Anda di halaman 1dari 16

KERAGAMAN VOKAL TRADISIONAL SUNDA

Disusun Oleh :
Intan Alianur Salsabila 231232027
Ipad Muhdiatul Ansor 231232028
Iqbal Firman Kusumah 231232029
Ichlas Ferdiansyah 231232030
Krisna Nurohman 231232031
Mita Anggraeni 231232032

Dosen pengampu :
Oman Resmana, S.Kar., M.Sn
Rina Dewi Anggana, S.Sn., M.Sn
Kari Mulyana, S.Sen., M.Sn.

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN


INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat
kebaikan-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Keragaman Vokal Tradisional Sunda” yang disusun oleh kami ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Dasar Instrumen Vokal.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang selalu sedia membantu
dalam hal mengumpulkan data-data pembuatan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca .

Bandung,15 September 2023

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.3 Tujuan.....................................................................................................3
1.4 Manfaat...................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Pengertian Karawitan Sekar.................................................................3
2.2 Jenis-Jenis Sekar Tradisional Sunda.......................................................4
2.2.1 Cianjuran.............................................................................................4
2.2.2 Ciawian.................................................................................................5
2.2.3 Cigawiran.............................................................................................6
2.2.4. Sekar Kepesindenan...........................................................................8
2.2.5 Sekar Wanda Anyar............................................................................9
2.2.6 Sekar Padalangan..............................................................................11
BAB III..............................................................................................................13
PENUTUP.........................................................................................................13
2.2 Kesimpulan...........................................................................................13
2.3 Saran......................................................................................................14
Daftar Pustaka..................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karawitan yaitu seni suara daerah baik vokal atau instrumental yang hadir klarifikasi
dan perkembangan dari daerahnya itu sendiri. Biasanya nadanya menggunakan laras salendro
dan pelog. Seni karawitan ini sebuah budaya yang harus dilestarikan agar seiring berjalannya
waktu dengan banyaknya persaingan dimana mana kesenian ini tidak akan punah dan mampu
bersaing dengan kesenian lainnya. Karawitan di bagi 3, yaitu Karawitan Sekar,Karawitan
Gending, Karawitan Sekar Gending. Karawitan Sekar merupakan salah satu wujud kesenian
yang dalam penyajiannya semakin mengutamakan terhadap unsur vokal atau suara manusia.
Karawitan sekar sangat mementingkan unsur vokal. Karawitan Gending merupakan salah
satu wujud kesenian yang dalam penyajiannya semakin mengutamakan unsur instrumental
atau alat musik. Sedangkan karawitan sekar gending ini campuran antara vokal dan
instrumen,mengiringi lagu dengan alat musik dan vokalnya,contohnya seperti iringan
wayang,kliningan,jaipongan itu termasuk dalam karawitan sekar gending. Tak hanya contoh
dari sekar gending yang beragam tetapi dalam karawitan sekar, jenis vokal tradisional
terbilang cukup banyak, begitupula dengan fungsi dan karakteristiknya , masing masing
memiliki peran penting. Contohnya seperti Ciawian,Cigawiran,Tembang cianjuran,Sekar
Keoesindenan,Sekar padalangan,Sekar Wanda anyar,Pupuh dan sebagainya. Masing- masing
mempunyai ciri khas dalam bentuk penyajian maupun pembawaannya. Berdasarkan latar
belakang tersebut kami tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai keberagaman vokal
tradisional sunda, selain dapat memperkaya pengetahuan juga dapat menambah pengalaman
bagi penulis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Karawitan Sekar?
2. Apa saja jenis atau ragam vokal tradisional sunda?
3. Bagaimana asal-usul munculnya jenis vokal tradisional sunda tersebut?
4. Apa ciri khas yang ditonjolkan dalam jenis vokal tradisional sunda tersebut?
5. Teknik vokal seperti apa yang digunakan dalam jenis vokal tradisional tersebut?
1.3 Tujuan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Dasar Instrumen Vokal, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca dalam
mengetahui asal-usul, ciri khas dan teknik vokal yang digunakan dalam ragam vokal
tradisional sunda.

1.4 Manfaat
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan akan bermanfaat bagi :
1. Penulis, sebagai tambahan ilmu dan wawasan yang nyata dalam mempresentasikan
ragam vokal tradisional sunda.
2. Pelaku seni, sebagai ladang pembelajaran dan motivator untuk memahami lebih
dalam tentang vokal tradisional sunda.
3. Pembaca, sebagai bahan informasi dan data tentang ragam vokal tradisional sunda.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Karawitan Sekar


Karawitan Sekar merupakan salah satu wujud kesenian yang dalam
penyajiannya semakin mengutamakan terhadap unsur vokal atau suara manusia.
Karawitan sekar sangat mementingkan unsur vokal. Berdasarkan jenisnya, karawitan
sekar terbagi kedalam beberapa jenis yakni, sekar Kawih, Sekar Tembang dan Sekar
Kepesindenan.

2.2 Jenis-Jenis Sekar Tradisional Sunda


2.2.1 Cianjuran
a. Pengertian Tembang Sunda Cianjuran
Tembang Sunda cianjuran adalah seni pertunjukan sekar gending
(vokal instrumental) yang menggunakan seperangkat alat musik kacapi indung,kacapi
rincik,dan suling atau rebab. Pada awalnya (Khusus di Kabupaten Cianjur sebagai
tempat kelahirannya), jenis kesenian ini disebut mamaos. Namun setelah jenis
kesenian ini menyebar ke berbagai daerah di luar cianjur, istilah mamaos umumnya
tidak digunakan lagi, diganti dengan istilah tembang sunda cianjuran. Perubahan
nama ini terjadi setelah diadakannya Seminar Tembang sunda pada tahun 1976 yang
diikuti oleh para tokoh,baik dari kalangan seniman, budayawan, maupun masyarakat.
Apabila dilihat dari arti kata dan asal-usulnya, istilah “tembang Sunda
cianjuran” merujuk pada genre (jenis kesenian),identitas kultural, dan nama kota
sebagai kelahiran jenis kesenian tersebut. Istilah “tembang” merujuk pada nama genre
seni vokal sunda (sekar) yang kecenderungannya tidak terikat oleh ketukan (sekar
irama merdika). Istilah “sunda” merujuk pada identitas kepemilikan jenis kesenian
tersebut, yakni masyarakat sunda. Sementara itu, Istilah “cianjuran” merujuk pada
kekhasan dan gaya daerah asal kelahirannya, yaitu cianjur. Dengan demikian, istilah
“tembang sunda cianjuran” selain merupakan nama dari jenis kesenian sekar gending
(vokal instrumental), juga sekaligus menunjukan identitas budaya dan tempat asal-
usul dan tempat kelahirannya.

b. Asal-usul Tembang Sunda Cianjuran


Asal-usul tembang Sunda cianjuran dapat dilihat dari dua sumber,
yaitu lisan dan tulisan. Dari sumber lisan (berupa dongeng),diketahui bahwa ada
pengaruh Mataram yang masuk kedalam kesenian tembang Sunda cianjuran, yaitu
seni sastra yang disebut pupuh. Sumber lisan yang pertama, terbukti dengan adanya
lagu-lagu wanda dedegungan dan rarancangan yang pada umumnya menggunakan
lirik berbentuk pupuh. Sedangkan dongeng yang kedua, dapat dibuktikan dengan
lahirnya lagu lagu wanda papantunan.
Selain berdasarkan data lisan, asal-usul tembang cianjuran juga dapat
dilihat berdasarkan data tulisan. Menurut hasil penelitian Rd. I Suarakusumah dalam
Majalah Budaya No 5 tahun 1953, munculnya mamaos yaitu ketika Kabupaten
Cianjur dipimpin oleh Dalem Pancaniti yaitu R.A.A Kusumaningrat pada tahun 1834-
4
1863. Kemudian pada tahun 1863 seni mamaos dilanjutkan oleh putranya yang
bernama Rd. Alibasah, dengan dibantu oleh Rd. Ece Majid dan juru pantun
Jayalahima. Sementara , Enip Sukanda menyatakan bahwa munculnya seni mamaos
yaitu sejak Cianjur berada dibawah pemerintahan Wiratanu Tarikolot pada tahun 1692
sampai 1707. Terbentuknya seni tembang Sunda cianjuran pada dasarnya
dilatarbelakangi oleh jenis-jenis kesenian lainnya, seperti beluk,pantun,tembang
rancag,degung,wayang golek purwa,kliningan,dan sebagainya.

c. Ciri khas Tembang Sunda Cianjuran


Perbedaan yang menjadi sangat signifikan pada tembang cianjuran
yaitu bentuk penyajiannya yang menggunakan seperangkat alat musik seperti kecapi
indung,kecapi rincik,dan suling atau rebab. Modal pokok yang dijadikan bahan lagu-
lagu mamaos adalah lagu-lagu tembang rancag (tembang wawacan atau tembang
beluk). Lagu-lagu mamaos berlaras pelog (degung), sorog (nyorog; madenda),
salendro, serta mandalungan. Berdasarkan bahan asal dan sifat lagunya mamaos
dikelompokkan dalam beberapa wanda, yaitu: papantunan, jejemplangan,
dedegungan, dan rarancagan. Sekarang ditambahkan pula jenis kakawen dan
panambih sebagai wanda tersendiri. Lagu-lagu mamaos dari jenis tembang banyak
menggunakan pola pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdanggula, serta
ada di antaranya lagu dari pupuh lainnya. Materi yang diolah untuk dijadikan lagu-
lagu cianjuran sebenarnya bukan hanya tembang (lagu lagu rancag yang 17 pupuh)
saja, tetapi dari berbagai sumber, terutama materi yang diambil dari lagu-lagu
panganteb juru pantun. Untuk lagu-lagu pokok yang materinya diambil dari seni
pantun, dalam perkembangannya disebut papantunan. Dalam papantunan itulah
sebenarnya warna sunda itu lebih jelas. Lagu-lagu papantunan merupakan pusaka Ki
Sunda yang asli, yang dijadikan dasar untuk terbentuknya segala lagu cianjuran.
Pada awal kelahirannya Seni Tembang Sunda Cianjuran belum memiliki ciri
khas mandiri sebagai sebuah seni vokal yang halus dan digunakan oleh kalangan
menak melainkan seni pantun buhun,wawacan dan seni beluk yang digunakan oleh
masyarakat untuk menghadapi kesunyian alam pada saat berladang, namun seiring
perubahan zaman, maka bentuk seni tersebut digali dan diubah menjadi bentuk seni
yang halus, indah, berkharisma dan hanya dipergunakan untuk kalangan menak. , di
samping masih seperti fungsi semula, juga telah menjadi seni hiburan yang bersifat
profit oleh para senimannya seperti kesenian. Mamaos sekarang sering dipakai dalam
hiburan hajatan perkawinan, khitanan, dan berbagai keperluan hiburan atau acara
adat.
Selain itu, dalam sekar tembang Sunda Cianjuran, yang menjadi ciri
utamanya yaitu ornamentasi atau dongkari. Dongkari yaitu teknik menghasilkan suara
yang diolah dengan cara tertentu guna memberikan mamanis pada lagu.

d.Teknik Vokal Tembang Sunda Cianjuran


Dalam praktik vokal tembang Sunda Cianjuran, posisi dongkari sangat
penting karena merupakan dasar utama bagi vokal tembang Sunda Cianjuran.
Sekurang-kurangnya, dongkari dalam vokal tembang Sunda Cianjuran terdiri dari 17
jenis yaitu: riak, reureueus, gibeg, kait, inghak, jekluk, rante/beulit, lapis, gedag, leot,

5
buntut, cacag, baledog, kedet, dorong, galasar, dan golosor. Sebagai semakin jelasnya,
ketujuh belas dongkari tersebut

2.2.2 Ciawian
a. Pengertian Ciawian
Ciawian merupakan jenis tembang berirama merdika yang disajikan
secara tunggal tanpa gending iringan, yang lahir di daerah Ciawi Kabupaten
Tasikmalaya. Tembang ciawian bertitik tolak pada sekar pupuh.

b. Asal-usul Ciawian
Seni Ciawian lahir sekitar tahun 1625 pada masa R. Demang
Suradikusumah, saat Ciawi masih tergabung dengan pemerintahan Sumedang.
"Konon katanya Demang Suradikusumah merupakan orang yang pertama ngabukbak
hutan dan tinggal di Ciawi. Pada mulanya, mamaos hanya untuk mengungkapkan
perasaan suka maupun duka serta gambaran kondisi daerahnya”, seiring dengan
waktu dan berkembangnya masyarakat di Ciawi, maka seni Ciawian semakin disukai
dan diikuti masyarakat lainnya.
Akhirnya terbentuklah kelompok-kelompok yang melantunkan mamaos Ciawian yang
biasanya dilantunkan setiap terang bulan (ngabungbang) namun bukan ritual.
Selanjutnya, seni ciawian semakin diterima masyarakat dan selalu disajikan dalam
acara hiburan perkawinan maupun khitanan. "Ciawian sebenarnya disebut sebagai
seni mamaos yang hanya diiringi oleh senggak (alok) dan keprok (tepuk tangan).
” kesenian ini berupa mamos Sunda dengan menggunakan irama puluh laras salendro.
Salah satu lingkung seni yang masih ada yakni lingkung seni
pageurageungan"Argagurnita pimpinan Ili Suhaeli yang telah berusia 77 tahun.

c. Ciri khas Ciawian

Ciri khas dari Tembang Sunda Ciawian diantaranya ciawian


merupakan jenis nyanyian tunggal yang disajikan tanpa gending pengiring, maka
dengan demikian cara penyajianya adalah dilakukan secara tunggal. Tetapi dalam
baris terakhir pada lagu tersebut dilakukan secara rampak. dan setiap peralihan atau
pengulangan lagu diselang dulu oleh melodi alok secara dan bentuk iramanya
dilakukan secara tandak. Lagu-lagu Tembang Sunda ciawian bertitik tolak pada sekar
pupuh, tapi Iagu-lagu yang dipergunakan dalam Tembang Sunda Ciawian hanya tiga
pupuh saja. diantaranya pupuh Kinanti, pupuh Sinom, dan pupuh Dangdanggula.
Selain itu melodi dalam Tembang Sunda Ciawian banyak mempergunakan nada-nada
yang tinggi melengking. Kemudian suara yang dipergunakan dalam Tembang Sunda
Ciawian menggunakan suara asli yang lantang, dengan kata lain Tembang Sunda
Ciawian tidak menggunakan suara falseto atau hèas.

6
d. Teknik Vokal Ciawian
Seperti yang sudah dijelaskan pada ciri khas tembang Ciawian, bahwa
suara yang dipergunakan dalam Tembang Sunda Ciawian menggunakan suara asli
yang lantang, dan timbre atau warna suara pun dilepas tidak ditahan, dengan kata lain
Tembang Sunda Ciawian tidak menggunakan suara falseto atau hèas.

2.2.3 Cigawiran
a. Pengertian Cigawiran
Cigawiran merupakan jenis vokal berirama merdika yang disajikan
secara tunggal (solo/anggana) tanpa diiringi gending, Tembang cigawiran lahir
dilingkungan pesantren, yaitu di pesantren Ds. Cigawir,Kec. Selaawi, Kab.Garut.
Perbedaan dengan tembang ciawian terletak pada alur melodi, teknik vokal dan
rumpakanya (sya’ir). Selain memiliki cengkok dan karakter yang khas, Cigawiran
juga sangat kental dengan nuansa Islaminya. Cigawiran bisa dikatakan salah satu
produk seni-budaya hasil akulturasi antara agama Islam dengan budaya lokal.

b. Asal-usul Cigawiran
Cigawiran dikembangkan oleh Raden Hadji Djalari pada tahun 1823
M. Raden Hadji Djalari bukan hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama Islam, tetapi
juga mahir dalam kesenian Sunda, utamanya kesenian tembang. Ia pun mulai
menggunakan seni tembang Sunda sebagai sarana berdakwah, agar pesanpesan luhur
ajaran agama Islam mudah diterima semua kalangan masyarakat Sunda. Pesan- pesan
luhur ajaran agama Islam dituangkan dalam bentuk “guguritan” (puisi Sunda, atau
pupuh dalam tradisi Jawa) yang beraturan dan sarat akan keluhuran nlai-nilai sastrawi.
Syair-syair itu kemudian dilantunkan dengan suara yang indah dan nada yang khas.
Maka terciptalah tembang Cigawiran. Sebenarnya Tembang tersebut merupakan hasil
adaptasi dari tembang di daerah Jawa tepatnya Jawa Timur karena R. Muhammad
Djalari yang pernah menuntutilmu dan menetap sementara di Jombang Jawa Timur,
sehingga padaperiode pertama penciptaannya, rumpaka tembang cigawiran ini banyak
yang berbahasa Jawa. Pada perkembangannya, tradisi Cigawiran kemudian
diteruskan, dilestarikan, dan dikembangkan oleh panerus H. Djalari dari generasi ke
generasi, mulai dari Raden Hadji Abdullah Usman, Raden Muhammad Isa, hingga
pada generasi kontemporer yang diampu oleh Raden Agus Gaos, Raden Muhammad
Amin dan Raden Iyet Dimyati.

c. Ciri khas Cigawiran


Bentuk sajian tembang cigawiran adalah nyanyian (vokal) tanpa
iringan masuk dengan lagam yang khas. Setiap kalimat lagu terdapat hentakan-
hentakan dan dinyanyikan menggunakan suara asli bukan heas. R. Iyet Dimyati dalam
Resmana mengatakan bahwa melodis dalam tembang cigawiran banyak
mempergunakan nada yang tinggi. Penggunaan nada tinggi tersebut merupakan ciri
khas dari tembang cigawiran yang membedakan tembang tersebut dengan tembang
Sunda yang lainnya. Sehingga, seorang penembang cigawiran haruslah memiliki
teknik pernafasan yang baik. Laras yang digunakan dalam tembang cigawiran terdiri
atas laras salendro, degung mataraman, dan madenda dengan penggunaan batasan

7
nada tertinggi dan nada terendah yang berbeda.Tembang cigawiran merupakan
representasi nilai-nilai islami yang disajikan melalui bentuk sekaran (vokal).
Sementara isinya terbentuk dari struktur sajian pupuh yang biasa disajikan dalam
penyajian tembang atau macapatan. Syair lagu yang digunakan berisi tentang
pedoman-pedoman hidup yang utamanya bersumber pada Al Quran dan Hadist.

d. Teknik Vokal Cigawiran


Omamentasi atau hiasan lagu dalam tembang sunda cigawiran disebut
cengkokan, cengkokan merupakan unsur utama dalam tembang cigawiran yang
berfungsi sebagai ciri dari tembang tersebut. Ada tujuh jenis cengkokan yang diberi
istilah geureuleung, gegeter, ayun, ngemplad, mucuk, réntét luhur, dan réntet
handap. Istilah tersebut diambil dari bahasa Sunda dan merupakan istilah kehidupan
sehari-hari.

2.2.4. Sekar Kepesindenan


a. Pengertian Sekar Kepesindenan
Sekar kepesindenan adalah jenis vokal tradisi sunda yang dalam
penyajiannya syarat dengan’kebebasan’ dalam menafsirkan teknik ,melodi,maupun
pada rumpakanya. Kepesindenan ini mempunyai ciri khas dan gaya estetik dalam
vokalnya sendiri,penyajiannya biasanya identik dengan diiringi beberapa alat musik
karawitan sunda salah satunya yaitu seperangkat gamelan pelog salendro,ada pun
bentuk penyajiannya tanpa alat musik tetapi vokalnya saja lebih tepatnya dinamakan
dengan bawa sekar, itu tergantung bentuk penyajiannya seperti apa,ada beberapa
bentuk penyajiannya seperti kliningan,jaipongan,iringan wayang,celempungan.

b. Asal-usul Sekar Kepesindenan


Kata Sindenan semakin dikenal pada pergelaran wayang dan
kiliningan. Disebut sindenan karena yang membawakannya biasa disebut sinden
(waranggana, penyanyi wanita). Lagu-lagu yang dibawakan banyak berpangkal pada
wujud klasik dan tradisional. Walaupun demikian, kreasi-kreasi baru banyak pula
dibawakan walaupun dalam beberapa hal telah sedikit berubah warnanya. Perubahan
itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh teknik warna suara yang telah khas pada tiap
pesinden. Kebanyakan lagu-lagu sinden yaitu lagu anggana. Kalau hadir beberapa
yang bersifat rampak kebanyakan bersifat kreasi saja. Dalam beberapa penampilan
tertentu sindenan hadir lagam daerah tersendiri. Lagam itu semakin cenderung disebut
pula sbg gaya (style). Hadir dua bagian mulia gaya dalam kepesindenan, yaitu: gaya
Priangan dan gaya Kaleran.

c. Ciri khas Sekar Kepesindenan


Penyajian kepesindenan memiliki patokan dasar gaya pesinden,pesinden
memiliki kebebasan dalam improvisasi senggol akan tetapi harus tetap berpatokan
dengan kenongan dan goongan. Contoh lagu- lagunya ada Nikmat duriat,kembang
gadung,hiji catetan dan masih banyak lagi lagu kliningan,jaipong yang lain.
Kelonggaran atau kebebasan bagi pesinden dalam menafsirkan lagu yang dibawakan,
baik dalam segi melodi rumpaka maupun teknik yang digunakan tersebut, menjadikan

8
sekar kepesindenan tidak bersifat monoton, bahkan mempunyai banyak variasi.
Namun, dibalik kebebasan yang ada ,bukan berarti bahwa didalam sekar
kepesindenan tidak ada aturan sama sekali, melainkan tetap terikat pada ketentuan-
ketentuan yang sangat mendasar, yaitu aturan tentang embat,laras,surupan,dan arkuh
lagu yang sudah ditentukan.

d. Teknik Vokal Sekar Kepesindenan


1. Eur-eur, yang berarti suara di tekan atau dicekik di tenggorokan
dengan tempo cepat sedangkan.
2. Ombak, ini sama seperti eur eur tetapi lebih pelan.
3. Leotan atau mengkelung atau istilah indonesianya cengkok cekung
istilahnya ada 2 nada yang bersambung sambung tak putus.
4. Eluk, prinsipnya sama dengan leotan tapi hanya digunakan di
akhiran atau permainan nafas akhir agar terkesan tidak ngerem nada
dengan fals.
5.Gerewel, atau istilahnya lika liku bahasa jawa nya gregelan yang
biasanya memiliki 2 nada atau lebih sehingga terasa lebih indah
6. Golosor, pada prinsipnya sama dengan lika liku atau gregel hanya
saja dari nada tinggi turun atau rendah naik.
7. Beubeut, yaitu identik dengan hentak atau nada kejut yang lantang.
8. Besot, yaitu teknik mempersiapkan nafas untuk mengambil nada
tinggi.
9.Rontok, yaitu suatu teknik mencuri waktu awal dalam menyajikan
suatu melodi, dengan lebih cepat dari yang semestinya, sehingga
bagian akhir dari motif melodi yang dimaksud diperpanjang.
10.Geregel, adalah tehnik menyuarakan yang diletakan pada nada-nada
yang dibutuhkan, dengan cara menggetarkan tenggorokan dalam tempo
yang cepat selama dua atau tiga kali.
11. Ngolembar, adalah tehnik menyuarakan yang diletakan di akhir
frase lagu dengan cara menurunkan satu nada dari nada awal.

2.2.5 Sekar Wanda Anyar


a. Pengertian Sekar Wanda Anyar
Sekar atau kawih wanda anyar merupakan istilah yang digunakan
untuk menunjuk sekar atau kawih kreasi sunda karya-karya Mang Koko. Pada jenis
sekar ini, biasanya diiringi dengan kacapi atau gamelan. Hal yang membuatnya
berbeda adalah pada setiap lagu memiliki rumpaka, melodi, dan Garapan musikal
iringan tersendiri, sehingga setiap lagu atau sekar wanda anyar memiliki identitas
yang membedakannya dengan lagu-lagu lainnya. Pada saat ini, istilah kawih wanda
anyar tidak hanya diperuntukkan lagu-lagu karya Mang Koko, tetapi juga berlaku

9
untuk lagu-lagu kreasi lain dengan karakteristik lagu menyerupai sekar wanda anyar
yang di pelopori Mang Koko.

b. Asal-usul Sekar Wanda Anyar


Kawih wanda anyar secara etomologis ”Wanda Anyar” terdiri dari dua
suku kata yaitu kata “Wanda” yaitu gaya dan kata “Anyar” yang berarti baru sehingga
wanda anyar artinya adalah gaya baru. Salah satu tokoh kawih wanda anyar adalah H.
Raden Tubagus Koko Koswara yang dikenal dengan sebutan ” Mang Koko “. Kawih
Wanda Anyar identik dengan Mang Koko karena selain flover pada masanya sebagian
besar lagu-lagu Wanda Anyar yang dikenal saat ini merupakan merupakan hasil karya
beliau adapun beberapa tokoh Maestro Wanda Anyar seperti Nano.S, Atang Warsita,
Ida Rosida, dan masih banyak lainnya.

Pada tahun 40-an mang koko membuat lagu “Kanca Indihiang” yaitu lagu-lagu
kacapi. Dalam penyajian Kawih Wanda Anyar, Mang Koko telah menetapkan
beberapa tahapan/tingkatan lagu berdasarkan usia, sebagai berikut:
1 .Taman Cangkurileung ( Lagu untuk tingkatan TK ) biasanya belaras Madenda dan
degung
2. Taman Bincarung ( Lagu untuk tingkatan SD ) biasanya berlaras Salendro
3. Taman Setia Putra ( Lagu untuk tingkatan smp ) lagu bertemakan pahlawan
4. Palataran Gandamekar ( Lagu untuk tingkatan SMP-SMA) contoh salah satu
lagunya bertemakan rohani.

Selain menciptakan lagu mang koko juga pernah membuat sanggar “kliningan
Mundinglaya” (Gamelan) salah satu lagu yang populer pada masanya adalah lagu
Subaya,Ka Abdi, dan , Baju Hejo. Adapun karya beliau dalam membuat Drama Suara
atau yang disebut dengan “ Gending karesmen” contoh karyanya yaitu Si Kabayan,
Ruhak Pajajaran, Pangeran Jayakarta, dan drama suara berbahasa indonesia yang
berjudul Nyai Dasimah.

c. Ciri Khas Kawih Wanda Anyar


Kawih Wanda Anyar merupakan salah satu karawitan sekar yang
tidak dapat lepas dari peran rumpaka-rumpaka sebagai penerjemah. . Hal tersebut
senada dengan pernyataan Dr. Dede Suryamah, S.Kar., M.Si. mengatakan kawih
terjadi karena adanya hubungan dua unsur yaitu lagu dan rumpaka yang ditemukan
dalam suatu kesatuan yang erat dan tema kesedihan. Dilihat dalam banyaknya ragam
tema pada lagu-lagu Kawih Wanda Anyar membuat kita fokus ke dalam masalah rasa
pada rumpaka yang ada disebuah lagu. Kawih wanda anyar memiliki gelenyu yang
berbeda-beda memiliki tema dan karakter pada pertunjukannya.
Alat musik yang digunakan dalam Kawih Wanda Anyar dasarnya menggunakan
Kacapi Sitter, Kendang Dolingpong, Suling, Rebab, Biola dan Gamelan Pelog,
Salendro atau Degung. Pada umumnya Kawih Wanda Anyar ditampilkan di kalangan
masyarakat ataupun pejabat sebagai sarana hiburan, syukuran, hajatan, dan lai-lain.

10
Pada Sekar Kawih Wanda Anyar biasanya menggunakan surupan 48 (empat puluh
delapan) sampai dengan 52 (lima puluh dua) berbeda dengan Tembang Sunda
Cianjuran yang biasanya menggunakan surupan 60 (enam puluh).

d. Teknik Vokal Kawih Wanda Anyar


Dalam vokal kawih terdapat keharusan untuk pengucapan yang jelas
Artikulasi) kawih sunda membawakan lirik khusus yang harus jelas terdengar dan
dimengerti maksudnya. Begitupun dalam kawih penjiwaan juga sangat penting agar
makna dari lgu tersebut tersampaikan untuk memperindah lagu diperlukan cara
khusus dalam produksi suara vokalnya seperti “Senggol” umumnya dilakukan oleh
pesinden yang dibawakan secara bebas adakalanya senggol berubah -ubah bentuknya.
“Mamanis” berdasarkan penggertiannya diartikan sebagai hiasan vokal dan daya
penambah keindahan sekaran “Leotan” bila di notasikan merupakan not-not yang
memiliki garis legato dan yang terakhir “Kenyed” teknik penyuaraan vokal yang
dilakukan dengan cara penekanan pada awal suku kata dengan disambung dengan
ornamen lainnya.

2.2.6 Sekar Padalangan


a. Pengertian Sekar Padalangan
Sekar dalang merupakan sajian materi pokok yang didalamnya
terdapat beberapa unsur yang saling barkaitan dan memiliki ragam garap yang
bervariasi. Ragam garap tersebut, misalnya seperti murwa, kakawen, sabet, dan
antawacana. Dari beberapa fungsi penyajian memiliki perbedaan garap sejalan dengan
keperluan penyajian tersebut. Perbedaan yang sangat menonjol diantaranya terlihat
dari segi jalan sajian antawacana, dan amardawalagu, menyangkut penggunaan irama,
dan penekanannya maupun volume vokal, karakter vokal, serta aspek sastra yang
digunakanya yang direfresentasikan melalui garap vokal tokoh wayang, dan garap
vokal dalang sehingga harus dipahami dan dianalisis lebih lanjut, khususnya dalam
penyajian garapan padat dan singkat, maka garap sekar dalang yang di dalamnya
terdapat aspek antawacana, dan amardawalagu sajiannya juga lebih menonjolkan
garap musikal vokal yang cenderung dibakukan.
Selain itu dalam penafsiran garap antawacana, dan amardawalagu
terdapat kasus cengkok garap vokal yang menarik, seperti garap cengkok tertentu.
Garap antawacana pada umumnya lebih sering disajikan dalam kontek keperluan
wujud dialog antar tokoh wayang, sedangkan amardawalagu penyajian murwa, dan
kakawen. Terbentuknya sajian ini dilandasi oleh teori fenomenologi dengan
menggunakan metode penelitian eksplorasi, evaluasi, dan komposisi yang dipandang
selaras dengan tujuan penyaji yang menata dan meenmpatkan aspek antawacana dan
amardawalagu yang di dalamnya terdapat melodi, laras, sastra, dan lagu.

b.Asal Usul Sekar Padalangan


Wayang merupakan salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia
yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Wayang meliputi seni
peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni
perlambang. Wayang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media
11
penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Oleh
karena itu wayang dianggap memiliki nilai sangat berharga dalam pembentukan
karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia.
Diperkirakan wayang mulai dikenal dan berkembang di Nusantara sejak 1500 SM
sebagai bagian ritual. Nenek moyang kita percaya bahwa roh atau arwah orang yang
meninggal tetap hidup dan bisa memberi pertolongan pada yang masih hidup. Karena
itu roh-roh tersebut lantas dipuja dengan sebutan “hyang” atau “dahyang” yang
diwujudkan dalam bentuk patung atau gambar. Dari sinilah asal usul pertunjukkan
wayang, walaupun masih dalam bentuk yang sederhana.
Dalam perkembangannya, fungsi wayang sebagai media untuk menghormati arwah
nenek moyang juga mengalami perkembangan. Saat periode HinduBuddha di
Indonesia, cerita Ramayana dan Mahabarata berkembang pesat dengan penambahan
tokoh-tokoh dalam cerita tersebut yang berakulturasi dengan budaya masyarakat
setempat.
Kemudian muncul pula cerita Panji yang berasal dari era Kerajaan Kadiri atau periode
klasik di Jawa yang menceritakan tentang kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada
dua orang tokoh utamanya yaitu Raden Inu Kertapati atau Panji Asmarabangun dan
Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana. Cerita ini mempunyai banyak versi, dan
telah menyebar di beberapa tempat di Nusantara, termasuk di antaranya Jawa, Bali,
Kalimantan, Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar dan Filipina. Cerita dalam
penampilan wayang tidak menutup kemungkinan untuk menampilkan kisah-kisah lain
di luar cerita-cerita klasik.
Pada mula awal penyebaran agama Islam, wayang dijadikan media dakwah dengan
penambahan tokoh-tokoh, pengembangan cerita, termasuk penyesuaian jalan cerita
sehingga tidak bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan, pada era yang lebih
modern, wayang lantas digunakan sebagai media propaganda politik.
Seiring perkembangan zaman, wayang tetap bertahan hidup dan terus mengalami
perkembangan yang dipengaruhi oleh agama, serta nilai-nilai budaya yang masuk dan
berkembang di Indonesia. Proses akulturasi ini berlangsung sejak lama sehingga seni
wayang memiliki daya tahan dan daya kembang tinggi.

c.Ciri khas Sekar Padalangan


Amardawalagu yaitu penguasaan lagu seorang dalang karna dalam
pertunjukan wayang semalam suntuk tak lepas dari sebuah laras,surupan/nada.
Hampir 70% wayang suaranya terikat dengan nada oleh karna itu seorang dalang
harus dapat menguasai ilmu karawitan, ilmu suara nada/vocal maka dari itu
klasifikasinya dari amardawalagu ada dua yaitu haleuang dalang dan haleuang
wayang untuk haleuang dalang salah satunya seperti kakawen bahkan dalam kakawen
juga terdapat beberapa jenis ada kakawen talutur ada kakawen sebrakan ada kakawen
sendon. Jadi kakawen yang dalam artian kakawian jadi harus mempunyai bahasa kawi
unsur bahasa kawi.
Banyak dalang dalang yang kreatif memasukkan bahasa kawi dalam kakawen
misalnya seperti pa tjep tjep supriadi "lengleng ramiyang nisasangka kumebyar

12
mangreng ngarukmining puri murub mubiar kadi kunang kunangan lengleng
ramiyang nisasangka kumebyar mangreng ngarukmining puri manjen ta aaa a srikandi
kang ku mammass
Lir murub mubin langit
Tekwan sarwa manik tawig ya sinawang sak sak
Ya sinawang saksak
Tong wan ami lenggah mangwan sangna lendra"
Bahkan selain untuk kakawen juga seorang dalang harus bisa menguasai nada
dasar untuk mengambil suara salah satu tokoh misalnya suara arjuna yaitu dari nada 4
dan nada 2 pada nada dasar. Selain itu juga tiap tokoh wayang berbeda nada dasarnya.
Haleuang wayang ada beberapa tokoh wayang yang juga bernyanyi/bersenandung
yang menjadi ciri khas salah satu tokoh wayang bahkan juga pada saat dalam keadaan
tertentu contohnya seperti rahwana, narada, semar dll. Bahkan seorang gatotkaca pun
ketika dia merintih juga ada nyanyiannyan contohnya "Tobat kanjeng ibu... putra
panjenengan parantos teu sanggem ibu".
Dalam amardawalagu yang ada pada padalangan kebanyakan iramanya itu
irama merdika jadi untuk menghentikannya pun tergantung dialog tergantung cerita.
Bawa sekar dalang yang biasanya untuk menjadi ciri khas akan munculnya salah satu
tokoh wayang misalnya karakter satria yang akan muncul "Bambang somantri satria
tandang nagara dan nukir katon malela mapag yuda ing nga laga ingalaga"

d. Teknik Vokal Sekar Padalangan


Dalam sekar padalangan ada beberapa teknik salah satunya yaitu,suara
biasa,gangsa,bengek,dan ngirung.

13
BAB III

PENUTUP
2.2 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Jawa Barat merupakan suatu daerah yang kaya akan
budaya. Hal itu terlihat dari banyaknya kesenian tradisional yang muncul dan
berkembang di masyarakat. Salah satunya adalah banyaknya jenis kesenian yang
mempergunakan media suara manusia atau dalam karawitan disebut karawitan sekar.
Berdasarkan jenisnya karawitan sekar terbagi kedalam beberapa jenis, yaitu Sekar Kawih,
Sekar Tembang dan Sekar Kepesindenan. Masing masing memiliki ciri khas dalam
bentuk penyajian maupun pembawaan yang berbeda-beda. Contohnya pada tembang
cianjuran, ciawian,dan cigawiran,kepesindenan dan sebagainya. Tembang Cianjuran
dinyanyikan menggunakan iringan musik seperti kecapi indung,kecapi rincik,dan suling
atau rebab. Sedangkan ciawian dan termasuk kedalam bentuk sekaran tanpa gending
pengiring atau sajian sekaran saja. Dalam aspek ornamentasi, dan teknik vokal pada
tembang cianjuran istilah ornamentasi nya disebut dongkari, sedangkan cigawiran disebut
cengkokan. Dalam teknik vokal pun tembang cigawiran menggunakan suara tingga
namun lebih lembut karena cigawiran merupakan tembang pesantren. Laras yang biasa
digunakan dalam cigawiran adalah Salendro, madenda, degung matraman dengan
penggunaan nada tinggi dan nada rendah yang berbeda. Syair cigawiran ini berisikan
ajaran islam, karena bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan sebagai sarana
tausiah. Sementara tembang ciawian merupakan tembang yang bermula dari seni
kalangenan di daerah Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Ciri khas dari tembang ini yaitu
penggunaan nada-nada tinggi yang melengking dan agak kasar . Letak perbedaan
tembang ciawian dengan tembang cigawiran yaitu pada rumpaka dan laras yang
digunakan mayoritas berlaras salendro. Satu-satunya yang berlaras degung yaitu pada
Kinantisawer. Sementara pada rumpaka tembang ciawian menggunakan bahasa buhun.
Untuk struktur dari dua Kesnian ini hampir sama karena mengambil dari pupuh yang
sama yaitu sepeti Sinom dan Dangdanggula. Begitupun dengan sekar kepesindenan yang
yang memiliki kebebasan dalam penggunaan senggol dan rumpaka (sya’ir) namun tidak
mengesampingkan nilai nilai estetiknya, yaitu irama,laras yang diinginkan oleh
penyajinya atau sindennya. Laras maupun irama yang dimaksud adalah teknik vokal,
bentuk lagu dan rumpaka. Ketiga aspek inilah yang menjadi ciri –ciri sekar kepesindenan.
Lalu untuk Sekar Padalangan kesimpulannya bisa disebut amardawa lagu. Karena pada
amardawa lagu seorang dalang dikepung oleh berbagai laras dan berbagai nada, karena
dalam sebuah pertunjukan cerita wayang itu tak lepas dari nada ,karena setiap tokoh
wayang memiliki nada tersendiri maka dari itu, seorang dalang harus bisa menguasai ilmu
karawitan, terutama soal sekar/vokal khususnya ilmu karawitan.

2.3 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, baik tulisan maupun
bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.

14
Daftar Pustaka

Enip Sukanda,RHM. Kosasih Atmadinata,Dadang


Sulaeman.1978.Cianjuran.Bandung:DISPARBUD JABAR dengan Yayasan
PANCANITI.

H.M. Yusuf Wiradiredja,Deni Hermawan,Heri Herdini,Tardi Ruswandi,Rina


Sarinah,Didi Wiardi.2003.Tembang Sunda Cianjuran “Bahan aapresiasi Siswa SD
dan SLTP di Kabupaten Cianjur”.DINAS P&K dan Jurusan Karawitan STSI
Bandung.

Kompasiana.com, 2022.Seni Karawitan Dalam Vokal Kepesindenan.Di akses pada 15


september 2023.
https://www.kompasiana.com/lusyan53701/63a15d16906beb501d5a96d2/seni-
karawitan-dalam-vokal-kepesindenan

kangadeptk1.blogspot.com.2014.Tembang Cianjuran,Tembang Ciawian dan Kawih


Sunda. Di akses pada 15 september2023. http://kangadeptk1.blogspot.com/

p2k.unkris.ac.id.Karawitan. Di akses pada 15 september 2023.


https://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3073-2962/Karawitan_112636_p2k-unkris.html

id.scribd.com.2019.Perbandingan seni. Di akses pada 15 septermber 2023.


https://id.scribd.com/document/428183612/Perbandingan-Seni

humanisma.wordpress.com.Ragam Tembang Sunda Cianjuran. Di akses pada 15


september 2023
https://humanisma.wordpress.com/2020/08/02/ragam-tembang-sunda-cigawiran/

laduni.id.2019.Cigawiran adalah seni Tarik Suara Islam Nusantara yang berasal dari
Jawa Barat. Di akses pada 15 september 2023
https://www.laduni.id/post/read/53471/cigawiran-adalah-seni-tarik-suara-islam-
nusantara-yang-berasal-dari-jawa-barat

Giri Komara Management.2020. Musikalitas Dalang (AMARDAWA LAGU)


Wayang Golek Dalang Apep A.S. Hudaya
https://youtube.com/watch?v=NRDbDkbQS6E&si=rTqF1lDE1fJwXd4s

PANATA SABDA. Penyajian Sekar Pedalangan Dalam Wayang Golek


Artikel oleh Senda Riwanda, ISBI Bandung
http://perpustakaan.isbi.ac.id/index.php?menu=dl&action=detail&identifier=jbptisbi-
dl-20210820140807&node=205

Jendela kemendikbud.Tajinan sejarah wayang seni. https://desa-


donomulyo.malangkab.go.id/mlg/default/page?title=Kecamatan%20Tajinan-sejarah-
wayang-seni-edipeniadiluhung

15

Anda mungkin juga menyukai