Anda di halaman 1dari 2

Album-album Musikalisasi Puisi

Terlepas dari perdebatan eksistensinya, terlepas juga dari apaka teks puisi yang
dijadikan music dalam albumnya itu hanya ditulis oleh komposernya sendiri, merupakan puisi
karya penyair atau bukan, bisa dikategori sebagai genre karya sastra atau sekedar lirik lagu,
atau berisi campuran dari puisi karya penyair dan karya komposernya, paparan ini hanya
menunjuk pada jenis kumpulan karya musik yang sengaja diproduksi dan diberi tajuk sebagai
album musikalisasi puisi.

Fenomena musikalisasi di Indonesia telah melahirkan puluhan bahkan ratusan album


yang diproduksi oleh berbagai kelompok musikalisasi puisi yang tumbuh dan berkembang di
setiap kota dan provinsi. Album-album musikalisasi puisi juga diproduksi oleh lembaga
ekstrakulikuler di berbagai sekolah tingkat menengah maupun tingkat atas. Selain itu, juga
diproduksi dalam rangkaian workshop, engkel sastra, da nada yang diproduksi secara pribadi
seperti Ari KPIN dan Ferry Curtis (Bandung). Ada juga grup musik yang memproduksi album
musikalisasi puisi.

Album “Merayap Waktu” merupakan album musikalisasi paling awal yang dikeluarkan
Kelompok Sabu Yogyakarta. Album komplikasi musikalisasi puisi dalam bentuk kaset, seperti
“Akan Kemanakah Angin?” menarik juga untuk disimak. Salah satu album dalam bentuk kaset
yang fenomena bertajuk “Kuda Putih” (2000) karya Tan Lio Ie dari Bali, yang sebagian besar
berisi puisi-puisi karya Umbu Landu Pelangi.

Pada kisaran tahun 2000-an, album-album yang diproduksi oleh kelompok musikalisasi
puisi di berbagai kota menjadi bagian utama dari fenomena dan kenyataan dalam ranah seni
dan budaya Indonesia. Devies Sanggar Matahari (Jakarta) yang dimotori oleh H. Fredie Arsy
(alm.) selain telah melahirkan album, juga dinyatakan sebagai kelompok musikalisasi puisi yang
paling awal dan teguh hingga kini. Bahkan telah membidani lahirnya KOMPI (Komunitas
Musikalisasi Puisi Indonesia). Oleh karena itu, H. Fredie Arsy (alm.) dinobatkan sebagai bapak
musikalisasi Indonesia.
Kelompok musikalisasi puisi Yogyakarta juga telah memproduksi album yang diedarkan
secara terbatas. Aktor Orkestra, Bogor, melaunching album “Depan Cermin” (2013) dan Cinta
Mati dalam Batu (2014). Scret Studio, Bali, juga melahirkan album “Panggungdan Elegi” (2013).

Pada penghujung 2014, album-album serumpun lahir juga dari kelompok musikalisasi
puisi di Aceh, Makasar, Surabaya, Bandung, Tasikmalaya, Palembang, Riau, dan kota-kota
lainnya. Yang paling fenomenal adalah apa yang dicatat oleh Balai Sumatera Utara. Melalui situs
resminya, dalam kurun waktu 2010-2014, lembaga ini telah mendata sekitar 250 lebih karya-
karya komposisi musik atau aransemen yang digubah oleh 47 kelompok musikalisasi pusisi.
Meski hanya 2 album, dalam kurun waktu yang sama, telah diselenggarakan di kota
Medansejumlah 16 festival, 7 konser, dan sebiah Pasar Malam yang bertajuk musikalisasi puisi

Anda mungkin juga menyukai