Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Mampu melakukan penentuan berat molekul suatu zat yang tidak mudah
menguap dengan metode titik beku, dan menentukan harga Kb suatu
pelarut.
2. Mampu melakukan penentuan berat molekul senyawa yang mudah
menguap dengan pengukuran massa jenis gas.

1.2 DASAR TEORI


Penentuan berat molekul jenis larutan yang bersifat tidak mudah menguap
(nonvolatile) yaitu dengan cara penurunan titik beku. Untuk larutan jenis non
volatile tetap menurunkan tekanan uap larutan , makin banyak larutan makin jauh
juga penurunan ini.

1.2.1 Penurunan Titik Beku


Titik beku larutan adalah suhu pada tekanan uap cairan sama dengan
tekanan uap padatannya. Tekanan luar tidak terlalu berpengaruh pada titik beku.
Pada tekanan 760 mmHg air akan membeku pada suhu 0˚C, sedangkan pada
tekanan 4,58 mmHg air akan membeku pada suhu 0,0099˚C. Larutan akan
membeku pada suhu yang lebih rendah dari pelarutnya. Pada setiap saat tekanan
uap larutan selalu lebih rendah daripada pelarut murninya.
∆Tf = Tf pelaru – Tf larutan
∆Tf = Tf - Tf˚
∆Tf = m x Kf
(Purba, Michael, 2006)

Diagram fasa pelarut murni digambarkan sebagai garis tipis,sedangkan


untuk yang mengandung larutan sebagai garis tebal. Titik beku dan titik didih
pelarut dituliskan sebagai Tb0 dan Td0 . Titik yang serupa untuk larutan dituliskan
sebagai tb dan td. Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih ditunjukkan
sebagai ∆Tb dan ∆Td perpotongan kurva tekanan uap dan dengan kurva sublimasi
untuk pelarut yang mengandung larutan volatile terletak pada suhu yang lebih
rendah dibandingkan dengan pelarut murninya. Demikian juga kurva pelebur
tergeser kea rah suhu yang lebih rendah.

Padat

Gambar 1.2.1 Penurunan tekana uap oleh larutan non volatile.


Cara memperoleh titik didih dan titik beku dari diagram ini,yaitu dengan
mendapatkan titik potong kurvanya dengan garis tekanan tetap pada P=1 atm.
Pada gambar 1. dihasilkan empat titik yaitu untuk pelarut murni maupun untuk
larutan turun sedangkan titik didihnya naik.
Syarat yang diperlukan disini adalah bahwa larutan larut dalam pelarut,
tetapi tidak larut dalam pelarut bentuk padatan, dan kebanyakan larutan memang
demikian. penurunan titik beku dan penaikan titik didih berbanding lurus dengan
penurunan tekanan uap, artinya berbanding lurus dengan penurunan tekanan uap,
atau artinya berbanding lurus dengan fraksi mol. Untuk larutan sangat encer, maka
tekanan uap zat terlarut dapat diabaikan.

P1 P2

murni larutan

Dengan :
P1 = tekanan murni
P2 = tekanan uap sesudah diberi zat terlarut
Menurut hukum Roult :
p = X 1 . P0
X1 =P/ P0

Dengan :
P = tekanan uap larutan
P0 = tekanan uap pelarut murni
X1 = mol fraksi terlarut

Dari persamaan diatas dapat ditarik ln,sehingga persamaan menjadi :


¿ P/ P0=¿ X 1
X 1 + X 2=1 X1 = 1 – X2
P
¿ =¿(1− X 2)
P0

Menurut hukum Clausius Clayperon :


P H
¿ =−∆ f ¿ - 1/T)
P0 R
P
¿ =−∆ H f ¿ ¿
P0
∆ H f ∆ Tb
¿− , karena T0 dan T hampir sama, maka T0 = T0
RT . T 0
∆ Hf ∆ T b
¿−
RT o 2
Dengan,
T0 = tb murni
T = tb larutan

Menurut persamaan Raoult maka In P/P0 = In (1-X2), sehingga terjadi persamaan


−∆ H f ∆T b
¿(1−X 2 )= untuk larutan yang sangat encer, In (1-X2) = -X2
RT o2
−∆ H f ∆ T b
−X 2=
RT o2
RT o2
∆ T b= .X2
∆ Hf
G2
RT o 2
M2
¿
1000 H f M 2 G1
1000 K b G 2
¿ Kb
∆ T b G1

dengan,
G1 = berat pelaut
G2 = berat zat terlarut
Tb = penurunan titik beku
Kb = konstanta penurunan titik beku molal, merupakan sifat khusus pelarut
menunjukkan penurunan titik beku apabila 1 mol zat dilarutkan dalam 1000 gram
pelarut.

Konstanta penurunan titik disebut juga krisoskopik, dan konstanta


kenaikan titik didih disebut juga ebulioskopik.

suhu
suhu

X
Y
A B Z

waktu waktu

Gambar 2. kurva pendinginan pelarut murni dan larutan.


Kurva pendinginan pelarut murni patah horizontal pada titik A sampai B,
sedangkan untuk larutan patah pada titik X. Pada titik X pelarut mulai membeku
keluar dari larutannya (titik beku). Sedangkan garis horizontal Y dan Z
menunjukkan pembekuan ke dua komponen campuran sebagai campuran padatan
(suhu eutetik). Yang dimaksud dengan titik beku larutan adalah titik X
(diasumsikan larutan tidak larut dalam pelarut padat). Pada titik A,X, dan Y dapat
pula terjadi peristiwa lewat dingin (supercooling).
Tabel 1.2.1 konstanta-konstanta penurunan titik beku (Kb) dan kenaikan
titik didih(Kd)
Pelarut Kba Kda
Asam Asetat 3,90 3,07
Benzena 4,90 2,53
Nitrobenzena 7,00 5,24
Fenol 7,40 3,56
Air 1,86 0,512

Nilai-nilai ini adalah untuk penurunan titik beku dan kenaikan titik didih
terhitung untuk suhu dalam derajat celcius, dan larutan 1 mol larutan dalam 1 kg
pelarut. Satuan : C kg pelarut (mol larutan).
Penentuan berat molekul untuk zat yang mudah menguap (volatile) dapat
dilakukan dengan metode penentuan massa jenis gas dengan menggunakan alat
Victor Meyer. Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berar molekul senyawa yang mudah menguap
(volatile).
Nilai-nilai ini adalah untuk penurunan titik beku dan kenaikan titik didih
terhitung untuk suhu dalam derajat celcius, dan larutan 1 mol larutan dalam 1 kg
pelarut. Satuan : C kg pelarut (mol larutan).
Penentuan berat molekul untuk zat yang mudah menguap (volatile) dapat
dilakukan dengan metode penentuan massa jenis gas dengan menggunakan alat
Victor Meyer. Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berar molekul senyawa yang mudah menguap
(volatile).
Menurut hukum Boyle, hubungan antara volume dan tekanan jika massa
gas dan suhunya tetap, maka dinyatakan sebagai volume berbanding terbalik
dengan tekanan, yaitu:
Vα 1/P atau PV = konstanta ………………………….………………..(1)
Menurut hukum Charles, hubungan antara volume dan suhu dapat
dinyatakan sebagai volume berbanding lurus dengan suhu jika massa dan tekanan
gas di jaga tetap, yaitu :
VαT atau V/T = konstanta…………………………..…………………(2)

Dan menurut hukum Avogadro, suhu dan tekanan yang sama pada semua
gas yang volumenya sama mengandung jumlah molekul atau mol yang sama
banyak.
Vαn atau V/n = konstanta ………….……..……………..……………(3)

Dari ketiga hukum tersebut,maka suhu, tekanan dan jumlah mol gas itu dapat
dinyatakan sebagai berikut :
Vα 1/P (T dan n tetap)
VαT (P dan n tetap)
Vαn (T dan P tetap)
Jadi, volume (V) berbanding langsung dengan T dan n, dan berbanding
terbalik dengan P, sehingga dengan demikian didapat suatu persamaan baru, yaitu:

V = nT/P
V = nRT/P atau PV = nRT (n=m/BM)
PV= (m/BM)RT
BM= (d/p)RT dengan d=m/V

Dengan,
BM = berat molekul
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
R = tetapan gas ideal (atm.liter/mol.K)
d = massa jenis (gram/liter)
T = suhu mutlak (K)
Bila suatu cairan volatile dengan titik didih lebih kecil dari 100 0 C
ditempatkan dalam labu Erlenmeyer tertutup yang mempunyai lubang kecil pada
bagian tutupnya, kemudian labu Erlenmeyer tersebut dipanaskan sampai 1000 C,
cairan yang ada dalam Erlenmeyer tersebut akan menguap dan uapnya akan
mendorong udara yang terdapat pada labu Erlenmeyer keluar melalui lubang kecil
tadi.
Setelah semua udara keluar uap cairannya sendiri yang keluar sampai
akhirnya uap ini akan berhenti keluarbila keadaan kesetimbangan dicapai yaitu
tekanan uap cairan dalam labu Erlenmeyer sama dengan tekanan udara luar.
Pada kondisi kesetimbangan ini, labu Erlenmeyer hanya berisi uap cairan
dengan tekanan sama dengan tekanan atmosfir, volume sama dengan labu
Erlenmeyer dan suhu sama dengan suhu titik didih air dalam penangas air. Labu
Erlenmeyer ini kemudian diambil dari penangas air, didinginkan dan ditimbang
sehingga massa gas yang terdapat didalamnya dapat diketahui. Kemudian dengan
menggunakan persamaan:
BM = (d/p)RT
1.2.2. Aseton
Aseton, juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-
2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana, adalah senyawa berbentuk cairan
yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Ia merupakan keton yang paling
sederhana. Aseton larut dalam berbagai perbandingan dengan air, etanol, dietil
eter,dll. Ia sendiri juga merupakan pelarut yang penting. Aseton digunakan untuk
membuat plastik, serat, obat-obatan, dan senyawa-senyawa kimia lainnya.
Rumus molekul : CH3COOH3
Massa molar : 58,08 g/mol
Penampilan : cairan tidak berwarna
Densitas : 0,79 g/cm3 , cair
Titik leleh : -94,9˚C
Titik didih : 56,53˚C
Kelarutan dalam air :larut dalam berbagai perbandingan (Anonim, 2010 b)
1.2.3 Asam Asetat Glasial
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam
bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut
asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16.7°C.
Rumus molekul : CH3COOH
Massa molekul : 60,05 g/mol
Densitas / fase : 1049 g cm-3, cairan / 1,266 g cm-3, padatan
Titik lebur : 16,5˚C
Titik didih : 118,1˚C
Penampilan : cairan tak berwarna (kristal)
Keasaman : 4,76 pada 25˚C (Anonim, 2010 a)
1.2.4 Naftalen
Naftalena (Bisiklo [4.4.0] deca-1-pentena ,3,5,7,9 atau bisiklo [4.4.0]
deca-2,4,6,8,10-pentena) merupakan senyawa organik dengan rumus molekul
C10H8. Naftalena merupakan senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik sederhana,
berbentuk kristal padat berwarna putih dengan bau yang khas dan terdeteksi oleh
indra penciuman pada konsentrasi serendah 0,08 ppm. Sebagai senyawa
aromatik , struktur naftalena terdiri dari sepasang gugus arena atau cincin benzena
yang bersatu. Naftalenta dikenal sebagai bahan utama penyusun kapur barus
tradisional.
Rumus Molekul : C10H8
Massa molar : 128,1705 g/mol
Densitas : 1,14 g/cm³
Titik lebur : 80,26 °C
Titik didih : 218 °C
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat
a. Gelas kimia 1000 ml
b. Erlenmeyer 100 ml
c. Neraca digital
d. Hot plate
e. Alumunium foil
f. Desikator
g. Pipet volume 5 ml
h. Bulp
i. Gelas ukur 50 ml
j. Karet gelang
k. Thermometer
l. Piknometer

2.2 Bahan
a. Aseton
b. Aquades
c. Es batu
d. Asam asetat glacial
e. Naftalen
f. Urea

2.3 Prosedur Kerja


Penentuan berat molekul zat non-volatil
1. Menentukan berat jenis asam asetat glacial dengan menggunakan
piknometer.
2. Mengambil 50ml pelarut, memasukkan kedalam alat sambil didinginkan,
mencatat suhunya untuk setiap 30detik hingga suhu konstan, kemudian
dilihat sudah membeku atau belum.
3. Mencairkan kembali pelarut, lalu menambahkan zat yang sudah diketahui
BM-nya (naftalen), mendinginkan lagi dan mencatat suhunya setiap 30
detik hingga suhu konstan sampai membeku.
4. Mencatat selisih titik beku dari percobaan b dan c.
5. Mengulangi percobaan b dan c dengan mengambil zat terlarut yang akan
dicari BM-nya (zat X).

Penentuan Berat Molekul Zat Volatil


1. Mengambil labu Erlenmeyer berleher kecil yang bersih dan kering,
menutup dengan alumunium foil dan mengencangkan dengan karet atau
tali.
2. Menimbang labu tadi beserta alumunium foilnya.
3. Mengambil 5 ml cairan yang mudah menguap dan memasukkan kedalam
labu Erlenmeyer, menutup kembali dengan karet, sehingga tutup ini
bersifat kedap gas. Membuat lubang kecil pada penutupnya dengan jarum
supaya uap dapat keluar.
4. Meletakkan Erlenmeyer dalam penangas air mendidih sampai air kira-kira
1 cm dibawah alumunium foil. Membiarkan sampai cairan volatile
menguap. Mencatat suhu penangas air tersebut.
5. Setelah cairan menguap semuanya, mengangkat labu Erlenmeyer dari
penangas dan mengeringkan air yang terdapat pada bagian luar dengan lap,
setelah itu meletakkan dalam desikator untuk mendinginkannya. Udara
akan masuk kembali kedalam labu melalui lubang kecil dan uap cairan
volatile yang terdapat dalam labu akan mengembun menjadi cairan.
6. Menimbang labu yang telah dingin.
7. Menentukan volume labu dengan cara mengisi labu dengan air sampai
penuh dan ukur massa jenisnya.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Tabel 1.1 Data pengamatan berat molekul zat nonvolatil
Massa piknometer kosong (g) Massa piknometer + isi (g) Berat Jenis Asam Asetat
Glasial (g/mL)
15,9349 25,8820 0,99471

Tabel 1.2 Data penentuan titik beku tiap 30 detik


No. Waktu Asam Asetat Asam Asetat Glasial Asam Asetat Glasial
(°C) Glasial (°C) + Naftalen (°C) + Urea (°C)
1 T0 20 20 22
2 T1 19 19 18
3 T2 18 17 15
4 T3 17 15 14
5 T4 16 13 13
6 T5 15 12 12
7 T6 13 10 11
8 T8 12 9 10
9 T9 10 9 9
10 T10 10 9 9
11 T11 10 - 8
12 T12 - - 8
13 T13 - - 8

Tabel 1.3 Data pengamatan penentuan BM zat volatil


Berat Erlenmeyer Berat Erlenmeyer dengan Volume Berat Zat
Kosong (g) zat volatile (g) Erlenmeyer (L) Volatil (g)

40,8731 41,0174 0,077 0,1443

3.3 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat molekul zat yang tidak
mudah menguap dengan metode titik beku dan menentukan harga Kf suatu
pelarut, serta menentukan berat molekul senyawa yang mudah menguap dengan
pengukuran massa jenis gas.
Dalam percobaan ini sampel yang digunakan adalah Urea dan Aseton.
Percobaan yang pertama adalah menentukan berat molekul zat non volatile.
Sampel zat terlarut yang digunakan adalah naftalena dan urea, dan pelarut yang
digunakan adalah asam asetat glasial. Langkah pertama yang dilakukan yaitu
menentukan massa jenis asam asetat glasial dengan metode penimbangan
menggunakan piknometer. Hal ini dilakukan guna untuk menentukan nilai Kf,
nilai Kf nantinya akan digunakan untuk menentukan nilai Tf larutan. Diperoleh
masa jenis asam asetat glasial yaitu 0,99471 g/gmol. Selanjutnya menentukan titik
beku asam asetat glasial dengan cara merendam pelarut dalam wadah dengan es
yang es yang bercampur air sampai suhunya konstan. Diperoleh suhu konstan
sebesar 10 oC. setelah menentukan suhu konstan pelarut, selanjutnya menentukan
suhu konstan zat terlarut dalam larutan asam asetat glasial ditambah naftalen
dengan metode yang sama. Diperoleh suhu konstan campuran sebesar 8 oC ,
sehingga penurunan titik beku sebesar 2oC. Penurunan titik beku tersebut
digunakan untuk menghitung Kf larutan. Setelah dilakukan perhitungan ,
diperoleh Kf sebesar 4,5180C.
Langkah-langkah selanjutnya sama seperti langkah diatas, tetapi zat
terlarunya diganti dengan zat yang belum diketahui Berat Molekulnya. Dalam
percobaan ini, zat X yang dicari berat molekulnya adalah Urea. Berat molekul
yang diperoleh adalah 68,179 g/mol.
Percobaan kedua adalah menentukan berat molekul zat yang mudah
menguap (zat volatil) dengan cara pengukuran masa jenis zat. Sampel yang
digunakan adalah aseton. Langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang
Erlenmeyer kosong yang diberi tutup alumunium foil dan diikat dengan karet.
Diperoleh berat 40,8731 gram. Selanjutnya memasukkan aseton ke dalam
Erlenmeyer dan ditutup rapat. Tutup yang terbuat dari alumunium foil dilubangi
agar udara dalam Erlenmeyer dapat terdorong keluar ketika dilakukan pemanasan.
Erlenmeyer dipanaskan di dalam air mendidih dengan ketinggian air 1 cm
dibawah tutup Erlenmeyer. Pemansan dilakukan hingga aseton berubah fase
menjadi gas. Kemudian Erlenmeyer di dinginkan dalam desikator. Desikator
berfungsi untuk menghilangkan air dan Kristal hasil pemurnian. Selanjutnya
ditimbang , diperoleh 41,0174 gram, sehingga masa uap aseton sebesar 0,1443
gram. Pada kondisi ini, Erlenmeyer hanya berisi uap aseton sehingga volume
aseton sama dengan volume aseton sama dengan volume Erlenmeyer. Selanjutnya
diisi dengan air hingga penuh dan menentukan volumenya dengan gelas ukur,
diperoleh 0,077 liter. Selanjutnya berat molekul dihitung menggunakan rumus
hukum gas ideal, diperoleh berat molekul aseton yaitu 57,312 g/gmol.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan,bahwa :
1. Berat molekul zat non volatile (urea) sebesar 68,179 g/gmol.
2. Berat molekul volatile (aseton) yang diperoleh yaitu 57,312 g/gmol.

4.2 Saran
Praktikum ini hendaknya dilakukan dengan sangat hati-hati agar hasil
yang diperoleh maksimal. Gunakan alat pelindung diri saat melakukan
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010 a. http : //id.wikipedia.org/wiki/Asam Asetat Glasial. 21 Maret


2012. 10:11

Anonim. 2010 b. http : //id.wikipedia.org/wiki/Aseton. 21 Maret 2012. 14:21

Anonim. 2010 c. http : //id.wikipedia.org/wiki/Kloroform. 21 Maret 2012. 10:11

Anonim. 2010 d. http : //id.wikipedia.org/wiki/Natrium Klorida. 21 Maret 2012.


10:11

Anonim. 2010 e. http : //id.wikipedia.org/wiki/Urea. 21 Maret 2012. 10:11

P, Michael. 2006. “Kimia SMA Kelas XIII”. Jakarta: Erlangga

Tim Laboratorium Kimia Dasar. 2019. ”Penuntun Praktikum Kimia Fisika”.


Samarinda: Polnes.
PERHITUNGAN
Penentuan BM Zat Non Volatile
>> Penentuan Massa Jenis Asam Asetat Glasial
a. Massa Asam Asetat Glasial = (Massa piknometer + isi) – (Massa Piknometer
Kosong)
= 25,8820 g - 15,9349 g
= 9,9471 g

b. Diket : massa asam asetat glasial = 9,9471 g


Volume piknometer = 10 ml
Dit : Massa jenis asam asetat glasial = ……….. ?

Jawab :
m 9,9471 g
ρ= = = 0,99471 g/ml
v 10 ml

>> Penentuan Kf
∆Tf pelarut = Tf pelarut – Tf larutan
= 10 oC – 9oC
= 1oC
∆Tf
Kf = gr x 1000
BM x P(g)
1
1,4109 g x 1000
=
g
128,17 x 49,735 g
mol
= 4,518 ° C g/mol

Penentuan BM Zat Non Volatile


>> Penentuan BM Zat X (Urea)
Diket : Kf = 4,518°C g/mol
Massa Urea = 1,5011 g
Massa Pelarut = 52,53 g
Dit : BM Urea = ……………?
Jawab :
a. ∆Tf pelarut = Tf pelarut – Tf larutan
= 10oC – 8oC
= 2oC
gr x 1000
b. ∆Tf = Kf x
BM x P
1,5011 g x 1000
2 oC = 64,518 x
BM x 49,735 g
BM = 68,179g/mol

2.Penentuan BM Zat Volatile


>> Penentuan BM Aseton
Diket : V air = V gas = 0,077 L
R = 0,082 L.atm.mol-1.K-1
P = 1 atm
T = 373 K
Dit : BM aseton =………………?
Jawab :
a) PV = n x R x T
Massa
PV = x R xT
BM
Massa x R x T
BM =
P xV
at m
0,1443 gx 0,082 L . .373 K
BM = mol
1atm x 0,077 L
BM = 57,312 g/mol
GAMBAR ALAT

Labu ukur 150 ml spatula termometer

Gelas kimia 1000 ml neraca digital piknometer

Desikator Gelas kimia Klem statif

Erlenmeyer Hotplate

Anda mungkin juga menyukai