Anda di halaman 1dari 14

APRESIASI SENI

“Karawitan Sunda”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Apresiasi Seni yang diampu oleh :
Dr. Nia Dewi Mayakania, M.Hum.
Dr. Sri Rustiyanti, M.Sn.
Iip Sarip Hidayana, M.Sn.

Oleh :
R. Ernsen Guthrie Aristotales (193233047)

S1 ANTROPOLOGI BUDAYA
FAKULTAS BUDAYA DAN MEDIA
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
pertolongan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang “Karawitan Sunda”. Telah kita ketahui
bahwa pembelajaran kita dalam Apresiasi Seni ini menyangkut tentang kearifan seni lokal serta
bagaimana cara peserta didik melakukan sebuah apresiasi terhadap seni yang ditampilkan,
tersirat maupun tersurat..
Makalah ini akan menjelaskan “Karawitan Sunda” di masyarakat sunda yang saya
rangkum dari berbagai sumber baik melalui buku penunjang maupun dari sumber-sumber
lainnya.
Untuk itu semoga makalah yang saya buat ini dapat menjadi dasar dan acuan agar kita
lebih kreatif dalam membuat makalah.

Bandung, 30 Maret 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH 2
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 KARAWITAN SUNDA SEBELUM KEMERDEKAAN 3
2.2 KARAWITAN SUNDA SETELAH KEMERDEKAAN 7
BAB III KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Karawitan Sunda adalah karawitan yang berasal dari Sunda (priangan) Jawa Barat.
Karawitan Sunda yang terdiri dari karawitan sekar, karawitan gending, maupun karawitan sekar
gending. Memiliki peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan berbagai
jenis kesenian di Jawa Barat. Peranan karawitan sangat mendominasi dalam berbagai kesenian
yang berasal dari kalangan menak maupun dari kalangan rakyat, baik berfungsi sebagai ritual,
alat propaganda, hiburan, maupun sebagai sarana presentasi estetis.
Dalam penyajiannya, karawitan sunda memiliki dua ciri yang sangat bertolak belakang.
Karawitan yang berasal dari kalangan menak seperti degung klasik dan tembang Sunda
Cianjuran, memiliki pakem tradisi yang sangat kuat, berisi aturan - aturan baku yang tidak boleh
dilanggar. Dalam kedua jenis kesenian ini, di dalam nya terdapat aturan - aturan atau konvensi
yang harus dipatuhi. Konvensi dalam tembang Sunda Cianjuran, memiliki aturan dalam berbagai
hal, mulai dari kostum yang digunakan, cara penyajian, urutan penyajian, serta kaidah - kaidah
musical lain yang terdapat dalam penyajiannya. Pakem dalam tembang Sunda Cianjuran dapat
bertahan sampai dengan sekarang di tahun 2010, meskipun dalam beberapa hal mulai ada
perubahan.

ISBI Bandung Page 1


1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana munculnya kesenian Karawitan Sunda ?
2. Istilah Degung dalam seni Karawitan Sunda ?
3. Apa saja karya - karya Wanda Anyar ?

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Mengetahui bagaimana kemunculan Karawitan Sunda..
2. Mengetahui apa istilah Degung dalam Karawitan Sunda.
3. Mengetahui karya Wanda Anyar.

ISBI Bandung Page 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KARAWITAN SUNDA SEBELUM KEMERDEKAAN

Karawitan Sunda menunjuk pada berbagai jenis kesenian tradisional daerah (Sunda) yang
disajikan dalam bentuk sekar (vocal), gending (instrument), sekar gending (vocal dan
instrument) yang dituangkan melalui berbagai macam instrument, laras, dan karakteristik
penyajian sesuai dengan konteks dan fungsinya. Jawa Barat sangat kaya dengan jenis musik
tradisional yang masing - masing memiliki keunikan tersendiri, baik dalam bentuk maupun
dalam cara memainkannya.
Bunyi atau suara menjadi sumber utama dalam
pembentukan karawitan. Keduanya dapat dihasilkan dari
anggota tubuh maupun dari instrument. Anggota tubuh
yang dapat mengeluarkan suara adalah mulut, tepukan
tangan, juga hentakan kaki. Sementara suara yang
dihasilkan melalui instrument yaitu berupa alat musik
yang dapat dibunyikan dengan berbagai cara. Seperti
dipukul, ditiup, dipetik, digesek, dan lain - lain.
Kemungkinan besar seni karawitan yang pertama muncul
dihasilkan dari suara manusia. Kemunculan karawitan (musik) tidak terlepas dari fungsinya yang
melekat dalam masyarakat penciptanya. Untuk melacak sejarah karawitan sunda perlu bertolak
dari jenis seni karawitan buhun yang fungsinya untuk upacara. Sejalan dengan perkembangan
sosial budaya masyarakat Jawa Barat, maka fungsi dan bentuk - bentuk kesenian pun turut
berubah.
Keterangan mengenai keberadaan dan pertumbuhan
karawitan sunda pada jaman prasejarah tidak ditemukan
sumber yang akurat, walaupun di wilayah Indonesia
bagian timur ditemukan beberapa instrument musik
seperti moko - moko atau masyarakat lebih mengenalnya
dengan istilah tifa (sejenis gendang). Instrument tersebut
dibuat dari penrungu, artinya alat musik tersebut
diperkirakan muncul pada zaman perungu. Pada masa
kebudayaan Hindu - Jawa (778 - 1526) moko - moko
berkembang menjadi salah satu instrument jenis musik
membranophone yaitu gendang karawitan Jawa yang pada masa itu disebut padahi, tahu padahi,

ISBI Bandung Page 3


padahi manggala, dan samgat padahi. Namun tidak ada keterangan yang menghubungkan benda
tersebut dengan kesenian atau karawitan sunda.

B. Gamelan Pelog Slendro


Gamelan termasuk salah satu perangkat musikal yang terdapat dalam karawitan Sunda.
Gamelan merupakan seperangkat ricikan yang sebagian besar terdiri dari alat musik pukul atau
perkusi, dibuat dari bahan utama logam (perunggu, kuningan, besi atau bahan lain) dilengkapi
dengan ricikan-ricikan dengan bahan kayu, kulit maupun campuran dari dua atau ketiga bahan
tersebut.5
Gamelan pélog saléndro yang lengkap dalam
karawitan Sunda terdiri dari: waditra rebab,
kendang, gambang, bonang, rincik, kenong,
selentem, saron pangbarep, saron pangbarung,
demung, peking, ketuk, satu kempul, sebuah goong.
Meskipun waditra lengkap dalam gamelan pélog
saléndro seperti di atas, namun tidak selamanya
seluruh waditra gamelan lengkap harus ada dalam
satu kali penyajian. Dalam karawitan Sunda, jumlah
waditra dalam perangkat gamelan sifatnya kondisional,
sedikit waditra yang digunakan, dalam kondisi tertentu tidak menjadi gangguan keutuhan sajian.
Jumlah waditra dalam perangkat gamelan sifatnya kondisional, sedikit waditra yang digunakan,
dalam kondisi tertentu tidak menjadi gangguan keutuhan sajian. Jumlah waditra sedikit masih
dapat digunakan untuk sajian karawitan utuh, baik karawitan mandiri, karawitan tari, maupun
karawitan wayang golék.

Gamelan saléndro lebih populer dan lebih disukai


di kalangan masyarakat Sunda daripada gamelan pélog.
Di Sunda jika menyebut gamelan pada umumnya
dimaksudkan untuk gamelan saléndro.6 Pada dekade
antara 1960–1980-an, tidak sedikit para seniman yang
melebur gamelan pélog menjadi gamelan saléndro. Ini
beralasan sebab pada dekade ini, di Sunda sedang
semarak kesenian wayang golék dan kiliningan yang pada
umumnya menggunakan gamelan saléndro dalam
penyajiannya. Setelah kehadiran jaipongan sekitar 1980-an,
gamelan saléndro banyak digunakan untuk mengiringi tari jaipongan. Para seniman
menggunakan gamelan saléndro agar karawitan yang dijualnya dapat laku di masyarakat.
Gamelan pélog saléndro terdiri dari berbagai unsur musikal yang memiliki peranan penting

ISBI Bandung Page 4


dalam garap karawitan. Unsur-unsur gamelan pélog saléndro di antaranya laras, surupan,
gending, patet, dan embat.

A. Laras
Laras adalah nada-nada yang dalam tiap-tiap gembyangan interval - intervalnya teratur
sesuai dengan rasa seni sehingga dapat dijadikan bahan compositie (sanggitan, sanggian).7
Laras memiliki kaitan erat dengan berbagai aspek dalam karawitan, misalnya dengan teknik
permainan waditra, jenis gamelan, sistem pelarasan, surupan, serta penyajian vokal.

B. Surupan
Menurut Atik Soepandi, surupan adalah susunan nada yang disusun berurutan, dimulai
dari suara nada hingga ulangannya, baik pada oktaf kecil maupun oktaf besar, dengan jumlah
nada dan susunan interval tertentu. Surupan berarti pula tinggi rendahnya tangga nada atau tinggi
rendahnya laras. Surupan adalah ketepatan nada, misalnya surupana sumbang (ketepatan
nadanya kurang), nyurupkeun (menetapkan nada).9 Dengan demikian, kata surupan mengandung
tiga arti yakni laras, ukuran tinggi rendah suara, serta pemakaian nada dasar (ukuran tinggi
rendahnya tonalitas).10 Dalam karawitan Sunda, surupan merupakan faktor penting untuk
sebuah penyajian karawitan, sebab selain memiliki hubungan erat dengan laras, surupan
berhubungan pula dengan gending dan lagu.

C. Gending
Gending adalah salah satu istilah yang sangat
penting di dalam karawitan dan gamelan. Gending
dimainkan oleh waditra, terutama waditra bilah dan
penclon seperti saron, demung, bonang, dan goong.
Gending berada dalam benak, angan-angan, imajinasi
masing-masing pangrawit yang setelah mereka
ekspresikan dalam bentuk permainan ricikan atau
vokalnya dan digabung dengan permainan ricikan dan
vokal pengrawit lainnya, menghasilkan sajian yang
nyata, namun dengan wujud tidak dapat diduga sebelumnya.

Zaman kebudayaan Hindu, tampak ada hubungan antara perkembangan karawitan di Jawa
dengan pertumbuhan karawitan di Sunda. Hubungan erat terjalin antara kerajaan yang ada di
Jawa Tengah dengan di Sunda. Raden Ngabehi Prapangrawit menjelaskan beberapa ensambel
gamelan dalam bukunya yang berjudul “Wredhapradangga”, seperti Gangsa Kodhok Ngorek,

ISBI Bandung Page 5


Gangsa Sekaten, dan Carabalen. Diluar keraton, karawitan disajikan dalam konteks upacara
yang berhubungan dengan kepercayaan akan hal - hal yang transcendental untuk kesejahteraan
dan keselamatan hidupnya. Bentuk kesenian tersebut diperkirakan hidup di berbagai sibkultur
Sunda seperti Cirebon, Sumedang, Banten, dan beberapa wilayah lain di Jawa Barat. Pada masa
ini, Karawitan Sunda yang hidup pada zaman ini di antaranya adalah beluk, pantun, tarawangsa,
dan goong renteng.

A. Tarawangsa
Tarawangsa merupakan salah satu bentuk kesenian yang di
dalamnya terdapat unsure musik, lagu, dan tari. Kesenian ini hidup di
daerah Rancakalong Sumedang. Istilah tarawangsa diambil dari nama
sejenis alat musik gesek yang berdawai dua. Selain tarawangsa,
bentuk kesenian ini pun dinamakan ngek - ngek. Masyarakat
Sumedang juga menyebut bentuk kesenian ini dengan istilah jentreng.
Jentreng pun merupakan nama salah satu alat petik yang digunakan
untuk mengiringi sajiannya. Kehadiran tarawangsa dalam masyarakat
ini sangat berkaitanerat dengan upacara kesuburan. Kesenian ini dijadikan sebagai media upacara
penghormatan terhadap Nyi Pohaci atau Dewi Sri. Biasanya upacara dilakukan pada waktu
musim panen tiba, acaranya dari mulai panen sampai dengan menyimpan padi ke lumbung.

B. Ngalaksa
Ngalaksa merupakan seni yang juga berhubungan
dengan Dewi Sri atau Dewi Padi. Ngalaksa memiliki
makna “nyepitan anu geulisí” yang dalam kesenian ini
berhubungan erat dengan Tarawangsa yang hidup di
Sumedang, upacara ini diselenggarakan sekali dalam 3
tahun. Pelaksanaan biasanya diawali dengan beware,
artinya pemberitahuan. Ini dilakukan dua minggu sebelum
upacara dilangsungka, di sini tetua adat mengumpulkan
para tokoh untuk bermusyarawah. Tahap selanjutnya
Ngayu artinya ngahayu - hayu atau mengajak masyarakat untuk menyiapkan segala seuatu untuk
pelaksanaan upacara. Dilanjutkan dengan Mere yaitu membagi tugas untuk pelaksanaan upacara,
setelah itu baru upacara dilaksanakan.

C. Goong Renteng
Goong Renteng merupakan seni karawitan khas
Jawa Barat yang usianya cukup tua. Kesenian ini
diperkirakan sudah ada sejak abad ke - 16. Jaap Kunst
menyebutkan bahwa goong renteng ditemukan di daerah

ISBI Bandung Page 6


Cileunyi kabupaten Bandun, di Cikebo Tanjungsari Sumedang, Lebakwangi Pameungpeuk
Kabupaten Bandung, dan Keraton Kanoman. Selain itu kesenian ini terdapat di Cigugur
Kuningan, Talaga Majanlengka, Ciwaru Sumedang, Tambi Indramayu. Mayung, Suranenggala,
dan Tegalan Cirebon.

D. Terbang Buhun
Seni Terbang Buhun merupakan seni pertunjukan
rakyat yang memiliki beberapa istilah terbang ged,
terbang gebes, terbang ageung, dan lain - lain.
Kesenian ini dulunya pernah difungsikan sebagai
media dakwah Islam dengan menyanyikan syair lagu -
lagu yang bernafaskan Islam (pupujian). Terbang
Buhun disajikan juga dalam upacara ngaruwat.
Khususnya di Tanjungkerta, kesenian ini dikenal juga sebagai terbang pusaka.

2.2. KARAWITAN SUNDA SESUDAH KEMERDEKAAN


A. Degung
Istilah degung diartikan sebagai perangkat gamelan dan nama laras yang merupakan
bagian dari laras salendro berdasarkan teori RMAK. Degung merupakan produk masyarakat
Sunda. Degung digolongkan sebagai seni karawitan Sekar Gending atau vocal instrumental.
Awal kelahirannya hanya merupakan instrumental saja yang dikenal sebagai Degung Klasik.
Dalam perkembangannya, degung yang ini kini dikenal ada dua macam yaitu Degung Klasik dan
Degung Kreasi baru atau lebih populer disebut Degung Kawih. Perangkat gamelan yang
digunakan adalah bonang, saron, panerus, paneking, jenglong, kempul, goong, kendang,dan
suling yang berlobang empat namun dalam perkembangannya juga menggunakan suling
tembang yang berlobang enam. Dalam sajian Degung kreasi baru terkadang instrument ditambah
dengan kecapi dan rebab.
B. Tembang Sunda Cianjuran
Tembang Sunda Cianjuran merupakan bentuk kesenian vokal Sunda yang diiringi dengan
Waditra kacapi (yang terdiri dari dua macam yaitu kacapi indung dan kacapi rincik, dan suling
atau ada juga yang menggunakan rebab. Di daerah asalnya yaitu Cianjur, kesenian ini dinamakan

ISBI Bandung Page 7


mamaos. Berubah menjadi nama Tembang Sunda Cianjuran sejak tahun 1930 - an dikukuhkan
daam acara Musyawarah Tembang Sunda sa Pasundan di Bandung tahun 1962.

2.2.1 KARYA - KARYA WANDA ANYAR


Menginjak masa pascarevolusi, kehidupan seni karawitan di Jawa Barat mulai bangkit
kembali. Masa ini disebut juga dengan zaman Kesenian nasional. Hal ini ditandai dengan adanya
sebuah anekdot yang menyebut masa itu sebagai “zaman atom”. Pada masa ini antara tahun 1920
- an sampai tahun 1950 - an muncul para tokoh karawitan yang karya - karyanya sangat
membumi. Dua tokoh yang mlahirkan karya - karya karawitan monumental adalah Raden
Machyar Angga Koesoemadinata (RMAK) dan Koko Koswara yang lebih dikenal dengan
sebutan Mang Koko yang telah mewarnai kehidupan Karawitan Sunda hingga sekarang. RMAK
melahirkan sejumlah teori dan istilah - istilah karawitan sunda. Hal ini dilakukan antara tahun
1930 - an hingga tahun 1970 - an. Sekitar tahun 1950 -an Mang Koko melahirkan sebuah konsep
karawitan yang disebut dengan Wanda Anyar kemudian ia pun membentuk sebuah kelompok
seni yang diberi nama ”Kanca Indihiang”. Munculnya wanda anyar ini sebagai upaya dari
pencetusnya untuk mensejajarkan diri dengan kualitas musik yang datang dari Barat, baik secara
performa maupun musikalitasnya. Pada intinya, mempertemukan dua wilayah garap musik
Barat. Namun demikian upaya tersebut tidak berjalan mulus, pro dan kontra muncul. Masyarakat
yang kontra menganggap bahwa karya wanda anyar merusak tatanan karawitan tradisional.
Sementara masyarakat yang pro menganggap bahwa karya - karya tersebut justru menambah
kegairahan baru dalam dunia karawitan sunda.
Pada awal kelahirannya, karya karawitan hasil kreativitas Mang Koko dianggap sebagai
karya yang memiliki gaya “kemandirian”. Dalam karya - karyanya memasukan unsure
aransemen musik Barat pada lagu - lagu yang diciptakannya. Setiap aransemen lagu yang dibuat
tidak dapat dipakai lagi oleh lagu yang lain, sehingga masing - masing lagu ada aransemennya.
Karya wanda anyar Mang Koko pernah mendapat julukan “gamelan beatle” karena banyak
orang yang merasakan denyut serta dinamika musical yang dihasilkan oleh gamelan tersebut
seperti irama musik The Beatles yang sangat populer di Indonesia sekitar tahun 1960 - an. Pada
masa ini juga gejolak kreativitas dari seniman - seniman untuk mengembangkan komposisi
musik gamelan sangat tinggi. Mereka secara konsisten berkarya di tengah derasnya arus
perkembangan musik industry.
Lagu - lagu wanda anyar mencuat ke permukaan, masyarakat pun menyambutnya dengan
antusias. Pada masa ini, penggarapan kecapi serta gamelan lebih dominan diwarnai oleh konsep
wanda anyar. Ketika konsep wanda anyar diterima masyarakat luas, sangat berdampak terhadap
seni pertunjukan yang telah ada di Jawa Barat. Misalnya terhadap kliningan, bahkan ketika
munculnya bentuk sajian baru yang disebut jaipongan. Iringan tari jaipong menggunakan pola -
pola dinamika yang ada pada konsep gamelan wanda anyar. Sejalan dengan perkembangan
wanda anyar karya Mang Koko, RMAK juga mengembangkan gending keresmen atau

ISBI Bandung Page 8


rinenggasari yang serupa dengan bentuk opera (Barat). Dalam perkembangan selanjutnya
mucnul opera - opera pendek yang disebut dengan drama suara atau sekar caturan. Masa ini
merupakan masa yang subur dengan kreativitas. Konsep - konsep karawitan dari kedua seniman
tersebut mendominasi warna karawitan sunda. Hal ini berimbas pula pada pendidikan seni
dengan berdirinya sekolah formal seni.
Nano Suratno yang lebih dikenal dengan Nano S. melanjutnya jejak gurunya Mang Koko
dengan mengembangkan konsep wanda anyar sehingga melahirkan karya - karya yang bernilai
jual. Sementara bidang ilmu karawitan yang dirintis dan ditemukan RMAK dilanjutkan oleh
muridnya yang bernama Atik Sopandi. Perkembangan karawitan sunda selanjutnya diwarnai
oleh karya - karya alumni ASTI/STSI Bandung. Artinya, istitusi pendidikan seni telah turut andil
dalam perkambangan seni pertunjukan di Jawa Barat.
Akhir abad ke - 20 muncul model kemasan musik yang berorientasi pada pangsa pasar.
Karya - karyanya pada masa ini dituntut harus menyesuaikan dengan selera masa dan lebih
memperhitungkan cost and benefit. Kekayaan seni karawitan sunda tampaknya tidak dapat
disebutkan secara lengkap karena jumlahnya begitu banyak. Namun setidaknya dapat memberi
gambaran sekilas mengenai kehidupan karawitan di Jawa Barat.

ISBI Bandung Page 9


BAB III
KESIMPULAN

Karawitan Sunda menunjuk pada berbagai jenis kesenian tradisional daerah (Sunda) yang
disajikan dalam bentuk sekar (vocal), gending (instrument), sekar gending (vocal dan
instrument) yang dituangkan melalui berbagai macam instrument, laras, dan karakteristik
penyajian sesuai dengan konteks dan fungsinya. Kemunculan karawitan (musik) tidak terlepas
dari fungsinya yang melekat dalam masyarakat penciptanya. Untuk melacak sejarah karawitan
sunda perlu bertolak dari jenis seni karawitan buhun yang fungsinya untuk upacara. Sejalan
dengan perkembangan sosial budaya masyarakat Jawa Barat, maka fungsi dan bentuk - bentuk
kesenian pun turut berubah. Hingga saat ini seni karawitan Sunda pun masih sering ditampilkan,
dijadikan studi juga kepada para mahasiswa khususnya di ISBI Bandung, yang dimana ada
jurusan karawitan tersendiri, dan peminat nya cukup banyak juga.

ISBI Bandung Page 10


DAFTAR PUSTAKA

 Herlina, Nina. 2011. Sejarah Kebudayaan Sunda. Volume 1. Bandung: Yayasan


Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat.

 [Internet].[Akses 30 Maret 2020].Tersedia Pada.


https://www.academia.edu/33019700/KARAWITAN_SUNDA_DAN_MODERNITAS

 [Internet].[Akses 30 Maret 2020].Tersedia


Pada.https://www.researchgate.net/publication/318471504_Praktik_Karawitan_Daerah_L
ain_I_Karawitan_Sunda/link/596d41cb458515d9265fc82c/download

ISBI Bandung Page 11

Anda mungkin juga menyukai