Pengadaannya (Releigh Barlow) - SDA yang tak dapat dipulihkan (Non Renewable) - SDA yang dapat dipulihkan (Renewable) - SDA yang punya sifat gabungan Sifatnya (Ciriacy Wantrup) - SDA yang tak berkurang jumlahnya - SDA yang dalam perkembangan waktu dapat berkurang jumlahnya PemuncuLannya (JE. Stiglitz) - SDA Primer (Tumbuhan) - SDA Sekunder (Satwa) Pihak Pengelolaannya (Kerry Smith) - SDA yang dikelola Pemerintah (Public Goods) - SDA yang dikelola Swasta/Perorangan (Private Goods) Kepemilikannya (Charles. W. Howe) - SDA milik umum (Common Property Right) - SDA milik perorangan (Private Property Right) Indonesia salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam hayati dan non hayati terbesar di dunia. Undang-Undang Dasar 1945 RI mengamanatkan bahwa bumi, air dan sumberdaya alam yang terkandung digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Sejak Indonesia merdeka, bahkan jauh sebelumnya,
karunia sumberdaya alam tersebut telah dieksploitasi, namun kemakmuran masyarakat dan bangsa Indonesia masih jauh dari yang diharapkan.
Kondisi ini telah menimbulkan suatu paradoks, yaitu
kemiskinan yang begitu parah di tengah kelimpahan sumberdaya alam. Paradoks tersebut mengindikasikan adanya kesalahan dalam pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Masalah pemanfaatan dan pengelolaan SDA sudah sejak lama disadari oleh pemikir pemikir terdahulu :
Malthus (1798) : pandangannya mengenai
kelangkaan dan keterbatasan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat.
Adam Smith (1776) : rente (=sewa) lahan
adalah salah satu penentu harga produk lahan.
Ricardo (1817) : rente lahan, yang pada saat
itu merupakan sumberdaya alam yang utama, merupakan nilai tersendiri. Mill (1848) : kemajuan peradaban (progress of civilization) akan dapat mengurangi keterbatasan SDA alam dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Masalah keterbatasan pertumbuhan populasi SDA pulih (renewables)
kembali mengemuka sesudah Verhulz (1878) memperkenalkan persamaan logistik species tunggal. Persamaan logistik tersebut kemudian menjadi salah satu dasar pengembangan ekonomi sumberdaya alam pulih biologis.
Tantangan baru kemudian muncul dengan timbul dan meningkatnya
penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam tidak pulih (non- renewables).
Gray (1914) dan Hotelling (1931) mulai membahas keuntungan
perusahaan dan manfaat sosial dari ekstraksi sumberdaya alam tidak pulih secara intertemporal.
Pemikiran pemikiran tersebut selanjutnya terus berkembang menjadi
satu cabang ilmu yang disebut ilmu ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan yang membahas dan mendalami semua aspek ekonomi penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam pulih dan tidak pulih serta akibat eksternalitas dari kegiatannya.