Disusun Oleh :
Intan Alianur Salsabila 231232027
Ipad Muhdiatul Ansor 231232028
Iqbal Firman Kusumah 231232029
Ichlas Ferdiansyah 231232030
Krisna Nurohman 231232031
Mita Anggraeni 231232032
Dosen pengampu :
Oman Resmana, S.Kar., M.Sn
Rina Dewi Anggana, S.Sn., M.Sn
Kari Mulyana, S.Sen., M.Sn.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................1
DAFTAR ISI.......................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.3 Tujuan.....................................................................................................3
1.4 Manfaat...................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................3
2.1 Pengertian Karawitan Sekar.................................................................3
2.2 Jenis-Jenis Sekar Tradisional Sunda.......................................................4
2.2.1 Cianjuran.............................................................................................4
2.2.2 Ciawian.................................................................................................5
2.2.3 Cigawiran.............................................................................................6
2.2.4. Sekar Kepesindenan...........................................................................8
2.2.5 Sekar Wanda Anyar............................................................................9
2.2.6 Sekar Padalangan..............................................................................11
BAB III..............................................................................................................13
PENUTUP.........................................................................................................13
2.2 Kesimpulan...........................................................................................13
2.3 Saran......................................................................................................14
Daftar Pustaka..................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karawitan yaitu seni suara daerah baik vokal atau instrumental yang hadir klarifikasi
dan perkembangan dari daerahnya itu sendiri. Biasanya nadanya menggunakan laras salendro
dan pelog. Seni karawitan ini sebuah budaya yang harus dilestarikan agar seiring berjalannya
waktu dengan banyaknya persaingan dimana mana kesenian ini tidak akan punah dan mampu
bersaing dengan kesenian lainnya. Karawitan di bagi 3, yaitu Karawitan Sekar,Karawitan
Gending, Karawitan Sekar Gending. Karawitan Sekar merupakan salah satu wujud kesenian
yang dalam penyajiannya semakin mengutamakan terhadap unsur vokal atau suara manusia.
Karawitan sekar sangat mementingkan unsur vokal. Karawitan Gending merupakan salah
satu wujud kesenian yang dalam penyajiannya semakin mengutamakan unsur instrumental
atau alat musik. Sedangkan karawitan sekar gending ini campuran antara vokal dan
instrumen,mengiringi lagu dengan alat musik dan vokalnya,contohnya seperti iringan
wayang,kliningan,jaipongan itu termasuk dalam karawitan sekar gending. Tak hanya contoh
dari sekar gending yang beragam tetapi dalam karawitan sekar, jenis vokal tradisional
terbilang cukup banyak, begitupula dengan fungsi dan karakteristiknya , masing masing
memiliki peran penting. Contohnya seperti Ciawian,Cigawiran,Tembang cianjuran,Sekar
Keoesindenan,Sekar padalangan,Sekar Wanda anyar,Pupuh dan sebagainya. Masing- masing
mempunyai ciri khas dalam bentuk penyajian maupun pembawaannya. Berdasarkan latar
belakang tersebut kami tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai keberagaman vokal
tradisional sunda, selain dapat memperkaya pengetahuan juga dapat menambah pengalaman
bagi penulis.
1.4 Manfaat
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan akan bermanfaat bagi :
1. Penulis, sebagai tambahan ilmu dan wawasan yang nyata dalam mempresentasikan
ragam vokal tradisional sunda.
2. Pelaku seni, sebagai ladang pembelajaran dan motivator untuk memahami lebih
dalam tentang vokal tradisional sunda.
3. Pembaca, sebagai bahan informasi dan data tentang ragam vokal tradisional sunda.
3
BAB II
PEMBAHASAN
5
buntut, cacag, baledog, kedet, dorong, galasar, dan golosor. Sebagai semakin jelasnya,
ketujuh belas dongkari tersebut
2.2.2 Ciawian
a. Pengertian Ciawian
Ciawian merupakan jenis tembang berirama merdika yang disajikan
secara tunggal tanpa gending iringan, yang lahir di daerah Ciawi Kabupaten
Tasikmalaya. Tembang ciawian bertitik tolak pada sekar pupuh.
b. Asal-usul Ciawian
Seni Ciawian lahir sekitar tahun 1625 pada masa R. Demang
Suradikusumah, saat Ciawi masih tergabung dengan pemerintahan Sumedang.
"Konon katanya Demang Suradikusumah merupakan orang yang pertama ngabukbak
hutan dan tinggal di Ciawi. Pada mulanya, mamaos hanya untuk mengungkapkan
perasaan suka maupun duka serta gambaran kondisi daerahnya”, seiring dengan
waktu dan berkembangnya masyarakat di Ciawi, maka seni Ciawian semakin disukai
dan diikuti masyarakat lainnya.
Akhirnya terbentuklah kelompok-kelompok yang melantunkan mamaos Ciawian yang
biasanya dilantunkan setiap terang bulan (ngabungbang) namun bukan ritual.
Selanjutnya, seni ciawian semakin diterima masyarakat dan selalu disajikan dalam
acara hiburan perkawinan maupun khitanan. "Ciawian sebenarnya disebut sebagai
seni mamaos yang hanya diiringi oleh senggak (alok) dan keprok (tepuk tangan).
” kesenian ini berupa mamos Sunda dengan menggunakan irama puluh laras salendro.
Salah satu lingkung seni yang masih ada yakni lingkung seni
pageurageungan"Argagurnita pimpinan Ili Suhaeli yang telah berusia 77 tahun.
6
d. Teknik Vokal Ciawian
Seperti yang sudah dijelaskan pada ciri khas tembang Ciawian, bahwa
suara yang dipergunakan dalam Tembang Sunda Ciawian menggunakan suara asli
yang lantang, dan timbre atau warna suara pun dilepas tidak ditahan, dengan kata lain
Tembang Sunda Ciawian tidak menggunakan suara falseto atau hèas.
2.2.3 Cigawiran
a. Pengertian Cigawiran
Cigawiran merupakan jenis vokal berirama merdika yang disajikan
secara tunggal (solo/anggana) tanpa diiringi gending, Tembang cigawiran lahir
dilingkungan pesantren, yaitu di pesantren Ds. Cigawir,Kec. Selaawi, Kab.Garut.
Perbedaan dengan tembang ciawian terletak pada alur melodi, teknik vokal dan
rumpakanya (sya’ir). Selain memiliki cengkok dan karakter yang khas, Cigawiran
juga sangat kental dengan nuansa Islaminya. Cigawiran bisa dikatakan salah satu
produk seni-budaya hasil akulturasi antara agama Islam dengan budaya lokal.
b. Asal-usul Cigawiran
Cigawiran dikembangkan oleh Raden Hadji Djalari pada tahun 1823
M. Raden Hadji Djalari bukan hanya piawai dalam ilmu-ilmu agama Islam, tetapi
juga mahir dalam kesenian Sunda, utamanya kesenian tembang. Ia pun mulai
menggunakan seni tembang Sunda sebagai sarana berdakwah, agar pesanpesan luhur
ajaran agama Islam mudah diterima semua kalangan masyarakat Sunda. Pesan- pesan
luhur ajaran agama Islam dituangkan dalam bentuk “guguritan” (puisi Sunda, atau
pupuh dalam tradisi Jawa) yang beraturan dan sarat akan keluhuran nlai-nilai sastrawi.
Syair-syair itu kemudian dilantunkan dengan suara yang indah dan nada yang khas.
Maka terciptalah tembang Cigawiran. Sebenarnya Tembang tersebut merupakan hasil
adaptasi dari tembang di daerah Jawa tepatnya Jawa Timur karena R. Muhammad
Djalari yang pernah menuntutilmu dan menetap sementara di Jombang Jawa Timur,
sehingga padaperiode pertama penciptaannya, rumpaka tembang cigawiran ini banyak
yang berbahasa Jawa. Pada perkembangannya, tradisi Cigawiran kemudian
diteruskan, dilestarikan, dan dikembangkan oleh panerus H. Djalari dari generasi ke
generasi, mulai dari Raden Hadji Abdullah Usman, Raden Muhammad Isa, hingga
pada generasi kontemporer yang diampu oleh Raden Agus Gaos, Raden Muhammad
Amin dan Raden Iyet Dimyati.
7
nada tertinggi dan nada terendah yang berbeda.Tembang cigawiran merupakan
representasi nilai-nilai islami yang disajikan melalui bentuk sekaran (vokal).
Sementara isinya terbentuk dari struktur sajian pupuh yang biasa disajikan dalam
penyajian tembang atau macapatan. Syair lagu yang digunakan berisi tentang
pedoman-pedoman hidup yang utamanya bersumber pada Al Quran dan Hadist.
8
sekar kepesindenan tidak bersifat monoton, bahkan mempunyai banyak variasi.
Namun, dibalik kebebasan yang ada ,bukan berarti bahwa didalam sekar
kepesindenan tidak ada aturan sama sekali, melainkan tetap terikat pada ketentuan-
ketentuan yang sangat mendasar, yaitu aturan tentang embat,laras,surupan,dan arkuh
lagu yang sudah ditentukan.
9
untuk lagu-lagu kreasi lain dengan karakteristik lagu menyerupai sekar wanda anyar
yang di pelopori Mang Koko.
Pada tahun 40-an mang koko membuat lagu “Kanca Indihiang” yaitu lagu-lagu
kacapi. Dalam penyajian Kawih Wanda Anyar, Mang Koko telah menetapkan
beberapa tahapan/tingkatan lagu berdasarkan usia, sebagai berikut:
1 .Taman Cangkurileung ( Lagu untuk tingkatan TK ) biasanya belaras Madenda dan
degung
2. Taman Bincarung ( Lagu untuk tingkatan SD ) biasanya berlaras Salendro
3. Taman Setia Putra ( Lagu untuk tingkatan smp ) lagu bertemakan pahlawan
4. Palataran Gandamekar ( Lagu untuk tingkatan SMP-SMA) contoh salah satu
lagunya bertemakan rohani.
Selain menciptakan lagu mang koko juga pernah membuat sanggar “kliningan
Mundinglaya” (Gamelan) salah satu lagu yang populer pada masanya adalah lagu
Subaya,Ka Abdi, dan , Baju Hejo. Adapun karya beliau dalam membuat Drama Suara
atau yang disebut dengan “ Gending karesmen” contoh karyanya yaitu Si Kabayan,
Ruhak Pajajaran, Pangeran Jayakarta, dan drama suara berbahasa indonesia yang
berjudul Nyai Dasimah.
10
Pada Sekar Kawih Wanda Anyar biasanya menggunakan surupan 48 (empat puluh
delapan) sampai dengan 52 (lima puluh dua) berbeda dengan Tembang Sunda
Cianjuran yang biasanya menggunakan surupan 60 (enam puluh).
12
mangreng ngarukmining puri murub mubiar kadi kunang kunangan lengleng
ramiyang nisasangka kumebyar mangreng ngarukmining puri manjen ta aaa a srikandi
kang ku mammass
Lir murub mubin langit
Tekwan sarwa manik tawig ya sinawang sak sak
Ya sinawang saksak
Tong wan ami lenggah mangwan sangna lendra"
Bahkan selain untuk kakawen juga seorang dalang harus bisa menguasai nada
dasar untuk mengambil suara salah satu tokoh misalnya suara arjuna yaitu dari nada 4
dan nada 2 pada nada dasar. Selain itu juga tiap tokoh wayang berbeda nada dasarnya.
Haleuang wayang ada beberapa tokoh wayang yang juga bernyanyi/bersenandung
yang menjadi ciri khas salah satu tokoh wayang bahkan juga pada saat dalam keadaan
tertentu contohnya seperti rahwana, narada, semar dll. Bahkan seorang gatotkaca pun
ketika dia merintih juga ada nyanyiannyan contohnya "Tobat kanjeng ibu... putra
panjenengan parantos teu sanggem ibu".
Dalam amardawalagu yang ada pada padalangan kebanyakan iramanya itu
irama merdika jadi untuk menghentikannya pun tergantung dialog tergantung cerita.
Bawa sekar dalang yang biasanya untuk menjadi ciri khas akan munculnya salah satu
tokoh wayang misalnya karakter satria yang akan muncul "Bambang somantri satria
tandang nagara dan nukir katon malela mapag yuda ing nga laga ingalaga"
13
BAB III
PENUTUP
2.2 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Jawa Barat merupakan suatu daerah yang kaya akan
budaya. Hal itu terlihat dari banyaknya kesenian tradisional yang muncul dan
berkembang di masyarakat. Salah satunya adalah banyaknya jenis kesenian yang
mempergunakan media suara manusia atau dalam karawitan disebut karawitan sekar.
Berdasarkan jenisnya karawitan sekar terbagi kedalam beberapa jenis, yaitu Sekar Kawih,
Sekar Tembang dan Sekar Kepesindenan. Masing masing memiliki ciri khas dalam
bentuk penyajian maupun pembawaan yang berbeda-beda. Contohnya pada tembang
cianjuran, ciawian,dan cigawiran,kepesindenan dan sebagainya. Tembang Cianjuran
dinyanyikan menggunakan iringan musik seperti kecapi indung,kecapi rincik,dan suling
atau rebab. Sedangkan ciawian dan termasuk kedalam bentuk sekaran tanpa gending
pengiring atau sajian sekaran saja. Dalam aspek ornamentasi, dan teknik vokal pada
tembang cianjuran istilah ornamentasi nya disebut dongkari, sedangkan cigawiran disebut
cengkokan. Dalam teknik vokal pun tembang cigawiran menggunakan suara tingga
namun lebih lembut karena cigawiran merupakan tembang pesantren. Laras yang biasa
digunakan dalam cigawiran adalah Salendro, madenda, degung matraman dengan
penggunaan nada tinggi dan nada rendah yang berbeda. Syair cigawiran ini berisikan
ajaran islam, karena bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan sebagai sarana
tausiah. Sementara tembang ciawian merupakan tembang yang bermula dari seni
kalangenan di daerah Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Ciri khas dari tembang ini yaitu
penggunaan nada-nada tinggi yang melengking dan agak kasar . Letak perbedaan
tembang ciawian dengan tembang cigawiran yaitu pada rumpaka dan laras yang
digunakan mayoritas berlaras salendro. Satu-satunya yang berlaras degung yaitu pada
Kinantisawer. Sementara pada rumpaka tembang ciawian menggunakan bahasa buhun.
Untuk struktur dari dua Kesnian ini hampir sama karena mengambil dari pupuh yang
sama yaitu sepeti Sinom dan Dangdanggula. Begitupun dengan sekar kepesindenan yang
yang memiliki kebebasan dalam penggunaan senggol dan rumpaka (sya’ir) namun tidak
mengesampingkan nilai nilai estetiknya, yaitu irama,laras yang diinginkan oleh
penyajinya atau sindennya. Laras maupun irama yang dimaksud adalah teknik vokal,
bentuk lagu dan rumpaka. Ketiga aspek inilah yang menjadi ciri –ciri sekar kepesindenan.
Lalu untuk Sekar Padalangan kesimpulannya bisa disebut amardawa lagu. Karena pada
amardawa lagu seorang dalang dikepung oleh berbagai laras dan berbagai nada, karena
dalam sebuah pertunjukan cerita wayang itu tak lepas dari nada ,karena setiap tokoh
wayang memiliki nada tersendiri maka dari itu, seorang dalang harus bisa menguasai ilmu
karawitan, terutama soal sekar/vokal khususnya ilmu karawitan.
2.3 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, baik tulisan maupun
bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu kami harapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.
14
Daftar Pustaka
laduni.id.2019.Cigawiran adalah seni Tarik Suara Islam Nusantara yang berasal dari
Jawa Barat. Di akses pada 15 september 2023
https://www.laduni.id/post/read/53471/cigawiran-adalah-seni-tarik-suara-islam-
nusantara-yang-berasal-dari-jawa-barat
15