adalah
sesuatu
yang
memiliki
nilai
guna.
Cutter, dkk, 2004) menyatakan bahwa sumberdaya alam adalah semua yang
berasal dari bumi, biosfer, dan atmosfer, yang keberadaannya tergantung pada
aktivitas manusia. Semua bagian lingkungan alam kita (biji-bijian, pepohonan,
tanah, air, udara, matahari, sungai) adalah sumberdaya alam. Bagaimana
keberadaan sumberdaya alam tersebut sangat tergantung pada pilihan-pilihan
bentuk pengelolaan yang dilakukan oleh umat manusia. Biji, benih, pohon, air,
udara, matahari, sungai, dikatakan sumberdaya ketika kita mengetahui nilai
gunanya. They are the neutral stuff that makes up the world, but they become
resources when we find utility in them (Hunker, 1964).
Nilai guna atau manfaat suatu sumberdaya tergantung pada berbagai
konteks ekonomi, politik, dan budaya. Mari kita pahami bagaimana sumberdaya
ada/muncul, digunakan/dimanfaatkan, bahkan diperebutkan pada akhirnya. Cara
manusia memanfaatkan sumberdaya alam terus berkembang dari waktu ke waktu.
Diawali dengan cara berburu dan meramu sampai dengan pemanfaatan berbagai
teknologi terkini yang terus berkembang. Dari sekedar mencukupi kebutuhan
dasar pada periode waktu tertentu sampai dengan pemenuhan kebutuhan
melampaui kebutuhan dasar manusia, berikut penumpukan sumberdaya alam
untuk waktu yang tak terbatas. Lalu bagaimanakah manusia memandang alam
sebagai sumberdaya yang penting bagi kehidupannya?
Cara pandang manusia terhadap sumberdaya alam sangat mempengaruhi
kesadaran lingkungan dan cara kelola umberdaya alam yang dilakukannya.
Kesadaran lingkungan merupakan suatu proses mental yang membentuk
pengertian tertentu atas sumberdaya alam dan lingkungan sekitar kita. Setidaknya
1
ada lima faktor yang mempengaruhi penggunaan sumberdaya alam oleh manusia.
Kelima faktor tersebut adalah kondisi atau latar belakang budaya, cara pandang
terhadap sumberdaya alam, kondisi sosial, kelangkaan, serta faktor ekonomi dan
teknologi.
a. Latar belakang budaya
Dunia ini terdiri dari berbagai budaya, dan masing-masing memiliki sistem
nilai yang berbeda. Demikian pula pada budaya yang berbeda terdapat cara
menilai sumberdaya alam yangg berbeda pula. Kebiasaan dan tradisi pemanfaatan
sumberdaya alam oleh suatu masyarakat dengan budaya tertentu berbeda denan
kebiasaan dan tradisi masyarakat lainnya. Masing-masing memiliki pilihannya.
b. Cara pandang terhadap sumberdaya alam
Perbedaan paradigma atau ideologi dalam memandang sumberdaya alam
melahirkan perbedaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, pemikiranpemikiran tentang masa depan sumberdaya alam, dan pemanfaatan sumberdaya
alam oleh generasi yang akan datang. Setidaknya ada dua teori sosial tentang alam
(nature) atau lingkungan (environment) yaitu pendekatan naturalis (naturalist) dan
konstruksi sosial (social construstionist). Pendekatan pertama teori sosial naturalis
secara umum mengambil pandangan bahwa alam dan lingkungan merupakan
dunia eksternal dari masyarakat dan keberadaannya sebagai suatu tatanan yang
independen di luar masyarakat. Sementara itu pendekatan kedua, teori konstruksi
sosial melihat lingkungan dan alam sebagai konstruksi dari masyarakat dan oleh
karena itu analisis difokuskan pada hubungan internal dalam masyarakat (Barry,
1999, dalam Awang, 2005). Masing-masing teori melahirkan cara pandang yang
berbeda dan pada akhirnya mempengaruhi pola pemanfaatan sumberdaya alam
yang dilakukan.
c. Kondisi sosial
Kondisi sosial mempengaruhi nilai dan pemanfaatan sumberdaya alam. Sistem
sosial (struktur sosial dan proses sosial di dalamnya) senantiasa berubah seiring
perjalanan waktu. Umur manusia bertambah, komposisi penduduk berubah,
kesejahteraan masyarakat terus berkembang, semua itu berkontribusi pada
kemampuan
dalam
mengeksploitasi
sumberdaya
alam.
Teknologi
Pada tahun 252 S.M. Raja Asoka dari India secara resmi mengumumkan
perlindungan satwa, ikan dan hutan. Peristiwa ini mungkin merupakan contoh
terawal yang tercatat dari apa yang sekarang disebut kawasan yang dilindungi.
Akan tetapi penetapan tempat suci sebagai daerah perlindungan keagamaan atau
taman baru yang eksklusif, belum lama berlangsung. Tradisi semacam ini sampai
sekarang masih berlangsung terus pada berbagai kebudayaan. Pada tahun 1084
Masehi misalnya, Raja William I dari Inggris memerintahkan penyiapan The
Domesday Book yaitu suatu inventarisasi tanah, hutan daerah penangkapan ikan,
areal pertanian, taman buru dan sumberdaya produktif milik kerajaan yang
digunakan sebagai dasar untuk membuat perencanaan rasional bagi pengelolaan
dan pembangunan negaranya.
Di Indonesia, pada jaman kolonial Belanda, onservasi sumberdaya alam
biasanya berhubungan dengan hal-hal mistis, misalnya larangan mengambil jenis
pohon tertentu atau batu tertentu, larangan memasuki kawasan tertentu seperti
gunung, rawa dan hutan tutupan. Selain itu terdapat prasasti yang menyebutkan
adanya pengaturan pengambilan hasil alam berupa kayu dan lain-lain, sehingga
alam tetap terkondisi dengan baik.
Sejarah mencatat, pada tahun 1714, Chastelein mewariskan dua bidang
tanah persil seluas 6 Ha di Depok kepada para pengikutnya guna sebagai cagar
alam, dimana tanah tersebut diharapkan tidak digunakan sebagai lahan pertanian
sebab keaslian dan kealamiannya tidak dapat digantikan dengan areal manapun.
Pada tahun 1889, didasarkan atas usulan direktur kebun raya (saat itu) Bogor,
kawasan hutan alam cibodas seluas 280 ha yang ditetapkan untuk penelitian flora
hutan pegunungan. Pada tahun 1912 didirikan perhimpunan perlindungan alam
hindia belanda oleh Dr. S.H. Koorders dkk, dimana melindungi beberapa kawasan
lindung di jawa, ambon, bengkulu, dan aceh. Pada tahun 1925 didirikan komisi
perlindungan alam internasional, dimana dalam komisi tersebut didesak untuk
membentuk cagar alam lebih besar dan luas lagi. Hingga pada saat itu kawasankawasan perlindungan margasatwa yang cukup besar belum ditunjuk terutama di
Sumatra dan Kalimantan. Pada tahun 1931, peraturan perlindungan binatangbinatang liar diundangkan dan berlaku di seluruh Indonesia. Sebagai tindak lanjut
Bab II
Perkembangan Pemikiran Konservasi Sumberdaya Hutan
yang
10
dapat
Water conservation
Soil conservation
11
Nature reserves
Wildlife sanctuary
National park
12
refleksi kritis tentang situasi khusus yang kita hadapi dengan segala keunikan dan
kompleksitasnya, refleksi kritis tentang berbagai paham yang dianut oleh manusia
atau kelompok masyarakat tentang apa saja (tuhan, alam, sistem sosial, sistem
politik, dan lain sebagainya). Ada tiga teori dalam memahami konsep etika yaitu
Etika deontologi, Etika teleontologi, dan Etika keutamaan.
a. Etika Deontologi
Teori ini berasal dari kata Deon (Bahasa Yunani ) yang artinya kewajiban
dan Logos yang berarti ilmu. Deontologi artinya ilmu yang membahas tentang
bagaimana kita melaksanakan kewajiban kewajiban yang harus dilaksanakan
dalam kehidupan ini. Kita wajib berbuat adil , tolong menolong sesama, jangan
mencurangi sesama. Etika deontologi tidak memikirkan akibat dari suatu tindakan
karena yang lebih penting adalah melaksanakan kewajiban. Menurut teori Kant
ada 3 (tiga) prinsip dalam melaksanakan tindakan ini ,yaitu universalitas, sikap
hormat kepada orang lain, serta tindakannya otonomi.
b. Etika Teleontologi
Teori ini berasal dari kata Telos (Bahasa Yunani) yang berarti tujuan dan
Logos yang berarti ilmu atau teori. Etika teleontologi ini
13
enyatakan bahwa
atau
atau ekosentrisme.
14
b. Tahap II
Pada tahap ini, manusia mulai disadarkan untuk memkberlakuan etika
kepada semua manusia yang ditandai dengan adanya deklarasi universal hak asasi
manusia (HAM). Tahap 1 dan 2 disebut sebagai antroposentrisme, spesiesisme,
mengunggulkan manusia saja. Anthroposentrisme adalah teori etika lingkungan
yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan
kepentingannya yang paling menentukan dalam tatanan dan dalam kebijakan yang
diambil. Pandangan ini menghadirkan argumen :
-
Manusia
lingkungan
Didalam rantai makanan manusia berada pada puncak yang paling tinggi .
Didalam ekologi dikenal adanya konsumer primer ,sekunder dan
Prudential arguments :
sendiri.
Theological arguments: manusia di dalam ajaran agama memang
diperintah untuk memanfaatkan alam tetap sebatas tidak merusak alam itu.
Conservation arguments: manusia mempunyai tanggung jawab dan
kewajiban moral untuk melayani, menjaga, dan melindungi semua makluk
yang ada dalam kekuasaaannya
15
serta
Ekosentrisme.
Biosentrisme
merupakan
teori
yang
Arnes
Naess
(1973)
seorang
ahli
filsuf
Norwegia
16
dan
keanekaan
bentuk
bentuk
kehidupan
mempunyai
secara
langsung
17
untuk
ikut
ambil
bagian
dalam
Bab III
Kepemilikan Sumberdaya Alam
Pada Desember 1968, sebuah artikel berjudul The Tragedy of Commons
yang ditulis olleh Garret Hardin memberikan pemikiran baru dalam konsep
pengelolaan sumberdaya alam. Artikel tersebut disampaikan dalam materi ini.
Artikel tersebut menyampaikan sebuah tragedi atau kemunduran kualitas
dan makna sumber daya yang menjadi milik umum, seperti ruang di sepanjang
jalan, sungai, danau, jalur hijau, pantai laut, padang rumput, dan sebagainya.
Tidak seorang pun sendirian memilikinya (milik umum) siapa saja yang
memerlukan akan mengambilnya tanpa bertanggung jawab dalam mengelola,
menata atau mengaturnya dengan baik. Kerusakan sumber daya alam karena tidak
adanya kepemilikan, sehingga hampir semua orang menjadi penumpang gratis
yg merasa memiliki dan boleh menggunakan sumberdaya tersebut. Akibatnya,
semua orang benjadi penyebab rusaknya sumberdaya tersebut.
Sumberdaya alam tersedia untuk kebutuhan bersama. Kerusakan alam
berdampak bagi semua manusia dan juga makhluk lainnya. Artikel tersebut
menyampaikan bahwa engambil keuntungan pribadi dapat merugikan orang lain.
Lalu siapa yang menjamin bahwa sumberdaya yang ada dapat memberikan
keuntungan bagi semua? Pada akhirnya diperlukan suatu konsep kepemilikan
yang mampu memberikan tanggung jawab atas keberlanjutan suatu sumberdaya
alam. Pertanyaan lebih lanjut, siapakah yang mestinya bertanggung jawab?
Pribadi atau negara? Dalam setiap manfaat yang kita ambil dari suatu sumberdaya
alam, ada harga yang harus kita bayar. Namun bagaimana dengan yang tidak
mampu? Siapa yang mensubsidi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut melahirkan
perlunya aturan tentang akses terhadap sumberdaya alam, apa saja yang dapat
dilakukan pada sumberdaya tersebut, serta siapa saja yang harus dilibatkan?
18
yang
dikeluarkan
berdasar
otoritas
yang
dimiliki.
19
Bab IV
Perspektif Ekologi dan Ekonomi Konservasi Sumberdaya Hutan
20
sedemikian rupa sehingga struktur dasar dari sistem alamiah tak berubah.
Perspektif ekologi menyatakan perlunya menguraikan proses-proses ekologi yang
ada di alam sebagai dasar pengelolaan sumberdaya alam, serta memahami
berbagai konsekuensi ekologis dari sekian banyak beban yang diberikan manusia
pada sistem alam (dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan).
4.3 Perspektif Ekonomi Konservasi Sumberdaya Hutan
Dalam perspektif ekologi, proses alamiah merupakan dasar dari
penggunaan sumber daya, bagaimana
sedemikian rupa sehingga struktur dasar dari sistem alamiah tak berubah.
Perspektif ekologi menyatakan perlunya menguraikan proses-proses ekologi yang
ada di alam sebagai dasar pengelolaan sumberdaya alam, serta memahami
berbagai konsekuensi ekologis dari sekian banyak beban yang diberikan manusia
pada sistem alam (dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan).
Dalam perspektif ekonomi, sumberdaya alam adalah bahan baku dalam
sistem produksi sehingga berlaku sistem penawaran (Supply) dan permintaan
(demand). Inti dari studi ekonomi adalah memahami karakteristik ekonomi
sumberdaya alam, nilai ekonomi sumberdaya alam, serta bagaimana sistem
ekonomi mempengaruhi pengelolaan (pemanfaatan) sumberdaya alam. Jadi
memahami sistem ekonomi adalah hal mendasar dalam konservasi sumberdaya
alam. Perspektif ekonomi memerlukan pemahaman tentang konsep-konsep
Pricing system, Economic system, Supply & Demand, Market Imperfections.
Pricing system : Sumberdaya alam adalah komoditas, kita memberinya nilai atas
apa yang disediakannya untuk kebutuhan kita (makanan, pakaian, tempat tinggal,
dll), cara kita menilai sumberdaya alam berpengaruh pada cara kita mengelolanya.
21
dan
Perspektif
Ekonomi
dalam
22
Banyak sumberdaya alam seperti udara bersih, air bersih, kualitas tanah,
spesies langka, keindahan alam, dianggap sebagai sumberdaya kolektif, milik
bersama bagi masyarakat umum. Akses seumberdaya alam seringkali dianggap
terbuka bagi siapapun sehingga seringkali tidak dihargai dengan nilai keuangan
yang sesuai . Biaya lingkungan ditekan seminimal mungkin bahkan tidak dibayar
sedikitpun. Persoalan-persoalan tersebut sebagaimana telah dibahas dalam artike
the tragedy of commons. Pemanfaatan tidak terkendali dan bersama-sama pada
akhirnya akan mendorong terkurasnya sumberdaya alam.
23
Bab V
Stretegi Konservasi Sumberdaya Hutan
ruang
lingkup
internasional
dan
membutuhkan
kerjasama
sendiri
kawasan
konservasi
yang
dimilikinya.
Hal
ini
mengimplementasikan suatu mekanisme untuk memikul biaya secara bersamasama, melalui pembagian yang adil antara biaya dan manfaat dari pengelolaan
kawasan konservasi , baik diantara bangsa dan kawasan yang dilindungi serta
masyarakat sekitar.
Pada tahun 1972 dilakukan pertemuan yang merupakan tonggak penting
dalam pengembangan strategi konservasi global. Pertemuan tersebut dikenal
dengan Stockholm Conference on the Human Environment. Hasil dari pertemuan
24
dengan
perhatian
pada
pembangunan
ekonomi
yang
lebih
25
kawasan
konservasi
merupakan
bagian
integral
dari
Kerjasama Regional
Mempertimbangkan kemungkinan untuk membina hubungan kelembagaan
jangka panjang antara dinas taman nasional di negara maju dan rekannya di
negara berkembang sangat bermanfaat, seperti halnya keterlibatan Dinas Taman
Selandia Baru di Taman Nasional Sagarmatha di Nepal. Hubungan semacam itu
dapat memberi kesempatan bagi latihan, tukar-menukar personil dan terjalinnya
hubungan yang erat secara bertahap antara kedua organisasi yang dapat mengarah
kepada sifat saling menguntungkan. Dibandingkan dengan proyek jangka pendek
dengan masukan intensif berupa tenaga ahli dan perlengkapan selama dua atau
tiga tahun dan kemudian berhenti sama sekali, maka tipe kerjasama ini
memungkinkan berhentinya dukungan dan keterlibatan yang berkelanjutan secara
bertahap. Dukungan semacam ini dapat dibiayai melalui program bantuan
bilateral dan tidak menyebabkan menipisnya dana terbatas yang dimiliki taman
yang bersangkutan.
Kerjasama regional antar negara sangat berharga dan perlu digalakkan.
Sebagai contoh, hal ini dapat mengambil bentuk pertukaran personil, dikaitkan
untuk bekerja pada departemen taman, karya wisata, kunjungan timbal-balik oleh
personil tingkat pengelola, serta seminar berpindah secara periodik yang
26
semacam
pengetahuan dan data, di samping juga persetujuan resmi untuk tidak menampung
pemburu gelap.
5.1.2
Kerjasama Internasional
Partisipasi nasional dalam perjanjian bilateral atau internasional yang
berkaitan dengan kawasan dilindungi dalam proses yang sah. Perjanjian atau
persetujuan internasional di mana suatu negara ikut mengambil bagian, mungkin
mengharuskan negara tersebut menyusun kembali dan mengimplementasikan
peraturan peraturan di negaranya mengenai kawasan dilindungi.
Lingkup dan fokus perjanjian internasional dapat bermacam-macam.
Beberapa sifatnya universal tanpa batas geografi (CITES). Ini terbuka untuk
diterima oleh semua bangsa. Konvensi lain lingkupnya mungkin regional atau
terbatas dalam beberapa hal, sehingga hanya beberapa negara yang memenuhi
kualifikasinya. Sebagai tambahan, fokus bidang substansi dapat bervariasi.
Beberapa konvensi berfokus kawasan dilindungi, sedangkan lainnya memusatkan
perhatian pada spesies yang dilindungi.
Pengelola taman harus mengenal perjanjian yang relevan, yang mengikat
negaranya. Implementasi di dalam negeri dari perjanjian ini mungkin memaksa
adanya pembatasan dalam pengelolaan kawasan dilindungi atau spesies yang ada
di dalamnya, atau kemungkinan lain menyerahkan sepenuhnya kepada negara
yang bersangkutan untuk melakukan tindakan yang sangat membantu untuk
menarik sumberdaya kerangan, teknik dan hikum bagi kawasan tersebut.
27
28
kemanusiaan. Situs alam atau budaya yang diidentifikasi oleh negara dan dicatat
dalam Daftar Warisan Dunia melalui keputusan yang dibuat suatu komite,
mendapat perlindungan khusus dengan kemungkinan mendapatkan bantuan
keuangan dan teknik melalui Dana Warisan Dunia.
Sampai Desember 1985, terdapat 88 negara yang menjadi peserta
Konvensi, dan Daftar Warisan Dunia mencantumkan 61 harta kekayaan alam di
29 negara. Situs Warisan Dunia merupakan suatu penunjukan tambahan yang
hanya diberikan kepada sejumlah kawasan dilindungi terpilih yang paling
menonjol.
Negara yang situs budaya atau alamnya tercantum dalam Daftar Warisan
Dunia harus melaksanakan tindakan khusus bagi pelestariannya. Kewajiban yang
ada dalam konvensi juga mencakup pembayaran iuran wajib sejumlah satu
persen dari iuran tahunan kepada Unesco. Sekretariat Konvensi disediakan oleh
Unesco. Nasihat teknis mengenai situs alam diberikan oleh IUCN, dan nasehat
teknis untuk situs budaya diberikan oleh Dewan Internasional untuk Monumen
dan Situs (ICOMOS). Negara anggota dari Unesco dapat menjadi peserta dengan
menyerahkan instrumen pengesahan atau penerimaan, sedang negara-negara
lainnya dengan menyerahkan suatu instrumen tambahan, kepada Unesco.
Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Terancam
(CITES)
Konvensi ini disepakati pada tahun 1973 oleh suatu konverensi diplomatik yang
diselenggarakan di Washington D.C., Amerika Serikat. Konvensi ini diberlakukan
tahun 1975 dan sekarang telah mempunyai pengikut sejumlah 90 negara. Tujuan
konvensi ini adalah menetapkan pengawasan di seluruh dunia terhadap
perdagangan margasatwa terancam dan produk margasatwa, mengingat kenyataan
behwa eksploitasi komersial yang tidak terbatas adalah salah satu dari ancaman
utama terhadap kelangsungan hidup spesies. Lebih dari 2.000 spesies satwa dan
tumbuhan liar terdaftar dalam tiga Lampiran dari Konvensi ini. Masing-masing
peserta Konvensi telah menetapkan otorita pengelola nasional dan otorita ilmiah
yang bertugas mengatur sistem lisensi, bekerjasama langsung dengan rekan
29
yang
yang
memerlukan
tindakan
pelestarian
di tingkat
nasional.
Konvensi ini membantu melancarkan bantuan keuangan, teknik dan latihan untuk
mendukung upaya pelestarian yang dilakukan oleh negara berkembang, dan
mendesak organisasi internasional dan nasionalnya agar memberi prioritas dalam
program bentuan mereka bagi pengelolaan dan pelestarian spesies migran dan
habitatnya di negara berkembang, agar memungkinkan negara tersebut
mengimplementasikan Konvensi.
Konvensi mengenai Lahan Basah untuk Kepentingan Internasional, terutama
sebagai Habitat Unggas Air (RAMSAR)
Konvensi ini kadang-kadang dikenal juga sebagai Konvensi RAMSAR, yang
disepakati 1971. Tujuannya adalah untuk menghindarkan hilangnya lahan basah
dan menjamin pelestariannya, mengingat kepentingannya dalam proses ekologi,
selain juga kekayaan akan spesies flora dan fauna. Agar dapat mencapai
tujuannya, Konvensi ini memberikan kepada Pengikut Konvensi kewajiban umum
yang berkaitan dengan pelestarian lahanbasah di seluruh teritorinya, serta
kewajiban khusus yang bertalian dengan lahan basah yang termasuk dalam Daftar
Lahan Basah yang memiliki kepentingan internasional.
30
Sampai tahun 1985, sejumlah 300 lokasi yang luasnya lebih dari 200 juta
ha telah ditetapkan masuk ke dalam daftar yang memiliki manfaat secara
internasional dalam hal ekologi, botano, zoologi, limnologi atau hidrologi.
Penempatan suatu kawasan di dalam daftar RAMSAR telah menimbulkan
dampak penting dalam hal pelestarian kawasan tersebut, serta pada penghargaan
masyarakat akan kepentingan global tempat tersebut.
5.1.4
Afrika
Konvensi Afrika mengenai Pelestarian Alam dan Sumber Daya Alam disetujui
pada tahun 1968. Konvensi yang disempurnakan diharapkan untuk pertemuan
Organisasi Kesatuan Afrika (OAU) pada tahun 1986. Pengakuan diberikan bagi
keperluan untuk:
pengawasan perdagangan spesies dan produknya, sebagaimana juga peraturan
berburu dan pelestarian habitat;
pendirian badan pelestarian nasional untuk melakukan implementasi konvensi;
pendidikan pelestarian.
Belahan Bumi Barat
Konvensi tahun 1940 mengenai Perlindungan Alam dan Pelestarian
Margasatwa di Belahan Bumi Barat menetapkan agar peserta perjanjian segera
mengeksplorasi kemungkinan didirikannya taman nasional, cagar nasional,
monumen alam dan kawasan suaka mutlak di wilayah mereka. Konvensi tersebut
juga menetapkan bagi pemerintah di benua Amerika yang terikat perjanjian untuk
bekerjasama di antara mereka sendiri untuk mempromosikan tujuan, memberikan
bantuan dan bersepakat untuk meningkatkan keefektifan kerjasama ini.
Berdasarkan perjanjian ini, sebagian besar negara di wilayah ini telah melakukan
langkah pelestarian yang penting, termasuk pendirian dan pengelolaan kawasan
yang dilindungi.
Pasifik Selatan
31
yang
dilakukan,
termasuk
penetapan
kawasan
dilindungi,
32
finansial bagi penyelamatan kehidupan serta merupakan salah satu sekutu IUCN
yang terdekat di bidang pelestarian.
Terutama melalui Komisi Taman Nasional dan Kawasan dilindungi
(CNPPA), IUCN sejak awalnya terlibat dalam masalah taman nasional sejak
permulaan sekali. Keterlibatan tersebut meliputi:
Menetapkan Komisi Taman Nasional pada tahun 1960, yang sekarang
diperluas menjadi Komisi Taman Nasional dan Kawasan dilindungi (CNPPA).
Badan ini sekarang beranggotakan 316 tenaga profesional taman senior dari
124 negara.
Menetapkan suatu sistem propinsi biogeografi dunia (Udvardy, 1975), yang
sekarang banyak digunakan untuk menilai pencakupan kawasan dilindungi
serta menyarankan wilayah yang perlu mendapat prioritas perhatian.
Menerbitkan daftar dan direktori kawasan dilindungi. Unit Data Kawasan
dilindungi (PADU) didirikan tahun 1981 untuk mengkomputerkan data yang
dimiliki IUCN dan mempromosikan penggunaan data secara lebih banyak.
Mempublikasikan kertas kerja konsep dasar yang berkenaan dengan masalah
kawasan dilindungi seperti pengkajian sestem regional, petunjuk perundangundangan, dan ancaman terhadap kawasan-kawasan yang dilindungi di dunia
(lihat Contoh 1).
Mempublikasikan majalah parks dengan artikel dari kawasan konservasi dan
informasi masalah dan strategi pengelolaan.
Kerjasama erat dengan badan-badan PBB yang terkait dengan masalah
kawasan yang dilindungi (FAO, UNEP, Unesco), baik di tingkat perencanaan
maupun lapangan. Ini termasuk memberikan evaluasi tehnik dari situs alam
yang dicalonkan untuk Daftar Warisan Dunia kepada Komite Warisan Dunia
Unesco, serta bertindak sebagai sekretariat bagi Konvensi mengenai
pelestarian lahan basah yang kepentingannya internasional, terutama sebagai
habitat unggas air.
Menyelenggarakan
pertemuan
di
berbagai
bagian
dunia
untuk
33
mengorganisasikan
pertemuan
internasional
mengenai
kawasan
Negara
Brasil
Chili
Taman Nasional
Krkonose
Cekoslo-wakia
Ancaman
Konstruksi jalan sepanjang 60 km melintasi tengahtengah taman. Pada musim kemarau taman diserbu
oleh penyerobot dengan 30.000 ternak piaraan.
Hewan introduksi (piaraan dan liar) menyebabkan
erosi yang serius, tumbuhan asing menyaingi
spesies asli, pembalakan.
Pencemaran hujan asam, mempengaruhi setengah
luas hutan taman, 1.000 ha telah binasa.
Kebakaran hutan yang luas, pembalakan, eksploitasi
minyak dan mineral dan pembangunan jalan
pemukiman penduduk.
Pemukiman ilegal, penambangan, perburuan,
sumberdaya pengelolaan yang tidak mencukupi.
Jalan, pemukiman, konstruksi kanal
Indonesia
Taman Nasional Kutai
Taman Nasional Tai
Pantai Gading
Peru
Filipina
Kawasan Pelestarian
34
Ngorongoro
Taman Negara
Terumbu Karang John
Pennekamp dan Suaka
Laut Nasional Key
Largo
Taman Nasional
Durmitor
Tanzania
Amerika Serikat
Yugoslavia
Taman Nasional
Garamba
Zaire
Mengenal IUCN
IUCN (the World Conservation Union, Persatuan Pelestarian Dunia; d/h
bahari;
tetumbuhan;
Antartika;
penduduk
dan
pembangunan
dapat dimintai bantuan konseling segi-segi teknis dan keilmuan bagi proyekproyek pelestarian keanekaragaman hayati di seluruh dunia. Total anggota
IUCN/SSC kini mencapai 4.000 orang.
Struktur komisi ini terdiri dari panitia pengarah (SC) dan grup spesialis,
yang masing-masingnya mengkhususkan diri pada setiap kelompok hidupan liar
atau disiplin ilmu. Sebagai contoh, grup spesialis yang berkait dengan pelestarian
mamalia di antaranya adalah Grup Spesialis Gajah Afrika; Grup Spesialis Gajah
Asia; Grup Spesialis Primata dll. Sedangkan yang menyangkut disiplin ilmu di
antaranya Grup Spesialis Penangkaran; Grup Spesialis Re-Introduksi; Grup
Spesialis Perdagangan (hidupan liar); dan Grup Spesialis Pemanfaatan
Berkelandutan Spesies-Spesies (hidupan) Liar.
Masing-masing grup spesialis bertugas di bidangnya, dan memberikan
masukan yang diperlukan UCN atau IUCN/SSC dalam program-programnya di
seluruh dunia.
Untuk mengefektifkan fungsinya, setiap grup merancang Rencana Aksi
(Action
Plans)
untuk
mengintegrasikan
program-programnya
serta
36
yang berisikan informasi mengenai spesies hidupan liar yang terancam kepunahan
dari seluruh tempat di muka bumi. Hingga kini, telah lebih dari 5000 taksa fauna
yang diidentifikasi IUCN sebagai taksa yang terancam kepunahan pada berbagai
tingkatnyap; terdiri dari 698 taksa hewan menyusui, 1047 burung, 191 reptil, 63
amfibi, 762 ikan dan 2250 taksa hewan tak bertulang belakang. Data ini
(terkecuali data burung, yang berdasarkan apa yang diketahui IUCN selama ini.
Pada kenyataannya, jauh lebih banyak lagi taksa yang terancam kepunahan,
namun tidak diketahui IUCN (dan kita) karena keterbatasan pengetahuan yang
dimiliki. Seri buku ini dilengkapi dengan buku daftar taksa yang terancam
kepunahan (umpamanya, The IUCN Red List of Threatened Animals). Publikasi
yang akhir ini disiapkan oleh The World Conservation Monitoring Centre
(WCMC) dengan bantuan ICBP, dan diterbitkan secara periodik.
Catatan:
Taksa mencakup pengertian jenis atau kelompok jenis makhluk hidup. Taksa
bisa merujuk ke spesies, marga (genus), suku (familia) dan seterusnya.
The World Conservation Monitoring Centre (WCMC) merupakan organisasi
kerjasama antar tiga badan dunia dalam kerangka Strategi Pelestarian Dunia
(WCS, World Conservation Strategy); yakni IUCN, Dana Alam Sedunia (WWF,
The World Widw Fund for Nature) dan Program Lingkungan PBB (UNEP, United
Nations Environmental Programme). Misinya adalah mengumpulkan dan
menganalisis data pelestarian global, untuk mendukung program-program
pelestarian dan pembangunan berkelanjutan; agar setiap keputusan yang berkait
dengan keberadaan sumberdaya alam hayati memiliki dasar informasi yang dapat
dipertanggung jawabkan.
5.2 Strategi Konservasi Nasional
Indonesia adalah negara yang kaya dan mempunyai ragam sumberdaya
alam yang sangat tinggi (skala jenis maupun kesatuan ekosistem) sehingga
dikenal sebagai negara Mega-biodiversitas. Indonesia memiliki bagian terbesar
hutan hujan hujan tropika dunia (suatu sumberdaya yang menghilang dengan
kecepatan yang mengkhawatirkan).
Dengan luas daratan hanya 1,3 % dari permukaan daratan bumi memiliki
kekayaan jenis terbesar nomor tiga di dunia, memiliki 10 % jenis tumbuhan
berbunga di dunia ( 25.000 jenis), 12 % jenis satwa menyusui ( 500 jenis), 16
37
% jumlah jenis reptil dan amphibia ( 3.000 jenis), 17 % jumlah jenis burung (
1.600 jenis) dan lebih dari 25 % jenis ikan ( 8.500 jenis), 663 jenis fauna
endemik, 199 jenis mamalia. Di dunia kehutanan terdapat 500 jenis
Dipterocarpaceae dan 3.000 4.000 jenis Orchidaceae.
Konservasi sumberdaya alam hayati di Indonesia meliputi tiga tingkatan
yaitu genetik, jenis, dan ekosistem, dilakukan dalam tiga prinsip yaitu :
perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam, serta
diwujudkan dalam dua bentuk program yaitu : eks situ dan in situ, dan dilakukan
dalam tiga tahap yang berkesinambungan yaitu : save it, study it, dan use it.
Konservasi menjamin keterlanjutan nilai sumberdaya alam di muka bumi
ini. Hal tersebut telah menjadi kesepakatan dunia, demikian pula halnya dengan
negara Indonesia . Dalam hal ini, pemerintah melahirkan kebijakan dalam bentuk
Undang-undang Nomer 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini mengacu pada program dan strategi
konservasi
sebelumnya.
Menyadari
pentingnya
tindakan
konservasi
di negara
Indonesia,
dengan
tetap
memlihara
dan
meningkatkan
kualitas
39
Bab VI
Konservasi dalam Berbagai Tingkatan
kawasan
negara
Indonesia,
yang
luas
daratannya
tidak
sampai
sepertujuhpuluhlima dari luas daratan muka bumi. Secara rinci dapat diuraikan
bahwa Indonesia dengan 17.058 pulau-pulaunya mengandung 10 % dari total
jenis tumbuhan berbunga di dunia, 12 % dari total mamalia di dunia, 16 % dari
total reptil dan ampibia di dunia, 17 % dari total jenis burung di dunia dan 25 %
atau lebih dari total jenis ikan di dunia.
Dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia (Bappenas, 1991)
menuliskan bahwa hutan tropika Indonesia adalah merupakan sumber terbesar
40
keanekaragaman jenis jenis palm, mengandung lebih dari 400 species merantimerantian dari Famili Dipterocarpaceae (yang merupakan jenis kayu pertukangan
paling komersil di Asia Tenggara); dan diperkirakan menyimpan 25.000 species
tumbuhan berbunga. Tingkatan Indonesia untuk keragaman jenis mamalia adalah
tertinggi di dunia ( 515 species, di antaranya 36 species endemis ), terkaya
untuk keragaman jenis kupu-kupu ekor walet dari famili Papilionidae (121
species, 44 % endemis), terbesar ketiga utuk keragaman jenis reptilia (lebih dari
600 species), terbesar keempat untuk jenis burung (1519 species, 28 % endemis),
terbesar kelima untuk jenis amphibi (270 species) dan ke tujuh di dunia untuk
tumbuhan berbunga. Selain itu luasnya kawasan perairan teritorial Indonesia yang
merupakan kawasan laut terkaya di wilayah Indo-Pasifik juga mendukung
kekayaan habitat laut dan terumbu karang. Kawasan terumbu karang di Sulawesi
dan Maluku adalah salah satu bagian dari sistem terumbu dunia yang kaya akan
species karang, ikan dan organisme karang lainnya.
Negara Indonesia sebagai salah satu pusat biodiversity dunia menyimpan
potensi keanekaragaman hayati yang tidak ternilai harganya. Selama ini lebih dari
6000 species tanaman dan binatang telah dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup
sehati-hari masyarakat, dan lebih dari 7000 jenis ikan laut dan tawar selama ini
mendukung kebutuhan masyarakat.
Keragaman hayati dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu :
-
Keragaman Genetik
Genetik adalah berbagai variasi aspek biokimia, struktur dan sifat organisme
yang diturunkan secara fisik dari induknya (orang tuanya). Genetik ini
dibentuk dari AND (Asam Deoksiribo Nukleat) yang berbentuk molekulmolekul yang terdapat pada hampir semua sel.
Keragaman Spesies
Spesies adalah kelompok organisme yang mampu saling berbiak satu dengan
yang lain secara bebas, dan menghasilkan keturunan, namun umumnya tidak
berbiak dengan anggota dari jenis lain.
41
Keragaman Ekosistem
Ekosistem adalah suatu unit ekologis yang mempunyai komponen biotik dan
abiotik yang saling berinteraksi dan antara komponen-komponen tersebut
terjadi pengambilan dan perpindahan energi, daur materi dan produktivitas.
42
Sedikitnya 6.000 spesies flora dan fauna asli Indonesia dimanfaatkan sehari-hari
oleh orang Indonesia untuk makanan, obat, pewarna, dll.
Pembentukan genetik suatu individu tidak statis. Selalu berubah akibat
faktor internal dan eksternal. Keragaman materi genetik memungkinkan terjadi
seleksi alam. Umumnya, kian besar populasi suatu spesies kian besar
keanekaragaman genetiknya, sehingga makin kecil kemungkinannya punah.
6.3 Konservasi Tingkat Spesies
Sangat mengherankan, para cendikiawan lebih tahu berapa banyak bintang
di galaksi daripada jumlah spesies makhluk hidup di bumi. Hingga kini baru 1,7
juata spesies teridentifikasi, dari jumlah seluruh spesies yang diperkirakan 5-100
juta. Kelompok makhluk hidup yang memiliki jumlah spesies terbanyak adalah
serangga dan mikroorganisme. Sekalipun demikian masih saja ada anggapan,
bahwa hanya organisme besar seperti tanaman berbunga, mamalia dan vertebrata
lain, yang mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung. Padahal
mikroorganisme, termasuk alga, bakteri, jamur, protozoa dan virus, vital perannya
bagi kehidupan di bumi. Contohnya, tak akan ada terumbu karang jika tak ada
alga. Terganggunya keseimbangan mikroorganisme tanah, dapat menyebabkan
kualitas kehidupan di tanah merosot, hingga mengakibatkan perubahan besar pada
ekosistem.
Suatu wilayah yang memiliki banyak spesies satwa dan tumbuhan,
keragaman spesiesnya lebi besar, dibandingkan wilayah yang hanya memiliki
sedikit spesies yang menonjol. Pulau dengan 2 spesies burung dan 1 spesies kadal,
lebih besar keragamannya daripada pulau dengan 3 spesies burung tanpa kadal.
Indonesia sangat kaya spesies. Walau luasnya Cuma 1,3% luas daratan dunia,
Indonesia memiliki sekitar 17% jumlah spesies di dunia. Paling tidak negara
kita memiliki 11% spesies tumbuhan berbunga, 12% spesies mamalia, 15%
spesies amphibi dan reptilia, 17% spesies burung, dan 37% spesies ikan dunia.
Kekayaan dunia serangga kita terwakili oleh 666 spesies capung dan 122 spesies
kupu-kupu.
43
mempunyai karakter
morfologi, fisiologi atau biokimia berbeda dengan kelompok lain. Ancaman bagi
spesies adalah kepunahan. Suatu spesies dikatakan punah ketika tidak ada satu
pun individu dari spesies itu yang masih hidup di dunia. Terdapat berbagai
tingkatan kepunahan, yaitu :
-
Punah secara ekologi : jika terdapat dalam jumlah yang sedemikian sedikit
sehingga efeknya pada spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan
44
45
menemukan padi lokal seperti rojo lele, jong bebe, dll. Yang rasanya jauh lebih
enak dari jenis pendatang. Menurut catatan, 1500 jenis padi lokal Indonesia punah
dalam 15 tahun terakhir.
c. Eksploitasi berlebihan
Banyak sumberdaya hutan, perikanan dan satwa liar dieksploitasi secara
berlebihan. Banyak kelangkaan disebabkan oleh perburuan, untuk mendapatkan
gading gajah, cula badak, burung nuri, cenderawasih, dll. Pengambilan gaharu
yang berlebihan mengurangi populasi alami, hingga para pemburu gaharu harus
mencari lebih jauh ke dalam hutan.
d. Pencemaran
Pencemaran mengancam, bahkan melenyapkan species yang peka.
Pestisida ilegal
yang
digunakan
karang
46
Gambar 2.
Saling keterkaitan antara faktor-faktor penyebab kepunahan spesies
47
Populasinya sedikit
48
Extinct (Punah), yakni apabila selama 50 tahun terakhir tidak ada lagi data
yang menunjukkan secara jelas keberadaan spesies tersebut (kriteria menurut
CITES).
49
upaya
pengamanan
yang
(tengah)
dilakukan
tidap
dapat
Di samping itu masih ada katagori tambahan, yakni terancam komersial yang
menunjukkan bahwa spesies-spesies tersebut belum terancam kepunahan, namun
sebagian besar atau keseluruhan populasinya tak kan dapat bertahan sebagai
sumberdaya komersial yang berkelanjutan tanpa adanya pengaturan terhadap
eksploitasinya. Umumnya katagori terakhir ini diterapkan pada spesies-spesies
yang memiliki ukuran populasi yang besar, seperti halnya spesies-spesies ikan
komersial di laut.
Species terancam menurut Daftar Merah
Suatu spesies dikatakan terancam jika diperkirakan mengalami kepunahan dalam
masa yang tak lama lagi. Persatuan Konservasi Dunia (The World Conservation
Union, IUCN) menerbitkan sebuah buku dengan nama Dartar Merah ini terancam
50
satu demi satu. Daftar Merah ini direvisi setiap 2 tahun sejak 1986 oleh Pusat
Monitor Konservasi Dunia (World Conservation Monitoring Centre), bersama
jaringan kelompok khusus dari Komisi Ketahanan Spesies (Spesies Survival
Commission Spesial Groups) IUCN.
Menurut Daftar Merah IUCN edisi 1990, terdapat 4.452 spesies satwa
yang terancam punah. Kelas satwa dengan jumlah spesies terbesar yang terancam
adalah serangga (1.083 spesies) dan burung (1.029). disusul ikan (713), mamalia
(507), kerang-kerangan (409), reptillia (169), karang (154), cacing anelida (139),
krustasea (126), dan amfibia (57).
Demikian juga dengan tumbuhan, kondisinya tak kalah memprihatinkan.
Tumbuhan yang terancam di Asia mencapai 6.608 spesies, eropa tanpa Jerman
2.677, Amerika Tengah dan utara 5.747, Amerika Selatan 2.061, Oceania 2.673
dan Afrika 3.308. jumlah yang sebenarnya di lapangan bahkan bisa lebih banyak
dari itu. Selanjutnya setiap spesies di dalam Daftar Merah tersebut dikategorikan
terancam dengan melihat berbagai faktor yang mempengaruhinya sebagaimana
tingkatan/status yang telah diungkapkan di atas.
Pada
waktu
selanjutnya,
IUCN
melakukan
revisi
dalam
51
TERGANTUNG
AKSI
KONSERVASI
52
Punah
Punah
Punah di Alam
Kritis
Genting
Terancam Punah
Rentan
Tergantung Aksi Konservasi
Tidak Terancam
Punah
SEMUA JENIS
Kurang Data
Tidak Dievaluasi
Diperhatikan
53
GENTING
RENTAN
Memiliki
peluang untuk
punah >20%
dalam kurun
waktu 20 tahun
Memiliki
peluang untuk
punah >16%
dalam waktu
kurun waktu 100
tahun
Waktu
(tahun)
100
Kriteria
>80% selama 10 tahun atau 3
generasi
Genting
>50% selama 10 tahun atau 3
generasi
Rentan
>50% selama 20 tahun atau 5
generasi
B.
Daerah Sebaran
sempit
C.
Populasi Kecil
yang
E. Kemungkinan Punah
54
55
Padang rumput ini terjadi secara alami, semi alami, atau diolah. Padang
rumput yang diolah biasanya ditanami dan dirawat secara intensif, seperti padang
rumput gandum di Eropa Barat. Tipe padang rumput ini hanya mempunyai andil
kecil bagi pemeliharaan keanekaragaman hayati. Sedangkan padang rumput semi
alami, walaupun tidak ditanami tapi mereka berkembang secara luas akibat
penggembalaan ternak domestik. Mereka penting bagi keragaman hayati karena
sejumlah spesies di padang rumput tergantung padanya.
Tingkat keanekaragaman flora di padang rumput alami dan semi alami
tinggi, namun kekayaan spesies satwanya rendah. Kurang dari 5% spesies burung
dunia dan 6% spesies mamalia dunia beradaptasi atau hidupnya tergantung pada
padang rumput.
b.
Ekosistem Hutan
56
Lahan basah mencakup berbagai jenis habitat dan komunitas, yang sangat
dipengaruhi uleh kehadiran perairan di sekitarnya. Hampir lahan basah dunia
terdapat di Kanada, yaitu lebih dari 1,2 juta km 2. Daerah lahan basah utama yang
lain terdapat di Afrika Tengah, Asia (khususnya Cina dan Indonesia), Amerika
Selatan dan bekas Uni Soviet. Lahan basah di Indonesia mencapai 4,34% dari luas
daratan.
Lahan basah dapat dibagi menjadi dua:
-
Lahan basah pesisir. Meliputi pesisir yang tergenang air, umumnya payau,
permanen atau musiman. Umumnya dipengaruhi pasang surut air laut.
Termasuk dalam kelompok ini ekosistem hutan mangrove, dataran lumpur dan
pasir, muara sungai, padang lamun, dan rawa-rawa pesisir.
Lahan basah daratan. Meliputi daerah yang tergenang air permanen maupun
musiman, di darat atau dikelilingi daratan, tapi tidak terkena pengaruh air laut.
Kelompok ini meliputi ekosistem danau, telaga, sungai, rawa air tawar, kolam
dan danau musiman.
Kondisi substratnya jenuh air atau tertutup air dangkal, paling tidak secara
periodik yaitu pada musim tumbuh.
Mengacu pada sistem klasifikasi lahan basah utama menurut konvensi
57
58
59
Bab VII
Strategi Konservasi Kawasan
yang
mendasari
penetapan
(1)
60
Habitat
Keendimisan dan keanekaan jenis
Biogeografi
Wilayah dan Luas kawasan
Faktor fisik dan manusia
Nilai Ekonomi.
Keenam hal ini akan diuraikan satu persatu dan dilengkapi dengan berbagai
ilustrasi untuk memperjelas bahasan.
Uraian yang disajikan dalam bab ini merupakan dasar informasi yang
penting guna mempelajari bab-bab selanjutnya, diharapkan, dengan menerapkan
kriteria yang benar bagi penetapan setiap kawasan konservasi, maka tujuan
perlindungan, pelestarian dan pengawetan sumberdaya alam dapat kita wujudkan.
Dasar-dasar penetapan kawasan konservasi
a. Habitat
Habitat merupakan tempat atau adres dimana suatu jenis tumbuhan atau
hewan biasa terdapat (Smiet, 1986). Kehidupan binatang dan tumbuhan yang
beraneka ragam di alam meliputi rangkaian habitat yang beraneka ragam pula.
Ada jenis yang tempatnya di dartah yang paling rendah di atas muka laut sampai
ke daerah pegunungan yang paling tinggi. Sebagian jenis mempunyai habitat
(tempat tinggal) yang luas, namun ada sebagian jenis yang lain menempati bagian
yang sempit. Misalnya tikus bandicoot (Microperocyctes murina) tempat
tinggalnya terbatas pada wilayah hutan lumut dataran tinggi (seperti dijumpai di
Peg. Arfak dan Weyland), sedang jenis burung biasanya dapat ditemukan pada
wilayah yang lebar di perbagai ketinggian tempat (Petocz, 1987). Kebanyakan
dari burung sesap madu (Meliphogidae) dapat meliputi wilayah dengan perbedaan
ketinggian 1.000,1.500 atau bahkan lebih dari 2.000 m, dengan memanfaatkan
pohon-pohonan berbunga untuk diambil nectar atau serangganya. Beberapa jenis
burung bahkan mau mengunjungi pohon buah-buahan musiman di wilayah yang
lebih rendah, kalau tempat tinggal di pegunungan sudah kurang produktif. Tetapi
61
62
63
yang tinggi, selat, laut/samodra dapat membatasi sebaran spesies dapat juga
dipengaruhi oleh sebaran spesies yang lainnya, yaitu mangsa (prey).
Zoogeografi di Asia Tenggara dihasilkan oleh gerakan tektonis dan
perubahan tinggi muka laut (Lavieren, 1987). Dalam hal ini dikenal dua wilayah
plat (plate), yaitu Asian Plate yang terdapat di dalam kawasan plat Sunda (sunda
shelf), dan Australian New Guinea plate yang terdapat di dalam kawasan plat
Sahal (sahal shelf). Pada jaman Pleistocene, dimana tinggi muka laut masih
rendah, kepulauan di dalam plat Sunda bergabung dengan daratan Asia dan plat
Sahul bergabung dengan Australia. Apabila kita lihat pada peta Asia Tenggara
dapat kita ketahui bahwa sebaran flora dan fauna saat ini merupakan hasil migrasi
secara bertahap dari species dari dua arah yaitu dari timur laut (Benua Asia) dan
dari barat daya (Benua Australia). Situasi di kepulauan Indonesia menjadi
kompleks, karena merupakan daerah peralihan antara benua Asia Australia.
Australia, Irian Jaya dan pulau Aru termasuk di dalam kawasan plat Sahul
dan hanya dipisahkan oleh laut dangkal Arafura. Kepulauan Sunda meliputi pulau
Kalimantan, Sumatera, Jawa dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Daratan antara
Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku terbentuk dari ledakan vulkanik dari laut
ataupun dari perpecahan daratan benua. Daratan ini merupakan tempat dimana
plat Sunda dan plat Sahul bertemu, dan biasanya daerah ini di tandai oleh
terjadinya gempa bumi secara kontinyu, ledakan - ledakan vulkanik dan
seringkali
binatang yang mampu terbang dapat melintasi satu pulau ke pulau lain dan
tersebar ke dalam ke dua plat tersebut. Beberapa spesies mamalia juga berusaha
untuk mencapai pulau-pulau lain, dengan cara berenang atau terhanyut di atas
vegetasi. Keadaan ini dapat menjelaskan tentang system zoogeografi di dunia
yang diduga oleh Wallace didasarkan pada sebaran burung dan mamalia. Di Asia
tenggara dapat dijumpai dua bagian yaitu Oriental dan Australian. Bagian oriental
mencakup Himalaya Selatan, Srilanka, Assam, Birma, China, Taiwan,Thailand,
Indo China, Semenanjung Malaka, Malaysia Timur, Philipina dan kepulauan
kepulauan Indonesia kecuali Aru, Kai, Irian Jaya dan kepulauan kecil
di
64
Wallace
(yang
didasarkan
pada
sebaran
species
burung)
menunjukkan batas barat dari sebaran tipe species fauna Australian. Garis ini
bergerak antara Kalimantan dan Sulawesi serta antara Bali dan Lombok. Garis
Liddeker dan garis Weber (Lihat peta 1) yang didasarkan pada sebaran mamalia
dan molluska menunjukkan batas timur dari spesies fauna oriental. Garis ini
bergerak antara Irian Jaya dan Maluku dan melintasi bagian barat kepulauan Aru.
Area diantara keduanya, termasuk Philipina, Sulawesi, Maluku dan sebagian kecil
kepulauan Sunda sebelah timur Bali merupakan zona transisi antara fauna oriental
dan Australian dan dinamakan sub bagian Wallacea.
Informasi geografis seperti ini penting sekali artinya dalam penetapan
kawasan konservasi, melalui pembagian unit-unit geografi sebagai satuan unit
pengelolaan berdasarkan keunikan masing-masing, misalnya daerah pegunungan,
daerah dataran rendah, pulau-pulau lepas pantai dan sebagainya.
d. Pertimbangan wilayah dan luas kawasan konservasi
Keperluan akan ruangan (lingkungan) hidup dari berbagai unsur flora dan
fauna itu berbeda-beda, sebanyak perbedaan tinggi letak di atas muka air laut, dan
perbedaan kesukaan akan tempat tinggal. Misalnya seekor katak pohon kesil dapat
mengalami seluruh daur hidupnya di wilayah kecil dari atap kumpulan cabang
yang tinggi dari tajuk satu batang pohon saja dalam hutan. Nyata sekali bahwa
keperluan tiap-tiap jenis akan wilayah minimum, tingkah laku teritorial mereka
atau ketiadaan tingkah laku mereka, bersama dengan kebiasaan sosial atau
kesendirian mereka akan menentukan jumlah pasangan yang dapat hidup bersama
dalam satu wilayah khusus bagi daerah penjelajahan mereka.
65
Agar dapat bermakna, setiap wilayah konservasi harus cukup luas untuk
dapat melindungi populasi semua unsur yang mampu hidup terus dengan mencari
makan sendiri dalam wilayah yang sudah dipilih secara cermat. Karena itu penting
sekali diketahui adanya apresiasi kebutuhan wilayah minimum dari jenis-jenis
kunci dalam setiap lokasi perlindungan sebelum dapat mengusulkan batas-batas
kawasan yang masuk akal. Dalam hal ini perhatian perlu dicurahkan terhadap
jenis-jenis dengan wilayah penjelajahan yang paling luas dan kebutuhan tempat
tinggal dari jenis-jenis dengan kebutuhan khusus. Penyediaan tempat yang cukup
bagi jenis ? itu akan menjamin bahwa sebagian besar unsur fauna yang lain
dengan sendirinya juga ikut dipertimbangkan. Tidak pelak lagi sebuah kawasan
konservasi yang lebih besar akan lebih banyak mengandung jenis, tempat tinggal
yang beraneka ragam, dan dapat memelihara jenis yang memerlukan wilayah luas
dan jenis yang terbatas di tempat tinggal yang khusus.
Tetapi kawasan konservasi itu sendiri (tidak soal berapa luasnya) biasanya
hanya mewakili suatu fragmen atau beberapa dari kisaran keseluruhan tiap unsur
fauna tertentu. Adalah mustahil untuk meliput keseluruhan kisaran geografi dari
tiap fauna di suatu tempat yang beraneka ragam dalam satu kawasan tunggal
ataupun ganda. Seandainya tiap jenis mengalami penurunan atau perguncangan
populasi kiranya satu bentuk kawasan konservasi perlu didukung lagi dengan
suatu penghalang yang dapat berupa tanah atau hutan untuk membiarkan gerakan
jenis yang sedang memulihkan kembali populasinya. Dalam hal ini sistem hutan
lindung dapat memegang peranan dasar yang sangat perlu dalam penyediaan
hubungan genetik yang penting antar wilayah konservasi. Karena itu desain dan
lokasi sistem hutan lindung harus dikoordinasikan dan diserasikan dengan system
wilayah konservasi. Sebagai unit tersendiri kawasan konservasi
merupakan
semacam pulau perlindungan yang makin menjadi rawan apabila tidak ada
koordinasi dalam (dan hubungan dengan) konsesi tanah di luarnya. Makin kecil
ukuran kawasan konservasi, makin rawanlah ia.
e. Faktor fisik dan manusia
66
67
sebagai manfaat yang diperoleh dari kawasan konservasi (seperti tiket masuk,
produk hutan dan hutan yang dipanen) dan biaya kehilangan kesempatan (seperti
hilangnya hak atas sumberdaya pertambangan atau dalam ilmu ekonomi sering
disebut dengan istilah opportunity cost.
Sebetulnya masih ada lagi manfaat-manfaat dai kawasan konservasi lainnya
yang tidak dapat dihitung dengan menggunakan metode-metode tradisional,
Manfaat tersebut adalah nilai guna tak langsung yang terdiri dari manfaat-manfaat
68
fungsional dari proses ekologi yang secara terus menerus memberikan peranannya
kepada masyarakat dan ekosistem. Sebagai contoh hutan dataran tinggi yang utuh
secara terus menerus memberikan perlindungan pengendalian banjir, begitu pula
dengan peranan hutan bakau pesisir yang mempertahankan keberlanjutan
sumberdaya perikanan. Proses-proses ekologi juga memberikan manfaat global,
karena hutan tropis dapat menyerap karbon dan mengendalikan perubahan iklim.
Mekanisme pasar tidak merefleksikan nilai-nilai guna non konsumtif ini. Namun
nilai guna non konsumtif ini memperlihatkan secara nyata bahwa terdapat suatu
keterkaitan yang jelas antara kawasan konservasi dan pembangunan ekonomi.
Nilai guna pilihan (option values) meliputi manfaat-manfaat sumberdaya
alam yang disimpan atau dipertahankanuntuk kepentingan yang akan datang
(seperti sumberdaya hutan yang disisihkan untuk pemanenan masa akan datang)
dan produk-produk spekulatif lainnya seperti sumberdaya genetik dari hutan
tropis untuk kepentingan masa depan. Umumnya produk-produk yang belum
diketahui tersebut tidak memiliki niali pasar pada saat ini. Nilai guna non
konsumtif meliputi nilai keberadaan (exsistence values) dan nilai warisan (bequest
values) Nilai keberadaan adalah nilai yang diberikan oleh masyarakat kepada
kawasan konservasi atas dasar manfaat spiritual, estetika dan kultural. Nilai
warisan adalah nilai yang diberikan masyarakat yang jidup saat ini terhadap suatu
daerah tertentu agar tetap utuh untuk diberikan kepada generasi akan datang .
Nilai-nilai ini juga tidak terefleksikan dalam harga pasar.
Dixon et. al. (dalam NRMP, 1999), berargumentasi bahwa nilai guna dari
kawasan konservasi mendorong tambahan manfaat langsung melalui suatu proses
efek ganda (multiplier effect). Sebagai contoh, uang yang dikeluarkan oleh
seorang pengunjung pada suatu penginapan ekowisata mendorong penambahan
pengeluaran di suatu wilayah tertentu, karena pengecer makanan lokal dan petani
bekerjasama untuk memasok bahan-bahan makanan untuk keperluan bisnis
penginapan tersebut. Namun, bisnis penginapan tersebut juga mendorong biaya ,
seperti meningkatnya limbah air, yang secara substansial sebetulnya telah
mengurangi keuntungan bersih yang diperolehnya. Keadaan inilah yang
mendasari perlunya dilihat manfaat dan biaya ekonomi dari kawasan konservasi.
69
lahan
pertanian,
pemukiman
penduduk,
lahan
industri,
70
71
Status kawasan
Strict Nature Reserve
Wilderness Area
II
National Park
III
Natural Monument
IV
Habitat/Species
Management Area
Protected
Landscape/Seascape
V
VI
Managed
Resource
Protected Area
Definisi
Kawasan lindung yang dikelola untuk tujuan
ilmu pengetahuan
Kawasan lindung yang dikelola dengan
tujuan melindungi belantara
Kawasan lindung yang dikelola untuk tujuan
perlindungan ekosistem dan rekreasi
Kawasan lindung yang dikelola untuk tujuan
konservasi ciri khas alami
Kawasan lindung yang dikelola untuk tujuan
konservasi melalui intervensi pengelolaan
Kawasan lindung yang dikelola untuk tujuan
konservasi
dan
rekreasi
bentang
alam/bentang laut
Kawasan lindung yang dikelola untuk tujuan
pemanfaatan ekosistem alami secara
berkelanjutan
72
Cagar Alam
Suaka Margasatwa
Taman Nasional
Taman Hutan Raya
Taman Wisata Alam
Pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia dilakukan dalam koridor prinsipprinsip dalam strategi konservasi. Gambaran berikut memperlihatkan bagaimana
prinsip-prinsip tersebut diterapkan.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
a.
Cagar Alam
Kawasan Suaka Alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi
dan perkembangannya berlangsung secara alami. Cagar alam merupakan
representasi proses suksesi alami. Pengelolaan yang dilakukan berupa Zero
management dengan mengutamakan kegiatan pengamanan dan penelitian (save
and study).
b. Suaka Margasatwa
Suaka margasatwa adalah Kawasan Suaka Alam yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan
hidupnya dapatdilakukan pembinaan habitat, proteksi dan pengawetan species
satwa. Pada Suaka Margasatwa dapat dilakukan pembinaan habitat, pembuatan
waterhole, Restocking, Depopulasi, Introduksi species.
73
c. Taman Nasional
Kawasan Pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
d. Taman Hutan Raya
Kawasan hutan raya Kawasan Pelestarian Alam dengan tujuan untuk koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami dan buatan, jenis asli atau bukan asli,
yang
dimanfaatkan
bagi
kepentingan
penelitian,
ilmu
pengetahuan,
74
Bab VIII
Komunikasi Konservasi dan Partisipasi Masyarakat
penyimpan cadangan makan, serta memenuhi kebutuhan yang lain, dan sebaliknya
hutan berkat dukungan moral manusia
materi yang dibutuhkan oleh manusia. Demikian pula halnya dengan kawasan
hutan yang diangkat menjadi kawasan konservasi.
Kebijakan yang mengarah pada upaya pemisahan kawasan hutan dari
masyarakat, menyebabkan tidak adanya jaminan untuk kelangsungan dalam
jangka panjang. Pada hakekatnya pengelolaan sumberdaya alam adalah untuk
rakyat dan harus dilakukan dalam suatu kerangka sosial. Bagi kawasan
konservasipun, kelangsungan eksistensinya sangat bergantung pada sikap
penduduk setempat, dan dukungan masyarakat pada tingkat lokal maupun
nasional merupakan komponen penting dari pengelolaan.
Komunikasi merupakan media yang sangat efektif untuk melakukan
pendekatan konservasi.
umum
dan
(Sastropoetro (1988).
mengggunakan
lambang-lambang
yang
penuh arti
pengertian antara komunikator dengan komunikan. Kakau antara dua orang yang
berkomunikasi itu terdapat kesamaan pengertian, artinya tidak ada perbedaan
75
terhadap pengertian tentang sesuatu, maka terjadilah situasi yang disebut in tune.
Fungsi komunikasi (menurut Harol Losswe (dalam Sastropoetro, 1988) adalah :
a. Melakukan pengumpulan dan distribusi informasi berbagai peristiwa di
dalam lingkungan
b. Kegiatan korelasi, meliputi interpretasi informasi tentang lingkungan dan
menyarankan
jalan
keluarnya
(istilah
ini
biasa
disebut
dengan
editorial.propaganda)
c. Pemindahan
atau
pengalihan
warisan
sosial
dipusatkan
pada
pengunjung
Kawasan konservasi sebagai pusat rujukan/koleksi sehingga dapat
76
77
78
ketidak berdayaan, tidak percaya diri dfan perasaan bahwa diri mereka bukan
sebagai komponen penting dalam masyarakat. Dari sudut kemampuan
masyarakat untuk mempengaruhi proses pengambilam keputusan , tentu saja
berbagai bentuk partisipasi di atas memiliki gradasi dan tingkatannya masingmasing Arnstein (dalam Aliadi, 1996) dalam tipologinya yang dikenal sebagai
Delapan Tangga Partisipasi masyarakat menjabarkan bahwa terdapat
perbedaan yang sangat hakiki antara peran serta yang dia sebut sebagai empty
ritual dengan peran serta yang real. Ke delapan tangga-nya yang semakin lama
semakin tinggi itu adalah :
1. Manipulasi (manipulation)
2. Terapi (therapy)
3. Menyampaikan informasi (informing)
4. Konsultasi (consultation)
5. Menenagkan.meredam kemarahan (Placation)
6. Kemitraan (partnership)
7. Pendelegasian kekuasaan (delegated power)
8. Pengawasan masyarakat (Citizen control)
Dua tangga terbawah dikatakan non participation, dengan menempatkan
bentuk-bentuk partisipasi yang dinamakan (1) manipulation dan (2) therapy.
Sasaran yang sesungguhnya dari kedua bentuk pendekatan ini adalah
mendidik dan mengobati partisipasi.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikatagorikan sebagai tingkat tokenisme,
yaitu suatu tingkat partisipasi dimana masyarakat didengar dan diperkenankan
berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan
jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang
keputusan. Apabila partisipasi hanya dibatasi pada tingkatan ini maka upaya
perubahan masyarakat menuju keadaan yang lebih baik kecil kemungkinan
akan terjadi. Dalam tingkat tokenisme termasuk di dalamnya (3) informing,
(4) consultation dan (5) placation. Arnstein mengkategorikan tangga teratas
ke dalam tingkat kekuasaan masyarakat. Masyarakat dalam tingkatan ini
79
80
Daftar Pustaka
Awang, San Afri, 2005. Negara, Masyarakat, dan Deforestasi, Konstruksi Sosial
atas Pengetahuan dan Perlawanan Petani terhadap Kebijakan Pemerintah,
Ringkasan Disertasi Program Pasca Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada.
Cutter, Susan L; Renwick, William H, 2004. Exploitation, Conservation,
Preservation, A Geographic Perspective on Natural Resource Use. Fourth
edition. John Wiley & Sons, Inc.
Dietz, Ton (1996), Pengakuan Hak atas Sumberdaya Alam. Diterjemahkan Roem
Topatimasang, Kata Pengantar Mansour Fakih. Penerbit kerjasama Pustaka
Pelajar, INSIST Press dan REMDEC, cetakan pertama.
Eckersley, Robiyn. 1992. Environmentalism and Political Theory, Toward an
Ecocentric Approach. UCL Press
Keraff, A.S. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Mackinnon, J. dan K. Mackinnon, 1993. Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi
di daerah Tropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Primack, Richard B; Supriyatna, Jatna; Indrawan, Mochammad; dan
Kramadibrata, Padi. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia.
81