Anda di halaman 1dari 88

UNIVERSITAS INDONESIA

GERAKAN FISIK SHALAT SEBAGAI PREDIKSI KOMPONEN DASAR


AKTIVITAS FUNGSIONAL FISIK PADA USIA LANJUT

TESIS

RINI AGUSTIN

NPM 0906648232

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
JAKARTA
MEI 2014

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

GERAKAN FISIK SHALAT SEBAGAI PREDIKSI


KOMPONEN DASAR AKTIVITAS FUNGSIONAL FISIK
PADA USIA LANJUT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

RINI AGUSTIN
NPM 0906648232

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
JAKARTA
MEI 2014

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014
Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014
Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan
Penyayang atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini, yang disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
untuk meraih gelar dokter spesialis di bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dalam menempuh proses pendidikan spesialis, termasuk persiapan, pelaksanaan,


dan penyusunan laporan penelitian ini, penulis telah memperoleh banyak bantuan,
bimbingan, masukan, koreksi, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak.
Sebagai wujud syukur kepada Allah, perkenankan penulis menyampaikan rasa
terima kasih tak berhingga kepada:

1. dr. Siti Annisa Nuhonni, SpKFR(K) sebagai guru dan pembimbing, yang
membantu mewujudkan mimpi penulis meneliti gerakan shalat.
Memberikan masukan, banyak petunjuk, ilmu dan saran yang sangat
berharga selama pembuatan proposal, pelaksanaan sampai penyelesaian
tesis ini. Hanya Allah SWT yang dapat membalas semua dedikasi beliau
dengan limpahan rahmat dan kasih sayangNya.
2. dr. Elida Ilyas, SpKFR(K) sebagai guru dan pembimbing, yang telah
memberikan dukungan moril dan bimbingan ilmu di sela sakit beliau.
Semoga Allah melimpahkan kesehatan dan kekuatan agar beliau mampu
kembali mengajar dan membimbing PPDS.
3. Prof. Dr. Yunizaf, SpOG(K) sebagai pembimbing dan penyeimbang antara
ilmu medis dan agama, yang membuka wawasan penulis dalam memahami
gerakan shalat.
4. dr. Kuntjoro Harimurti, SpPD-KGer, MSc, sebagai pembimbing dan
pemecah masalah yang dengan sabar, teliti dan sistematis menguraikan
permasalahan yang timbul sejak dari ide sampai dengan hasil akhir ini.
Semoga Allah senantiasa memberkahi ilmu beliau.

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


5. dr. Wanarani Alwin, SpKFR(K), sebagai penguji dalam penyajian hasil
penelitian. Terima kasih atas bimbingan selama penulis menjalani program
pendidikan dan semua masukan dalam rangka penyempurnaan hasil
penelitian ini.
6. dr. Ira Mistivani, SpKFR(K) selaku Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi, Program Pendidikan Dokter Spesialis FKUI yang
memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis baik selama penelitian
maupun selama menjalankan program pendidikan.
7. dr. Fitri Anestherita, SpKFR selaku sekretaris Program Studi Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Program Pendidikan Dokter Spesialis
FKUI, yang telah memberikan masukan, koreksi dan semangat kepada
penulis selama penelitian dan menjalankan program pendidikan.
8. dr. Nyoman Murdana, SpKFR(K) selaku kepala Departemen Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSCM dan guru yang telah memberikan
masukan dan bimbingan selama penelitian dan selama menjalani program
pendidikan.
9. Prof. Dr. dr. Angela BM Tulaar, SpKFR(K); Dr. dr. Widjajalaksmi,
SpKFR(K), M.Epid; Dr. dr.Nury N, SpKFR(K), M.Epid; Dr. dr. Tirza Z.
Tamin, SpKFR(K); dr Luh K. Wahyuni, SpKFR(K); dr. Amendi Nasution,
SpKFR(K); dr. Deddy Tedjasukmana, SpKFR(K), MARS,MM; dr.
Herdiman B. Purba, SpKFR(K) MPed.Ked; dr. Tresia FU Tambunan,
SpKFR; selaku guru yang telah mengajar dan mendidik penulis dengan
penuh kesabaran dan keikhlasan dalam menyelesaikan program pendidikan,
serta dr. Rizki KW, SpKFR dan dr. Eva P, SpKFR yang telah memberikan
masukan dan semangat demi percepatan tesis ini.

10. dr. Rosiana P Wirawan, SpKFR beserta staf di RSU Fatmawati, dr. Anita
Ratnawati, SpKFR beserta staf RSU Persahabatan, dr Kumara Bakti Hera
Pratiwi, SpKFR beserta staf RS Kanker Dharmais, dr Hamidah, SpKFR
beserta staf RSUD Tangerang dan dr. Julius Aliwarga, SpKFR. Terima
kasih atas semua bimbingan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada
penulis selama ini.

vi

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


11. Sahabat dan teman seperjuangan: dr. Lindrawati, dr. Era Mahyuli, dr. Tari
Mediyanti, dr. Veronika Halim, dr. Helena T, SpKFR; dr. Belinda L,
SpKFR; dr. Fenny LD, SpKFR; dr. Yuli S, SpKFR dan dr. Putri A, SpKFR
sebagai pemacu semangat dan memberikan warna dalam hari-hari menjalani
penelitian dan pendidikan penulis.
12. Rekan-rekan PPDS Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia RSCM yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas bantuan dan kerja sama selama menjalani pendidikan.
13. Pengurus dan anggota Pusaka Cipinang, Pusaka Pisangan, Pusaka Kalibata
dan Pusaka Menteng yang menjadi subjek penelitian ini, yang telah bersedia
dan memberikan data hingga menjadi pengetahuan bagi penulis dan
Program Pendidikan Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
14. Ibunda Yusnini, kakak dan adik beserta keluarga tercinta, atas semua doa
dan dukungan selama menjalani pendidikan ini.
15. Terutama dan utama pada: suami tercinta, Mahdi, SE atas segala perhatian
dan dukungan kepada penulis dalam melalui tantangan penelitian dan
pendidikan ini; ananda terkasih Tsabita Alliya Madjid, kebanggaan dan
cahaya hati, terima kasih atas limpahan cinta, pengertian serta kemandirian
ananda selama kita menjalani proses demi akhir yang indah, inshaallah.

Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang
telah membantu penulis dengan pahala berlipat ganda. Semoga tesis ini
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu, terutama Ilmu Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi.

Jakarta, 13 Mei 2014


Penulis,

Rini Agustin

vii

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Rini Agustin


Program Studi : Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Judul : Gerakan Fisik Shalat sebagai Prediksi Komponen Dasar
Aktivitas Fungsional Fisik pada Usia lanjut

Pendahuluan: Shalat adalah salah satu aktivitas kegiatan sehari-hari yang


dilaksanakan oleh umat Islam, termasuk oleh usia lanjut. Beberapa gerakan yang
dilakukan adalah berdiri, rukuk, sujud dan duduk. Gerakan-gerakan ini disusun
dari komponen-komponen dari hirarki fungsi fisik, yaitu koordinasi gerakan,
keseimbangan, kekuatan otot, fleksibilitas, dan ketahanan. Berbagai aktivitas
sehari-hari juga terdiri dari komponen dasar tersebut.
Tujuan: Penulis ingin melihat apakah komponen dasar gerakan shalat yang baik
dapat menunjukkan komponen dasar aktivitas fungsional fisik yang baik pula
pada usia lanjut.
Metode: 120 orang subjek diamati saat melakukan shalat dan dinilai berdasarkan
komponen dasarnya. Komponen dasar aktivitas fungsional fisik dinilai dengan uji
yang tervalidasi dan sesuai dengan komponen yang ingin dinilai.
Hasil: Usia lanjut yang dapat melakukan gerakan shalat dengan sempurna
sebanyak 22 subjek (18,3%). Komponen koordinasi gerakan shalat memberikan
prediksi yang baik terhadap koordinasi aktivitas fungsional fisik yaitu 94% (IK
95% 0,88 sampai 0,97). Komponen keseimbangan gerakan shalat memberikan
prediksi yang baik terhadap komponen keseimbangan aktivitas fungsional fisik
yaitu 100% (IK 95% 0,97 sampai 1,0). Komponen kekuatan otot gerakan shalat
memberikan prediksi yang baik terhadap komponen kekuatan otot aktivitas
fungsional fisik yaitu 79% (IK 95% 0,6 sampai 0,9). Komponen fleksibilitas
gerakan shalat memberikan prediksi yang tidak baik terhadap komponen
fleksibilitas aktivitas fungsional fisik 55% (IK 95% 0,45 sampai 0,65). Komponen
ketahanan otot gerakan shalat memberikan prediksi yang tidak baik terhadap
komponen ketahanan otot aktivitas fungsional fisik yaitu 67% (IK 95% 0,58
sampai 0,75).
Kesimpulan: Komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot gerakan
shalat mampu memprediksi komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan
otot aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut. Sementara itu, komponen
fleksibilitas dan ketahanan otot gerakan shalat tidak dapat digunakan untuk
memprediksi komponen fleksibilitas dan ketahanan otot aktivitas fungsional fisik
pada usia lanjut.
IK: Interval Kepercayaan

Kata kunci: shalat, aktivitas fungsional fisik, prediksi, koordinasi, keseimbangan,


kekuatan otot, fleksibilitas, ketahanan otot, usia lanjut.
ix
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


ABSTRACT

Name : Rini Agustin


Study Program : Physical Medicine and Rehabilitation
Title : Shalat Physical Movement as a Predictor of the Basic
Components of Physical Functional Activities in the
Elderly Population

Introduction: Shalat is one of daily main activities that is common to moslems,


especially in elderly population. The movements of shalat consisted of standing,
rukuk, sujud (kneeling), and sitting. The movements comprise of basic
components of the hierarchy of physical functions, such as coordination, balance,
muscle strength, flexibility and endurance. Some of our daily activities also
comprise of the basic components.
Objectives: To investigate whether the components found in the movement of
shalat can be predictors of the same components in the activities of physical
function.
Methods: 120 subjects were enlisted to do shalat and were evaluated based on the
five basic components of physical function. The basic components of physical
functional activities were evaluated using relevant and validated tools.
Results: There were 22 elderly subjects who performed shalat movements
perfectly (18.3%). The coordination component of shalat movement has a positive
predictive value of 94% for coordination component of physical functional
activities (95% CI 0.88 to 0.97). The balance component of shalat has a 100%
positive predictive value for balance component of physical functional activities
(95% CI 0.97 to 1.0). The muscle strength component of shalat has a positive
predictive value of 79% for muscle strength component of physical functional
activities (95% CI 0.6 to 0.9). The flexibility and endurance component of shalat
gave a 55% and 67% positive predictive value respectively for flexibility and
endurance component of the physical functional activities (95% CI 0.45 to 0.65
and 0.58 to 0.75, respectively).
Conclusion: Coordination, balance, and muscle strength components of shalat are
good predictors for coordination, balance, and muscle strength components of
physical functional activities in elderly population. On the other hand, flexibility
and muscle endurance components are not significant predictors for flexibility and
muscle endurance components of physical functional activities in elderly
population.
CI: Confidence Interval

Keywords: shalat, physical functional activities, prediction, coordination, balance,


muscle strength, flexibility, muscle endurance, elderly population

x
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PROGRAM STUDI .............................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ..................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............. viii
ABSTRAK .............................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ............................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................ 3
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 5


2.1. Gerakan Shalat ............................................................ 5
2.2. Hirarki Fungsi Fisik .................................................... 11
2.3. Komponen Dasar Gerakan Shalat ............................... 13
2.4. Kerangka Teori ........................................................... 21
2.5. Kerangka Konsep ........................................................ 22

BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................... 23


3.1. Disain Penelitian ......................................................... 23
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................... 23
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .................................. 23
3.4. Kriteria Inklusi ............................................................ 24
3.5. Kriteria Eksklusi ......................................................... 24
3.6. Estimasi Besar Sampel ............................................... 24
3.7. Variabel Penelitian ...................................................... 24
3.8. Alur Penelitian ............................................................ 25
3.9. Ijin Subjek Penelitian .................................................. 25
3.10. Alat Penelitian ............................................................. 25
3.11. Batasan/Definisi Operasional ...................................... 26
3.12. Cara Kerja ................................................................... 29
3.13. Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 33

xi
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


BAB 4 HASIL PENELITIAN .......................................................... 34
4.1. Pengumpulan Data ...................................................... 34
4.2. Karakteristik Subjek Penelitian ................................... 34
4.3. Karakteristik Aktivitas Shalat Subjek Penelitian ........ 36
4.4. Proporsi Shalat dan Aktivitas Fungsional Fisik
Subjek Penelitian ......................................................... 36
4.5. Gerakan Fisik Shalat sebagai Prediksi Komponen
Dasar Aktivitas Fungsional Fisik Subjek Penelitia ..... 38

BAB 5 PEMBAHASAN HASIL ....................................................... 41


5.1. Pelaksanaan Penelitian ................................................ 41
5.2. Karakteristik Subjek Penelitian ................................... 42
5.3. Karakteristik Aktivitas Shalat Subjek ......................... 44
5.4. Gerakan Fisik Shalat sebagai Prediksi Komponen
Dasar Aktivitas Fungsional Fisik ................................ 46
5.5. Keterbatasan Penelitian ............................................... 55
5.6. Generalisasi Hasil Penelitian ...................................... 56

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN ................................................... 57


6.1. Simpulan ..................................................................... 57
6.2. Saran ............................................................................ 57

DAFTAR REFERENSI ........................................................................ 58


LAMPIRAN ........................................................................................... 62

xii
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian ........................................... 35


Tabel 4.2 Karakteristik aktivitas shalat subjek ................................... 36
Tabel 4.3 Proporsi komponen gerakan shalat .................................... 37
Tabel 4.4 Proporsi komponen aktivitas fungsional fisik .................... 37
Tabel 4.5 Koordinasi gerakan shalat sebagai prediksi koordinasi
aktivitas fungsional fisik .................................................... 38
Tabel 4.6 Keseimbangan gerakan shalat sebagai prediksi
keseimbangan aktivitas fungsional fisik ............................ 39
Tabel 4.7 Kekuatan otot gerakan shalat sebagai prediksi kekuatan
otot aktivitas fungsional fisik ............................................. 39
Tabel 4.8 Fleksibilitas gerakan shalat sebagai prediksi fleksibilitas
aktivitas fungsional fisik .................................................... 40
Tabel 4.9 Ketahanan otot gerakan shalat sebagai prediksi ketahanan
otot aktivitas fungsional fisik ............................................. 40

xiii
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Takbiratul ihram ....................................................... 6


Gambar 2.2 Berdiri ....................................................................... 7
Gambar 2.3 Rukuk ....................................................................... 7
Gambar 2.4 I’tidal ........................................................................ 8
Gambar 2.5 Sujud ........................................................................ 9
Gamabr 2.6 Duduk diantara dua sujud ........................................ 9
Gambar 2.7 Duduk tawaruk ......................................................... 10
Gambar 2.8 Salam ........................................................................ 10

xiv
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informasi Subjek Penelitian ...................................... 62


Lampiran 2 Informed Consent ...................................................... 63
Lampiran 3 Lembar Data Subjek Penelitian ................................ 64
Lampiran 4 Lembar Mini Mental State Examination .................. 65
Lampiran 5 Lembar Penilaian Indeks Barthel ............................. 66
Lampiran 6 Lembar Pengamatan Gerakan Shalat ........................ 67
Lampiran 7 Lembar Penilaian Uji Fungsional ............................. 69
Lampiran 8 Keterangan Lolos Kaji Etik ...................................... 72

xv
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Saat ini Indonesia tengah mengalami suatu perubahan dalam hal karakteristik
demografis penduduk. Terjadi peningkatan jumlah penduduk berusia tua, atau
yang dikenal sebagai kaum usia lanjut. Secara spesifik, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan
bahwa usia lanjut adalah “seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.”1
Berdasarkan data tahun 2009, penduduk usia lanjut Indonesia mencapai 8,37%
dari jumlah seluruh penduduk, atau diperkirakan sebanyak 19.318.029 jiwa.2
Perserikatan Bangsa-Bangsa memproyeksikan jumlah tersebut akan terus naik,
hingga mencapai jumlah 25,5 juta jiwa pada tahun 2020.3

Secara fisiologis, seorang usia lanjut mengalami berbagai perubahan pada


tubuhnya dalam upaya mencapai kondisi homeostasis. Hal ini mencakup
terjadinya penurunan cadangan fisiologis dan peningkatan kebutuhan cadangan
fisiologis yang ada untuk mempertahankan homeostasis. Konsep ini dikenal
sebagai homeostenosis. Walaupun demikian, hal tersebut tidak serta-merta
membuat seorang usia lanjut menjadi individu yang tidak berdaya dan tidak dapat
melakukan aktivitas secara normal. Berbagai variasi antar individu mempengaruhi
kapasitas fisik seorang usia lanjut, sehingga seorang usia lanjut dapat tetap
melakukan aktivitas hidup sehari-hari sebaik mungkin, bahkan sebaik individu
berusia muda.4

Terlepas dari konsep ideal tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua usia
lanjut dapat menempuh proses menua secara sukses. Sebagian usia lanjut rentan
menjadi bergantung dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari/AKS.5

1
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


2

Salah satu kegiatan sehari-hari yang dilaksanakan oleh umat Islam, termasuk
orang yang berusia lanjut, adalah ibadah dalam bentuk shalat. Shalat bahkan
menjadi aktivitas yang utama bagi sebagian besar orang usia lanjut. Ibadah shalat
yang dilakukan oleh muslim termasuk pada aktivitas fisik intensitas ringan-sedang
yang menimbulkan relaksasi, meminimalkan stres, mengefektifkan aliran darah
dan menguatkan otot. Shalat yang dilakukan dengan berbagai variasi posisi dan
postur, dapat meningkatkan kesehatan psikologikal, kepercayaan dan efikasi diri,
prilaku motor, aliran darah serebral dan kebugaran muskuloskeletal.6

Shalat merupakan serangkaian gerakan yang terdiri dari beberapa gerakan yang
dilakukan secara berulang. Secara kasar gerakan tersebut adalah berdiri, rukuk,
sujud dan duduk. Banyak aspek yang bisa ditinjau dalam gerakan shalat tersebut.
Salah satunya adalah komponen dasar gerakan shalat dilihat dari hirarki fungsi
fisik. Pada hirarki fungsi fisik komponen dasar dibagi atas koordinasi motor halus,
keseimbangan, kekuatan otot, fleksibilitas, dan ketahanan.7 Gerakan shalat juga
dapat ditinjau dari komponen dasar tersebut. Masing-masing komponen dasar
tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam shalat komponen tersebut
saling berintegrasi. Koordinasi motor halus dapat dilihat pada gerakan jari, seperti
saat takbir, rukuk maupun saat duduk tawaruk; keseimbangan dibutuhkan saat
berdiri, melakukan rukuk dan juga sujud serta dalam pergantian gerakannya;
begitu juga dengan komponen kekuatan otot saat melakukan gerakan. Komponen
yang tak kalah penting adalah fleksibilitas dalam gerakan seperti rukuk, serta
ketahanan/endurans otot dan kardiorespirasi saat shalat. Sebagaimana diketahui
bahwa shalat terdiri dari beberapa rakaat dan selalu dilaksanakan minimal lima
kali sehari. Selain kelima komponen fisik dasar tersebut, pada aktivitas shalat juga
dibutuhkan komponen nonfisik, seperti mental-sprituil dan kekhusyukan dalam
melaksanakannya.

Berbagai aktivitas sehari-hari juga membutuhkan, atau terdiri dari komponen


dasar, sebagaimana gerakan yang ada pada aktivitas shalat. Walaupun demikian,
aktivitas shalat memiliki keistimewaan, yakni dilakukan secara teratur setiap hari,
minimal lima kali sehari. Pelaksanaan shalat disesuaikan dengan kondisi

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


3

seseorang, bila sakit shalat bisa dilakukan dengan cara berbaring atau tidur,
namun bila tidak maka shalat lebih baik dilaksanakan dengan cara berdiri. Usia
lanjut telah mengalami kemunduran secara fisik dan hal ini mempengaruhi cara
mereka dalam melaksanakan shalat. Shalat yang merupakan aktivitas fisik dengan
intensitas ringan-sedang yang rutin dilakukan oleh muslim terutama usia lanjut,
mampukah menggambarkan kemampuan aktivitas fungsional fisik mereka sehari-
hari? Hingga saat ini belum ada penelitian tentang shalat yang diurai berdasarkan
komponen dasarnya, serta bagaimana kemampuan gerakan shalat dalam
memprediksi aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut, apakah bila gerakan shalat
dapat dilakukan dengan baik bisa menggambarkan aktivitas fungsional fisik yang
juga baik? Pertanyaan ini membuat penulis tertarik untuk menggalinya lebih
dalam.

1.2 Rumusan Masalah

a. Berapa proporsi usia lanjut yang dapat melakukan gerakan shalat dengan
sempurna.

b. Bagaimana kemampuan gerakan shalat dalam memprediksi komponen


dasar aktivitas fungsional fisik pada orang usia lanjut.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui kemampuan melakukan gerakan shalat yang sempurna dan
prediksinya terhadap komponen dasar aktivitas fungsional fisik pada orang
usia lanjut.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui proporsi usia lanjut yang dapat melakukan gerakan


shalat dengan sempurna.
b. Untuk mengetahui kemampuan gerakan shalat dalam memprediksi
komponen dasar aktivitas fungsional fisik pada orang usia lanjut.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


4

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat dalam bidang pendidikan
a. Menambah pengetahuan tentang kemampuan gerakan shalat dalam
memprediksi komponen dasar aktivitas fungsional sehari-hari pada
orang usia lanjut.
b. Mendapatkan data tentang kemampuan shalat dan aktivitas fungsional
fisik pada usia lanjut.
1.4.2 Manfaat dalam bidang penelitian
a. Menjadi proses pembelajaran bagi peneliti untuk mampu melakukan
penelitian secara mandiri.
c. Pengembangan telaah gerakan shalat dari bidang Ilmu Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi yang dapat mendorong penelitian selanjutnya
tentang berbagai aspek dalam shalat yang bisa membantu
menyelesaikan gangguan yang didapati seseorang saat melaksanakan
shalat.
1.4.3 Manfaat dalam bidang pelayanan masyarakat
a. Menjadi bahan evaluasi tentang kemampuan shalat dan aktivitas
fungsional fisik sehari-hari pada usia lanjut.
b. Menjadi masukan bagi usia lanjut dan keluarga tentang kemampuan
fungsional fisiknya.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gerakan Shalat

Shalat dari segi bahasa berarti doa. Adapun menurut syariat, shalat merupakan
serangkaian ucapan dan gerakan tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Ibadah shalat telah
diatur semua gerakan atau ucapannya dan tidak boleh diubah.8, 9

Kewajiban shalat dilakukan setelah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat wajib


shalat adalah beragama Islam, telah baligh, dan berakal. Selain syarat wajib shalat
dipenuhi juga syarat sah shalat yaitu :9

- Sudah masuk waktu shalat


- Suci dari hadas besar dan kecil
- Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis
- Menutup aurat
- Menghadap kiblat

Sudah masuk waktu shalat dimaksudkan adalah lima waktu melakukan shalat
wajib sesuai dengan nama shalatnya yaitu subuh, zuhur, ashar, magrib dan isya.
Suci dari hadas besar dan kecil dilakukan dengan mandi wajib dan berwudhu,
serta memastikan badan, pakaian dan tempat bersih dan suci dari kotoran.

Gerakan yang dilakukan selama shalat adalah rukun shalat merupakan gerakan
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu :9

- Niat
- Takbiratul ihram
- Berdiri
- Membaca surah Al-Fatihah
- Rukuk
- I’tidal
5
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


6

- Sujud
- Duduk antara dua sujud
- Duduk tayahud akhir
- Membaca tasyahud akhir
- Membaca salawat
- Salam
- Tertib

Serangkaian gerakan shalat disampaikan sebagai berikut :

a. Takbiratul ihram

Takbiratul ihram adalah gerakan


untuk memulai shalat yaitu
mengangkat ke dua tangan sejajar
dengan bahu atau sejajar dengan
telinga dengan menghadapkan kedua
telapak tangan ke kiblat sambil
membaca Allahu Akbar.
Sebagaimana tersebut dalam riwayat
Gambar 2.1. Takbiratul ihram
berikut, dari Abu Humaid, ia berkata,
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/

“Apabila Nabi Muhammad SAW berdiri untuk shalat, beliau akan berdiri
tegak, mengangkat kedua tangan dan mengucapkan Allahu akbar” (HR Ibnu
Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibba).9

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


7

b. Berdiri

Gerakan berdiri dalam shalat adalah


berdiri tegak dengan kaki dibuka
sejajar bahu,10 dan tangan bersedekap
yaitu meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri setinggi dada atau ulu hati.
Selama berdiri, membaca doa iftitah,
Al-Fatihah, dan beberapa ayat dalam

Gambar 2.2. Berdiri surah Al-Qur’an.

Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/

Berdiri dalam shalat berdasarkan Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 230,


“Peliharalah segala shalat(mu) dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah
kepada Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” Dari Sahl bin Salah, ia
berkata, “ Kaum muslim diperintahkan untuk menempatkan tangan kanan di
atas tangan kiri mereka ketika melakukan shalat” (HR Bukhari, Ahmad dan
Malik).9 Posisi berdiri dalam shalat merupakan posisi postural fungsional,
dimana kepala tegak, mata melihat ke bawah, punggung dan tungkai lurus.6

c. Rukuk

Rukuk adalah posisi badan


membungkuk ke depan dengan
pinggang lurus dan kedua tangan
memegang lutut kemudian membaca
bacaan rukuk. Rukuk dilakukan
dengan thuma’ninah, yaitu sikap
tenang atau berdiam sejenak.

“Lalu rukuklah hingga posisi


Gambar 2.3. Rukuk
thuma’ninah dalam rukuk itu” (HR
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/
Bukhari dan Muslim).9

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


8

Hadist lain menyatakan : Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Apabila
Rasulullah SAW rukuk umpamanya diletakkan secangkir air di atas
punggung Rasulullah SAW maka airnya tidak akan tumpah” (HR Ahmad
dan Abu Dawud).11 Posisi rukuk bertindak sebagai suatu cara melenturkan
pinggang bawah dan hamstring, saat rukuk tubuh membentuk sudut 90°
untuk menjaga kesegarisan tubuh dan mencegah ketegangan pinggang
bawah. Leher dan kepala harus lurus saat mata fokus pada tempat shalat.
Tangan ditempatkan pada paha/lutut untuk mengurangi kurvatura tulang
belakang dan membentuk sokongan pada pinggang bawah dan hamstring.6

d. I’tidal

I’tidal adalah berdiri setelah rukuk.


Gerakannya adalah bangkit dari
rukuk, kembali ke posisi semula, dan
kembali berdiri tegak.

Dari Abu Humaid dari sifat shalat


Nabi SAW, beliau mengangkat
kepalanya dari rukuk, kemudian
berdiri tegak sampai seluruh tulang
Gambar 2.4. I’tidal
punggung sempurna (HR Bukhari dan
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/
Muslim).9

I’tidal dilakukan dengan hati-hati karena bangkit dari rukuk dengan tiba-tiba
menyebabkan pinggang hiperekstensi dan posisi pelvis miring ke anterior.
Tangan kemudian dipindahkan ke samping paha.6

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


9

e. Sujud

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Nabi


menyuruh kita untuk bersujud dengan
tujuh bagian tubuh yaitu dahi, hidung,
dua tangan, dua lutut dan dua ujung
kaki” (HR Bukhari dan Muslim).9, 11
Dahi dan hidung menempel pada
tempat sujud, tangan diletakkan
Gambar 2.5. Sujud
sejajar dekat dengan telinga, jari-jari
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/

tangan diarahkan ke kiblat. Perut tidak menempel pada paha. Kedua paha
dirapatkan dan jari-jari kaki juga diarahkan ke kiblat. Sujud dilakukan
dengan thuma’ninah (tenang dan berdiam sejenak).

f. Duduk diantara dua sujud

Duduk diantara dua sujud atau duduk


iftirasy yaitu :9

- Duduk melipat kaki ke belakang


dan bertumpu pada kaki kiri, kaki
kiri diduduki,
- Jari-jari kaki kanan ditekuk
hingga menghadap ke kiblat,
Gambar 2.6. Duduk diantara dua sujud
- Kedua tangan diletakkan pada
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/
kedua paha dekat dengan lutut.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


10

g. Duduk tasyahud akhir

Duduk tasyahud akhir atau duduk


tawaruk, yaitu :9

- Duduk melipat kaki ke belakang


dan bertumpu pada kaki kiri,
- Kaki kiri dilipat dan dikeluarkan
ke arah bawah kaki kanan,
- Kaki kanan dilipat tapi tidak
Gambar 2.7. Duduk tawaruk
diduduki,
Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/

- Jari-jari kaki kanan ditekuk hingga menghadap ke kiblat,


- Kedua tangan diletakan pada kedua paha dekat ke lutut.

h. Salam

Salam adalah gerakan terakhir dalam


shalat. Salam diucapkan dua kali
disertai dengan gerakan menoleh ke
kanan dan kiri sehingga pipi dapat
dilihat oleh orang yang berada di

Gambar 2.8. Salam


belakang.

Sumber : http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/

Dari Amr bin Sa’d bahwa bapaknya berkata “ Saya melihat Nabi SAW
mengucapkan salam ke sebelah kiri sampai terlihat pipinya yang putih”11
Wa’il bin hajar, ia berkata “Aku shalat bersama Rasulullah SAW, beliau
mengucapkan salam ke sebelah kanan dengan mengucapkan
assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” 9

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


11

2.2 Hirarki Fungsi Fisik

National Institute on Aging mengembangkan suatu model hirarki dari fungsi fisik
pada tahun 1993. Model hirarki tersebut menggambarkan spektrum fungsi fisik
sebagaimana terlihat pada gambar berikut :7

Integration level III


Role function

Integration level II Task or goal-


oriented function
(e.g., ADL, IADL)

Integration level I
Spesific physical
movements
Basic components (e.g., 8-foot walk)

Coordination fine
Balance Strength Flexibility Endurance
motor

Model hirarki tersebut mempunyai empat tingkatan, yakni level integrasi satu
sampai tiga, dengan sebuah komponen dasar di bawah level integrasi satu.
Komponen dasar terdiri atas koordinasi gerakan motor halus, keseimbangan,
kekuatan, fleksibilitas dan ketahanan. Komponen-komponen tersebut saling
berintegrasi dan berinteraksi dengan elemen fungsi non-fisik lainnya. Melalui
integrasi antar komponen, terjadilah suatu gerakan fisik tertentu yang dapat
menghasilkan suatu pekerjaan.

Level integrasi satu terdapat di atas tingkat komponen dasar yang merupakan
gerakan fisik khusus atau spesifik. Pada level integrasi satu ini, gerakan fisik
spesifik memiliki tiga aspek penting. Aspek pertama, terdapat beberapa gerakan
fisik yang membentuk suatu rangkaian gerakan fisik spesifik. Aspek kedua berupa
gerakan fisik spesifik yang merupakan bagian dari suatu kegiatan, yang
merupakan level integrasi berikutnya (level integrasi dua). Ada sebelas gerakan

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


12

fisik spesifik yang membentuk berbagai aktivitas bertujuan dalam kegiatan sehari-
hari, yaitu mengangkat/menurunkan (mandi dengan gayung), mendorong/menarik
(berjalan melalui pintu), memegang/membawa/menggantung (membawa barang),
memutar (berbalik badan), gerakan sisi ke sisi (berjalan menyamping), gerakan
tangan ke tangan (makan dengan garpu dan sendok), melipat /menjatuhkan
/melempar (bermain bola), bersandar/menggapai (bersandar di dinding),
membungkuk (memungut benda di lantai), duduk (duduk di kursi) dan berdiri
(berdiri menunggu). Ketiga, gerakan fisik spesifik tersebut merupakan perilaku
yang “over-learned”, sehingga dapat dilakukan dengan sedikit kesadaran
(otomatis).7 Pada level integrasi dua, yaitu aktivitas bertujuan, sejumlah gerakan
fisik spesifik dikombinasikan membentuk suatu pekerjaan. Terakhir, level
integrasi tiga akan membentuk peran seseorang.

Penilaian fungsional didefinisikan sebagai usaha sistematik dan objektif untuk


mengukur tingkatan fungsi seseorang dalam berbagai area, seperti kesehatan fisik,
kualitas mengatur diri, kualitas aktivitas peran, status intelektual, aktivitas sosial,
dan status emosional. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang
dilakukan oleh otot-otot rangka yang hasilnya dinyatakan sebagai energi
ekspenditur.12 Konsep fungsional fisik dan status fungsional penggunaannya telah
berubah sebagaimana disamakan dengan definisi seperti status kesehatan, tingkat
kerusakan dan disabilitas.7

Aktivitas shalat berada pada level integrasi dua karena merupakan serangkaian
gerakan dengan tujuan melaksanakan ibadah. Gerakan spesifiknya terdiri atas
berdiri, rukuk, sujud dan duduk. Masing-masing gerakan terdiri dari komponen
dasar yang saling terkait satu dengan yang lain. Gerakan shalat memerlukan
koordinasi untuk melakukan gerakan motor halus, pergantian gerakan atau urutan
gerakannya. Keseimbangan dibutuhkan saat melakukan gerakan berdiri, rukuk,
sujud, duduk dan pergantian gerakan. Gerakan shalat membutuhkan kekuatan otot
serta fleksibilitas gerak sendi. Tak kalah penting juga adalah ketahanan otot dan
ketahanan kardiorespirasi agar mampu melaksanakan shalat lima waktu sehari
semalam sesuai dengan jumlah rakaatnya.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


13

Penelitian ini menguraikan gerakan shalat dalam komponen dasar yang dianggap
dominan kemudian dilakukan uji terhadap masing-masing komponen aktivitas
fungsional fisik yang dianggap setara dan dinilai apakah komponen pada shalat
bisa menggambarkan kemampuan seorang usia lanjut dalam melaksanakan
aktivitas fungsionalnya sehari-hari.

2.3 Komponen Dasar Gerakan Shalat


2.3.1 Koordinasi

Koordinasi adalah kemampuan untuk melakukan gerakan secara halus, akurat, dan
terkontrol. Koordinasi dibutuhkan untuk menyelesaikan keterampilan motor halus,
serta merupakan dasar dan instrumen melakukan keterampilan motor kasar untuk
aktivitas sehari-hari seperti berjalan atau berlari.13 Serebelum mengatur koordinasi
gerakan, mengatur sikap, tonus, mengintegrasi dan mengkoordinasi gerakan
somatik.

Selama shalat ditemui adanya gerakan tangan yang merupakan gerakan


terkoordinasi, akurat dan terkontrol. Gerakkan yang selalu dilakukan dan diulang.
Penilaian koordinasi dalam gerakan shalat melalui pengamatan gerakan tangan,
seperti gerakan mengangkat tangan untuk takbir, kemudian bersedekap di dada
saat berdiri sesudah takbir. Gerakan telapak tangan yang dihadapkan ke kiblat
setiap kali takbir dan berganti gerakan. Kemudian menggenggam lutut saat rukuk,
saat sujud meletakkan telapak tangan di lantai, disamping telinga lurus
menghadap kiblat dan telunjuk kanan menunjuk saat duduk tawaruk.

Pemeriksaan koordinasi dalam klinis biasanya dilakukan melalui penilaian uji


tunjuk-hidung, uji tumit-lutut ataupun uji diadokokinesia. Uji tunjuk-hidung
dilakukan dengan mata tertutup, individu menunjuk hidungnya kemudian
menunjuk telunjuk pemeriksa dan kembali menunjuk hidungnya, dilakukan
berulang-ulang dengan cepat. Uji tumit-lutut dilakukan dengan berbaring, kedua
tungkai diluruskan kemudian menempatkan tumit pada tungkai yang lain diikuti
dengan meluncurkan tumit ke bawah dari lutut sampai ke ibu jari kaki.
Diadokokinesia merupakan gerakan tangan pada paha yang disupinasi dan

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


14

dipronasikan (telapak tangan dan punggung tangan) secara bergantian. Bila


koordinasi seseorang baik maka gerakan tersebut mampu dilakukan secara
mulus.14

2.3.2 Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan ekuilibrium tubuh


ketika ditempatkan pada berbagai posisi. Atau kemampuan untuk
mempertahankan titik pusat berat badan pada bidang tumpu terutama pada saat
posisi tegak. Atau kemampuan tubuh untuk mempertahankan posisi ekuilibrium
dalam keadaan statik maupun dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang
minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk
mengontrol pusat masa tubuh (center of mass) atau titik pusat berat badan (center
of gravity) terhadap bidang tumpu (based of support).13

Berbagai sistem yang bekerja dalam keseimbangan antara lain adalah sistem
sensoris yang terdiri dari sistem visual, vestibuler dan proprioseptif, selain itu
dibutuhkan juga adanya kekuatan otot dalam mempertahankan posisi tubuh agar
tetap seimbang.13, 15 Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan dalam berbagai
segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu.
Titik pusat berat badan dan bidang tumpu manusia selalu berubah dan relatif tidak
stabil, seperti bila titik pusat berat badan terletak lebih tinggi atau pada bidang
tumpu yang lebih sempit. Sehingga, stabilitas dapat ditingkatkan dengan
menurunkan pusat gravitasi dan/atau melebarkan bidang tumpu.16

Adanya komponen keseimbangan dalam shalat dapat dilihat saat berdiri, dimana
berdiri dalam shalat adalah berdiri tegak, simetris antara belahan tubuh kanan dan
kiri. Kaki dibuka selebar bahu dan menghadap ke depan dan dengan melebarkan
kaki selebar bahu maka akan memberikan keseimbangan yang lebih baik.

Keseimbangan pada orang usia lanjut bisa terganggu oleh karena penyakit atau
proses penuaan. Berkurangnya ketajaman visual atau persepsi terhadap kedalaman
akan mengurangi luas lapang pandang. Sensasi kutaneus dan proprioseptif
memperlihatkan peningkatan ambang rangsang dengan bertambahnya umur.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


15

Defisit-defisit ini berimbas pada instabilitas postural.17 Shalat dilakukan dengan


mata terbuka dan difokuskan pada tempat sujud, dengan membuka mata maka
akan didapat informasi dari lingkungan sehingga tubuh dapat menyesuaikan
terhadap perubahan lingkungan dalam mempertahankan keseimbangan.

Terdapat berbagai uji untuk menilai komponen keseimbangan pada individu usia
lanjut, salah satu di antaranya adalah skala keseimbangan Berg. Uji ini merupakan
uji fungsional yang bersifat valid dan reliable untuk menilai adanya gangguan
pada fungsi keseimbangan, mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi
terhadap gangguan tersebut, dan mendeskripsikan fungsi keseimbangan seorang
individu untuk keperluan klinis dan riset.18, 19 Skala keseimbangan Berg menilai
14 komponen, dengan skor 0-4 untuk masing-masing komponen. Interpretasi
akhir uji ini adalah untuk menentukan seberapa besar risiko seorang usia lanjut
untuk mengalami jatuh akibat gangguan keseimbangan yang ia alami.18

Komponen aktivitas fungsional yang dinilai pada skala keseimbangan Berg


meliputi perubahan dari duduk ke berdiri, berdiri tanpa berpegangan, duduk tanpa
berpegangan, perubahan dari berdiri ke duduk, berpindah tempat, berdiri dengan
mata terpejam, berdiri dengan kedua kaki merapat, berdiri dengan kedua lengan
menjangkau ke depan, mengambil suatu benda dari lantai, memutar badan untuk
melihat ke belakang, berputar 360 derajat, meletakkan salah satu kaki pada
dingklik, berdiri dengan satu kaki di depan kaki yang lain, serta berdiri dengan
satu kaki. Untuk tiap komponen tersebut terdapat rincian keterangan yang
menentukan berapa skor yang diberikan untuk suatu aktivitas yang dilakukan.
Semakin mendekati sempurna, skor yang diberikan semakin tinggi.

2.3.3 Kekuatan Otot

Kekuatan otot adalah daya atau tegangan maksimum suatu otot atau kelompok
otot yang mampu dicapai dalam satu kontraksi, merupakan hasil dari interaksi
yang komplek dari sistem saraf, muskuler, biomekanis dan kognitif.20 Dikatakan
juga kekuatan merupakan daya maksimal yang dapat digunakan oleh suatu otot.21

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


16

Aksi otot dibedakan atas dua kategori yaitu statis dan dinamis. Aksi otot yang
statis disebut isometrik merupakan kontraksi dimana daya dikembangkan tanpa
gerak terhadap suatu sumbu. Semua aksi otot yang melibatkan gerakan disebut
dinamis atau isotonik. Suatu kontraksi isotonik adalah suatu gaya yang sama di
seluruh aksi otot dinamis. Selama pola gerakan fungsional, terjadi kombinasi
kontraksi statik dan dinamis. Otot batang tubuh berkontraksi secara isometrik
untuk menstabilkan tulang belakang dan pelvis selama gerakan dari ekstremitas
seperti meraih atau berjalan, sementara otot tungkai bawah bekerja menggunakan
kombinasi kontraksi kosentrik dan eksentrik.20

Kekuatan otot diperlukan dalam aktivitas sehari-hari termasuk shalat, saat


mempertahankan posisi berdiri yang seimbang, posisi rukuk dimana tubuh
membungkuk ke depan, bangkit kembali untuk berdiri, saat sujud dan saat
kembali ke posisi berdiri setelah gerakan sujud.

Salah satu pemeriksaan kekuatan otot adalah uji duduk ke berdiri (sit-to-stand
test). Pada uji ini, individu yang diperiksa duduk terlebih dahulu di kursi tanpa
sandaran tangan. Kursi yang digunakan adalah kursi tinggi standar yang kokoh
dan dirapatkan ke dinding. Individu yang diuji diminta bangkit berdiri dan
kemudian duduk kembali dalam waktu sesegera mungkin tanpa menggunakan
bantuan ekstremitas atas. Penilaian dilakukan dengan menghitung waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan sejumlah repetisi duduk ke berdiri (biasanya lima
atau 10 repetisi).22

Uji duduk ke berdiri memiliki korelasi yang kuat untuk menilai kekuatan otot
ekstensor lutut dan gaya dorong tungkai, sehingga umum digunakan untuk
penilaian kemampuan melakukan AKS.22 Penelitian validasi terhadap
pemeriksaan ini memperlihatkan rerata waktu yang dibutuhkan oleh seorang usia
lanjut untuk melakukan lima repetisi duduk ke berdiri adalah sebesar 13.7 detik
untuk usia lanjut lelaki dan 14.4 detik untuk usia lanjut perempuan. Semakin tua
usia seseorang, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan lima repetisi akan
semakin lama.23, 24

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


17

Shalat empat rakaat merupakan shalat dengan gerakan yang paling banyak,
dimana gerakan yang identik dengan duduk ke berdiri dilakukan sekitar empat
kali, yaitu gerakan bangkit ke berdiri dari sujud dua kali dan bangkit ke berdiri
dari duduk setelah sujud dua kali. Disamping itu terdapat gerakan bangkit berdiri
dari rukuk empat kali dan bangkit dari sujud menuju duduk enam kali. Maka uji
duduk ke berdiri lima repetisi dianggap mampu menggambarkan kekuatan otot
yang dibutuhkan saat melakukan gerakan shalat.

2.3.4 Fleksibilitas

Fleksibilitas mengandung pengertian luas gerak satu persendian atau beberapa


persendian. Penilaian fleksibilitas secara objektif dilakukan dengan mengukur
lingkup gerak sendi menggunakan goniometer, dan sudut hasil pengukuran
dibandingkan dengan nilai normal lingkup gerak suatu sendi.25, 26

Selama shalat terjadi beberapa gerakan sendi seperti rotasi internal pada bahu
sebesar 90°, fleksi siku 125°, pronasi siku 45°, pergelangan tangan fleksi sebesar
60° dan ekstensi sebesar 35°. Elevasi bahu merupakan rangkaian gerakan
terkoordinasi yang disebut scapulohumeral rhythm, setelah bahu abduksi 30°,
terjadilah scapulohumeral rhythm ini, yaitu setiap 15° abduksi bahu terjadi 10°
abduksi oleh sendi glenohumeral dan 5° oleh sendi skapulotorasik sampai
akhirnya bahu abduksi 180°.16, 27

Rukuk dilaksanakan dengan membungkuk ke depan hingga kaki dan badan


membentuk sudut 90°. Punggung lurus, kepala lurus, tidak menunduk atau
terangkat dan tangan memegang lutut. Suatu gerakan koordinasi antara tulang
lumbal dan pelvis terjadi selama fleksi batang tubuh sampai jari-jari tangan
mencapai lantai, yang disebut lumbopelvic rhythm. Pada saat kepala dan
punggung atas mulai fleksi maka pelvis akan bergeser ke posterior untuk
mempertahankan titik pusat berat badan yang seimbang di atas dasar tumpuan.
Ketika fleksi berlanjut maka kontrol dilakukan oleh otot-otot ekstensor vertebra
sampai 45°. Kemudian ligamen-ligamen posterior akan tegang dan sendi facet
orientasi dalam bidang frontal, sehingga memberikan stabilitas pada vertebra dan

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


18

otot relaksasi. Pada akhir lingkup gerak sendi, seluruh segmen vertebra
distabilisasi oleh ligamen-ligamen posterior dan sendi facet. Pelvis mulai berotasi
ke depan yang dikontrol oleh otot gluteus maksimus dan hamstring. Rotasi
dilanjutkan ke depan sampai pemanjangan penuh di akhir lingkup gerak sendi
tercapai.28

I’tidal dilakukan setelah rukuk selesai dan berhenti sejenak. Gerakannya adalah
bangkit dari rukuk untuk kembali berdiri tegak. Pada saat batang tubuh kembali
ke berdiri tegak, otot ekstensor panggul merotasikan pelvis ke arah posterior.
Kemudian otot ekstensor tulang belakang memanjangkan tulang belakang
(ekstensi) dari posisi fleksi dan berturut-turut kembali kebalikan dari gerakan
fleksi batang tubuh.

Sujud adalah gerakan tubuh merendah dengan menekuk badan dan lutut. Kening
dan hidung menyentuh lantai dimana kepala sedikit ekstensi. Berat badan diterima
oleh kening. Telapak tangan menyentuh lantai, jari menghadap ke depan sejajar
kepala. Bahu abduksi sekitar 30°, siku fleksi 60° dan pergelangan tangan ekstensi
sekitar 10-20 derajat. Panggul berada pada posisi fleksi sekitar 45°, lutut fleksi 90°
dan pergelangan kaki lurus. Kaki dirapatkan dan jari-jari kaki ekstensi menghadap
ke depan. Sujud juga dilakukan dengan berdiam sejenak, sebagaimana rukuk.
Terakhir fleksibilitas sendi leher yaitu saat gerakan salam dimana terjadi gerakan
rotasi pada leher. Kepala menoleh ke kanan kemudian ke kiri hampir maksimal
sehingga pipi dapat terlihat dari belakang.

Luasnya lingkup gerak sendi pada orang usia lanjut dapat diukur melalui
goniometri menggunakan goniometer.7 Goniometer yang digunakan adalah
goniometer universal yang terdiri dari sebuah protraktor (skala 180° atau 360°)
dengan lengan statis (sejajar pada segment proksimal ekstremitas), sebuah lengan
yang bergerak (sejajar dengan segmen distal ekstremitas, dan sebuah aksis
(ditempatkan pada aksis sendi sedekat mungkin) Sudut yang berada antara lengan
statis dan lengan yang bergerak adalah ukuran lingkup gerak sendi. Reliabilitas

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


19

pengukuran ini secara umum bagus untuk mengukur lingkup gerak sendi
ekstremitas.29

Sementara untuk mengukur lingkup gerak sendi vertebra torakolumbal dengan


menggunakan teknik distraksi kulit. Metode yang paling sering digunakan adalah
teknik Schober yang dimodifikasi (modified Schober test). Ditandai dua titik pada
vertebra (10 cm di atas titik tengah antara spina iliaka posterior superior dan 5 cm
di bawah titik tengah tersebut, dengan total jarak 15 cm). Individu kemudian
membungkuk ke depan dan diukur jarak antara kedua titik tersebut. Teknik ini
mempunyai reliabilitas dan validitas yang bagus dan mudah dilakukan.29

2.3.5 Ketahanan Otot

Daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dalam waktu
yang relatif lama. Pada usia lanjut lebih banyak kehilangan daya otot
(kemampuan otot untuk melakukan kerja pada suatu waktu tertentu) dibandingkan
kekuatan otot, daya otot diperlukan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Ketahanan mempunyai dampak yang besar pada fungsi dan disabilitas usia lanjut.
Karena berbagai aktivitas membutuhkan gerakan berulang. Sehingga ketahanan
perlu ditingkatkan dengan latihan. Intensitas latihan yang disarankan untuk usia
lanjut pada skala Borg adalah sedikit berat sampai berat.30

Ada beberapa rakaat dalam shalat yaitu dua, tiga dan empat rakaat, dimana satu
rakaatnya merupakan satu siklus gerakan dari berdiri mengangkat tangan, berdiri
dengan tangan bersidekap dan membaca beberapa ayat Al-Qur’an, gerakan
menuju rukuk, kemudian rukuk, bangkit dari rukuk dan berdiri tenang sejenak
(i’tidal), turun untuk sujud, duduk, dilanjutkan sujud kembali dan berdiri untuk
melakukan rakaat selanjutnya. Rangkaian gerakan tersebut memerlukan energi,
termasuk dalam upaya mempertahankan keseimbangan, kerja dan kekuatan otot.

Belum diketahui berapa besar energi yang dibutuhkan saat melaksanakan shalat,
bila dipisahkan berdasarkan gerakan shalat, “The Compendium of Physical
Activities Tracking Guide” menyebutkan berdiri adalah 2 Mets, gerakan berdiri
dari lantai bernilai 3,5 Mets, dan membungkuk ke depan adalah 3 Mets.31 Selain

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


20

dengan memperkirakan energi yang digunakan, komponen ketahanan dalam


aktivitas fungsional fisik dapat dinilai dengan menggunakan uji duduk ke berdiri
30 detik (30 seconds chair-stand test). Uji ini merupakan uji sederhana untuk
menilai ketahanan otot tubuh secara umum32, 33
yang dilakukan menggunakan
sebuah kursi setinggi 16-17 inci (40,64-43,18 cm). Individu diinstruksikan untuk
duduk di kursi sembari menyilangkan kedua lengan di dada. Setelah itu bangkit ke
posisi berdiri dan kembali ke posisi duduk di kursi secepat mungkin. Gerakan
tersebut dilakukan berulang-ulang selama 30 detik dalam posisi kedua lengan
yang sama.33 Penilaian dilakukan pada jumlah posisi berdiri yang dapat dilakukan
individu dalam kurun waktu tersebut. Sebelum penghitungan dimulai, individu
dapat mencoba gerakan berdiri-duduk sebanyak 1-2 kali.32, 33

Interpretasi hasil uji ini ditetapkan berdasarkan rentang usia dan jenis kelamin
subjek. Pada tabel yang ditampilkan pada definisi operasional tentang komponen
ketahanan otot dapat dilihat rentang nilai normalnya (persentil 50) pada populasi.
Dengan demikian individu yang memperoleh hasil di bawah rentang nilai normal
dikatakan memiliki ketahanan otot di bawah rata-rata untuk usia mereka, dan
sebaliknya untuk individu dengan hasil di atas rentang tersebut.32

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


21

2.4 Kerangka Teori

Peran manusia sebagai


hamba Tuhan
Komponen non fisik :
- Mental sprituil Ibadah shalat
- Kosentrasi/khusyuk

Faktor yang mempengaruhi :


Memenuhi : - Usia
- Penyakit yang diderita
- Syarat sah shalat
- Rukun shalat
Gerakan shalat - Lama mengerjakan shalat
- Berapa lama telah shalat
- Shalat sendiri atau
berjamah

Gerakan tangan
- Berdiri :
o Takbir Pergantian gerakan :
o Bersedekap
- Menuju rukuk
- Rukuk : menggenggam lutut
- Bangkit dari rukuk
- Sujud : telapak tangan di lantai
- Menuju sujud
menghadap kiblat
- Duduk diantara dua sujud
- Duduk :
- Bangkit berdiri
o Iftirasy : jari terbuka di atas lutut
o Tawaruk :telunjuk menunjuk ke kiblat

Berdiri : Rukuk : Sujud : Duduk


Ke dua kaki dibuka - Membungkukkan - Meletakan anggota - Duduk iftirasy
selebar bahu badan ke depan sujud di lantai - Duduk tasyahud
- Fleksi panggul 90° - Fleksi panggul 45°
- Fleksi lutut 90°

Koordinasi Keseimbangan Kekuatan otot Fleksibiltas Endurans


motor halus

= tidak diteliti

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


22

2.5 Kerangka Konsep

Komponen gerakan shalat : Penilaian fungsional fisik :

Uji tunjuk hidung,


Koordinasi motor halus Uji Diadokokinesis,
Uji tumit lutut

Keseimbangan Skala keseimbangan Berg

Uji duduk ke berdiri lima


Kekuatan otot repetisi

Modified Schober Test dan


Fleksibilitas pemeriksaan lingkup gerak
sendi dengan goniometer

Ketahanan otot Uji duduk ke berdiri 30 detik

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Disain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan potong lintang
(cross sectional) yang menggunakan uji diagnostik untuk mengetahui gerakan
shalat sebagai prediksi komponen dasar fungsional fisik pada usia lanjut.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada lembaga non panti PUSAKA (Pusat Santunan
Keluarga) di wilayah Jakarta.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam periode berikut:
- Persiapan penelitian : Januari - Oktober 2012
- Pelaksanaan penelitian : November 2012 – Januari 2013
- Pengolahan hasil penelitian : Februari - Juni 2013
- Presentasi hasil penelitian : Mei 2014

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Target Penelitian
Populasi target penelitian adalah orang usia lanjut yang berada di Jakarta
yang melaksanakan shalat.
3.3.2 Populasi Terjangkau Penelitian
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah orang usia lanjut yang
tergabung dalam Pusat Santunan Keluarga di Jakarta yang melaksanakan
shalat.
3.3.3 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah orang usia lanjut yang termasuk dalam populasi
terjangkau penelitian, yang telah memenuhi kriteria penerimaan dan
23
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


24

penolakan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive


sampling.

3.4 Kriteria Inklusi


Sampel yang diikutkan dalam penelitian adalah:
• Orang berusia lanjut, yaitu yang berusia 60 tahun ke atas.
• Subjek yang mampu melaksanakan shalat dengan posisi berdiri.
• Subjek yang bersedia menjadi sampel penelitian.

3.5 Kriteria Eksklusi


Sampel yang tidak diikutkan dalam penelitian adalah: sampel dengan gangguan
kognisi.

3.6 Estimasi Besar Sampel


Estimasi besar sampel ditentukan berdasarkan rumus berikut:
ሺ௓ఈሻమ .௣௤ ଵ଴଴
݊ = ‫ݔ‬ (3.1)
ௗమ ଽହ
n adalah besar sampel.
α adalah batas kepercayaan, dalam penelitian ini dipilih 0,05.
Zα adalah nilai konversi pada kurva normal, dalam penelitian ini 1,96.
p adalah proporsi kejadian di antara pajanan yang ingin diteliti (0,5)
q adalah 1,00-p.
d adalah ketepatan relatif, dalam penelitian ini 0,10
ሺଵ,ଽ଺ሻమ . ଴,ହ. ଴,ହ ଵ଴଴
Maka n adalah ‫ݔ‬ = 101
଴,ଵమ ଽହ

Untuk mengantisipasi adanya subjek yang drop out, besar sampel ditambah
25% hingga mencapai 126 orang.

3.7 Variabel Penelitian


Adapun variabel penelitian adalah:
- Variabel dependen : hasil uji fungsional untuk masing-masing
komponen.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


25

- Variabel independen : komponen gerakan shalat.


3.8 Alur Penelitian

Sampel memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Mengisi persetujuan dan form penelitian

Penilaian gerakan shalat

Penilaian fungsional fisik

Pengolahan dan analisis data

Penyajian

3.9 Ijin Subjek Penelitian


Semua subjek penelitian telah mendapat penjelasan secara lisan tentang tujuan,
cara kerja, dan manfaat penelitian. Subjek telah menyetujui untuk ikut penelitian
dan menandatangani ijin penelitian.

3.10 Alat Penelitian


Alat/formulir yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
- Formulir data dasar subyek penelitian.
- Formulir Mini Mental Scale Examination.
- Formulir pemeriksaan gerakan shalat.
- Formulir hasil pemeriksaan uji fungsional yang terdiri dari:
o Formulir pemeriksaan koordinasi motor halus.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


26

o Formulir pemeriksaan keseimbangan (skala keseimbangan Berg).


o Formulir pemeriksaan kekuatan otot (uji duduk ke berdiri lima repetisi)
o Formulir pemeriksaan lingkup gerak sendi
o Formulir pemeriksaan ketahanan otot (uji duduk ke berdiri 30 detik).
- Alat pemeriksaan fisik:
o Alat pengukuran berat badan digital
o Alat pengukuran tinggi badan Microtoaise
o Tensimeter jarum merek Rister
o Stetoskop merek Littman
- Stopwatch merek Chaosada
- Goniometer
- Meteran kain
- Penggaris panjang 30 cm
- Dua buah kursi setinggi 46 cm dengan dan tanpa sandaran lengan
- Dingklik/undakan/anak tangga

3.11 Batasan/Definisi Operasional


Definisi operasional demografi pada peneltian ini adalah:
- Umur, satuan tahun, sesuai Kartu Tanda Penduduk/KTP
- Jenis kelamin dibedakan antara laki-laki dan perempuan, sesuai KTP.
- Tingkat pendidikan (menurut UU RI no 2 tahun 2003):
o Tidak sekolah
o Tingkat pendidikan dasar: SD/sederajat dan SMP/sederajat
o Tingkat pendidikan menengah: SMA/sederajat
o Tingkat pendidikan tinggi: Akademi/Perguruan Tinggi
- Indeks Massa Tubuh (IMT) didapat melalui perhitungan rumus
berdasarkan hasil penimbangan berat badan menggunakan timbangan
digital yang distandarisasi dengan timbangan SECA dalam satuan
kilogram dan pengukuran tinggi badan menggunakan alat Microtoaise
஻஻ ሺ௄௚ሻ
dalam satuan sentimeter. Rumus IMT adalah dengan kategori
்஻మ ሺ௠మ ሻ

IMT Asia Pasifik sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


27

o Kurang (<18,5 kg/m2)


o Normal (18,5 – 22,9 kg/m2)
o Lebih (23 – 25 kg/m2)
o Obesitas (>25kg/m2)
- Status pernikahan dibedakan antara menikah dan tidak menikah
(janda/duda cerai hidup dan cerai mati).

Batasan/definisi operasional penilaian komponen shalat adalah:


- Gerakan shalat sempurna adalah gerakan shalat yang mampu dilakukan,
dimana hasil semua pengamatan adalah ‘ya’.
- Variabel gerakan shalat yang dinilai sebagai berikut:
o Komponen koordinasi motor halus
 Subjek melakukan takbir dengan mengangkat tangan
 Subjek memegang lutut saat rukuk
 Subjek meletakan tangan di lantai sejajar bahu/telinga saat sujud
 Subjek menunjukkan telunjuk saat duduk tawaruk
o Komponen keseimbangan
 Subjek berdiri dengan kaki dibuka selebar bahu dan tidak
bergoyang
 Subjek melakukan pergantian gerakan shalat dengan cepat
 Subjek melakukan pergantian gerakan shalat tanpa bantuan.
o Komponen kekuatan otot
 Subjek bangkit berdiri dari duduk dan sujud dengan waktu kurang
dari 4 detik
 Subjek mampu langsung berdiri dari sujud atau dari duduk tawaruk
tanpa bantuan
o Komponen fleksibilitas
 Subjek melakukan rukuk dimana pinggang lurus membentuk sudut
90° dengan tungkai bawah
 Subjek melakukan sujud dimana badan membentuk sudut 45°
dengan paha

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


28

o Komponen ketahanan otot


 Subjek melakukan aktivitas shalat dengan mudah tanpa keluhan
lelah berdasarkan RPE.

Variabel aktivitas fungsional fisik sebagai berikut:


o Komponen koordinasi motor halus
 Uji tunjuk-hidung, dinilai baik bila subjek mampu melakukan uji
tunjuk-hidung dengan tepat, cepat dan mulus.
 Uji tumit-lutut, uji ini dinilai baik bila subjek mampu
menggeserkan tumit pada tulang kering tungkai satunya dengan
tepat dan mulus.
 Uji diadokokinesis, dinilai baik bila subjek mampu melakukan
gerakan supinasi-pronasi ke dua tangan dengan cepat dan tepat.
o Komponen keseimbangan, dinilai melalui skala keseimbangan Berg
yang merupakan alat ukur keseimbangan pada usia lanjut dengan
menilai kemampuan dalam melakukan tugas-tugas fungsional. Ada 14
jenis pemeriksaan yang masing-masing memiliki lima skala (skala 0 –
4), dimana skala 0 menggambarkan tingkat fungsi terendah dan skala
4 menggambarkan tingkat fungsi tertinggi. Nilai total skala
keseimbangan Berg menggambarkan risiko jatuh yaitu:
 41 – 56 : risiko jatuh rendah
 21 – 40 : risiko jatuh sedang
 0 – 20 : risiko jatuh tinggi
o Komponen kekuatan otot, otot yang dinilai adalah otot ekstensor lutut,
dikatakan baik bila waktu yang dibutuhkan untuk lima repetisi duduk
ke berdiri kurang dari 13,7 detik untuk usia lanjut laki-laki dan 14,4
detik untuk usia lanjut wanita.
o Komponen fleksibilitas, dinilai melalui lingkup gerak vertebra
torakolumbal, sendi bahu, siku, panggul dan lutut. Lingkup gerak
sendi dikatakan mempunyai fleksibilitas baik bila berada pada rentang
lingkup gerak sendi normal yaitu:
 Vertebra torakolumbal, bila nilai pengukuran ≥ 20 cm.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


29

 Bahu : abduksi 0-180°, adduksi 0-45°, fleksi 0-90°, ekstensi 0-45°,


rotasi internal 0-55° dan rotasi eksternal 0-45°.
 Siku : fleksi 0-135° dan ekstensi 0-5°, supinasi 0-90° dan pronasi
0-90°.
 Panggul : fleksi 0-135°, ekstensi 0-30°, abduksi 0-45°, adduksi 0-
20°
 Lutut : fleksi 0-135°, ekstensi 0°.
o Komponen ketahanan otot, dinilai baik bila berada pada rentang
berikut:32
Rentang usia Laki-laki Perempuan
60-64 14-19 12-17
65-69 12-18 11-16
70-74 12-17 10-15
75-79 11-17 10-15
80-84 10-15 9-14
85-89 8-14 8-13
90-94 7-12 4-11

3.12 Cara Kerja


1. Pemilihan subjek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan.
2. Sebelum dilakukan penelitian, subjek diberi penjelasan tentang manfaat,
tujuan dan protokol penelitian. Kemudian subjek menandatangani persetujuan
mengikuti penelitian dan mengisi data dasar.
3. Pengamatan dilakukan dua tahap yaitu :
a. Subjek melakukan simulasi shalat 4 rakaat dimana rakaat pertama
membaca surat Al-kafirun dan rakaat ke dua membaca ayat Al-ikhlas,
peneliti akan merekam/memfoto subjek yang sedang shalat dan mencatat
hasil pengamatan gerakan shalat subjek. Subjek wanita akan menggunakan
mukena (penutup aurat wanita untuk shalat yang mempunyai lengan.
b. Subjek kemudian dilakukan penilaian fungsional melalui:
o Pemeriksaan koordinasi motor halus

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


30

o Pemeriksaan keseimbangan (skala keseimbangan Berg)


o Pemeriksaan kekuatan otot (uji duduk ke berdiri 5 repetisi)
o Pemeriksaan lingkup gerak sendi
o Pemeriksaan ketahanan otot (uji duduk ke berdiri 30 detik)
4. Pengamatan saat subjek shalat :
a. Pemeriksaan koordinasi motor halus melalui pengamatan gerakan tangan
dan jari ketika :
o Berdiri saat gerakan takbir: mengamati bagaimana subjek mengangkat
tangannya untuk takbir.
o Rukuk: mengamati apakah kedua tangan subjek menggenggam lutut.
o Sujud: mengamati apakah subjek meletakkan telapak tangan di lantai,
sejajar telinga, dan jari-jari lurus ke depan.
o Duduk tawaruk: mengamati apakah telunjuk tangan kanan subjek
menunjuk ke depan saat berada di atas lutut kanan.
b. Penilaian keseimbangan, subjek diamati saat :
o Berdiri
Mengamati apakah kaki subjek dibuka selebar bahu, tenang dan tidak
bergoyang.
o Pergantian gerakan, bagaimana cara subjek untuk melakukan rukuk
dan sujud,
• Apakah dilakukan dengan lambat atau cepat.
• Apakah memerlukan bantuan untuk melakukannya.
c. Penilaian kekuatan otot, diamati:
o Apakah waktu yang dibutuhkan subjek untuk bangkit berdiri dari
duduk atau sujud kurang dari empat detik. Waktu bangkit berdiri dari
sujud dihitung mulai terlihat gerakan bangkit dari sujud sampai berdiri
dengan tangan bersedekap. Sementara waktu bangkit dari duduk
tawaruk dihitung mulai terlihat gerakan bangkit dari duduk sampai
berdiri mengangkat tangan untuk takbir.
o Apakah subjek langsung berdiri dari sujud atau duduk tawaruk .

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


31

d. Penilaian fleksibilitas melalui :


o Pengamatan bagaimana subjek melakukan gerakan rukuk, apakah
punggung lurus, membentuk sudut hampir 90° dengan tungkai.
o Pengamatan bagaimana subjek melakukan gerakan sujud, apakah
punggung dan tungkai membentuk sudut sekitar 45°.
e. Penilaian ketahanan otot :
Melalui pertanyaan bagaimana usahanya dalam melaksanakan shalat
apakah subjek merasa melakukan aktivitas shalat dengan mudah.
5. Melakukan uji fungsional melalui :
a. Penilaian koordinasi motor halus, mengamati subjek saat melakukan :
o Uji tunjuk-hidung.
o Uji tumit-lutut.
o Uji diadokokinesis.
b. Penilaian kesimbangan dengan skala keseimbangan Berg, subjek diamati
saat melakukan gerakan:
o Duduk ke berdiri: subjek diminta berdiri dari posisi duduk, tanpa
menggunakan tangan sebagai alat bantu.
o Berdiri tanpa berpegangan: subjek diminta berdiri tanpa alat bantu
selama dua menit.
o Duduk tanpa sandaran: subjek diminta duduk di bangku tanpa
sandaran belakang, kaki menapak di lantai atau undakan dan kedua
lengan dilipat di dada selama dua menit.
o Perubahan dari berdiri ke duduk: subjek diminta duduk di bangku
sambil diperhatikan apakah subjek menggunakan bantuan tangan atau
kaki serta kemampuan subjek mengontrol gerakan selama mencapai
posisi duduk.
o Berpindah tempat: menggunakan dua kursi (satu kursi tanpa sandaran
lengan dan satu kursi dengan sandaran lengan). Subjek diminta duduk
di kursi tanpa sandaran lalu pindah ke kursi dengan lengan dan
kembali lagi ke kursi tanpa sandaran lengan. Subjek diamati apakah

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


32

mampu melakukan perpindahan secara aman dengan atau tanpa


bantuan.
o Berdiri dengan mata terpejam: subjek diminta berdiri sambil menutup
kedua mata selama 10 detik.
o Berdiri dengan kedua kaki merapat: subjek diminta berdiri dengan
kedua kaki merapat tanpa berpegangan selama satu menit. Dihitung
waktu yang disanggupi oleh subjek dan apakah subjek memerlukan
bantuan.
o Berdiri dengan mengulurkan satu lengan ke depan: subjek diminta
berdiri, mengangkat lengan kanan ke depan sampai 90° lalu
mengulurkannya sejauh mungkin. Sebelumnya peneliti meletakan
penggaris di ujung jari subjek kemudian dihitung jarak terjauh yang
dapat dicapai oleh subjek sambil mempertahankan keseimbangan.
o Mengambil sesuatu benda dari lantai: subjek diminta mengambil
sandal/sepatu yang ada di depan kakinya. Diamati apakah subjek
mampu melakukannya dengan atau tanpa supervisi.
o Memutar badan untuk melihat ke belakang: subjek diminta melihat ke
belakang arah kiri lalu diulang untuk arah kanan sambil
mempertahankan keseimbangan.
o Berputar 360 derajat: subjek diminta untuk berputar penuh seperti
lingkaran lalu berhenti sebentar dan dilanjutkan berputar ke arah yang
berlawanan. Diperhatikan apakah subjek mampu melakukannya dalam
empat detik atau kurang (dua arah).
o Meletakkan salah satu kaki pada dingklik/undakan/tangga: subjek
diminta menginjak undakan dengan satu kaki secara bergantian
sebanyak empat kali untuk masing-masing kaki. subjek diamati
apakah mampu melakukan total delapan kali tanpa bantuan.
o Berdiri dengan satu kaki di depan kaki yang lain: subjek diminta
untuk meletakan satu kaki di depan kaki yang lainnya. Subjek diamati
apakah mampu melakukannya selama 30 detik.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


33

o Berdiri dengan satu kaki: subjek diminta berdiri dengan satu kaki
selama mungkin tanpa berpegangan pada apapun. Subjek diamati
apakah mampu melakukannya secara mandiri dan berapa lama subjek
mampu bertahan.
c. Penilaian kekuatan otot dengan uji duduk ke berdiri :
o Subjek duduk di kursi dengan tinggi kursi standar tanpa sandaran
tangan, dan dirapatkan ke dinding.
o Subjek yang diuji bangkit berdiri dan kemudian duduk kembali dalam
waktu sesegera mungkin tanpa menggunakan bantuan ekstremitas atas.
o Dihitung waktu yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan duduk
berdiri selama lima repetisi.
d. Penilaian fleksibilitas :
o Mengukur lingkup gerak sendi ekstremitas atas dan bawah
menggunakan goniometer serta mengukur fleksibilitas lumbal
menggunakan modified Schober test.
o Lingkup gerak sendi ekstremitas yang dinilai adalah sendi bahu, siku,
panggul, dan lutut.
e. Penilaian ketahanan otot melalui uji duduk ke berdiri dengan menghitung
berapa repetisi yang mampu dilakukan subjek untuk duduk berdiri selama
30 detik.

3.13 Pengolahan dan Analisis Data


Akurasi gerakan shalat dalam memprediksi komponen dasar aktivitas fungsional
fisik dinilai dengan mengukur nilai duga positif dan nilai duga negatif untuk
masing-masing komponen, nilai duga positif ≥80% berarti baik.34

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Pengumpulan Data

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling. Pusaka yang dipilih


adalah Pusaka Cipinang dan Pisangan di Jakarta Timur, Pusaka Kalibata di
Jakarta Selatan dan Pusaka Menteng di Jakarta Pusat. Rata-rata satu pusaka
beranggotakan 40 orang usia lanjut, kecuali Pusaka Pisangan Lama membina dan
menyantuni 100 orang usia lanjut. Berdasarkan jumlah anggota di satu pusaka,
diambil subjek penelitian sampai terpenuhi estimasi besar sampel penelitian. Satu
hari peneliti melakukan penelitian terhadap 10-15 orang usia lanjut untuk
menghindari lamanya usia lanjut menunggu giliran untuk diambil data.
Didapatkan 30 subjek pada Pusaka Cipinang, 30 subjek Pusaka Kalibata, 38
subjek Pusaka Pisangan, dan 22 subjek Pusaka Menteng

Informasi tentang lokasi pusaka didapatkan dari kader pusaka, ijin penelitian
disampaikan ke pengurus pusaka untuk mendapatkan persetujuan pelaksanaan
penelitian. Setelah didapatkan ijin, anggota pusaka didata dan diberikan
pengarahan tentang penelitian. Anggota pusaka yang termasuk dalam kriteria
penerimaan diikutkan dalam penelitian setelah menandatangani surat persetujuan.

4.2 Karakteristik Subjek penelitian

Subjek yang berhasil dikumpulkan berjumlah 126 orang usia lanjut namun hanya
120 orang subjek yang diikutkan dalam perhitungan karena enam subjek tidak
memenuhi kriteria penerimaan: dikarenakan tidak mampu shalat berdiri satu
orang dan lima orang dengan gangguan kognisi. Karakteristik subjek penelitian
dapat dilihat pada Tabel 4.1. Sementara karakteristik aktivitas shalat subjek dapat
dilihat pada Tabel 4.2.

34
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


35

Tabel 4.1. Karakteristik subjek penelitian

Variabel n %

Usia mean (Simpang Baku) 69,75 (SB 6,17) tahun

Jenis kelamin
Laki-laki 13 10,8
Perempuan 107 89,2

Pekerjaan
Ibu rumah tangga 93 77,5
Buruh 3 2,5
Wiraswastawan 8 6,7
Pensiunan 10 8,3
Tidak bekerja 6 5,0

Pendidikan
Tidak sekolah 36 30,0
Tidak tamat SD 20 16,7
SD 33 27,5
SMP 16 13,3
SMA 13 10,8
S1 2 1,7

Status pernikahan
Menikah 37 30,8
Janda/duda cerai mati 83 69,2

Penyakit yang diderita


Tidak ada 60 50,0
Hipertensi 40 33,3
Diabetes Mellitus 12 10,0
Stroke 5 4,2
Penyakit jantung 3 2,5

IMT
Kurang (<18,5 kg/m2) 19 15,9
Normal (18,5 – 22,9 kg/m2) 51 42,5
Lebih (23 – 25 kg/m2) 10 8,3
Kegemukan (>25 kg/m2) 40 33,3

Usia subjek penelitian mempunyai sebaran yang normal berkisar antara 60-85
tahun dengan rata-rata berusia 69,75 tahun dengan simpang baku 6,17 tahun.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


36

Kurang dari separuh subjek penelitian menderita penyakit degeneratif, median


lama sakit tiga tahun (minimal satu dan maksimal 30 tahun). Indeks massa tubuh
subjek penelitian mempunyai sebaran yang tidak normal dengan median 22,45
kg/m2 yaitu kategori normal, dengan nilai minimal adalah 15,0 kg/m2 dan nilai
maksimal adalah 37,9 kg/m2.

4.3 Karakteristik Aktivitas Shalat Subjek


Tabel 4.2. Karakteristik aktivitas shalat subjek

Variabel n (%) Median


Lama telah shalat (min-maks) 45 tahun (4-77 tahun)
Shalat berjamaah
Ya 85 (70,8)
Tidak 29 (24,2)
Kadang-kadang 6 (5,0)
Melaksanakan shalat sunat
Ya 109 (90,8)
Tidak 11 (9,2)
Keluhan sakit
Ada 45 (45,0)
Tidak 63 (52,5)
Keluhan mempengaruhi aktivitas shalat
Ya 13 (10,8)
Tidak 53 (44,2)

Lama subjek penelitian telah melakukan shalat mempunyai sebaran yang tidak
normal, subjek penelitian telah menjalani aktivitas shalat 45 tahun dengan
minimal 4 tahun dan maksimal 77 tahun. Sebanyak 45% subjek penelitian
mempunyai keluhan sakit di badannya berupa nyeri lutut, nyeri pinggang, pusing,
dan sesak nafas, namun keluhan yang mereka alami sebagian besar tidak
mempengaruhi aktivitas shalat.

4.4 Proporsi Shalat dan Aktivitas Fungsional Fisik Subjek Penelitian


Penelitian ini mendapatkan bahwa subjek penelitian yang mampu melakukan
gerakan shalat dengan sempurna adalah 22 subjek atau 18,3%.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


37

Tabel 4.3. Proporsi komponen gerakan shalat

Komponen gerakan shalat n (%)


Koordinasi
Baik 119 (99,2)
Tidak 1 (0,8)
Keseimbangan
Baik 111 (92,5)
Tidak 9 (7,5)
Kekuatan otot
Baik 28 (23,3)
Tidak 92 (76,7)
Fleksibilitas
Baik 93 (77,5)
Tidak 27 (22,5)
Ketahanan otot
Baik 106 (88,3)
Tidak 14 (11,7)

Dari tabel 4.3 terlihat bahwa hampir semua komponen gerakan shalat subjek
mempunyai kategori dengan hasil baik kecuali komponen kekuatan otot yang
lebih banyak tidak baik yaitu 76,7%, dimana median waktu yang dibutuhkan
untuk bangkit berdiri dari duduk adalah 3,44 detik (min 1,22 dan maks 12,53 detik)
dan dari sujud adalah 3,47 (min 1,16 dan maks 9,50 detik)

Tabel 4.4. Proporsi komponen aktivitas fungsional fisik

Komponen aktivitas fungsional fisik n (%)


Koordinasi
Baik 113 (94,2)
Tidak 7 (5,8)
Keseimbangan
Baik 120 (100,0)
Tidak 0 (0,0)
Kekuatan otot
Baik 82 (68,3)
Tidak 38 (31,7)
Fleksibilitas
Baik 62 (51,7)
Tidak 58 (48,3)
Ketahanan
Baik 78 (65,0)
Tidak 42 (35,0)

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


38

Sementara dari hasil penilaian aktivitas fungsional fisik pada tabel 4.4 tersebut
didapatkan semua komponen adalah baik dengan angka yang cukup tinggi kecuali
komponen fleksibilitas lebih rendah bila bandingkan komponen lainnya.

Penilaian keseimbangan menggunakan skala keseimbangan Berg (BBS)


mendapatkan nilai median 54,0 (min 41,0 dan maks 56,0) yang merupakan resiko
jatuh rendah. Lama waktu yang dibutuhkan subjek penelitian untuk
menyelesaikan uji lima repetisi duduk ke berdiri adalah median 12 detik (minimal
6 dan maksimal 24 detik), yang berarti subjek mempunyai kekuatan otot yang
baik. Hasil pengukuran fleksibilitas pinggang dengan modified Schober test
adalah median 20 cm (minimal 16 dan maksimal 22 cm) yang berarti fleksibilitas
normal. Penilaian endurans menggunakan uji duduk ke berdiri 30 detik
mendapatkan median 11 kali (min 6 dan maks 24 kali pengulangan).

4.5 Gerakan Fisik Shalat sebagai Prediksi terhadap Komponen Dasar


Aktivitas Fungsional Fisik

Studi ini mendapatkan hasil prediksi kemampuan gerakan shalat terhadap


komponen dasar aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut seperti terlihat pada
tabel – tabel berikut:

Tabel 4.5. Koordinasi gerakan shalat sebagai prediksi terhadap koordinasi


aktivitas fungsional fisik.

Koordinasi Komponen aktivitas fungsional fisik


Baik Tidak Jumlah
Komponen Shalat
Baik 112 7 119
Tidak 1 0 1
Jumlah 113 7 120

Dari tabel koordinasi gerakan shalat sebagai prediksi terhadap aktivitas fungsional
fisik di atas, didapatkan nilai duga positifnya adalah 94% (Interval

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


39

Kepercayaan/IK 95% 0,88 sampai 0,97) dengan 0% (IK 95% 0,0 sampai 0,79)
untuk nilai duga negatifnya.

Tabel 4.6. Keseimbangan gerakan shalat sebagai prediksi terhadap keseimbangan


aktivitas fungsional fisik

Keseimbangan Komponen aktivitas fungsional fisik


Baik Tidak Jumlah
Komponen shalat
Baik 111 0 111
Tidak 9 0 9
Jumlah 120 0 120

Tabel 4.7 di atas memperlihatkan prediksi komponen keseimbangan gerakan


shalat terhadap aktivitas fungsional fisik, nilai duga positif komponen
keseimbangan adalah 100% (IK 95% 0,97 sampai 1,0) sementara nilai duga
negatifnya tidak bisa dihitung.

Tabel 4.7. Kekuatan otot gerakan shalat sebagai prediksi terhadap kekuatan otot
aktivitas fungsional fisik

Kekuatan otot Komponen aktivitas fungsional fisik


Baik Tidak Jumlah
Komponen shalat
Baik 22 6 28
Tidak 60 32 92
Jumlah 82 38 120

Nilai duga positif komponen kekuatan otot gerakan shalat terhadap kekuatan otot
aktivitas fungsional fisik adalah 79% (IK 95% adalah 0,6 sampai 0,9) dan nilai
duga negatif adalah 35% (IK 95% 0,26 sampai 0,45).

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


40

Tabel 4.8. Fleksibilitas gerakan shalat sebagai prediksi terhadap fleksibilitas


aktivitas fungsional fisik

Fleksibilitas Komponen aktivitas fungsional fisik


Baik Tidak Jumlah
Komponen shalat
Baik 51 42 93
Tidak 11 16 27
Jumlah 62 58 120

Tabel 4.8 memperlihatkan prediksi fleksibilitas gerakan shalat terhadap


fleksibilitas aktivitas fungsional fisik dengan nilai duga positif adalah 55% (IK
95% 0,45 sampai 0,65) dan nilai prediksi negatif adalah 59% (IK 95% 0,41
sampai 0,75).

Tabel 4.9. Ketahanan otot gerakan shalat sebagai prediksi terhadap ketahanan otot
aktivitas fungsional fisik

Ketahanan otot Komponen aktivitas fungsional fisik


Baik Tidak Jumlah
Komponen shalat
Baik 71 35 106
Tidak 7 7 14
Jumlah 78 42 120

Nilai duga postif ketahanan otot gerakan shalat terhadap komponen aktivitas
fungsional fisik adalah 67% (IK 95% 0,58 sampai 0,75) dengan nilai prediksi
negatif 5% (IK 95% 0,27 sampai 0,73).

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


BAB 5
PEMBAHASAN HASIL

5.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komite Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tanggal 26
November 2012.

Pusat Santunan Keluarga atau Pusaka merupakan lembaga non panti yang berada
dibawah pengawasan Kementerian Sosial. Pusaka tersebar pada kelurahan-
kelurahan di Jakarta. Berbagai kegiatan dan pembinaan terhadap orang usia lanjut
dilakukan oleh pusaka yang dikoordinir oleh kader pusaka seperti senam usia
lanjut, pengajian, pemeriksaan kesehatan yang bekerjasama dengan petugas
puskesmas dan pemberian makan rantangan. Selain itu, bagi usia lanjut yang sakit
juga mendapat bantuan pengobatan, bantuan dana kebersihan badan perbulan,
rekreasi setahun sekali dan santunan kematian. Pusaka Kalibata memiliki aktivitas
khusus seperti senam memori yang diadakan seminggu sekali dan Pusaka
Pisangan Lama melaksanakan senam asma di bawah bimbingan Yayasan Asma
Indonesia Cabang RS Persahabatan setiap hari Minggu pagi.

Melalui pengurus pusaka, anggota pusaka yang beragama Islam dan


melaksanakan shalat berdiri diundang untuk ikut dalam penelitian. Alur penelitian
dimulai dengan memberikan nomor antrian bagi setiap anggota pusaka yang
datang. Anggota pusaka yang hadir diberitahu tentang maksud dan tata cara
penelitian kemudian bagi anggota pusaka yang bersedia mengikuti penelitian
diberikan lembaran persetujuan penelitian untuk ditanda tangani. Selanjutnya
subjek penelitian diwawancarai untuk mendapatkan data subjek dan data aktivitas
shalat, diikuti penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah,
nadi dan nafas. Aktivitas shalat dinilai melalui pengamatan subjek saat melakukan
shalat empat rakaat, peneliti mencatat hasil pengamatan sesuai daftar pengamatan
41
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


42

serta merekam pelaksanaan shalat tersebut, hasil rekaman akan diputar ulang bila
hasil pengamatan meragukan. Kemudian subjek penelitian dinilai koordinasi
motor halus melalui uji tunjuk-hidung, uji tumit lutut dan diadokokinesis,
keseimbangan subjek dinilai melalui skala keseimbangan Berg, kekuatan otot
dinilai dengan uji duduk ke berdiri lima repetisi, fleksibilitas lumbal diukur
menggunakan modified Schober test dan fleksibilitas ekstremitas menggunakan
goniometer, sementara penilaian ketahanan otot menggunakan uji duduk ke
berdiri 30 detik.

Setiap pusaka mempunyai tempat berkumpul yang bervariasi sehingga tempat


pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan ketersediaan masing-masing pusaka.
Pusaka Cipinang Baru Raya dan Pisangan Lama mempunya tempat yang cukup
luas, sebaliknya pada Pusaka Kalibata dan Menteng, namun begitu pelaksanaan
penelitian dapat berjalan lancar dan pada akhirnya semua subjek penelitian
berhasil menyelesaikan semua tahapan penilaian.

5.2 Karakteristik Subjek Penelitian

Usia subjek penelitian ini rata-rata 69,75 ± 6,17 tahun termasuk kedalam kategori
usia lanjut muda (usia 60-74 tahun),35 merupakan usia dengan partisipasi dalam
populasi yang lebih banyak dibandingkan usia yang lebih tua. Hasil ini sesuai
dengan data demografi Indonesia dimana proporsi usia lanjut muda adalah 6,2%
lebih besar dibandingkan usia 75 tahun ke atas yang hanya 1,68% .36

Jenis kelamin subjek penelitian ini mayoritas adalah perempuan yaitu 89,2% dari
seluruh subjek. Hasil ini lebih besar dari data BPS yang menyatakan bahwa 52,6%
penduduk usia lanjut Indonesia adalah perempuan.37 Hal ini karena perempuan
rajin mengikuti acara sosial di lingkungan tempat tinggalnya bila dibandingkan
dengan laki-laki, selain itu usia harapan hidup perempuan lebih panjang
dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk usia lanjut perempuan lebih
banyak dibandingkan laki-laki. BPS memproyeksikan usia harapan hidup
Indonesia meningkat dari 67,8 tahun (2000-2005) menjadi 72 tahun (2012).38

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


43

Sebagian besar subjek penelitian tidak sekolah yaitu 30% diikuti tamat SD sebesar
27,5% dan tidak tamat SD 16,7%. Hasil penelitian ini tak jauh berbeda dengan
hasil Susenas tahun 2012 memperlihatkan bahwa usia lanjut yang tidak sekolah
adalah 26,84% dan tidak tamat SD 32,32%. Walaupun tingkat pendidikan usia
lanjut relatif masih rendah namun terjadi peningkatan tingkat pendidikan yang
ditamatkan usia lanjut selama kurun waktu tahun 2005 sampai dengan 2012.39

Sebagian besar subjek berstatus cerai mati yaitu 69,2% lebih besar dibandingkan
subjek yang masih menikah. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang
dibanding laki-laki, maka lebih banyak usia lanjut perempuan yang ditinggal
meninggal lebih dulu. Kajian empiris Program Aslut menyatakan janda cerai mati
lebih tinggi di kalangan usia lanjut yaitu 58,5% dibandingkan dengan 13,6% duda
cerai mati. Di Indonesia, adalah hal biasa bagi duda untuk menikah lagi sementara
janda cendrung tetap tidak menikah, yang dianggap sebagai cerminan dari faktor
budaya.40

Separuh subjek penelitian menderita penyakit kronis, penyakit kronis yang


diderita oleh subjek penelitian adalah 34% hipertensi, 8% menderita diabetes dan
pernah stroke 4%. Hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dari hasil penelitian
Annisa yang mendapatkan 71% subjek penelitian menderita penyakit kronis
seperti hipertensi, penyakit muskuloskeletal, penyakit jantung koroner dan
stroke.41 Hal ini mungkin karena penelitian ini dilakukan pada komunitas sehat,
sehingga usia lanjut yang ikut adalah usia lanjut yang tidak dirawat dan mampu
datang ke lokasi penelitian. Subjek penelitian juga melakukan kontrol tekanan
darah pada puskesmas terdekat dan meminum obat secara teratur. Keaktifan usia
lanjut dan keluarganya mengikuti pembinaan oleh tenaga kesehatan
mempengaruhi prilaku hidup sehat mereka. Suatu studi intervensi di Cina
menyatakan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan diantara anggota
keluarga mempengaruhi pengetahuan kesehatan dan rehabilitasi penyakit di
kalangan usia lanjut, dimana pendidikan kesehatan, peningkatan pengetahuan
kesehatan dan promosi kesehatan memberikan dampak positif pada gaya hidup

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


44

yang merupakan kunci untuk meningkatkan prilaku kesehatan usia lanjut di


Cina.42

Indeks massa tubuh (IMT) subjek penelitian berada dalam rentang 15,0-37,9
kg/m2 dengan median 22,45 kg/m2 yang merupakan IMT yang normal. Hasil
penelitian ini berbeda dari berbagai hasil penelitian lain 41 yang mendapatkan IMT
dengan kategori kegemukan. Hal ini mungkin disebabkan rata-rata usia subjek
penelitian ini adalah hampir 70 tahun, merupakan usia mulai terjadi penurunan
massa lemak tubuh. Selama proses penuaan terjadi perubahan dalam komposisi
tubuh; massa lemak tubuh pada awalnya mengalami peningkatan, sedangkan
massa dan kekuatan otot menurun. Lemak viseral dan intramuskular cendrung
meningkat sementara lemak subkutan pada bagian lain dari tubuh dapat
mengalami penurunan. Berat badan umumnya meningkat pada tahap awal fase
penuaan sebagai konsekuensi dari peningkatan deposisi lemak (khususnya lemak
subkutan); peningkatan ini akan mencapai puncaknya pada usia 50 tahun pada
lelaki dan 60 tahun pada perempuan. Selanjutnya, baik berat badan maupun
jumlah deposisi lemak secara progresif akan turun seiring lanjutnya usia (diantara
dekade keenam dan ketujuh) yang menambah angka morbiditas dan mortalitas.35,
43
Selain karena proses penuaan, hampir semua subjek mandiri dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti, makan, mandi, merawat diri, mencuci
pakaian, berjalan serta naik turun tangga, dan untuk mencegah kegemukan subjek
penelitian juga melakukan senam yang diadakan oleh pengurus pusaka.

5.3 Karakteristik Aktivitas Shalat Subjek

Kehidupan spiritual diyakini sebagai kebutuhan yang penting pada orang usia
lanjut. Dilaporkan bahwa spiritual mempunyai efek positif pada kesehatan dan
ketenangan pada usia lanjut. Kesehatan spiritual merupakan suatu dimensi
kesehatan dalam hidup dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan antar manusia
dan lingkungan.44

Kebutuhan untuk mendekatkan diri pada agama dan Tuhan Yang Maha Kuasa
makin terlihat pada masa usia lanjut, hierarki kebutuhan pada orang usia lanjut

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


45

telah bergeser, kebutuhan biologik dan self survival digantikan oleh kebutuhan
lain yang tadinya menduduki peringkat bawah, yakni kebutuhan religius.45
Kondisi fisik usia lanjut mengalami penurunan tetapi aktivitas yang berkaitan
dengan agama justru mengalami peningkatan; perhatian mereka terhadap agama
semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Kehidupan keagamaan mereka
sudah mantap, meningkatnya kecenderungan dalam menerima pendapat
keagamaan, dan usia lanjut lebih percaya bahwa agama dapat memberikan jalan
bagi pemecahan masalah kehidupan, membimbing dalam kehidupan serta
menentramkan batin.46 Subjek penelitian telah melaksanakan shalat selama 45
tahun (minimal 4 tahun dan maksimal 77 tahun). Bila dihitung dengan umur saat
ini maka subjek mulai melakukan shalat pada usia dua puluhan, bukan usia akil
baligh yang merupakan usia dimulainya kewajiban shalat. Hal ini masih perlu
diteliti lagi karena sebagian subjek penelitian tidak ingat usia mereka mulai shalat.
Subjek yang mulai shalat pada usia tiga puluhan, menyatakan bahwa kesibukan
rumah tangga dan bekerja menyebabkan mereka belum melaksanakan shalat
dengan teratur, shalat dilaksanakan dengan teratur setelah dekade ketiga.
Sebagaimana di Iran, orang usia lanjut lebih religius dibandingkan orang yang
berusia lebih muda, yang menjadi norma dari kultural Iran. Survei nasional
menyatakan 80% usia lanjut Iran melaksanakan shalat teratur.47

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa 70,8% subjek penelitian melakukan


shalat dengan berjamaah, yaitu shalat bersama di masjid. Data lain juga
menyatakan 93.3% usia lanjut melakukan shalat berjamaah.48 Subjek penelitian
menambah aktivitas shalat dengan melakukan shalat sunah, shalat di luar shalat
wajib yaitu sebanyak 90,8%.

Sebanyak 45% subjek penelitian mengeluhan sakit berupa nyeri lutut, nyeri
pinggang, pusing, dan sesak nafas, namun keluhan tersebut hanya 10,8% yang
mempengaruhi aktivitas shalat berupa melaksanakan shalat lebih perlahan, atau
melakukan shalat dengan duduk. Penyakit yang diderita seseorang tidak
menyebabkan seorang muslim menghentikan aktivitas shalat, karena kegiatan
shalat dapat disesuaikan dengan kondisi yang sedang dialami seseorang,9 sehingga

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


46

suatu saat shalat dapat saja dilakukan dengan duduk bahkan berbaring.10
Disamping kewajiban, melaksanakan shalat mampu memberikan ketenangan dan
kesiapan dalam menghadapi suatu kondisi atau penyakit. Penelitian yang
dilakukan oleh Keefe mendapatkan kegiatan spiritual dapat meningkatkan
kemampuan partisipan dalam mengendalikan nyeri bahkan menurunkan nyeri
karena artritis reumatoid.49

5.4 Gerakan Fisik Shalat sebagai Prediksi terhadap Komponen Aktivitas


Fungsional Fisik

Penelitian ini mendapatkan bahwa subjek penelitian yang mampu melakukan


gerakan shalat dengan sempurna adalah 18,3%. Hal ini bukan menggambarkan
bahwa usia lanjut melaksanakan shalatnya dengan tidak benar, bukan hal tersebut
yang menjadi penilaian dalam penelitian ini karena shalat tidak hanya meliputi
gerakan tetapi juga ada unsur mental spiritual di dalamnya yang tidak bisa dinilai
oleh manusia. Namun, gerakan shalat merupakan perpaduan semua komponen
dasar yang dalam penelitian ini dilakukan pengamatannya secara terpisah,
sementara suatu gerakan bukanlah semata-mata hasil dari satu komponen
sehingga untuk pengamatan terhadap suatu komponen dalam gerakan shalat
diambil komponen yang dominan. Selain itu, banyak faktor yang mempengaruhi
gerakan shalat seperti pengetahuan seseorang tentang tata cara shalat dan
kebiasaan gerakan shalat yang telah dilakukan seseorang sepanjang pelaksanaan
shalatnya.

Penilaian dalam penelitian ini menggunakan kategori baik dan tidak baik, dengan
kriteria yang cukup ketat dimana dua point mendapatkan hasil tidak baik maka
komponen yang dinilai adalah tidak baik, ketatnya pengamatan berdasarkan
bahwa gerakan shalat telah mempunyai rukun shalat yang tetap,9 sehingga makin
banyak komponen yang didapatkan tidak baik membuat makin kecil proporsi usia
lanjut yang melaksanakan shalat dengan sempurna. Berikut pembahasan tentang
hasil penilaian masing-masing komponen serta bagaimana kemampuan prediksi
gerakan shalat terhadap penilaian komponen aktivitas fungsional fisik tersebut.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


47

5.4.1 Koordinasi

Kemampuan prediksi koordinasi gerakan shalat terhadap komponen koordinasi


aktivitas fungsional fisik adalah 94% (IK 95% 0,88 sampai 0,97). Koordinasi pada
shalat bisa dipakai dalam memprediksi koordinasi dalam aktivitas fungsional fisik,
sehingga bila koordinasi dalam shalat baik maka kemungkinan koordinasi dalam
aktivitas fungsional fisik juga baik. Prediksi yang baik ini didapatkan dari
penilaian koordinasi yang baik pada pengamatan gerakan shalat yang dilakukan
sujek penelitian. Begitu juga terhadap penilaian uji koordinasi pada subjek
penelitian

Penelitian ini mendapatkan komponen koordinasi dalam gerakan shalat dalam


kategori baik adalah 99,2% padahal sebenarnya, pertambahan usia berhubungan
dengan atrofi pada daerah motor kortikal dan korpus kolosum, yang mempercepat
penurunan fungsi motor. Proses degenerasi pada sistem neurotransmiter –
khususnya sistem dopaminergik, berkontribusi pada kemunduran motor kasar dan
halus sejalan dengan usia. Defisit tampilan motor termasuk kesulitan koordinasi,
variasi gerakan meningkat, gerakan yang melambat serta terjadinya kesulitan
dalam keseimbangan dan berjalan bila dibandingkan dengan dewasa muda. Defisit
ini mempunyai pengaruh negatif terhadap kemampuan usia lanjut dalam
melaksanakan aktivitas fungsional sehari-hari. Kemampuan untuk
mengkoordinasikan berbagai bagian tubuh merupakan hal yang penting dalam
berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Orang usia lanjut menggunakan lebih
banyak daerah eksekusi, kognisi dan asosiasi otak untuk melakukan suatu tugas
bila dibandingkan dengan dewasa muda yang prosesnya lebih otomatis.50

Koordinasi dalam shalat yang dinilai dalam penelitian ini berupa gerakan
mengangkat tangan setinggi bahu/telinga saat takbir, tangan menggenggam lutut
saat rukuk, telapak tangan berada di lantai sejajar bahu/telinga saaat sujud dan
tangan mengepal dengan jari telunjuk menunjuk ke depan saat duduk tawaruk,
semua subjek penelitian melakukan gerakan tersebut dalam shalatnya. Sesuai
dengan pernyataan bahwa gerakan yang dilakukan berulang-ulang kali bahkan
bisa sampai puluhan ribu kali akan menghasil gerakan otomatis. Pengulangan

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


48

berkali-kali setiap pola gerakan dengan kecepatan maksimal dan tenaga yang
konsisten akan menghasilkan presisi dalam pengembangan engram motor yang
cepat dan kuat. Data penelitian menyatakan bahwa pengulangan pola aktivitas
20.000 – 30.000 kali akan mengembangkan suatu engram.51 Gerakan dalam shalat
yang dilakukan seseorang selama hidup bisa melebihi pengulangan tersebut.
Sebagai contoh adalah jari menunjuk saat duduk tawaruk, sekitar seratus lima
puluh ribu kali pengulangan yang telah dilakukan jika subjek penelitian telah
shalat selama 41 tahun.

Sedikit berbeda dari pengamatan gerakan shalat, pada uji koordinasi tujuh orang
subjek penelitian melakukan dengan hasil kurang cepat dan mulus. Hal ini
disebabkan karena dua dari subjek penelitian tersebut pernah menderita stroke
sehingga mempengaruhi gerakan tunjuk-hidung dan gerakan diadokokinesis pada
sisi lemah, namun begitu terhadap subjek yang sama tetap dilakukan penilaian
shalat karena stroke tidak menghalangi seorang muslim untuk melaksanakan
aktivitas shalat. Sementara subjek yang lain dengan hasil uji koordinasi yang tidak
baik dikarenakan usia lanjut yang tua menemui kesulitan dalam melaksanakan
gerakan uji ini, selain itu gerakan tersebut baru dikenal oleh subjek.

5.4.2 Keseimbangan

Kemampuan prediksi keseimbangan gerakan shalat terhadap komponen


keseimbangan aktivitas fungsional fisik adalah 100% (KI 95% 0,97 sampai 1,0)
yang berarti bahwa bila keseimbangan dalam gerakan shalat adalah baik maka
dapat diprediksi bahwa keseimbangan dalam aktivitas fungsional fisik juga akan
baik. Hasil ini didapatkan dari pengamatan sebagian besar subjek penelitian
mempunyai keseimbangan gerakan shalat yang baik begitu juga dengan penilaian
keseimbangan menggunakan skala keseimbangan Berg.

Pada hasil penilaian uji keseimbangan Berg ini subjek mempunyai resiko jatuh
yang rendah padahal saat shalat ada subjek yang tidak baik keseimbangannya.
Keseimbangan dalam shalat dilakukan melalui pengamatan apakah subjek mampu

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


49

berdiri tegak dan tidak bergoyang, subjek melakukan pergantian gerakan shalat
dengan cepat dan tanpa bantuan, bila dua parameter atau lebih adalah ‘tidak baik’
maka keseimbangan subjek dalam shalat dianggap tidak baik. Sejumlah subjek
bergoyang/berayun saat berdiri dan lambat saat pergantian gerakan sehingga
keseimbangan saat shalat adalah tidak baik.

Adanya subjek penelitian yang bergoyang/berayun saat berdiri dalam shalat


terjadi karena instabilitas postural. Penuaan dapat mengganggu keseimbangan dari
berbagai sistem yang berinteraksi dalam mempertahankan keseimbangan.
Instabilitas postural menjadi masalah pada usia lanjut, dimana sistem saraf dan
4, 52
sistem muskuloskeletal menurun disebabkan proses degenerasi. Ayunan
anteroposterior dan lateral merupakan hal normal bila disebabkan pertubasi kecil
terhadap tubuh misal pada saat bernapas, memindahkan berat tubuh dari satu kaki
ke kaki lainnya. Deviasi yang terjadi pada pusat massa tubuh seseorang terhadap
batas stabilitas akan dikoreksi secara intermiten dan menghasilkan gerakan
ayunan secara acak.15

Usia lanjut mengalami keterlambatan dalam mendeteksi gangguan postural yang


membuat waktu reaksinya bertambah lama.52 Penuaan menurunkan integritas dari
berbagai sistem yang mengatur postural. Penelitian yang dilakukan Bugnariu dan
Fung mendapatkan bahwa penuaan berdampak terhadap interaksi antara sistem
sensorimotor dan visual pada pengaturan keseimbangan selama berdiri. Dikatakan
bahwa informasi dari tungkai bawah dan batang tubuh merupakan hal yang
penting dalam mempertahankan keseimbangan ketika seseorang mempertahankan
kontak dengan permukaan lantai yang besar, kaku dan stabil.53 Sehingga penting
menggunakan interaksi kedua sistem tersebut. Sebagaimana diketahui, saat shalat,
berdiri dilakukan dengan membuka mata dan pandangan mata diarahkan tetap
pada tempat sujud.10 Hal ini membantu usia lanjut dalam mempertahankan
keseimbangan saat melaksanakan shalat. Disamping itu, berdiri dalam shalat
dilakukan dengan membuka kaki sejajar bahu,10 yang memberi keseimbangan
lebih baik sehingga didapatan 92,5% subjek penelitian mempunyai keseimbangan
gerakan shalat yang baik.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


50

Uji keseimbangan menggunakan skala keseimbangan Berg merupakan suatu uji


yang sah dan andal dalam menilai resiko jatuh usia lanjut. Wang dkk
mendapatkan bahwa lebih dari 90% subjek penelitiannya mendapatkan nilai
maksimal untuk uji dengan skala keseimbangan Berg sebagaimana hasil
penelitian ini.19, 54

Keseimbangan dipengaruhi oleh banyak komponen, dimana setiap komponen


berinteraksi untuk mempertahankan keseimbangan dalam shalat. Selain karena
sistem sensori motor, visual, kekuatan otot merupakan faktor yang juga
berpengaruh. Pada orang usia lanjut otot-otot mulai melemah selama aktivitas
yang membuat cepat lelah55 dan mengganggu keseimbangan postural.52
Terjadinya kelemahan pada panggul, lutut dan pergelangan kaki menurunkan
kemampuan keseimbangan, membuat pada usia lanjut banyak terjadi ayunan
panggul. Kekuatan otot yang menurun pada dekade ke lima menyebabkan
menurunnya kecepatan gerakan. Hal ini sejalan dengan tidak baiknya hasil
pemeriksaan kekuatan otot.

Perempuan usia lanjut lebih cepat mengalami osteoporosis dibandingkan laki-laki.


Perempuan yang mengalami osteoporosis juga mempunyai postur kifosis, kifosis
menyebabkan berpindahnya titik pusat berat badan, sehingga untuk
mempertahankan keseimbangan digunakan strategi panggul yang membutuhkan
otot-otot ekstensor panggul yang kuat.56

5.4.3 Kekuatan otot

Kemampuan prediksi kekuatan otot gerakan shalat terhadap komponen aktivitas


fungsional fisik dianggap baik dengan nilai 79% (IK 95% 0,6 sampai 0,9) artinya
adalah bila kekuatan otot dalam shalat baik maka kekuatan dalam aktivitas
fungsional juga baik. Hasil ini didapatkan dari 68,3% subjek penelitian
mempunyai kekuatan otot yang baik melalui uji duduk ke berdiri lima repetisi dan
76,7% tidak baik saat gerakan shalat.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


51

Hasil penilaian kekuatan otot dalam gerakan shalat sebagian besar adalah tidak
baik yaitu sebanyak 76,7%. Penilaian ini didapat dari pengamatan terhadap subjek
penelitian yang membutuhkan waktu yang lama dari sujud ke berdiri maupun dari
duduk ke berdiri saat duduk tawaruk di rakaat ke dua. Patokan waktu yang
dianggap cepat adalah kurang dari empat detik, waktu ini ditetapkan peneliti
berdasarkan perkiraan waktu yang dibutuhkan dewasa muda saat bangkit berdiri
dari duduk maupun sujud ditambah beberapa detik bagi usia lanjut. Dalam buku
pedoman shalat dinyatakan bahwa bangkit dari sujud dilakukan secara langsung,10
dalam arti dilakukan dalam waktu yang cepat, namun tentu berbeda bila dilakukan
oleh usia lanjut yang semua gerakannya telah melambat. Walaupun kekuatan otot
dalam shalat lebih banyak tidak baik namun penelitian ini mendapatkan median
waktu yang dibutuhkan usia lanjut untuk bangkit berdiri setelah duduk pada
rakaat kedua cukup cepat yaitu 3,57 detik. Hasil penelitian mendapatkan hal yang
sama sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Hughes dkk,57 mereka
mendapatkan bahwa usia lanjut membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
bangkit dari duduk dengan kursi yang lebih rendah dari tinggi lutut adalah 3,69
detik.

Selain waktu bangkit yang lebih lama, cara bangkit dari duduk maupun dari sujud
juga berubah. Sebagian besar subjek penelitian naik bertahap dengan berpegangan
pada lantai sebelum bangkit berdiri. Bangkit berdiri dari duduk membutuhkan
kekuatan otot ekstensor panggul disamping kemampuan menyeimbangkan badan
saat pergantian posisi. Selain oleh otot ekstensor panggul, gerakan bangkit untuk
berdiri dari duduk juga dilakukan oleh otot erektor spinae yang bekerja dalam
menegakkan batang tubuh.58

Kekuatan otot makin berkurang dengan bertambahnya usia, keadaan tidak aktif,
cedera dan imobilisasi yang bergantung pada gangguan aktivasi neuromuskuler
dan penurunan volume otot. Sarcopenia atau hilangnya massa otot pada pasien
usia lanjut-yang berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik, merubah ekspresi
gen, perubahan hormonal, atau apoptosis sel-merupakan satu faktor yang
berhubungan dengan penurunan kekuatan, kerapuhan dan disabilitas dengan

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


52

pertambahan umur.59 Penurunan kekuatan otot fleksor dan ekstensor siku berbeda
pada laki-laki dan perempuan, perempuan lebih lambat 2% per dekade dibanding
laki-laki 12% per dekade.56

Penelitian yang dilakukan oleh M.M. Gross menyatakan bahwa bertambahnya


usia berhubungan dengan perubahan biomekanik bangkit dari kursi, dimana usia
lanjut melakukannya lebih lambat dan dengan fleksi batang tubuh yang lebih
besar bila dibandingkan usia yang lebih muda. Hal ini disebabkan berkurangnya
kekuatan otot ekstensor panggul (gluteus maksimus), otot fleksor lutut (biseps
femoris) dan otot plantarfleksi dari pergelangan kaki (soleus dan gastrocnemius),
dimana kekuatan otot-otot panggul lebih dibutuhkan bila dibandingkan dengan
otot-otot lutut saat orang usia lanjut bangkit dari kursi.60

5.4.4 Fleksibilitas

Kemampuan prediksi fleksibilitas gerakan shalat terhadap fleksibilitas aktivitas


fungsional fisik adalah 55% (IK 95% 0,45 sampai 0,65) berarti fleksibilitas dalam
shalat mempunyai prediksi yang tidak baik sehingga fleksibilitas yang baik saat
melaksanakan shalat tidak mampu menggambarkan apakah fleksibilitas dalam
aktivitas fungsional fisik juga akan baik.

Kemampuan prediksi fleksibilitas tidak baik disebabkan rendahnya nilai


komponen fleksibilitas pada aktivitas fungsional fisik, sehingga mempengaruhi
nilai prediksinya. Fleksibilitas pada aktivitas fungsional fisik yang baik adalah
51,7%, nilai ini didapatkan melalui pengukuran fleksibilitas lumbal dengan
modified Schober test, yang berarti telah terdapat penurunan fleksibilitas lumbal
pada usia lanjut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Einkauf dkk juga
menyimpulkan hal yang sama,61 berkurangnya lingkup gerak sendi spinal dengan
pertambahan umur pada usia lanjut perempuan. Hasil ini mengindikasikan
berkurangnya mobilitas spinal dengan bertambahnya umur. Penelitian tersebut
dilakukan pada usia interval sepuluh tahun mulai dari usia 20 tahun sampai 84
tahun.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


53

Penelitian yang dilakukan oleh Stathokostas dkk mendapatkan bahwa fleksi


panggul makin berkurang dengan bertambahnya umur dengan rata-rata berkurang
1,16° pertahun pada laki-laki mulai usia 71 tahun dan 0,66° pada wanita.62
Pengukuran fleksi panggul ini menggunakan Leighton flexometer yang dipasang
pada panggul dan lingkup gerak sendi ditentukan melalui ekstensi tubuh dan
membungkuk ke depan sejauh mungkin.

Hasil pengamatan fleksibilitas saat shalat ditujukan kepada fleksibilitas lumbal


saat subjek melakukan rukuk. Rukuk yang sempurna adalah rukuk yang
membentuk sudut 90° antara batang tubuh dengan tungkai bawah dan sujud yang
membentuk sudut 45° antara batang tubuh dengan paha. Sebanyak 77,5% subjek
melakukan rukuk dan sujud sempurna, angka ini lebih tinggi daripada hasil
pengukuran untuk aktivitas fungsional fisik yaitu 51,7%. Saat rukuk, tubuh fleksi
ke depan sampai sudut 90° namun pada pemeriksaan aktivitas fungsional fisik,
subjek melakukan fleksi ke depan sampai jari menyentuh lantai, 51,7% subjek
bisa melakukannya, lebihnya tidak bisa, sehingga membuat hasil pemeriksaan
untuk fleksibilitas fungsional fisik tidak sebaik saat rukuk.

Dalam shalat terjadi beberapa gerakan yang membutuhkan fleksibilitas sendi yang
penuh, namun tidak didapatkan pada aktivitas fungsional fisik sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan Hefzy dkk terhadap lima dewasa sehat mendapatkan
bahwa selama duduk dalam shalat sendi lutut berada pada posisi fleksi dalam
157,3 ± 4,9° dan sendi lutut saat sujud berada pada fleksi 102,6 ± 9,9°.63 Hampir
semua subjek penelitian mampu melakukan duduk dalam shalat dimana terjadi
fleksi dalam. Peneliti tidak melakukan pengukuran fleksi sendi lutut saat shalat,
namun dalam pemeriksaan untuk aktivitas fungsional fisik didapatkan lutut fleksi
120-135°. Begitu juga terhadap subjek yang mempunyai keluhan nyeri di lutut,
didapatkan hasil yang sama dikarenakan saat penelitian berlangsung subjek
sedang bebas nyeri. Subjek yang tidak mampu duduk dengan fleksi dalam adalah
subjek yang kegemukan.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


54

5.4.5 Ketahanan otot

Kemampuan prediksi ketahanan otot dalam shalat terhadap ketahanan otot dalam
aktivitas fungsional fisik adalah sebesar 67% (IK 95% 0,58 sampai 0,75).
Ketahanan otot gerakan shalat mempunyai prediksi yang tidak baik dalam
menggambarkan ketahanan otot saat aktivitas fungsional fisik.

Ada 65% subjek penelitian yang dinilai baik ketahanan ototnya dalam aktivitas
fungsional fisik, sementara dalam shalat 88,3% subjek penelitian mempunyai
ketahanan otot yang baik. Rendahnya angka kemampuan prediksi ini diperkirakan
karena ketidaksetaraan alat pengujian. Ketahanan otot dalam aktivitas fungsional
fisik dinilai melalui uji duduk ke berdiri selama 30 detik. Penilaian ini cukup berat
untuk dilakukan oleh usia lanjut apalagi bila pada usia lanjut tua.

Ketahanan otot gerakan shalat dinilai melalui ratings of perceived exertion atau
disingkat RPE, subjektif usaha melaksanakan shalat yang diobjektifkan. Penelitian
ini menggunakan intensitas RPE dengan angka 9 untuk sangat mudah, 11 untuk
mudah dan 13 untuk agak berat.64, 65 Hampir semua subjek penelitian menganggap
mudah aktivitas shalat yang mereka lakukan, karena shalat adalah kewajiban dan
telah dilakukan sepanjang hidup, dan menjadi suatu kebutuhan sehingga tidak
terasa berat saat melaksanakannya. Selain itu tidak ada subjek penelitian yang
mempunyai keluhan sesak nafas saat beraktivitas. Walaupun dalam shalat
penilaian tentang ketahanan otot dilakukan melalui pertanyaan (RPE), namun
hasilnya menunjukkan level shalat dalam aktivitas yang ringan-sedang.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Reza yang menyimpulkan bahwa
shalat termasuk aktivitas fisik ringan sampai sedang.66

Penilaian aktivitas fungsional fisik penelitian ini mendapatkan bahwa makin tua
usia lanjut makin sedikit siklus duduk berdiri. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Millor dkk; 67 yang melakukan uji duduk ke berdiri
30 detik pada level frailty yang berbeda (subjek frail usia 85 ± 5 tahun, pre-frail
usia 78 ± 3 tahun, dan subjek sehat usia 54 ± 6 tahun) yang mendapatkan subjek
yang frailty mempunyai siklus duduk ke berdiri yang lebih sedikit yaitu 6 ± 1 bila

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


55

dibandingkan dengan subjek yang sehat yang mampu melakukan siklus duduk ke
berdiri sebanyak 22 ± 7 kali.

Uji duduk ke berdiri 30 detik merupakan salah satu evaluasi fungsional yang
penting dalam mengukur kekuatan tungkai bawah dan paling dibutuhkan pada
aktivitas sehari-hari. Rendahnya kekuatan tubuh berhubungan dengan frailty.
Frailty terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun, dimana individu yang frail
berisiko untuk disabilitas, jatuh, perawatan di rumah sakit dan kematian.
Prevalensi sarkopenia pada usia lanjut umur 65 tahun adalah 30% dan umur 80
tahun meningkat menjadi 50%. Sarkopenia merujuk pada perubahan dimana
serabut otot tipe 1 dan tipe 2 hilang dalam proses penuaan. Hilangnya serabut tipe
2 berhubungan erat dengan melemahnya otot sebagaimana melemahnya
ketahanan otot. Menurut King dkk,68 jika ketahanan otot berkurang, otot sekitar
pergelangan kaki menjadi lebih mudah lelah dan kesulitan dalam mengontrol
fleksi plantar dan mempengaruhi aktivitas sehari-hari.

Selain sebagai aktivitas ringan sedang, shalat juga merupakan suatu latihan. Bani
Hashim mendapatkan bahwa profil langkah shalat menyerupai langkah dalam
berjalan karena shalat tidak dilakukan hanya pada satu posisi, gerakannya selalu
berubah dan hampir menyerupai suatu siklus aktivitas berjalan, yang
menempatkan kaki pada posisi yang selalu berbeda tiap gerakan.69

5.5 Keterbatasan Penelitian

Gerakan shalat merupakan gerakan spesifik yang rutin dilakukan oleh usia lanjut
yang beragama Islam, namun gerakan tersebut tidak seperti gerakan aktivitas
fungsional sehari-hari. Ketidaksetaraan penilaian antara komponen gerakan shalat
dengan komponen aktivitas fungsional fisik merupakan keterbatasan penelitian ini.
Namun keterbatasan ini bisa membuka peluang untuk penelitian lain yang menilai
aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut. Selain itu sangat sulit untuk menilai
suatu komponen secara terpisah tanpa adanya pengaruh komponen lain.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


56

5.6 Generalisasi Hasil Penelitian

Aplikasi hasil penelitian ini pada populasi usia lanjut dilakukan melalui penilaian
generalisasi (inferensi) terhadap validitas interna serta validitas eksterna I dan II.
Penilaian terhadap validitas interna dilakukan dengan memperhatikan apakah
subjek yang menyelesaikan penelitian (actual study subjects) dapat
mempresentasikan sampel yang memenuhi kriteria pemilihan subjek (intended
sample). Pada penelitian ini, subjek yang memenuhi kriteria inklusi adalah 120.
Besar sampel yang didapatkan melebihi estimasi besar sampel 101 walaupun
subjek yang dieksklusi adalah 4,7%.

Penilaian terhadap validitas eksterna I dilakukan terhadap representasi subjek


yang direkrut sesuai dengan kriteria inklusi (intended sample) terhadap populasi
terjangkau (accessible population). Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah
usia lanjut yang tergabung dalam pusaka di Jakarta yang melaksanakan shalat.
Teknik pengambilan sampel dari populasi terjangkau dengan metode sampling
konsekutif pada usia lanjut yang tergabung dalam pusaka di Jakarta yang
memenuhi kriteria inklusi dengan wawancara langsung, pengamatan gerakan
shalat dan penilaian aktivitas fungsional. Berdasarkan hal tersebut, validitas
eksterna I pada penelitian ini dianggap cukup baik.

Penilaian validitas eksterna II dilakukan secara common sense dan berdasarkan


pengetahuan umum yang ada. Hasil penelitian ini mendapatkan sampel yang
dominan perempuan (89,2%) sehingga generalisasi hasil penelitian ini hanya bisa
diterapkan pada populasi perempuan usia lanjut di Jakarta yang melaksanakan
shalat, dan penerapannya pada usia lanjut laki-laki masih membutuhkan penelitian
lebih lanjut.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Proporsi usia lanjut yang dapat melakukan gerakan shalat dengan


sempurna adalah 18,3%.
2. Komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot gerakan shalat
mampu memprediksi komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan
otot aktivitas fungsional fisik pada usia lanjut. Sementara komponen
fleksibilitas dan ketahanan otot gerakan shalat tidak dapat memprediksi
komponen fleksibilitas dan ketahanan otot aktivitas fungsional fisik pada
usia lanjut.

6.2 Saran

1. Tingginya proporsi gerakan shalat usia lanjut yang tidak sempurna


membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi.
2. Komponen koordinasi, keseimbangan dan kekuatan otot gerakan shalat
pada usia lanjut dapat dijadikan sebagai penentuan program latihan.

57
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


DAFTAR REFERENSI

1. Kementerian Sosial Republik Indonesia. Undang-undang Republik


Indonesia nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia; 2004.
2. Komisi Nasional Lanjut Usia. Profil penduduk lanjut usia 2009. Jakarta:
Kementerian Sosial Republik Indonesia; 2009. p. 28.
3. Soejono CH. Pengkajian paripurna pada pasien geriatri. In: Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 5th ed. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p.1425.
4. Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG. Proses menua dan impilikasi
kliniknya. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta : Interna
Publishing;2009: 1346-7.
5. Fried LP, Waltson J, Ferruci L,. Frailty. In: Halter JB, Ooslander JG, Tinneti
ME, Studenski S, High KP, editor. Hazzard’s geriatric medicine and
gerontology. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2009:631-45.
6. MH Noorbhai. The utilization and benefits of salaah (muslim prayer) as a
means of functional rehabilitation and low-intensity physical activity. The
Experiment International Journal of Science and Technology. 2013;7(3):
401-3.
7. Gerety MB. Health status and physical capacity. In: Osterweil D, Brummel-
Smith K, Beck JC, editor. Comprehensive geriatric assessment. New York:
McGraw-Hill; 2000: 41-66.
8. Muhammad ST. Dahsyatnya mukjizat shalat. Jakarta: Aksara Media; 2010:
6-32.
9. Wahaf Al-Qahthani SA. Panduan shalat lengkap shalat yang benar menurut
al-qur'an dan as-sunah. Jakarta: Almahira; 2006: 61-171.
10. Kurnianto F. Kitab shalat 11 in one. Jakarta: Alita Aksara Media; 2012.
11. Sabiq SS. Fiqih Shalat: Panduan lengkap shalat seperti nabi. Bandung:
Penerbit Jabal; 2009.
12. Caspersen CJ, Powell KE, Christenson GM. Physical activity, exercise, and
physical fitness : Definitions and distinctions for health-related research.
Public Health Reports. 1985;100(2):126-31.
13. Brody LT, Dewane J. Impaired balance. In: Hall CM, Brody LT, editor.
Therapeutic exercise moving toward function. 2nd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005:149-52.
14. Lumbantobing MS. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2010:106-10.
15. Kloos AD, Heiss DG. Exercise for impaired balance. In: Kisner C, Colby
LA, editor. Therapeutic exercise foundations and techniques. 5th ed.
Philadelphia: F. A. Davis Company; 2005: 251-5.
16. Smith LK, Weiss EL, Lemkuhl LD. Brunnstrom's clinical kinesiology. 5th
ed. Philadelphia: F. A. Davis Company; 1983: 388-93.
17. Berg K. Balance and its measure in elderly: a Review. Physiotherapy
Canada. 1989;41(5):240-6.
58
Universitas Idonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


59

18. American Academy of Health and Fitness. Berg balance scale. [online].
2011. [diunduh tanggal 25 Mei 2012]; diunduh dari
http://www.aahf.info/pdf/Berg_Balance_Scale.pdf.
19. Langley FA, Mackintosh SFH. Functional balance assessment of older
community dwelling adults: A systematic review of the literature. The
Internet Journal of Allied Health Sciences and Practice. 2007;5(4):1-11.
20. Hall CM, Brody LT. Impairment in muscle performance. In: Hall CM,
Brody LT, editor. Therapeutic exercise moving toward function. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 57.
21. De Lateur BJ, Lehmann JF. Therapeutic exercise to develop strength and
endurance. In: Kottke FJ, Lehmann JF, editor. Krusen's handbook of
physical medicine and rehabilitation. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders;
1990. p. 480-501.
22. Bahannon RW. Quantitative testing of muscle strength: Issues and practical
options for the geriatric population. Top Geriatr Rehabil. 2002;18(2):1-17.
23. Guralnik JM, Simonsick EM, Ferrucci L, et al. A short physical
performance battery assessing lower extremity function: Association with
self-seported disability and prediction of mortality and nursing home
admission. J Gerontol. 1994;49:85-94.
24. Rikli RE, Jones CJ. Functional fitness normative scores for community-
residing older adults, Ages 60-94. J Aging Phys Activity. 1999;7:162-81.
25. Brody LT. Impaired joint mobility and range of motion. In: Hall CM, Brody
LT, editor. Therapeutic exercise moving toward function. Second ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 113-5.
26. Cole TM, Tobias JS. Measurement of Musculoskeletal Function. In: Kottke
FJ, Lehmann JF, editor. Krusen's handbook of physical medicine and
rehabilitation. 1. Fourth ed. Philadelphia: W.B. Saunders. p. 20-32.
27. Klaiman MD, Fink K. Upper extremity soft tissues injuries. In: DeLisa JA,
editor. Physical medicine and rehabilitation principles and practise. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005: 822-33.
28. Cailliet R. Understand your backache a guide to prevention, treatment and
relief. Philadelphia: F. A. Davis Company; 1991: 30-42.
29. Tan JC. Practical manual of physical medicine and rehabilitation:
Diagnostis, therapeutics, and basic problem. St.Louis:Mosby Inc;1998: 51-3.
30. Bean JF, Pu CT. Aging, function and exercise. In: Frontera WR, Slovik DM,
Dawson DM, editor. Exercise in Rehabilitation Medicine. 2nd ed. USA:
Human Kinetics; 2006: 329-30.
31. Arizona State University. Compendium of physical activities: Religius
activity: http://sites.google.com/site/compendiumphysicalactivities/Activity-
categories/religius-activities; 2011 [cited 2012 25 Mei].
32. Netz Y, Ayalon M, Dunsky A, Alexander N. The multiple-sit-to-stand sield
test for older adults: What does it measure? Gerontology. 2004;50:121-6.
33. Ikezoe T, Asakawa Y, Hazaki K, et al. Muscle strength and muscle
endurance required for independent walking in the elderly. J Phys Ther Sci.
1997;9:19-22.
34. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 3th ed.
Jakarta: Sagung Seto; 2010.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


60

35. Timiras PS. Old age as a stage of life: Common terms related to aging and
methods used to study aging. In: Timiras PS, editor. Physiological basis of
aging and geriatrics. 4th ed. New York: Inform Healthcare USA inc;2007. p.
3-10.
36. Badan Pusat Statistik. Perkembangan beberapa indikator utama sosial-
ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS; 2010.
37. Bappenas, BPS, UNFPA. Proyeksi penduduk Indonesia (Indonesia
population projection) 2000-2025. Jakarta: Bappenas; 2008.
38. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
2012. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.
39. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Gambaran kesehatan lanjut usia di
Indonesia. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. 2013:1-9.
40. Howell F, Priebe J. Asistensi sosial untuk usia lanjut di Indonesia: kajian
empiris Program Aslut. Jakarta. Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan; 2013.
41. Annisa WR. Penilaian kualitas hidup pada usia lanjut dengan EQ-5D di
Klub Jantung Sehat Kelurahan Pondok Kelapa dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jakarta: Indonesia; 2013.
42. Yin Z, Geng G, Lan X, et al. Status and determinants of health behavior
knowledge among the elderly in China: a community-based cross-sectional
study. BMC Public Health. 2013;13(710):1-10.
43. Woods JL, Iuliano-Burns S, King SJ, Strauss BJ, Walker KZ. Poor physical
function in elderly women in low-level aged care is related to muscle
strength rather than to measures of sarcopenia. Clinical Interventions in
Aging. 2011;6:67-76
44. Mowat H. Gerontological chaplaincy: The spiritual needs of older people
and staff who work with them. Scootish Journal of healthcare chaplaincy.
2007;10(1):27-31.
45. Achir YA. Memahami makna usia lanjut. Cermin Dunia Kedokteran.
1988:3-5.
46. Padila. Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.
47. Rahimi A, Anoosheh M, Ahmadi F, Foroughan M. Exploring spiritually in
Iranian healthy elderly people: a qualitative content analysis. Iran J Nurs
Midwifery Rev. 2013;18(2):163-70.
48. Jumita R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian lansia di
wilayah kerja Lampasi Kecamatan Payakumbuh Utara tahun 2011. Padang:
Andalas; 2011.
49. Keefe FJ, Affleck G, Lefebvre J, et al. Living with rheumatoid arthritis: the
role of daily spirituality and daily religious and spiritual coping. J Pain.
2001;2(2):101-10.
50. Seidler RD, Bernard JA, Burutolu TB, et al. Motor control and aging: links
to age-related brain structural, functional, and biochemical effects. Neurosci
Biobehav Rev. 2010;34(5):721-33.
51. Kottke FJ. Therapeutic exercise to develop neuromuscular coordination. In:
Kottke FJ, Lehmann JF, editor. Krusen's handbook of physical medicine and
rehabilitation. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders; 1990. p. 452-65.
52. Borah D, Wadhwa S, Singh U, et al. Age related changes in postural
stability. Indian J Physol Pharmacol. 2007;51(4):395-404.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


61

53. Bugnariu N, Fung J. Aging and selective sensorimotor strategies in the


regulation of upright balance. Journal of neuroengineering and rehabiliation.
2007;4(9):1-7.
54. Wang CY, Hsieh CL, Olson SL, et al. Psychometric properties of the Berg
balance scale in a community-dwelling elderly resident population in
Taiwan. J Formos Med Assoc. 2006;105:992-1000.
55. Kevorkian R. Physiology of aging. In: Pathy MSJ, Sinclair AJ, Morley JE.
editor. Principle and practice of geriatric medicine. 4th ed. West Sussex:
John Wiley & Sons Ltd; 2006. p. 37-9.
56. Bloch RM. Geriatric rehabilitation. In: Braddom RL.editor. Physical
medicine and rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia. Elsevier Saunders; 2009.p
1419-34.
57. Hughes MA, Schenkman ML. Chair rise strategy in the functionally
impaired elderly. Journal of Rehabilitation Research and Development.
1996;33(4):409-12.
58. Neumann DA. Kinesiology of the Musculoskeletal System. 2nd ed. St Louis:
Mosby Elsevier; 2010.
59. Chodzko-Zajko WJ, Proctor DN, Singh FMA, et al. Exercise and physical
activity for older adults. Med Sci Sport Exerc. 2009;41:1510-30.
60. Gross MM, Stevenson PJ, Charette SL, Pyka G, Marcus R. Effect of muscle
strength and movement speed on the biomechanics of rising from a chair in
healthy elderly and young women. Gait and Posture. 1998;8:175-85.
61. Einkauf DK, Gohdes ML, Jensen GM, Jewell MJ. Changes in spinal
mobility with increasing age in women. Physical Therapy. 1987;67(3):370-5.
62. Stathokostas L, McDonald MW, Little RMD, Paterson DH. Flexibility of
older adults aged 55-86 years and the influence of physical activity. Journal
of Aging Research. 2013;2013(743843):1-8.
63. Hefzy MS, Kelly BP, Cooke TDV. Kinematics of the knee joint in deep
flexion: a radiographic assessment. Medical Engineering & Physics.
1998;20:302-7.
64. Nusdwinuringtyas N. Kumpulan makalah rehabilitasi respirasi. 2nd ed.
Jakarta: Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN dr. Cipto Mangukusumo;
2012.
65. Morris M, Lamb K, Cotterrell D, Buckley J. Predicting maximal oxygen
uptake via a perceptually regulated exercise test(PRET). J Exerc Sci Fit.
2009;7(2):122-28.
66. Reza MF, Urakami Y, Mano Y. Evaluation of a new physical exercise taken
from salat (prayer) as a short-duration and frequent physical activity and
disabled patients. Annals of Saudi Medicine. 2002;22(3):177-80.
67. Millor N, Lecumberri P, Gomez M, Ramirez AM, Izquierdo M. An
evaluation of the 30-s chair stand test in older adults: frailty detection based
on kinematic parameters from a single inertial unit. Journal of
neuroengineering and rehabilitation. 2013;10(86):1-9.
68. King GW, Stylianou AP, Kluding PM, Jernigan SD, Luchies CW,. Effects
of age and localized muscle fatigue on ankle plantar flexor torque
development. J Geriatr Phys Ther. 2012;35:8-14.
69. Bani Hashim AY, Abu Osman NA, Wan Abas WAB, Latif LA. Analysis of
shalat. Int J Open Problem Compt Math. 2010;3(4):1-11.

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


62

Lampiran 1. Informasi Subjek Penelitian

INFORMASI SUBJEK PENELITIAN

GERAKAN FISIK SHALAT SEBAGAI PREDIKSI KOMPONEN DASAR


AKTIVITAS FUNGSIONAL FISIK PADA USIA LANJUT
Bapak/Ibu yang saya hormati. Saya dr. Rini Agustin, peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik
FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Shalat merupakan aktivitas rutin sehari-hari bagi orang yang beragama
Islam yang dilakukan di segala usia, termasuk usia lanjut. Dalam gerakan shalat
terdapat komponen dasar sebagaimana komponen dasar dalam hirarki fungsi fisik,
yaitu koordinasi gerakan, keseimbangan, kekuatan otot, fleksibilitas, dan
ketahanan. Sebagai ibadah yang telah diatur tatacaranya, dan rutin dilakukan
setiap hari oleh umat Islam termasuk oleh usia lanjut, masih sedikit kajian yang
menggali tentang gerakan shalat ini sebagai suatu hirarki fungsi fisik dari bidang
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Pada kesempatan ini saya bermaksud melakukan penelitian untuk
mengetahui berapa proporsi usia lanjut yang mampu melaksanakan shalat dengan
sempurna dan prediksi gerakan shalat pada usia lanjut terhadap kemampuan
aktivitas fungsional fisik sehari-hari mereka.
Bapak/Ibu akan diminta melakukan gerakan shalat 4 rakaat yang
kemudian akan diamati oleh peneliti, dilanjutkan pemeriksaan tentang fungsional
sehubungan dengan komponen dasar fungsi fisik.
Keikutsertaan Bapak/Ibu adalah sukarela, Bapak/Ibu dapat menolak untuk
berpartisipasi dalam penelitin ini. Semua data dalam penelitian ini akan
diperlakukan secara rahasia dan bila memerlukan keterangan lebih lanjut akan
dapat menghubungi :
Peneliti : dr. Rini Agustin
Alamat : Departemen Rehabilitasi Medik, lantai III RS Cipto
Mangunkusumo, no HP :081266365593

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


63

Lampiran 2. Informed Consent

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama subjek :
Alamat :
No. Telfon/HP :

Setelah mendapat keterangan sepenuhnya dan menyadari tujuan, manfaat serta


risiko penelitian yang berjudul :
“GERAKAN FISIK SHALAT SEBAGAI PREDIKSI KOMPONEN DASAR
AKTIVITAS FUNGSIONAL FISIK PADA USIA LANJUT “
Dengan sukarela menyetujui saya diikutsertakan dan bersedia berperan serta
dalam penelitian ini dengan catatan, bila suatu saat saya merasa dirugikan dalam
bentuk apapun saya akan mengundurkan diri dan membatalkan persetujuan ini.

Jakarta, ........................

Mengetahui : Yang menyatakan :


Penanggung jawab penelitian Peserta penelitian

( dr. Rini Agustin) ( ............................................ )

Saksi :

( ........................ )

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


64

Lampiran 3. Lembar Data Subjek Penelitian

DATA SUBJEK PENELITIAN

Tanggal : ..............................
Tempat : ..............................
Nomor : .............................

Nama : ...........................................................................................
Umur /tgl lahir : ...........................................................................................
Jenis kelamin : ...........................................................................................
Pekerjaan : ...........................................................................................
Pendidikan : ...........................................................................................
Status perkawinan : ...........................................................................................
Alamat : ...........................................................................................
No telepon/HP : ...........................................................................................

Anamnesis

Lama shalat : ...... tahun


Kebiasaan shalat : Berjamaah/tidak
Shalat sunah : Tidak/ya, jika ya, shalat apa
Cara shalat : Berdiri/duduk

Keluhan sakit saat Ada/tidak


ini
- Sesak nafas : .....................
- Nyeri : .....................
pinggang
- Nyeri lutut : .....................
- Pusing : .....................
Mempengaruhi : Ya/tidak
shalat

Sakit yang diderita Sejak kapan


- Hipertensi : ..................
- DM : ..................
- Jantung : .................
- Stroke : .................

Pemeriksaan Fisik
TD : ................. mmHg
HR : ................. x/menit
RR : ................. x/menit

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


65

Lampiran 4. Lembar Mini Mental State Examination

Mini Mental State Examination

No Pertanyaan Max Nilai


1. Sekarang hari, tanggal, bulan, musim, tahun apa? 5
2. Kita berada di mana? Negara,propinsi,kota, jalan, rumah siapa? 5
3. Sebutkan tiga objek : tiap 1 detik pasien disuruh mengulangi 3
(bola,kursi,sepatu)
4. Pengurangan 100 dengan 7 (hentikan setelah lima jawaban)→ 93-86- 5
79-72-65
5. Responden disuruh menyebut kembali ketiga nama objek di atas tadi 3
6. Responden disuruh mengenali dan menyebut 2 2
benda :”pensil”,”buku”
7. Responden disuruh mengulangi kata “bukan” kalau “dan” atau 1
“tetapi”
8. Responden disuruh melakukan perintah :”Ambil kertas itu dengan 3
tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di meja”
9. Responden disuruh membaca kalimat kemudian melakukan perintah 1
kalimat ‘pejamkan mata”
(catatan :penderita tidak buta huruf)
10. Responden disuruh menulis sebuah kalimat (subjek dan predikat). Beri 1
angka bila yang ditulis masuk akal

11. Responden disuruh menggambar bentuk di bawah ini 1

Jumlah 30

Nilai titik potong MMSE berdasarkan tingkat pendidikan dan usia:


Tingkat pendidikan Usia (tahun)
60 – 64 65 – 69 70 – 74 75 – 79 80 – 84 ≥85
0 – 4 tahun 19 19 19 18 16 15
5 – 8 tahun 24 24 24 22 22 21
9 – 12 tahun 27 27 26 25 23 23
Perguruan tinggi 28 28 27 27 26 25
Interpretasi: gangguan kognisi
normal

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


66

Lampiran 5. Lembar Penilaian Indeks Barthel

Indeks Barthel
NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsangan 0 Tidak terkendali/tidak teratur (perlu pencahar)
buang air besar 1 Kadangkala tidak terkendali (1x/minggu)
2 Terkendali teratur
2 Mengendalikan rangsangan 0 Tidak terkendali atau pakai kateter
berkemih (buang air kecil) 1 Kadangkala tidak terkendali (max 1x/24 jam)
2 Terkendali teratur
3 Membersihkan diri (cuci 0 Butuh bantuan orang lain
muka, menyisir rambut, 1 Mandiri
menyikat gigi)
4 Penggunaan toilet, masuk 0 Tergantung pertolongan orang lain
dan keluar WC (melepas, 1 Perlu bantuan pada beberapa aktivitas tetapi
memakai celana, menyeka dapat mengerjakan sendiri beberapa aktivitas
dan menyiram) lain
2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu dibantu untuk memotong makanan
2 Mandiri
6 Berpindah tempat dari 0 Tidak mampu
tempat tidur ke kursi dan 1 Perlu banyak bantuan (2 orang)
sebaliknya 2 Perlu sedikit bantuan (1 orang)
3 Mandiri
7 Mobilisasi/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa berpindah dengan kursi roda
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang
3 Mandiri
8 Berpakaian 0 Tergantung bantuan orang lain
1 Sebagian dibantu ( misal: mengancingkan baju,
resleting)
2 Mandiri
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan orang lain
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
TOTAL NILAI

Interpretasi nilai:
20 : mandiri
12-19 : ketergantungan ringan
9-11 : ketergantungan sedang
5-8 : ketergantungan berat
0-4 : ketergantungan total
Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


67

Lampiran 6. Lembar Pengamatan Gerakan Shalat

PENGAMATAN GERAKAN SHALAT

1. Pemeriksaan koordinasi motor halus melalui pengamatan gerakan tangan dan


jari ketika :
o Berdiri saat gerakan takbir :
a. Mengangkat tangan setinggi telinga/bahu : ya/tidak
b. Jari-jari subyek rapat dan telapak tangan menghadap ke depan :
ya/tidak
o Rukuk :
Kedua tangan subyek menggenggam lutut : ya/tidak
o Sujud :
a. Meletakkan telapak tangan di lantai, sejajar telinga, dan jari-jari
lurus ke depan : ya/tidak
o Duduk tasyahud akhir:
a. Telunjuk tangan kanan menunjuk ke depan saat berada di atas lutut
kanan.: ya/tidak
2. Penilaian keseimbangan, subyek diamati saat:
o Berdiri
a. Kaki dibuka selebar bahu, tenang dan tidak bergoyang : ya/tidak
b. Membuka mata : ya/tidak
o Pergantian gerakan, cara subyek untuk melakukan rukuk dan sujud :
a. Lambat atau cepat?
b. Memerlukan bantuan : ya/tidak
3. Penilaian kekuatan otot, diamati:
o Cara bangkit dari sujud
a. Langsung bangkit berdiri
b. Berdiri dengan berpegangan pada paha
c. Berdiri dengan berpegangan pada benda di sekitar
o Waktu yang dibutuhkan untuk bangkit dari sujud ke berdiri. ......... detik

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


68

Lampiran 6. Lanjutan

Waktu dihitung mulai terlihat gerakan bangkit dari sujud sampai berdiri
dengan tangan bersedekap.
o Waktu yang dibutuhkan untuk bangkit dari duduk ke berdiri. ........ detik
Waktu dihitung mulai terlihat gerakan bangkit dari duduk sampai
berdiri mengangkat tangan untuk takbir.
4. Penilaian fleksibilitas, diamati:
o Gerakan rukuk
Punggung lurus, membentuk sudut hampir 90° dengan tungkai :
ya/tidak
o Gerakan sujud
Punggung dan tungkai membentuk sudut sekitar 45°: ya/tidak
5. Penilaian ketahanan otot dalam shalat :
Menanyakan bagaimana usaha dalam melakukan shalat:

Rating of Perceived (RPE)/ Skala usaha :

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


69

Lampiran 7. Lembar Penilaian Uji Fungsional

PENILAIAN UJI FUNGSIONAL

HASIL PEMERIKSAAN UJI KOORDINASI

1. Uji tunjuk-hidung :
a. Kanan : baik/tidak
b. Kiri : baik/tidak
2. Uji tumit-lutut :
a. Kanan : baik/tidak
b. Kiri : baik/tidak
3. Diadokokinesis : baik/tidak

HASIL PEMERIKSAAN FLEKSIBILITAS

Schober test .............. cm


Kanan Kiri
LGS leher fleksi
ekstensi
rotasi
lateral bending

LGS bahu fleksi


ekstensi
abduksi
adduksi
Internal rotasi
external rotasi
LGS siku fleksi
ekstensi

LGS pergelangan tangan fleksi


ekstensi
LGS panggul fleksi
ekstensi
abduksi
adduksi
Internal rotasi
external rotasi
LGS lutut fleksi
ekstensi
LGS pergelangan kaki fleksi
ekstensi

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


70

Lampiran 7. Lanjutan

HASIL PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan duduk ke berdiri selama 5


repetisi .......... detik

HASIL PEMERIKSAAN KETAHANAN OTOT

Jumlah repetisi yang dilakukan selama 30 detik .......... repetisi

HASIL PENILAIAN UJI KESEIMBANGAN :Skala Keseimbangan Berg


KEGIATAN SKOR
Duduk ke berdiri
4 : Mampu berdiri tanpa menggunakan tangan dan dapat stabil tanpa bantuan
3 : Mampu berdiri sendiri dengan bantuan tangan
2 : Mampu berdiri dengan bantuan tangan setelah mencoba berkali-kali
1 : Membutuhkan sedikit bantuan untuk berdiri atau stabil
0 : Membutuhkan bantuan sedang atau maksimal untuk berdiri
Berdiri tanpa bantuan
4 : Mampu berdiri dengan aman selama 2 menit
3 : Mampu berdiri selama 2 menit di bawah supervisi
2 : Mampu berdiri 30 detik tanpa bantuan
1 : Butuh mencoba berkali-kali untuk dapat berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
0 : Tidak mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan
Duduk tanpa bantuan
4 : Mampu duduk dengan aman selama 2 menit
3 : Mampu duduk selama 2 menit di bawah supervisi
2 : Mampu duduk selama 30 detik
1 : Mampu duduk selama 10 detik
0 : Tidak mampu duduk selama 10 detik tanpa bantuan
Berdiri ke duduk
4 : Mampu duduk dengan aman dengan sedikit bantuan tangan
3 : Mengatur posisi ke duduk dengan menggunakan tangan
2 : Menggunakan belakang kaki yang disandarkan ke kursi untuk mengontrol posisi ke duduk
1 : Mampu duduk sendiri tetapi dengan aturan posisi ke duduk yang tidak terkontrol dengan baik
0 : Membutuhkan bantuan untuk duduk
Transfer
4 : Mampu melakukan transfer dengan aman dan menggunakan sedikit bantuan tangan
3 : Mampu melakukan transfer dengan aman menggunakan bantuan tangan yang tampak jelas
2 : Mampu transfer dengan verbal cuing/di bawah supervisi
1 : Membutuhkan 1 orang untuk membantu
0 : Membutuhkan 2 orang untuk membantu
Berdiri dengan mata tertutup
4 : Mampu berdiri 10 detik dengan aman
3 : Mampu berdiri 10 detik dengan supervisi
2 : Mampu berdiri 3 detik
1 : Tidak dapat mempertahankan mata untuk menutup selama 3 detik tetapi mampu berdiri
dengan aman
0 : Butuh bantuan untuk tidak jatuh
Berdiri dengan kaki dirapatkan
4 : Mampu merapatkan kaki sendiri dan berdiri aman selama 1 menit
3 : Mampu merapatkan kaki sendiri dan berdiri aman selama 1 menit dengan supervisi
2 : Mampu merapatkan kaki sendiri tetapi tidak dapat bertahan selama 30 detik
1 : Butuh bantuan untuk memposisikan kaki tetapi mampu berdiri 15 detik
0 : Butuh bantuan untuk memposisikan kaki tetapi tidak mampu berdiri 15 detik
Badan condong ke depan dengan kedua tangan seperti meraih sesuatu
4 : Mampu meraih ke depan dengan percaya diri sepanjang 25 cm (10 inci)
3 : Mampu meraih ke depan 12 cm (5 inci)
2 : Mampu meraih ke depan 5 cm (2 inci)
1 : Mampu meraih ke depan dengan supervisi
0 : Kehilangan keseimbangan saat mencoba/membutuhkan bantuan dari luar

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


71

Lampiran 7. Lanjutan

Posisi seperti mengambil sesuatu dari lantai


4 : Mampu mengambil sepatu/sandal dengan mudah dan aman
3 : Mampu mengambil sepatu/sandal dengan supervisi
2 : Tidak mampu mengambil tetapi dapat meraih 2-5 cm (1-2 inci) dari sepatu/sandal dan dapat
menahan keseimbangan secara independen
1 : Tidak mampu mengambil sepatu/sandal dan butuh supervisi selama mencoba
0 : Tidak mampu mencoba/butuh bantuan untuk tetap seimbang dan tidak jatuh
Berputar untuk melihat ke belakang
4 : Mampu melihat ke belakang dari dua arah dan berat badan dapat berpindah dengan baik
Mampu melihat ke belakang hanya dari satu sisi, sisi lainnya menunjukkan perpindahan berat
3 : badan yang lebih sedikit
Hanya mampu melihat ke samping tanpa kehilangan keseimbangan
2 : Membutuhkan supervisi saat berputar
1 : Membutuhkan supervisi untuk tetap seimbang dan tidak jatuh
0 :
Berputar 360o
4 : Mampu berputar 360o dengan aman dalam ≤ 4 detik
3 : Mampu berputar 360o dengan aman hanya satu sisi dalam ≤ 4 detik
2 : Mampu berputar 360o dengan aman tetapi lamban
1 : Membutuhkan supervisi ketat atau verbal cuing
0 : Membutuhkan bantuan saat berputar
Menaruh salah satu kaki di atas pijakan
4 : Dapat berdiri sendiri dengan aman dan mampu menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik
Dapat berdiri sendiri dan menyelesaikan 8 langkah lebih dari 20 detik
3 : Mampu menyelesaikan 4 langkah tanpa bantuan tetapi dengan supervisi
2 : Mampu menyelesaikan lebih dari 2 langkah dengan sedikit bantuan
1 : Membutuhkan bantuan untuk tidak jatuh/tidak mampu mencoba
0 :
Berdiri dengan satu kaki di depan kaki yang lainnya
4 : Mampu menempatkan kaki tandem secara independen dan dan menahan 30 detik
3 : Mampu menempatkan kaki ke depan secara independen dan menahan 30 detik
2 : Mampu mengambil beberapa langkah kecil secara independen dan menahan 30 detik
1 : Membutuhkan bantuan dalam melangkah tapi dapat menahan 15 detik
0 : Kehilangan keseimbangan saat melangkah atau berdiri
Berdiri dengan satu kaki
4 : Mampu mengangkat kaki sendiri dan menahan > 10 detik
3 : Mampu mengangkat kaki sendiri dan menahan 5-10 detik
2 : Mampu mengangkat kaki sendiri dan menahan ≥ 3detik
1 : Mencoba untuk mengangkat kaki, tidak dapat menahan 3 detik tetapi tetap berdiri secara
independen
0 : Tidak dapat mencoba untuk mencegah jatuh
TOTAL

Interpretasi:

41 – 56 = Risiko jatuh rendah


21 – 40 = Risiko jatuh sedang
0 – 20 = Risiko jatuh tinggi

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014


72

Lampiran 8. Keterangan Lolos Kaji Etik

Universitas Indonesia

Gerakan fisik..., Rini Agustin, FK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai