Anda di halaman 1dari 14

Peranan Sumber Daya Alam dalam Pembangunan Ekonomi

1.1 Pendahuluan
Dalam sejarah peradaban, sumber daya alam telah memberikan peranan yang
penting dalam kehidupan manusia. Sejak jaman prasejarah, leluhur kita yang dikenal
dengan komunitas masyarakat berburu yang mengandalkan sumber makanan dari alam
untuk hidup mereka. Sumber-sumber pangan misalnya, diperoleh langsung dari sistem
alam dengan cara berburu, dan mengumpulkan tanaman liar.
Lompatan besar pertama terkait dengan peran modal alam adalah pada masa
revolusi industri yang dimulai di Inggris pada tahun 1700an. Era tersebut sumber daya
alam seperti batu bara, minyak, kayu hutan, besi dan ikan merupakan mesin
pertumbuhan revolusi industri yang menandai awal mekanisasi dan percepatan
pertumbuhan ekonomi secara global. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar mesin
uap untuk transportasi, sementara minyak yang umumnya berasal dari ikan paus
diperlukan untuk pemanas ruangan dan penerangan. Kayu hasil hutan banyak
dimanfaatkan untuk pembuatan bangunan perumahan dan pabrik serta sebagian menjadi
bahan bakar rumah tangga. Sementara besi banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan
membuat peralatan, membangun jembatan dan kapal-kapal laut. Pemanfaatan yang
massif atas sumber daya alam pada era ini pun diduga telah menyebabkan pengurasan
terhadap sumber daya alam dan terjadinya deforestasi di belahan Eropa Barat.
Selain itu, manusia dalam memuaskan kebutuhannya, baik secara personal maupun
sebagai masyarakat selalu membutuhkan komoditas. Salah satu alat pemuas kebutuhan
ini disebut sebagai sumber daya yang dapat berupa barang konsumsi maupun barang
produksi. Sumber daya yang digunakan dalam proses produksi tidak hanya meliputi tanah,
mineral dan bahan bakar, tetapi juga tenaga kerja, kapital maupun valuta asing. Untuk
memilih sumber daya yang memenuhi kebutuhan itu selalu dipertimbangkan adanya
pemuasan kebutuhan dengan tujuan untuk memaksimalkan kepuasan atau untuk
memaksimalkan produksi, baik untuk personal maupun dalam tingkat masyarakat. Oleh
sebab itu, adanya sumber daya alam yang terbatas, dan kebutuhan manusia yang tidak
ada batasnya, maka manusia secara sendiri atau masyarakat secara bersama-sama
harus berusaha mencapai kepuasan pribadi atau manfaat sosial yang optimal.
Fungsi sumber daya alam dalam sistem ekonomi tidak diragukan lagi. Walaupun
begitu, peranan sumber daya alam dilihat dari sudut pandang ilmu ekonomi telah
mengalami perubahan sesuai dengan jamannya. Ekonomi klasik yang hidup pada abad
kesembilan belas, seperti Malthus dan Ricardo, memandang kekayaan sumber daya
lahan yang dimiliki suatu negara merupakan kunci kemakmuran negara yang
bersangkutan. Pada jaman itu pemilikan dan produktivitas lahan sangat menentukan
produktivitas nasional. Peranan sumber daya alam terhadap ekonomi tidak pernah luput
dari diskusi kebijaksanaan dan teori ekonomi (Pakpahan, 1989).
Akan tetapi bagi para ekonom yang hidup kemudian, sumber daya alam tidak lagi
dipandang sebagai hal yang sangat penting. Ekonom ternama seperti Hicks hanya sedikit
sekali membahas atau memasukkan sumber daya dalam bukunya Value and Capital.
Demikian juga halnya kita tidak menjumpai diskusi yang eksplisit mengenai sumber daya
alam dalam buku Foundation of Economic Analysis yang ditulis Samuelson (Pakpahan,
1989). Perbedaan pandangan ini mungkin disebabkan oleh situasi jaman yang berbeda.
Pada bagian permulaan dan pertengahan abad kedua puluh sumber daya alam tidak
merupakan faktor pembatas penting bagi sebagian besar negara industri saat itu. Sumber
daya alam secara tidak terbatas dapat didatangkan dari Asia, Afrika, atau Amerika Latin
yang sebagian besar merupakan negara jajahan negara-negara industri saat itu. Akan
tetapi, setelah perang dunia kedua, yang ditandai oleh kemerdekaan sebagian besar
negara pemasok sumber daya alam, sumber daya alam kembali dipandang penting
baik dalam teori maupun kebijaksanaan ekonomi karena sumberdaya alam menjadi
barang langka dan harus dibeli.
Pada fase perkembangan ekonomi selanjutnya sumber daya alam dan
lingkungan beralih fungsinya dari fungsi penyediaan bahan baku industri ke fungsi jasa
lainnya seperti rekreasi atau asimilasi sampah dan bahan beracun yang dibuang ke alam
bebas. Sistem ekonomi tidak dapat dipisahkan dari sumber daya alam dan lingkungan
(Perrings, 1989). Pertumbuhan ekonomi yang pesat tanpa memperhatikan daya asimilasi
lingkungan terhadap sampah dan polutan akan berbahaya. Kerusakan lingkungan di masa
datang bukan banyak akan mengurangi kapasitas produksi, juga langsung memberikan
dampak negatif terhadap kesejahteraan manusia melalui penurunan mutu lingkungan
hidup. Sebagai contoh, peningkatan produksi pertanian tanpa mempertimbangkan
kelestarian sumber daya alam seperti: (i) penggunaan pupuk kimia yang berlebihan akan
mencemari sistem tata air, (ii) pestisida akan mencemari rantai sistem pangan, dan (iii)
erosi tanah akan menurunkan kapasitas produksi dan masalah lingkungan lainnya. Oleh
karena itu, pembangunan pertanian yang ditujukan untuk mencapai kecukupan dan
keamanan pangan perlu didasarkan pada pembangunan pertanian yang berwawasan
lingkungan.

Untuk memahami peranan dari sumber daya alam perlu dilakukan penilaian
terhadap semua manfaat yang dihasilkan. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk
menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan manusia.
Diketahuinya peranan dari sumber daya alam, maka dapat dijadikan sebagai rekomendasi
bagi para pengambil kebijakan untuk mengalokasikan sumber daya alam yang semakin
langka dan melakukan distribusi manfaat sumber daya alam yang adil. Terlebih dengan
meningkatnya pertambahan penduduk saat ini yang menyebabkan timbulnya tekanan
yang serius terhadap sumber daya alam, menyebabkan perlunya penyempurnaan
pengelolaan sumber daya alam melalui penilaian akurat terhadap nilai ekonomi sumber
daya alam yang sesungguhnya (Simarmata dan Astuti, 2020)
Banyak manfaat sumber daya alam tidak memiliki harga pasar, untuk itu perlu
digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai ekonomi sumber daya
tersebut dalam satuan moneter. Manfaat hutan dalam penjerapan karbon, manfaat
ekologis serta lingkungan lainnya merupakan contohnya. Karena sifatnya yang non
market, menyebabkan banyak manfaat sumber daya hutan belum dinilai secara
memuaskan dalam perhitungan ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan pentingnya
manfaat lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi sumber daya alam yang
semakin terdegradasi. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai metode dan teknik
penilaian peranan, baik untuk peranan yang sudah memiliki harga pasar ataupun tidak,
dalam satuan moneter pada pembangunan ekonomi. Dalam Bab ini akan dijelaskan
peranan sumber daya alam dalam pembangunan ekonomi yang digunakan untuk menilai
peranan sumber daya alam, sekaligus tinjauan serta kontribusinya terhadap
pembangunan nasional.
1.2 Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan suatu yang ada di alam yang berguna dan
mengandung nilai dalam kondisi di mana kita menemukannya. Tidak dapat dikatakan
sebagai sumber daya alam, apabila sesuatu yang ditemukan tidak diketahui kegunaannya
sehingga tidak mempunyai nilai, atau sesuatu yang berguna tetapi tidak tersedia dalam
jumlah besar dibanding permintaannya, sehingga dapat dianggap tidak bernilai. Secara
ringkas, sesuatu dikatakan sebagai sumber daya alam apabila memenuhi tiga syarat : (i)
sesuatu itu ada; (ii) dapat diambil; dan (iii) bermanfaat. Dengan demikian, pengertian
sumberdaya alam mempunyai sifat dinamis, dalam arti peluang sesuatu benda menjadi
sumber daya selalu terbuka. Pemahaman mengenai sumber daya alam akan semakin
jelas jika dilihat menurut jenisnya. Berdasarkan wujud fisiknya, dapat dibedakan menjadi
empat klasifikasi yaitu : (i) sumber daya lahan; (ii) sumber daya hutan; (iii) sumber daya
air; dan (iv) sumber daya mineral.
Sedangkan berdasarkan proses pemulihannya, sumber daya alam dapat dibedakan
menjadi tiga klasifikasi (Alen, 1959), yaitu : (i) sumber daya alam yang tidak dapat habis
(inexhaustible natural resources), di antaranya udara, energi matahari, dan air hujan; (ii)
sumber daya alam yang dapat diganti atau diperbaharui dan dipelihara (renewable
resources), contohnya : air di danau/ sungai, kualitas tanah, hutan, dan margasatwa ; (iii)
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources/ irreplaceable
atau stock natural resources), contohnya : batu bara, minyak bumi, dan logam. Dalam
penggunaannya, sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan tidak dapat diperbaharui
dapat saling melengkapi (komplementer), saling menggantikan (substitusi) atau dapat
bersifat netral. Kajian tentang hubungan di antara berbagai penggunaan sumber daya
alam ini akan sangat bermanfaat pada saat membahas masalah kebijaksanaan dalam
pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Ruang lingkup sumber daya alam mencakup semua pemberian alam di bawah atau
di atas bumi baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pengertian sumber daya alam
meliputi semua sumber daya dan sistem yang bermanfaat bagi manusia dalam
hubungannya dengan teknologi, ekonomi, dan keadaan sosial tertentu. Definisi ini
berkembang dan sekarang mencakup sistem ekologi dan lingkungan. Setelah lepas dari
alam dan dikuasai oleh manusia, maka sumber daya tersebut disebut barang-barang
sumber daya (resource commodity). Dari definisi tersebut menjadi jelas bahwa yang kita
ketahui mengenai sumber daya alam tergantung pada keadaan yang kita warisi, tingkat
teknologi saat ini maupun yang akan datang serta kondisi ekonomi maupun preferensi
pasar (Howe, 1979). Untuk mengetahui bagaimana peranan sumber daya alam dalam
pembangunan, akan diuraikan sebagai berikut :

1.2.1 Sumber Daya Alam sebagai Modal Alam


Peran dan kontribusi sumber daya alam dalam perekonomian dan kehidupan
manusia merupakan konsep dasar sumber daya alam sebagai modal alam (natural
capital). Konsep modal alam ini dalam tatanan teori ekonomi telah pula menjadi tema
sentral sejak era ekonomi klasik dan neo klasik di abad 18 dan 19. Pada era tersebut
ekonom mengidentifikasi faktor produksi, yakni sumber daya yang dibutuhkan untuk
menghasilkan barang dan jasa sebagai kapital, tenaga kerja, dan lahan. Kapital diartikan
sebagai input yang tidak dikonsumsi untuk menghasilkan suatu produk atau sesuatu yang
dibuat manusia yang memberikan kontribusi pada produksi barang dan jasa. Konsep
kapital ini ditemukan dalam konsep Adam Smith dan juga mazhab ekonomi Austria yang
dipelopori oleh Bohm Bawreck (Farley, 2012). Belakangan konsep kapital ini mengalami
perubahan yang disebabkan oleh perbedaan fundamental antara satu jenis kapital dengan
lainnya. Dalam konsep neo- klasikal, konsep lahan sebagai kapital contohnya sudah
termasuk di dalamnya seluruh sumber daya baik yang pulih maupun yang tidak pulih.
Pada abad ke-20 ekonom Irving Fisher kemudian me-redefinisi kembali konsep
kapital ini. Fisher mendefinisikan kapital sebagai aset yang menghasilkan arus pendapatan
sepanjang waktu. Dengan definisi ini lahan yang semula menjadi komponen kapital yang
terpisah kemudian disatukan menjadi dua yakni kapital dan tenaga kerja saja (Fauzi,
2004).
Dalam kurun waktu lebih dari tujuh puluh tahun konsep kapital ini menjadi acuan
dalam teori ekonomi, yang telah menyadarkan para ekonom bahwa percepatan
pertumbuhan ekonomi terkendala oleh keterbatasan sumber daya alam dan timbulnya
masalah-masalah lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan ekonomi itu sendiri. Kondisi
ini kemudian membangkitkan kesadaran pentingnya pemahaman khusus mengenai
sumber daya alam sebagai modal alam yang diartikan sebagai stok yang menghasilkan
aliran layanan dari alam baik berupa barang maupun jasa (Farley, 2012). Dengan konsep
ini sumber daya alam diperlakukan sebagai faktor produksi yang khas dan esensial.
Fauzi (2004), menyebutkan bahwa pada tahun 1973, Joseph Schumacher
mengenalkan secara eksplisit konsep natural capital dalam bukunya yang menyatakan
bahwa sumber daya alam merupakan bagian terbesar dari seluruh kapital. Schumacher
juga menyatakan adanya pemahaman yang keliru dalam teori ekonomi modern di mana
deplesi dari sumber daya alam diperlakukan sebagai pendapatan. Konsep sumber daya
alam sebagai modal alam secara terus menerus mengalami perkembangan pemahaman
yang lebih kuat, khususnya dalam aspek keberlanjutan seperti yang dikemukakan oleh
Pearce (1988) dan Daly (1973), di mana pembangunan berkelanjutan memerlukan
ketersediaan modal alam yang terus menerus. Hal senada diungkapkan oleh Demikian
pula halnya dengan Jansson (1994) yang lebih memfokuskan lagi pada pentingnya nilai
ekonomi modal alam dan juga investasi yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan
pembangunan ekonomi.
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa modal alam secara umum diartikan sebagai
stok alam yang menghasilkan barang dan jasa, namun pengertian modal alam pada
hakekatnya tidak terbatas pada stok semata, namun juga menyangkut konsep aliran
(flow). Constanza. R. (1997), misalnya mengartikan modal alam sebagai ekosistem alam
yang menghasilkan aliran (flow) barang dan jasa yang “bernilai”.
Konsep modal alam yang mengedepankan nilai ekonomi ini penting untuk dipahami
karena nilai ekonomi inilah yang sering menjadi pisau bermata dua dalam pengelolaan
sumber daya alam sebagai modal alam. Di satu sisi, nilai sumber daya alam yang tinggi
mengakibatkan terjadinya ekstraksi yang berlebihan, sementara disisi lain nilai ekonomi
non-ekstraktif sumber daya alam yang bersifat intangible (tidak nampak) menyebabkan
terjadinya under valuation (penilaian yang rendah) terhadap modal alam tersebut. Dalam
konteks inilah Costanza et al. (2014), mencoba menghitung nilai ekonomi yang dihasilkan
dari modal alam secara global yang bernilai sekitar US $ 142.7 triliun. Nilai ini setara
dengan 1,8 kali lipat Produk Domestik Bruto dunia yang berkisar US $ 77.6 triliun.
Penyampaian harga atau nilai pasar (price tag) dari modal alam ini dimaksudkan untuk
meyakinkan publik bahwa modal alam merupakan komponen yang substansial dalam
pembangunan dan bernilai tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia
secara lebih berkelanjutan.

1.2.2 Modal Alam dalam Sistem Ekonomi


Seperti diuraikan di atas, sumber daya alam menjadi bagian yang sangat penting
sebagai modal alam dalam pembangunan. Dalam laporan yang dirilis oleh Bank Dunia
pada tahun 2006 dengan judul; Where is the Wealth of Nations? bahkan disebutkan
bahwa modal alam ini bagi negara berkembang merupakan lebih dari seperempat (26%)
dari total kemakmuran. Di Indonesia sendiri, modal alam ini merupakan 25% terhadap
total wealth Indonesia, sementara modal buatan hanya sebesar 17% dari total aset
Indonesia yang sekitar US $ 13.869 per kapita. Selebihnya merupakan intangible capital
yang terdiri dari sumber daya manusia, modal sosial dan kualitas kelembagaan (Fauzi
dan Oxtavianus, 2014).
Lalu bagaimana peran modal alam ini dalam memfasilitasi barang dan jasa yang
dihasilkan pada sistem ekonomi? Gambar 1.3 berikut ini yang bersumber dari Barbier
(2007), dapat membantu menjelaskan hal di atas.

Gambar 1.3: Modal Alam, Buatan, dan Sumber Daya Manusia dalam Sistem
Ekonomi (Barbier, 2007).

Pada Gambar 1.3, Kp, Kn, dan Kh masing-masing menggambarkan modal buatan
(physical capital), modal alam (natural capital), dan sumber daya manusia (human capital).
Kp dapat berupa mesin, peralatan, bangunan dan lain sebagainya, Kn dapat berupa air,
bahan tambang, minyak yang digunakan dalam bentuk bahan baku dan energi. Selain itu
ketiga komponen modal di atas masing-masing memberikan kontribusi pada aspek lain
secara tidak langsung yang memengaruhi kesejahteraan manusia. Modal alam (Kn)
misalnya, selain dapat digunakan sebagai bahan baku dan energi, juga memberikan
layanan dalam bentuk penunjang kehidupan seperti udara yang bersih, sumber air bagi
kehidupan, maupun pemandangan alam yang indah. Hal ini berperan penting dalam
kehidupan dan kesejahteraan manusia. Demikian pula halnya dengan sumber daya
manusia (Kh), selain sebagai tenaga kerja dalam proses produksi, juga dapat menjadi
sumber pengetahuan (human knowledge) yang juga berperan penting dalam menunjang
kesejahteraan.
Peran modal alam dapat juga dicermati dari sisi lain seperti kerugian ekonomi yang
mungkin diderita akibat hilangnya modal alam tersebut. Dari studi Brown et al. (2016),
misalnya, ditemukan bahwa kehilangan keanekaragaman hayati seluas 7,5 juta hektar
pada pola pembangunan business as usual saat ini akan berimplikasi pada kerugian
sekitar 7% PDB global pada tahun 2050. Hal ini setara dengan kehilangan modal alam
antara US$ 2 triliun sampai US$ 4 triliun per tahun. Berkurangnya modal alam dalam
pembangunan juga berimplikasi pada kemiskinan dan keberlanjutan usaha. UNEP (2011),
memperkirakan bahwa 40%-80% pendapatan rumah tangga miskin di Brazil, India, dan
Indonesia berasal dari modal alam. Mereka memanfaatkan modal alam untuk bahan
baku, sumber energi (kayu bakar), sumber makanan, dan berbagai kebutuhan lainnya,
baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk sumber pendapatan rumah tangga.
Dengan demikian kehilangan modal alam ini berimplikasi sangat berat untuk penduduk
miskin. Di sektor usaha (bisnis), hasil studi dari Trucost (2013), menunjukkan bahwa 3.000
perusahaan di berbagai belahan dunia telah menimbulkan eksternalitas atau dampak
negatif pada modal alam yang setara dengan US $ 2.5 triliun per tahun. Angka ini setara
dengan sepertiga dari keuntungan mereka. Dengan kata lain keuntungan yang diperoleh
oleh perusahaan-perusahaan tersebut sepertiganya merupakan hutang terhadap modal
alam yang harus dibayar untuk mempertahankan kelanjutan usaha mereka.
Gambar 1.4: Sumber Daya Alam Penting dalam Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia (Ahmad, 2021).
1.3 Sumber Daya Alam dan Pembangunan Ekonomi
Sumber daya alam yang dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Sumber daya alam
memiliki peran ganda, yakni sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based
economy) dan penopang sistem kehidupan (life support system). Atas dasar fungsi ganda
tersebut, sumber daya alam senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin
keberlanjutan pembangunan nasional. Berbagai permasalahan muncul dan
memicu terjadinya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga
dikhawatirkan berdampak besar bagi kehidupan makhluk di bumi terutama manusia yang
populasinya semakin besar.
Prinsip umum dalam ilmu ekonomi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan umat
manusia yang cenderung tidak terbatas dengan ketersediaan sumber daya yang terbatas
atau langka. Kelangkaan sumber daya alam ini merupakan salah satu faktor utama dalam
kajian ekonomi yang berwawasan lingkungan dan karena faktor kelangkaan itu pula maka
dibutuhkan pengelolaan sumber daya alam secara arif dan bijaksana. Tingkat
ketersediaan dan kelangkaan sumber daya memberikan indikasi tentang bagaimana
seharusnya mengelola sumber daya yang langka dimaksud agar tidak mengancam
kelestariannya dengan tanpa dan atau meminimalkan terjadinya degradasi lingkungan.
Macam dan karakterisasi sumber daya tidak hanya menggambarkan bagaimana
pentingnya sumber daya tersebut tetapi yang lebih penting adalah bagaimana sebaiknya
sumber daya itu dikelola agar memenuhi kebutuhan umat manusia tidak hanya masa kini,
tapi juga masa yang akan datang. Berikut akan diuraikan hubungan ilmu ekonomi dengan
sumber daya alam, penggunaannya, barang sumber daya, pertumbuhan ekonomi dan
fungsi produksi dari sumber daya alam dimaksud.

1.3.1 Ilmu Ekonomi dan Sumber Daya Alam


Kaitan sumber daya alam dengan peranan ilmu ekonomi tidak banyak berbeda,
karena tersedianya sumber daya alam itu juga relatif terbatas dibanding dengan
kebutuhan akan sumber daya alam itu. Dalam bidang ilmu ekonomi merupakan ilmu
tentang proses bagaimana seseorang atau masyarakat mengambil keputusan tentang
bagaimana menggunakan sumber daya yang langka itu. Namun yang lebih menantang
ialah ilmu ekonomi diartikan sebagai ilmu yang mampu memberikan informasi yang baik
dan berguna dalam pengambilan keputusan, baik untuk pribadi, lebih-lebih untuk
pemerintah, maupun untuk legislatif (Suparmoko, 2002). Setiap aspek yang dibicarakan
oleh subdisiplin ilmu ekonomi tentu menyangkut penggunaan sumber daya alam.
Kebijakan ekonomi makro sering kali menyangkut masalah permintaan terhadap barang-
barang sumber daya alam baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sebaliknya
tersedianya serta biaya pengambilan barang sumber daya alam ini memengaruhi tingkat
kegiatan ekonomi makro.
Secara umum setiap keputusan pemerintah selalu memiliki sasaran ganda (multi
objectives) dalam penggunaan sumber daya alam seperti untuk pertumbuhan ekonomi,
mempertahankan keindahan lingkungan, pemerataan distribusi pendapatan, kekayaan,
maupun kekuasaan; serta keinginan untuk membebaskan diri terhadap ketergantungan
pada kekuatan asing. Lebih-lebih dalam masyarakat yang menganut sistem demokrasi,
maka segala sesuatu yang berkaitan dengan alternatif pengambilan keputusan dan
implikasinya harus dapat diinformasikan kepada masyarakat secara gamblang. Jadi
jelasnya ilmu ekonomi sumber daya alam dapat diartikan sebagai ilmu yang
memperhatikan baik rencana maupun penilaian terhadap alternatif kebijaksanaan sumber
daya alam (Suparmoko, 1997).

1.3.2 Penggunaan Sumber Daya Alam


Semua orang mengetahui bahwa manusia yang hidup di planet bumi yang tetap
ukurannya, dengan tingkat penggunaan sumber daya alam yang relatif meningkat dan
tingkat penyerapan limbah yang relatif tetap. Apabila manusia memulai proses teknologi,
dan kota-kota, industri serta pertanian mulai membuang limbah sebagai produk
sampingan proses kehidupan dan produksi, maka akan ada tekanan terhadap
kemampuan membersihkan secara otomatis yang dimiliki lingkungan alamiah, dan
keseimbangan ekologi akan lenyap. Pada umumnya beban biaya yang timbul karena
limbah tadi diletakkan di pundak masyarakat umum, dan bukan si pencipta limbah itu
sendiri. Oleh karena itu, pemerintah berusaha agar terdapat suatu keadilan, para produsen
dan siapa saja yang menghasilkan limbah hendaknya mempertimbangkan perlunya
kualitas kehidupan dan mengenali biaya yang diperlukan untuk memelihara atau
memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Pemanfaatan sumber daya alam di masa mendatang secara langsung dapat
dihubungkan dengan keseimbangan antara penduduk dan sumber daya alam. Apabila
penduduk membutuhkan terlalu banyak sumber daya alam, maka muncullah kebutuhan
untuk meningkatkan penggalian sumber daya alam ekstraktif dan meningkatkan
permintaan akan sumber daya alam seperti lapangan terbuka, tempat rekreasi, dan udara
yang bersih. Namun dampaknya adalah memburuknya kondisi fisik dan dunia ini, dan
sayangnya masyarakat sangat lambat menemukan pemecahan masalah yang timbul itu.
Beberapa hal yang menjadi alasan dari lambannya penyesuaian itu ialah bahwa
(Suparmoko, 2002) :
1. Masyarakat lebih mengenal adanya kepemilikan pribadi (private) dan mekanisme
pasar, sehingga pengertian bahwa lingkungan sebagai barang milik bersama dan
dipelihara bersama masih sulit dimengerti.
2. Kita tidak mengetahui secara pasti apa yang sesungguhnya diinginkan oleh
masyarakat itu, demikian pula tentang teknologi untuk menghasilkan apa yang
diinginkan tersebut tidak banyak kita ketahui.
3. Karena adanya eksternalitas, maka biaya produksi barang dan jasa sering
menjadi tidak jelas, di samping adanya kelambanan dalam mobilitas manusia.
1.3.3 Sumber Daya Alam dan Barang Sumber Daya
Untuk memahami sumber daya alam dan barang sumber daya, kita harus
mengetahui perbedaan pengertian antara sumber daya alam (natural resources) dan
barang sumber daya (resource commodity). Kedua istilah tersebut dapat membuat
analisis kita menjadi kacau dan membingungkan. Yang dimaksud dengan sumber daya
alam adalah segala sesuatu yang berada di bawah maupun di atas bumi termasuk tanah
itu sendiri, yang berarti sesuatu yang masih terdapat di dalam maupun di luar bumi dan
sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi untuk meningkatkan
tersedianya barang dan jasa dalam perekonomian.
Sementara, barang sumber daya merupakan sumber daya alam yang sudah diambil
dari dalam atau di atas bumi dan siap digunakan serta dikombinasikan dengan faktor-
faktor produksi lain sehingga dapat dihasilkan luaran baru baik berupa barang dan jasa
bagi konsumen maupun produsen. Oleh karena itu, bila kita membicarakan mengenai
fungsi produksi, yang kita maksud dengan sumber daya alam adalah barang sumber daya
itu. Jumlah dan kualitas barang sumber daya yang dipakai dalam proses produksi dapat
meningkatkan produksi barang dan jasa bila dikombinasikan dengan faktor produksi lain.

1.3.4 Sumber Daya Alam dan Pertumbuhan Ekonomi


Hubungan pertumbuhan ekonomi dengan tersedianya sumber daya alam tidak sama
dengan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan tersedianya barang sumber daya
yang dipakai dalam proses produksi. Semakin cepat pertumbuhan ekonomi maka
semakin banyak barang sumber daya yang diperlukan dalam proses produksi yang
gilirannya mengurangi ketersediaan sumber daya alam yang ada di dalam bumi, karena
barang sumber daya itu harus diambil dan tempat persediaan (stock) sumber daya alam
(Suparmoko, 1997).
Jadi dengan semakin menggebunya pembangunan ekonomi di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia karena merasa tertinggal dari negara lain dan ingin
menghilangkan adanya kemiskinan di negara tersebut, maka akan berarti semakin banyak
barang sumber daya yang diambil dari dalam bumi dan semakin sedikitlah jumlah
persediaan sumber daya alam tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat
hubungan yang positif antara jumlah dan kuantitas barang sumber daya dan pertumbuhan
ekonomi, tetapi sebaliknya ada hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan
ketersediaan sumber daya alam yang ada di dalam bumi. Di samping itu dengan
pembangunan ekonomi yang cepat yang dibarengi dengan pembangunan pabrik, akan
tercipta pula pencemaran lingkungan yang semakin membahayakan kehidupan manusia.

1.3.5 Fungsi Produksi


Berbicara pertumbuhan ekonomi, maka kita akan terlibat dengan masalah
peningkatan luaran (output) yang terus menerus dalam jangka panjang. Peningkatan
luaran ini tergantung pada macam dan jumlah masukan (input) atau faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara luaran dan masukan inilah yang
disebut fungsi produksi. Secara garis besar faktor produksi atau masukan yang dipakai
untuk meningkatkan luaran yang berupa produksi barang dan jasa dalam suatu
perekonomian yang dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja, modal atau kapital, tanah
dan sumber daya alam lainnya, teknologi dan faktor sosial seperti sistem pemerintahan,
adat istiadat, agama dan lain sebagainya.
Secara matematis dapat kita tuliskan (Suparmoko, 1997) :
Y = f (L, K, R, T, S)
di mana:
Y = jumlah produksi nasional
L = jumlah tenaga kerja
K = kapital
R = jumlah sumber daya alam
T = teknologi
S = faktor sosial
Masing-masing masukan mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat produksi
nasional, artinya semakin banyak jumlah faktor produksi atau masukan itu digunakan akan
semakin tinggi tingkat produksi. Anggapan yang dipakai di sini adalah bahwa masing-
masing faktor produksi itu bersifat homogen.
Sering kali dalam salah satu fungsi produksi hanya dituliskan bahwa produk nasional
bruto merupakan fungsi dari kapital dan tenaga kerja. Namun yang dimaksud dengan
kapital di sini sudah mencakup sumber daya tanah dan sumber daya alam (Thirlwall,
1995). Hal ini dapat kita mengerti karena pada
umumnya tanah atau sumber daya alam tanpa aplikasi kapital tidak banyak berarti
bagi peningkatan produksi barang atau jasa. Di samping itu tanah dan sumber daya alam
tersebut relatif konstan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, layaklah bila tanah
dianggap sebagai bagian dan kapital.
Tetapi bila kita teliti secara mendalam, tanah dan sumber daya alam merupakan
faktor yang sangat menentukan bagi proses pembangunan ekonomi suatu negara.
Negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki tanah yang subur sangatlah
mungkin memiliki tingkat produktivitas pertanian yang tinggi pada tahap awal dan
pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan produktivitas pertanian akan sangat memengaruhi perkembangan
sektor-sektor lain seperti sektor industri dan jasa pada tahap perkembangan ekonomi lebih
lanjut. Pada umumnya orang menerangkan bahwa kemunduran suatu perekonomian
maupun adanya kesempatan untuk berkembang bagi suatu masyarakat dapat dilihat dari
tersedianya sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. Bahkan sampai sekarang
masih ada orang yang mengatakan bahwa suatu negara mengalami kemiskinan karena
tidak cukupnya sumber daya alam yang dimilikinya. Memang benar terbatasnya tingkat
output di negara yang pendapatannya rendah antara lain disebabkan oleh terbatasnya
sumber daya alam yang tersedia, baik dalam arti kuantitas maupun jenisnya.
Gambar 1.5: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Barang Sumber
Daya (Suparmoko, 2002).

Tanpa adanya sumber alam yang minimum di negara itu, maka akan tidak banyak
harapan untuk adanya perkembangan ekonomi. Alam sekiranya membatasi kemungkinan
usaha manusia untuk hidup dan mencapai sesuatu. Tetapi jumlah dan kualitas sumber
daya alam riil yang dipunyai oleh suatu negara atau suatu daerah itu lebih merupakan
hasil daripada sebab perkembangan ekonomi. Dengan kata lain justru dengan berhasilnya
pembangunan ekonomi akan semakin banyak sumber daya alam yang dapat digali dan
selanjutnya akan mendorong pembangunan lebih lanjut.
Dari ilustrasi Gambar 5.1, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
digambarkan pada sumbu vertikal merupakan fungsi dari tersedianya barang sumber
daya yang digambarkan pada sumbu horizontal. Kurva Y = f(R) menunjukkan adanya
hubungan positif yang artinya bila jumlah barang sumber daya yang dipakai dalam proses
produksi bertambah maka perekonomian juga berkembang lebih maju. Contoh dalam
Gambar 1.5, dapat dilihat bahwa bila jumlah barang sumber daya yang dipakai dalam
perekonomian setinggi R0, maka tingkat pertumbuhan ekonomi akan setinggi Y0; dan bila
jumlah barang sumber daya alam yang dipakai bertambah (R1), maka tingkat
pertumbuhan ekonomi juga menjadi lebih tinggi (Y1).

Gambar 1.6: Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Persediaan


Sumber Daya (Suparmoko, 2002).
Ilustrasi yang pada Gambar 1.6, menunjukkan bahwa jumlah persediaan sumber
daya alam (N) merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi (Y), dan terlihat ada
hubungan yang negatif artinya semakin cepat pertumbuhan ekonomi suatu perekonomian
akan semakin menipis tersedianya sumber daya alam di negara yang bersangkutan.
Pada Gambar l.6, menunjukkan bahwa
pada saat pertumbuhan ekonomi setinggi Y0 %, maka jumlah persediaan sumber
daya alam adalah N0 dan bila laju pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi Y1 %, maka
jumlah persediaan sumber daya alam menurun menjadi N1.
Sumber daya alam sebagai suatu persediaan (stock) ada pada setiap saat dan
persediaan ini meningkat dengan adanya penemuan baru, serta berkurang dengan
adanya penggunaan atau pengambilan sumber daya alam itu. Disamping itu sumber daya
alam juga akan berkurang apabila terjadi kerusakan alamiah, seperti usang ataupun
kehancuran lainnya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa barang sumber daya alam yang
dikombinasikan dengan faktor produksi lain seperti kapital, tenaga kerja, dan teknologi
untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan manusia. Pertumbuhan
ekonomi sangat penting dalam arti peningkatan jumlah barang dan jasa yang dapat
dihasilkan dalam suatu negara guna memenuhi kebutuhan penduduk yang selalu
meningkat jumlahnya. Jangan sampai laju tambahan jumlah penduduk lebih tinggi
daripada laju pertumbuhan produksi barang dan jasa. Apabila laju pertumbuhan penduduk
lebih tinggi daripada laju pertumbuhan barang dan jasa, maka tingkat kesejahteraan atau
tingkat hidup dapat dikatakan menurun, dan hal ini tidak dikehendaki oleh kita semua,
khususnya untuk negara-negara yang sedang berkembang.
Karena sumber daya alam diartikan sebagai segala sesuatu yang ada di bumi
maupun di atas bumi yang dihasilkan oleh alam dan bukan oleh manusia, maka produksi
barang dan jasa itu tidak mungkin terjadi tanpa melibatkan sumber daya alam di dalam
proses produksi mereka.
Suparmoko (1997), juga menyebutkan bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah
penduduk berarti semakin banyak diperlukan terhadap barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan penduduk tersebut. Peningkatan jumlah barang dan jasa secara otomatis
memerlukan lebih banyak barang sumber daya sebagai salah satu faktor produksi yang
akan diolah bersama faktor-faktor produksi lain baik dalam industri pengolahan industri
pertanian maupun industri jasa, yang sebagai produk sampingannya adalah pencemaran
lingkungan.
Gambar 1.7: Hubungan antara Tingkat Pertumbuhan dan Pencemaran
(Suparmoko, 1997).
Hubungan positif antara pembangunan ekonomi dengan pencemaran lingkungan
contohnya akan terjadi. Semakin giat pembangunan ekonomi maka semakin tinggi
pula derajat pencemaran lingkungan, salah satunya. Gambar 1.7, menggambarkan
bagaimana hubungan dimaksud, yaitu pada sumbu horizontal digambarkan tingkat
pertumbuhan ekonomi dan pada sumbu vertikal digambarkan tingkat pencemaran. Bila
laju pertumbuhan ekonomi digambarkan setinggi Y0%, maka tingkat pencemaran
lingkungan setinggi P0 dan bila tingkat pertumbuhan ekonomi setinggi Y maka tingkat
pencemaran lingkungan setinggi P1. Jadi di satu pihak kegiatan produksi barang dan jasa
menghasilkan sesuatu yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk,
tetapi di lain pihak karena adanya pencemaran lingkungan akan merupakan faktor yang
menekan kesejahteraan hidup penduduk (Suparmoko,1997).

Anda mungkin juga menyukai