Prestasi Mesin Fix
Prestasi Mesin Fix
1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor.
Mesin kalor merupakan salah satu penggerak mula yang menggunakan energi
termal dari hasil pembakaran untuk diubah menjadi energi mekanik. Ditinjau dari
cara memperoleh energi thermal, mesin kalor dibedakan menjadi dua yaitu mesin
pembakaran luar (External Combustion Engine) dan mesin pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine). (Joko Broto Waluyo, 2010)
Pesatnya perkembangan dari motor bakar berjalan seiring dengan kemajuan
ilmu dan teknologi saat ini. Penggunaan motor bakar, terutama jenis torak, saat
ini telah meluas ke berbagai sektor kehidupan, diantaranya sebagai sarana
transportasi, penggerak mesin-mesin pertanian, penggerak generator listrik, dan
sebagainya.
Dalam pengujian motor bakar dapat dibedakan menjadi beberapa cara,antara
lain :
a. Pengujian putaran bervariasi (variable speed test) dipakai untuk
mengetahui karakteristik mesin pada beban konstan dan putaran yang
berbeda-beda.
b. Pengujian putaran konstan (constant speed test) dipakai untuk
mengetahui karakteristik mesin yang beroperasi dengan beban
bervariasi tetapi putarannya konstan (misalnya mesin penggerak
generator listrik, pompa, dan lain-lain).
Bagi seorang mahasiswa Teknik Mesin, sangatlah perlu untuk mempelajari
berbagai hal yang berkaitan dengan motor bakar, khususnya mengenai prinsip
kerja dari motor bakar. Oleh karena itu, dengan melaksanakan praktikum
Pengujian Motor Bakar, praktikan diharapkan dapat lebih memahami aplikasi
beberapa ilmu yang telah dipelajari, khususnya yang ada kaitannya dengan motor
bakar itu sendiri.
1
1.1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui pengujian motor bakar ini adalah
untuk mengetahui prestasi mesin yang meliputi :
a. Daya
b. Momen Torsi
c. Tekanan
d. Specifik fuel consumption
e. Efisiensi
Dengan mengetahui parameter-parameter tersebut, maka dapat ditentukan
keadaan yang paling ideal, sehingga mesin dapat digunakan seefisien mungkin,
baik dari segi teknis maupun mekanis.
2
1.2.2 Motor diesel
Pada sistem ini, terbakarnya bahan bakar karena proses penyalaan sendiri
dimana bahan bakar diinjeksikan ke dalam ruang bakar yang berisi udara
bertekanan dan bertemperatur tinggi yang dikarenakan proses kompresi, sehingga
bahan bakar akan terbakar dengan sendirinya. Motor diesel ini lazim disebut CIE
(Compression Ignation Engine).
2 3
1
V
3
Pi = tekanan indikasi rata-rata (kg/cm2)
2
Vd = volume langkah =π⋅D ⋅L/ 4 (m3)
D = diameter silinder (m)
L = panjang langkah torak (m)
N = putaran poros engkol (rpm)
I = jumlah silinder
Z = jumlah putaran poros engkol untuk tiap siklus : untuk 4
langkah z = 2
untuk 2 langkah z = 1
2. Daya efektif / brake horse power (Ne)
Adalah daya aktual yang dihasilkan oleh poros engkol yang
mampu untuk menggerakkan beban luar, misalnya generator listrik,
pompa, dan sebagainya.
T⋅n
N e=
716 . 2 (HP)
dimana :
Pe= tekanan efektif rata-rata (kg/cm2)
3. Daya mekanis (Nm)
Adalah daya yang digunakan untuk melawan gesekan dan hambatan
serta untuk menggerakkan peralatan bantu.
Pm⋅V d⋅n⋅i
N m=
0 , 45⋅z (HP)
atau
N m=N fr +N vent +N aux (HP)
dimana :
Nfr = daya yang digunakan melawan gesekan.
Nvent = daya yang digunakan untuk melawan hambatan dan bagian-
bagian yang bergerak seperti Fly wheel, gear, dan
sebagainya.
Naux = daya yang digunakan untuk menggerakkan perlengkapan bantu
seperti pompa bahan bakar, pompa air pendingin, kipas radiator
dan sebagainya.
Pm = tekanan mekanis rata-rata (kg/cm2)
4
b. Momen Torsi (T)
Hubungan antara momen torsi dengan daya efektif dapat dilihat dari
persamaan :
Ne
T =716 , 2⋅
n (kg/m)
T =F×R (kg/m)
dimana :
F = besar beban pengereman yang terbaca pada dynamometer (kg)
R = panjang lengan dynamometer (m)
c. Tekanan (P)
Adapun tekanan yang dihitung dalam praktikum adalah sebagai berikut
1. Tekanan Mekanis Rata-Rata (Pm)
[
Pm=10⋅ A + B⋅ ( 30L⋅n )] (kg/cm2)
dimana :
A = 0,05 ; B = 0,012 → untuk mesin diesel
A = 0,05 ; B = 0,01155 → untuk mesin bensin
L = panjang langkah torak
2. Tekanan efektif rata-rata (Pe)
0 , 45⋅N e⋅z
Pe=
V d⋅n⋅i (kg/cm2)
3. Tekanan indikasi rata-rata (Pi)
Pi=P e+P m (kg/cm)
d. Neraca Panas
Adalah keseimbangan panas atau energi yang dimasukkan dalam
mesin (jumlah panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar)
dengan jumlah panas yang dimanfaatkan menjadi kerja dan panas yang
terbuang, baik melalui gas asap, air pendingin atau yang terbuang secara
radiasi.
Panas hasil pembakaran (Qb).
Qb =F c⋅LHV b (kcal/jam)
5
ρbb×Vbb
Fc=
t
dimana:
LHV = Low Heating Value
untuk premium = 11000 (kcal/jam);
untuk minyak solar = 10500 (kcal/jam)
6
g. Daya maksimun : 72,1 HP / 4200 rpm
h. Torsi maksimum : 15 kg.m / 2000 rpm
7
2. Menuangkan bahan bakar pada tabung pengukur.
3. Mesin dihidupkan sampai kondisi steady.
4. Mengkondisikan beban awal 1 kg, dengan memutar handle rem.
5. Mengatur interval putaran pada 1200 – 1220 rpm.
6. Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk pemakaian solar sebanyak 20 cc.
7. Mematikan mesin untuk di istirahatkan mesin selama 10 menit.
8. Menambah beban menjadi 1,5 kg.
9. Mengulangi prosedur 1-7 dengan menambah beban sebesar 0,5 kg
sampai 4 kali percobaan.
b. Variasi putaran
1. Menyiapkan alat pengukur seperti : tachometer, stopwatch, dan tabung
pengukur.
2. Menuangkan bahan bakar pada tabung pengukur.
3. Mesin dihidupkan sampai kondisi steady.
4. Mengatur dan menahan beban pada 1 kg, dengan memutar handle rem.
5. Mengatur putaran mesin 1000 rpm.
6. Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk pemakaian solar sebanyak 20 cc.
7. Mengulangi prosedur 1-6 dengan variasi putaran 1050 rpm, 1100 rpm,
1150 rpm, 1200 rpm, 1250 rpm.
8. Mengembalikan handle gas seperti posisi semula, lalu mematikan mesin.
8
b. Bedasarkan pengujian pada variasi putaran didapatkan hasil pengamatan
pada tabel 1.2 berikut :
9
T⋅n
N e=
716 . 2
0,5⋅1200
=
716 , 2 = 0,84 hp
Pm
=10⋅ A + B⋅
[ ( 30L⋅n )]
[
=10⋅ 0 , 05+0 , 012⋅ ( 300 , 095⋅1200 )] = 0,96 kg/m2
6. Daya Mekanis (Nm)
Pm⋅V d⋅n⋅i
=
Nm 0 , 45⋅z
0,96⋅6 ,19⋅10−4⋅1200⋅4
=
0 ,45⋅2 =3,16 hp
7. Tekanan Indikasi Rata-Rata (Pi)
Pi
=Pe +P m
=0, 25+0, 96 =1,21 kg/m2
10
1,21⋅6 ,19⋅10−4⋅1200⋅4
=
0 ,45⋅2 = 4,0 hp
9. Pemakaian Bahan Bakar (Fc)
ρbb . V bb
F c=
t
823 , 06 . 20 x 10−6
=
51 , 82
(
3600 ) = 1,1435 kg/ jam
10. Specifik Fuel consumption efektif (SFCe )
Fc
SFCe =
Ne
1,1435
= 0,84 = 1,36 kg/ HP jam
Qb
=F c⋅LHV b
= 1,1435 x 10500 = 12006,8 kcal/ jam
13. Efisiensi Mekanis (ηm)
Ne
= ×100 %
ηm Ni
0,84
= ×100%
4,0
= 21,0 %
14. Efisiensi Termal (ηe)
Ne
=632⋅ ×100 %
ηe Qb
0 , 84
=632⋅ ×100 %
12006,8
= 4,42 %
15. Efisiensi Indikasi(ηi)
11
Ni
= ×100 %
ηi Qb
4,0
= ×100 %
12006,8 = 0,033 %
Analog : Dengan cara yang sama, menggunakan tabel 1.1 didapatkan hasil
perhitungan seperti pada tabel 1.3, tabel 1.4 dan tabel 1.5 berikut :
Tabel 1.3 Hasil Perhitungan dari Data Hasil Pengujian Mesin Diesel dengan Variasi Beban
Tekanan Tekanan Tekanan
Volume Volume Daya Daya Daya
Putaran Beban Waktu Torsi efektif mekanis indikasi
solar Langkah Efektif mekanis indikasi
(rpm) (kg) (s) (kg.m) (kg/ (kg/ (kg/
(cc) (m3) (hp) (hp) (hp)
cm2) cm2) cm2)
1200 1 51,82 20 0,000619 0,5 0,84 0,25 0,96 3,16 1,21 4,0
1200 1,5 48,81 20 0,000619 0,75 1,26 0,38 0,96 3,16 1,34 4,4
1200 2 48,01 20 0,000619 1 1,68 0,51 0,96 3,16 1,47 4,8
1200 2,5 47,04 20 0,000619 1,25 2,09 0,63 0,96 3,16 1,59 5,2
1200 3 46,62 20 0,000619 1,5 2,51 0,76 0,96 3,16 1,72 5,7
1200 3,5 44,54 20 0,000619 1,75 2,93 0,89 0,96 3,16 1,85 6,1
Tabel 1.4 Hasil Perhitungan dari Data Hasil Pengujian Mesin Diesel dengan Variasi Beban
Spesifik Fuel Spesifik Fuel
Panas
Volume Volume Torsi Fuel Consumptio Consumptio
Putara Beban Wakt Hasil
solar Langkah (kg.m consumption n Efektif n Indikatif
n (rpm) (kg) u (s) Pembakaran
(cc) (m3) ) (kg/ jam) (Kg/ Hp (Kg/ Hp
(kcal/ jam)
Jam) Jam)
1200 1 51,82 20 0,000619 0,5 1,1435 1,36 0,29 12008
1200 1,5 48,81 20 0,000619 0,75 1,2141 0,96 0,28 12748
1200 2 48,01 20 0,000619 1 1,2343 0,73 0,25 12960
1200 2,5 47,04 20 0,000619 1,25 1,2598 0,60 0,24 13228
1200 3 46,62 20 0,000619 1,5 1,2711 0,51 0,22 13347
1200 3,5 44,54 20 0,000619 1,75 1,3305 0,45 0,21 13970
Tabel 1.5 Hasil Perhitungan dari Data Hasil Pengujian Mesin Diesel dengan Variasi Beban
Volume Efisiensi Efisiensi Efisiensi
Putaran Beban Waktu Volume
Langkah mekanis efektif indikasi
(rpm) (kg) (s) solar (cc)
(m3) (%) (%) (%)
1200 1 51,82 20 0,000619 21,0 4,42 0,033
1200 1,5 48,81 20 0,000619 28,48 6,24 0,035
1200 2 48,01 20 0,000619 34,68 8,19 0,038
1200 2,5 47,04 20 0,000619 39,89 9,98 0,039
1200 3 46,62 20 0,000619 44,33 11,89 0,043
1200 3,5 44,54 20 0,000619 48,03 13,26 0,044
12
b, Pengolahan data untuk variasi putaran
Data yang diketahui :
Pada putaran (n) = 1000 rpm
Beban (F) = 1 kg
Diameter silinder (D) = 91,1 mm = 0,0911 m
Panjang langkah torak (L) = 95 mm = 0,095 m
Volume silinder (V) = 2477 cm3
Jumlah silinder (i) = 4
Jumlah putaran poros engkol (z) = 2
Panjang lengan dynamometer (R) = 0,5 m
Waktu yang diperlukan mesin untuk menghabiskan 20 cc ( 20 x 10-6 m3 ) bahan
bakar/solar (t) = 57,31 s
Massa jenis bahan bakar/solar (ρbb) = 823,06 kg/m3
Dengan menggunakan data yang diketahui dan tabel 1.2 no 1 dapat dilakukan
perhitungan seperti berikut :
1. Torsi (T )
T =F×R
=1×0,5 =0,5 kg.m
2. Daya Efektif (Ne)
T⋅n
N e=
716 . 2
0,5⋅1000
=
716 , 2 = 0,698 hp
3. Volume Langkah (Vd )
π
= ⋅D 2⋅L
Vd 4
π
= ⋅( 0 ,0911 )2⋅0 , 095
4 =6,19⋅10−4 m3
4. Tekanan Efektif Rata-Rata (Pe)
0 , 45⋅N e⋅z
P e=
V d⋅n⋅i
13
0 , 45⋅0 ,698⋅2
=
6 , 19⋅10−4⋅1000⋅4 = 0,2537 kg/m2
5. Tekanan Mekanis Rata-Rata (Pm)
Pm
[
=10⋅ A + B⋅ ( 30L⋅n )]
[
=10⋅ 0 , 05+0 , 012⋅ ( 300 , 095⋅1000 )] = 0,88 kg/m2
6. Daya Mekanis (Nm)
Pm⋅V d⋅n⋅i
=
Nm 0 , 45⋅z
0 , 88⋅6 ,19⋅10−4⋅1000⋅4
=
0 , 45⋅2 =2,421 hp
Pi
=Pe +P m
=0,2537+0,88 =1,1337 kg/m2
1 ,1338⋅6 ,19⋅10−4⋅1000⋅4
=
0 , 45⋅2 = 3,119 hp
9. Pemakaian Bahan Bakar (Fc)
ρbb . V bb
F c=
t
−6
823 , 06 . 20 x10
=
60 , 01
3600 ( ) = 0,9875 kg/ jam
10. Specifik Fuel consumption efektif (SFCe )
Fc
SFCe =
Ne
0 , 9875
= 0,698 = 1,41 kg/ HP jam
14
11. Specifik Fuel consumption indikatif (SFCi )
Fc
SFCi =
Ni
0 , 9875
= 3,119 = 0,32 kg/ HP jam
Qb
=F c⋅LHV b
= 0,9875 x 10500 = 10368,8 kcal/ jam
13. Efisiensi Mekanis (ηm)
Ne
= ×100 %
ηm Ni
0,698
= ×100%
3,119
= 22,38 %
14. Efisiensi Efektif (ηe)
Ne
=632⋅ ×100 %
ηe Qb
0 ,698
=632⋅ ×100 %
10368,8
= 4,25 %
15. Efisiensi Indikasi(ηi)
Ni
= ×100 %
ηi Qb
3 ,119
= ×100 %
10368,8 = 0,03 %
Analog : Dengan cara yang sama, menggunakan tabel 1.2 didapatkan hasil perhitungan
seperti pada tabel 1.6, tabel 1.7 dan tabel 1.8 berikut :
Tabel 1.6 Hasil Perhitungan dari Data Hasil Pengujian Mesin Diesel dengan Variasi Putaran
Tekana Tekana
Daya Tekana Daya
Volum Volume Torsi n n Daya
Putara Beba Wakt Efekti n efektif mekani
e solar Langkah (kg.m mekanis indikasi indikasi
n (rpm) n (kg) u (s) f (kg/ s
(cc) (m3) ) (kg/ (kg/ (hp)
(hp) cm2) (hp)
cm2) cm2)
0,00061
1000 1 60,01 20 0,5 0,698 0,2537 0,88 2,421 1,1337 3,119
9
0,00061
1050 1 59,00 20 0,5 0,733 0,2537 0,90 2,599 1,1537 3,333
9
1100 1 58,25 20 0,00061 0,5 0,768 0,2537 0,92 2,784 1,1737 3,552
15
9
0,00061
1150 1 55,88 20 0,5 0,803 0,2537 0,94 2,974 1,1937 3,777
9
0,00061
1200 1 52,56 20 0,5 0,838 0,2537 0,96 3,169 1,2137 4,007
9
0,00061
1250 1 51,09 20 0,5 0,873 0,2537 0,98 3,370 1,2337 4,243
9
Tabel 1.7 Hasil Perhitungan dari Data Hasil Pengujian Mesin Diesel dengan Variasi Putaran
Tabel 1.8 Hasil Perhitungan dari Data Hasil Pengujian Mesin Diesel dengan Variasi Putaran
16
Grafik Hubungan antara Torsi dengan Daya
7
5
Daya (hp)
4 Daya mekanis
Daya indikasi
3
Daya efektif
2
0
1.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75
Torsi (kg.m)
17
Grafik Hubungan Antara Torsi dengan Fuel consumption
1.35
1.25
1.2
1.15
1.1
1.05
1
0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
Torsi (kg.m)
45
35
Efisiensi (%)
Efisiensi mekanis
25 Efisiensi thermal
Efisiensi indikasi
15
18
semakin besar juga efisiensi efektifnya, hal ini terjadi karena daya efektif berbanding
lurus dengan efisiensi efektif. Efisiensi indikasi adalah perbandingan antara daya
indikasi dengan panas hasil pembakaran. Daya indikasi meningkat seiring
peningkatan daya efektif dan daya mekanis. Jadi dapat disimpulkan apabila daya
efektif meningkat maka daya indikasinya juga meningkat. Saat daya indikasi
meningkat maka efisiensi indikasi juga ikut meningkat. Efisiensi mekanis merupakan
perbandingan antara daya efektif dan indikasi, ketika daya efektif menigkat maka nilai
efisiensi mekanisnya juga meningkat.
Daya efektif
2 Daya indikasi
1.5
1
0.5
0
1000 1050 1100 1150 1200 1250
Putaran (rpm)
19
Grafik Hubungan antara Putaran dan Fuel Consumption
Fu el c o n su m p tio n (k g / jam )
1.2
1.15
1.1
1.05
0.95
0.9
1000 1050 1100 1150 1200 1250
Putaran (rpm)
20
e) Semakin besar putaran dengan beban konstan maka fuel consumption
meningkat. Dimana konsumsi bahan bakar terkecil adalah 0,9875 kg/jam dan
konsumsi bahan bakar terbesar adalah 1,1599 kg/jam.
1.6.2 Saran
a. Untuk mendapatkan hasil yang akurat hendaknya alat-alat praktikum
diperiksa kondisinya terlebih dahulu.
b. Peralatan yang digunakan dalam praktikum hendaknya harus sering
dikalibrasi agar praktikum dapat berhasil.
c. Hasil pembacaan data juga sering sekali menyimpang nilainya karena posisi
yang kurang tepat dari praktikan.
BAB II
PENGUJIAN UNJUK KERJA TURBIN
2.1 PENDAHULUAN
2.1.1 Latar Belakang
Turbin adalah sebuah mesin berputar yang mengambil energi dari aliran
fluida. Turbin sederhana memiliki satu bagian yang bergerak, "asembli
rotor-blade". Fluida yang bergerak menjadikan baling-baling berputar dan
menghasilkan energi untuk menggerakkan rotor. Contoh turbin awal adalah
kincir angin dan roda air. Perkembangan kincir air menjadi turbin modern
membutuhkan jangka waktu yang cukup lama. Perkembangan yang dilakukan
dalam waktu revolusi industri menggunakan metode dan prinsip ilmiah. Mereka
juga mengembangkan teknologi material dan metode produksi baru pada saat
itu. Perbedaan dasar antara turbin air awal dengan kincir air adalah komponen
putaran air yang memberikan energi pada poros yang berputar. Komponen
tambahan ini memungkinkan turbin dapat memberikan daya yang lebih besar
21
dengan komponen yang lebih kecil. Turbin dapat memanfaatkan air dengan
putaran lebih cepat dan dapat memanfaatkan head yang lebih tinggi. (Untuk
selanjutnya dikembangkan turbin impulse yang tidak membutuhkan putaran
air). (Anonim, 2014)
22
Gambar 2.1 Pompa Sentrifugal, Terpasang Bersama Dinamometer Universal, Dinamometer
Turbin dan Sebuah Turbin yang Dapat diganti-ganti.
23
Gambar 2.3 Impeller/Sudu Pompa. Terdapat 6 Buah Sudu Terpasang Simetris
24
Gambar 2.5 Bagian Atas Rangka
25
Dinamometer Turbin adalah alat pengereman gesek sederhana. Saat Anda
memutar kontrol torsi, menyebabkan tertariknya sabuk melawan output drum dari
turbin. Hal ini memberikan beban ke turbin. Sebuah sensor gaya dan sebuah tuas
bekerja dengan sabuk untuk mengukur torsi sebagaimana beban yang Anda
berikan. Hasil dari torsi dan kecepatan poros menghasilkan daya mekanis atau
daya poros yang turbin serap dari air yang mengalir.
Gambar 2.7 Dinamometer Turbin (Kiri) dan Dinamometer yang Sudah Terpasang
dengan Turbin (Kanan)
26
Gambar 2.8 Turbin Pelton
27
Turbin Propeller adalah turbin reaksi aliran aksial, mirip yang
dikembangkan oleh Profesor Viktor Kaplan, kecuali dengan sudu tetap. Bagian
yang bergerak adalah baling-baling (runner), mirip dengan baling-baling yang
digunakan untuk mendorong perahu, kapal dan kapal selam di air. Air masuk ke
turbin di sudut kanan. Air berputar mengelilingi dudukan berbentuk spiral
(volute) di bagian luar baling-baling. Turbin mempunyai sudu pengarah yang
dapat diatur antara terbuka penuh dan tertutup penuh. Pengarah ini mengatur
aliran air di turbin dan mengarahkan air pada sudut bagian belakang baling-
baling. Sudu dari baling-baling menyerap energi air dan baling-baling pun
berputar.
Untuk bekerja dengan benar turbin ini harus terisi penuh dengan air. Akan
tetapi, kavitasi dapat terjadi dimana air keluaran turbin mempunyai energi
potensial yang tinggi (misalnya - ketika dipasang di atas sebuah waduk atau
bendungan). Kavitasi ini dapat merusak turbin.
28
Turbin Propeller dan Turbin Kaplan adalah turbin efisien (efisiensi turbin industri
bisa lebih dari 90%) yang bekerja baik pada laju aliran yang sangat tinggi dan tekanan
inlet yang rendah.
29
Turbin Francis adalah turbin efisien (turbin industri bisa mencapai lebih dari
90%) yang bekerja dengan baik pada laju aliran tinggi dan rendah serta tekanan inlet
yang sedang.
2 Δp1
(2.1)
Q v =C d A1
√(
ρ
A 21
A 22
−1
)
[ m3 / s ]
30
hambatan air sepanjang sistem perpipaan menuju tempat pasokan mempengaruhi
tekanan pompa outletnya.
Perhatikan bahwa Head adalah nilai relatif. Jadi, tekanan inlet dan outlet
harus dirujuk ke dasar yang sama (Tekanan atmosfer atau tekanan ukur), atau
keduanya dalam tekanan absolut.
Untuk Head (dalam pascal), Anda harus menggunakan persamaan:
H= p 4 −p 2 [ Pascal ] (2.2)
Ingat bahwa monitor menampilkan tekanan dalam bar, sehingga Anda harus
mengalikan nilai tersebut dengan 105 untuk menghasilkan H dalam Pascal.
CATATAN: Tekanan inlet diindikasikan sebagai tekanan negatif
(isap = suction), perhitungkan tanda tersebut jika Anda menghitung Head.
C. Daya Mekanis
Ini merupakan daya poros pada pompa. Universal Dynamometer
menghubungkan secara langsung poros-pompa, sehingga daya poros yang
ditampilkan oleh motor penggerak adalah daya poros pada pompa.
2π
W D= N .T [ Watt ]
60 P P (2.3)
D. Daya Hidrolik
Daya hidrolik (kadang dikenal sebagai 'water horsepower') yang pompa
tambahkan ke air adalah hasil dari aliran yang melalui pompa dan peningkatan
pada tekanan (Head):
W P =( p 4 −p 2 ) . Q v [ Watt ]
(2.4)
Atau
W P=H .Q v [ Watt ] (2.5)
31
W D=W P +W L [ Watt ] (2.6)
E. Efisiensi Pompa
Persamaan 6 memberikan efisiensi keseluruhan pompa. Ini adalah rasio
antara daya pompa dengan daya hidrolik
WP
η P= x 100 %
WD (2.7)
F. Persamaan Tak Berdimensi
Untuk membantu membandingkan pompa yang berbeda ukuran, para ahli
mengkonversi kinerja pompa menjadi parameter tak berdimensi dalam bentuk
‘koefisien’. Untuk pompa sentrifugal mereka menggunakan diameter impeller
pompa (D) sebagai referensi, sehingga:
Q
CQ =
Koefisien Aliran ωP D3 (2.8)
H
CH=
Koefisien Head ρω2P D 2 (2.9)
WP
C P=
Koefisien Daya ρω 3P D 5 (2.10)
ρω P D2
Re=
Bilangan Reynolds μ (2.11)
32
Persamaan 13 menunjukkan daya hidrolik air yang tersedia di turbin. Ini
adalah hasil dari tekanan air pada inlet turbin dan aliran melalui turbin. Hal ini
mirip dengan persamaan 4,(untuk pompa) kecuali bahwa tekanan outlet tidak
termasuk.
W TH = p4 Qv [ Watt ] (2.13)
Catatan : Dalam buku teks, persamaan ini ditulis sebagai W P =ρ gQH dengan H
dalam meter kolom air. Panduan ini mengasumsikan bahwa outlet turbin berada
pada tekanan atmosfer, sehingga head sepanjang pompa hanyalah tekanan inlet
terhadap yang berhubungan dengan atmosfer.
B. Daya Poros Mekanis (Dari Turbin)
Dinamometer turbin mempunyai alat pembaca yang akan menampilkan
besar nilai daya mekanis (WTS). Daya tersebut adalah daya yang tersedia pada
poros turbin. Dari dinamometer turbin diperoleh data putaran (N) dalam rpm dan
torsi (T) dalam N.m, maka dapat dihitung daya mekanis atau daya poros turbin
sebagai berikut:
2π
W TS = N T =0 ,1047 xN T xT T [ Watt ]
60 T T (2.14)
C. Efisiensi Turbin
Jika persamaan 7 memberikan efisiensi keseluruhan pompa, maka
persamaan tersebut dapat pula digunakan pada turbin. Efisiensi turbin adalah
perbandingan antara daya mekanis dengan daya hidrolis turbin.
W TS
ηT = x 100 %
W TH (2.15)
33
Qv Laju aliran volumetric m3/s
Np Putaran pompa Rpm
NT Putaran turbin Rpm
ωP Putaran sudut pompa radian/s
WD Daya mekanis pompa (dari dinamometer) W (Watt)
WP Daya h\idrolik output pompa W (Watt)
WL Kerugian daya (W1–W2) W (Watt)
WTH Daya hidrolik di turbin W(Watt)
WTS Daya poros turbin W (Watt)
ηP Efisiensi pompa %
ηT Efisiensi turbin %
D Diameter impeller pompa M 0,142 m
D Diameter dalam pipa kerja M
34
6. Pada dinamometer turbin, longgarkan pengatur torsi sehingga pita
rem longgar (tidak ada torsi). Lihat bagian belakang dinamometer
turbin dan periksa apakah sabuk rem sudah terpasang dengan benar.
7. Pada dinamometer turbin tekan dan tahan tombol “Press & Hold To
Zero”. Langkah ini mengatur torsi ke nol.
8. Gunakan dinamometer universal untuk menjalankan pompa dengan
putaran pompa 1800 rpm. Tekanan inlet turbin akan terbaca di
monitor, catat tekanan tersebut dan pertahankan konstan. Turbin
Pelton akan mulai berputar.
9. Catat semua data.
10. Gunakan dinamometer turbin (untuk menaikkan torsi turbin) untuk
menurunkan putaran turbin dengan tahapan (step) 50 rpm (toleransi
+5 rpm). Pada setiap tahap periksa tekanan inlet turbin (P4) masih
seperti pada langkah 8,jika berubah atur ulang putaran pompa agar
kembali ke putaran langkah 8. Lakukan sebanyak 14 variasi. Catat
semua data.
11. Hentikan pengujian ketika putaran turbin sudah mulai tidak stabil.
12. Ulangi pengujian pada putaran katup nozzle 8 kali putaran
(50%terbuka) dan 12 kali putaran (25%terbuka).
35
7. Tingkatkan beban pada turbin secara perlahan sampai putaran turbin
mencapai 1200 rpm (toleransi +5 rpm).
8. Catat semua data. Jika Anda menggunakan VDAS, klik pada tombol
“record data values” untuk merekam semua data secara otomatis.
9. Putar nozzle satu putaran, sehingga hampir terbuka penuh.
10. Jika perlu, atur ulang putaran pompa untuk mengatur tekanan inlet
turbin (P4) kembali ke nilai seperti pada langkah 6.
11. Jika perlu, sesuaikan beban turbin untuk mengatur putaran turbin
kembali ke 1200rpm (toleransi +5 rpm).
12. Catat semua data.
13. Lanjutkan untuk memutar pemutar nozzle searah jarum jam (arah
menutup) satu kali putaran (360o). Pada setiap pengaturan, sesuaikan
putaran putaran pompa dan torsi turbin (jika perlu), untuk menjaga
tekanan inlet dan putaran turbin konstan, kemudian catat semua data.
14. Lakukan sebanyak 12 variasi bukaan nozzle dengan setiap tahapan
variasi satu kali putaran.
36
1 1088 22000 52000 0
2 1038 22000 52000 0,08
3 988 22000 52000 0,15
4 938 22000 52000 0,26
5 888 22000 52000 0,35
6 838 22000 52000 0,43
7 788 22000 52000 0,50
8 738 22000 52000 0,59
9 688 22000 52000 0,66
10 638 22000 52000 0,70
b. Bedasarkan pengujian pada tekanan inlet tetap dan putaran turbin tetap tetapi,
bukaan Nozzle divariasikan didapatkan hasil pengamatan pada tabel 2.3 berikut :
37
2.4.2.1 Analisis data pengujian turbin Pelton tekanan inlet tetap, beban bervariasi dan
tiga variasi bukaan Nozzle.
a. Mencari nilai dari dari data bukaan Nozzel (putaran katup) 100% terbuka
antara lain sebagai berikut:
√(ρ
A 21
A 22
−1
)
[ m3 / s ]
2 x 11000 Pa
¿ 0,97 x 9,08 x 10−4 m 2
Qv =0.00152 m 3 /s
√ 997,08 kg/ m x [
9,08 x 10−4 m 2
3
(
3,14 x 10−4 m 2
−1]
2
)
1. Mencari daya hidrolis ke turbin tersebut (WTH)
W TH =P4 . Q V
W TH =39000 Pa x 0,00152m 3 /s
W TH =59.28 Watt
W TS
3. Mencari efisiensi turbin ( η T) = ƞT = .100 %
W TH
0
ƞT = x 100 %
59.28 Watt
ƞT =0 %
Analog: Dengan cara yang sama, maka didapatkan data hasil perhitungan
pengujian turbin untuk setiap variasi putaran bukaan nozzle (100%,
50% ,dan 25% ) terbuka .
Tabel 2.4 Hasil Perhitungan Pengujian Turbin Pelton
38
Pada bukaan nozzle 100% terbuka
Variasi Putaran Turbin (NT )
Qv (m3/s) WTH (Watt) WTS (Watt) ɳT (%)
(rpm)
1008 0,00152 59.28 0 0
958 0,00152 59.28 8,025 13.537
908 0,00152 59.28 15.213 25.662
858 0,00152 59.28 23.360 39.406
808 0,00152 59.28 28.768 48.529
758 0,00152 59.28 34.926 58.917
708 0,00152 59.28 40.777 68.787
658 0,00152 59.28 42.721 72.066
608 0,00152 59.28 43.932 74.109
558 0,00152 59.28 44.993 75.899
2.4.2.2 Analisis data pengujian turbin Pelton tekanan inlet tetap dan putaran
divariasikan terhadap bukaan Noozle
39
a. Mencari nilai dari data variasi bukaan Nozzel 0 (bukaan penuh) antara lain
sebagai berikut:
1. Mencari laju aliran volumetric (Qv)
2 Δp1
Q v =C d A1
√(ρ
A 21
A 22
−1
)
[ m3 / s ]
2 x 36000 Pa
¿ 0,97 x 9,08 x 10−4 m 2
Qv =0,002758 m 3 /s
√ 997,08 kg/ m 3 x [ ( )
2
9,08 x 10−4 m 2
3,14 x 10−4 m 2
−1]
W TH =65000 Pa x 0,002758 m 3 /s
W TH =179,27 Watt
8,796 Watt
ƞT = x 100 % ƞ T =4,906 %
179,27 Watt
Analog: Dengan cara yang sama, maka didapatkan data hasil perhitungan
pengujian turbin untuk 11 variasi bukaan Nozzle.
Tabel 2.4 Hasil Perhitungan Pengujian Turbin Pelton Variasi Bukaan
Nozzle
40
Spear Setting Qv (m3/s) WTH (Watt) WTS (Watt) ɳT (%)
0 0,002758 179,27 8,796 4,906
1 0,002758 179,27 10,053 5,607
2 0,002834 184,21 17,59 9,548
3 0,002834 184,21 17,59 9,548
4 0,002907 188,955 25,132 13,300
5 0,002758 179,27 11,306 6,306
6 0,002758 179,27 11,306 6,306
7 0,002907 188,955 20,106 10,640
8 0,003084 200,46 33,929 16,925
9 0,003283 213,395 47,752 22,377
10 0,003501 227,565 57,805 25,401
2.4.3 PEMBAHASAN
Dari tabel perhitungan diatas didapatkan hubungan antara beban turbin terhadap
tekanan inlet, laju aliran dan daya hidrolik dapat disimpulkan bahwa semakin kecil
beban yang diberikan pada turbin maka laju alirannya semakin menurun dan daya
hidroliknya juga akan menurun. Karena laju aliran berbanding lurus dengan tekanan
inletnya, dan daya hidrolik berbanding lurus dengan beban yang diberikan pada turbin.
Untuk tiga variasi bukaan nozzle yang pertama pada bukaan nozzle 100%, 50%
dan 25% terbuka, dari data hasil perhitungan dapat dibuat grafik hubungan antara
putaran turbin dan daya poros turbin sebagai berikut:
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
Daya (Watt)
0.4
0.3
0.2
0.1
0
500 600 700 800 900 1000 1100
Putaran (rpm)
Gambar 2.14 Grafik Hubungan antara Putaran Turbin dengan Daya Poros Turbin pada
Bukaan Nozzle 100% Terbuka.
41
0.8
0.7
0.6
0.5
Daya (Watt)
0.4
0.3
0.2
0.1
0
600 700 800 900 1000 1100 1200
Putaran (rpm)
Gambar 2.15 Grafik Hubungan antara Putaran Turbin dengan Daya Poros Turbin pada
Bukaan Nozzle 50% Terbuka.
0.6
0.5
0.4
Daya (Watt)
0.3
0.2
0.1
0
700 800 900 1000 1100 1200 1300
Putaran (rpm)
Gambar 2.16 Grafik Hubungan antara Putaran Turbin dengan Daya Poros Turbin pada
Bukaan Nozzle 25% Terbuka.
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan putaran
turbin maka daya poros turbin menurun. Hal ini ini disebabkan oleh torsi pada turbin
semakin kecil pada saat putaran turbin diperbesar, karena daya turbin dipengaruhi oleh
torsi, apabila torsi semakin besar maka daya poros turbin juga semakin besar begitu
juga sebaliknya. Pada bukaan Nozzle 100% daya poros turbin maksimalnya terjadi
pada putaran turbin 558 rpm dengan daya sebesar 44,993 watt, pada bukaan Nozzle
50% daya poros efektif maksimalnya terjadi pada putaran turbin 638 rpm dengan daya
sebesar 46,767 watt dan pada bukaan Nozzle 25% daya poros turbin maksimalnya
terjadi pada putaran turbin 752 rpm dengan daya sebesar 43,312 watt. Jadi dapat
42
disimpulkan bahwa bukaan nozzle 50% memiliki daya poros turbin yang paling besar
yaitu sebesar 46,767 watt.
Untuk tiga variasi bukaan nozzle yang pertama pada bukaan nozzle 100%, 50%
dan 25% terbuka, dari data hasil perhitungan dapat dibuat grafik hubungan antara
putaran turbin dan efisiensi turbin sebagai berikut:
60
50
40
Efisiensi Turbin (%)
30
20
10
0
359 409 459 509 559 609 659 709 759 809 859 909 959 1009
Putaran Turbin (rpm)
Gambar 2.17 Grafik Hubungan antara Putaran Turbin dengan Efisiensi Turbin pada
Bukaan Nozzle 100% Terbuka.
40
35
30
25
Efisiensi Turbin (%)
20
15
10
0
501 551 601 651 701 751 801 851 901 951 1001 1051 1101 1151 43
Putaran Turbin (rpm)
Gambar 2.18 Grafik Hubungan antara Putaran Turbin dengan Efisiensi Turbin pada
Bukaan Nozzle 50% Terbuka.
25
20
15
Efisiensi Turbin (%)
10
0
680 730 780 830 880 930 980 1030 1080 1130 1180 1230 1280 1330
Putaran Turbin (rpm)
Gambar 2.19 Grafik Hubungan antara Putaran Turbin dengan Efisiensi Turbin pada Bukaan
Nozzle 25% Terbuka.
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan putaran
turbin maka efisiensi turbin menurun. Hal ini ini disebabkan oleh torsi pada turbin
semakin kecil pada saat putaran turbin diperbesar, karena efisiensi turbin dipengaruhi
oleh torsi, apabila torsi semakin besar maka efisiensi turbin juga semakin besar begitu
juga sebaliknya. Pada bukaan Nozzle 100% efisiensi turbin maksimalnya terjadi pada
putaran turbin 558 rpm dengan efisiensi sebesar 75,899%, pada bukaan Nozzle 50%
efisiensi turbin maksimalnya terjadi pada putaran turbin 688 rpm dengan efisiensi
sebesar 42,413% dan pada bukaan Nozzle 25% efisiensi turbin maksimalnya terjadi
44
pada putaran turbin 752 rpm dengan efisiensi sebesar 20,933%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa bukaan nozzle 100% memiliki efisiensi yang paling besar yaitu sebesar
75,899%.
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Spear Setting
Gambar 2.20 Grafik Hubungan antara Spear Setting dengan Daya Poros Turbin
Dari grafik diatas putaran turbinnya dibuat tetap, tetapi spear setting divariasikan,
semakin besar spear setting maka daya poros turbin semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena semakin besar spear setting maka torsi turbin akan meningkat,
45
akibatnya daya poros turbin juga ikut meningkat. Daya poros turbin maksimal terjadi
pada spear setting ke-10 dengan daya sebesar 57,805 watt.
Untuk variasi bukaan nozzle dari data hasil perhitungan dapat dibuat grafik
hubungan antara Spear setting dengan Efisiensi turbin sebagai berikut:
25
20
15
Efisiensi Turbin (%)
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Spear Setting
Dari grafik diatas putaran turbinnya dibuat tetap, tetapi spear setting divariasikan,
semakin besar spear setting maka efisiensi turbin semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena semakin besar spear setting maka torsi turbin akan meningkat,
akibatnya efisiensi turbin juga ikut meningkat. Efisiensi turbin maksimal terjadi pada
spear setting ke-10 dengan efisiensi sebesar 25,401%.
46
2.5 PENUTUP
2.5.1 Kesimpulan
2.5.2 Saran
1. Perlunya ketelitian dari para praktikan dalam mengambil data pengujian dan
menghitung data hasil penelitian tersebut serta keseriusan dalam mengikuti
praktikum
47
2. Sebelum melaksanakan praktikum hendaknya para praktikan memahami
terlebih dahulu teori dasar pada modul yang telah diberikan sehingga pada
saat proses praktikum dapat berjalan dengan lancar sesuai prosedur.
BAB 3
PENGUJIAN MESIN PENDINGIN
3.1 PENDAHULUAN
3.1.1 Latar belakang
Mesin pendingin merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kemajuan teknologi pada saat ini. Banyak mesin pendingin diterapkan dalam
pengkondisian udara (air conditioning) dan refrigasi industri yang meliputi proses
pengawetan makanan, penyerapan kalor dan pada industri lainnya. Mesin
pendingin merupakan mesin yang berfungsi untuk memindahkan panas dari
lingkungan yang semula bersuhu tinggi ke lingkungan bersuhu rendah dengan
bantuan refrigerant yang dimana refrigerant ini bersifat dapat menyerap panas dan
juga dapat membuang panas pada tekanan & temperature yang diinginkan.
Secara jelasnya mesin pendingin merupakan peralatan yang digunakan
dalam proses pendinginan suatu materi (fluida) sehingga temperatur dan
48
kelembaban yang didinginkan, dengan jalan menyerap panas (kalor) dari materi
(fluida) yang akan dikondisikan atau dengan kata lain menyerap panas (kalor)
dari suatu reservoir dingin dan diberikan ke reservoir panas.
Kondensor
3 2
Katup
Ekspansi Kompresor
4 Evaporator 1
49
Gambar 3.2 Siklus Mesin Pendingin ( T-s dan P-h diagram )
Keterangan proses :
1-2: Proses kompresi isentropis
2-3: Proses pendinginan tekanan konstan
3-4: Ekspansi pada entalpi konstan
4-1: Proses pemasukan kalor pada tekanan konstan.
50
Refrigerant : R-22
Kompresor : 1 PK (0,735 kW)
Boiler : 1200 Watt ( 3 variasi )
Air heater : 1200 Watt
Exhoust fan : 2 variasi putaran ( low and high speeds )
1. Kompresor
Merupakan alat yang digunakan untuk menaikkan tekanan kerja fluida.
Kompresor menghisap refrigran (dalam fase gas) dari evaporator pada suhu dan
tekanan rendah, lalu mengkompresikan gas tersebut sehingga tekanan dan
temperaturnya menjadi tinggi
51
Gambar 3.6 Katup Ekspansi
4. Evaporator
Merupakan alat penukar kalor yang berfungsi untuk menyerap kalor, sehingga
refrigerant akan menguap.
(3.1)
52
q K =h3 −h2
(3.2)
(3.3)
A B
PB m
BOILER
A = 0.085 √ νA (3.6)
Dengan mengabaikan losses dapat dihitung efisiensi ketel uap:
53
¿
QB mU hfg
η= B PB
=
PB
(3.7)
Dimana :
¿
m U : Laju aliran massa uap yang dibangkitkan (kg/dtk)
¿
m A : Laju aliran massa udara luar yang dihisap fan
hfg : Enthalphi uap (Kj/kg)
PPU : Daya pemanas udara (watt)
PB : Daya pemanas boiler (watt)
HLA-B : Energihilang pada daerah A-B (Joule/dtk)
VA : Volume spesifik udara pada penampang di – A biasa dicari dari
psychrometri
Cp : Panas jenis udara antara A – B
Z :Tinggi skala terbaca pada manometer
B C
QRef
m
Gambar 3.9 Penampang B-C pada Air Flow Duct
Keseimbangan energi :
¿ ¿ ¿
m B Bh - m C hC= QRef + m CON hCON+ HL B-C (3.8)
Kekekalan massa :
¿ ¿ ¿
m B - m =
C
m CON (3.9)
Beban pendinginan evaporator QRef :
QRe f
C.O.P total = W COMP (3.10)
Dengan:
54
¿
Q ref =mref ( h1 −h 4 ) (3.11)
¿ W COMP
mref =
h2 −h1 (3.12)
Efektifitas evaporator :
T1 − T 4
=
ev TB − T4 (3.13)
Dimana :
WCOMP : Daya sebenarnya dari kompresor
h1 : Enthalphi refrigerant sesudah keluar evaporator
h4 : Enthalphi refrigerant sebelum evaporator, bias dilihat dari (p – h) diagram
hCON : Enthalphi air kondensasi
¿
m CON : Laju aliran massa air kondensasi
¿
m Ref : Laju aliran massa
55
Produk:
1. Udara dengan temperatur, kelembaban dan kapasitas tertentu.
3.2.4.2 Menghitung
Dari percobaan low speed dan high speed hitung
Beban pendinginan
Koefisien prestasi (C.O.P)
Efektifitas Evaporator
Buat diagram Psykometric letak titik B dan C (berapa nilai RH)
hubungan garis B dan C pada tiap kecepatan
3.2.5 Prosedur praktikum
3.2.5.1 menjalankan instalasi
1. Saklar induk dipasang pada posisi on dengan regavolt pada posisi
IDLE.
2. Atur pembebanan air flow duct dengan menggunakan saklar, dari
semua komponen pelengkap (boiler, air heater dan regavolt).
Posisinya disesuaikan dengan kombinasi &variasi data yang
ditentukan untuk setiap kelompok praktikum.
3. Setelah terbentuk uap air selanjutnya regavolt diatur supaya ada aliran
udara melalui evaporator, dengan tujuan membebani evaporator
dengan mengatur posisi regavolt sesuai variasi data untuk masing-
masing kelompok.
4. Kompresor dijalankan sehingga terjadi sirkulasi refrigerant. Instalasi
dibiarkan beroperasi sampai terbentuk air kondensasi pada
evaporator, lalu ditampung dengan gelas pengukur.
5. Setelah air kondensasi terbentuk barulah pencatatan data-data bisa
dimulai. Untuk setiap melakukan perubahan dari low speed high
speed atau sebaliknya dibutuhkan waktu 5 menit sebelum dilaukan
pengambilan data. Pengambilan data dilakukan sebanyak 3x untuk
low speed dan 3x untuk high speed.
6. Mematikan semua saklar dari komponen-komponen pelengkap.
7. Regavoltditurunkanposisinyasecara STEADY s/d IDLE.
8. Mematikan SAKLAR induk.
56
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan data
3.3.1 Pengumpulan data
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan pada Kondisi Low Speed
No Identifikasi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Rata-rata
1 T1 (oC) 24 25 25,9 25
2 T3 (oC) 34 34,5 34.6 34.37
3 T4 (oC) 3.8 3.8 3.6 3.6
4 P1 (bar) 4.9 4.9 4.9 5
5 P3 (bar) 18 18 18 18
6 TCON (oC) 28.7 29.1 29.7 29.17
7 Debit air condensat (m3/dtk) 8,85 x 10-7 7.25 x 10-7 7.14 x 10-7 7.75 x 10-7
8 TWBB (oC) 33 33.5 34 33.5
9 TDBB (oC) 37.1 37.9 37.6 37.53
10 TWBC (oC) 24 29.5 25 26.16
11 TDBC (oC) 29.6 29.6 29.7 29.63
12 TWB Lingkungan (oC) 25 25 25 25
13 TDB Lingkungan (oC) 28.4 28.4 28.4 28.4
14 Z (Pa) 5 5 5 5
15 Debit uap air (m3/dtk) 2.07 x 10-6 2.17 x 10-6 2.12 x 10-6 2.12 x 10-6
16 Daya boiler (watt) 3000 3000 3000 3000
57
15 Debit uap air Quap (m3/dtk) 2.09 x 10-6 2.12 x 10-6 2.09 x 10-6 2.1 x 10-6
16 Daya boiler (watt) 3000 3000 3000 3000
58
Titik 4 (pada evaporator)
Dimana h3= h4 = 89,027 kJ/kg.
Dampak refrigrasi kalor yang dipindahkan pada proses evaporasi
q r=h −h
1 4
59
Dari table saturated water untuk Tcon = 29,17°C didapatkan ρair =
996,01 kg/m3, Q con = 7,75 x 10−7 m3 /s sehingga:
ṁcon=Q con . ρair
Q ref
COP=
W com
3,634 kW
¿
0,735 kW
¿ 4,9442
e) Efisiensi Evaporator (ηev )
T 1 −T 4
ηev = x 100 %
T DBB−T 4
25° C−3,6 ° C
¿ x 100 %
37,53° C−3,6 °C
60
¿ 63,071 %
61
Titik 4 (pada evaporator)
Dimana h3= h4 = 89,027 kJ/kg.
Dampak refrigrasi kalor yang dipindahkan pada proses evaporasi
q r=h −h
1 4
Dari table saturated water untuk Tuap = 100 °C didapatkan ρair = 958,4
kg/m3, Q uap= 2,1 x 10−6 m3 /s sehingga:
ṁu=Quap . ρ air
62
Dari table saturated water untuk Tcon = 28,23°C didapatkan ρair =
996,31 kg/m3, Q con= 6,21 x 10−7 m3 /s sehingga:
ṁcon=Q con . ρair
Q ref
COP=
W com
1,8602kW
0,735 kW
¿ 2,5308
63
T 1 −T 4
ηev = x 100 %
T DBB−T 4
25° C−3,26 °C
¿ x 100 %
33,13° C−3,26 ° C
¿ 72,782 %
3.4 PEMBAHASAN
1. Beban pendingin
Pada praktikum ini, terlihat beban pendingin (Qref) pada low speed relative
lebih tinggi dari pada high speed dimana beban pendingin low speed (Q ref = 3,634
kW). Pada kondisi high speed (Qref = 1,8602 kW ). Ini disebabkan karena beban
pendingin dipengaruhi oleh laju aliran massa refrigerant, dimana laju aliran massa
refrigerant pada low speed lebih besar dari pada high speed. Laju aliran massa
refrigerant pada low speed (ṁ ref = 0,0203 kg/s) sedangkan pada high speed (ṁ ref =
0,01039 kg/s). Dimana laju aliran massa refrigerant dipengaruhi oleh temperatur
64
awal mesin pendingin, semakin besar nilai temperatur awal mesin pendingin maka
semakin besar entalpinya. Semakin besar entalpinya maka laju aliran massa
refrigerant semakin kecil. Hal itulah yang menyebabkan pada praktikum kali ini
beban pendingin pada low speed lebih besar dari pada high speed.
2. Coefisien of perfomance
Pada perhitungan Coefisien of Perfomance (COP) baik pada kondisi low speed
maupun pada kondisi high speed diatas, terlihat Coefisien of Perfomance (COP)
pada low speed lebih besar dari pada high speed. Hal ini disebabkan karena beban
pendingin (Qref) pada kondisi low speed lebih besar dari high speed. Pada low speed
(COP = 4,9442) sedangkan pada high speed (COP = 2,5308).
3. Efisiensi evaporator
65
3.5 PENUTUP
3.5.1 Kesimpulan
1. Beban pendingin
Pada praktikum ini, terlihat bahwa beban pendingin (Qref) pada low
speed relative lebih tinggi dari pada high speed dimana beban pendingin low
speed (Qref = 3,634 kW). Pada kondisi high speed (Qref = 1,8602 kW ).
2. Coefisien of perfomance
66
Perfomance (COP) pada low speed lebih besar dari pada high speed. Pada low
speed (COP = 4,9442) sedangkan pada high speed (COP = 2,5308).
3. Efektivitas evaporator
3.5.2 Saran
1. Untuk lebih menambah wawasan mahasiswa mengenai mesin pendingin dan
pengaruh refrigerant, maka sangat disarankan untuk menggunakan jenis
refrigerant yang lain dalam praktikum ini.
2. Agar data pengamatan yang dicacat oleh praktikan benar-benar valid, maka
praktikan harus mencatat data hasil pengamatan pada kondisi betul-betul
dalam keadaan steady, yang ditandai dengan tidak terjadinya fluktuasi nila
temperatur dan tekanan.
BAB IV
PENGUJIAN PRESTASI POMPA SENTRIFUGAL
4.1 PENDAHULUAN
4.1.1 Latar belakang
Salah satu produk ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah memberikan
banyak kemudahan bagi kehidupan masyarakat adalah pompa. Pompa umumnya
dimanfaatkan untuk memindahkan air, dan sedikit zat cair lainnya, dari suatu
tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi.
67
Penggunaan pompa semakin meluas, tidak hanya untuk keperluan rumah
tangga, tetapi juga untuk keperluan dibidang pertanian, industri, pertambangan,
perkapalan dan lainnya. Dalam hal ini, pengoperasionalanny dapat bekerja secara
tunggal, seri atau parallel yang tergantung pada kebutuhan dan peralatan yang
ada.
Dalam perencanaan intalasi pompa, harus diketahui karakteristik pompa
dan pengoperasionalannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan
pemaparan di atas, maka perlu diadakan suatu percobaan untuk mengetahui
pengaruh instalasi pompa terhadap daya hidrolis yang diperlukan.
68
Spesifikasi pompa dinyatakan dengan jumlah fluida yang dapat dialirkan
persatuan waktu (debit atau kapasitas pompa) dan head (tinggi energi angkat).
Pada umumnya pompa dapat digunakan untuk bermacam-macam keperluan,
untuk menaikkan fluida ke sebuah reservoir, untuk mengalirkan fluida dalam
proses industry, untuk pengairan, irigasi, dan sebagainya.
Dalam praktikum ini digunakan pompa sentrifugal, karena banyak
digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari, terutama pada bidang industri.
Secara umum pompa sentrifugal digunakan untuk kepentingan pemindahan fluida
dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada industri minyak bumi, sebagian besar
pompa yang digunakan dalam fasilitas gathering station, suatu unit pengumpul
fluida dari sumur produksi sebelum diolah dan dipasarkan, ialah pompa bertipe
sentrifugal. Pada industri perkapalan pompa sentrifugal banyak digunakan untuk
memperlancar proses kerja di kapal.
Dalam pelaksanaan operasinya pompa sentifrugal dapat bekerja secara
tunggal, seri, dan paralel. Jenis operasi yang digunakan harus sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan penggunaan instalasi pompa. Karakteristik pompa harus
terlebih dahulu diketahui agar didapatkan sistem yang optimal. (Anonim, 2015).
69
melemparkan aliran melalui volut. Yang tergolong pompa dinamik antara lain
adalah pompa aksial, pompa sentrifugal.
Besarnya energi yang diberikan pompa sentrifugal kepada fluida kerja
apabila dianggap tidak terjadi kerugian-kerugian diyatakan oleh persamaan
Bernoulli berikut:
P s V s2 P d V d2
+ +Z = + +Z
ρ. g 2 . g s ρ . g 2. g d (4.1)
ρ = adalah masa jenis fluida, dalam hal ini adalah air yang diketahui
berdasarkan
temperatur air yang diukur langsung saat pelaksanaan pengujian
g = adalah percepatan grafitasi setempat, g = 9,81 m/s2.
Apabila :
Perbedaan level saluran isap pompa Zs, dengan level saluran tekan pompa Zd
cukupkecil, sehingga Zs ≈ Zd dianggap sama, dan
Diameter pipa isap ds, sama dengan diameter pipa tekan dd yang menyebabkan
kecepatan aliran fluida disisi isap Vs sama dengan kecepatan fluida di sisi
tekan Vd; Vs = Vd
Maka persamaan tersebut menjadi
Pd −P s
H=
ρ.g , persamaan ini menyatakan head total pompa. (4.2)
Dengan daya hidrolis
W H =( Pd −Ps )Q , atau dinyatakan dalam bentuk lain (4.3)
W H =ρ .g . H .Q (4.4)
H adalah head total pompa
Q adalah debit total pompa
4.2.3 Prinsip Kerja Pompa Sentrifugal
70
Gambar 4.1 Prinsip kerja pompa sentrifugal
Daya dari luar diberikan kepada poros pompa untuk memutarkan impeler
kedalam zat cair. Maka zat cair yang ada di dalam impeler, oleh dorongan sudu-
sudu ikut berputar karena timbul gaya sentrifugal maka zat cair mengalir dari
tengah impeler keluar melalui saluran diantara sudu-sudu. Disini head tekanan zat
cair menajdi lebih tingi. Demikian pula head kecepatannya bertambah besar
karena zat cair mengalami percepatan. Zat cair yang keluar dari impeler
ditampung oleh saluran berbentuk volut (spiral) dikelilingi impeler dan disalurkan
keluar pompa melalui nosel. Di dalam nosel ini sebagian head kecepatan aliran
diubah menjadi head tekanan.
Jadi impeler pompa berfungsi memberikan kerja pada zat cair sehingga
energi yuang dikandungnya menjadi tambah besar. Selisih energi persatuan berat
atau head total zat cair antara flens isap dan flens keluar pompa disebut “head
total pompa”. Dari uraian di atas jelas bahwa pompa setrifugal dapat mengubah
energi mekanik dalam betuk kerja poros menjadi energi fluida. Energi inilah yang
menyebabkan pertambahan head tekanan, head kecepatan dan head potensial
pada zat cair yang mengalir secara kontinyu.
71
Q adalah debit actual aliran fluida yang diketahui dari pengukuran langsung yang
besarnya divariasikan dengan merubah bukaan katup 5.
menjadi
Head H total adalah :
H=H p 1 +H p 2 (4.6)
Debit Q total adalah :
Q=Q P 1=Q P 2 (4.7)
72
Gambar 4.2 Instalasi Pompa Sentrifugal
73
Membuka katup manifold pressure gauge M1, M2, M3, M4
Melepas konektor manometer M1p, M2p, M3p, M4p
Menunggu beberapa saat hingga permukaan merkuri pada pipa
manometer berhenti bergerak
Memasang kembali konektor manometer
Pengujian 1 dengan M1, M2, M3, M4 dibiarkan tetap terbuka sampai
pengujian dengan katup V.5 posisi skala 1, 2, 3, 4, 5
7. Mencatat ketinggian awal air raksa pipa manometer M1p dan M1a, M2p
dan M2a, M3p dan M3a, M4p dan M4a. Hasil bacaan diisi pada baris
nomor data (0). Pembacaan ini hanya dilakukan sekali, yaitu sebelum
pengujian katup V.5 pada skala (1). Untuk posisi skala yang lain
prosedur ini tidak dilakukan
8. Mengukur temperature air reservoir, hasilnya diisi di nomor data tabel
(0)
9. Melakukan priming pada pompa 1 atau pompa 2
10. Sesaat setelah proses priming selesai, saklar P.0 di on—kan. Kemudian
menyalakan saklar listrik kedua. Pompa dibiarkan selama + 2 menit
11. Pengambilan data pengujian posisi skala (1)
12. Mencatat ketinggian awal air di dalam bak debit
13. Melanjutkan dengan pengambilan data dengan prosedur berikut :
Pengambilan data pengujian nomor data (1)
Mencatat pembacaan temperature air reservoir yaitu Tw (0C)
Mengukur debit aliran dengan cara, katup kuras ditutup dan pada
saat yang bersamaan stopwatch dihidupkan. Saat ketinggin air
bertambah 10 liter terhadap posisi awalnya stopwatch dihentikan.
Sesaat kemudian katup kuras dibuka penuh sehingga ketinggian air
kembali seperti awalnya. Mencatat debit actual VW (liter) dan
waktu (detik)
Mencatat tekanan (bar) pada pressure gauge. (G.1) dan (G.2) untuk
pompa 1. (G.3) dan (G.4) untuk pompa 2
Mencatat ketinggian meruri (mm) pada manometer. M1p, M1a,
M2p, M2a untuk pompa 1. M3p, M3a, M4p, M4a untuk pompa 2
74
Pengambilan data diulang beberapa saat. Dicatat sebagai data
pengujian nomor data (2)
Pengambilan data diulang lagi untuk pengujian nomor data (3)
14. Mengulang prosedur 12 dan 13 untuk tiap pembukaan katup V.5 yang
lain dengan urutan pada tabel ; posisi skala 2, 3, 4, 5. Data hasil
pengujian pada tiap posisi skala dicatat pada tabel yang berbeda
15. Mempeerhatikan notifikasi sebelum melanjutkan pengujian. Katup
manifold M1, M2, M3, M4 ditutup full
16. Pengujian dilanjutkan dengan posisi skala 6 dan 7. Data pengujian dua
posisi skala ini dicatat juga pada tabel data masing-masing
17. Membuka penuh katup V.5 kembali ke posisi skala (1)
18. Semua saklar listrik ; P.0, P.1 pompa 1 atau P.1 pompa 2 di off-kan
19. Memastikan agar bak debit kembali dikosongkan
20. Membersihkan dan menempatkan peralatan praktikum kembali seperti
semula.
75
3. Mengatur ketinggian air pada bak penampung reservoir berada dalam
batas full dan low
4. Mengatur agar katup kuras bak pengukur debit dalam posisi terbuka
penuh sehingga tinggi permukaan air berada skala 0
5. Mengatur katup sesuai tabel 4.4
6. Melakukan prosedur untuk menghilangkan tekanan sisa pada manometer
Membuka katup manifold pressure gauge M1, M2, M3, M4
Melepas konektor manometer M1p, M2p, M3p, M4p
Menunggu beberapa saat hingga permukaan merkuri pada pipa
manometer berhenti bergerak
Memasang kembali konektor manometer
Pengujian 1 dengan M1, M2, M3, M4 dibiarkan tetap terbuka
sampai pengujian dengan katup V.5 posisi skala 1, 2, 3, 4, 5
7. Mencatat ketinggian awal air raksa pipa manometer M1p dan M1a, M2p
dan M2a, M3p dan M3a, M4p dan M4a. Hasil bacaan diisi pada baris
nomor data (0). Pembacaan ini hanya dilakukan sekali, yaitu sebelum
pengujian katup V.5 pada skala (1). Untuk posisi skala yang lain
prosedur ini tidak dilakukan
8. Mengukur temperature air reservoir, hasilnya diisi di nomor data tabel
(0)
9. Melakukan priming pada pompa 1 atau pompa 2
10. Sesaat setelah proses priming selesai, saklar P.0 di on—kan. Kemudian
menyalakan saklar listrik kedua. Pompa dibiarkan selama + 2 menit
11. Pengambilan data pengujian posisi skala (1)
12. Mencatat ketinggian awal air di dalam bak debit
13. Melanjutkan dengan pengambilan data dengan prosedur berikut :
Pengambilan data pengujian nomor data (1)
Mencatat pembacaan temperature air reservoir yaitu Tw (0C)
Mengukur debit aliran dengan cara, katup kuras ditutup dan pada
saat yang bersamaan stopwatch dihidupkan. Saat ketinggin air
bertambah 10 liter terhadap posisi awalnya stopwatch dihentikan.
Sesaat kemudian katup kuras dibuka penuh sehingga ketinggian air
76
kembali seperti awalnya. Mencatat debit actual VW (liter) dan
waktu (detik)
Mencatat tekanan (bar) pada pressure gauge. (G.1) dan (G.2) untuk
pompa 1. (G.3) dan (G.4) untuk pompa 2
Mencatat ketinggian meruri (mm) pada manometer. M1p, M1a,
M2p, M2a untuk pompa 1. M3p, M3a, M4p, M4a untuk pompa 2
Pengambilan data diulang beberapa saat. Dicatat sebagai data
pengujian nomor data (2)
Pengambilan data diulang lagi untuk pengujian nomor data (3)
14. Mengulang prosedur 12 dan 13 untuk tiap pembukaan katup V.5 yang
lain dengan urutan pada tabel ; posisi skala 2, 3, 4, 5. Data hasil
pengujian pada tiap posisi skala dicatat pada tabel yang berbeda
15. Memperhatikan notifikasi sebelum melanjutkan pengujian. Katup
manifold M1, M2, M3, M4 ditutup full
16. Pengujian dilanjutkan dengan posisi skala 6 dan 7. Data pengujian dua
posisi skala ini dicatat juga pada tabel data masing-masing
17. Membuka penuh katup V.5 kembali ke posisi skala (1)
18. Semua saklar listrik ; P.0, P.1 pompa 1 atau P.1 pompa 2 di off-kan
19. Memastikan agar bak debit kembali dikosongkan
20. Membersihkan dan menempatkan peralatan praktikum kembali seperti
semula.
77
Pengujian C.2 pompa 2 OFF ON OFF OFF ON (1)
78
Pengambilan data pengujian nomor data (1)
Mencatat pembacaan temperature air reservoir yaitu Tw (0C)
Mengukur debit aliran dengan cara, katup kuras ditutup dan pada
saat yang bersamaan stopwatch dihidupkan. Saat ketinggin air
bertambah 10 liter terhadap posisi awalnya stopwatch dihentikan.
Sesaat kemudian katup kuras dibuka penuh sehingga ketinggian air
kembali seperti awalnya. Mencatat debit actual VW (liter) dan
waktu (detik)
Mencatat tekanan (bar) pada pressure gauge. (G.1) dan (G.2) untuk
pompa 1. (G.3) dan (G.4) untuk pompa 2
Mencatat ketinggian meruri (mm) pada manometer. M1p, M1a,
M2p, M2a untuk pompa 1. M3p, M3a, M4p, M4a untuk pompa 2
Pengambilan data diulang beberapa saat. Dicatat sebagai data
pengujian nomor data (2)
Pengambilan data diulang lagi untuk pengujian nomor data (3)
13. Mengulang prosedur 12 dan 13 untuk tiap pembukaan katup V.5 yang
lain dengan urutan pada tabel ; posisi skala 2, 3, 4, 5. Data hasil
pengujian pada tiap posisi skala dicatat pada tabel yang berbeda
14. Memperhatikan notifikasi sebelum melanjutkan pengujian. Katup
manifold M1, M2, M3, M4 ditutup full
15. Pengujian dilanjutkan dengan posisi skala 6 dan 7. Data pengujian
dua posisi skala ini dicatat juga pada tabel data masing-masing
16. Membuka penuh katup V.5 kembali ke posisi skala (1)
17. Semua saklar listrik ; P.0, P.1 pompa 1 atau P.1 pompa 2 di off-kan
18. Memastikan agar bak debit kembali dikosongkan
19. Membersihkan dan menempatkan peralatan praktikum kembali
seperti semula.
79
2. Memastikan aliran listrik kea lat uji terputus (off) yaitu dengan
mengatur agar saklar P.0 di stavol, saklar P.1 pompa 1, dan saklar P.2
pompa 2 di posisi off
3. Mengatur ketinggian air pada bak penampung reservoir berada dalam
batas full dan low
4. Mengatur agar katup kuras bak pengukur debit dalam posisi terbuka
penuh sehingga tinggi permukaan air berada skala 0
5. Mengatur katup sesuai tabel 4.6 untuk menguji pompa 1 dan pompa 2
6. Melakukan prosedur untuk menghilangkan tekanan sisa pada
manometer
Membuka katup manifold pressure gauge M1, M2, M3, M4
Melepas konektor manometer M1p, M2p, M3p, M4p
Menunggu beberapa saat hingga permukaan merkuri pada pipa
manometer berhenti bergerak
Memasang kembali konektor manometer
Pengujian 2 dengan M1, M2, M3, M4 ditutup kembali dan
dibiarkan tetap tertutup sampai pengujian dengan katup V.5
posisi skala 7 dan 6
7. Mencatat ketinggian awal air raksa pipa manometer M1p dan M1a,
M2p dan M2a, M3p dan M3a, M4p dan M4a. Hasil bacaan diisi pada
baris nomor data (0). Pembacaan ini hanya dilakukan sekali, yaitu
sebelum pengujian katup V.5 pada skala (1). Untuk posisi skala yang
lain prosedur ini tidak dilakukan
8. Mengukur temperature air reservoir, hasilnya diisi di nomor data tabel
(0)
9. Melakukan priming pada pompa 1 atau pompa 2
10. Posisi awal pembukaan katup V.5 pada pengujian 2 adalah skala 7
atau dalam posisi tertutup penuh. Pastikan sekali lagi agar kondisi
katup manifold M1, M2, M3, M4 sudah tertutup rapat
11. Sesaat setelah proses priming selesai, saklar P.0 di on—kan.
Kemudian menyalakan saklar listrik pompa yang akan diuji.
Menyalakan saklar P.1 untuk menjalankan pompa 1. Menyalakan
80
saklar P.2 untuk menjalankan pompa 2. Pompa dibiarkan selama + 2
menit
12. Pengambilan data pengujian posisi skala (7)
13. Mencatat ketinggian awal air di dalam bak debit
14. Melanjutkan dengan pengambilan data dengan prosedur berikut :
Pengambilan data pengujian nomor data (1)
Mencatat pembacaan temperature air reservoir yaitu Tw (0C)
Mengukur debit aliran dengan cara, katup kuras ditutup dan
pada saat yang bersamaan stopwatch dihidupkan. Saat ketinggin
air bertambah 10 liter terhadap posisi awalnya stopwatch
dihentikan. Sesaat kemudian katup kuras dibuka penuh
sehingga ketinggian air kembali seperti awalnya. Mencatat debit
actual VW (liter) dan waktu (detik)
Mencatat tekanan (bar) pada pressure gauge. (G.1) dan (G.2)
untuk pompa 1. (G.3) dan (G.4) untuk pompa 2
Mencatat ketinggian merkuri (mm) pada manometer. M1p,
M1a, M2p, M2a untuk pompa 1. M3p, M3a, M4p, M4a untuk
pompa 2
Pengambilan data diulang beberapa saat. Dicatat sebagai data
pengujian nomor data (2)
Pengambilan data diulang lagi untuk pengujian nomor data (3)
15. Mengulang prosedur 12 dan 13 untuk tiap pembukaan katup V.5 skala
(6)
16. Membuka katup V.5 sehingga berada diposisi skala (5)
17. Selanjutnya katup manifold M1, M2, M3, M4 dibuka setelah
pembukaan katup V.5 berada pada skala (5) secara sempurna
18. Pengujian dilanjutkan dengan posisi skala 5, 4, 3, 2, 1. Data pengujian
posisi skala ini dicatat juga pada tabel data masing-masing
19. Membuka penuh katup V.5 kembali ke posisi skala (1)
20. Semua saklar listrik ; P.0, P.1 pompa 1 atau P.1 pompa 2 di off-kan
21. Memastikan agar bak debit kembali dikosongkan
22. Membersihkan dan menempatkan peralatan praktikum kembali
seperti semula.
81
4.3 Pengolaan Data dan Pembahasan
4.3.1 Pengolaan Data
4.3.1.1 Analisa Data Pengujian Prestasi Pompa Terpasang Seri
Untuk bukaan katub 1
82
¿ 13600 kg /m 3 ×9,81 m/ s 2 × 0,000706 m3 / s ×0,2018 m
¿ 19,0079 watt
Analog : Dengan cara yang sama didapat data hasil pengujian 2 sampai 7
pada tabel A.2
Tabel A.2 Hasil Perhitungan Prestasi Pompa Terpasang Seri
Head
Pomp Daya
83
0
0
0.07 0.2 0.18 0.1 0.31 0.93 1.65
Gambar 4.3 Hubungan Head Pompa dengan Debit Aliran pada Pompa Terpasang Seri
180
160
140
120
Daya Hidrolis (watt)
100
80
60
40
20
0
0.2 0.18 0.1 0.31 0.93 1.65
Head Pompa (m)
Gambar 4.4 Hubungan Head Pompa dengan Daya Hidrolis pada Pompa Terpasang Seri
180
160
140
120
Daya Hidrolis (watt)
100
80
60
40
20
0
0 0 0 0 0 0
Debit Aliran (m3/s)
Gambar 4.5 Hubungan Debit Aliran dengan Daya Hidrolis pada Pompa Terpasang Seri
4.3.1.2 Analisa Data Pengujian Prestasi Pompa Terpasang Pararel
84
Untuk bukaan katub 1
85
Tabel B.2 Hasil Perhitungan Prestasi Pompa Terpasang Pararel
0
Debit Aliran (m3/s)
0
0.12 0.2 0.26 0.36 0.86 1.61
Head Pompa (m)
Gambar 4.6 Hubungan Head Pompa dengan Debit Aliran pada Pompa Terpasang Pararel
86
120
100
80
40
20
0
0.12 0.2 0.26 0.36 0.86 1.61
Head Pompa (m)
Gambar 4.7 Hubungan Head Pompa dengan Daya Hidrolis pada Pompa Terpasang Pararel
120
100
80
Daya Hidrolis (watt)
60
40
20
0
0 0 0 0 0 0
Debit Aliran (m3/s)
Gambar 4.8 Hubungan Debit Aliran dengan Daya Hidrolis pada Pompa Terpasang Pararel
87
a. Menghitung debit aliran
v
Q=
t
0,01
¿ =0,000688m 3 / s
14,52
88
Dari data diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut:
0
0
0.19 0.19 0.21 0.26 0.52 1.11
Head Pompa (m)
Gambar 4.9 Hubungan Head Pompa dengan Debit Aliran pada Pompa Tunggal (Pompa 1)
60
50
40
Daya Hidrolis (watt)
30
20
10
0
0.19 0.19 0.21 0.26 0.52 1.11
Head Pompa (m)
Gambar 4.10 Hubungan Head Pompa dengan Daya Hidrolis pada Pompa Tunggal
(Pompa 1)
89
60
50
40
20
10
0
0 0 0 0 0 0
Debit Aliran (m3/s)
Gambar 4.11 Hubungan Debit Aliran dengan Daya Hidrolis pada Pompa Tunggal (Pompa 1)
90
c. Menghitung Daya Hidrolis
Wh=ρraksa × g × Q× H
kg 9,81 m
¿ 13600 3
× 2
× 0,000677 m3 / s ×0,02997 m=2,7069 watt
m s
Analog : Dengan cara yang sama didapat data hasil pengujian 2
sampai 7 pada tabel C.2.1
0
Debit Aliran (m3/s)
0
0.03 0.06 0.08 0.14 0.48 1.07
Head Pompa (m)
Gambar 4.12 Hubungan Head Pompa dengan Debit Aliran pada Pompa Tunggal (Pompa 2)
91
60
50
40
20
10
0
0.03 0.06 0.08 0.14 0.48 1.07
Head Pompa (m)
Gambar 4.13 Hubungan Head Pompa dengan Daya Hidrolis pada Pompa Tunggal
(Pompa 2)
60
50
40
Daya Hidrolis (watt)
30
20
10
0
0 0 0 0 0 0
Debit aAiran (m3/s)
Gambar 4.14 Hubungan Debit Aliran dengan Daya Hidrolis pada Pompa Tunggal (Pompa 2)
92
4.3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini akan melakukan pengujian pada pompa sentrifugal
dengan ketentuan melakukan percobaan pada pompa terpasang seri, pompa terpasang
paralel dan pompa terpasang tunggal (pompa 1 dan pompa 2). Hal-hal yang
dilaksanakan pada praktikum kali ini berupa mencatat perbandingan ketinggian yang
ditunjukkan pada manometer, mencatat waktu yang dibutuhkan untuk mengambil air
dengan volume 10 liter. Kemudian data-data tersebut akan dianalisa guna
membandingkan antara debit, head pompa dan juga daya hidrolis yang dihasilkan.
Dari hasil analisa data pompa terpasang seri, menunjukkan semakin besar bukaan
katub menyebabkan debit menurun, dimana bukaan katub penuh terjadi pada bukaan
katub 1 sedangkan bukaan katub 6 adalah bukaan katub paling kecil. Jadi semakin
besar bukaan katub maka saluran air semakin mengecil akibatnya debit alirannya
menurun. Hubungan antara head pompa dengan debit aliran adalah semakin besar head
pompa maka semakin kecil debit aliran begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan
teori dimana instalasi pompa seri bertujuan untuk meningkatkan head total instalasi.
Hubungan antara head pompa terhadap daya hidrolis, semakin besar head pompa maka
semakin besar juga daya hidrolisnya begitu juga sebaliknya. Pada teorinya hubungan
antara debit aliran dengan daya hidrolis yaitu berbanding lurus, semakin besar debit
aliran maka semakin besar juga daya hidrolisnya begitu juga sebaliknya, Namun pada
praktikum ini terlihat bahwa semakin besar debit aliran menyebabkan menurunnyanya
daya hidrolis, yang dimana daya hidrolis juga dipengaruhi oleh head pompa, saat debit
meningkat maka head pompa semakin kecil itu yang membuat daya hidrolisnnya
menurun.
Pada pompa pararel debit air lebih besar dari pada debit aliran pada pompa seri
disebabkan karena kedua pompa menghisap air, atau input pompa parallel lebih besar
dari pada input pompa seri. Tingginya head total pompa parallel disebabkan oleh
menurunnya debit air sehingga meningkatkan volume air dalam pipa, dimana
jumlahnya lebih besar dari pada instalasi pompa seri. Pada pompa terpasang parallel
juga menunjukkan peningkatan debit berbanding terbalik dengan meningkatnya head
pompa, dimana semakin besar head pompa maka semakin kecil debit alirannya. namun
berbeda halnya hubungan antara head pompa dengan daya hidrolis yang di dapatkan,
dimana semakin besar head pompa maka semakin besar daya hidrolis yang terjadi. Pada
teorinya hubungan antara debit aliran dengan daya hidrolis yaitu berbanding lurus,
semakin besar debit aliran maka semakin besar juga daya hidrolisnya begitu juga
93
sebaliknya, Namun pada praktikum ini terlihat bahwa semakin besar debit aliran
menyebabkan menurunnya daya hidrolis, yang dimana daya hidrolis juga dipengaruhi
oleh head pompa, saat debit meningkat maka head pompa semakin kecil itu yang
membuat daya hidrolisnnya menurun.
Pada pengujian pompa terpasang tunggal yang hasil analisa data menunjukkan
bahwa debit pompa 1 dan pompa 2 hampir sama dikarenakan tidak ada pengukuran
waktu sesuai dengan petunjuk praktikum. Pada praktikum ini menujukan bahwa
semakin besar laju aliran maka semakin kecil head pompa begitu juga sebaliknya.
Untuk perbandingan head pompa terhadap daya hidrolis adalah daya hidrolis akan naik
seiring dengan kenaikan head pompa. Pada teorinya hubungan antara debit aliran
dengan daya hidrolis yaitu berbanding lurus, semakin besar debit aliran maka semakin
besar juga daya hidrolisnya begitu juga sebaliknya, Namun pada praktikum ini terlihat
bahwa semakin besar debit aliran menyebabkan menurunnya daya hidrolis, yang
dimana daya hidrolis juga dipengaruhi oleh head pompa, saat debit meningkat maka
head pompa semakin kecil itu yang membuat daya hidrolisnnya menurun.
94
4.4 PENUTUP
4.4.1 Kesimpulan
1. Head pompa dan debit aliran berbanding terbalik, yaitu semakin besar head
pompa maka debit aliran akan semakin kecil begitu juga sebaliknya.
2. Head pompa dan daya hidrolis berbanding lurus, yaitu semakin besar head
maka daya hidrolis semakin besar begitu juga sebaliknya.
3. Pada praktikum ini terlihat bahwa semakin besar debit aliran menyebabkan
menurunnya daya hidrolis.
4.4.2 Saran
1. Agar data pengamatan yang dicacat oleh praktikan benar-benar valid, maka
praktikan harus mencatat data hasil pengamatan pada kondisi betul-betul
dalam keadaan steadi, yang ditandai dengan tidak terjadinya fluktuasi nila
temperatur dan tekanan.
2. Sebelum melaksanakan praktikum hendaknya para praktikan memahami
terlebih dahulu teori dasar pada modul yang telah diberikan sehingga pada
saat proses praktikum dapat berjalan dengan lancar sesuai prosedur.
95