Anda di halaman 1dari 8

RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 1/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

Ditetapkan:
STANDAR Tanggal Terbit Direktur,
PROSEDUR 04 Januari 2019
OPERASIONAL

Dr. Moh. Chaidir Annas, MM.Kes


Pembina Tk.I
NIP. 19661113 199703 1 002
PENGERTIAN Suatu keadaan di mana sirkulasi darah berhenti akibat
kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif yang
secara klinis ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda
sirkulasi lainnya.
TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah – langkah untuk
  pelaksanaan resusitasi pada pasien dewasa.
KEBIJAKAN 1. Keputusan Direktur RSUD Dr. soegiri Lamongan
  No.188/021.2/KEP/413.209/2019 tentang Pemberlakuan
Standart Asuhan Keperawatan di RSUD Dr. Soegiri
Lamongan.

2. Keputusan Direktur RSUD Dr. Soegiri Lamongan No.


188/136/KEP/413.209/2019 tentang SK Pemberlakuan
Standar Prosedur Operasional di RSUD Dr. Soegiri
Lamongan.
PROSEDUR 1. Perawat segera menilai respon pasien dengan cara
menepuk-nepuk, menggoyangkan pasien sambil berteriak
memanggil pasien, jika menemukan pasien dalam kondisi
tidak sadar.
2. Pasien dianggap mengalami cardiac arrest, apabila respon
tidak ada, tidak bernapas atau bernapas tidak normal
(gasping).
3. Perawat segera meminta pertolongan telp ke operator atau
no 0 (nol) untuk mengaktifkan sistem emergensi. Apabila
terjadi di luar IGD, ICU/ICCU/NICU dalam rumah sakit,
dilakukan prosedur Code Blue.
4. Operator melakukan paging bahwa ada code blue di
RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 2/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

ruangan yang saat itu tejadi code blue


5. Perawat mengecek nadi karotis pada batas antara trakea
dan otot samping leher tidak lebih dari 10 detik, apabila nadi
teraba dengan jelas, perawat memberikan ventilasi sekali
setiap 5-6 detik, cek ulang nadi setelah 2 menit.
6. Apabila nadi tidak teraba, perawat segera memulai kompresi
dada berkualitas tinggi dengan meletakkan telapak tangan
yang telah saling berkaitan disetengah bawah sternum
dengan rasio 30 kali disertai ventilasi 2 kali, selama
defibrilator belum datang dan belum terintubasi.
7. Selama dilakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP), Perawat
yang lain melakukan (Memasang monitor pulse oximetry,
Menyiapkan defibrillator, Mengambil trolley emergency ,
Memasang IV line, Membantu Dokter pada waktu melakukan
intubasi, Melakukan read back instruksi Dokter, melakukan
pemberian obat-obatan, serta mencatatnya dalam rekam
medis dengan lengkap (waktu, dosis, cara pemberian, nama
pemberi, paraf), Membantu memberikan O2, suction, DC
shock, dll)
8. Perawat mengecek irama jantung, shockable atau tidak,
setelah 5 siklus (lihat Algoritme Henti Jantung).
9. Defibrilasi harus dilakukan secepat mungkin, dengan
minimal interupsi sebelum dan sesudah defibrilasi, RJP
segera dilanjutkan setelah setiap defibrilasi
10. Penanganan VT/VF tanpa nadi (shockable), perawat
melakukan (DC shock 360 joule, Segera dilanjutkan dengan
RJP 5 siklus (2 menit), Cek irama kembali, bila masih VT/VF
tanpa nadi  ulangi langkah a, b, c, Epinefrin 1mg IV setiap
3-5 menit selang seling tiap 5 siklus RJP dengan
Amiodarone pertama 300 mg IV, jika irama tetap lanjut
a,b,c,d dengan dosis Amiodarone kedua 150 mg IV,
selanjutnya hanya menggunakan Epinefrin 1 mg IV, Obat
lain yang dapat diberikan : Vasopresin 40 U IV/IO sekali
saja sampai RJP selesai, Lidokain dosis awal 1-1.5
RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 3/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

mg/kgBB IV/IO dilanjutkan 0.5-0.75 mg/kgBB IV/IO, dosis


maksimal 3 mg/kgBB, bila tidak terdapat Amiodaron, MgSO4
1-2 g IV/IO bila irama Torsade de Pointes, Pertimbangkan
pemasangan alat bantuan napas lanjut, Atasi penyebab
yang reversibel
11. Penanganan Asistol/PEA (unshockable) :
a. Apabila irama asistol, perawat memastikan terlebih
dahulu :
- Apakah sandapan/elektroda terpasang dengan baik?
- Apakah sambungan sandapan elektroda dengan
konektor alat kejut listrik terpasang baik?
- Apakah batere DC terpasang?
- Apakah kabel listrik alat DC tersambung baik?
- Apakah aliran listrik ada?
- Apakah sudah dicoba memindahkan lead I, II, III
secara bergantian?
- Apakah sudah dicoba menaikkan amplitudo pada alat
DC supaya g gelombang terlihat lebih jelas?
b. Perawat segera melakukan RJP 5 siklus (2 menit)
c. Perawat mengecek irama asistol kembali setiap 2 menit,
bila tetap sama, ulangi langkah a, b
d. Obat yang dipakai Epinefrin 1 mg IV setiap 3-5 menit
e. Obat lain yang dapat digunakan Vasopresin 40 U IV/IO
sekali saja sampai RJP selesai
f. Perawat mempertimbangkan pemasangan alat bantu
napas lanjut
g. Perawat mengatasi penyebab yang reversibel
Bila irama jantung berubah, prosedur selanjutnya sesuai
algoritme penanganan pasien dengan irama tersebut
13. Perawat baru menghentikan RJP bila :
a. Terdapat tanda-tanda ROSC berupa adanya batuk,
napas spontan, pergerakan, nadi teraba, dan tekanan
darah terukur. Dilanjutkan dengan prosedur penanganan
ROSC pasca henti jantung.
RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 4/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

b. Setelah dilakukan RJPO dengan baik dan benar selama


± 30 menit pada pasien asistol/ PEA, tidak terdapat
respon ROSC, terdapat tanda-tanda kematian biologis
yang jelas, kelelahan penolong.
Catatan khusus :
1. Syarat kompresi dada berkualitas tinggi :
a. Frekuensi minimal 100 kali per menit
b. Kedalaman minimal 4-5 cm (2 inches)
c. Dinding dada harus kembali ke posisi semula di antara
kompresi dada (complete recoil)
d. Minimal interupsi pada saat kompresi dada (< 10 detik)
e. Hindari ventilasi berlebihan
2. RJP yang direkomendasikan sebelum berhasil dilakukan
pemasangan salurannapas lanjut :
a. Pada RJP dengan 2 penolong, ratio 30 kali kompresi
dada banding 2 kali ventilasi
b. Pertukaran posisi antara 2 penolong setiap 5 siklus (2
menit), tidak lebih dari 5 detik
3. Siklus RJP setelah berhasil dipasang alat bantunapas lanjut:
a. Kompresi dada tanpa putus dengan kecepatan minimal
100 kali permenit
b. Ventilasi bantuannapas 1 kali tiap 6-8 detik (8-10 kali per
menit).
4. Metode membuka jalannapas :
a. Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke belakang
sambil mengangkat dagu), bila tidak dicurigai ada trauma
tulang leher
b. Jaw thrust (menekan rahang bawah ke arah belakang,
bila dicurigai ada trauma tulang leher)
5. Melakukan ventilasi kantung pernafasan (ambu bag),
dengan cara :
a. Sambungkan alat dengan sumber oksigen 12 liter per
menit
b. Letakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C
RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 5/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

Clamp (jari ke-3,4,5 membentuk huruf ”E” dan diletakkan


di bawah rahang bawah untuk mengekstensi dagu dan
rahang bawah, ibu jari dan telunjuk penolong membentuk
huruf ”C” untuk mempertahankan posisi sungkup di muka
pasien untuk mencegah terjadi kebocoran di sekitar
sungkup dan mulut). Tindakan ini akan mengangkat lidah
dari belakang faring dan membuka jalan napas.
c. Memompa kantungnapas dapat dilakukan oleh Perawat
B atau Perawat lain sementara Perawat B melakukan
teknik E-C Clamp
d. Ventilasi dilakukan setelah 30 kali kompresi dada,
sebanyak 2 kali dalam waktu 1 detik setiap hembusan,
pengangkatan dinding dada saat dipompa menandakan
sudah sesuai dengan kapasitas volume tidal
6. Cara melakukan defibrilasi pada VT/VF tanpa nadi :
a. Nyalakan defibrilator, gunakan energi 360 Joule.
b. Set ’lead select’ ganti ke ’paddles’ (atau lead I, II, atau III
apabila monitor leads digunakan)
Berikan gel secukupnya pada kedua paddle, pastikan
kabel sudah tersambung pada defibrilator, dengan
prosedur penanganan ROSC pasca henti jantung.
c. Setelah dilakukan RJPO dengan baik dan benar selama
± 30 menit pada pasien asistol/ PEA, tidak terdapat
respon ROSC, terdapat tanda-tanda kematian biologis
yang jelas, kelelahan penolong.
7. Syarat kompresi dada berkualitas tinggi :
a. Frekuensi minimal 100 kali per menit
b. Kedalaman minimal 4-5 cm (2 inches)
c. Dinding dada harus kembali ke posisi semula di antara
kompresi dada (complete recoil)
8. Minimal interupsi pada saat kompresi dada (< 10 detik
dengan prosedur penanganan ROSC pasca henti jantung.
9. Setelah dilakukan RJPO dengan baik dan benar selama ±
30 menit pada pasien asistol/ PEA, tidak terdapat respon
RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 6/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

ROSC, terdapat tanda-tanda kematian biologis yang jelas,


kelelahan penolong.
10. Syarat kompresi dada berkualitas tinggi :
a. Frekuensi minimal 100 kali per menit
b. Kedalaman minimal 4-5 cm (2 inches)
Dinding dada harus kembali ke posisi semula di antara
kompresi dada (complete recoil)
d. Minimal interupsi pada saat kompresi dada (< 10 detik)
e. Hindari ventilasi berlebihan
11. RJP yang direkomendasikan sebelum berhasil dilakukan
pemasangan saluran napas lanjut :
a. Pada RJP dengan 2 penolong, ratio 30 kali kompresi
dada banding 2 kali ventilasi
b. Pertukaran posisi antara 2 penolong setiap 5 siklus (2
menit), tidak lebih dari 5 detik
12. Siklus RJP setelah berhasil dipasang alat bantunapas lanjut:
c. Kompresi dada tanpa putus dengan kecepatan minimal
100 kali permenit
d. Ventilasi bantuannapas 1 kali tiap 6-8 detik (8-10 kali per
menit).
13. Metode membuka jalan napas :
a. Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke belakang
sambil mengangkat dagu), bila tidak dicurigai ada trauma
tulang leher
b. Jaw thrust (menekan rahang bawah ke arah belakang,
bila dicurigai ada trauma tulang leher)
14. Melakukan ventilasi kantung pernafasan (ambu bag),
dengan cara :
a. Sambungkan alat dengan sumber oksigen 12 liter per
menit
b. Letakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C
Clamp (jari ke-3,4,5 membentuk huruf ”E” dan diletakkan
di bawah rahang bawah untuk mengekstensi dagu dan
rahang bawah, ibu jari dan telunjuk penolong membentuk
RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 7/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

huruf ”C” untuk mempertahankan posisi sungkup di muka


pasien untuk mencegah terjadi kebocoran di sekitar
sungkup dan mulut). Tindakan ini akan mengangkat lidah
dari belakang faring dan membuka jalannapas.
c. Memompa kantungnapas dapat dilakukan oleh Perawat B
atau Perawat lain sementara Perawat B melakukan teknik
E-C Clamp
d. Ventilasi dilakukan setelah 30 kali kompresi dada,
sebanyak 2 kali dalam waktu 1 detik setiap hembusan,
pengangkatan dinding dada saat dipompa menandakan
sudah sesuai dengan kapasitas volume tidal
15. Cara melakukan defibrilasi pada VT/VF tanpa nadi :
a. Nyalakan defibrilator, gunakan energi 360 Joule.
b. Set ’lead select’ ganti ke ’paddles’ (atau lead I, II, atau III
apabila monitor leads digunakan)
c. Berikan gel secukupnya pada kedua paddle, pastikan
kabel sudah tersambung pada defibrilator
d. Posisikan paddle pada dada pasien : satu di atas dinding
dada depan dan satu lagi pada posisi aksilaris kiri.
Apabila pasien menggunakan alat pacu jantung, pastikan
paddle tidak terletak persis di atasnya. Pastikan selang
oksigen tidak melintang di antara dada dan paddle,
apabila pasien dalam kondisi terintubasi, selang oksigen
harus dilepas sementara dan dikembalikan segera
setelah tindakan.
e. Beritahukan dengan jelas, ”Defibrilator diisi!”
f. Tekan tombol charge pada paddle apex
g. Saat defibrilator terisi penuh, umumkan dengan
jelas,”Saya akan melakukan DC syok dengan aba-aba
atas bebas, depan bebas, bawah bebas, saya bebas “
(RJP tetap dilakukan sampai pengumuman berakhir)
h. Setelah penolong lain menjawab, ”Shock!” dan
dipastikan tidak ada penolong yang terhubung ke pasien,
baru kedua tombol discharge pada paddle ditekan secara
RESUSITASI PADA PASIEN DEWASA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
SOEGIRI/155/KOMPER/2019 01 8/8

RSUD Dr. SOEGIRI


LAMONGAN

bersamaan.
i. Segera dilanjutkan dengan RJP sebanyak 5 siklus (2
menit) baru cek irama jantung kembali, dst. Interupsi
terhadap RJP dilakukan seminimal mungkin.
UNIT TERKAIT 1. Rawat Inap
2. Rawat Jalan
3. IGD
4. ICU
5. ICCU
6. IBS

Anda mungkin juga menyukai