Anda di halaman 1dari 3

TEMBANG BANDUNGAN (Penggagas : Ubun Kubarsah R.

Seni Tembang BANDUNGAN, lahir sebagai karya seni inovasi yang digagas dalam upay a turut ngajembarkeun khazanah kesenian tradisional Sunda. Kelahirannya merupaka n tonggak baru perkembangan kreativitas dunia Tembang Sunda di daerah Jawa Barat , khususnya kota Bandung. Bandungan dalam bahasa Sunda berarti titenan (perhatikeun) dan Tembang Bandungan dapat diartikan sebagai tembang yang menuntut perhatian atau kadariaan. Penamaa n istilah Bandungan pada Seni Tembang BANDUNGAN, digunakan berkaitan erat dengan l atarbelakang kehidupan dan kondisi lingkungan Tatar Bandung sebagai kota pemberi inspirasi kepada penggagasnya. Dan sekaligus pula sebagai kota monumental yang melahirkan perwujudan hasil karyanya. Bandung nu jadi indung beurangna, Bandung nu marajian gelarna. Penciptaan Tembang BANDUNGAN, secara kreatif tidak dapat dilepaskan dari keunggu lan musikal Tembang Cianjuran melalui konsep tradisi berkelanjutan. Kenyataan se jarah telah membuktikan bahwa eksistensi Tembang Cianjuran sebagai karya puncak seni vokal Sunda, telah hidup dan berkembang menjadi kebanggaan masyarakat pendu kungnya selama masa kurun waktu satu abad, yaitu sejak terbentuknya pada awal ab ad XIX di Kabupaten Cianjur. Konsep estetika Tembang BANDUNGAN sebagai bentuk kreativitas perkembangan seni v okal tembang klasik, bersumber pada keunggulan daya hidup ruh dan tamperan rasa esen i Tembang Cianjuran. Melalui proses pengkayaan estetikanya serta untuk menemukan originalitas dan sif at-sifat keuniversalannya, keunggulan tembang Cianjuran disamping unsur-unsur ke kuatan musikal lain (pengaruh musikal diluar Tembang Sunda), telah dicoba diorke strasi menjadi perpanduan harmoni khas Tembang BANDUNGAN. Sebagai bentuk seni pertunjukkan musik (ensamble),Tembang BANDUNGAN dirancang be rdasarkan kajian dari berbagai aspek, antara lain; tekhnis vokal, komposisi musi kal, sastra rumpaka serta fungsi waditra sebagai alat musik pengiringnya. Beberapa ciri Tembang Bandungan Pada dasarnya Tembang Bandungan terdiri dari dua bentuk vocal atau wangu nan yaitu ; 1. Wangunan Tembang yang diberi nama Mamaras atau dalam Tembang Cianjuran d isebut Mamaos. 2. Wangunan Panganteb atau dalam Tembang Cianjuran biasa disebut Panambih. Bentuk melodi vokalnya tidak menggunakan dominasi dongkari / ornamen Tem bang Cianjuran. Ornamen pada kontur melodinya sangat sederhana, digunakan hanya untuk menajamkan sentuhan rasa (tamperan rasa tembang), sehingga tidak menampaka n ciri-ciri wanda pada Tembang Cianjuran. Oleh karena itu, pada Tembang Bandunga n tidak mengenal wanda-wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan dan rarancagan seperti pada Tembang Cianjuran. Tembang Bandungan mempunyai struktur lagu dan kontur melodi baru yang ti dak biasa digunakan dalam Tembang Cianjuran (tampak pengaruh musikal diluar Temb ang Cianjuran, diantaranya ; unsur vokal seriosa, kawih belukan dan teknik vokal lainnya). Penyajian komposisi lagu 1. Wangunan Mamaras berdiri sendiri. 2. Wangunan Panganteb berdiri sendiri. 3. Gabungan Wangunan Mamaras dan Panganteb (setiap lagu dalam Wangunan Mama ras telah ditentukan lagu untuk Pangantebnya. Contoh lagu Parahyangan Kiwari dit eruskan pada lagu Hanjakal sebagai Pangantebnya. Demikian pula pada lagu Citangi s Aceh, diteruskan pada lagu Tawekal sebagai Pangantebnya). Penyajian komposisi musikal. Disamping pola pirigan yang biasa digunakan dalam Tembang Cianjuran, diupayakan penciptaan pola pirigan baru dan gelenyu-gelenyu khas Bandungan. Hal ini dilakuk an untuk menemukan warna dan nuansa musikal khas Bandungan . Waditra Tembang Bandungan terdiri dari ; Kacapi Indung, Kacapi Mayung, K acapi Rincik, Suling, dan Biola. Penyajian rumpaka pada Tembang Bandungan berbentuk sajak bebas (tidak be

rpola pupuh) yang telah dikhususkan untuk mengangkat tema-tema aktual dan kontek stual dengan fenomena kehidupan spiritual manusia, alam, serta tuntutan perkemba ngan zaman.

Komentar TEMBANG BANDUNGAN Melewati perjalanan waktu yang tidak sebentar dan penjelajahan saya dalam ruang m usikalitas Tembang Sunda, saya mencoba menggagas untuk melahirkan karya seni yan g saya beri nama Tembang Bandungan (Drs. Ubun R. Sah, pencipta Tembang Bandungan) . Sebuah bentuk kreativitas yang melompat jauh dari sumber aslinya secara otomatis akan banyak menawarkan hal-hal inovatif (baru) di dalamnya. Hal ini ditemukan pu la dalam Tembang Bandungan, yang diantaranya tampak pada konsep musik, gramatika musik, komposisi lagu, alat-alat musik yang digunakan, bentuk iringan, dan tata cara penyajiannya khususnya dalam pembagian giliran dalam membawakan lagu mamar as dan panganteb di antara penembang pria dan wanita (Drs. Deni Hermawan, MA. Etn omusikolog). Ubun Dasentra dengan BANDUNGAN-nya bukan sedang melakukan musikalisasi puisi dan atau puitisasi musikal dari lagu-lagu ciptaannya, tapi lebih dari itu, ia sedang menciptakan dan menghidupkan senandung nyanyian jiwa, melalui musik dan lagu Su nda. Sebuah upaya untuk memanusiakan manusia melalui seni musik dan lagu Sunda k iwari. Dalam konteks lalaguan BANDUNGAN edisi pertama ini dapat pula diartikan s ebagai upaya seniman Ubun Dasentra Nyundakeun deui Urang Sunda dan Masundankeun deui Pasundan dalam wacana musikalitas Sunda kiwari. (Ir. Zahir Zachri, MA, Pakar Penyuluhan - Pengamat Budaya Sunda). Secara umum, bentuk pirigan Tembang Bandungan telah memenuhi syarat nilai estetik , baik dilihat berdasarkan keutuhannya (unity), keselarasan, keseimbangan, maupu n penekanan yang kuat. Nilai-nilai estetik tersebut sekaligus pula dapat dipakai sebagai rujukan untuk bisa mengapresiasi karya Tembang Bandungan. Dalam arti, k arya Tembang Bandungan kurang tepat apabila diapresiasi dengan menggunakan nilai -nilai estetika Tembang Sunda Cianjuran (Drs. Heri Herdini,M.Hum, dosen Karawitan STSI Bandung, pengamat musik Sunda) Tampaknya, kreasi Ubun lewat Bandungan ini merupakan akumulasi penciptaan estetik nya secara eklitik. Sang creator menghimpun berbagai sumber, berbagai mataholang baik dari dalam dirinya maupun dari luar, untuk dijadikan serpihan lain yang ta mpak beda dari babon atau sumber inspirasi tadi, serta perbedaan itu signifikan pula, terutama dari pola idiomatika galindeng, pola tabuh, serta komunikasi alat musik. Jelas, serpihan lain ini akan menjadi beda, karena materi sumber tadi di olah serta dikemas dengan kesabaran dan keseriusan secara sadar dan bertanggung jawab (Dian Hendrayana, Pengarang/Pengamat Musik Sunda). Ubun R. Sah, Zahir Zachri, Ganjar Kurnia, Eddy D. Iskandar, serta keterlibatan se niman di dalamnya mengembangkan sebuah tawaran model kreativitas berupa inovasi. Saya yakin ini sebagai proses awal dari satu introducting method. Karena apa ya ng dilakukan mereka tidak serta merta berjalan secara instant pada prosesnya (Ism et Ruhimat, S.Sn, M.Hum, pemimpin/kreator Samba Sunda). Rapid melodic flurries played on kacapi and suling establish the tuning for the v ocal part, which is ini sorog. But something is different. Of course, this is t he tembang Sunda vocalist Neneng Dinar, who has one of the most beautiful voices on the planet. The restrained singing style is clearly based on the mamaos styl e of Cianjuran, but without the extensive ornamentation. The text, written by po et Eddy D. Iskandar, is about the recent tragedy and loss of life ini Aceh. It c annot be Cianjuran, because it is a new composition in the mamaos style of singi

ng. It sounds like something between kawih and tembang Sunda, or something that blends the two. What is going on here? Ubun R. Sah states that the song structur es and melodic contours incorporate vocal techniques from vocal seriosa and kawi h belukan. Texts do not follow the pupuh structures, but are free. Texts relate to spiritually and nature, as well as the material world. New gelenyu sections (interludes) give the music special quality, a unique identity, distinct from Te mbang Sunda. (Andrew N. Weintraub, PhD, Associate Professor University of Pittsbu rgh).

Anda mungkin juga menyukai