Anda di halaman 1dari 3

INISIASI 9:

RELIABILITAS DAN VALIDITAS INSTRUMEN

Data yang dianalisis untuk menjawab rumusan masalah atau untuk menguji kebenaran empiris
hipotesis penelitian harus memenuhi syarat minimal tertentu, yakni reliabel dan valid. Jika tidak
demikian, maka kesimpulan yang dihasilkan dari analisis itu menjadi tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Reliabilitas dan validitas data diuji melalui instrumen yang digunakan
untuk memperoleh data itu.

A. VALIDITAS

Suatu instrumen dinyatakan valid jika instrumen itu dapat mengukur apa yang dimaksudkan
untuk diukur. Hasil pengukuran dengan menggunakan timbangan, tentu saja, tidak valid
digunakan untuk mengukur tinggi badan orang.

Ada tiga tipe validitas, yaktu (1) validitas isi, yang terdiri dari validitas tampang, validitas
validitas pensampelan atau validitas kurikulum; (2) validitas yang dikaitkan dengan kriteria,
yang terdiri dari validitas prediktif dan validitas konkuren; dan (3) validitas konstrak, yang terdiri
dari validitas konvergen dan validitas diskriminan.

Validitas empiris dapat diuji dengan dan tanpa menggunakan instrumen lain. Pengujian validitas
secara empiris lebih lazim dilakukan dengan pendekatan internal, yaitu tanpa menggunakan
instrumen lain.

Alat analisis yang lazim digunakan untuk menguji secara empiris validitas suatu instrumen
adalah analisis statistik. Terkait dengan itu, kita harus menentukan besaran minimal koefisien
validitasnya agar dikategorikan sebagai valid. Penentuan bersaran itu harus obyektif dan/atau
didasarkan sumber bacaan tertentu.

Hasil analisis validitas suatu instrumen harus dikaitkan dengan definisi konseptual variabel yang
diukur melalui instrumen itu. Hasil pengukuran melalui instrumen itu seharusnya masih dapat
mewakili tiap atribut yang terdapat pada definisi konseptualnya.

B. RELIABILITAS

Suatu instrumen dinyatakan reliabel jika instrumen itu dapat menghasilkan pengukuran yang
konsisten. Dalam konteks tertentu, jika instrumen yang sama digunakan untuk mengukur
beberapa kali variabel yang sama, maka hasilnya harus sama atau homogen agar instrumen itu
dinyatakan reliabel.

Pengujian reliabilitas suatu instrumen dapat dilakukan melalui metode pengukuran-ulang dan
metode dua bentuk instrumen yang paralel. Selain itu, pengujian reliabilitas instrumen yang
lazim dilakukan adalah melalui pendekatan internal, yakni dengan menggunakan satu instrumen.

1
Pengujian reliabilitas instrumen lazim dilakukan dengan bantuan analisis statistik. Terkait
dengan itu, kesimpulan mengenai instrumen yang reliabel atau tidak reliabel didasarkan besaran
koefisien reliabilitas tertentu. Besaran minimal koefisien reliabilitas yang digunakan sebagai
patokan harus memiliki alasan yang obyektif dan/atau sumber bacaan sebagai acuannya.
Penggunaan uji signifikansi untuk menentukan reliabilitas suatu instrumen tidak lazim dilakukan
jika subyek yang digunakan untuk memperoleh datanya adalah populasi atau sampel yang tidak
dipilih secara acak dari populasinya.

C. KAITAN ANTARA VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Nilai koefisien reliabilitas yang rendah mungkin dapat diterima jika instrumen memiliki validitas
yang tinggi (Kerlinger dan Lee, 2000). Konsistensi internal yang tinggi merupakan prasyarat atas
validitas yang tinggi (Kline, 1993). Namun demikian, konsistensi internal yang sangat tinggi
secara aktual menjadi antitesis atas validitas (Cattel dan Kline, 1977 dalam Kline, 1993). Secara
statistik, reliabilitas merupakan bagian dari validitas (Kerlinger dan Lee, 2000).

Adalah mungkin memiliki reliabilitas tanpa validitas, tapi tidak sebaliknya (Kerlinger dan Lee,
2000). Pedhazur dan Schmelkin (1981) juga menyatakan bahwa “. . . reliabity is a necessary but
not a sufficient condition for validity.”

Menurut Kerlinger dan Lee (2000), reliabilitas itu sendiri sedikit gunanya dalam mengevaluasi
kebanyakan instrumen karena ukuran dapat secara konsisten salah. Tidak ada jaminan bahwa
instrumen adalah any good. Tapi, tiadanya reliabilitas yang tinggi mengindikasikan instrumen
tergolong jelek.

Selain itu, Ghiselli (1965) menyatakan bahwa makin rendah reliabilitas prediktor dan kriteria,
makin rendah validitasnya. Makin tinggi saling korelasi butir-butir instrumen, makin valid
instrumennya.

Validitas dan reliabilitas suatu instrumen berkaitan dengan jumlah butir instrumen itu. Makin
banyak butir makin tinggi validitas dan reliabilitas suatu instrumen, dengan ketentuan bahwa
butir-butir tersebut homogen (Guildford dan Fruchter, 1987). Jadi, peningkatan validitas dan
reliabilitas dapat dilakukan dengan menambahkan butir instrumen yang homogen dengan butir
yang telah ada pada instrumen itu.

Kaitan antara reliabilitas dan jumlah butir yang homogen di atas dapat dihitung melalui contoh
berikut (Nunnally, Jr., 1978). Misalkan koefisien reliabilitas suatu instrumen yang terdiri atas 20
butir instrumen sama dengan 0.70. Jika pada instrumen itu ditam-bahkan sebanyak 40 butir
instrumen yang homogen dengan ke-20 butir instrumen itu, maka reliabilitas dari instrumen yang
terdiri atas 60 butir itu adalah rkk = [k(r11)] / [1 + (k – 1)r11] = [3(0.7)] / [1 + (3 – 1)0.7] = 0.88.
Dalam hal ini, rkk adalah koefisien reliabilitas yang baru, k adalah rasio antara jumlah butir
setelah dan sebelum ada penambahan butir, dan r11 adalah koefisien reliabilitas sebelum ada
penambahan butir.

D. UJI-COBA DAN PERBAIKAN INSTRUMEN

2
Instrumen yang akan digunakan harus diuji-coba untuk menilai validitas dan reliabilitasnya. Jika
dikaitkan dengan perolehan data penelitian, maka uji-coba instrumen dapat dilakukan melalui
tiga tahap, yaitu pra-uji-coba, uji-coba, perolehan data. Pra-uji-coba dilakukan terhadap sejumlah
kecil subyek dan dimaksudkan untuk menilai redaksi instrumen. Pra-uji-coba ini dapat juga
dimaksudkan untuk menilai validitas isi instrumen, yaitu dengan meminta pendapat dari para ahli
yang relevan. Uji-coba dilakukan terhadap sejumlah besar subyek yang memiliki kemiripan
dengan subyek penelitian. Jadi, subyek uji-coba dan subyek penelitian harus berbeda tetapi
memiliki kemiripan. Uji-coba dimaksudkan untuk menguji validitas dan reliabilitas empiris
instrumen. Instrumen itu harus valid dan reliabel agar lauyak digunakan untuk memperoleh data
penelitian.

Alternatif lainnya, yang lebih sering dilakukan dalam praktik, adalah pra-uji-coba dan uji-coba-
terpakai. Dalam hal ini, tahap uji-coba dan pengumpulan data penelitian dijadikan satu tahap.
Data yang diperoleh pada tahap uji-coba-terpakai itu digunakan untuk menguji validitas dan
reliabilitas instrumen. Jika validitas dan reliabilitasnya teruji, maka datanya digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian.

E. PENGGUNAAN INSTRUMEN YANG TELAH ADA

Selain dengan mengembangkan sendiri instrumen penelitian, kita dapat juga menggunakan
instrumen yang telah dikembangkan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Terkait dengan itu,
validitas dan reliabilitas instrumen itu seharusnya telah teruji serta memiliki definisi konseptual
yang sama dengan definisi konseptual kita mengenai variabel yang diukur. Kemiripan subyek
penelitian kita dan subyek penelitian untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen itu juga
harus dipertimbangkan.

Instrumen itu sering juga harus diadaptasi, termasuk – mungkin – harus mengubah bahasanya.
Selain itu, instrumen yang telah ada itu tetap harus diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum
digunakan untuk memperoleh data penelitian.

Anda mungkin juga menyukai