TESIS
RINI AGUSTIN
NPM 0906648232
TESIS
RINI AGUSTIN
NPM 0906648232
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini, yang disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
untuk meraih gelar dokter spesialis di bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
1. dr. Siti Annisa Nuhonni, SpKFR(K) sebagai guru dan pembimbing, yang
membantu mewujudkan mimpi penulis meneliti gerakan shalat.
Memberikan masukan, banyak petunjuk, ilmu dan saran yang sangat
berharga selama pembuatan proposal, pelaksanaan sampai penyelesaian
tesis ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas semua dedikasi beliau
dengan limpahan rahmat dan kasih sayangNya.
2. dr. Elida Ilyas, SpKFR(K) sebagai guru dan pembimbing, yang telah
memberikan dukungan moril dan bimbingan ilmu di sela sakit beliau.
Semoga Allah melimpahkan kesehatan dan kekuatan agar beliau mampu
kembali mengajar dan membimbing PPDS.
3. Prof. Dr. Yunizaf, SpOG(K) sebagai pembimbing dan penyeimbang antara
ilmu medis dan agama, yang membuka wawasan penulis dalam memahami
gerakan shalat.
4. dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD-KGer, MSc, sebagai pembimbing dan
pemecah masalah yang dengan sabar, teliti dan sistematis menguraikan
permasalahan yang timbul sejak dari ide sampai dengan hasil akhir ini.
Semoga Allah senantiasa memberkahi ilmu beliau.
10. dr. Rosiana P Wirawan, SpKFR beserta staf di RSU Fatmawati, dr. Anita
Ratnawati, SpKFR beserta staf RSU Persahabatan, dr Kumara Bakti Hera
Pratiwi, SpKFR beserta staf RS Kanker Dharmais, dr Hamidah, SpKFR
beserta staf RSUD Tangerang dan dr. Julius Aliwarga, SpKFR. Terima
kasih atas semua bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada
penulis selama ini.
vi
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu penulis dengan pahala berlipat ganda. Semoga tesis ini
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu, terutama Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi.
Rini Agustin
vii
x
Universitas Indonesia
xi
Universitas Indonesia
xii
Universitas Indonesia
xiii
Universitas Indonesia
xiv
Universitas Indonesia
xv
Universitas Indonesia
Saat ini Indonesia tengah mengalami suatu perubahan dalam hal karakteristik
demografis penduduk. Terjadi peningkatan jumlah penduduk berusia tua, atau
yang dikenal sebagai kaum usia lanjut. Secara spesifik, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan
bahwa usia lanjut adalah “seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.”1
Berdasarkan data tahun 2009, penduduk usia lanjut Indonesia mencapai 8,37%
dari jumlah seluruh penduduk, atau diperkirakan sebanyak 19.318.029 jiwa.2
Perserikatan Bangsa-Bangsa memproyeksikan jumlah tersebut akan terus naik,
hingga mencapai jumlah 25,5 juta jiwa pada tahun 2020.3
Terlepas dari konsep ideal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua usia
lanjut dapat menempuh proses menua secara sukses. Sebagian usia lanjut rentan
menjadi bergantung dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari/AKS.5
1
Universitas Indonesia
Salah satu kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan oleh umat Islam, termasuk
orang yang berusia lanjut, adalah ibadah dalam bentuk shalat. Shalat bahkan
menjadi aktivitas yang utama bagi sebagian besar orang usia lanjut. Ibadah shalat
yang dilakukan oleh muslim termasuk pada aktivitas fisik intensitas ringan-sedang
yang menimbulkan relaksasi, meminimalkan stres, mengefektifkan aliran darah
dan menguatkan otot. Shalat yang dilakukan dengan berbagai variasi posisi dan
postur, dapat meningkatkan kesehatan psikologikal, kepercayaan dan efikasi diri,
prilaku motor, aliran darah serebral dan kebugaran muskuloskeletal.6
Shalat merupakan serangkaian gerakan yang terdiri dari beberapa gerakan yang
dilakukan secara berulang. Secara kasar gerakan tersebut adalah berdiri, rukuk,
sujud dan duduk. Banyak aspek yang bisa ditinjau dalam gerakan shalat tersebut.
Salah satunya adalah komponen dasar gerakan shalat dilihat dari hirarki fungsi
fisik. Pada hirarki fungsi fisik komponen dasar dibagi atas koordinasi motor halus,
keseimbangan, kekuatan otot, fleksibilitas, dan ketahanan.7 Gerakan shalat juga
dapat ditinjau dari komponen dasar tersebut. Masing-masing komponen dasar
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam shalat komponen tersebut
saling berintegrasi. Koordinasi motor halus dapat dilihat pada gerakan jari, seperti
saat takbir, rukuk maupun saat duduk tawaruk; keseimbangan dibutuhkan saat
berdiri, melakukan rukuk dan juga sujud serta dalam pergantian gerakannya;
begitu juga dengan komponen kekuatan otot saat melakukan gerakan. Komponen
yang tak kalah penting adalah fleksibilitas dalam gerakan seperti rukuk, serta
ketahanan/endurans otot dan kardiorespirasi saat shalat. Sebagaimana diketahui
bahwa shalat terdiri dari beberapa rakaat dan selalu dilaksanakan minimal lima
kali sehari. Selain kelima komponen fisik dasar tersebut, pada aktivitas shalat juga
dibutuhkan komponen nonfisik, seperti mental-sprituil dan kekhusyukan dalam
melaksanakannya.
Universitas Indonesia
seseorang, bila sakit shalat bisa dilakukan dengan cara berbaring atau tidur,
namun bila tidak maka shalat lebih baik dilaksanakan dengan cara berdiri. Usia
lanjut telah mengalami kemunduran secara fisik dan hal ini mempengaruhi cara
mereka dalam melaksanakan shalat. Shalat yang merupakan aktivitas fisik dengan
intensitas ringan-sedang yang rutin dilakukan oleh muslim terutama usia lanjut,
mampukah menggambarkan kemampuan aktivitas fungsional fisik mereka sehari-
hari? Hingga saat ini belum ada penelitian tentang shalat yang diurai berdasarkan
komponen dasarnya, serta bagaimana kemampuan gerakan shalat dalam
memprediksi aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut, apakah bila gerakan shalat
dapat dilakukan dengan baik bisa menggambarkan aktivitas fungsional fisik yang
juga baik? Pertanyaan ini membuat penulis tertarik untuk menggalinya lebih
dalam.
a. Berapa proporsi usia lanjut yang dapat melakukan gerakan shalat dengan
sempurna.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Shalat dari segi bahasa berarti doa. Adapun menurut syariat, shalat merupakan
serangkaian ucapan dan gerakan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Ibadah shalat telah
diatur semua gerakan atau ucapannya dan tidak boleh diubah.8, 9
Sudah masuk waktu shalat dimaksudkan adalah lima waktu melakukan shalat
wajib sesuai dengan nama shalatnya yaitu subuh, zuhur, ashar, magrib dan isya.
Suci dari hadas besar dan kecil dilakukan dengan mandi wajib dan berwudhu,
serta memastikan badan, pakaian dan tempat bersih dan suci dari kotoran.
Gerakan yang dilakukan selama shalat adalah rukun shalat merupakan gerakan
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu :9
- Niat
- Takbiratul ihram
- Berdiri
- Membaca surah Al-Fatihah
- Rukuk
- I’tidal
5
Universitas Indonesia
- Sujud
- Duduk antara dua sujud
- Duduk tayahud akhir
- Membaca tasyahud akhir
- Membaca salawat
- Salam
- Tertib
a. Takbiratul ihram
“Apabila Nabi Muhammad SAW berdiri untuk shalat, beliau akan berdiri
tegak, mengangkat kedua tangan dan mengucapkan Allahu akbar” (HR Ibnu
Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibba).9
Universitas Indonesia
b. Berdiri
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/
c. Rukuk
Universitas Indonesia
Hadist lain menyatakan : Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Apabila
Rasulullah SAW rukuk umpamanya diletakkan secangkir air di atas
punggung Rasulullah SAW maka airnya tidak akan tumpah” (HR Ahmad
dan Abu Dawud).11 Posisi rukuk bertindak sebagai suatu cara melenturkan
pinggang bawah dan hamstring, saat rukuk tubuh membentuk sudut 90°
untuk menjaga kesegarisan tubuh dan mencegah ketegangan pinggang
bawah. Leher dan kepala harus lurus saat mata fokus pada tempat shalat.
Tangan ditempatkan pada paha/lutut untuk mengurangi kurvatura tulang
belakang dan membentuk sokongan pada pinggang bawah dan hamstring.6
d. I’tidal
I’tidal dilakukan dengan hati-hati karena bangkit dari rukuk dengan tiba-tiba
menyebabkan pinggang hiperekstensi dan posisi pelvis miring ke anterior.
Tangan kemudian dipindahkan ke samping paha.6
Universitas Indonesia
e. Sujud
tangan diarahkan ke kiblat. Perut tidak menempel pada paha. Kedua paha
dirapatkan dan jari-jari kaki juga diarahkan ke kiblat. Sujud dilakukan
dengan thuma’ninah (tenang dan berdiam sejenak).
Universitas Indonesia
h. Salam
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/
Dari Amr bin Sa’d bahwa bapaknya berkata “ Saya melihat Nabi SAW
mengucapkan salam ke sebelah kiri sampai terlihat pipinya yang putih”11
Wa’il bin hajar, ia berkata “Aku shalat bersama Rasulullah SAW, beliau
mengucapkan salam ke sebelah kanan dengan mengucapkan
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” 9
Universitas Indonesia
National Institute on Aging mengembangkan suatu model hirarki dari fungsi fisik
pada tahun 1993. Model hirarki tersebut menggambarkan spektrum fungsi fisik
sebagaimana terlihat pada gambar berikut :7
Integration level I
Spesific physical
movements
Basic components (e.g., 8-foot walk)
Coordination fine
Balance Strength Flexibility Endurance
motor
Model hirarki tersebut mempunyai empat tingkatan, yakni level integrasi satu
sampai tiga, dengan sebuah komponen dasar di bawah level integrasi satu.
Komponen dasar terdiri atas koordinasi gerakan motor halus, keseimbangan,
kekuatan, fleksibilitas dan ketahanan. Komponen-komponen tersebut saling
berintegrasi dan berinteraksi dengan elemen fungsi non-fisik lainnya. Melalui
integrasi antar komponen, terjadilah suatu gerakan fisik tertentu yang dapat
menghasilkan suatu pekerjaan.
Level integrasi satu terdapat di atas tingkat komponen dasar yang merupakan
gerakan fisik khusus atau spesifik. Pada level integrasi satu ini, gerakan fisik
spesifik memiliki tiga aspek penting. Aspek pertama, terdapat beberapa gerakan
fisik yang membentuk suatu rangkaian gerakan fisik spesifik. Aspek kedua berupa
gerakan fisik spesifik yang merupakan bagian dari suatu kegiatan, yang
merupakan level integrasi berikutnya (level integrasi dua). Ada sebelas gerakan
Universitas Indonesia
fisik spesifik yang membentuk berbagai aktivitas bertujuan dalam kegiatan sehari-
hari, yaitu mengangkat/menurunkan (mandi dengan gayung), mendorong/menarik
(berjalan melalui pintu), memegang/membawa/menggantung (membawa barang),
memutar (berbalik badan), gerakan sisi ke sisi (berjalan menyamping), gerakan
tangan ke tangan (makan dengan garpu dan sendok), melipat /menjatuhkan
/melempar (bermain bola), bersandar/menggapai (bersandar di dinding),
membungkuk (memungut benda di lantai), duduk (duduk di kursi) dan berdiri
(berdiri menunggu). Ketiga, gerakan fisik spesifik tersebut merupakan perilaku
yang “over-learned”, sehingga dapat dilakukan dengan sedikit kesadaran
(otomatis).7 Pada level integrasi dua, yaitu aktivitas bertujuan, sejumlah gerakan
fisik spesifik dikombinasikan membentuk suatu pekerjaan. Terakhir, level
integrasi tiga akan membentuk peran seseorang.
Aktivitas shalat berada pada level integrasi dua karena merupakan serangkaian
gerakan dengan tujuan melaksanakan ibadah. Gerakan spesifiknya terdiri atas
berdiri, rukuk, sujud dan duduk. Masing-masing gerakan terdiri dari komponen
dasar yang saling terkait satu dengan yang lain. Gerakan shalat memerlukan
koordinasi untuk melakukan gerakan motor halus, pergantian gerakan atau urutan
gerakannya. Keseimbangan dibutuhkan saat melakukan gerakan berdiri, rukuk,
sujud, duduk dan pergantian gerakan. Gerakan shalat membutuhkan kekuatan otot
serta fleksibilitas gerak sendi. Tak kalah penting juga adalah ketahanan otot dan
ketahanan kardiorespirasi agar mampu melaksanakan shalat lima waktu sehari
semalam sesuai dengan jumlah rakaatnya.
Universitas Indonesia
Penelitian ini menguraikan gerakan shalat dalam komponen dasar yang dianggap
dominan kemudian dilakukan uji terhadap masing-masing komponen aktivitas
fungsional fisik yang dianggap setara dan dinilai apakah komponen pada shalat
bisa menggambarkan kemampuan seorang usia lanjut dalam melaksanakan
aktivitas fungsionalnya sehari-hari.
Koordinasi adalah kemampuan untuk melakukan gerakan secara halus, akurat, dan
terkontrol. Koordinasi dibutuhkan untuk menyelesaikan keterampilan motor halus,
serta merupakan dasar dan instrumen melakukan keterampilan motor kasar untuk
aktivitas sehari-hari seperti berjalan atau berlari.13 Serebelum mengatur koordinasi
gerakan, mengatur sikap, tonus, mengintegrasi dan mengkoordinasi gerakan
somatik.
Universitas Indonesia
2.3.2 Keseimbangan
Berbagai sistem yang bekerja dalam keseimbangan antara lain adalah sistem
sensoris yang terdiri dari sistem visual, vestibuler dan proprioseptif, selain itu
dibutuhkan juga adanya kekuatan otot dalam mempertahankan posisi tubuh agar
tetap seimbang.13, 15 Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan dalam berbagai
segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu.
Titik pusat berat badan dan bidang tumpu manusia selalu berubah dan relatif tidak
stabil, seperti bila titik pusat berat badan terletak lebih tinggi atau pada bidang
tumpu yang lebih sempit. Sehingga, stabilitas dapat ditingkatkan dengan
menurunkan pusat gravitasi dan/atau melebarkan bidang tumpu.16
Adanya komponen keseimbangan dalam shalat dapat dilihat saat berdiri, dimana
berdiri dalam shalat adalah berdiri tegak, simetris antara belahan tubuh kanan dan
kiri. Kaki dibuka selebar bahu dan menghadap ke depan dan dengan melebarkan
kaki selebar bahu maka akan memberikan keseimbangan yang lebih baik.
Keseimbangan pada orang usia lanjut bisa terganggu oleh karena penyakit atau
proses penuaan. Berkurangnya ketajaman visual atau persepsi terhadap kedalaman
akan mengurangi luas lapang pandang. Sensasi kutaneus dan proprioseptif
memperlihatkan peningkatan ambang rangsang dengan bertambahnya umur.
Universitas Indonesia
Terdapat berbagai uji untuk menilai komponen keseimbangan pada individu usia
lanjut, salah satu di antaranya adalah skala keseimbangan Berg. Uji ini merupakan
uji fungsional yang bersifat valid dan reliable untuk menilai adanya gangguan
pada fungsi keseimbangan, mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi
terhadap gangguan tersebut, dan mendeskripsikan fungsi keseimbangan seorang
individu untuk keperluan klinis dan riset.18, 19 Skala keseimbangan Berg menilai
14 komponen, dengan skor 0-4 untuk masing-masing komponen. Interpretasi
akhir uji ini adalah untuk menentukan seberapa besar risiko seorang usia lanjut
untuk mengalami jatuh akibat gangguan keseimbangan yang ia alami.18
Kekuatan otot adalah daya atau tegangan maksimum suatu otot atau kelompok
otot yang mampu dicapai dalam satu kontraksi, merupakan hasil dari interaksi
yang komplek dari sistem saraf, muskuler, biomekanis dan kognitif.20 Dikatakan
juga kekuatan merupakan daya maksimal yang dapat digunakan oleh suatu otot.21
Universitas Indonesia
Aksi otot dibedakan atas dua kategori yaitu statis dan dinamis. Aksi otot yang
statis disebut isometrik merupakan kontraksi dimana daya dikembangkan tanpa
gerak terhadap suatu sumbu. Semua aksi otot yang melibatkan gerakan disebut
dinamis atau isotonik. Suatu kontraksi isotonik adalah suatu gaya yang sama di
seluruh aksi otot dinamis. Selama pola gerakan fungsional, terjadi kombinasi
kontraksi statik dan dinamis. Otot batang tubuh berkontraksi secara isometrik
untuk menstabilkan tulang belakang dan pelvis selama gerakan dari ekstremitas
seperti meraih atau berjalan, sementara otot tungkai bawah bekerja menggunakan
kombinasi kontraksi kosentrik dan eksentrik.20
Salah satu pemeriksaan kekuatan otot adalah uji duduk ke berdiri (sit-to-stand
test). Pada uji ini, individu yang diperiksa duduk terlebih dahulu di kursi tanpa
sandaran tangan. Kursi yang digunakan adalah kursi tinggi standar yang kokoh
dan dirapatkan ke dinding. Individu yang diuji diminta bangkit berdiri dan
kemudian duduk kembali dalam waktu sesegera mungkin tanpa menggunakan
bantuan ekstremitas atas. Penilaian dilakukan dengan menghitung waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan sejumlah repetisi duduk ke berdiri (biasanya lima
atau 10 repetisi).22
Uji duduk ke berdiri memiliki korelasi yang kuat untuk menilai kekuatan otot
ekstensor lutut dan gaya dorong tungkai, sehingga umum digunakan untuk
penilaian kemampuan melakukan AKS.22 Penelitian validasi terhadap
pemeriksaan ini memperlihatkan rerata waktu yang dibutuhkan oleh seorang usia
lanjut untuk melakukan lima repetisi duduk ke berdiri adalah sebesar 13.7 detik
untuk usia lanjut lelaki dan 14.4 detik untuk usia lanjut perempuan. Semakin tua
usia seseorang, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan lima repetisi akan
semakin lama.23, 24
Universitas Indonesia
Shalat empat rakaat merupakan shalat dengan gerakan yang paling banyak,
dimana gerakan yang identik dengan duduk ke berdiri dilakukan sekitar empat
kali, yaitu gerakan bangkit ke berdiri dari sujud dua kali dan bangkit ke berdiri
dari duduk setelah sujud dua kali. Disamping itu terdapat gerakan bangkit berdiri
dari rukuk empat kali dan bangkit dari sujud menuju duduk enam kali. Maka uji
duduk ke berdiri lima repetisi dianggap mampu menggambarkan kekuatan otot
yang dibutuhkan saat melakukan gerakan shalat.
2.3.4 Fleksibilitas
Selama shalat terjadi beberapa gerakan sendi seperti rotasi internal pada bahu
sebesar 90°, fleksi siku 125°, pronasi siku 45°, pergelangan tangan fleksi sebesar
60° dan ekstensi sebesar 35°. Elevasi bahu merupakan rangkaian gerakan
terkoordinasi yang disebut scapulohumeral rhythm, setelah bahu abduksi 30°,
terjadilah scapulohumeral rhythm ini, yaitu setiap 15° abduksi bahu terjadi 10°
abduksi oleh sendi glenohumeral dan 5° oleh sendi skapulotorasik sampai
akhirnya bahu abduksi 180°.16, 27
Universitas Indonesia
otot relaksasi. Pada akhir lingkup gerak sendi, seluruh segmen vertebra
distabilisasi oleh ligamen-ligamen posterior dan sendi facet. Pelvis mulai berotasi
ke depan yang dikontrol oleh otot gluteus maksimus dan hamstring. Rotasi
dilanjutkan ke depan sampai pemanjangan penuh di akhir lingkup gerak sendi
tercapai.28
I’tidal dilakukan setelah rukuk selesai dan berhenti sejenak. Gerakannya adalah
bangkit dari rukuk untuk kembali berdiri tegak. Pada saat batang tubuh kembali
ke berdiri tegak, otot ekstensor panggul merotasikan pelvis ke arah posterior.
Kemudian otot ekstensor tulang belakang memanjangkan tulang belakang
(ekstensi) dari posisi fleksi dan berturut-turut kembali kebalikan dari gerakan
fleksi batang tubuh.
Sujud adalah gerakan tubuh merendah dengan menekuk badan dan lutut. Kening
dan hidung menyentuh lantai dimana kepala sedikit ekstensi. Berat badan diterima
oleh kening. Telapak tangan menyentuh lantai, jari menghadap ke depan sejajar
kepala. Bahu abduksi sekitar 30°, siku fleksi 60° dan pergelangan tangan ekstensi
sekitar 10-20 derajat. Panggul berada pada posisi fleksi sekitar 45°, lutut fleksi 90°
dan pergelangan kaki lurus. Kaki dirapatkan dan jari-jari kaki ekstensi menghadap
ke depan. Sujud juga dilakukan dengan berdiam sejenak, sebagaimana rukuk.
Terakhir fleksibilitas sendi leher yaitu saat gerakan salam dimana terjadi gerakan
rotasi pada leher. Kepala menoleh ke kanan kemudian ke kiri hampir maksimal
sehingga pipi dapat terlihat dari belakang.
Luasnya lingkup gerak sendi pada orang usia lanjut dapat diukur melalui
goniometri menggunakan goniometer.7 Goniometer yang digunakan adalah
goniometer universal yang terdiri dari sebuah protraktor (skala 180° atau 360°)
dengan lengan statis (sejajar pada segment proksimal ekstremitas), sebuah lengan
yang bergerak (sejajar dengan segmen distal ekstremitas, dan sebuah aksis
(ditempatkan pada aksis sendi sedekat mungkin) Sudut yang berada antara lengan
statis dan lengan yang bergerak adalah ukuran lingkup gerak sendi. Reliabilitas
Universitas Indonesia
pengukuran ini secara umum bagus untuk mengukur lingkup gerak sendi
ekstremitas.29
Daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu
yang relatif lama. Pada usia lanjut lebih banyak kehilangan daya otot
(kemampuan otot untuk melakukan kerja pada suatu waktu tertentu) dibandingkan
kekuatan otot, daya otot diperlukan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Ketahanan mempunyai dampak yang besar pada fungsi dan disabilitas usia lanjut.
Karena berbagai aktivitas membutuhkan gerakan berulang. Sehingga ketahanan
perlu ditingkatkan dengan latihan. Intensitas latihan yang disarankan untuk usia
lanjut pada skala Borg adalah sedikit berat sampai berat.30
Ada beberapa rakaat dalam shalat yaitu dua, tiga dan empat rakaat, dimana satu
rakaatnya merupakan satu siklus gerakan dari berdiri mengangkat tangan, berdiri
dengan tangan bersidekap dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an, gerakan
menuju rukuk, kemudian rukuk, bangkit dari rukuk dan berdiri tenang sejenak
(i’tidal), turun untuk sujud, duduk, dilanjutkan sujud kembali dan berdiri untuk
melakukan rakaat selanjutnya. Rangkaian gerakan tersebut memerlukan energi,
termasuk dalam upaya mempertahankan keseimbangan, kerja dan kekuatan otot.
Belum diketahui berapa besar energi yang dibutuhkan saat melaksanakan shalat,
bila dipisahkan berdasarkan gerakan shalat, “The Compendium of Physical
Activities Tracking Guide” menyebutkan berdiri adalah 2 Mets, gerakan berdiri
dari lantai bernilai 3,5 Mets, dan membungkuk ke depan adalah 3 Mets.31 Selain
Universitas Indonesia
Interpretasi hasil uji ini ditetapkan berdasarkan rentang usia dan jenis kelamin
subjek. Pada tabel yang ditampilkan pada definisi operasional tentang komponen
ketahanan otot dapat dilihat rentang nilai normalnya (persentil 50) pada populasi.
Dengan demikian individu yang memperoleh hasil di bawah rentang nilai normal
dikatakan memiliki ketahanan otot di bawah rata-rata untuk usia mereka, dan
sebaliknya untuk individu dengan hasil di atas rentang tersebut.32
Universitas Indonesia
Gerakan tangan
- Berdiri :
o Takbir Pergantian gerakan :
o Bersedekap
- Menuju rukuk
- Rukuk : menggenggam lutut
- Bangkit dari rukuk
- Sujud : telapak tangan di lantai
- Menuju sujud
menghadap kiblat
- Duduk diantara dua sujud
- Duduk :
- Bangkit berdiri
o Iftirasy : jari terbuka di atas lutut
o Tawaruk :telunjuk menunjuk ke kiblat
= tidak diteliti
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Untuk mengantisipasi adanya subjek yang drop out, besar sampel ditambah
25% hingga mencapai 126 orang.
Universitas Indonesia
Penyajian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
o Berdiri dengan satu kaki: subjek diminta berdiri dengan satu kaki
selama mungkin tanpa berpegangan pada apapun. Subjek diamati
apakah mampu melakukannya secara mandiri dan berapa lama subjek
mampu bertahan.
c. Penilaian kekuatan otot dengan uji duduk ke berdiri :
o Subjek duduk di kursi dengan tinggi kursi standar tanpa sandaran
tangan, dan dirapatkan ke dinding.
o Subjek yang diuji bangkit berdiri dan kemudian duduk kembali dalam
waktu sesegera mungkin tanpa menggunakan bantuan ekstremitas atas.
o Dihitung waktu yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan duduk
berdiri selama lima repetisi.
d. Penilaian fleksibilitas :
o Mengukur lingkup gerak sendi ekstremitas atas dan bawah
menggunakan goniometer serta mengukur fleksibilitas lumbal
menggunakan modified Schober test.
o Lingkup gerak sendi ekstremitas yang dinilai adalah sendi bahu, siku,
panggul, dan lutut.
e. Penilaian ketahanan otot melalui uji duduk ke berdiri dengan menghitung
berapa repetisi yang mampu dilakukan subjek untuk duduk berdiri selama
30 detik.
Universitas Indonesia
Informasi tentang lokasi pusaka didapatkan dari kader pusaka, ijin penelitian
disampaikan ke pengurus pusaka untuk mendapatkan persetujuan pelaksanaan
penelitian. Setelah didapatkan ijin, anggota pusaka didata dan diberikan
pengarahan tentang penelitian. Anggota pusaka yang termasuk dalam kriteria
penerimaan diikutkan dalam penelitian setelah menandatangani surat persetujuan.
Subjek yang berhasil dikumpulkan berjumlah 126 orang usia lanjut namun hanya
120 orang subjek yang diikutkan dalam perhitungan karena enam subjek tidak
memenuhi kriteria penerimaan: dikarenakan tidak mampu shalat berdiri satu
orang dan lima orang dengan gangguan kognisi. Karakteristik subjek penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Sementara karakteristik aktivitas shalat subjek dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
34
Universitas Indonesia
Variabel n %
Jenis kelamin
Laki-laki 13 10,8
Perempuan 107 89,2
Pekerjaan
Ibu rumah tangga 93 77,5
Buruh 3 2,5
Wiraswastawan 8 6,7
Pensiunan 10 8,3
Tidak bekerja 6 5,0
Pendidikan
Tidak sekolah 36 30,0
Tidak tamat SD 20 16,7
SD 33 27,5
SMP 16 13,3
SMA 13 10,8
S1 2 1,7
Status pernikahan
Menikah 37 30,8
Janda/duda cerai mati 83 69,2
IMT
Kurang (<18,5 kg/m2) 19 15,9
Normal (18,5 – 22,9 kg/m2) 51 42,5
Lebih (23 – 25 kg/m2) 10 8,3
Kegemukan (>25 kg/m2) 40 33,3
Usia subjek penelitian mempunyai sebaran yang normal berkisar antara 60-85
tahun dengan rata-rata berusia 69,75 tahun dengan simpang baku 6,17 tahun.
Universitas Indonesia
Lama subjek penelitian telah melakukan shalat mempunyai sebaran yang tidak
normal, subjek penelitian telah menjalani aktivitas shalat 45 tahun dengan
minimal 4 tahun dan maksimal 77 tahun. Sebanyak 45% subjek penelitian
mempunyai keluhan sakit di badannya berupa nyeri lutut, nyeri pinggang, pusing,
dan sesak nafas, namun keluhan yang mereka alami sebagian besar tidak
mempengaruhi aktivitas shalat.
Universitas Indonesia
Dari tabel 4.3 terlihat bahwa hampir semua komponen gerakan shalat subjek
mempunyai kategori dengan hasil baik kecuali komponen kekuatan otot yang
lebih banyak tidak baik yaitu 76,7%, dimana median waktu yang dibutuhkan
untuk bangkit berdiri dari duduk adalah 3,44 detik (min 1,22 dan maks 12,53 detik)
dan dari sujud adalah 3,47 (min 1,16 dan maks 9,50 detik)
Universitas Indonesia
Sementara dari hasil penilaian aktivitas fungsional fisik pada tabel 4.4 tersebut
didapatkan semua komponen adalah baik dengan angka yang cukup tinggi kecuali
komponen fleksibilitas lebih rendah bila bandingkan komponen lainnya.
Dari tabel koordinasi gerakan shalat sebagai prediksi terhadap aktivitas fungsional
fisik di atas, didapatkan nilai duga positifnya adalah 94% (Interval
Universitas Indonesia
Kepercayaan/IK 95% 0,88 sampai 0,97) dengan 0% (IK 95% 0,0 sampai 0,79)
untuk nilai duga negatifnya.
Tabel 4.7. Kekuatan otot gerakan shalat sebagai prediksi terhadap kekuatan otot
aktivitas fungsional fisik
Nilai duga positif komponen kekuatan otot gerakan shalat terhadap kekuatan otot
aktivitas fungsional fisik adalah 79% (IK 95% adalah 0,6 sampai 0,9) dan nilai
duga negatif adalah 35% (IK 95% 0,26 sampai 0,45).
Universitas Indonesia
Tabel 4.9. Ketahanan otot gerakan shalat sebagai prediksi terhadap ketahanan otot
aktivitas fungsional fisik
Nilai duga postif ketahanan otot gerakan shalat terhadap komponen aktivitas
fungsional fisik adalah 67% (IK 95% 0,58 sampai 0,75) dengan nilai prediksi
negatif 5% (IK 95% 0,27 sampai 0,73).
Universitas Indonesia
Penelitian ini telah mendapatkan Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komite Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tanggal 26
November 2012.
Pusat Santunan Keluarga atau Pusaka merupakan lembaga non panti yang berada
dibawah pengawasan Kementerian Sosial. Pusaka tersebar pada kelurahan-
kelurahan di Jakarta. Berbagai kegiatan dan pembinaan terhadap orang usia lanjut
dilakukan oleh pusaka yang dikoordinir oleh kader pusaka seperti senam usia
lanjut, pengajian, pemeriksaan kesehatan yang bekerjasama dengan petugas
puskesmas dan pemberian makan rantangan. Selain itu, bagi usia lanjut yang sakit
juga mendapat bantuan pengobatan, bantuan dana kebersihan badan perbulan,
rekreasi setahun sekali dan santunan kematian. Pusaka Kalibata memiliki aktivitas
khusus seperti senam memori yang diadakan seminggu sekali dan Pusaka
Pisangan Lama melaksanakan senam asma di bawah bimbingan Yayasan Asma
Indonesia Cabang RS Persahabatan setiap hari Minggu pagi.
serta merekam pelaksanaan shalat tersebut, hasil rekaman akan diputar ulang bila
hasil pengamatan meragukan. Kemudian subjek penelitian dinilai koordinasi
motor halus melalui uji tunjuk-hidung, uji tumit lutut dan diadokokinesis,
keseimbangan subjek dinilai melalui skala keseimbangan Berg, kekuatan otot
dinilai dengan uji duduk ke berdiri lima repetisi, fleksibilitas lumbal diukur
menggunakan modified Schober test dan fleksibilitas ekstremitas menggunakan
goniometer, sementara penilaian ketahanan otot menggunakan uji duduk ke
berdiri 30 detik.
Usia subjek penelitian ini rata-rata 69,75 ± 6,17 tahun termasuk kedalam kategori
usia lanjut muda (usia 60-74 tahun),35 merupakan usia dengan partisipasi dalam
populasi yang lebih banyak dibandingkan usia yang lebih tua. Hasil ini sesuai
dengan data demografi Indonesia dimana proporsi usia lanjut muda adalah 6,2%
lebih besar dibandingkan usia 75 tahun ke atas yang hanya 1,68% .36
Jenis kelamin subjek penelitian ini mayoritas adalah perempuan yaitu 89,2% dari
seluruh subjek. Hasil ini lebih besar dari data BPS yang menyatakan bahwa 52,6%
penduduk usia lanjut Indonesia adalah perempuan.37 Hal ini karena perempuan
rajin mengikuti acara sosial di lingkungan tempat tinggalnya bila dibandingkan
dengan laki-laki, selain itu usia harapan hidup perempuan lebih panjang
dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk usia lanjut perempuan lebih
banyak dibandingkan laki-laki. BPS memproyeksikan usia harapan hidup
Indonesia meningkat dari 67,8 tahun (2000-2005) menjadi 72 tahun (2012).38
Universitas Indonesia
Sebagian besar subjek penelitian tidak sekolah yaitu 30% diikuti tamat SD sebesar
27,5% dan tidak tamat SD 16,7%. Hasil penelitian ini tak jauh berbeda dengan
hasil Susenas tahun 2012 memperlihatkan bahwa usia lanjut yang tidak sekolah
adalah 26,84% dan tidak tamat SD 32,32%. Walaupun tingkat pendidikan usia
lanjut relatif masih rendah namun terjadi peningkatan tingkat pendidikan yang
ditamatkan usia lanjut selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2012.39
Sebagian besar subjek berstatus cerai mati yaitu 69,2% lebih besar dibandingkan
subjek yang masih menikah. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang
dibanding laki-laki, maka lebih banyak usia lanjut perempuan yang ditinggal
meninggal lebih dulu. Kajian empiris Program Aslut menyatakan janda cerai mati
lebih tinggi di kalangan usia lanjut yaitu 58,5% dibandingkan dengan 13,6% duda
cerai mati. Di Indonesia, adalah hal biasa bagi duda untuk menikah lagi sementara
janda cendrung tetap tidak menikah, yang dianggap sebagai cerminan dari faktor
budaya.40
Universitas Indonesia
Indeks massa tubuh (IMT) subjek penelitian berada dalam rentang 15,0-37,9
kg/m2 dengan median 22,45 kg/m2 yang merupakan IMT yang normal. Hasil
penelitian ini berbeda dari berbagai hasil penelitian lain 41 yang mendapatkan IMT
dengan kategori kegemukan. Hal ini mungkin disebabkan rata-rata usia subjek
penelitian ini adalah hampir 70 tahun, merupakan usia mulai terjadi penurunan
massa lemak tubuh. Selama proses penuaan terjadi perubahan dalam komposisi
tubuh; massa lemak tubuh pada awalnya mengalami peningkatan, sedangkan
massa dan kekuatan otot menurun. Lemak viseral dan intramuskular cendrung
meningkat sementara lemak subkutan pada bagian lain dari tubuh dapat
mengalami penurunan. Berat badan umumnya meningkat pada tahap awal fase
penuaan sebagai konsekuensi dari peningkatan deposisi lemak (khususnya lemak
subkutan); peningkatan ini akan mencapai puncaknya pada usia 50 tahun pada
lelaki dan 60 tahun pada perempuan. Selanjutnya, baik berat badan maupun
jumlah deposisi lemak secara progresif akan turun seiring lanjutnya usia (diantara
dekade keenam dan ketujuh) yang menambah angka morbiditas dan mortalitas.35,
43
Selain karena proses penuaan, hampir semua subjek mandiri dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti, makan, mandi, merawat diri, mencuci
pakaian, berjalan serta naik turun tangga, dan untuk mencegah kegemukan subjek
penelitian juga melakukan senam yang diadakan oleh pengurus pusaka.
Kehidupan spiritual diyakini sebagai kebutuhan yang penting pada orang usia
lanjut. Dilaporkan bahwa spiritual mempunyai efek positif pada kesehatan dan
ketenangan pada usia lanjut. Kesehatan spiritual merupakan suatu dimensi
kesehatan dalam hidup dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan antar manusia
dan lingkungan.44
Kebutuhan untuk mendekatkan diri pada agama dan Tuhan Yang Maha Kuasa
makin terlihat pada masa usia lanjut, hierarki kebutuhan pada orang usia lanjut
Universitas Indonesia
telah bergeser, kebutuhan biologik dan self survival digantikan oleh kebutuhan
lain yang tadinya menduduki peringkat bawah, yakni kebutuhan religius.45
Kondisi fisik usia lanjut mengalami penurunan tetapi aktivitas yang berkaitan
dengan agama justru mengalami peningkatan; perhatian mereka terhadap agama
semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Kehidupan keagamaan mereka
sudah mantap, meningkatnya kecenderungan dalam menerima pendapat
keagamaan, dan usia lanjut lebih percaya bahwa agama dapat memberikan jalan
bagi pemecahan masalah kehidupan, membimbing dalam kehidupan serta
menentramkan batin.46 Subjek penelitian telah melaksanakan shalat selama 45
tahun (minimal 4 tahun dan maksimal 77 tahun). Bila dihitung dengan umur saat
ini maka subjek mulai melakukan shalat pada usia dua puluhan, bukan usia akil
baligh yang merupakan usia dimulainya kewajiban shalat. Hal ini masih perlu
diteliti lagi karena sebagian subjek penelitian tidak ingat usia mereka mulai shalat.
Subjek yang mulai shalat pada usia tiga puluhan, menyatakan bahwa kesibukan
rumah tangga dan bekerja menyebabkan mereka belum melaksanakan shalat
dengan teratur, shalat dilaksanakan dengan teratur setelah dekade ketiga.
Sebagaimana di Iran, orang usia lanjut lebih religius dibandingkan orang yang
berusia lebih muda, yang menjadi norma dari kultural Iran. Survei nasional
menyatakan 80% usia lanjut Iran melaksanakan shalat teratur.47
Sebanyak 45% subjek penelitian mengeluhan sakit berupa nyeri lutut, nyeri
pinggang, pusing, dan sesak nafas, namun keluhan tersebut hanya 10,8% yang
mempengaruhi aktivitas shalat berupa melaksanakan shalat lebih perlahan, atau
melakukan shalat dengan duduk. Penyakit yang diderita seseorang tidak
menyebabkan seorang muslim menghentikan aktivitas shalat, karena kegiatan
shalat dapat disesuaikan dengan kondisi yang sedang dialami seseorang,9 sehingga
Universitas Indonesia
suatu saat shalat dapat saja dilakukan dengan duduk bahkan berbaring.10
Disamping kewajiban, melaksanakan shalat mampu memberikan ketenangan dan
kesiapan dalam menghadapi suatu kondisi atau penyakit. Penelitian yang
dilakukan oleh Keefe mendapatkan kegiatan spiritual dapat meningkatkan
kemampuan partisipan dalam mengendalikan nyeri bahkan menurunkan nyeri
karena artritis reumatoid.49
Penilaian dalam penelitian ini menggunakan kategori baik dan tidak baik, dengan
kriteria yang cukup ketat dimana dua point mendapatkan hasil tidak baik maka
komponen yang dinilai adalah tidak baik, ketatnya pengamatan berdasarkan
bahwa gerakan shalat telah mempunyai rukun shalat yang tetap,9 sehingga makin
banyak komponen yang didapatkan tidak baik membuat makin kecil proporsi usia
lanjut yang melaksanakan shalat dengan sempurna. Berikut pembahasan tentang
hasil penilaian masing-masing komponen serta bagaimana kemampuan prediksi
gerakan shalat terhadap penilaian komponen aktivitas fungsional fisik tersebut.
Universitas Indonesia
5.4.1 Koordinasi
Koordinasi dalam shalat yang dinilai dalam penelitian ini berupa gerakan
mengangkat tangan setinggi bahu/telinga saat takbir, tangan menggenggam lutut
saat rukuk, telapak tangan berada di lantai sejajar bahu/telinga saaat sujud dan
tangan mengepal dengan jari telunjuk menunjuk ke depan saat duduk tawaruk,
semua subjek penelitian melakukan gerakan tersebut dalam shalatnya. Sesuai
dengan pernyataan bahwa gerakan yang dilakukan berulang-ulang kali bahkan
bisa sampai puluhan ribu kali akan menghasil gerakan otomatis. Pengulangan
Universitas Indonesia
berkali-kali setiap pola gerakan dengan kecepatan maksimal dan tenaga yang
konsisten akan menghasilkan presisi dalam pengembangan engram motor yang
cepat dan kuat. Data penelitian menyatakan bahwa pengulangan pola aktivitas
20.000 – 30.000 kali akan mengembangkan suatu engram.51 Gerakan dalam shalat
yang dilakukan seseorang selama hidup bisa melebihi pengulangan tersebut.
Sebagai contoh adalah jari menunjuk saat duduk tawaruk, sekitar seratus lima
puluh ribu kali pengulangan yang telah dilakukan jika subjek penelitian telah
shalat selama 41 tahun.
Sedikit berbeda dari pengamatan gerakan shalat, pada uji koordinasi tujuh orang
subjek penelitian melakukan dengan hasil kurang cepat dan mulus. Hal ini
disebabkan karena dua dari subjek penelitian tersebut pernah menderita stroke
sehingga mempengaruhi gerakan tunjuk-hidung dan gerakan diadokokinesis pada
sisi lemah, namun begitu terhadap subjek yang sama tetap dilakukan penilaian
shalat karena stroke tidak menghalangi seorang muslim untuk melaksanakan
aktivitas shalat. Sementara subjek yang lain dengan hasil uji koordinasi yang tidak
baik dikarenakan usia lanjut yang tua menemui kesulitan dalam melaksanakan
gerakan uji ini, selain itu gerakan tersebut baru dikenal oleh subjek.
5.4.2 Keseimbangan
Pada hasil penilaian uji keseimbangan Berg ini subjek mempunyai resiko jatuh
yang rendah padahal saat shalat ada subjek yang tidak baik keseimbangannya.
Keseimbangan dalam shalat dilakukan melalui pengamatan apakah subjek mampu
Universitas Indonesia
berdiri tegak dan tidak bergoyang, subjek melakukan pergantian gerakan shalat
dengan cepat dan tanpa bantuan, bila dua parameter atau lebih adalah ‘tidak baik’
maka keseimbangan subjek dalam shalat dianggap tidak baik. Sejumlah subjek
bergoyang/berayun saat berdiri dan lambat saat pergantian gerakan sehingga
keseimbangan saat shalat adalah tidak baik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Hasil penilaian kekuatan otot dalam gerakan shalat sebagian besar adalah tidak
baik yaitu sebanyak 76,7%. Penilaian ini didapat dari pengamatan terhadap subjek
penelitian yang membutuhkan waktu yang lama dari sujud ke berdiri maupun dari
duduk ke berdiri saat duduk tawaruk di rakaat ke dua. Patokan waktu yang
dianggap cepat adalah kurang dari empat detik, waktu ini ditetapkan peneliti
berdasarkan perkiraan waktu yang dibutuhkan dewasa muda saat bangkit berdiri
dari duduk maupun sujud ditambah beberapa detik bagi usia lanjut. Dalam buku
pedoman shalat dinyatakan bahwa bangkit dari sujud dilakukan secara langsung,10
dalam arti dilakukan dalam waktu yang cepat, namun tentu berbeda bila dilakukan
oleh usia lanjut yang semua gerakannya telah melambat. Walaupun kekuatan otot
dalam shalat lebih banyak tidak baik namun penelitian ini mendapatkan median
waktu yang dibutuhkan usia lanjut untuk bangkit berdiri setelah duduk pada
rakaat kedua cukup cepat yaitu 3,57 detik. Hasil penelitian mendapatkan hal yang
sama sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Hughes dkk,57 mereka
mendapatkan bahwa usia lanjut membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
bangkit dari duduk dengan kursi yang lebih rendah dari tinggi lutut adalah 3,69
detik.
Selain waktu bangkit yang lebih lama, cara bangkit dari duduk maupun dari sujud
juga berubah. Sebagian besar subjek penelitian naik bertahap dengan berpegangan
pada lantai sebelum bangkit berdiri. Bangkit berdiri dari duduk membutuhkan
kekuatan otot ekstensor panggul disamping kemampuan menyeimbangkan badan
saat pergantian posisi. Selain oleh otot ekstensor panggul, gerakan bangkit untuk
berdiri dari duduk juga dilakukan oleh otot erektor spinae yang bekerja dalam
menegakkan batang tubuh.58
Kekuatan otot makin berkurang dengan bertambahnya usia, keadaan tidak aktif,
cedera dan imobilisasi yang bergantung pada gangguan aktivasi neuromuskuler
dan penurunan volume otot. Sarcopenia atau hilangnya massa otot pada pasien
usia lanjut-yang berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik, merubah ekspresi
gen, perubahan hormonal, atau apoptosis sel-merupakan satu faktor yang
berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerapuhan dan disabilitas dengan
Universitas Indonesia
pertambahan umur.59 Penurunan kekuatan otot fleksor dan ekstensor siku berbeda
pada laki-laki dan perempuan, perempuan lebih lambat 2% per dekade dibanding
laki-laki 12% per dekade.56
5.4.4 Fleksibilitas
Universitas Indonesia
Dalam shalat terjadi beberapa gerakan yang membutuhkan fleksibilitas sendi yang
penuh, namun tidak didapatkan pada aktivitas fungsional fisik sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan Hefzy dkk terhadap lima dewasa sehat mendapatkan
bahwa selama duduk dalam shalat sendi lutut berada pada posisi fleksi dalam
157,3 ± 4,9° dan sendi lutut saat sujud berada pada fleksi 102,6 ± 9,9°.63 Hampir
semua subjek penelitian mampu melakukan duduk dalam shalat dimana terjadi
fleksi dalam. Peneliti tidak melakukan pengukuran fleksi sendi lutut saat shalat,
namun dalam pemeriksaan untuk aktivitas fungsional fisik didapatkan lutut fleksi
120-135°. Begitu juga terhadap subjek yang mempunyai keluhan nyeri di lutut,
didapatkan hasil yang sama dikarenakan saat penelitian berlangsung subjek
sedang bebas nyeri. Subjek yang tidak mampu duduk dengan fleksi dalam adalah
subjek yang kegemukan.
Universitas Indonesia
Kemampuan prediksi ketahanan otot dalam shalat terhadap ketahanan otot dalam
aktivitas fungsional fisik adalah sebesar 67% (IK 95% 0,58 sampai 0,75).
Ketahanan otot gerakan shalat mempunyai prediksi yang tidak baik dalam
menggambarkan ketahanan otot saat aktivitas fungsional fisik.
Ada 65% subjek penelitian yang dinilai baik ketahanan ototnya dalam aktivitas
fungsional fisik, sementara dalam shalat 88,3% subjek penelitian mempunyai
ketahanan otot yang baik. Rendahnya angka kemampuan prediksi ini diperkirakan
karena ketidaksetaraan alat pengujian. Ketahanan otot dalam aktivitas fungsional
fisik dinilai melalui uji duduk ke berdiri selama 30 detik. Penilaian ini cukup berat
untuk dilakukan oleh usia lanjut apalagi bila pada usia lanjut tua.
Ketahanan otot gerakan shalat dinilai melalui ratings of perceived exertion atau
disingkat RPE, subjektif usaha melaksanakan shalat yang diobjektifkan. Penelitian
ini menggunakan intensitas RPE dengan angka 9 untuk sangat mudah, 11 untuk
mudah dan 13 untuk agak berat.64, 65 Hampir semua subjek penelitian menganggap
mudah aktivitas shalat yang mereka lakukan, karena shalat adalah kewajiban dan
telah dilakukan sepanjang hidup, dan menjadi suatu kebutuhan sehingga tidak
terasa berat saat melaksanakannya. Selain itu tidak ada subjek penelitian yang
mempunyai keluhan sesak nafas saat beraktivitas. Walaupun dalam shalat
penilaian tentang ketahanan otot dilakukan melalui pertanyaan (RPE), namun
hasilnya menunjukkan level shalat dalam aktivitas yang ringan-sedang.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Reza yang menyimpulkan bahwa
shalat termasuk aktivitas fisik ringan sampai sedang.66
Penilaian aktivitas fungsional fisik penelitian ini mendapatkan bahwa makin tua
usia lanjut makin sedikit siklus duduk berdiri. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Millor dkk; 67 yang melakukan uji duduk ke berdiri
30 detik pada level frailty yang berbeda (subjek frail usia 85 ± 5 tahun, pre-frail
usia 78 ± 3 tahun, dan subjek sehat usia 54 ± 6 tahun) yang mendapatkan subjek
yang frailty mempunyai siklus duduk ke berdiri yang lebih sedikit yaitu 6 ± 1 bila
Universitas Indonesia
dibandingkan dengan subjek yang sehat yang mampu melakukan siklus duduk ke
berdiri sebanyak 22 ± 7 kali.
Uji duduk ke berdiri 30 detik merupakan salah satu evaluasi fungsional yang
penting dalam mengukur kekuatan tungkai bawah dan paling dibutuhkan pada
aktivitas sehari-hari. Rendahnya kekuatan tubuh berhubungan dengan frailty.
Frailty terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun, dimana individu yang frail
berisiko untuk disabilitas, jatuh, perawatan di rumah sakit dan kematian.
Prevalensi sarkopenia pada usia lanjut umur 65 tahun adalah 30% dan umur 80
tahun meningkat menjadi 50%. Sarkopenia merujuk pada perubahan dimana
serabut otot tipe 1 dan tipe 2 hilang dalam proses penuaan. Hilangnya serabut tipe
2 berhubungan erat dengan melemahnya otot sebagaimana melemahnya
ketahanan otot. Menurut King dkk,68 jika ketahanan otot berkurang, otot sekitar
pergelangan kaki menjadi lebih mudah lelah dan kesulitan dalam mengontrol
fleksi plantar dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari.
Selain sebagai aktivitas ringan sedang, shalat juga merupakan suatu latihan. Bani
Hashim mendapatkan bahwa profil langkah shalat menyerupai langkah dalam
berjalan karena shalat tidak dilakukan hanya pada satu posisi, gerakannya selalu
berubah dan hampir menyerupai suatu siklus aktivitas berjalan, yang
menempatkan kaki pada posisi yang selalu berbeda tiap gerakan.69
Gerakan shalat merupakan gerakan spesifik yang rutin dilakukan oleh usia lanjut
yang beragama Islam, namun gerakan tersebut tidak seperti gerakan aktivitas
fungsional sehari-hari. Ketidaksetaraan penilaian antara komponen gerakan shalat
dengan komponen aktivitas fungsional fisik merupakan keterbatasan penelitian ini.
Namun keterbatasan ini bisa membuka peluang untuk penelitian lain yang menilai
aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut. Selain itu sangat sulit untuk menilai
suatu komponen secara terpisah tanpa adanya pengaruh komponen lain.
Universitas Indonesia
Aplikasi hasil penelitian ini pada populasi usia lanjut dilakukan melalui penilaian
generalisasi (inferensi) terhadap validitas interna serta validitas eksterna I dan II.
Penilaian terhadap validitas interna dilakukan dengan memperhatikan apakah
subjek yang menyelesaikan penelitian (actual study subjects) dapat
mempresentasikan sampel yang memenuhi kriteria pemilihan subjek (intended
sample). Pada penelitian ini, subjek yang memenuhi kriteria inklusi adalah 120.
Besar sampel yang didapatkan melebihi estimasi besar sampel 101 walaupun
subjek yang dieksklusi adalah 4,7%.
Universitas Indonesia
6.1 Simpulan
6.2 Saran
57
Universitas Indonesia
18. American Academy of Health and Fitness. Berg balance scale. [online].
2011. [diunduh tanggal 25 Mei 2012]; diunduh dari
http://www.aahf.info/pdf/Berg_Balance_Scale.pdf.
19. Langley FA, Mackintosh SFH. Functional balance assessment of older
community dwelling adults: A systematic review of the literature. The
Internet Journal of Allied Health Sciences and Practice. 2007;5(4):1-11.
20. Hall CM, Brody LT. Impairment in muscle performance. In: Hall CM,
Brody LT, editor. Therapeutic exercise moving toward function. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 57.
21. De Lateur BJ, Lehmann JF. Therapeutic exercise to develop strength and
endurance. In: Kottke FJ, Lehmann JF, editor. Krusen's handbook of
physical medicine and rehabilitation. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders;
1990. p. 480-501.
22. Bahannon RW. Quantitative testing of muscle strength: Issues and practical
options for the geriatric population. Top Geriatr Rehabil. 2002;18(2):1-17.
23. Guralnik JM, Simonsick EM, Ferrucci L, et al. A short physical
performance battery assessing lower extremity function: Association with
self-seported disability and prediction of mortality and nursing home
admission. J Gerontol. 1994;49:85-94.
24. Rikli RE, Jones CJ. Functional fitness normative scores for community-
residing older adults, Ages 60-94. J Aging Phys Activity. 1999;7:162-81.
25. Brody LT. Impaired joint mobility and range of motion. In: Hall CM, Brody
LT, editor. Therapeutic exercise moving toward function. Second ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 113-5.
26. Cole TM, Tobias JS. Measurement of Musculoskeletal Function. In: Kottke
FJ, Lehmann JF, editor. Krusen's handbook of physical medicine and
rehabilitation. 1. Fourth ed. Philadelphia: W.B. Saunders. p. 20-32.
27. Klaiman MD, Fink K. Upper extremity soft tissues injuries. In: DeLisa JA,
editor. Physical medicine and rehabilitation principles and practise. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 822-33.
28. Cailliet R. Understand your backache a guide to prevention, treatment and
relief. Philadelphia: F. A. Davis Company; 1991: 30-42.
29. Tan JC. Practical manual of physical medicine and rehabilitation:
Diagnostis, therapeutics, and basic problem. St.Louis:Mosby Inc;1998: 51-3.
30. Bean JF, Pu CT. Aging, function and exercise. In: Frontera WR, Slovik DM,
Dawson DM, editor. Exercise in Rehabilitation Medicine. 2nd ed. USA:
Human Kinetics; 2006: 329-30.
31. Arizona State University. Compendium of physical activities: Religius
activity: http://sites.google.com/site/compendiumphysicalactivities/Activity-
categories/religius-activities; 2011 [cited 2012 25 Mei].
32. Netz Y, Ayalon M, Dunsky A, Alexander N. The multiple-sit-to-stand sield
test for older adults: What does it measure? Gerontology. 2004;50:121-6.
33. Ikezoe T, Asakawa Y, Hazaki K, et al. Muscle strength and muscle
endurance required for independent walking in the elderly. J Phys Ther Sci.
1997;9:19-22.
34. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 3th ed.
Jakarta: Sagung Seto; 2010.
Universitas Indonesia
35. Timiras PS. Old age as a stage of life: Common terms related to aging and
methods used to study aging. In: Timiras PS, editor. Physiological basis of
aging and geriatrics. 4th ed. New York: Inform Healthcare USA inc;2007. p.
3-10.
36. Badan Pusat Statistik. Perkembangan beberapa indikator utama sosial-
ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS; 2010.
37. Bappenas, BPS, UNFPA. Proyeksi penduduk Indonesia (Indonesia
population projection) 2000-2025. Jakarta: Bappenas; 2008.
38. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.
39. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Gambaran kesehatan lanjut usia di
Indonesia. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. 2013:1-9.
40. Howell F, Priebe J. Asistensi sosial untuk usia lanjut di Indonesia: kajian
empiris Program Aslut. Jakarta. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan; 2013.
41. Annisa WR. Penilaian kualitas hidup pada usia lanjut dengan EQ-5D di
Klub Jantung Sehat Kelurahan Pondok Kelapa dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta: Indonesia; 2013.
42. Yin Z, Geng G, Lan X, et al. Status and determinants of health behavior
knowledge among the elderly in China: a community-based cross-sectional
study. BMC Public Health. 2013;13(710):1-10.
43. Woods JL, Iuliano-Burns S, King SJ, Strauss BJ, Walker KZ. Poor physical
function in elderly women in low-level aged care is related to muscle
strength rather than to measures of sarcopenia. Clinical Interventions in
Aging. 2011;6:67-76
44. Mowat H. Gerontological chaplaincy: The spiritual needs of older people
and staff who work with them. Scootish Journal of healthcare chaplaincy.
2007;10(1):27-31.
45. Achir YA. Memahami makna usia lanjut. Cermin Dunia Kedokteran.
1988:3-5.
46. Padila. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.
47. Rahimi A, Anoosheh M, Ahmadi F, Foroughan M. Exploring spiritually in
Iranian healthy elderly people: a qualitative content analysis. Iran J Nurs
Midwifery Rev. 2013;18(2):163-70.
48. Jumita R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lansia di
wilayah kerja Lampasi Kecamatan Payakumbuh Utara tahun 2011. Padang:
Andalas; 2011.
49. Keefe FJ, Affleck G, Lefebvre J, et al. Living with rheumatoid arthritis: the
role of daily spirituality and daily religious and spiritual coping. J Pain.
2001;2(2):101-10.
50. Seidler RD, Bernard JA, Burutolu TB, et al. Motor control and aging: links
to age-related brain structural, functional, and biochemical effects. Neurosci
Biobehav Rev. 2010;34(5):721-33.
51. Kottke FJ. Therapeutic exercise to develop neuromuscular coordination. In:
Kottke FJ, Lehmann JF, editor. Krusen's handbook of physical medicine and
rehabilitation. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders; 1990. p. 452-65.
52. Borah D, Wadhwa S, Singh U, et al. Age related changes in postural
stability. Indian J Physol Pharmacol. 2007;51(4):395-404.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Jakarta, ........................
Saksi :
( ........................ )
Universitas Indonesia
Tanggal : ..............................
Tempat : ..............................
Nomor : .............................
Nama : ...........................................................................................
Umur /tgl lahir : ...........................................................................................
Jenis kelamin : ...........................................................................................
Pekerjaan : ...........................................................................................
Pendidikan : ...........................................................................................
Status perkawinan : ...........................................................................................
Alamat : ...........................................................................................
No telepon/HP : ...........................................................................................
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
TD : ................. mmHg
HR : ................. x/menit
RR : ................. x/menit
Universitas Indonesia
Jumlah 30
Universitas Indonesia
Indeks Barthel
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsangan 0 Tidak terkendali/tidak teratur (perlu pencahar)
buang air besar 1 Kadangkala tidak terkendali (1x/minggu)
2 Terkendali teratur
2 Mengendalikan rangsangan 0 Tidak terkendali atau pakai kateter
berkemih (buang air kecil) 1 Kadangkala tidak terkendali (max 1x/24 jam)
2 Terkendali teratur
3 Membersihkan diri (cuci 0 Butuh bantuan orang lain
muka, menyisir rambut, 1 Mandiri
menyikat gigi)
4 Penggunaan toilet, masuk 0 Tergantung pertolongan orang lain
dan keluar WC (melepas, 1 Perlu bantuan pada beberapa aktivitas tetapi
memakai celana, menyeka dapat mengerjakan sendiri beberapa aktivitas
dan menyiram) lain
2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu dibantu untuk memotong makanan
2 Mandiri
6 Berpindah tempat dari 0 Tidak mampu
tempat tidur ke kursi dan 1 Perlu banyak bantuan (2 orang)
sebaliknya 2 Perlu sedikit bantuan (1 orang)
3 Mandiri
7 Mobilisasi/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa berpindah dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 Mandiri
8 Berpakaian 0 Tergantung bantuan orang lain
1 Sebagian dibantu ( misal: mengancingkan baju,
resleting)
2 Mandiri
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan orang lain
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
TOTAL NILAI
Interpretasi nilai:
20 : mandiri
12-19 : ketergantungan ringan
9-11 : ketergantungan sedang
5-8 : ketergantungan berat
0-4 : ketergantungan total
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Lanjutan
Waktu dihitung mulai terlihat gerakan bangkit dari sujud sampai berdiri
dengan tangan bersedekap.
o Waktu yang dibutuhkan untuk bangkit dari duduk ke berdiri. ........ detik
Waktu dihitung mulai terlihat gerakan bangkit dari duduk sampai
berdiri mengangkat tangan untuk takbir.
4. Penilaian fleksibilitas, diamati:
o Gerakan rukuk
Punggung lurus, membentuk sudut hampir 90° dengan tungkai :
ya/tidak
o Gerakan sujud
Punggung dan tungkai membentuk sudut sekitar 45°: ya/tidak
5. Penilaian ketahanan otot dalam shalat :
Menanyakan bagaimana usaha dalam melakukan shalat:
Universitas Indonesia
1. Uji tunjuk-hidung :
a. Kanan : baik/tidak
b. Kiri : baik/tidak
2. Uji tumit-lutut :
a. Kanan : baik/tidak
b. Kiri : baik/tidak
3. Diadokokinesis : baik/tidak
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Lanjutan
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Lanjutan
Interpretasi:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia