengatur permodalan operasinya.2


Sedangkan menurut seputar pengetahuan.co.id,
Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan
kemampuan sesorang dalam menangani usaha atau
kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi
dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam
rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau
memperoleh keuntungan3
Para ahli coba mengetenghakan secara teliti dan
mendasar tentang kewirausahaan itu, misalnya saja:
Joko Untoro mengungkapkan bahwa kewirausahaan
adalah suatu keberanian untuk melakukan upaya upaya
memenuhi kebutuhan hidup yang dilakukan oleh
seseorang, atas dasar kemampuan dengan cara
manfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya
dan orang lain.

2
https://brainly.co.id › tugas
3
https://www.seputarpengetahuan.co.id › 2015/03 › 18-pengertian-
kewirausa.

61
J.Leach Ronald Melicher mengartikan
kewirausahaan sebagai sebuah proses dalam merubah
ide menjadi kesempatan komersil dan menciptakan nilai
(harga). Sementara itu Eddy Soeryanto Soegoto
menyatakan bahwa kewirausahaan atau
entrepreneurship adalah usaha kreatif yang dibangun
berdasarkan inovasi untuk menghasilkan sesuatu yang
baru, memiliki nilai tambah, memberi manfaat,
menciptakan lapangan kerja dan hasilnya berguna bagi
orang lain. Stein dan John F. Burgess mengatakan
bahwa kewirausahaan adalah orang yang mengelola,
mengorganisasikan, dan berani menanggung segala
risiko untuk menciptakan peluang usaha dan usaha
baru.

Ahmad Sanusi menjelaskan bahwa pengertian


kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan
dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga
penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis .
Zimmerer mengatakan kewirausahaan adalah suatu
proses penerapan kreativitas dan keinovasian dalam
memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk

62
The Power of Entrepreneurship

memperbaiki kehidupan usaha. Sementara Soeharto


Prawiro menjelaskan pengertian wirausaha adalah
suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai usaha dan
mengembangkan usaha.

Siswanto Sudomo menuliskan bahwa


kewirausahaan adalah segala sesuatu yang penting
mengenai seorang wirausaha, yakni orang yang
memiliki sifat bekerja keras dan berkorban, memusatkan
segala daya dan berani mengambil risiko untuk
mewujudkan gagasannya. Joseph C. Schumpeter
berpendapat bahwa wirausaha adalah orang yang
mampu menghancurkan keseimbangan pasar dan
kemudian membentuk keseimbangan pasar yang baru
dan mengambil keuntungan-keuntungan atas
perubahan-perubahan tersebut, dan J.B Say
menyatakan bahwa wirausaha adalah pengusaha yang
mampu mengelola sumber-sumber daya yang dimiliki
secara ekonomis (efekif dan efisien) dan tingkat
produktivitas yang rendah menjadi lebih tinggi.4

4
https://www.sumberpengertian.id/pengertian-wirausaha-menurut-para-
ahli

63
Dari pengertian defenisi diatas, dapatlah ditarik
kesimpulan bahwa kewirausahaan adalah sebuah jenis
pekerjaan yang dilakukan dengan keterampilan yang
mumpuni di bidang usaha, baik itu membeli maupun
menjual produk dan mengoperasikan usahanya dengan
sistem pemasaran yang handal dan profesional. Untuk
itu para wirausaha harus terus berinovasi meningkatkan
diri, sehingga apa yang dikerjakannya benar-benar
dapat membuat terobosan dan memberikan hasil yang
positif untuk kemajuan dirinya maupun usahanya.

Kewirausahaan sangat cocok dilakukan oleh


siapa saja pada konteks saat ini, termasuk mahasiswa,
mereka bisa membuka usaha-usaha mereka sejak awal,
seperti misalnya membuka bisnis kafe, laundry, rumah
makan, jasa penitipan, cuci motor/mobil, bisnis kuliner,
bisnis online, bahkan bila perlu meningkatkannya
sampai kepada penjualan produk-produk eksport-import
yang menggunakan kemajuan teknologi dalam
memasarkan produknya. Semua itu bisa dilakukan
asalkan ada kemauan yang kuat dan mau belajar
dengan tekun.

64
The Power of Entrepreneurship

Peran Serta Perguruan Tinggi Dalam Pembangunan


Daerah Dalam Mengembangkan Kewirausahaan

Persaingan antar negara dalam segala bidang


telah lama dimulai, dan Indonesia sebagai negara yang
besar turut ambil bagian dalam persaingan itu, termasuk
dalam persaingan dalam perdagangan dan industri,
hasil dari persaingan yang semakin kompetitif itu
membawa dampak terhadap perekonomian bangsa,
sehingga perlu terobosan-terobosan positif untuk
menunjang usaha-usaha tersebut agar terus diburu dan
menjadi target pembelian secara masal dan besar-
besaran.

Untuk itu hadirnya enterpreneurship atau


kewirausahaan di kalangan perguruan tinggi perlu disambut
positif. Program Pengembangan Kewirausahaan
dilaksanakan untuk menumbuhkembangkan jiwa
kewirausahaan pada para mahasiswa dan juga staf pengajar
serta diharapkan menjadi wahana pengintegrasian secara
sinergi antara penguasaan sains dan teknologi dengan jiwa
kewirausahaan. Selain itu diharapkan pula hasil-hasil
penelitian dan pengembangan tidak hanya bernilai akademis

65
saja, namum mempunyai nilai tambah bagi kemandirian
perekonomian bangsa. Kewirausahaan, dapat didefinisikan
sebagai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-
kesempatan (peluang) bisnis serta kemampuan
mengoptimalisasikan sumberdaya dan mengambil tindakan
serta bermotivasi tinggi dalam mengambil resiko dalam
rangka mensukseskan bisnisnya.

Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi


mahasiswa menjadi seorang wirausahawan muda sangat
penting dalam menumbuhkan jumlah wirausahawan. Dengan
meningkatnya wirausahawan dari kalangan sarjana akan
mengurangi pertambahan jumlah pengangguran bahkan
menambah jumlah lapangan pekerjaan.

Pertanyaannya adalah bagaimana pihak perguruan


tinggi dapat mencetak wirausahawan muda. Pendidikan
kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh
perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan
maupun masyarakat. Banyak pendidik yang kurang
memperhatikan penumbuhan sikap dan perilaku
kewirausahaan sasaran didik, baik di sekolah-sekolah

66
The Power of Entrepreneurship

menengah, maupun di pendidikan tinggi. Orientasi mereka,


pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja.5

Tak dapat dipungkiri bahwa perguruan tinggi


adalah kawah candradimuka untuk lahirnya para
usahawan-usahawan muda yang memberikan kontribusi
positif terhadap perekonomian masyarakat di daerahnya
masing-masing. Para mahasiswa muda pun harus
berani untuk mencoba, sehingga setiap peluang yang
ada dipakai, tanpa harus takut gagal, karena dengan
demikian dia telah menciptakan lapangan kerja baik
bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Demikian
juga pemerintah daerah harus menjadi mitra yang baik
untuk pengembangan kewirausahaan ini, karena ada
hubungan timbal balik yang saling menguntunhgkan
dalam kewirausahaan ini.

Ada beberapa contoh yang bisa kita ambil dalam


peran perguruan tingggi untuk mencetak para
wirausahawan muda, diantara adalah:

5
http://dikpora.jogjaprov.go.id/web/agenda/detail/relevansi-pendidikan-
kewirausahaan-di-perguruan-tinggi

67
a. Pendirian Pusat kewirusahaan Kampus seperti
BSI Entrepreneruship Center (BEC) di BSI, Pusat
Inkubator Bisnis ITB, Koperasi kesejahteraan
Mahasiswa (KOKESMA) ITB, Community Business
and Entrepreneurship Development (CDED) di
STMB Telkom, Community Entrepreneur Program
(CEP) UGM, Center for Entrepreneurship
Development and Studies (CEDS) di UI, UKM
Center di FEUI, Center for Entrepreneurship,
Change, and Third Sector (CECT) di Universitas Tri
Sakti, Binus Entrepreneurship Center (BEC) di
Binus, dan banyak lagi. Melalui pusat kewirausahaan
kampus banyak kegiatan yang dilaksanakan seperti
seminar, talkshow, short course, loka
karya, workshop, praktek usaha, kerjasama
usaha, Entrepreneurship Expo, Entrepreneurship
Challange dll.
b. Entrepreneurship Priority. Perguruan tinggi
diIndonesia meskipun ketinggalan, sudah mulai
sadar akan pentingnya kewirausahaan dikampus
dan menjadikan mata kuliah kewirausahaan sebagai
hal terpenting yang harus diberikan kepada

68
The Power of Entrepreneurship

mahasiswa. Perguruan tinggi seperti UI, UNDIP, ITB,


UNPAD, IPB, UGM, STT dan STMB Telkom,
President University, UKSW, Paramadina, UNPAR,
Univ Semarang, BSI, BINUS, Tri Sakti dan yang
lainnya memberikan materi kewirausahaan tidak
sebatas formalitas belaka. Hal ini terlihat dari
kesungguhan setiap perguruan tinggi tersebut dalam
mendesign materi dan menyuguhkan metode
pembelajarannya.
c. Pengembangan Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW). Program kewirausahaan yang digagas
pendidikan tinggi (Dikti) melalui Direktur
Kelembagaan Ditjen Dikti saat itu (juli 2009). Dimana
implementasi dari program ini adalah Dikti
memberikan alokasi dana (modal) dalam bentuk
subsidi untuk mahasiswa yang mempunyai usaha
atau rencana usaha. Namun mengingat
keterbatasan dana, program dari pemerintah ini
“dilombakan” melalui proposal yang harus dikirimkan
oleh mahasiswa dan perguruan tinggi yang berminat,
sehingga memang presentasinya sangat kecil untuk

69
mengakomodir mayoritas perguruan tinggi swasta
yang begitu banyak.
d. Program Wirausaha Mandiri Untuk
Mahasiswa. “Jakarta (ANTARA News) – Peserta
kompetisi wirausaha mandiri yang diselenggarakan
PT.Bank Mandiri Tbk pada 2010 hingga saat ini
mencapai 3.395 mahasiswa dan jumlah ini
meningkat dibandingkan 2009 yang hanya mencapai
1.706 peserta. Direktur Finance and Strategy Bank
Mandiri Pahala N Mansury saat ditemui di Jakarta,
Minggu, mengatakan, hal tersebut menunjukkan
minat generasi muda untuk berwirausaha semakin
meningkat. Pada penyelenggaraan 2010, pelatihan
kewirausahaan tidak hanya diberikan kepada
mahasiswa namun juga dosen untuk memperdalam
pemahaman terhadap materi modul kewirausahaan
sehingga menjadi referensi pengajaran mata kuliah
di perguruan tinggi. Saat ini, modul kewirausahaan
tersebut digunakan 264 perguruan tinggi di seluruh
Indonesia, setelah dilakukan sosialisasi pada 13 kota
dan diikuti oleh 1.265 dosen perguruan tinggi negeri
dan swasta. Program Wirausaha Mandiri ini

70
The Power of Entrepreneurship

merupakan program tanggung jawab sosial


perusahaan yang difokuskan pada bidang
kewirausahaan dan pendidikan sejak 2007.
e. Program Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja
dan Produktivitas bagi Mahasiswa. ”JAKARTA
(SI). Pemerintah mulai menerapkan pelatihan
kewirausahaan (entrepreneurship) kepada
mahasiswa. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan,
mulai tahun ini, pihaknya menerapkan program
Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja dan
Produktivitas bagi Mahasiswa. “Saatnya mahasiswa
memberikan gagasan dan sumbangsih sekaligus
mempersiapkan diri untuk membuka lapangan kerja
baru,”tegas Muhaimin di Jakarta kemarin.
Menakertrans mengatakan, pihaknya sudah menjalin
kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di
Indonesia.Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemenakertrans), jelasnya, juga
sudah membuka 208 balai latihan kerja (BLK) untuk
keperluan ini.

71
f. Program Pemberian Modal Usaha Untuk
Mahasiswa. ”Metrotvnews.com, Surabaya: Menteri
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM)
Sjarifuddin Hasan menyatakan siap memberikan
modal bagi mahasiswa untuk berwirausaha dengan
agunan ijazah. Ia mengaku pihaknya sudah
berkeliling ke belasan kampus di Indonesia untuk
menawarkan program permodalan untuk
wirusahawan muda dari kalangan mahasiswa itu,
dan kini tercatat 6.000 mahasiswa yang tertarik.
“Tapi, hanya 3.500 mahasiswa yang tertarik
melakukan aplikasi dari usahanya (usaha yang
bersifat produksi), kemudian kami beri orientasi
tentang manajemen dan tampaknya sekarang sudah
ada 1.500 mahasiswa yang berkembang usahanya,”
paparnya.6
Jika semua perguruan tinggi di seluruh Indonesia
melakukan tugasnya untuk melahirkan wirausaha-
wirausaha muda seperti diatas, maka sudah dipastikan

6
https://ristekdikti.go.id/kolom-opini/strategi-perguruan-tinggi-
mewujudkan-entrepreneurial-campus/

72
The Power of Entrepreneurship

semua daerah yang menjadi tempat dibukanya


kewiraausahaan itu pasti terkena dampaknya, dimana
perekonomian dan taraf hidup orang bayak semakin
maju dan sejahtera, sehingga daerah tersebut layak
disebut sebagai daerah maju, kompetitif dan inovatif.

Kesimpulan
Perguruan Tinggi, sebagai tempat untuk
mendidik para mahasiswa, bukan saja tempat untuk
menempa hal-hal di bidang akademik saja, melainkan
juga tempat untuk melatih, membimbing dan
mengarahkan para mahasiswa untuk memiliki peluang
usaha, dengan menjadikan para mahasiswa sebagai
wirausaha-wirausaha muda yang siap menciptakan
usaha sebagai peluang untuk mengadakan lapangan
pekerjaan yang mandiri dan profesional, hasil dari
kewirausahaan ini dapat dinikmati oleh banyak orang,
bukan saja mahasiswa yang membuka usaha
melainkan menghidupkan perekonomian masyarakat
dan daerahnya.
Jika perguruan tinggi telah dengan sadar
menciptakan dan mencetak para wirausahawan muda,

73
maka pemerintah baik daerah maupun pusat harus mau
mendukung program ini, dengan cara bersinergi atau
menjadi penyuport utama, sebab dengan lahirnya
wirausahawan muda dari kalangan mahasiswa akan
memberikan kontribusi positif untuk pengembangan
daerah dan kemajuan mayarakat. Diharapkan akhirnya
semua masyarakat yang tinggal di daerah-daerah dapat
bertanggung jawab dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat tersebut.

74
The Power of Entrepreneurship

Daftar Pustaka

https://brainly.co.id › tugas

https://www.seputarpengetahuan.co.id › 2015/03 › 18-


pengertian-kewirausa.

https://www.sumberpengertian.id/pengertian-wirausaha-
menurut-para-ahli

http://dikpora.jogjaprov.go.id/web/agenda/detail/relevans
i-pendidikan-kewirausahaan-di-perguruan-tinggi

https://ristekdikti.go.id/kolom-opini/strategi-perguruan-
tinggi-mewujudkan-entrepreneurial-campus/

75
Tentang Penulis

Ramses Simanjuntak, M.Pd.K


Di lahirkan pada tanggal 14
April 1975 di Medan, Provinsi
Sumatera Utara. Dosen Tetap
Program Studi Pendidikan
Agama Kristen (PAK) di STT
Nazarene Indonesia (STTNI)
Yogyakarkarta, dan sebagai
dosen tidak tetap di STT
Galilea Yogyakarta (Program Studi PAK). Penulis juga
adalah seorang penulis jurnal di beberapa Jurnal ilmiah
OJS di berbagai perguruan tinggi Teologi/Agama
Kristen. Penulis dapat dihubungi melalui no Telp/WA
081381449464 atau dapat juga dihubungi melalui Email:
simandjoentak.ramsester@gmail.com

76
The Power of Entrepreneurship

PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
DAN PERANNYA UNIVERSITAS
DALAM KEWIRAUSAHAAN

Oleh: Listiawati

Pendahuluan

Masalah khusus ini didedikasikan untuk


menghasilkan peningkatan memahami bagaimana
kewirausahaan dipahami dalam konteks universitas.
Kehadiran kewirausahaan pendidikan di universitas
meningkat pesat dalam 20 tahun terakhir tahun, dengan
pertumbuhan posisi yang diberkahi dilapangan tumbuh
dari 101 pada tahun 1991 menjadi 564 pada tahun 2003
di seluruh dunia, disertai dengan munculnya 44 jurnal
didedikasikan untuk kewirausahaan (Hisrich, 2006).
Meski pentingnya berwirausaha hingga modern
ekonomi, peran universitas dalam mengembangkan
suatu pola pikir wirausaha masih dalam perselisihan

77
(Fayolle et al., 2006) dan masih ada pertanyaan apakah
kewirausahaan pengajaran selaras dengan misi
lembaga (Mwasalwiba, 2010), dengan keduanya positif
(Kuttim et al., 2014; Martin et al., 2013) dan netral /
negatif (Graevenitz et al., 2010; Lorz, 2011) efek
pendidikan kewirausahaan dicatat. Ini semua
berkontribusi untuk kebutuhan yang lebih besar fokus
dalam diskusi tentang apakah dan bagaimana
universitas harus berkontribusi pada kewirausahaan.
Dalam mengatasi kebutuhan ini, masalah khusus
ini mencakup artikel tentang pengembangan kurikulum
berbasis teknologi kewirausahaan, menerapkan
pendekatan pemikiran desain, mengeksplorasi niat
wirausaha siswa dan pada persyaratan kemampuan
kritis untuk pemula juga ulasan menyeluruh tentang
model bisnis universitas kewirausahaan.

Pentingnya kewirausahaan

Kewirausahaan semakin diakui untuk itu peran


dalam menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan
ekonomi dan dalam meningkatkan daya saing suatu

78
The Power of Entrepreneurship

wilayah, negara bagian atau negara (Eropa Komisi,


2006; Zahra, 1991).
Pemerintah di sekitar dunia ingin merangkul
kewirausahaan untuk memahami ini manfaat sebagai
respons terhadap meningkatnya ketidakpastian ekonomi
dan pengurangan hambatan perdagangan yang
mengakibatkan peningkatan persaingan global (Henry
et al., 2005). Kewirausahaan juga dihubungkan dengan
yang lebih pribadi dan hasil sosial. Misalnya, mungkin
membuka kunci pribadi potensial, membantu
kepentingan masyarakat dan berkontribusi pada
peningkatan kekayaan untuk orang miskin (Organisasi
Gallup, 2007; Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan
Pembangunan (OECD), 2006).
Pada tingkat bisnis, merger, perampingan, usaha
patungan, deregulasi dan privatisasi, antara lain, miliki
menciptakan kebutuhan akan tenaga kerja yang
fleksibel dan reaktif (Henry et al., 2005). Apalagi industri
sedang diperas oleh siklus hidup produk yang lebih
pendek yang memaksa organisasi untuk menjadi lebih
inovatif. Karena alasan ini, ditambah dengan lingkungan
yang selalu berubah, kewirausahaan telah semakin

79
diakui sebagai keterampilan dan pengetahuan
dibutuhkan oleh semua (Reynolds et al., 2002).
Kemampuan kerja lulusan telah didefinisikan sebagai
tujuan penting dari wilayah pendidikan tinggi Eropa
(Asderaki, 2009; Komisi Eropa, 2006), dengan
keterampilan kewirausahaan dan pengetahuan yang
diakui sebagai penting untuk dipekerjakan serta
wirausaha.
Kewirausahaan dengan demikian diidentifikasi
sebagai peluang karir, dengan yang baru penciptaan
usaha pada saat yang sama memperluas kemungkinan
pekerjaan penduduk (Komisi Eropa, 2003) dan peluang
untuk kebebasan pribadi (BMWi, 2012). Terutama di
saat krisis keuangan, kewirausahaan adalah salah satu
cara untuk menghindari pengangguran atau frustrasi
terkait pekerjaan sambil mendukung pengembangan
pribadi dan penawaran sarana pemenuhan diri (Komisi
Eropa, 2003).
Agar pertumbuhan kewirausahaan tersebut
terjadi, siswa perlu memiliki minat mereka dirangsang
dalam topik kewirausahaan, dan itu terletak pada
pemerintah dan lebih tinggi lembaga pendidikan untuk

80
The Power of Entrepreneurship

membangkitkan minat dan kesadaran tersebut (Schulte,


2006).

Peran Universitas Di Indonesia Dan Pengembangan


Kewirausahaan

Perkembangan kewirausahaan semakin


meningkat diakui sebagai bagian dari peran universitas
(Gallup Organization, 2007; GEM, 2008, 2009). Ini
dijalankan oleh akademisi dalam bentuk kewirausahaan
akademik (Etzkowitz, 2001) dan oleh siswa dalam
bentuk siswa atau lulusan kewirausahaan (Nabi dan
Holden, 2008), sementara bertindak wirausaha semakin
dibutuhkan semua kelompok pemangku kepentingan di
universitas (Gibb dan Hannon, 2006) dan konsep
universitas kewirausahaan (Etzkowitz, 1983) menyebar.
Pendidikan, terutama disampaikan oleh universitas,
sangat penting komponen dalam penciptaan dan
pengembangan berkelanjutan sikap kewirausahaan
(Gorman et al., 1997).
Pendidikan kewirausahaan telah ditemukan untuk
membantu menumbuhkan sikap kewirausahaan pada
orang muda (Gorman et al., 1997; Pittaway dan Cope,

81
2007). Sebuah studi tentang motivasi anak muda Eropa
menyoroti peran pendidikan di Indonesia
mengembangkan minat dalam kewirausahaan, dengan
44% dari 15 – 24 tahun percaya itu memiliki peran
penting (Gallup Organisasi, 2007).
Tingkat pendidikan dan ketersediaan program
pelatihan kewirausahaan juga telah ditemukan menjadi
penentu keterampilan kewirausahaan (GEM, 2008,
2009). Selain itu, ada bukti yang cukup bahwa
akademisi, umumnya melalui penelitian yang dilakukan
di universitas, adalah sumber signifikan kegiatan
kewirausahaan (D'Este dan Perkmann, 2011), dan
bahwa peran mereka dalam merangsang kegiatan
ekonomi menjadi lebih jelas 30 tahun terakhir.
Kegiatan kewirausahaan ini berkembang telah
dimanifestasikan dalam peningkatan jumlah paten
(Nelson, 2001), peningkatan pendapatan lisensi
(Thursby et al., 2001) dan peningkatan jumlah
pemintalan akademik dan start-up (Etzkowitz et al.,
2000; Shane, 2005) juga lebih banyak penelitian
terapan yang dilakukan dengan mitra dan keterlibatan
konsultasi (Ferreira et al., 2006). Shane (2008)

82
The Power of Entrepreneurship

menetapkan pengaruh pendidikan pada sukses


kewirausahaan dalam studinya tentang statistik AS
pada pengusaha.
Di antara temuannya adalah (i) kesuksesan di
Indonesia syarat kelangsungan hidup bisnis jauh lebih
tinggi bagi mereka yang lulus dari sekolah menengah
dan melanjutkan ke perguruan tinggi atau universitas;
(ii) lulusan perguruan tinggi atau universitas
kemungkinan akan mencapai 25% penjualan lebih
besar dari putus sekolah menengah dan (iii) seseorang
dengan gelar pascasarjana kemungkinan akan
mencapai 40% lebih besar penjualan dari lulusan SMA.
Selanjutnya, sebuah studi di 2009 bisnis pertumbuhan
tinggi yang dibuat di Amerika Serikat selama 20 tahun
sebelumnya menetapkan bahwa 85% telah dibuat oleh
lulusan perguruan tinggi (Ekonom, 2009).
Luas dan sifat peran universitas dalam hal ini
konteks masih sangat diperdebatkan dalam diskusi
teoritis tentang paradigma 'universitas kewirausahaan',
the Mission misi ketiga ’, model hel triple helix’ dan
‘sistem inovasi regional’. Sementara konsep-konsep ini
telah memunculkan model baru keterlibatan universitas

83
dalam kewirausahaan, peran universitas tidak
sepenuhnya diterima. Ada masih ada keraguan apakah
kewirausahaan seharusnya dianggap sebagai disiplin
akademis (Hisrich, 2006). Sana adalah ketakutan
bahwa konsentrasi pada kerjasama universitas-bisnis
dan kegiatan wirausaha menggeser focus penelitian dan
produksi pengetahuan dari masyarakat kepentingan
terhadap kepentingan industri atau individu (Ssebuwufu
et al., 2012).
Selanjutnya, beberapa penulis menyoroti
masalah bagi akademisi dan siswa. Untuk akademisi,
kegiatan kewirausahaan melalui spin-off atau start-up
secara substansial dapat meningkatkan beban kerja
mereka (Chatterton dan Goddard, 2000), dapat
membatasi pengungkapan hasil penelitian (Carayol,
2003; Nelson, 2001) dan dapat membatasi produktivitas
penelitian (Goldfarb, 2008) atau kesempatan untuk
mempublikasikan (Carayol, 2003). Untuk akademisi dan
mahasiswa, disana adalah potensi kerugian
kesejahteraan ekonomi melalui kebangkrutan, dengan
usaha teknologi khususnya yang berisiko (Horowitz
Gassol, 2007; Levratto, 2013; Zahra et al., 2007)

84
The Power of Entrepreneurship

Peran Khusus Universitas dalam Kewiraswastaan

Dalam konteks entrepreneurial university, yang


modern universitas ditantang untuk berkontribusi secara
lebih holistik pengembangan pengetahuan dan teknologi
dan regional rantai inovasi (Storn, 2008) sementara
tidak melihat kegiatan ini sebagai ancaman signifikan
terhadap nilai-nilai akademik (Clark, 2004). Peran
spesifik dan pentingnya kewirausahaan mekanisme
dukungan di universitas disorot dalam laporan
Mengembangkan Lulusan Wirausaha – Menempatkan
Kewirausahaan di Pusat Pendidikan Tinggi (Herrmann
et al., 2008).
Dalam pemberian kewirausahaan pendidikan dan
pengembangan lulusan kewirausahaan, literatur
menguraikan tiga peran utama:
1. Mengembangkan pengajaran dan pembelajaran
kewirausahaan praktik
Ada kebutuhan untuk menerapkan praktik
kewirausahaan, termasuk pendidik multidisiplin,
eksperimen dan penemuan, inovatif pedagogi,
pendekatan pengalaman dan jangkauan

85
crosscampus. Universitas sebagai institusi yang
lebih tinggi pendidikan dapat mendorong siswa
dengan menyediakan kepekaan wirausaha,
pendidikan dan pelatihan (Lu¨thje dan Franke, 2003).

2. Melibatkan pemangku kepentingan di dalam dan di


luar universitas Universitas harus melibatkan
pemangku kepentingan utama di dalam dan di luar
universitas, termasuk fakultas akademik, wakil
rektor, klub mahasiswa dan masyarakat, pengusaha
dan bisnis lainnya. Ini kelompok bertindak sebagai
'agen' dalam menciptakan kewirausahaan kegiatan
(Groen, 2005).

3. Menciptakan lingkungan kelembagaan yang


mendukung

Peran kunci universitas dalam kewirausahaan


adalah menciptakan ekosistem kewirausahaan, yang
melibatkan kepemimpinan yang terlihat, kejelasan
tujuan, penanaman suatu budaya kewirausahaan
dan pengembangan kapasitas (Herrmann et al.,
2008).

86
The Power of Entrepreneurship

Peran keempat dicatat oleh Gibb dan Hannon


(2006): Ada banyak tekanan universitas untuk
memainkan peran yang ditingkatkan dalam
berkontribusi untuk daya saing internasional nasional
ekonomi, terutama melalui komersialisasi penelitian
yang dialihkan ke pemangku kepentingan daerah dalam
bentuk paten dan lisensi atau melalui penciptaan spin-
out.
Keempat peran ini memiliki dua tujuan utama:
pengembangan pemikiran dan akting kewirausahaan
melalui program dan kegiatan pendidikan dan dorongan
dan dukungan dari inisiatif kewirausahaan untuk
menciptakan lingkungan yang mendukung yang
merangsang melalui pengembangan pengetahuan dan
teknologi, pemangku kepentingan keterlibatan dan
penyediaan sumber daya.
Universitas menjalankan peran yang mereka
mainkan dalam kewirausahaan di Indonesia empat cara
utama: melalui pendidikan kewirausahaan,
pengembangan pemikiran dan akting kewirausahaan,
mendukung kegiatan kewirausahaan dan kepemimpinan
kewirausahaan.

87
1. Penyediaan pendidikan kewirausahaan

Pendidikan kewirausahaan dapat memengaruhi


pemikiran dan akting dari akademik atau siswa. Dalam
hal akademisi, mental kewirausahaan dapat mengarah
ke salah satu bentuk kerjasama universitas-bisnis.
Untuk siswa, mungkin saja mengarah pada penciptaan
usaha baru selama studi mereka, segera setelah lulus
atau di beberapa titik di masa depan. Atau, itu
memungkinkan mereka, sebagai karyawan, untuk
mempengaruhi bisnis mapan untuk bertindak lebih
berwirausaha (intrapreneurship) atau mungkin
membuka peluang lain untuk individu (Gibb dan
Hannon, 2006).
Fungsi pendidikan kewirausahaan ini bersifat dua
dimensi, yang memengaruhi sisi permintaan dan
penawaran. Pengajaran kewirausahaan 'memasok' atau
lingkungan wirausaha hanya satu sisi dari persamaan -
dan adalah kadang-kadang disebut sebagai
'pendekatan top-down' (Philpott et al., 2011). Tanpa
pendorong kewirausahaan berbasis kebutuhan, siswa di
negara-negara maju kurang melihat kebutuhan untuk

88
The Power of Entrepreneurship

mempelajari prinsip kewirausahaan dan minat siswa


dalam mengurangi kewirausahaan (Davey et al., 2011).
Menciptakan pengakuan siswa tentang
pentingnya kewirausahaan kompetensi dan perilaku
untuk masa depan mereka sendiri bisa dibilang perlu
sebanyak jika tidak lebih perhatian di Eropa. Ini adalah
sisi permintaan dari pendidikan kewirausahaan, yang
mencerminkan 'Pendekatan bottom-up' untuk
merangsang motivasi (Philpott et al., 2011).
Faktor yang biasanya diabaikan di negara-negara
tempat ada adalah sikap negatif terhadap
kewirausahaan, keengganan terhadap risiko dan / atau
ketakutan yang kuat akan kegagalan, yang
mengakibatkan modal sosial negatif, adalah peran
penting dari kepekaan dan minat membangun dalam
menarik siswa untuk berwirausaha.
Meningkatkan 'wadah' pengusaha potensial, siswa
membutuhkan keduanya kemauan dan kemampuan
yang dirasakan untuk menjadi wirausaha. Dari
sensibilisasi Perancis, yang berarti meningkatkan minat
dan kesadaran, 'kepekaan' adalah tugas pertama dari
universitas sehubungan dengan pendidikan

89
kewirausahaan. Ini penting untuk membangun
kesadaran siswa sebagai inisial langkah dalam
mengembangkan keterampilan kewirausahaan pribadi.
Melalui program pendidikan kewirausahaan, maka,
universitas dapat menumbuhkan minat dalam aktivitas
kewirausahaan di Indonesia baik mahasiswa maupun
akademisi dan karier wirausaha jalur pada siswa (Davey
et al., 2011). Hasil seperti itu bisa saja dicapai melalui
kursus kewirausahaan (Albert dan Marion, 1997;
Fayolle, 2007), menciptakan 'hands-on' aktif komponen
kursus yang secara signifikan dapat mempengaruhi
semangat kewirausahaan (Fayolle dan Klandt, 2006),
mengungkap keterampilan yang sebelumnya tidak
dikenal (Fayolle dan Klandt, 2006) dan pengembangan
kewirausahaan lingkungan (Gibb, 1993).
Sisi penawaran pendidikan kewirausahaan
dilaksanakan melalui penyediaan pendidikan
kewirausahaan. Didorong oleh pengakuan Schumpeter
tentang keunikan kemampuan wirausaha, kelas
universitas pertama di Indonesia kewirausahaan dimulai
pada tahun 1940 (Katz, 2003). Bukan itu hingga 1960-
an, bagaimanapun, kewirausahaan itu dianut lebih luas

90
The Power of Entrepreneurship

sebagai disiplin, dengan yang pertama profesor yang


diberkahi (Gartner dan Vesper, 1994).
Menurut Data yang dihimpun oleh Hisrich, ada lebih
dari 2220 kursus kewirausahaan di Indonesia lebih dari
1600 universitas dan perguruan tinggi di seluruh dunia
(Hisrich, 2006), meskipun sebagian besar berada di
Amerika Serikat. Di Eropa, pertumbuhan pendidikan
kewirausahaan agak lambat dengan penerimaan yang
lebih cepat di beberapa negara Eropa daripada di
negara lain (mis. di Wales 100% dari semua lembaga
dan di Inggris lebih dari 90% memberikan beberapa
bentuk peluang untuk pendidikan kewirausahaan).
Dalam mengukur pengaruh yang dimiliki
universitas, beberapa Temuan menyoroti peran
pendidikan dapat dimainkan pada siswa
kewiraswastaan. Kraaijenbrink et al. (2010) menemukan
itu persepsi siswa tentang kewirausahaan dapat diubah,
menekankan peran yang dapat dimainkan universitas
dalam membina citra positif. Dalam menggarisbawahi
peran pengasuhan universitas dalam membentuk karir
kewirausahaan, Verheul et al. (2002) menyimpulkan

91
bahwa kompetensi kewirausahaan siswa dan perilaku
dapat dikembangkan melalui pendidikan.

2. Pengembangan pemikiran kewirausahaan dan


akting Kewirausahaan

Mengingat meningkatnya pengakuan


keterampilan kewirausahaan, atribut dan perilaku
sebagai kemampuan kerja dan kehidupan yang penting
keterampilan untuk lulusan (Nabi dan Holden, 2008),
universitas semakin dipandang memiliki peran sentral
dalam membentuk kembali Sumber daya manusia
Eropa. Dengan dua kelompok utama pendidikan
kewirausahaan diidentifikasi, kursus 'untuk' dan 'tentang'
kewirausahaan (Levie, 1999), mengembangkan
kewirausahaan berpikir dan bertindak dalam lulusan
dengan kuat dalam kelompok.
Namun, dalam pengembangannya pemikiran
dan kewirausahaan bertindak dalam lingkungan
universitas menyajikan angka tantangan. Jika kita
menganggap universitas sebagai ‘luas, majemuk
organisasi pembelajaran pemangku kepentingan
kewirausahaan '(Gibb dan Haskins, 2013: 3), dan jika

92
The Power of Entrepreneurship

kita mempertimbangkan kembali dorongan belajar siswa


melalui inovasi dan pedagogi pengalaman (Lu¨thje dan
Franke, 2003), proses penghancuran kreatif
(Schumpeter, 1942) menjadi premis pusat pendidikan,
paling tidak karena dunia kehidupan kewirausahaan
dianggap sebagai lingkungan di mana perubahan
adalah satu-satunya yang konstan.
Hal ini dapat menimbulkan tantangan bagi
beberapa universitas, terutama institusi besar, di mana
perubahan lambat dan struktur hierarki yang tidak
fleksibel dapat menghambat kemajuan. Pendidik perlu
mengintegrasikan perubahan ke dalam lingkungan
belajar dan mengembangkan jaringan informal antara
mereka sendiri, siswa dan bisnis mereka (APPG, 2014;
Wilson, 2012).
Jaringan pendidik kewirausahaan telah menjadi
imperatif kebijakan internasional dan keberadaan
semacam itu jaringan sekarang menjadi metrik evaluasi
ketika melihat pembangunan negara (UNCTAD, 2012).
Ini keharusanmeluas di luar sektor universitas dan ke
sekolah dan pendidikan kejuruan, di mana
pengembangan guru melalui jaringan yang bertukar

93
pengalaman, pengetahuan dan materi telah
dideskripsikan sebagai 'prioritas absolut' (Komisi Eropa,
2013, kata pengantar).
Persepsi ini berimplikasi pada peran guru dalam
pengembangan kebijakan pendidikan, sebagai guru
yang diberi informasi dan para pendidik pada gilirannya
dapat menginformasikan pembuatan kebijakan dan
bantuan untuk memicu perubahan budaya (Komisi Uni
Eropa, 2013; UNCTAD, 2012). Mengukur pencapaian
pelajar adalah satu bidang keprihatinan (Komisi Eropa,
2014) dan ketergantungan yang berlebihan pada
metode penilaian tradisional (seperti ujian dan esai)
dapat menghambat kemajuan (Pittaway dan Edwards,
2012).
Di sektor universitas Britania Raya, inisiatif yang
dididik adalah pengembangan panduan nasional via
lembaga penjaminan kualitas (QAA) untuk pendidikan
tinggi, badan yang memantau dan memberi nasihat
tentang standar dan kualitas masalah yang berkaitan
dengan pendidikan universitas. Sebagai referensi
utama, Pendidikan Perusahaan dan Kewirausahaan:
Bimbingan untuk Penyedia Pendidikan Tinggi (QAA,

94
The Power of Entrepreneurship

2012) mendefinisikan perilaku dan keterampilan yang


giat dan menawarkan panduan tentang metode
pengajaran dan penilaian siswa kinerja.
Dokumen ini tidak hanya digunakan untuk
pengembangan kurikulum dan ekstrakurikuler tetapi
juga menginformasikan inisiatif pelatihan guru tingkat
universitas (Akademi Pendidikan Tinggi, 2014).
Kesadaran, pengembangan pola pikir dan
pengembangan kemampuan membutuhkan pendekatan
pedagogis yang berbeda, tetapi semuanya
mengandalkan pemahaman tentang otonomi yang perlu
dikembangkan individu wirausaha untuk menjadi efektif.
Gagasan itu seorang pendidik universitas
sebagai 'bijak di atas panggung' memberi jalan ke
'panduan di samping' yang memiliki jaringan yang baik
dan bias dukungan panen (Jones et al., 2014).
Manajemen perubahan karenanya bukan hanya tentang
penataan dan peran lembaga; ini juga tentang
memungkinkan kemampuan beradaptasi dan
fleksibilitas di dalam kelas atau lingkungan belajar, di
mana banyak cara untuk mengetahui (Marshall, 2011)
membutuhkan keterampilan dan kepemimpinan belajar

95
yang beragam untuk hasil belajar yang beragam (QAA,
2012).
Hal Ini bergeser fokus dari pengajaran ke
pembelajaran dan karenanya penjadwalan kerja
berbasis konten yang dirumuskan dan hasil
pembelajaran yang telah ditentukan memberi jalan
untuk lebih holistik dan lintas batas strategi. Pemecahan
silo juga penting, karena tidak hanya disiplin dapat
menjadi kewirausahaan tetapi batas antar disiplin juga
bias menjadi tempat berkembang biak bagi inovasi
(Amabile,1998; Simonton, 2000; Sternberg dan O'Hara,
1999).
Sampai saat ini, bagaimanapun, sistem
pendidikan tinggi di Eropa cenderung tetap sangat
terspesialisasi dan kekurangan luasnya itu, misalnya,
institusi AS menawarkan melalui kursus elektif
menawarkan wawasan yang lebih luas (Etzkowitz,
2014).
3. Dorongan dan dukungan inisiatif kewirausahaan

Model ‘kewirausahaan dalam jaringan’ atau ‘4S’


(Groen, 2011) adalah model proses sistem

96
The Power of Entrepreneurship

kewirausahaan berbasis sosial yang dikembangkan di


University of Twente di Australia Belanda. Model ini
terinspirasi oleh teori sistem sosial dan pendekatan
proses kewirausahaan (Van der Sijde dan Ridder,
2008). Universitas Twente pendekatan menekankan
bahwa peran universitas dalam pengembangan siswa
wirausaha tidak dieksekusi melalui penawaran
pendidikan, tetapi banyak cara dukungan yang mungkin
dilakukan.
Pesan utama di sini adalah bahwa para pelaku
sosial sistem mengejar motif serupa, selalu dengan
tujuan mencapai peningkatan dalam situasi mereka
melalui kegiatan kolaboratif. Sambil mengamati
langkah-langkah dalam proses start-up, para model
menggambarkan empat faktor yang dapat berdampak
pada masing-masing panggung (Groen, 2005). Faktor-
faktor ini harus beroperasi secara efektif bersama-sama
untuk mencapai kesuksesan berkelanjutan dalam
bentuk nilai penciptaan.
Faktor-faktor tersebut adalah: interaksi dengan
jaringan lain (Modal sosial), posisi strategis seorang
pengusaha (modal strategis), posisi ekonomi (modal

97
ekonomi) dari wirausahawan potensial dan praktik
wirausaha yang efektif dalam lingkungannya (modal
budaya). Modal sosial mengacu pada jaringan
wirausahawan, yang menempatkan mereka dalam
hubungan langsung atau tidak langsung dengan
pengusaha lain. Ini didefinisikan sebagai satu set
jaringan hubungan, yang memungkinkan pengusaha
untuk mengakses sumber daya manusia dan
memungkinkan dia untuk mengambil keuntungan
sumber daya tersebut melalui jaringan, meskipun
sumber daya dapat dikontrol atau dimiliki oleh manusia.
Itu semakin baik modal sosial, semakin positif
dampaknya langkah-langkah proses.
Pengaturan dan pengejaran tujuan dikaitkan
dengan modal strategis. Kategori ini termasuk faktor-
faktor itu dapat mempengaruhi posisi strategis
pengusaha. Ini termasuk misi atau visi, tujuan dan
kekuatan pengusaha untuk menggunakan ini untuk
membawa ide ke pasar. Modal strategis juga termasuk
perencanaan proses pendirian atau dasar yang
sebenarnya dari yang baru usaha. Semakin baik posisi
strategis pengusaha, semakin besar kemungkinan

98
The Power of Entrepreneurship

keberhasilan implementasi ide di pasar. Efisiensi,


kinerja dan faktor - faktor yang mempengaruhi posisi
ekonomi pengusaha dirangkum sebagai modal
ekonomi.
Jumlah ideal modal ekonomi adalah tergantung
pada intensitas modal yang diperlukan dari setiap ide.
Akhirnya, modal budaya dan pendidikan mencakup
faktor-faktor yang berkontribusi pada pengetahuan
pengusaha dan mencakup keterampilan, atribut, dan
kompetensi. Juga dalam hal ini kategori adalah
teknologi yang ada dan lingkungan budaya, dengan
norma sosial, nilai dan strukturnya, di Indonesia dimana
pengusaha beroperasi. Budaya dan pendidikan modal
sangat memengaruhi sikap sosial dan pribadi aktivitas
kewirausahaan (Groen et al., 2008).

4. Kepemimpinan wirausaha

Drucker menulis bahwa 'wirausahawan


berinovasi' dalam publikasi seminalinya, Innovation and
Entrepreneurship (1985). Pernyataan sederhana ini
menekankan dua poin utama: pentingnya individu
dalam merangsang inovasi dan perubahan dan perlunya

99
cara berpikir dan berperilaku wirausaha untuk inovasi
terjadi. Abad ke-21 pembaruan pada pernyataan
Drucker dapat berupa 'individu kewirausahaan
merangsang inovasi'.
Pernyataan yang direvisi ini menyoroti perspektif
yang lebih luas: inovasi tidak didorong hanya oleh
pengusaha dan inovasi dapat terjadi dimanapun ada
individu yang menunjukkan kapasitas kewirausahaan di
berbagai konteks dan budaya / lingkungan sosial.
Ungkapan 'kepemimpinan kewirausahaan' menyatukan
dua konsep substantif kewirausahaan dan
kepemimpinan. Kepemimpinan sangat kontekstual dan,
dalam lingkungan yang tidak pasti, tidak dapat diprediksi
dan kompleks, para pemimpin harus berwirausaha.
Semua pengusaha kemungkinan besar untuk
menampilkan kualitas dan perilaku kepemimpinan. Kita
akan berpendapat bahwa kepemimpinan
kewirausahaan adalah apa yang sekarang diperlukan di
universitas: peluang dan risiko baru berlimpah dan tata
kelola lembaga perlu mengadopsi kualitas dan perilaku
kepemimpinan kewirausahaan. Literatur tentang topik ini
relatif jarang, dan memang sudah ada sebelumnya telah

100
The Power of Entrepreneurship

dicatat sebagai area penelitian yang terabaikan


(Antonakis dan Autio, 2007).
Roomi and Harrison (2011) memberikan analisis
yang berguna dari literatur yang relevan di dalamnya
eksplorasi konsep dan, yang terpenting, bagaimana hal
itu harus diajarkan. Roomi dan Harrison mengutip
penelitian sebelumnya oleh Gupta et al. (2004) yang
mengeksplorasi kepemimpinan kewirausahaan sebagai
seperangkat perilaku. Artikel lain menilainya oleh
memeriksa kasus-kasus pengusaha mapan. Kohen
(2004) berpendapat bahwa konteksnya adalah kunci,
merujuk pada 'iklim' dan mencatat bahwa itu dapat
menentukan kewirausahaan. kepemimpinan dan atau
digerakkan olehnya. Jadi, berwirausaha pemimpin dapat
eksis di banyak tingkatan dalam suatu organisasi.
Gagasan kepemimpinan kewirausahaan di
pendidikan tinggi adalah tidak dieksplorasi dalam karya
ini. Meskipun kepemimpinan kewirausahaan adalah
konstruk baru-baru ini, itu adalah fenomena global yang
berkembang. Di Amerika, Eropa dan Asia, misalnya,
sekarang ada institut dan pusat yang didedikasikan
untuk itu. Lebih banyak penelitian telah muncul dalam

101
beberapa tahun terakhir (lihat, mis. Bouman dan
Koopmans, 2010; Greenberg et al., 2011; Okello, 2014)
karena memiliki jangkauan luas program akademik di
Amerika Serikat, Eropa dan Amerika Afrika, termasuk
gelar Master di Inggris.
Konsep ini juga diterapkan dalam konteks
pemimpin gereja, pembangunan pedesaan dan 'dewi-
preneur'. Ada berbagai model dan kerangka kerja untuk
kepemimpinan kewirausahaan yang pada dasarnya
membedakan konsep dari bentuk tradisional
kepemimpinan manajerial atau korporatis. Berkenaan
dengan peran universitas dalam pengembangan
kewirausahaan, kepemimpinan kewirausahaan adalah,
pertama, kapasitas pribadi yang penting untuk dipelajari
dan dikembangkan oleh siswa dan lulusan dan
karenanya merupakan bagian dari kerangka kerja
dibahas di atas. Kedua, itu adalah komponen kunci dari
universitas kewirausahaan.
Pola pikir kewirausahaan dan perilaku lebih
cenderung berkembang di tempat-tempat yang kondusif
untuk belajar melalui dan dari pengalaman, eksperimen,
bermain dan gagal, di mana ada panutan dan contoh,

102
The Power of Entrepreneurship

dan di mana kewirausahaan dinormalisasi dan tidak


dipandang sebagai subversive. Kepemimpinan
kewirausahaan dapat bersifat top-down dan dari bawah
ke atas. Di puncak lembaga, pemegang jabatan senior
dan tim manajemen perlu memberikan penjelasan yang
jelas visi kewirausahaan di universitas,
mengartikulasikan komitmen universitas dan
menunjukkan pentingnya kewirausahaan untuk masa
depan lembaga dan para siswa dan lulusannya. Visi ini
kemudian diterjemahkan ke dalam strategi, sasaran,
rencana, dan indikator kinerja utama yang diformalkan
yang menyaring infrastruktur kelembagaan,
menyediakan mekanisme penilaian yang efektif
kemajuan dengan agenda kewirausahaan.(*)

103
Daftar Pustaka

Ajzen I (1991) The theory of planned behavior.


Organizational Behavior and Human Decision
Processes 50(2): 179–211.

Albert P and Marion S (1997) Ouvrir l’enseignemente a`


l’espirit d’entrepreneur. Les Echos, 19–20
September.

Amabile TM (1998) How to kill creativity. Harvard


Business Review 76(5): 76–87.

Antonakis J and Autio E (2007) Entrepreneurship and


leadership. In: Baum JR, Frese M and Baron R
(eds) The Psychology of Entrepreneurship.
London: Routledge, pp. 189–208.

APPG Micro Businesses (2014) All Party Parliamentary


Group for Micro Business Fifth Report: An
Education System Fit for an Entrepreneur.
London: Her Majesty’s Stationery Office.

104
The Power of Entrepreneurship

Asderaki F (2009) The impact of the Bologna Process


on the development of the Greek quality
assurance system. Quality in Higher Education
15(2): 105–122.

A˚ stebroa T, Bazzaziana N and Braguinsky S (2012)


Startups by recent university graduates and
their faculty: implications for university
entrepreneurship policy. Research Policy 41:
663–677.

BMWi (2012) Gru¨nderzeiten 01, Existenzgru¨ndungen


in Deutschland. Berlin: Bundesministerium fu¨r
Wirtschaft und Technologie.

Bouman F and Koopmans M (2010) Entrepreneurial


Leadership. Thema Publishers.

Brandstetter H (1997) Becoming an entrepreneur – a


question of personality structure? Journal of
Economic Psychology 18: 157–177.

Braukmann U (2002) Entrepreneurship Education an


Hochschulen: Der Wuppertaler Ansatz einer
wirtschaftspa¨dagogisch fundierten Fo¨rderung

105
der Unternehmensgru¨ ndung aus
Hochschulen. In: Eine Kultur der
Selbststa¨ndigkeit in der Lehrerausbildung.
Bergisch Gladbach Publishers, pp. 47–98.

Carayol N (2003) Objectives, agreements and matching


in science-industry collaborations:
reassembling the pieces of the puzzle.
Research Policy 32(6): 887–908.

Chatterton P and Goddard J (2000) The response of


higher education institutions to regional needs.
European Journal of Education 35(4): 475–
496.

Chiu R (2012) Entrepreneurship Education in the Nordic


Countries: Strategy Implementation and Good
Practices. Nordic Innovation Publication
2012:24. Oslo: Nordic Innovation.

Clark BR (2004) Sustaining Change in Universities.


Milton Keynes: Society for Research into
Higher Education and Open University Press.

106
The Power of Entrepreneurship

Cohen AR (2004) Building a company of leaders.


Leader to Leader 34: 16–20.

Cooper AC (1971) Spin-off companies and technical


entrepreneurship. IEEE Transactions on
Engineering Management EM-18(I): 2–6.

Davey T, Plewa C and Struwig M (2011)


Entrepreneurship perceptions and career
intentions of international students. Education
þ Training 53(5): 335–352.

D’Este P and Patel P (2007) University-industry linkages


in the UK: What are the factors underlying the
variety of interactions with industry? Research
Policy 36(9): 1295–1313.

D’Este P and Perkmann M (2011) Why do academics


engage with industry? The entrepreneurial
university and individual motivations. Journal of
Technology Transfer 36(3): 316–339.

Doutriaux J (1991) University culture, spin-off strategy


and success of academic entrepreneurs at
Canadian universities. In: Churchill WD,

107
Bygrave JG, Covin DL, et al. (eds) Frontiers of
Entrepreneurship Research. Wellesley:
Babson College, pp. 406–421.

Drucker PF (1985) Innovation and Entrepreneurship:


Practice and Principle. New York: Harper &
Row.

Economist (2009) Special report: Entrepreneurship. The


Economist March 2009. Available at:
http://www.economist.com/ printedition/2009-
03-14-0 (accessed 31 May 2016).

Etzkowitz H (1983) Entrepreneurial scientists and


entrepreneurial universities in American
academic science. Minerva 21(2): 198–233.

Etzkowitz H (2001) The second academic revolution and


the rise of entrepreneurial science. IEEE
Technology and Society Magazine 20(2): 18–
29.

Etzkowitz H (2014) The contribution of university–


industry–government interactions to creative
entrepreneurship and economic development.

108
The Power of Entrepreneurship

In: Sternburg R and Krauss G (eds) Handbook


of Research on Entrepreneurship and
Creativity. Cheltenham: Edward Elgar, pp.
323–359.

Etzkowitz H, Webster AB and Gebhardt CC (2000) The


future of the university and the university of the
future: evolution of ivory tower to
entrepreneurial paradigm. Research Policy
29(2): 313–330.

European Commission (2003) Green paper:


entrepreneurship in Europe. Available at:
http://ec.europa.eu/invest-in-research/
pdf/download_en/entrepreneurship_europe.pdf
(accessed 30 May 2016).

European Commission (2006) Entrepreneurship


education in Europe: fostering entrepreneurial
mindsets through education and learning: final
proceedings. Available at: http://www.
alerteducation.eu/files/oslo_report_final_2006.
pdf (accessed 30 May 2016).

109
European Commission (2013) Entrepreneurship
education: a guide for educators. Brussels:
Directorate-General for Enterprise and
Industry.

European Commission (2014) Final Report of the


Thematic Working Group on Entrepreneurship
Education. Brussels: Directorate-General for
Enterprise and Industry.

Fayolle A (2007) Handbook of Research in


Entrepreneurship Education – A General
Perspective. Vol. 1. Cheltenham: Edward Elgar
Publishing.

Fayolle A and Klandt H (2006) International


Entrepreneurship Education – Issues and
Newness. Cheltenham: Edward Elgar. Ferreira
J, Leitao J and

Raposo M (2006) The role of entrepreneurial


universities in interfacing competitive
advantage: The case of Beira interior region.
MPRA Paper No. 486, posted 17 October

110
The Power of Entrepreneurship

2006. Available at: http://mpra.ub.uni-


muenchen.de/ 486/ (accessed 6 June 2016).

Gaglio CM and Katz JA (2001) The psychological basis


of opportunity identification: entrepreneurial
alertness. Small Business Economics 16(2):
95–111.

Gallup Organisation (2007) Entrepreneurship Survey of


the EU (25 Member States), United States,
Iceland and Norway: Summary. Flash
Eurobarometer 192. Available at:
http://ec.europa.eu/public_opinion/flash/fl_192
_sum_en.pdf (accessed 30 May 2016).

Gartner W and Vesper K (1994) Experiments in


entrepreneurship education: success and
failures. Journal of Business Venturing 9(3):
179–187.

GEM (2008, 2009) Global Entrepreneurship Monitor,


Executive Report. In: Niels B, Jonathan L and
Global Entrepreneurship Research Consortium
(GERA).

111
Gibb A (1993) Small business development in Central
and Eastern Europe: Opportunity for rethink?
Journal of Business Venturing 8: 461–486.

Gibb A (2011) Concepts into practice: meeting the


challenge of development of entrepreneurship
educators around an innovative paradigm.
International Journal of Entrepreneurial
Behaviour & Research 17(2): 146–165.

Gibb AA and Hannon PD (2006) Towards the


entrepreneurial university. International Journal
of Entrepreneurship Education 4: 73–110.

Gibb AA, Haskins G, Hannon PD, et al. (2010) Leading


the Entrepreneurial University: Meeting the
Entrepreneurial Development Needs of Higher
Education Institutions. Coventry: National
Council on Graduate Entrepreneurship.

Gibb AA and Haskins G (2013) The university of the


future: an entrepreneurial stakeholder learning
organisation? In: Fayolle A and Redford D
(eds) Handbook on the Entrepreneurial

112
The Power of Entrepreneurship

University. Cheltenham: Edward Elgar, pp. 25–


64.

Goldfarb B (2008) The effect of government contracting


on academic research: does the source of
funding affect scientific output? Research
Policy 37(1): 41–58.

Gorman G, Hanlon D and King W (1997) Some


research perspectives on entrepreneurship
education and education for small business
management: a ten-year literature review.
International Small Business Journal 15(3):
56–77.

Graevenitz G, Harhoff D and Weber R (2010) The


effects of entrepreneurship education. Journal
of Economic Behavior & Organization 76(1):
90–112.

Greenberg D, McKone-Sweet K and Wilson J (2011)


The New Entrepreneurial Leader: Developing
Leaders Who Shape Social and Economic
Opportunity. San Francisco: Berrett-Koehler.

113
Groen AJ (2005) Knowledge intensive entrepreneurship
in networks: towards a multi-level/multi-
dimensional approach. Journal of Enterprising
Culture 13(1): 69–88.

Groen AJ (2011) Innovative entrepreneurship – the


NIKOS story: ten years of engaged scholarship
in entrepreneurship at the University of
Twente. Available at: https://www.utwente.nl/
bms/nikos/nikosstory.pdf (accessed 30 May
2016).

Groen AJ, Wakkee IAM and de Weerd-Nederhof PC


(2008) Managing tensions in a high-tech start-
up: an innovation journey in social system
perspective. International Small Business
Journal 26(1): 57–81.

Guimo´n J (2013) Promoting University–Industry


Collaboration in Developing Countries, World
Bank Policy Brief. Washington: World Bank.

Gupta V, MacMillan IC and Surie G (2004)


Entrepreneurial leadership: developing and

114
The Power of Entrepreneurship

measuring a cross-cultural construct. Journal


of Business Venturing 19(2): 241–260.

Henry C, Hill F and Leitch C (2005) Entrepreneurship


education and training: can entrepreneurship
be taught? Part I. Education and Training
47(2): 98–111.

Herrmann K, Hannon P and Cox J (2008) Developing


Entrepreneurial Graduates - Putting
Entrepreneurship at the Centre of Higher
Education. London: Council for Industry and
Higher Education, National Endowment for
Science, Technology and the Arts and National
Council for Graduate Entrepreneurship.

Higher Education Academy (2014) Enhancing


Employability through Enterprise Education:
Good Practice Guide. York: Higher Education
Academy.

Hisrich RD (2006) Entrepreneurship research and


education in the world: past, present and

115
future. In: Jahrbuch Entrepreneurship 2005/06.
Berlin-Heidelberg: Springer, pp. 3–14.

Horowitz Gassol J (2007) The effect of university culture


and stakeholders’ perceptions on university–
business linking activities. Journal of
Technology Transfer 32(5): 489–507.

Jones P, Penaluna A and Pittaway L (2014)


Entrepreneurship education: A recipe for
change? International Journal of Management
Education 12(3): 304–306.

Katz JA (2003) The chronology and intellectual


trajectory of American entrepreneurship
education 1976–1999. Journal of Business
Venturing 18: 283–300.

Kenney M and Patton D (2011) Does inventor


ownership encourage university research-
derived entrepreneurship? A six university
comparison. Research Policy 40(8): 1100–
1112.

116
The Power of Entrepreneurship

Klofsten M and Jones-Evans D (2000) Comparing


academic entrepreneurship in Europe: the
case of Sweden and Ireland. Small Business
Economics 14: 299–309.

Kraaijenbrink J, Bos G and Groen A (2010) What do


students think of the entrepreneurial support
given by their universities? International
Journal of Entrepreneurship and Small
Business 9(1): 110–125. Kuttim

M, Kallaste M, Venesaar U, et al. (2014)


Entreprenurship education at university level
and students’ entrepreneurial intentions.
Procedia - Social and Behavioral Sciences
110: 658–668.

Laukkanen M (2003) Exploring academic


entrepreneurship: drivers and tensions of
university-based business. Journal of Small
Business and Enterprise Development 10(4):
372–382.

117
Levie J (1999) Enterprising Education in Higher
Education in England. London: Department for
Education and Employment.

Levratto N (2013) From failure to corporate bankruptcy:


a review. Journal of Innovation and
Entrepreneurship 2: 20. DOI: 10. 1186/2192-
5372-2-20.

Link AN, Siegel DS and Bozeman B (2007) An empirical


analysis of the propensity of academics to
engage in informal university technology
transfer. Industrial and Corporate Change
16(4): 641–655.

Lorz M (2011) The Impact of Entrepreneurship


Education on Entrepreneurial Intention, PhD
thesis, University of St Gallen, Germany.

Louis KS, Blumenthal D, Gluck ME, et al. (1989)


Entrepreneurs in academe: an exploration of
behaviors among life scientists. Administrative
Science Quarterly 34(1): 110–131.

118
The Power of Entrepreneurship

Lu¨thje C and Franke N (2003) The making of an


entrepreneur: testing a model of
entrepreneurial intent among engineering
students. R&D Management 33(2): 135–147.

Martin BC, McNally JJ and Kay MJ (2013) Examining


the formation of human capital in
entrepreneurship: a meta-analysis of
entrepreneurship education outcomes. Journal
of Business Venturing 28(2): 211–224.

Marshall J (2011) Images of changing practice through


reflective action research. Journal of
Organizational Change Management 24(2):
244–256.

Morales-Gualdron S, Gutierrez-Gracia A and Roig-


Dobon S (2008) The Entrepreneurial
Motivation in Academia – a Multidimensional
Construct. Ingenio Working Paper No 2008/11.
Valencia: Universidad Polite´cnica de Valencia.

Mwasalwiba ES (2010). Entrepreneurship education: a


review of its objectives, teaching methods, and

119
impact indicators. Education þ Training 52(1):
20–47.

Nabi G and Holden R (2008) Graduate


entrepreneurship: intentions, education and
training. Education þ Training 50(7): 545–551.

Naffziger DW, Hornsby JS and Kuratko DF (1994) A


proposed model of entrepreneurial motivation.
Entrepreneurship Theory and Practice 18: 29–
42.

Nelson RR (2001) Observations on the post-bayh-dole


rise of patenting at American universities.
Journal of Technology Transfer 26(1–2): 13–
19.

OECD (1997) National Systems of Innovation. Paris:


Organisation for Economic Cooperation and
Development.

OECD (2006) Promoting Pro-Poor Growth: Private


Sector Development. Paris: Organisation for
Economic Cooperation and Development.

120
The Power of Entrepreneurship

Okello J (2014) Strategies of Entrepreneurial


Leadership. Toronto: Joshua Okello. Parsons
T (1951) The Social System. Glencoe: The
Free Press.

Philpott K, Dooley L, O’Reilly C, et al. (2011) The


entrepreneurial university: examining the
underlying academic tensions. Technovation
31(4): 161–170.

Pittaway L and Cope J (2007) Entrepreneurship


education: a systematic review of the
evidence. International Small Business Journal
25(5): 479–510.

Pittaway L and Edwards C (2012) Assessment:


examining practice in entrepreneurship
education. Education þ Training 54(8): 778–
800.

QAA (2012) Enterprise and Entrepreneurship Education:


Guidance for UK Higher Education Providers.
Gloucester: Quality Assurance Agency for
Higher Education.

121
Reynolds P, Bygrave W, Autio E, et al. (2002) Global
Entrepreneurship Monitor 2002 Executive
Report. Kauffman Center for Entrepreneurial
Leadership at the Ewing Kaufman Foundation.

Robinson PB (1987) Prediction of Entrepreneurship


Based on Attitude Consistency Model,
unpublished PhD dissertation, Brigham Young
University, USA Roomi MA and Harrison P
(2011) Entrepreneurial leadership: what is it
and how should it be taught? International
Review of Entrepreneurship 9(3): 1–43.

Schulte R (2006). Innovative unternehmensgru¨ ndung.


Wirtschaftswissenschaftliches Studium 35(11):
637–638.

Schumpeter JA (1942) Capitalism, socialism, and


democracy, University of Illinois at Urbana-
Champaign’s academy for entrepreneurial
leadership historical research reference in
entrepreneurship. Abstract. Available at:
http://ssrn.com/ abstract¼1496200 (accessed
31 May 2016).

122
The Power of Entrepreneurship

Shane S (2004) Academic Entrepreneurship: University


Spinoffs and Wealth Creation. Cheltenham:
Edward Elgar.

Shane S (2005) Economic Development through


Entrepreneurship, Government, University and
Business Linkages. Cheltenham: Edward
Elgar.

Shane S (2008) The Illusions of Entrepreneurship: The


Costly Myths that Entrepreneurs, Investors,
and Policy Makers Live By. New Haven and
London: Yale University Press

Simonton DK (2000) Creativity: cognitive,


developmental, personal and social aspects.
American Psychologist 55(1): 151–158.

Ssebuwufu J, Ludwick T and Be´land M (2012)


Strengthening University–Industry Linkages in
Africa: A Study on Institutional Capacities and
Gaps. Accra: Association of African
Universities.

123
Sternberg RJ and O’Hara LA (1999) Creativity and
intelligence. In: Sternberg RJ (ed.) Handbook
of Creativity. Cambridge: Cambridge University
Press, pp. 251–272.

Stiglitz J and Wallsten S (1999) Public-private


technology partnerships: Promises and pitfalls.
American Behavioural Scientist 43–73(1): 52–
73.

Storn A (2008) Gemeinsam fu¨r mehr autonomie und


wettbewerb an den hochschulen: wissenschaft,
wirtschaft und politik im dialog. In: Siebenhaar
K (ed.) Unternehmen Universita¨t -
Wissenschaft und Wirtschaft im Dialog.
Wiesbaden: VS Verlag fu¨r
Sozialwissenschaften, pp. 13–26.

Teixeira AAC (2011) Mapping the (in)visible college(s) in


the field of entrepreneurship. Scientometrics
89(1): 1–36.

Thursby JGA, Jensen RA and Thursby MCA (2001)


Objectives, characteristics and outcomes of

124
The Power of Entrepreneurship

university licensing: a survey of major US


universities. Journal of Technology Transfer
26(1): 59–72.

UNCTAD (2012) Entrepreneurship Policy Framework


and Implementation Guidance. Geneva: United
Nations Conference on Trade and
Development.

Van der Sijde PC and Ridder A (2008) Entrepreneurship


education in context: a case study of the
University of Twente. In: van der Sijde PC,
Ridder A, Blaauw G, et al. (eds) Teaching
Entrepreneurship. Heidelberg: Physik Verlag,
pp. 63–61.

Verheul I, Audretsch DB, Thurik AR, et al. (2002) An


eclectic theory of entrepreneurship: policies,
institutions and culture. In: Audretsch DB,
Thurik AR, Verheul I, et al. (eds)
Entrepreneurship: Determinants and Policies in
a European–US Comparison. Boston and
Dordrecht: Kluwer, pp. 11–81.

125
Vollmer HM (1962) A Preliminary Investigation and
Analysis of the Role of Scientists in Research
Organizations. US Air Force Office of Scientific
Research Technical Report 1. Menlo Park:
Stanford Research Institute.

Wakkee IAM, Van der Sijde P and Nuijens N (2013)


Valorisatie in Nederland: Exploratieve
Verkenning Van het Landschap Van
Valorisatieprogramma’s. Amsterdam:
VU/FSW-Org (internal report).

Wilson T (2012) A Review of University Business


Collaboration. London: Department for
Business, Innovation and Skills.

Wissema JG (2009) Towards the Third Generation


University: Managing the University in
Transition. Cheltenham: Edward Elgar
Publishing.

Wright M, Westhead P and Ucbasaran D (2006)


Habitual Entrepreneurship. Aldershot: Edward
Elgar.

126
The Power of Entrepreneurship

Zahra SA (1991) Predictors and financial outcomes of


corporate entrepreneurship: an exploratory
study. Journal of Business Venturing 6(4):
259–285.

Zahra SA, Van de Velde E and Larraneta B (2007)


Knowledge conversion capability and the
performance of corporate and university spin-
offs. Industrial and Corporate Change 16(4):
569–608.

127
Tentang Penulis

Listiawati, Lahir di Cilegon,


05 Juli 1983, Penulis adalah
Dosen Tetap pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Program
Studi Manajemen Universitas
Bina Bangsa Banten sejak
2015 – sekarang. Penulis
menyelesaikan Sarjana (S1)
di Institut Teknologi Indonesia Jurusan Teknik Kimia
Lulus tahun 2007 dan Pascasarjana (S2) di Universitas
Mercu Buana Jakarta Jurusan Manajemen Pemasaran
Lulus tahun 2010. Saat ini penulis sedang menempuh
pendidikan Doktoral di Universitas Mercu Buana
Jakarta.

Beberapa Karya Tulis penulis dalam jurnal nasional


adalah;

1) Pengaruh Dimensi Kualitas Layanan Simpanan


Tabungan Terhadap Kepuasan Nasabah PT. Bank

128
The Power of Entrepreneurship

Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Cabang Serang ,


Al-Khairiyah Kaizen Jurnal Ilmiah Ekonomi, ISSN :
2086 8006, Vol. 13 Juli-Desember 2016, Hal.27.
2) Mengurangi uncertainty di industri konstruksi off-
shore dengan pendekatan the last planner system
(kajian pt. xyz), jisi umj, issn : 2355 - 2085, vol. 3,
no.2, hal. 63-73, agustus 2016.
3) Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional dan
disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada pegawai
dinas pariwisata pemuda dan olah raga kabupaten
serang, Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, feb -
umb, issn : 2460 8424, vol. 3, no. 1, Hal 127-137,
Maret 2017.
4) The influence of tranformational leadership style and
work dscipline on employee performance at the
department of tourism and sports of serang regency,
iceba. Proceedings. (web :
http://iceba.pelitabangsa.ac.id/), p.issn : 2580-4677,
e-issn : 2580-4685, vol. 1, no. 1 : may 2017, p. 70.
5) Pengaruh beban kerja dan stress kerja terhadap
produktivitas kerja karyawan, akademika - jurnal
manajemen, akuntansi dan bisnis, p-issn : 1693-

129
4288, e-issn : 2548-5237, vol. 15, no. 2, agustus
2017, hal. 117-122.
6) Pengaruh Promosi dan Harga Terhadap Kepuasan
Konsumen di PT. Indomaret Suralaya, Merak-
Banten. Jurnal Riset Akuntansi Terpadu, Vol. 10, No.
2, Oktober 2017. Hal. 256-270.
7) Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Tingkat
Kedisiplinan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan di
Unit PT. Bank BTPN Syariah, Tbk Cabang serang,
jurnal ekonomi - universitas taruma negara, vol. 22 ,
no. 3, november 2017, hal. 374-392.
8) Pengaruh Modal dan Tingkat Penjualan Terhadap
Profitabilitas pada perusahaan Manufaktur Sektor
Alat Rumah Tangga yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2011-2016, Jurnal Ilmiah
Technoscince, Vol. IV, No. 2, Desember 2018, Hal
257-266.
9) Profitabilitas dan Leverage dalam Mempengaruhi
Effective Tax Rate, Jurnal Manajemen UNSERA,
Vol. 9, No. 1, Juni 2019, Hal. 17-29.

130
The Power of Entrepreneurship

Adapun karya Penulis dalam Buku adalah;

1) Quo Vadis 18 Tahun Provinsi Banten Menghadapi


Revolusi Industri 4.0, ISBN: 978-602-53013-3-9,
Penerbit: Desanta Muliavisitama.
2) Pariwisata & Kewirausahaan Banten, ISBN: 978-
602-52988-1-3, Penerbit: CV. AA. RIZKY
3) Perspektif Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi,
ISBN: 978-623-91052-4-2, Penerbit : Media Edukasi
Indonesia.

131
132
The Power of Entrepreneurship

PERAN STRATEGIS PERGURUAN


TINGGI DALAM PERSPEKTIF
PEMBANGUNAN DAERAH DI
PROVINSI MALUKU UTARA

Oleh: Suwandi S. Sangadji

Pendahuluan

Segala sumber daya yang didayagunakan dan


diarahkan untuk menyelenggarakan sistem pendidikan
di seluruh jenjang dan jenis pendidikan pada dasarnya
merupakan suatu proses investasi jangka panjang
yang mempunyai makna dan manfaat strategis bagi
kehidupan individu, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Secara makro, hasil yang akan diperoleh
dari investasi di bidang pendidikan akan tercermin
dari nilai-nilai kehidupan sosial politik, nilai-nilai
kehidupan sosial ekonomi dan nilai-nilai kehidupan
sosial budaya masyarakat yang terdiri atas individu,
keluarga dan kelompok masyarakat.

133
Peningkatan nilai-nilai kehidupan sosial politik
antara lain terungkap dari perilaku politik yang semakin
amanah dan demokratis serta berkembangnya
demokrasi dalam penyelenggaraan kekuasaan negara
yang transparan dan akuntabel. Peningkatan nilai-nilai
sosial ekonomi antara lain tecermin dari kegiatan
investasi serta tingkat produktivitas, pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat. Peningkatan nilai-nilai
sosial budaya antara lain terungkap dari tingkat
kecerdasan, kemampuan dan pola kehidupan individu
dan kelompok sosial masyarakat yang semakin
menghargai hak asasi manusia, menghendaki keadilan
sosial dan kesejahteraan sosial.
Dalam konteks ini, semakin tinggi nilai investasi di
bidang pendidikan maka semakin tinggi pula nilai-nilai
kehidupan sosial politik, sosial ekonomi dan sosial
budaya masyarakat. Dengan pemahaman makna dan
manfaat ini maka keberhasilan atau kegagalan
investasi di bidang pendidikan tidak bergantung hanya
pada peran dan tanggungjawab pemerintah saja,
namun bergantung pula pada peran dan
tanggungjawab individu, keluarga dan masyarakat

134
The Power of Entrepreneurship

dalam melaksanakan kebijakan dan kegiatan


pendidikan.
Dalam konteks yang demikian itu,
penyelenggaraan sistem pendidikan formal yang
berlangsung dari tingkat dasar sampai tingkat
perguruan tinggi tidak hanya menjadi upaya negara
untuk mencerdaskan kehidupan seluruh anak bangsa;
akan tetapi sekaligus juga menjadi proses penyiapan
masa depan bangsa. Melalui pendidikan yang
diselenggarakan secara berjenjang, terpola, terpadu
dan berkesinambungan yang dilakukan dengan
berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas
intelektual, kualitas sikap mental dan kapabilitas
sosial para peserta didik.
Hal ini terungkap dari penjelasan undang-undang
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, yaitu: “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

135
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Dalam pelaksanaan fungsi pendidikan tersebut
tercakup sekaligus tiga aspek penting pengembangan
jati diri para peserta didik, yakni peningkatan kualitas
sikap mental, peningkatan kapasitas intelektual dan
peningkatan kapabilitas sosial. Peningkatan kualitas
sikap mental terbentuk dari pengejawantahan konsep
pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, dan sehat jasmani dan rohani serta
mandiri.
Peningkatan kapasitas intelektual terbentuk dari
pengejawantahan konsep pendidikan yang bertujuan
membentuk pribadi yang berilmu, cakap, dan kreatif.
Sedangkan peningkatan kapabilitas sosial terbentuk
dari pengejawantahan konsep pendidikan yang
bertujuan membentuk pribadi yang demokratis dan
bertanggung jawab. Dengan demikian dapat
diaktualisasikan bahwa fungsi pendidikan dalam
kehidupan individu dan kehidupan keluarga serta

136
The Power of Entrepreneurship

dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa


menjadi sangat penting dan bernilai strategis bagi
terbangunnya suatu human capital structure yang
menjadi kekuatan pertama dan utama suatu bangsa
untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik.
Tidak mudah melaksanakan fungsi pendidikan
secara efektif, karena tidak hanya dibutuhkan
dukungan sumber daya pendidikan yang menyeluruh
dan terpadu, namun dibutuhkan juga pola pelaksanaan
kebijakan desentralisasi bidang pendidikan yang
selaras dengan tujuan implementasi kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan desentralisasi dinyatakan
sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur

137
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam konteks ini, pasal 13 angka (1)
menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan
urusan dalam skala provinsi yang antara lain meliputi
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial.7 Dengan demikian implementasi
kebijakan desentralisasi juga terarah untuk
mewujudkan pelaksanaan fungsi pendidikan
sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-
Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada tingkat pendidikan tinggi, fungsi pendidikan
dimaksud dilaksanakan oleh perguruan tinggi, baik
perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi
swasta yang ada di setiap provinsi. Dalam konteks
itu, pertanyaan yang menarik untuk dijawab adalah
“Bagaimana peran pendidikan dalam menghadapi
tantangan masa depan?”. Ada tiga alasan mengapa
pertanyaan ini menarik untuk dijawab, pertama, Maluku

7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014


tentang Pemerintah Daerah

138
The Power of Entrepreneurship

Utara merupakan daerah provinsi yang tengah


berproses dalam penyiapan dan penataan segala
sumber daya pemerintahan juga kemasyarakatan
untuk mewujudkan Maluku Utara yang berdaya saing
dengan daerah lainnya; kedua, proses penyiapan dan
penataan sumber daya tersebut jelas membutuhkan
dukungan seluruh sumber daya dari seluruh sektor
dan tingkatan. Ketiga, dalam konteks itu potensi dan
partisipasi perguruan tinggi merupakan salah satu
sumber daya yang bernilai strategis bagi upaya
mewujudkan Maluku Utara seperti apa yang
diharapkan.

Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara


1 . Kondisi Geografis dan Kependudukan
Provinsi Maluku Utara merupakan sal\ah satu
provinsi kepulauan yang dimekarkan dari Provinsi
Maluku berdasarkan Undang- undang Nomor: 46
Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku
Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku
Tenggara Barat dan diresmikan pada tanggal 12
Oktober 1999, kemudian diubah dengan Undang-

139
undang Nomor: 6 Tahun 2003, Tentang Pembentukan
Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten
Maluku Tenggara Barat.
Luas wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai

± 145.801,1 Km2 yang terdiri atas daratan seluas

31.982,50 Km2 (22%) dan perairan seluas 113.818,6

Km2 (78%). Dengan cakupan jumlah pulau sebanyak


1.428 pulau besar dan kecil, yang terdiri atas 64
pulau yang dihuni dan 1.364 pulau tidak dihuni,
secara administratif Provinsi Maluku Utara terdiri
atas delapan wilayah Kabupaten, dua wilayah
Kota.
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 56
Tahun 2005, luas daratan masing-masing
Kabupaten/Kota yaitu: Halmahera Barat (1.704,20

km2), Halmahera Tengah (2.653,76 km2),

Kepulauan Sula (3.304,32 km2), Halmahera Selatan

(8.148,90 km2), Halmahera Utara (3.896,90 km2),

Halmahera Timur (6.571,37 km2), Pulau Morotai (2.476

140
The Power of Entrepreneurship

km2), Pulau Taliabu (1.496,93 km2), Ternate (111,39

km2) dan Tidore Kepulauan (1.645,73 km2).


Dengan pembagian wilayah administrasi
tersebut, berdasarkan data badan pusat statistik, pada
tahun 2010 jumlah penduduk tercatat sebanyak
1.138.667 jiwa, pada tahun 2015 jumlah penduduk
yang tercatat sebanyak 1.162.345 jiwa sedangkan
pada tahun 2016 jumlah penduduk yang tercatat
adalah sebanyak 1.185.912 jiwa. Dengan demikian,
rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama periode
2010-2015 sebesar 2,13 persen per tahun dan rata-
rata laju pertumbuhan penduduk selama periode 2015-
2016 sebesar 2,01 persen per tahun.

Sementara itu, pola penyebaran penduduk di


Provinsi Maluku Utara tidak merata dan lebih
terkonsentrasi pada pulau kecil, katakanlah pulau
ternate yang merupakan Kota dengan luas wilayah
terkecil di Provinsi Maluku Utara.

Sementara itu pola penyebaran penduduk di


pulau-pulau besar dan sedang dengan sumber daya
alam yang cukup besar seperti misalnya Pulau

141
Halmahera, Taliabu, Obi, Morotai, Bacan, dan Pulau
Makian, masih sangat jarang. Dengan sebaran
penduduk yang demikian itu, sampai bulan Maret 2016
jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara
mencapai 6,33 persen. Sejalan dengan itu, secara
umum angka putus sekolah Provinsi Maluku Utara di
tahun 2016 mengalami peningkatan pada seluruh
kelompok umur sekolah dibanding tahun
sebelumnya yaitu untuk kelompok umur 7-12 tahun
99,14 persen, 13-15 tahun 96,90 persen dan 16-18
tahun 75,58 persen.8

2. Kondisi Ketenagakerjaan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik


Provinsi Maluku Utara, penduduk usia kerja di Maluku
Utara pada tahun 2016 berjumlah 792.478 jiwa. Dari
seluruh penduduk usia kerja, yang termasuk angkatan
kerja berjumlah 524.526 jiwa atau 66,19 persen dari
seluruh Penduduk Usia Kerja. Dari seluruh angkatan
kerja tercatat 21.047 jiwa yang diklasifikasikan sebagai
penganggur, yaitu mereka yang sedang mencari

8 Maluku Utara Dalam Angka 2017

142
The Power of Entrepreneurship

pekerjaan, mempersiapkan usaha, mereka yang tidak


mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah
mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Dari
penganggur tersebut, didominasi oleh lulusan SMA
yaitu sebanyak 38,20 %. Tingkat pengangguran
terbuka di Maluku Utara pada tahun 2016 sebesar 4,01
persen.
Kondisi pengangguran terbuka di Provinsi Maluku
Utara tersebut masih diwarnai oleh besarnya
kelompok usia muda yang berpendidikan rendah dan
sangat rendah. Dilihat dari segi lapangan usaha,
sebagian besar penduduk Maluku Utara bekerja di
sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan
dan perikanan yang berjumlah 205.536 orang atau
40,82 persen dari jumlah penduduk yang bekerja.
Sektor lainnya yang juga menyerap tenaga kerja cukup
besar adalah sektor jasa dengan persentase sebesar
20,75 persen.9

9 Ibid.,

143
3. Kondisi Perekonomian Daerah
Gambaran perekonomian makro Provinsi Maluku
Utara tercermin dari indikator ekonomi seperti
pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, PDRB per kapita,
dan pendapatan daerah. Berdasarkan data kajian
ekonomi regional, diketahui bahwa Ekonomi Maluku
Utara pada triwulan III 2017 tumbuh meningkat
dibanding triwulan II 2017. Pertumbuhan ekonomi
pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 7,78%, lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 6,99%.
Dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan
ekonomi triwulan III 2017 didorong oleh peningkatan
konsumsi yang berasal dari dana pemerintah dan
kegiatan investasi di Maluku Utara khususnya
pembangunan smelter. Dari sisi penawaran, perbaikan
kinerja sektor-sektor utama yakni sektor industri
pengolahan, sektor konstruksi, dan sektor administrasi
pemerintahan menjadi penyebab peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2017.
Sementara itu, Memasuki triwulan IV 2017,
Pertumbuhan perekonomian Maluku Utara diperkirakan
akan tumbuh pada kisaran 7,31% - 7,71% dengan

144
The Power of Entrepreneurship

kecenderungan bias ke atas. Lapangan usaha industri


pengolahan diperkirakan akan kembali mengalami
akselerasi dan masih menjadi lapangan usaha dengan
andil terbesar. Namun demikian melambatnya sektor
pertanian dan pertambangan serta meningkatnya impor
antar daerah diperkirakan menahan laju perekonomian
pada triwulan berjalan.
Dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi
tersebut, pertumbuhan ekonomi selama tahun 2017
diperkirakan berada pada kisaran 7,3% -7,7%. volatile
food khususnya dari subkelompok sayur-sayuran
dan ikan segar mencatatkan deflasi akibat
melimpahnya pasokan di pasar. Dengan demikian,
Inflasi Maluku Utara yang diwakili oleh Kota
Ternate pada akhir triwulan III 2017 tercatat
sebesar 1,60%, lebih rendah dibandingkan triwulan
II 2017 lalu yang tercatat sebesar 3,92%. Namun
disisi lain, tekanan inflasi pada triwulan berjalan
diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan III 2017.
Peningkatan konsumsi masyarakat sebagai
dampak dari dibayarkannya beberapa tunjangan PNS
pada akhir triwulan III 2017 serta efek persiapan

145
pilkada 2018 akan menjadi pendorong utama inflasi
Maluku Utara pada triwulan berjalan. Sementara itu,
curah hujan Desember 2017 yang diprediksi lebih
tinggi dari tahun lalu diperkirakan berisiko menghambat
aktivitas nelayan ikan tangkap di akhir tahun dan
memicu inflasi tinggi pada kelompok ikan segar.
Dengan mempertimbangkan risiko-risiko pemicu
inflasi tersebut, pada akhir tahun 2017, inflasi
Maluku Utara diperkirakan meningkat dan berada
pada kisaran 3,0% – 3,4%. Perekonomian Maluku
Utara pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh
melambat dari triwulan berjalan dan berada pada
kisaran 6,7% - 7,1% dengan kecenderungan bias ke
atas. Dari sisi permintaan, pelambatan pertumbuhan
ekonomi diakibatkan oleh melambatnya PMTB sebagai
dampak Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada)
tingkat provinsi tahun 2018 sehingga pelaku usaha
cenderung khawatir dengan perubahan kebijakan dan
pergantian pucuk pimpinan SKPD.
Dari sisi penawaran, perlambatan disebabkan
oleh melambatnya kinerja sektor pertambangan dan
sektor industri pengolahan seiring belum ada

146
The Power of Entrepreneurship

tambahan smelter baru yang beroperasi


secarakomersial (selain 2 smelter perusahaan
penambangan nikel swasta yang telah beroperasi di
tahun 2016 dan 2017). Kondisi ini diperkirakan
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi sepanjang
tahun 2018 yang diproyeksikan akan tumbuh pada
kisaran 6,3% -6,7%. Tekanan inflasi Maluku Utara
pada triwulan I 2018 diperkirakan akan mengalami
sedikit peningkatan dibanding inflasi triwulan berjalan
yakni berada pada kisaran 3,00% – 3,40%.
Risiko tekanan inflasi pada triwulan mendatang
berasal gangguan produksi bahan makanan yang
diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi serta
kerusakan tanggul di sentra produksi padi di
Halmahera Utara. Tekanan inflasi juga diperkirakan
muncul dari kenaikan cukai rokok serta kenaikan tiket
pesawat khususnya di Bulan Januari 2018. Sementara
itu, membaiknya kinerja ekonomi Maluku Utara
diperkirakan meningkatkan tekanan permintan
sepanjang tahun 2018. Dengan memperhatikan risiko-

147
risiko tersebut, inflasi pada 2018 diperkirakan mencapai
3,9% - 4,3%.10

Potret Perguruan Tinggi di Provinsi Maluku Utara

Jumlah perguruan tinggi di Provinsi Maluku


Utara terdiri atas 7 Universitas, 2 Institut, 10
Sekolah Tinggi, 4 Politeknik dan 3 Akademi. Adapun
Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta
di Provinsi Maluku Utara yaitu: Akademi Ilmu Komputer
Ternate; Akademi Kebidanan Gatra Buana Gurabati
Tidore; Akademi Kebidanan Makariwo; IAIN Ternate;
Institut Agama Islam As Siddiq Kie Raha Maluku Utara;
Politeknik Halmahera; Politeknik Perdamaian
Halmahera; Politeknik Sains & Teknologi Wiratama
Maluku Utara; Poltekkes Kemenkes Ternate; Sekolah
Tinggi Agama Kristen Maluku Utara; Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Halmahera; Sekolah Tinggi Pertanian
Kewirausahaan Banau; Sekolah Tinggi Pertanian
Labuha; Sekolah Tinggi Teologi Dian Halmahera;
Sekolah Tinggi Teologi Kalvari Maluku Utara;

10Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Maluku Utara


2017

148
The Power of Entrepreneurship

Sekolah Tinggi Teologia GMIH Tobelo; STAI


Babussalam Sula Maluku Utara; STKIP Kie Raha;
STMIK Tidore Mandiri; Universitas Bumi Hijrah Tidore;
Universitas Halmahera; Universitas Hein Namotemo;
Universitas Khairun; Universitas Muhammadiyah
Maluku Utara; Universitas Nuku; dan Universitas
Pasifik Morotai.11
Diantara 26 perguruan tinggi tersebut menurut
data BAN-PT Ristek Dikti, diketahui terdapat 9
perguruan tinggi yang belum terakrediatasi yaitu: (1)
STMIK Tidore Manidiri; (2) Universitas Bumi Hijrah
Tidore; (3) Akademi Ilmu Komputer Ternate; (4)
Universitas Pasifik Morotai; dan Lima Perguruan Tinggi
lainnya.12
Sementara itu, jumlah dosen pada tahun ajaran
2017/2018 menurut pelaporan dari dari setiap
perguruan tinggi di provinsi maluku utara sebanyak
1548 orang dengan jumlah mahasiswa sebanyak
34.063 orang. Pada tahun ajaran yang sama jumlah

11https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/search
12http://panjihitamdiufuktimur.blogspot.co.id/2017/08/direktori-hasil-
akreditasi-institusi.html

149
lulusan perguruan tinggi diperkirakan belum balance
dengan jumlah mahasiswa yang masuk.
Dengan kondisi penyelenggaran fungsi
perguruan tinggi tersebut, maka pertanyaannya
adalah “Apakah peran strategis perguruan tinggi dalam
perspektif pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara
sudah maksimal dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang kompeten dan profesional untuk
melaksanakan kebijakan pembangunan daerah di
seluruh sektor dan tingkatan?”
Untuk dapat memaksimalkan dan sekaligus
mengefektifkan peran strategis perguruan tinggi dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan
untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan
pembangunan di seluruh sektor dan tingkatan, maka
perlu dilakukan suatu pendekatan analisis yang
mendalam dan menyeluruh terhadap peran strategis
perguruan tinggi dalam penyelenggaraan sistem
pemerintahan dan pelaksanaan sistem manajemen
pembangunan di Provinsi Maluku Utara.
Dalam konteks ini, sekurang- kurangnya terdapat
tiga peran strategis perguruan tinggi dalam perspektif

150
The Power of Entrepreneurship

penyelenggaraan sistem pemerintahan dan


pelaksanaan sistem manajemen pembangunan di
Provinsi Maluku Utara, yaitu peran edukatif, peran
kooperatif dan peran promotif.
Peran edukatif adalah peran utama perguruan
tinggi sebagai lembaga pelaksana fungsi pendidikan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peran edukatif ini dapat juga dikatakan sebagai peran
fungsional perguruan tinggi dalam melaksanakan
berbagai kebijakan dan program pendidikan tinggi.
Untuk mengoptimalkan peran edukatif perguruan tinggi
ini, teridentifikasi sejumlah masalah yang perlu disikapi,
diatasi dan sekaligus diatasi secara terpola, terpadu
dan berkelanjutan.
Masalah perguruan tinggi yang dimaksud antara
lain; (1) masih terbatasnya kuantitas dan kualitas
tenaga kependidikan untuk mengoptimalkan
pelaksanaan program studi pada masing-masing
fakultas; (2) masih terbatasnya kemampuan
pembiayaan perguruan tinggi untuk
mengembangkan program studi dan meningkatkan

151
kesejahteraan tenaga kependidikan; (3) masih
terbatasnya penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan; dan (4) masih terbatasnya jaringan
kerjasama perguruan tinggi dengan berbagai pihak di
berbagai sektor dan tingkatan. Karena itu, upaya
meningkatkan peran edukatif perguruan tinggi dalam
perspektif pembangunan daerah sebaiknya dimulai dari
peningkatan kemampuan dan kinerja perguruan tinggi
dalam melaksanakan fungsi pendidikan yang sesuai
dengan perkembangan, kebutuhan dan masalah
pembangunan daerah.
Peningkatan peran edukatif ini antara lain dapat
dilakukan dengan cara : (1) Melakukan penyiapan dan
penataan rencana strategis perguruan tinggi agar lebih
sesuai dengan tuntutan lingkungan strategis perguruan
tinggi; (2) Menggalang dan mendayagunakan fungsi
kebijakan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20
persen dari APBN/APBD untuk kepentingan
pengembangan perguruan tinggi; (3) mengembangkan
peran kooperatif perguruan tinggi melalui kerjasama
pengembangan program studi dengan berbagai pihak
di dalam dan luar negeri yang terkait dengan

152
The Power of Entrepreneurship

pelaksanaan fungsi pendidikan; dan (4)


mengembangkan peran promotif perguruan tinggi
untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya
kepada pemerintah dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan sistem pemerintahan yang
demokratis, amanah, transparan dan akuntabel dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta kepada
masyarakat dalam rangka memberdayakan
masyarakat.
Peran Kooperatif: Peran kooperatif adalah peran
sosiobilitas perguruan tinggi sebagai lembaga
pelaksana fungsi pendidikan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peran
kooperatif ini dapat juga dikatakan sebagai partisipasi
perguruan tinggi dalam penyelenggaraan sistem
pemerintahan dan pelaksanaan sistem manajemen
pembangunan. Untuk mengoptimalkan peran
kooperatif perguruan tinggi ini, teridentifikasi sejumlah
masalah yang perlu disikapi, diatasi dan sekaligus
diatasi secara terpola, terpadu dan berkelanjutan.

153
Masalah perguruan tinggi yang dimaksud antara
lain (1) perlu disadari bahwa masing-masing perguruan
tinggi masih dihadapkan pada keterbatasan tenaga
kependidikan untuk mengoptimalkan pelaksanaan
program studi pada masing-masing fakultas; (2)
keterbatasan pembiayaan untuk mengembangkan
program studi dan meningkatkan kesejahteraan tenaga
kependidikan; (3) keterbatasan penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan yang lengkap dan modern; dan
(4) keterbatasan jaringan kerjasama pendidikan
dengan berbagai pihak di berbagai sektor dan
tingkatan. Karena itu, upaya meningkatkan peran
kooperatif perguruan tinggi dalam perspektif
pembangunan daerah sebaiknya dimulai dari
pengembangan kebijakan kerjasama pendidikan dan
pelatihan dengan berbagai pihak untuk mendukung
perkembangan, kebutuhan dan masalah
pembangunan daerah.
Peningkatan peran kooperatif ini antara lain
dapat dilakukan dengan cara : (1) Mengidentifikasi
peluang dan sumber daya untuk menjalin kerjasama
pendidikan dan pelatihan dengan berbagai pihak di

154
The Power of Entrepreneurship

tingkat lokal, tingkat regional, tingkat nasional dan


tingkat internasional; (2) Menggalang dan
mendayagunakan fungsi kebijakan alokasi anggaran
pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD untuk
mewujudkan kerjasama pengembangan program studi,
pemberian bea siswa dan kegiatan kajian strategis
dengan pemerintahan setempat guna menyikapi,
mengatasi dan mengantisipasi perkembangan,
kebutuhan dan permasalahan daerah; dan (3)
mengembangkan peran promotif perguruan tinggi
untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya
kepada pemerintah dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan sistem pemerintahan yang
demokratis, amanah, transparan dan akuntabel dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta kepada
masyarakat dalam rangka memberdayakan
masyarakat.
Peran Promotif: Peran promotif adalah peran
institusional perguruan tinggi sebagai lembaga
pendidikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Peran promotif ini dapat juga dikatakan

155
sebagai sumbangsih intelektualitas perguruan tinggi
dalam mendukung penyelenggaraan sistem
pemerintahan dan pelaksanaan sistem manajemen
pembangunan. Untuk mengoptimalkan peran promotif
perguruan tinggi ini, teridentifikasi sejumlah masalah
yang perlu disikapi, diatasi dan sekaligus diatasi
secara terpola, terpadu dan berkelanjutan oleh
perguruan tinggi.
Masalah yang dimaksud antara lain (1) terdapat
kelemahan dan kekurangan dalam penyelenggaraan
kebijakan pendidikan di tingkat dasar dan
menengah yang perlu diperkuat, dan oleh sebab itu
perguruan tinggi memandang perlu mempromosikan
kebijakan, konsep dan program pendidikan dasar dan
menengah yang lebih sesuai dengan karakteristik
permasalahan daerah di bidang pendidikan; (2)
terdapat berbagai kebijakan publik yang perlu dikritisi
karena kurang selaras dengan perkembangan,
kebutuhan dan permasalahan masyarakat, dan oleh
sebab itu perguruan tinggi memandang perlu
mempromosikan kebijakan-kebijakan publik yang lebih
sesuai dengan perkembangan, kebutuhan dan

156
The Power of Entrepreneurship

permasalahan masyarakat; dan (3) terdapat kelemahan


dan keterbatasan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan, kesejahteraan dan kemandirian, dan oleh
ssebab itu perguruan tinggi memandang perlu
mempromosikan berbagai konsep dan program
pemberdayaan masyarakat.
Peningkatan peran promotif ini antara lain dapat
dilakukan dengan cara: (1) Mengidentifikasi dan
menganalisis perkembangan, kebutuhan dan
permasalahan pemerintahan dan kemasyarakatan
untuk memformulasikan kebijakan, konsep dan
program pemerintahan dan pembangunan; (2)
Menggalang dan mendayagunakan fungsi kebijakan
alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari
APBN/APBD untuk mewujudkan kerjasama penelitian
dan pengembangan dengan pemerintah setempat
guna menyikapi, mengatasi dan mengantisipasi issu-
issu aktual; dan (3) mengembangkan kerjasama
dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan peran
strategis perguruan tinggi dalam proses pelaksanaan
fungsi-fungsi pemerintahan yang meliputi pelaksanaan
fungsi pertahanan negara, fungsi penegakkan hukum,

157
fungsi pembangunan, fungsi pemberdayaan
masyarakat dan fungsi pelayanan public.
Penutup

Dengan memformulasikan dan melaksanakan ketiga


peran perguruan tinggi yang meliputi peran edukatif,
peran kooperatif dan peran promotif tersebut, maka
peran strategis perguruan tinggi dalam
penyelenggaraan sistem pemerintahan dan
pelaksanaan sistem manajemen pembangunan secara
bertahap akan menjadi efektif dan optimal untuk
mendukung pembangunan daerah di Provinsi Maluku
Utara.
Untuk itu, seluruh civitas akademika
hendaknya termotivasi untuk meningkatkan
kompetensi diri dan profesionalisme yang mengacu
pada pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin mengglobal. Dalam konteks ini,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
di seluruh wilayah Maluku Utara hendaknya berkenan
menjalin komitmen yang kuat terhadap pentingnya
education for all.

158
The Power of Entrepreneurship

Daftar Pustaka

Pasal 3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun


2014 tentang Pemerintah Daerah

Maluku Utara Dalam Angka 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi


Maluku Utara 2017

https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/search
http://panjihitamdiufuktimur.blogspot.co.id/2017/08/dire
ktori-hasil-akreditasi-institusi.html

159
Tentang Penulis

Suwandi S. Sangadji,
Nationality Indonesia Place &
date of birth Tidore, 2 Februari
1990 Sex Male Marital Status
Married Address Jl. Makam
Pahlawan Kelurahan Tuguwaji
Kecamatan Tidore, Kota Tidore
Kepulauan, Provinsi Maluku
Utara. Email suwandinukusangadji@gmail.com Formal
Education Year Description 2016 Master of
Management from Mercu Buana University, Jakarta,
Indonesia– GPA: 3.75 (Scale: 1-4) 2011 Bachelor from
Department of Agribusiness, Nuku University, Tidore,
Maluku Utara, Indonesia– GPA: 3.65 (Scale: 1-4) 2007
Senior High School SMK 3 Tidore, Tidore, Indonesia
2004 Junior High School SMP 1 Tidore, Tidore,
Indonesia 2001 Primary School SD Tomagoba, Tidore,
Indonesia Informal Education Year Description 2018
ADRI 17th International Conference “Marine and

160
The Power of Entrepreneurship

Environmental Conservation” 2018 Preparing for Study


Overseas for Lecture 2018 Massive Action Welcoming
Alumni LPDP 2018 2017 WPG (World Post Graduate)
Youth Conference 2017 Bimtek Membuat Tesis yang
Powerful 2015 Workshop Metodologi Penelitian & Trik
Publikasi Jurnal Ilmiah 2014 Manajemen Metode
Penelitian 2014 Simposium Nasional 2014
“Rekonstruksi Daya Saing Daerah Dalam Menuju
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 2014 Team
Building and Motivation for Success Working
Experience 2018 Ketua Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Nuku
Tidore. 2018 Dosen Tetap Yayasan Pendidikan Nuku,
Universitas Nuku Tidore 2013-2017 Tim Asistensi
Penelitian Tesis dan Disertasi “Injani Network
Consulting” (salah satu penelitian yang didampingi
adalah penelitian tentang Implementasi Kebijakan
Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Bandung Utara
Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat oleh
Dedy Mizwar tahun 2017) 2012 Asistent Dosen
Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Nuku–
Tidore Organizations and Other Activities 2018

161
Anggota Perkumpulan Dosen Muda Nusantara 2018
Anggota Asosiasi Dosen Agribisnis Indonesia 2017
Relawan komunitas pecinta lingkungan dan
pengabdian kepada masyarakat NATURAL. 2013
Relawan Pusat Informasi dan Konseling Remaja
FIRAU Tidore 2010 Relawan Satuan Tugas Pelaksana
Penanggulangan Bencana SATGANA PMI Sekretaris
Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis Universitas
Nuku Skill in Software Type Software Statistic Software
SPSS, LISREL, AMOS, PLS, Mini-Tab Graphic Design
Software Photoshop Programing Windows XP, 7, 8
Office Application Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power
Point, Ms. Visio

162
The Power of Entrepreneurship

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM


MEMBANGUN KEWIRAUSAHAAN DAN
PEMBANGUNAN DAERAH

Oleh: Dede Aji Mardani

Pendahuluan

Masalah pendidikan merupakan hal yang sangat


penting bagi bangsa yang ingin lepas landas kearah dari
negara berkembang menuju negara maju. Suatu negara
dapat dikatakan maju bila menghargai dan
menginvetasikan sumber daya manusianya untuk
pendidikan (human Invesment). Banyak negara Eropa
dan Asia yang semula tertinggal secara ekonomi dan
pembangunan menjadi negara adikuasa dalam bidang
teknologi informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi
dan lain-lainnya. Sebagai contoh adalah Korea selatan,
Jepang, India, atau pun Malaysia yang tidak di
perhitungkan sebelumnya kini menjadi salah satu
negara yang maju untuk kawasan Asia Tenggara dan
penguasa di Asia.

163
Jurnal-jurnal Ilmiah negara yang disebutkan
diatas memberikan kompetisi yang kuat dan unggul.
Basis data dan penelitian yang menjadi ujung tombak
negara bisa maju dan berkembang. Namun hal itu
memerlukan peran pemerintah yang tidak sedikit.
Dukungan dan respon pemerintah sangat diperlukan
terutama untuk bidang dana riset dan pengembangan
keilmuan untuk memajukan kebangkitan suatu negara.
Dalam bidang pendidikan seperti kucuran dana untuk
penelitian, hibah sarana dan prasarana serta dana
beasiswa.

Korelasi Antara Pertumbuhan Ekonomi Dan Human


Invesment
Sejatinya sumber daya manusia sebagai
pengendali perubahan sosial kultur dan moralitas
diletakan di pundak para cendikiawan, tokoh agama dan
ilmuwan. Indonesia menempati urutan ke 5 negara yang
mempunyai sumber daya yang tertinggal. ketertinggalan
ini diakibatkan oleh akses (Dede Aji dkk ( Komunitas
Pecinta Buku), 2019). Meskipun demikian Indonesia
menjadi negara yang berkembang, namun perhatian

164
The Power of Entrepreneurship

pemerintah terhadap pengembangan sumber daya


manusia sangat tinggi. Sedangkan sumber dananya
masih menggunakan dari sumber pendapatan negara
atau ( APBN) (Tambuanan, 2014).
Indikator kebangkitan suatu bangsa bisa di lihat
dari dari prilaku pendidikan dan pertumbuhan penelitian
suatu negara. Artinya seberapa seriuskan negara itu
dalam memberikan pelayanan, honorarium dan biaya
yang terjangkau untuk rakyatnya. Salah satu pilar dalam
membangun bangsa adalah dengan pembangun
perekonomian dan SDM, dengan cara memberikan
lapangan kerja dan usaha. Sebenarnya pemenuhan
lapangan kerja bukan hanya menjadi tanggung jawab
dari pemerintah serta swasta tetapi juga menjadi
kewajiban seluruh masyarakat Indonesia.
Pertalian pertumbuhan ekonomi ini di topang
dengan perluasan lapangan kerja yang dinamis.
Maksudnya bahwa pembukaan lapangan kerja, harus
diciptakan bukan untuk di tunggu, khususnya bagi para
pelajar dan lulusan perguruan tinggi. Peruguan tinggi
menjadi embrio inspirasi dalam membuka lapangan
kerja. Salah satu problem penggagguran di negara

165
Indonesia adalah pertama, kurangnya lapangan kerja
yang diikuti oleh lulusan atau para pencari kerja yang
tidak seimbang. Menurut data yang dikeluarkan oleh
BPS 2016 bahwa pada tahun 2016 jumlah pengagguran
terbuka sebanyak 66.34 Juta (BADAN PUSAT
STATISTIK, 2017).
Meskipun ada penurunan secara grafik namun
jika tidak ditangani dengan serius hal ini bisa menjadi
bom waktu. Suatu hari nanti jika pemerintah dan semua
pihak memberikan solusi dan jalan untuk mengurangi
ketimpangan ini hambatannya hanya bisa di atasi
dengan dua pendekatan, yaitu:
a) Pendekatan kultural.
Artinya frame masyarakat Indonesia kebanyakan
berkeinginan untuk hidup instan dan nyaman. Banyak
gagasan dan keinginan jika sudah menempuh
pendidikan tinggi atau SMU biasanya, orientasi mencari
kerja, dimana saya bisa kerja, berapa gajinya dan lain
sebagianya. Dengan tujuan yang instan yantu
mendapatkan pendapatan. Bukan menempuh proses
yang menekankan pentingnya kerja keras dan
semangat dalam menciptakan peluang kerja.

166
The Power of Entrepreneurship

Padahal di Negara-negara maju bahwa seorang


sarjana banyak menjadi para pengusaha. Orentasi ini
meski di terapkan bagi para sarjana di Indonesia. Maka
wajar prosentase pengusaha di Indonesia angkanya
sangat sedikit dari total jumlah penduduk Indonesia.
Pola pemikiran ini telah mengalami berbagai pergerakan
yang terus menerus dari berbagai generasi. Pada
dasawarsa ini telah banyak terobosan yang di keluarkan
oleh pemerintah yang terkait masalah keluar dari zona
nyaman yaitu dengan memberikan kewenangan kepada
perguruan tinggi dalam memberikan mata kuliah
kewirausahaan.
Upaya ini cukup membuahkan hasil dimana pada
tahun 2018 telah banyak para tokoh muda Indonesia
menjadi wirausaha muda dengan aset lebih dari 1
Trilyun atau lebih dikenal dengan unicorn. Beberapa
produk sudah banyak di lahirkan dari putra putri terbaik
bangsa dalam membangun kekuatan jaringan bisnisnya
yang mulai sudah mengglobal. Seperti tokopedia,
bukalapak, Gojek, lazada dan lain-lain. Inovasi ini tidak
lepas dari peran millenial menangkap peluang yang
menjadi keuntungan dari bonus demografi.

167
b) Pendekatan edukatif.
Disini peran pemerintah memegang kendali yang
sangat stategis, dimana pihak pemerintah mempunyai
kekuatan dalam bidang manajerial, normatif, biaya,
perundang undangan dan lainya. Kekuatan kekuatan itu
dinilai sangat berperan dalam pengembangan
kewirausahaan yang dapat mendongkrak kemajuan
ekonomi setempat. Pendekatan edukatif ini tidak serta
merta menjadi tanggung jawab dari pemerintah saja,
tetapi juga menjadi tanggug jawab semua pihak dalam
memajukannya.
Sebagai contoh misalnya pihak swasta berperan
dalam memberikan bimbingan dan atau lembaganya
bersedia dijadikan tempat untuk praktek kerja lapangan
(PPL) yang menjebatani antara teori yang diajarkan di
kelas dengan praktik di lapangan sekaligus sebagai
bekal dalam memperoleh keterampilan di dunia kerja,
hal ini berkorelasi dengan program pemerintah dengan
membuka BKL (Balai latihan kerja) yang berfungi
sebagai wadah dan saluran lulusan SMK atau SMA
yang belum mempunyai pekerjaan sekaligus sebagai
persiapan guna membuka usaha yang mandiri.

168
The Power of Entrepreneurship

Korelasi ini berdampak pada penyerapan dunia


kerja yang terampil juga bisa membuka lapangan kerja
baru guna mengurangi pengangguran yang cukup tinggi
angkanya. Peluang yang lainnya adalah tenaga yang
terampil diperlukan di luar negeri dengan berbagai
lapangan kerja yang tersedia di luar negeri. Secara
berkala biasanya Dinas tenaga kerja daerah selalu
memberikan peluang bekerja di luar negeri. Tetapi
sebagai catatan SDM yang di perlukan adalah tenaga
kerja yang sudah terampil. Pendapatan para pekerja
Indonesia yang bekerja di luar negeri memberikan
dampak positif terutama dalam menyumbangkan devisa
atau pendapatan dalam negeri dari sektor tenaga kerja
di luar negeri.
Secara formatif pendidikan yang dikelola
pemerintah memberikan usaha positif dalam
mengurangi kesenjangan pendapatan antara yang
berpenghasilan tinggi dengan orang yang
berpenghasilan rendah dengan menggunakan gini ratio
(Faisal Basri, 2016). Bahwa ketika terjadi krisis moneter
maka usaha dalam bidang sektor riil terbukti menjadi

169
sektor usaha yang tahan banting dalam menghadapi
krisis moneter(Tambuanan, 2014).
Kekuatan ini disebut bahwa komoditi dari sektor
real ini tidak memerlukan bahan baku import yang kala
itu merupakan suatu kondisi dimana dollar sedang
tinggi. Karena ketergantungan terhadap dollar tinggi
maka akan membuat harga jualnya pun menjadi mahal.
Karena bahan baku dan komponennya berasal dari luar
negeri. Neraca perdaganagn import harus stabil jangan
sampai neraca importnya menjadi defisit. Defisit ini
tentunya akan menguras terhadap cadangan devisa
atau tabungan negara Indonesia (Faisal Basri, 2016).
Pemerintah Indonesia sangat antusias dalam
memajukan para usahawan atau wirausaha termasuk
dibawah kementerian agama yaitu pada pondok
pesantren. Pondok pesantren memiliki peran dalam
memajukan ekonomi regional dan domestik. Karena
banyak para santri yang mukim dan belajar di pondok
pesantren. Ketika mereka pulang kampung mereka
diminta untuk mempraktekan ilmu yang telah di
timbanya di pondok pesantren bukan hanya pada
bidang keagamaan tetapi lebih lengkap pada bidang

170
The Power of Entrepreneurship

yang lainnya. Termasuk pada bidang ekonomi dan


pemberdayaan ekonomi santri ketika ia menuntut ilmu.
Ada beberapa pondok pesantren yang telah
menerapkan konsep pondok pesantren dengan
menerapkan model pemberdayaan ekonomi santri.
Pada pondok itu tidak hanya di ajarkan tentang ilmu
keagamann namun juga ilmu yang berkaitan dengan
cara membuka peluang usaha ketika ia pulang seperti
bertani, bagaimana ia bercocok tanam pada tanah dan
tamannya yang cocok, atau industri pembuatan kripik,
perikanan, sayuran dan lainnya. Seperti penelitain yang
dilakukan oleh Dede Aji(Mardani, n.d.).
Pondok pesantren Tarekat Idrisiyyah ini
memberika wawasan secara perodik kepada para
santrinya dan memotifasi dengan memberikan contoh
dalam berusaha. Sebagai buktinya pondok pesantren ini
mempunyai banyak jenis usaha seperti travel,
pendidikan, peternakan, waralaba dan lain lain. Doktrin
dari pondok ini adalah dengan kemandirian ekonomi.
Artinya Mursidnya berpendapat bahwa Islam harus
mandiri secara ekonomi yang dapat bersaing dengan
perusahaan asing (Mardani, n.d.).

171
Penelitian yang dilakukan oleh Toriqudin
(Toriquddin, 2007) ia mengatakan bahwa saat ini santri
tidak boleh berkutat pada eco religius tetapi ia harus
bisa membuka diri dengan dibekali keterampilan yang
dimilkinya, sehingga ia menjadi senter usaha di
kampung halamanya dan tidak menjadi beban orang
lain. Penelitian yang dilakukan Muhammad Najib
(Nadjib, 2013) ia mengatakan pada umumnya para
wirausahawan di pesisir mempunyai etos kerja yang
tinggi namun secara etik dan bisnis Islam masih jauh.
Maksudnya pengelolaan kewirausahaan ini dilakukan
oleh semua sektor termasuk pada sektor kelautan.
Sebenarnya dalam agama Islam anjuran untuk
melakukan perniagaan atau wirausaha telah jauh di
dengungkan sejak jaman nabi Muhammad SAW.
Bahkan nabi sendiri pun adalah seorang entepreneur.
Sebagai contoh nabi telah melakukan kegiatan yang
dimaksud tentunya dengan berbagai etika dan moralitas
yang di jungjung tinggi. Keberhasilan-keberhasilan
dalam berusaha pun sebenarnya tidak terlepas dari
semangat keberagamaan. Secara sederhananya ada
temuan bahwa semakin tinggi tingkat keyakinan

172
The Power of Entrepreneurship

seseorang terhadap Tuhannya atau agamanya akan


membuat seorang untuk rajin bekerja dan berusaha
(Madjid, 1999). Kenyataanya semua agama menyuruh
kepada umatnya untuk senantiasa bekerja dan
membuka usaha serta secara langsung untuk
berwirausaha tidak mengandalkan penghasialnnya dari
pemberian orang lain.

Kewirausahaan Dan Kebangkitan Ekonomi


Pernah ada seorang pengusaha asal negeri
Tiongkok Jack Ma ia adalah pemilik perusahaan
terbesar bidang market place Alibaba. Ia mengatakan
bahwa pada kurun waktu tiga puluh tahun dunia ini akan
di kuasai oleh para pengusaha muda dan usia mereka
sekitar 30 tahunan. Tentunya berita ini datang dari
seorang yang cerdas bidang ekonomi dan penguasaan
pasar terbesar di dunia, paham betul bahwa pergeseran
dunia mengarah ke dunia entepreuner. Jadi Indonesia
harus bisa mempersiapkan generasinya untuk
menyongsong peradaban dengan wirausaha yang di
dominasi oleh kaum muda/millenial yang mempunyai
pola pemikiran rasional, cepat, murah.

173
Adopsi ini lebih sesuai dengan perkembangan
jaman dan kemudahan dalam teknologi. Artinya
capaian-capaian kewirausahaan ini harus di barengi
dengan adaptasi teknologi yang mutakhir. Era distrupsi
modern 4.0 harus dimaknai sebagai sebuah peluang
bagi para entepreneur muda sebagai sebuah pasar
yang sangat potensial. Ada persepsi di masyarakat jika
tidak bisa mengoprasionalkan teknolgi maka akan
ketinggalan informasi dan kemampuan dalam
mengakses apa yang di butuhkan. Masa 30 tahuan
merupakan masa dimana perangkat negara harus
mempersiapkan diri menyongsong sebuah era dan
persaingan global dimana bangsa yang unggul dan
maju adalah bangsa yang menguasai teknolgi dan
informasi.
Investasi yang ditanamkan oleh Indonesia
dalam SDM ini, akan membawa dampak yang besar.
Seperti membuka jurusan informatika dan teknik
komputer jaringan atau dalam rumpun keilmuan ilmu
komputer, IT dan jaringan membuktikan bahwa
keseriusan pemerintah dalam menyongsong era
digitalisasi dunia. Persaingan Indonesia ini bisa di

174
The Power of Entrepreneurship

imbangi dengan pemanfaatan SDM yang unggul yang


bisa bersaing dengan negara lain. Selama ini Indonesia
menjadi negara yang dijadikan pasar produk-produk luar
negeri. Sehingga produk-produk luar negeri membanjiri
produk-produk dalam negeri yang berakibat pada,
menurunnya omset dan produk dalam negeri. Hal ini
akan mengancam produktifitas dalam negeri yang kalah
bersaing dengan produk luar.
Secara makro kerugian dari membanjirnya
produk-produk luar negeri ke Indonesia di antaranya
adalah defisit neraca perdagangan (nilai eksport sedikit
dibandingkan dengan nilai / volume import),
menurunnya produksi dalam negeri yang berakibat pada
penutupan industri, penambahan pengangguran,
peningkatan kemiskinan, daya beli menurun. Itulah
beberapa akibat jika negara kita di banjiri oleh produk-
produk luar negeri. Maka dalam rangka melindungi
produsen dalam negeri pemerintah melakukan
beberapa langkah antisipatif diantaranya adalah dengan
membatasi import, pembatasan kuota, pemberlakukan
tarif, dan kenaikan pajak. Langkah-langkah itu diambil
untuk melindungi para pedagang atau produsen dalam

175
negeri(Eppler, 2009). Indonesia harus bisa bersaing
dengan negara lain yang lebih liberal dalam melakukan
ekspansi dan eksport produknya ke luar negeri.

Pendidikan Sebagai Pilar Perubahan Sebuah Negara


Pendidikan sebagai sebuah instrumen yang
sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa(Dwi
Atmanti, 2005). Pendidikan entepreneur memang harus
sejak kecil di tanamkan dalam benak anak-anak (Taman
kanak kanak) sampai dewasa. Mengingat masalah
entepreneur menjadi masalah yang cukup serius jika
bangsa indonesia mau menjadi bangsa yang unggul
dalam bidang ekonomi dan mandiri terhadap gempuran
dari pihak asing baik secara fisik, modal atau faktor
faktor ekonomi lainnya. Sebagai bangsa yang besar
tentunya Indonesia tidak boleh menjadi bangsa kuli
yang hanya bisa menjadi penonton di negerinya sendiri
(Nurseto, 2010). Maka untuk mengantisapasinya seperti
di ungkapkan dimuka bahwa pendidikan entepreneur
harus di mulai dari bangku TK sampai dengan jenjang
perguruan tinggi.

176
The Power of Entrepreneurship

Kedepan Indonesia diperkirakan menjadi negara


yang mempunyai visi sangat cemerlang yaitu dengan
cara menguasai pasar asia dan dunia dalam semua
bidang. Mengingat bangsa Indonesai seperti
mempunyai cadangan sumber daya alam yang sangat
melimpah dan SDM ynag terampil bersaing dengan
bangsa lain(Roza, 2007). Selain dari pendidikan
entepreneur yang terus di rancang dengan
berkelanjutan, kurikulum yang berkaitan dengan
kewirausahaan pun harus di sesuaikan dengan zaman,
teknologi. Dan yang terpenting adalah pasar, sekarang
zamannya era digitalisasi pada semua sektor. Jadi
memberikan kemudahan dan kenyamanan, murah dan
cepat adalah salah satu ciri dari pada era digitalisasi
(Nurfalah & Rusydiana, 2019).
Apabila produk produk anak bangsa tidak bisa
menyesuaikan dengan pasar dan arus teknologi maka
akan kesulitan dan mengalami kekalahan dari bangsa
lain yang sudah maju. Keunggulan dari produk kita
bangsa Indonesia adalah produk produk yang unik, dan
ramah lingkungan inilah ciri dari kekuatan produk
bangsa Indonesia yaitu adanya proses recycle.

177
Sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi alam sekitar
dan hemat dalam biaya. Salah satu program yang di
canangkan oleh PBB adalah pemeliharaan alam
lingkungan untuk kehidupan yang berkelanjutan, selain
itu terdapat pula salah satu indikator pembanguan yang
berkelanjutan adalah menggunakan bahan baku atau
barang bekas yang bisa bernilai ekonomis(Sofyani,
Ulum, Syam, & L., 2012).
Indonesia dan 180an negara di PBB telah
menandatangi masalah pembangunan yang
berkelanjutan agar bumi dan penduduknya mengadakan
perubahan dalam pembangunan yang berkelanjutan
dan kesetraan bagi umat manusia. Isu yang paling
menarik adalah tentang pemberdayaan ekonomi,
karena dengan berdayanya ekonomi dengan membuka
lapangan lapangan kerja akan meningkatkan
kesejahteraan umat manusia(Mardani, 2019).

Pembanguan dan Pertumbuhan Ekonomi Berbasis


Kearifan Lokal dan Berdaya Saing Eksport
Pemerintah daerah mempunyai peran sangat
besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

178
The Power of Entrepreneurship

daerahnya. Tasikmalaya, misalnya melalui program


pemberdayaan masyarakat yang mengalami disbilitas.
Pemberdayaan dalam entepreneurnya adalah dengan
cara memberikan kursus memijat dan refleksi. Atau
program gema madani yaitu program gerakan
masyarakat yang berorietasi pada daya saing dan
partisipasi peran masyarakat. Dalam kegiatanya pakem
mempunyai 3 sasaran yaitu pada kluster ekonomi dan
pemberdayaan masyarakat. Kedua, adalah infrastuktur
dan yang ketiga adalah potensi sosial budaya masyakat
berbasis kearifan lokal(Portal.tasikmalaya.go.id, 2019).
Sebagai suatu daerah yang mempunyai
pengrajin dan produk yang sangat di perlukan negara
negara lain (berskala Impor) kota Tasikmalaya terus
melakukan pembenahan dan inovasi dalam produk
kerajian, mendong, dan fashion atau pakaian. Bahkan
untuk produk pakaian atau baju bermotif bordir
pengusaha Tasikmalaya di daerah Tanjung Kawalu
sudah banyak di kenal di Kota Jakarta khusunya dalam
memasok baju ke Pasar Tanah Abang bahkan sampai
ke manca negara.

179
Potensi ini terus di kembangkan bahkan sampai
dengan ke luar negeri dan menjadi salah satu andalah
pemeritahan kota Tasikmalaya. Jadi kearifan lokalnya
cukup dominan dan di kenal luas oleh masyarakat, yang
cukup menggembirakan sekarang adalah para
pengusaha muda telah terjun mendampingi para orang
tua mereka memproduksi dan memasarkannya ke pasar
di kota kota dan Indonesia secara luas. Selain itu untuk
produk tahu khususnya di daerah Indihiang telah
menembus pasar domestik yang di jual ke berbagai kota
di luar provinsi. Hal ini membuat industri tahu dan juga
tempe asal kota Tasikmalaya mengalami kenaikan pada
dasawarsa ke belakang(Aiman, Handaka, & Lili, 2017).
Hanya saja kekurangannya adalah pangsa pasar
yang menjadi prioritas, masih terbatasnya pasar untuk
produk tahu ini dan juga gonjang ganjing harga yang
masih di tentukan oleh kedelai import dari luar negeri.
Ketika potensi ini dikembangkan maka akan
memberikan dampak yang luar biasa untuk kemajuan
daerah dan negara secara umum. [*]

180
The Power of Entrepreneurship

Tentang Penulis

Dede Aji Mardani, M.E.Sy., lahir di


Tasikmalaya 9 Desember 1980,
Pedidikan S1 di Fakultas Agama
Islam Universitas Siliwangi (2007)
S2 Program Pascasarjana UIN
Sunan Gunung Djati Bandung
(2015) sekarang sedang studi lanjut
S3 pada Program Dotor UIN Sunan
Gunung Djati Bandung. Aktifitas
sebagai Dosen pada STAI Tasikmalaya dengan jabatan
fungsional Lektor. Selain itu aktif di Profesi Dosen dalam IAEI
( ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia), FORDEBI ( Forum
Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam ) daerah Jawa Barat dan
MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) daerah Tasikmalaya.
Pengalaman kerja terakhir sebagai Satuan Pengendali
Internal (SPI) pada BPR Siliwangi Tasikmalaya. Menikah
dengan Imas Siti Masuroh, S.Pd yang berprofesi sebagai
guru di MIS (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) 2 Kota
Tasikmalaya dikaruniai seorang anak putri Rania Rabbani

181
Raudhatul Jannah. Korespondensi melalui email
dedeaji.m@gmail.com

182
The Power of Entrepreneurship

Daftar Pustaka

Aiman, A., Handaka, A. A., & Lili, W. (2017). Analisis


Preferensi Konsumen Dalam Pengambilan
Keputusan Membeli Produk Olahan Perikanan Di
Kota Tasikmalaya (Studi Kasus Di Pasar
Tradisional Cikurubuk, Kec. Mangkubumi). Jurnal
Perikanan Kelautan, 8(1).
BADAN PUSAT STATISTIK. (2017). STATISTIKA
INDONESIA 2017. (S. D. P. dan K. Statistik, Ed.).
JAKARTA: Badan Pusat Statistik.
https://doi.org/1101001
Dede Aji dkk ( Komunitas Pecinta Buku). (2019).
Prespektif Pendidikan Indonesia di Era
Globalisasi (i). Serang: Media Edukasi.
Dwi Atmanti, H. (2005). Investasi sumber daya manusia
melalui pendidikan. Jurnal Dinamika
Pembangunan (JDP), 2(Nomor 1), 30–39.
Eppler, E. (2009). Melindungi negara dari ancaman
neoliberal. (D. Y. Manurung, Ed.) (I). Jakarta:
Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan

183
Indonesia. https://doi.org/10.1590/S1415-
65552005000200005
Faisal Basri, G. A. P. (2016). Mengelak dari Jebakan
Penghasilan Menengah di Indonesia Penghasilan
Menengah di Indonesia. Analisa Risiko, Pemecah
MAsalah dan Karakteristik Nasional. (Sergio
Grassi, Ed.). Jakarta Selatan: Friederich-Ebert-
Stiftung Indonesia Office. Retrieved from
www.fes.or.id
Madjid, N. (1999). Islam Doktirn Dan Peradaban (IV).
Jakarta: PARAMADINA.
Mardani, D. A. (n.d.). Spritual Entepreneurship dalam
Pemberdayaan Ekonomi Umat (Studi terhadap
Tarekat Idrisiyah Pageningan Tasikmalaya).
Mardani, D. A. (2019). al-Afkar, Journal for Islamic
Studies Dede Aji Mardani Spritual
Entepreneurship Dalam Pemberdayaan Ekonomi
Umat (Studi terhadap Tarekat Idrisiyah
Pageningan Tasikmalaya) al-Afkar, Journal for
Islamic Studies The Enterpreneurship Spirituality
In People’s Economic Empowerment (The
Studies of Idrisiyah Sufism in Pageningan

184
The Power of Entrepreneurship

Tasikmalaya), 4(1).
https://doi.org/10.5281/zenodo.3342071
Nadjib, M. (2013). RELIGION , Ethics And Work Ethos
Of The Javanese Fishermen ’ S. Jurnal Ekonomi
Pembanguan, 21(2), 137–150.
Nurfalah, I., & Rusydiana, A. S. (2019). Digitalisasi
Keuangan Syariah Menuju Keuangan Inklusif:
Kerangka Maqashid Syariah. Ekspansi: Jurnal
Ekonomi, Keuangan, Perbankan Dan Akuntansi,
11(1), 55.
https://doi.org/10.35313/ekspansi.v11i1.1205
Nurseto, O. T. (2010). Pendidikan Berbasis
Entrepreneur. Jurnal Pendidikan Akuntansi
Indonesia (Vol. VIII).
Portal.tasikmalaya.go.id. (2019). Program Pemkot
dalam Pemberdayaan Masyarakat. Retrieved
September 26, 2019, from
www.portal.tasikmalayakota.go.id
Roza, P. (2007). PENDIDIKAN DAN MUTU MANUSIA.
Pendidikan dan Mutu Manusia Jurnal
Sosioteknologi Edisi 12 Tahun (Vol. 6).
Sofyani, H., Ulum, I., Syam, D., & L., S. W. (2012).

185
Islamic Social Reporting Index Sebagai Model
Pengukuran Kinerja Sosial Perbankan Syariah
(Studi Komparasi Indonesia Dan Malaysia).
Jurnal Dinamika Akuntansi, 4(1), 36–46.
https://doi.org/10.1029/2009GB003503
Tambuanan, T. (2014). Perekonomian Indonesia (Kajian
Teoritik dan Analisis Empiris). Jakarta: Erlangga.
Toriquddin, M. (2007). Di Pesantren Berbasis Syariah,
24–35.

186
The Power of Entrepreneurship

PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN DI


SMA/SMK/MAK DAN PERGURUAN
TINGGI

Oleh: Eny Khusnul Hartati

Pendahuluan

Prakarya dan Kewirausahaan merupakan mata


pelajaran yang diterapkan pada jenjang SMA/MA pada
kurikulum 2013. Di SMA 1 Kramat Kabupaten Tegal
Kurikulum 2013 secara menyeluruh pada kelas X, XI,
dan XII mulai pada tahun pelajaran 2016/2017. Dan
mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan diterapkan
pada seluruh program dengan jumlah jam 2 X 45 menit
per minggu. Sesuai dengan silabus peserta didik di
perkenalkan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang
berhubungan dengan dunia usaha sebagai bekal
peserta didik setelah lulus atau pada jenjang pendidikan
berikutnya.

187
Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan
SMA/MA dan SMK/MAK terdiri atas empat aspek yaitu
kerajinan, rekayasa, budidaya dan pengolahan yang
diarahkan pada pengembangan produk dalam bentuk
dami dengan menggunakan teknologi tepat guna skala
home industry dengan wawasan kewirausahaan agar
dapat mandiri secara ekonomi. Untuk itu, keterampilan/
psikomotorik dikembangkan pada tingkat presisi (sesuai
standar). Pengembangan kompetensi peserta didik
diarahkan untuk mempelajari produk teknologi
berdasarkan kerangka analisa sistem meliputi: input,
proses, output, melalui prinsip Pikir, Gambar, Buat, Uji
(PGBU).
Kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial,
dicapai melalui pembelajaran tidak langsung (indirect
teaching) yaitu keteladanan, pembiasaan, dan budaya
sekolah, dengan memperhatikan karakteristik mata
pelajaran serta kebutuhan dan kondisi peserta didik.
Penumbuhan dan pengembangan kompetensi sikap
dilakukan sepanjang proses pembelajaran berlangsung
dan dapat digunakan sebagai pertimbangan guru dalam
mengembangkan karakter peserta didik lebih lanjut.

188
The Power of Entrepreneurship

Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku


dan/atau yang mengarah pada upaya mencari,
menciptakan, dan menerapkan cara kerja, teknologi dan
produk baru untuk meningkatkan efisiensi dalam rangka
memberikan pelayanan yang lebih baik dan/atau
memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dengan kata
lain, kewirausahaan juga merupakan pengetahuan
tentang nilai, jiwa, sikap dan tindakan yang dilandasi
oleh semangat added value, sehingga tercermin dalam
berpikir, bersikap dan bertindak yang mengutamakan
inovasi, kreativitas dan kemandirian.
Pengembangan jiwa kewirausahaan bagi
mahasiswa Perguruan Tinggi dimaksudkan untuk
memberikan bekal kepada mahasiswa agar
mahasiswa/alumni memiliki pola pikir, pola sikap dan
pola tindak yang mengutamakan inovasi, kreativitas dan
kemandirian. Mengapa di Perguruan Tinggi dilakukan
pengembangan jiwa kewirausahaan? Ada tiga hal itu
terkait dengan masalah tersebut, yaitu; pertama, masa
tunggu setelah lulus agar lebih pendek; kedua, daya
serap dunia kerja terhadap lulusan agar lebih tinggi; dan

189
ketiga, kemampuan menciptakan lapangan kerja bagi
diri sendiri dan orang lain.
Dengan demikian bahwa baik di jenjang
SMA/SMK/MAK, kewirausahaan merupakan materi
pelajaran yang disampaikan sejak kelas X sampai
dengan kelas XII dan materi tersebut di lanjutkan lagi
pada perguruan tinggi.

Penerapan Prakarya dan Kewirausahaan di


SMA/SMK/MAK
Aspek mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan SMA/MA dan SMK/MAK terdiri atas:
1. Kerajinan
Kerajinan dapat dikaitkan dengan kerja tangan yang
hasilnya merupakan benda untuk memenuhi tuntutan
kepuasan pandangan: estetika-ergonomis, dengan
simbol budaya, kebutuhan tata upacara dan
kepercayaan (theory of magic and relligy), dan benda
fungsional yang dikaitkan dengan nilai pendidikan pada
prosedur pembuatannya. Lingkup ini dapat digali dari
potensi lokal dan seni terapan (applied art), desain
kekinian (modernisme dan postmodernisme).

190
The Power of Entrepreneurship

2. Rekayasa
Rekayasa terkait dengan beberapa kemampuan:
merancang, merekonstruksi dan membuat benda
produk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari
dengan pendekatan pemecahan masalah. Sebagai
contoh: rekayasa penyambungan balok kayu untuk
membuat susunan (konstruksi) kerangka atap rumah,
harus dilakukan dengan prinsip ketepatan agar susunan
rumah tidak mudah runtuh. Lingkup ini memerlukan
kesatuan pikir dan kecekatan tangan membuat susunan
mengarah kepada: berpikir kreatif, praktis, efektif,
ketepatan dan hemat serta berpikir prediktif.
3. Budidaya
Budidaya tumbuhan dan hewan mencakup pembibitan,
penanaman, pemanenan, penyimpanan, dan
penanganan atau pengemasan dan distribusi untuk
proses selanjutnya. Substansi yang dipelajari pada
aspek ini adalah tanaman, ternak dan ikan. Manfaat
edukatif teknologi budidaya adalah pembinaan
perasaan, pembinaan kemampuan memahami
pertumbuhan dan menyatukan dengan alam

191
(ecosystem) agar menjadi peserta didik yang berpikir
sistematis berdasarkan potensi kearifan lokal.
4. Pengolahan
Pengolah proses transformaasi (perubahan bentuk) dari
bahan mentah menjadi produk olahan. Transformasi
melibatkan proses-proses fisik, kimia, maupun
mikrobiologis. Proses pengolahan mencakup pula
penanganan dan pengawetan bahan melalui berbagai
teknik dasar proses pengolahan dan pengaawetan.
Manfaat edukatif teknologi pengolahan bahan pangan
bagi pengembangan kepribadian peserta didik adalah
menambah keanekaragaman makanan, member nilai
ekonomis dan timbul kesadaran pentingnya melakukan
penanganan, pengolahan dan pengawetan bahan
pangan agar tidak cepat rusak.
Untuk Mata Pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan, satuan pendidikan wajib
menyelenggarakan minimal 2 (dua) aspek dari 4
(empat) aspek yang disediakan. Peserta didik
mengikuti salah satu aspek yang disediakan untuk
setiap semester, aspek yang diikuti dapat diganti setiap
semesternya.

192
The Power of Entrepreneurship

Pembelajaran dan Penilaian


1. Pembelajaran
Pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan
menggunakan pendekatan saintifik. Pembelajaran dapat
menggunakan dengan model-model pembelajaran,
antara lain: Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning), Pembelajaran Berbasis Proyek
(Project Based Learning), Pembelajaran penemuan dan
penyelidikan (Discovery-Inquiry learning), Pembelajaran
kooperatif (Cooperative Learning).
2. Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh informasi atau data mengenai proses dan
hasil belajar peserta didik. Strategi penilaian disiapkan
untuk memfasilitasi guru dalam mengembangkan
pendekatan, teknik, dan instrumen penilaian hasil
belajar dengan pendekatan penilaian otentik yang
memungkinkan para pendidik menerapkan program
remedial bagi peserta didik yang tergolong pembelajar
lambat dan program pengayaan bagi peserta didik yang
termasuk kategori pembelajar cepat.
Penilaian dilakukan dengan cara menganalisis

193
dan menafsirkan data hasil pengukuran capaian
kompetensi peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan. Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran
berbasis aktivitas yang menghendaki agar penilaian
hasil belajar peserta didik mencakup penilaian
kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan
kompetensi keterampilan yang pelaksanaannya
terintegrasi dengan proses pembelajaran.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
proses penilaian, yaitu (1) mengukur tingkat berpikir
peserta didik mulai dari rendah sampai tinggi, (2)
menekankan pada pertanyaan yang membutuhkan
pemikiran mendalam (bukan sekedar hafalan), (3)
mengukur proses kerjasama, bukan hanya hasil kerja,
(4) menggunakan portofolio pembelajaran peserta didik.
Dengan demikian kompetensi peserta didik yang
dinilai pada tiap ranah kompetensi disesuaikan dengan
aktivitas yang ditempuh peserta didik dalam proses
pembelajaran. Adapun penilaian sikap digunakan
sebagai pertimbangan guru dalam mengembangkan

194
The Power of Entrepreneurship

karakter peserta didik lebih lanjut sesuai dengan kondisi


dan karakteristik peserta didik.
Penilaian mata pelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan dilakukan terhadap:
1. proses menemukan kebutuhan atau peluang melalui
mengidentifikasi masalah yang ada di sekitarnya
sebagai bukti sikap kritis dan inovatif yang didasari
oleh rasa ingin tahu dalam menciptakan peluang
2. kreativitas dan inovasi
3. kemampuan memproduksi ide dan menetapkan ide
berdasarkan syarat kebaruan
4. karya desain dan gambar rancangan produk
5. kemampuan menguji/mengevaluasi produk

Kontekstualisasi Pembelajaran Sesuai dengan


Kondisi Lingkungan dan Peserta Didik. Kontekstual
pembelajaran merupakan pembelajaran yang terkait
dengan keadaan daerah dengan segala sesuatu yang
terdapat di daerahnya berkaitan dengan lingkungan
alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial
budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu
yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah,

195
khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan
taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan
dengan arah perkembangan daerah serta potensi
daerah yang bersangkutan.
Materi pembelajaran Prakarya dan
Kewirausahaan disesuaikan dengan kebutuhan daerah
dan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran yang
berkaitan dengan kebutuhan daerah bertujuan agar
kebudayaan daerah dapat dilestarikan dan
dikembangkan melalui materi prakarya. Sejalan dengan
karakteristik pendidikan abad 21 yang memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi, pembelajaran
prakarya dalam Kurikulum 2013 juga memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi sebagai media dan
sumber belajar. Pemanfaatan TIK mendorong peserta
didik dalam mengembangkan kreativitas dan berinovasi
serta meningkatkan pemahaman prakarya.
Karena kewirausahaan merupakan kemampuan
yang dapat dipelajari, maka pendidikan kewirausahaan
perlu diberikan secara berkesinambungan atau harus
ditanamkan secara terus menerus untuk menghasilkan
lulusan yang berwawasan wirausaha / entrepreneurship.

196
The Power of Entrepreneurship

Penerapan Kewirausahaan di Perguruan Tinggi

Globalisasi sebagai sebuah sistem tata


kehidupan baru merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindarkan. Situasi ini menyebabkan sejumlah
konsekuensi di bidang sosial, ekonomi, teknologi, dan
budaya. Fenomena ini juga mengakibatkan perubahan-
perubahan yang sangat strategis bagi perkembangan
dan dinamika nasional suatu negara, karena di banyak
hal semua itu juga mengakibatkan terjadinya situasi
hilangnya batas-batas negara secara geografis, politis,
dan ekonomis; termasuk dalam hal ini munculnya
tingkat kompetisi yang semakin ketat antar negara untuk
saling mempertahankan kepentingan-kepentingan
nasional. Kompetisi ini tidak saja terjadi antar negara
tetapi, juga persaingan antar manusia .

Dalam rangka mengantisipasi perubahan-


perubahan di atas, maka Perguruan Tinggi perlu
merubah paradigma pendidikan dari pola old industrial
education menjadi new entrepreunerial education, untuk
mendorong terciptanya ”knowledge based economy”.
Ingat semboyan ”knowledge is power”. Dalam rangka

197
meningkatkan daya saing bangsa, Perguruan Tinggi
sebagai lembaga yang mengembangkan ”knowledge”
perlu meningkatkan kualitas sumber daya mahasiswa
agar menjadi lulusan yang kompeten. Lulusan yang
kompeten tidak hanya sekedar mampu menguasai
pengetahuan dan teknologi di bidangnya, melainkan
juga kemampuan mengaplikasikan kompetensinya dan
memiliki softskill yang memadai.

Peran Perguruan Tinggi harus mampu


memberikan bekal bagi lulusannya bukan hanya
hardskills, tetapi juga softskills yang cukup kepada
mahasiswa. Hardskills antara lain terdiri dari ilmu
pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni
(knowledge of field) dan pengetahuan tentang teknologi
(knowledge of technology). Sementara itu, softskills
antara lain terdiri dari kemampuan berkomunikasi baik
lisan, tulisan, maupun gambar (oral and written
communication), kemampuan bekerja secara mandiri
atau di dalam tim (ability to work independently and in
team setting), kemampuan berlogika (logical skills), dan
kemampuan menganalisis (analytical skills).

198
The Power of Entrepreneurship

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa


untuk mencapai puncak keberhasilan, bukan hanya
hardskills yang dibutuhkan, tetapi juga softskills. Bahkan
dalam banyak hal, keunggulan seseorang pada
softskills justru menjadi faktor penting yang menentukan
keberhasilan hidupnya.

Potensi diri mahasiswa yang terdiri dari cipta,


rasa dan karsa yang akan diaktualisasikan dalam
”karya” baik prestasi maupun kreasinya harus terus
menerus diasah dan dikembangkan agar terbentuk jiwa
kewirausahaan dan wawasan kemandiriannya sebagai
bekal kesuksesannya kelak setelah menjadi alumni
Perguruan Tinggi. Disitulah pentingnya jiwa
kewirausahaan dan kemandirian.

Pelaksanaan Pengembangan Jiwa Kewirausahaan


1) Pengembangan softskills bagi mahasiswa
dilaksanakan oleh Bidang Kemahasiswaan.
2) Kuliah kewirausahaan, penyiapan bahan ajar dan
penugasan dosen dikoordinasikan oleh UPT MKU.
Tempat dan fasilitas kuliah disediakan oleh Jurusan /
Program Studi.

199
3) Bimbingan karir kewirausahaan dilaksanakan di
Pusat Bimbingan Konseling dan Pengembangan
Karir (PBKPK – LPP).
4) Magang kewirausahaan dikelola oleh PPKwu –
LPPM dan Jurusan, dan tempat magang
kewirausahaan di Badan Usaha mitra kerja sama.
5) Bimbingan PKM Kewirausahaan dilaksanakan oleh
PPKwu – LPPM dan Bidang Kemahasiswaan,
bertempat di PPKwu – LPPM.
6) Inkubator WUB, Layanan Informasi/Konsultasi/Diklat
Kewirausahaan, dan Bantuan Penelitian
Kewirausahaan dikelola oleh PPKwu – LPPM.
7) Kuliah Kerja Pemberdayaan Masyarakat (KKPM)
dikelola oleh Pusat Pemberdayaan Mahasiswa dan
Masyarakat (PPMM) – LPPM. Tempat KKPM
dilaksanakan di kancah masyarakat antara lain di
Badan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
8) Program COOP dikelola oleh Bidang
Kemahasiswaan bertempat di Badan Usaha mitra
kerja sama.

200
The Power of Entrepreneurship

Penutup

Prakarya dan Kewirausahaan baik di sekolah


menengah dan perguruan tinggi merupakan bentuk
upaya penyiapan generasi muda yang diharapkan
mereka akan mampu mengembangkan potensi dirinya
untuk siap terjun di masyarakat sebagai sumber daya
manusia yang dapat menjadi bagian dari komponen
bangsa dalam pembangunan di daerah masing-masing
atau dimanapun mereka mengabdi sebagai bagian dari
masyarakat.

Berdasarkan pengembangan kegiatan atau


materi prakarya dan jiwa kewirausahaan ini, akan dapat
memberikan manfaat bagi peserta didik dan mahasiswa
yang bersangkutan dan juga bagi Sekolah atau
Perguruan Tinggi, antara lain terdiri dari: 1).
Keseimbangan kemampuan akademis, kemampuan
bersikap dan kemampuan berkarya dalam rangka
menuju pengembangan diri, baik sebagai Wira Usaha
Baru (WUB) yang profesional, mandiri, dan inovatif dan
Alumni yang Berwawasan keMandirian (ABM); 2)
Mendapatkan kesempatan memperpendek masa

201
tunggu lulusan dalam mendapatkan pekerjaan; 3).
Mewujudkan program entrepreneur education untuk
mencapai terbentuknya sumber daya manusia yang
terdidik, berkualitas dan mandiri, dan 4). Menyiapkan
peserta didik yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi
untuk berwira usaha atau mengembangkan diri dalam
upaya menerapkan ilmu yang diterima di sekolah dalam
masyarakat dimana mereka tinggal. [*]

202
The Power of Entrepreneurship

Daftar Pustaka

Silabus Prakarya dan Kewirausahaan SMA/SMK/MAK,


Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan , 2016

Ravik Karsidi, Pembantu Rektor 1 UNS, Makalah


Seminar Nasional Alumni Universitas Sebelas
Maret, IKA UNS “Peran Perguruan Tinggi
Dalam Membangu Jiwa Kewirausahaan (Kasus
Pembelajaran di UNS Solo), 2009.

203
Tentang Penulis

Eny Khusnul Hartati, adalah seorang


Guru Bahasa Inggris SMA Negeri 1
Kramat, Kabupten Tegal, Jawa
Tengah. Menjadi Guru sejak tahun
1994, dan sudah menulis beberapa
jurnal, artikel, diktat, modul dan buku
ber ISBN.

204
The Power of Entrepreneurship

MEWUJUDKAN KEWIRAUSAHAAN
DI PERGURUAN TINGGI DALAM
MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN
DAERAH

Oleh: Dian Cita Sari

Pendahuluan
Kewirausahaan adalah proses kemanusiaan
(human process) yang berkaitan dengan kreativitas dan
inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi
sumber-sumber, mengelola sehingga peluang itu
terwujud menjadi suatu usaha yang mampu
menghasilkan laba atau nilai untuk jangka waktu yang
lama. Definisi tersebut menitikberatkan kepada aspek
kreativitas dan inovasi, karena dengan sifat kreativitas
dan inovatip seseorang dapat menemukan peluang.
Wirausaha merupakan pelaku dari kewirausahaan, yaitu
orang yang memiliki kreativitas dan inovatif sehingga
mampu menggali dan menemukan peluang dan
mewujudkan menjadi usaha yang menghasilkan
nilai/laba.

205
Kegiatan menemukan sampai mewujudkan
peluang menjadi usaha yang menghasilkan disebut
proses kewirausahaan. Kegiatan wirausaha adalah
menciptakan barang jasa baru, proses produksi baru,
organisasi (manajemen) baru, bahan baku baru, pasar
baru. Hasil-hasil dari kegiatan-kegiatan wirausaha
tersebut menciptakan nilai atau kemampu labaan bagi
perusahaan. Kemampuan menciptakan nilai tersebut
karena seorang wirausaha memiliki sifat-sifat kretaif dan
inovatif.
Di Indonesia, di awal abad ke 20 ini,
kewiraswastaan/kewirausahaan baru diterima oleh
masyarakat sebagai salah satu alternatif dalam meniti
karier dan penghidupan. Seperti diketahui , umumnya
rakyat Indonesia mempunyai latar belakang pekerja
pertanian yang baik. Dengan hidup dalam penjajahan
selama 3,5 abad lamanya, nyaris tidak ada figur
panutan dalam dunia kewirausahaan. Yang ada hanya
pola pemikiran feodalisme, priyayiisme serta elitisme,
yang satu di antara sekian banyak ciri-cirinya adalah
mengagungkan status sosial sebagai pegawai, terutama

206
The Power of Entrepreneurship

pegawai negeri (kontras dengan status leluhur sebagai


petani)
Pada era Orde Baru, peran serta masyarakat
swasta dilibatkan secara serius. Pengusaha kecil dibina,
dengan harapan bisa berkembang menjadi tonggak
tumpuan ekonomi di masa depan. Pengusaha besar
diberi kemudahan, karena merekalah yang diharapkan
mendukung pemerintah. Sebagai negara berkembang,
bisa dimengerti kalau terjadi berbagai penyimpangan.
Dengan masyarakat yang berlatar belakang non-
entrepreneur serta cenderung feodalis, masyarakat
Indonesia tampak kurang siap di berbagai aspek.
Wirausaha/wiraswasta yang serba cepat menyebabkan
pengusaha Indonesia “kedodoran” pada segi-segi yang
amat penting, diantaranya faktor sikap mental (attitude),
motivasi, etos kerja serta kesadaran tentang
pengabdian bangsan dan negara.

Pola Dasar Wirausaha dan Perguruan Tinggi dalam


Pembangunan daerah
Sosok wirausahawan yang ideal , menuntut nilai-
nilai ke arah kualitas manusia yang semapan mungkin.

207
Kaitannya dengan perpolitikan, mungkin selaras dengan
dambaan hadirnya Manusia Indonesia Seutuhnya. Maka
dapat dikatakan bahwa ilmu kewirausahaan/
kewiraswastaan adalah ilmu tentang penghidupan. Ilmu
yang akan membuka pengertian tentang bagaimana
seharusnya meniti penghidupannya dan nilai-nilai apa
yang diperlukan untuk mencapai cita-cita hidup yang
hakiki.
Untuk membina manusia menjadi makluk yang
berguna, tidak cukup hanya memberikan kecerdasan,
ketrampilan atau kepiawaian teknis saja. Prioritas
mendasar adalah dengan membangun sikap mental
yang baik terlebih dahulu. Sebab, seperti pepatah
mengatakan, ilmu tanpa sikap mental menghasilkan
kezaliman, sedangkan sikap mental tanpa ilmu adalah
kelemahan. Dua aspek ini harus hadir salling isi
mengisi, karena jika terjadi absen pada salah satunya,
maka akan berdampak buruk.
Struktur prioritas kewiraswastaan terdiri dari 4
(empat) lapisan. Lapisan terdalam merupakan inti
(core), sedangkan 3 lapisan berikutnya merupakan
pendukung yang ideal untuk mencapai kesempurnaan

208
The Power of Entrepreneurship

prestasi. Struktur ini berlaku universal, tidak hanya bagi


mereka yang berkarir dijalur wiraswasta. Para pejabat,
karyawan, buruh, kaum-kaum profesional, dan siapapun
seyogyanya memiliki pola dasar ini.
Struktur nilai kewiraswastaan dimaksud terdiri
dari elemen-elemen:
1. Sikap Mental (attitude)
2. Kepemimpinan atau kepeloporan (leadership)
3. Ketatalaksanaan (management)
4. Keterampilan (skill)
Ketrampilan

Tata Laksana

Sikap Mental

Kepemimpinan

Sikap mental
Sikap mental merupakan elemen paling dasar
yang perlu dijamin untuk selalu dalam keadaan baik.

209
Unsur ini yang menentukan apakah seseorang menjadi
sosok yang tinggi budi ataukah seblikinya menjadi orang
yang jahat dan culas. Itu sebabnya pembinaan sikap
mental menjadi unsur terpenting dalam dunia
kewirawastaan. Selain menghadirkan sifat-sifat baik
alamiah seperti kejujuran dan ketulusan, sikap mental
mencakup juga segi-segi positif dalam hal motivasi dan
proaktivitas.
Orang yang bersikap mental baik akan selalu
bekerja rajin tanpa harus diperintah, dan konsisten
tanpa harus diawasi. Mereka juga selalu berinisiatif
melakukan hal-hal positif dan selalu mempunyai
motivasi kuat serta semangat yang mengebu-gebu
dalam mencapai cita-cita. Sikap mental juga amat
menentukan keberhasilan seseorang.
University of Harvard, sebuah intitusi di Amerika
menyatakan bahwa keberhasilan orang-orang sukses di
dunia ini, ternyata lebih banyak ditentukan oleh sikap
mentalnya dibandingkan dengan peranan kemampuan
teknis yang dimiliki. Dengan angka perbandingan
adalah 85% sikap mental, 15 % kemampuan teknis.

210
The Power of Entrepreneurship

Akan tetapi ironisnya, komposisi materi


pendidikan yang diterapkan disekolah-sekolah
menunjukan perbandingan yang sebaliknya yaitu 90 %
pelajaran teknis dan 10% sikap mental. Sehingga
pantaslah kalau banyak didapati manusia yang berpikir
negatif dibanding orang yang berpikir positif, antusias
dan percaya diri.

Kepemimpinan
Kepemimpinan yang dimaksud disini adalah
kepemimpinan sebagai nilai atau kualitas, bukan
pengetahuan tentang manajemen sumber daya
manusia. Mungkin akn lebih tepat kalau disebut sebagai
“kepeloporan” sedangkan pemimpin adalah orang yang
menunjukan arah. Seseorang yang memiliki jiwa
kepemimpinan akan selalu tahu arah yang harus dimbil.
Keputusan-keputusanya mantap dan didasari oleh
keyakinan diri disertai data-data dan informasi yang
akurat.
Dalam dunia usaha, jiwa kepemimpinan dan
kepeloporan ini mutlak diperlukan karena secara sadar
atau tidak seseorang yang berwiraswasta telah

211
menempatkan dirinya pada posisi pemimpin.
Kedudukan tersebut mengharuskannya untuk selalu
mampu mengambil keputusan yang menurut
perhitungannya paling baik dan bijaksana. Tidak boleh
ada keraguan atau kebimbangan karena jika itu terjadi
maka keputusan yang diambil akan terlambat dan tidak
efektif lagi. Dilain pihak, pengusaha yang tidak memiliki
jiwa kepemimpinan akan condong mengikuti pendapat
dari figur yang dominan terhadap dirinya, sehingga
pengusaha tersebut biasanya sulit membawa
perusahaannya kearah kemajuan yang berarti.
Pengusaha yang berpeluang maju secara mantap
adalah pengusaha yang memiliki jiwa kepemimpinan
secara menonjol. Ciri-cirinya biasanya keputusan dan
sepak terjangnya sering dianggap tidak lazim/tampil
beda.

Tata Laksana
Tata laksana merupakan terjemahan dari kata
management, artinya pengelolaan. Manajemen bukan
semata-mata konsumsi para manager di perusahaan-
perusahaan tetapi diperlukan semua orang. Tata

212
The Power of Entrepreneurship

laksana merupakan metode atau serangkaian cara dan


prosedur yang berguna untuk menghasilkan efektivitas
dan efisiensi setiap pekerjaan agar mendapat hasil yang
baik dalam mutu serta tepat waktu dalam
penyerahannya. Berbeda dengan sikap mental dan
kepemimpinan yang termasuk dalam klasifikasi nilai
atau kualitas, maka manajemen merupakan
pengetahuan bersifat praktis. Kalau sikap mental berada
di dalam (jiwa), manajemen terdapat di luar, mirip
keterampilan teknis atau keprigelan
Manajemen kegunaannya juga sangat universal,
dan semua orang atau organisasi memerlukan
manajemen. Bila manajemen terabaikan, maka sebuah
organisasi akan menjadi kacau dan morat-marit.
Perusahaan tanpa manajemen yang baik, bias
dipastikan akan mengalami hambatan besar dalam
perkembangannya. Oleh sebab itu, setiap orang yang
ingin memulai usaha harus mewaspadai aspek tata
laksana sedini mungkin. Mulailah kegiatan manajemen
seketika pada saat perusahaan baru saja dimulai,
sekecil apapun ukurannya.

213
Keterampilan
Lapisan terluar dari struktur prioritas adalah
keterampilan. Keterampilan teknis yang meliputi
keterampilan perorangan yang melibatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk memproduksi
sesuatu, baik secara fisik dan non fisik termasuk
keterampilan manajerial dan keterampilan pemasaran
jelas merupakan faktor yang amat penting, karena
disinilah nantinya kualitas produk ditentukan tinggi
rendahnya.
Banyak pihak berpendapat bahwa dengan
berbekal penguasaan keterampilan, seseorang pasti
bisa menjdi enterpreuneur (wiraswastawan) yang
berhasil. Namun demikian, kalau kita mau meneliti lebih
jauh ternyata keberhasilan-keberhasilan itu sebenarnya
bukan disebabkan oleh keterampilan semata melainkan
lebih oleh jiwa kepemimpinan yang dimiliki si
pengusaha. Keterampilan hanyalan sarana, sehingga
tidak cukup untuk mengantar orang ke jenjang
kehidupan yang sukses, terutama kehidupan dalam
dunia usaha.

214
The Power of Entrepreneurship

Ada tiga hal yang memungkinkan seseorang baik


terampil maupun tidak, untuk bisa tampil sebagai tokoh
yang sukses atau orang berkecukupan, yaitu, pertama,
Memanfaatkan Leadership yang berasal dari diri sendiri;
kedua, Memanfaatkan Leadership orang lain, dan
ketiga, Faktor keberuntungan (luck and hoki).

Semua disiplin ilmu tidak memperhitungkan


adanya faktor keberuntungan, demikian juga dengan
ilmu kewiraswastaan. Rata-rata orang besar dan tokoh
wiraswastaan sejati mengandalkan sepenuhnya pada
jiwa kepeloporan yang dimiliki oleh diri sendiri sehingga
mencapai tingkat kemapanan.

Naluri Kewirausahaan
Setiap kegiatan yang mempunyai bobot
persaingan, memerlukan ketajaman naluri. Demikian
juga dengan wiraswastawan bersaing bukan hanya
dengan perusahaan pesaing, tetapi juga dengan
keadaan dan situasi-situasi tertentu seperti moneter,
ekonomi, politik perubahan kebijakan pemerintah, dan
lain-lain.

215
Inti Wiraswasta
Fungsi manusia akan tumbuh sempurna bila
pembinaan dilaksanakan menuruti 4 tahap prioritas
yaitu sikap mental, kepemimpinan, tata laksana serta
keterampilan. Sebaliknya, ketidaksempurnaan dan
kerusakan atau kehilangan dari salah satu unsure
tersebut, akan mengakibatkan hal-hal negative pada
manusia yang bersangkutan, bahkan bias fatal. Empat
lapis prioritas diatas sebenarnya dapat disederhanakan
menjadi hanya 2 (dua) kelompok, karena pada
dasaranya dua yang pertama dan dua yang terakhir
berasal dari rumpun yang sama.
Pengelompokan itu terdiri dari:
1. Kelompok Sikap Mental yang mencakup lapisan
sikap mental itu sendiri dan unsure kepemimpinan
atau Leadership dan
2. Kelompok Ilmu Pengetahuan, yang terdiri dari
lapisan manajemen dan keterampilan.
David Chia, seorang pakar kehidupan dari
Dynamic Life, Singapura, menjelaskan bahwa untuk
bias mencapai sukses yang benar-benar sempurna,

216
The Power of Entrepreneurship

diperlukan keseimbangan dalam sedikitnya 6 unsur


dalam kehidupan ini.

Karier (Pusat Penghasilan)

Sosial (Pusat Biaya)


Mental (Pusat Biaya)

Spiritual (Pusat Biaya) Fisik (Pusat Biaya)

Keluarga (Pusat Biaya)

Ke-6 unsur tersebut meliputi sisi-sisi : karier, fisik,


mental, keluarga, social serta spiritual yang
digambarkan dalam bentuk sebuah lingkaran yang
dinamakan “Roda Penghidupan” atau “ Wheell Of Life”.
Di dalam lingkaran itu terdapat 6 buah jari-jari yang
menunjukan tingkat kesempurnaan dari masing-masing
aspek kehidupan. Hakikat dari roda penghidupan adalah
diperlukannya pembinaan yang seimbang dan
proporsional atas ke-6 sisi penghidupan, sehingga
keenam-enamnya akan berperan sebagai satu kesatuan
saka guru yang bersama-sama menunjang kokohnya
kebahagiaan hidup seseorang.

217
Antara masing-masing aspek kehidupan terdapat
interaksi yang saling pengaruh mempengaruhi satu
sama lain, dengan demikian untuk dapat membina
semua aspek kehidupan dengan baik yang berlangsung
selaras dan harmonis dengan hukum alam, diperlukan
niat, perilaku dan tanggung jawab yang baik yaitu sikap
mental dan attitude. Dalam jari-jari wheel of life terdapat
hal-hal yang bersifat khusus dan khas, yang berkaitan
dengan mutu tingkat pembinaan yang diperlukan.
Misalnya :

• Untuk menjaga kesehatan badan, kita perlu menjaga


pola makan, keteraturan hidup serta berolahraga,
memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi, pola
hidup sehat serta pengetahuan kesehatan jasmani.
• Untuk membina mental termasuk intelegensia dan
intelektualitas, kita perlu belajar tentang mentalitas
serta ilmu-ilmu lain yang terkait
• Untuk membina hubungan social yang baik maka
perlu mempelajari cara-cara berkomunikasi yang
benar, etika, adapt istidat, respek, dan lain-lain.

218
The Power of Entrepreneurship

• Untuk membina aspek spiritual kita perlu tahu dan


mendalami ilmu-ilmu agama, kepercayaan maupun
kebatinan serta hakikat hidup.
• Untuk membina kelurga diperlukan pengethauan
tentang seluk beluk keluarga seperti merawat anak,
psikologi keluarga, kesehatan keluarga, etika suami
istri dan lain sebagainya.

Karier adalah aspek yang paling gamblang. Jelas


diperlukan tindakan nyata bahwa untuk bias meniti
karier sampai puncak perlu didukung ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan profesi masing-masing.
Untuk dapat membina semua aspek kehidupan kita
sebagai manusia, diperlukan ilmu pengetahuan yang
sesuai dengan masing-masing aspek terkait, yaitu :
pertama, Sikap mental dengan elemen-elemen attitude
dan leadership, dan kedua, Ilmu pengetahuan dengan
komponen tata laksana dan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian terdapat kesesuaian antara
pola prioritas ilmu kewiraswastaan dengan pengertian
pandangan hidup seorang wiraswastawan sejati melalui

219
pola 6 aspek penghidupan sebagaimana yang
dijelaskan oleh David Chia.

Peranan Wirausaha dan perguruan tinggi dalam


pembangunan Daerah
a. Meningkatkan standar / kualitas hidup manusia.
b. Sebagai motor penggerak dalam pembangunan
nasional.
c. Menciptakan lapangan kerja baru yang dapat
mengatasi pengangguran.

Sementara, karakteristik Wirausaha dalam


mendukung proses percepatan pembangunan daerah
adalah;
a. Pekerja keras.
b. Disiplin.
c. Mandiri
d. Realitas
e. Prestatif (selalu ingin maju)
f. Komitmen tinggi
g. Tajam naluri bisnisnya.
h. Cepat melihat peluang usaha
i. Kretaif

220
The Power of Entrepreneurship

j. Ulet dan siap pada tantangan


k. Ingin mencapai sesuatu.

Karakteristik yang khas dari wirausaha thetos


enterprenerial adalah:
a. Kejelian melihat peluang untuk memperoleh
keuntungan.
b. Selalu mencari perubahan
c. Kemampuan untuk mendefinisikan resiko
d. Kemampuan untuk mengalihkan sunber dari kegiatan
prodiktifitas.
Kegiatan menemukan sampai mewujudkan
peluang menjadi usaha yang menghasilkan disebut
proses kewirausahaan. Dalam kegiatan mewujudkan
peluang tersebut seorang wirausaha diharuskan
mempunyai:
a. Memiliki komitmen dan determinasi serta
ketekunan.
b. Mengarah kepada pencapaian dan pertumbuhan.
c. Berorientasi kepada sasaran dan peluang.
d. Mengambil inisiatif dan pertanggung jawaban
personal.

221
e. Tidak kenal menyerah dalam memecahkan
masalah.
f. Realistis dan memiliki gaya humor.
g. Memanfaatkan dan selalu mencari umpan balik.
h. Dapat mengendalikan permasalahan-
permasalahan di dalam perusahaan.
i. Mampu mengelola dan menghitung resiko.
j. Tidak berorientasi kepada status.
k. Memilki integritas dan dapat dipercaya

Pentingnya Wirausaha Dalam Pembangunan


Daerah.
Wirausaha adalah seorang yang mandiri, yaitu
orang yang memilki perusahaan sebagai sumber
penghasilannya. Dengan perkataan lain ia tidak
menggantungkan diri untuk penghasilannya kepada
orang lain.
Untuk mendirikan perusahaannya ia menghimpun
sumber atau faktor produksi dan menyusun organisasi
perusahaan. Karena tindakan-tindakan itu mempunyai
dampak pertama kepada dirinya sendiri, yaitu
menciptakan lapangan kerja bagi diri dan penghasilan,

222
The Power of Entrepreneurship

kepada masyarakat dan pemerintah, yaitu menciptakan


lapangan kerja bagi tenaga kerja yang lain serta
penghasilan, mengerjakan sumber-sumber bahan baku
yang belum digunakan sehingga menjadi bermanfaat
bagi masyarakat.
Hal lain adalah ia telah menciptakaan teknologi
sehingga menambah akumulasi untuk untuk
teknologiyang sudah ada dalam masyarakat,
mendorong investasi di bidang-bidang lain, memperluas
dasar oajak bagi pemerintah dan meningkatkan citra
bagi suatu bangsa, sehingga secara keseluruhan
mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.

Kreativitas, Inovasi dan Kewirausahaan.

Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat


kombinasi-kombinasi baru atau hubungan-hubungan
baru antar unsur, data, variabel yang sudah ada
sebelumnya Kemampuan untuk memecahkan suatu
masalah dan memanfaatkan suatu peluang didasari
oleh sifat kreativitas dari para pengelolanya, yaitu
kemampuan untuk menciptakan gagasan baru dan

223
menemukan cara baru dalam menyikapi masalah dan
memanfaatkan peluang. Sedangkan inovasi adalah
kemampuan untuk menerapkan gagasan-gagasan baru
atau pemecahan kreatif terhadapberbagai masalah dan
dalam memanfaatkan peluang. Pengertian kreativitas
dan inovasi secara singkat sering dianalaogkan:
creativity – thinking new things, innovations = doing new
things.
Kreativitas tidak selalu dihasilkan dari sesuatu
yang tidak ada sering sekali merupakan perbaikan dari
sesuatu yang telah ada. Sering juga gagasan baru
timbul secara kebetulan yang penting untuk dipahami
mengapa kreativitas dan inovasi tersebut merupakan
cirri-ciri yang melekat kepada wirausaha. Seperti kita
ketahui wirausaha merupakan sumber pemikiran kreatif
dan inovasi. Bagaimana alam pikiran seseorang
wirausaha sehingga menjadi sumber kreativitas dan
inovasi?
1. Seorang wirausaha selalu mengimpikan gagasan
baru.
2. Selalu mencari peluang baru atau mencari cara baru
menciptakan peluang baru.

224
The Power of Entrepreneurship

3. Selalu berorientasi kepada tindakan.


4. Seorang pemimpi besar, meskipun mimpinya tidak
selalu cepat direalisasikan.
5. Tidak malu untuk memulai sesuatu, walau dari skala
kecil.
6. Tidak pernah memikirkan untuk menyerah, selalu
mencoba lagi.
7. Tidak pernah takut gagal.

Ditinjau dari aspek kreativitas dan inovatif


seorang wirausaha sering diidentifikasikan sebagai
orang yang secara sistematis menerapkan kreativitas /
gagasan baru. Ada yang berpendapat bahwa sifat
kreativitas adalah sifat “bawaan” sehingga tidak dapat
diajarkan kepada orang lain yang tidak mempunyai sifat
bawaan tersebut. Akan tetapi, kebanyakan para ahli
berpendapat bahwa pada dasarnya setiap orang adalah
kreatif artinya setiap orang dilahirkan membawa potensi
sifat-sifat kreativitas, akan tetapi orang menjadi tidak
kreatif karena factor lingkungan dan kesalahan-
kesalahan cara berpikir.

225
Kesalahan cara berpikir yang merupakan
belenggu mental untuk berpikir secara kreatif, antara
lain:
a. Selalu mempunyai jawaban yang benar, sehingga
tidak pernah menganggap bahwa ada kemungkinan
beberapa jawaban yang benar.
b. Memfokuskan berpikir secara logis, tetapi jika terlalu
memfokuskan kepada berpikir logis akan
menghambat berpikir kreatif.
c. Mentaati peraturan secara menyeluruh, sehingga
mematikan prakarsa-prakarsa.
d. Spesialisasi berlebihan, sehingga tidak mengetahui
aspek lasin/bidang lain selain yang ditekuni.
e. Takut dikatakan tidak kreatif atau bodoh, sehingga
tidak berani mengemukakan pendapat.
f. Takut berbuat salah dan gagal.
g. Rasa rendah diri.

Proses Mempersiapkan Kreativitas

Masih banyak metode untuk mengembangkan


kreativitas, akan tetapi ada satu hal yang dipahami

226
The Power of Entrepreneurship

bahwa gagasan baru biasanya tidak timbul begitu saja


memerlukan suatu proses atau akibat sutu proses
kreatif, sehingga perlu dipahami bagaimana proses
suatu kreativitas dapat terjadi. Akan tetapi yang sering
dianjurkan melalui proses adalah:
a. Persiapan.
b. Penelitian / Investigasi
c. Transpormasi
d. Inkubasi
e. Iluminasi
f. Verifikasi
g. Implementasi

Faktor-Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Usaha


1. Keberhasilan Usaha
Keberhasilan usaha yang dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu; Percaya dan yakin bahwa usaha
dapat dilaksanakan, Menerima gagasan baru di dalam
dunia usaha, Instropeksi diri, Mendengarkan saran-
saran orang lain dan bersemangat dan bergaul.

227
No Karakteristik Ciri Wirausahawan Sukses
Profil yang Menonjol
1 Percaya diri Mengendalikan tingkat
percaya dirinya tinggi dalam
mencapai sukses
2 Pemecahan Cepat mengenali dan
masalah memecahkan masalah yang
dapat menghalangi
kemampuan tujuannya
3 Berprestasi Bekerja keras dan bekerja
tinggi sama dengan para ahli untuk
meperoleh prestasi
4 Pengambilan Tidak takut mengambil resiko,
resiko tetapi akan menghindari resiko
tinggi jika dimungkinkan
5 Ikatan emosi Tidak akan memperbolehkan
hubungan emosional yang
menggangu suksesnya usaha
6 Pencari status Tidak akan memperbolehkan
hubungan emosional yang
mengganggu misi suksesnya

228
The Power of Entrepreneurship

usahanya
7 Tingkat energi Berdedikasi tinggi dan bekerja
tinggi tanpa berhitung waktu untuk
membangun usahanya

2. Kegagalan Usaha
No Karakteristik Ciri Kegagalan
Kegagalan Kewirausahaan
1 Dedikasi Meremehkan waktu dan
dedikasi dalam memulai usaha
2 Pengendalian Gagal mengendalikan aspek
usaha atau utama usaha atau bisnis
bisnis

3 Pengamatan Pemahaman umum terhadap


manajemen disiplin manajemen rata-rata
kurang
4 Pengelolaan Menimbulkan masalah arus
piutang kas buruk mereka dengan
kurangnya perhatian akan
piutang

229
5 Memperluas Memulai perluasan usaha
usaha yang belum siap
berlebihan
6 Perencanaan Meremehkan kebutuhan usaha
keuangan
7 Lokasi usaha Lokasi yang buruk

8 Pembelanjaan Menimbulkan pengeluaran


besar awal yang tinggi

Pemanfaatan Peluang Secara Kreatif dan Inovatif


Terdapat beberapa peluang usaha yang bisa
dimanfaatkan secara kreatif dan mampu menghasilkan
nilai tambah, antara lain sebagai berikut, pertama,
memanfaatkan barang bekas; kedua, Memanfaatkan
barang yang tersedia atau disediakan oleh alam; dan
ketiga, memanfaatkan kejadian atau peristiwa yang ada
disekitar. Dalam proses penerapan kemampuan dan
kemauan berinovasi, menurut Kuratko (1995) ada
empat jenis inovasi yang bisa dikembangkan, yaitu;
Invensi (penemuan); Ekstensi (pengembangan);
Duplikasi (penggandaan), dan Sintetis

230
The Power of Entrepreneurship

Pengembangan Ide Kreatif dan Inovatif


Kreatif merupakan cara berpikir yang
mwnghasilkan metode baru, konsep baru, pengertian
baru, perencanaan baru dan seni baru. Ciri orang kreatif
diantaranya:
1. Fleksibel dan tidak kaku
2. Tidak konvensional
3. Eksentrik
4. Bersemangat
5. Bebas dari aturan tertentu
6. Berpusat pada diri sendiri
7. Bekerja keras
8. Berdedikasi tinggi
9. Intelegen

231
Daftar Bacaan

Becker G.S. 1993. Human Capital, A theoritical and


Empirical Analysis with Speccial reference to
Education. Chicago, University of Chicago P
ress
Cohn. Elchanan, 1979. The Economics Of Education,
Ballinger Publishing
Engkoswara. 2002. Lembaga Pendidikan sebagai Pusat
Pembudayaan. Bandung, Yayasan Amal
Keluarga
Dodi Nandika. 2005. Kebijakan Pembangunan
Pendidikan 2005-2009. Bandung UPI.
Fattah, Nanang. 2000. Ekonomi dan Pembiayaan
Pendidikan.Rosda. Bandung
Jac Fitz-enz, 2000.The ROI of Human Capital,
Measuring the Economic Value of Employee
Performance, New York, Amacom
Joseph Stiglitz, 2004. Economy Growth and Education
Policy, Jakarta. Kompas 15-12-2004

232
The Power of Entrepreneurship

Tentang Penulis

Dian Cita Sari. bertugas di


Fakultas Kedokteran dan ilmu
kesehatan Universitas Abdurrab,
Riau. Sebagai Dosen yang
masih lajang, Ia berhasil pada
pendidikan doktoral Pendidikan
Islam UIN Suska Riau dan
Doktoral Manajemen Pendidikan UIN Sultan Thaha
Jambi. Telah Mengikuti short-course luar negeri seperti:
Mesir, Madinah, Malaysia, Thailand, dan Turki. Selama
2015-2019, sebanyak 43 penelitiannya telah publikasi.

233

Anda mungkin juga menyukai