Anda di halaman 1dari 9

SEKRETARIS

“Selamat pagi…?!
“Pagi juga Vi.”
“Sepi banget, yang lain belum pada datang ya?”
“Biasa…kalau bos belum masuk pintu, mereka masih nunggu di luar sana.”
“Ya udah. Aku masuk dulu ya Fer.”
“Ok. Oh ya Vi, kamu entar sore ada acara gak?”
“Ada. Emang ada apa?”
“Oh gak apa-apa. Lain kali aja.”
“Yuuk..”
Novi memasuki ruang kerjanya. Perasaannya agak sedikit lega menghirup
aroma pengharum ruangan. Dia menghirup udara dalam-dalam. Betapa dari kemarin
ia merasa sumpeg dengan sindiran dan bisikan di kanan dan kiri meja kerjanya.
Meskipun ia pegawai baru, namun bos nya yang selalu mengajaknya menemui para
pemegang saham membuat kecemburuan sosial di kantor itu. Perusahaan di mana ia
kerja adalah perusahaan besar yang banyak kedatangan tamu luar negri maupun lokal
untuk menanamkan sahamnya. Tak heran tamu asing sering datang dan pergi dari
kantor tersebut.
Di antara teman-temannya bukan tak ada yang fasih berbahasa inggris maupun
bahasa asing lainnya. Namun bos menunjuknya untuk mendampingi saat datang tamu
dari luar negri. Bos merasa puas dengan bekal bahasa yang Novi kuasai. Hal itu
membuat rekan kerja yang lebih senior merasa tersaingi dan kurang suka setiap
melihat Novi jalan bareng dengan bos mereka.
Awalnya ia tidak mau menunjukan kepandaian berbahasanya. Tapi saat itu
suasana benar-benar bikin dia mau tidak mau menampilkan diri. Kantornya bergerak
di bidang otomotif yang buka cabang di daerah gunung putrid bogor. Hari itu
kedatangan tamu dari luar negri. Namun tamunya ini termasuk agak rewel dan milih-
milih penerjemah dari kantor tersebut. Sudah dua orang yang diajaknya ngobrol
tentang perusahaan, namun dia belum puas. Katanya penjelasan dari mereka
mengambang dan kurang jelas. Pak Dody berjalan ke luar masuk ruangan sambil
menggerutu dan bertanya “siapa lagi yang fasih berbahasa inggris?” ternyata
semuanya diam. Nyalinya menciut dan tak ada yang berani unjuk diri. Tiba-tiba Ferdy
menjawab.
“Bos. Itu sekretaris baru sangat fasih bahasa inggrisnya.”
“Huuuuuhh…?!” serentak terdengar nada mencemooh dari rekan rekan
seniornya. Sedang Novi yang di tunjuk oleh Ferdy mukanya merah dan telinganya
panas mendengar cemoohan itu. Ia jadi pingin membuktikan kemampuan
berbahasanya.
“Namamu siapa.” Tanya pak Dody
“Saya Novita Pak.” Jawab novi menunduk
“Benar kamu bisa bahasa inggris?"
"Akan saya coba Pak."
Ayo ke ruang direktur. Di sana ada tamu asing. Kamu ajak dia ngobrol tentang
perusahaan, ini brosurnya bawa buat pegangan.” Kata Pak Dody sambil menyerahkan
beberapa lembar brosur untuk promosi.
Novi mengikuti langkah bos nya, diikuti pandangan melecehkan dari rekan
kerjanya. Novi melirik sebentar pada Ferdy yang tadi mempromosikannya pada pak
Dody. Sedang pemuda itu masih memandanginya. Seolah matanya bicara kalau Novi
akan bisa meladeni tamu asing itu.
Novi masuk ruangan direktur. Rekannya yang tadi sedang ngobrol dengan
tamunya, di suruh keluar oleh pak Dody. Novi menempatkan diri di kursi yang
berhadapan dengan Mr William. Bos nya duduk di kursi sebelah kiri Mr William
menghadapnya. Novi mengucap salam pada tamunya, lalu mulai mengajak ngobrol
tentang perusahaan. Pak Dody mengangguk-angguk puas, melihat raut wajah cerah
Mr William. Pak Dody tak menyangka kalau sekretaris barunya itu begitu fasih
bahasa inggrisnya. Akhirnya jadilah Mr William menanam saham pada perusahaan
tersebut. Otomatis pak Dody berterima kasih pada Novi.
Baru saja Mr William pamit pergi, datang lagi tamu asing lainnya. Rupanya
tamu dari china. Pak Dody melarang Novi kembali ke meja kerjanya dulu.
Disuruhnya dia mencoba bahasa yang ia kuasai siapa tahu bisa nyambung.
"Novi, kamu jangan ke mejamu dulu. Yuk, kita sambut lagi tamu asing itu."
Novi diam saja. Ia menurut. Baginya bahasanya orang china juga tidak asing
lagi. Namun ia tidak mau menonjolkan diri sebelum dia buktikan di hadapan mereka.
Dia dan pak Dody menyalami tamu yang ternyata berasal dari Beijing itu. Mendengar
logat bicaranya, tahulah Novi kalau tamunya pasti susah ngomong pakai bahasa
inggris. Tamunya membawa penerjemah, tapi saat menyalaminya tadi, Novi berbicara
pakai bahasa yang sama dengan bahasa yang tamunya pakai.
Mr Ho. Senang karena bisa ngomong pakai bahasa ibu yaitu bahasa mandarin.
Pak Dody yang tadi sempat kuatir tentang bahasa tamunya. Kini duduk tenang,
bahkan terkesan bangga saat mendengar tanya jawab antara Mr Ho dengan Novita
sang sekretaris. Sekali lagi pak Dody tidak menyangka kalau Novi bisa berbagai
bahasa. Dia kagum juga. Sejak saat itulah. Novi selalu diajak menemui tamu-
tamunya.
Di luar ruang direktur. Berkumpul wanita-wanita pada mengintip di depan
pintu sambil mendengarkan pembicaraan di dalam. Mereka terlihat sengit mendengar
suara tawa tamunya juga tawa renyah Novita.
“Huh! Belagu. Kita aja yang udah karatan di sini kagak pernah ketawa-ketawa
begitu.” Sungut Nita
“Tapi nyatanya dia bisa bahasa mereka.” Kata Yanti
“Udah loe, jangan ngebelain anak baru deh!”
“Husssttt..jangan keras-keras. Nanti kedengaran dari dalam.” Kata Yanti
sambil menutup bibirnya dengan satu jari.
“Brengsek! Cari muka aja tuh anak.” Masih sungut Nita
"Loe masuk aja dan ganti posisi Novita, Nit, kalau memang loe jago berbahasa
asing.” celetuk Ferdy sambil tersenyum puas dari meja kerjanya.
“Kutu busuk loe, penjilat.”
“Ha, ha, ha, ha, begitu ya…?” ledek Ferdy
“Huh! Sebel”
“Seneng betul yee?!”
Rebut-ribut itu sepi seketika, melihat tamunya keluar dari ruang direktur. Di
ikuti oleh pak Dody dan Novi yang mukanya terlihat berseri-seri.
“Novita, terima kasih banyak yah!?” kata pak Dody sambil menjabat tangan
Novi
“Sudah kewajiban saya pak, saya bisanya Cuma begitu. Saya ucapkan selamat
ya Pak Dody atas keberhasilan kita hari ini.” Jawab Novi sambil menyambut jabat
tangan Bos nya di depan mata rekan kerjanya. Mata Nita melotot dan mulutnya
menjebi makin tebal melihat pemandangan di hadapannya itu.
“Selamat pak Dody.” Ferdy maju menyalami bos nya sambil mengedipkan
sebelah matanya pada Novi. Novi tahu itu artinya "tuh kan kamu bisa”
Sindiran maupun bisik-bisik di kantornya sering ia terima. Namun Novi tahu
diri dan berusaha menerima dengan lapang dada. Ia selalu menjaga sikap maupun
kata-katanya. Karena kalau di ladeni, sgosip akan makin kencang menerpanya. Ia
ingin kerja dengan damai demi keluarga yang ia tinggalkan di Jawa. Ia maklum
dengan sikap rekan kerjanya, karena baru empat bulan ini ia bekerja tapi sudah
mendapat kepercayaan dari bos untuk jadi penerjemah bahasa setiap tamu asing
datang ke kantornya.
Ferdy. Adalah satu-satunya rekan kerja yang bersahabat dan mengakui kalau
bahasa asing yang Novi kuasai memang hebat. Meski Novi selalu merendah dan
menyembunyikan keberadaannya siapa dia sebenarnya.
Setiap ditanya belajar di mana bahasa mandarin yang ia kuasai? Novi hanya
tersenyum sambil menunjukan buku mandarin di tangannya. Juga saat ditanya di
mana belajar bahasa kantonis, dan inggrisnya? Ia hanya senyum saja menjawab semua
pertanyaan rekan kerjanya. Sikapnya itu di anggap sombong oleh mereka. Tapi Novi
tidak peduli selama dirinya tidak menyinggung orang lain maupun mengganggu yang
lain.
Novi adalah perempuan berusia dua puluh lima tahun, sosoknya tinggi
semampai. Dengan rambut panjang sepinggang dan bentuk wajah oval yang tergolong
cantik. Dandanannya selalu rapi, body nya sexy. Setiap penampilannya selalu di
jadikan gossip murahan di kantornya. Katanya ia berselingkuh dengan bos nya. Tak
heran istrinya bos yang bernama Dora kini sering datang ke kantor guna mengecek
kebenaran desas-desus yang tercium olehnya.
Betapa Dora merah padam mukanya melihat Dody suaminya turun dari mobil
pribadinya di ikuti Novi. Matanya hampir loncat keluar saat memelototi sosok Novi.
“Pi, siapa dia?” tanyanya pada suaminya sambil menunjuk Novi
“Ini Novi. Kenalin Mah, dia sekretaris baru di kantor kita.” Kata Dody bangga
memperkenalkan Novi pada istrinya yang saat itu justru makin cemburu dengan
keramahan suminya atas Novi. Begitu bangganya suamiku atas sundal itu. Pikirnya
dengan kemarahan sampai di ubun-ubun.
“Halo Bu, apa kabar?!”
“Hemhh.” Jawabnya singkat dan angkuh.
“Mah. Kok tidak bilang atau nelpon dulu kalau mau ke kantor, kan bisa ku
jemput.” Kata Dody
“Gak perlu Pi. Aku Cuma mau bilang. Nanti pulang secepatnya.” Katanya
ketus sambil melirik ke arah Novi yang masih berdiri dengan tenang di depan pintu.
Sementara rekan kerjanya pada berkumpul sambil kasak-kusuk dan mata mereka
tertuju ke arah Novi dan bos suami istri.
Melihat istri bos pergi, bos serta Novi masuk kantor. Serentak mereka yang
berkumpul tadi bubar dan menempati mejanya masing-masing. Novi bukan tidak tahu
gerakan mereka itu. Tapi dia berusaha biasa saja karena memang tidak ada apa-apa.
"Ikuti perempuan itu Din."
"Iya Bu."
Novita turun dari ojek. Setelah membayar ia masuk pekarangan sebuah rumah
yang ia kontrak. Tanpa menoleh kanan maupun kirinya. Ia membuka pintu dengan
kemerincing suara anak kunci. Perempuan setengah baya yang duduk di dekat sopir,
masih mengikuti semua gerakan Novita dari balik kaca mata hitamnya. begitu Novita
masuk rumahnya, wanita ini mengajak sopirnya meninggalkan halaman itu.
"Ayo Din kita pulang."
"Emang siapa dia Bu?"
"Udah! bawel loe. bukan urusanmu tau!"
"Iya, iya Bu."
Tampak wajah perempuan ini kurang senang, namun ada kepuasan setelah
melihat dengan mata kepala sendiri di mana gadis itu tinggal "Awas kau sundal, kalau
masih merecoki suamiku, tau rasa kau nanti" gumamnya.
"Apa Bu?"
"Apa yang apa? gua kagak ngomong ama eloe tau! sopir bawel."
"Iya Bu maaf."
Perempuan setengah baya ini adalah Dora. Istrinya pak Dody. Begitu
cemburunya pada Novita, tapi ia ingin membuktikan bisik-bisik di luaran kalau
suaminya ada main sama sekretaris barunya itu. Kini ia sengaja mengikuti Novita dari
kejauhan. Ingin tahu di mana gadis itu tinggal dan bersama siapa?
Tadi yang dilihatnya, gadis itu tinggal sendirian karena pintunya ia buka
sendiri dari luar. makin kuat kecurigaannya kalau gadis itu suka membawa suaminya
datang ke kontrakannya.
"Pi. Pulangnya sore amat, dari mana saja?" tanya Dora melihat suaminya baru
turun dari mobil.
"Mah. kamu ngomong apa sih?! ya dari kantor lah. Emang dari mana lagi?"
sahut suaminya sabar.
"Kantor apa kantor?! habis jalan sama sundal busuk itu kan? ngaku aja deh
Pi." tuduhnya
"Mah. kamu ini kenapa? kok suami pulang langsung di sambut tuduhan
begitu?"
"Tak usah mungkir deh Pi. Mama dengar di luaran kalau Papi ada main sama
sekretaris baru itu."
"Novita maksudmu? Mah, mah. Papi sudah bilang, Novita itu sangat berjasa di
perusahaan kita. Dia bahasa asingnya sangat bagus. Maka Papi selalu ajak dia untuk
menemui relasi kerja Papi. Kok main tuduh sembarangan to Mah."
"Papi suka kan sama sundal itu?"
"Mah. Mamah bisa gak ngomongnya halus sedikit." bentaknya
"Tuh kan. tuh kan. Papi belain dia." sengit dora bicara sambil meninggalkan
ruang tamu. Suaminya geleng kepala melihat istrinya uring-uringan "Selalu begitu
bila melihat aku dekat dengan sekretaris, tapi baru kali ini aku cocok dengan
sekretarisku. Dia bahasa asingnya hebat. Aku tak boleh melepaskan dia dan tak
boleh istriku melecehkannya. Biar saja Dora marah. besok juga sudah sembuh"
bisiknya.
Jam lima pagi Pak Dody sudah berdandan rapi. Tas kantor sudah siap di sofa
tinggal angkat. Sementara istrinya masih tidur di kasurnya. Pak Dody menoleh sesaat
pada istrinya, tadinya mau pamit tapi dia ingat kalau istrinya masih marah gara-gara
kemarin pulang kesorean. di urungkannya niat pamit sama istrinya. dia melangkah
keluar dan berpamit sama mbok Iyem agar bukakan pintu garasi.
Hari ini Novita minta ijin cuti. Pagi-pagi sekali dia sudah berada di terminal
kampung rambutan. Sepertinya sedang menunggu seseorang. Ia tampak agak gelisah
menengok kanan dan kirinya seperti mencari-cari sesuatu. Saat itu ada sepasang mata
yang memandanginya dengan penuh kebencian. Si empunya mata ini bergumam
"dasar sundal. Pagi-pagi sudah parkir di sini. Pantas suamiku berangkat pagi buta
tanpa pamit dulu. Malah pamitnya sama mbok Iyem aku harus cek ke kantor
sekarang"
mobilnya pun meluncur pergi. Sementara Novita berteriak kegirangan melihat
siapa yang muncul di hadapannya.
"Sayaaang...akhirnya kamu datang. mama kangeeeen sekali. muah, muah."
Novi menciumi pipi kecil milik Mawar anaknya.
"Mama. Mawal kangen." kata anak itu
"Mas. Apa kabar? Mawar rewel gak di jalan?" tanya Novi pada Anton
suaminya yang sedang memandanginya penuh rindu.
"Baik, kamu sendiri sehat kan Vi? Mawar gak rewel, cuma sering minta
pipis." jawabnya sambil tersenyum.
"Aduuuh sayang.. di bus sering pingin pipis ya?"
"He eh."
Sudah enam bulan Novi meninggalkan kampung halaman di Jawa Tengah.
Rasa kangen pada anaknya tidak bisa di bendung, maka ia minta suaminya datang
membawa serta anaknya yang masih berusia empat tahun. Ia sengaja minta cuti hari
ini karena mau menjemput suami dan anaknya.
Novita adalah ibu rumah tangga yang berasal dari Jawa Tengah. Dia mantan
tenaga kerja wanita yang pernah merantau di negeri Malaysia dan Singapore. Cukup
empat tahun merantau, lalu menikah dengan Anton dan di karuniai satu anak
perempuan mungil yang diberi nama Mawar.
Dia menelpon suaminya agar bersatu tinggal di Jakarta. Tepatnya di daerah
Gunung Putri Bogor. Dimana dia mengontrak sepetak rumah yang selama ini
ditinggali se orang diri. Dia merasa sepi, apalagi dengan berbagai cobaan yang datang
menerpanya ia merasa berat menghadapi seorang diri. Ia berharap. Setelah berkumpul
dengan suaminya teror dari rekan kantornya akan reda.
Sementara di kantor. Bu Dora datang langsung menggeledah ruangan. Setelah
yang di carinya tak ada, dia bertanya pada salah satu karyawan di situ.
"Hey. Bos mu kemana?" Tanyanya dengan angkuh
"Belum datang Bu."
"Terus si sekretaris ke mana pula?"
"Enggak tau pula, dia juga belum datang."
"Binatang! siang-siang begini pasti sedang selingkuh ini Papi dengan sundal
busuk" rutuknya dengan marah.
"Dino. Ayo ketempat yang tempo hari kita kesana."
"Iya Bu."
"Cepat!!
"Iy ..iyya."
Selama dalam perjalanan Bu Dora mengomel panjang pendek. Dino si sopir
hanya berdiam diri saja karena takut di bentak nanti kalau banyak tanya. tak berapa
lama sampailah mereka di rumah kontrakannya Novita. Rumah itu kelihatan sepi dan
terkunci.
"Teng, tong. Teng, tong. Teng, tong," tak sabar Dora memencet bel pintu
berkali-kali.
"Ya. Tunggu sebentar," Terdengar seruan Novita dari dalam.
"Eh! ibu. Silahkan masuk Bu." Kaget hatinya melihat istri bos ada di
rumahnya.
"Jangan basa-basi loe ya sundal."
"Ini, ini ada apa ya Bu?"
"Suruh keluar suamiku. Siang-siang begini main selingkuh ngumpetin suami
orang." tuduhnya
"Bu. Maaf siapa yang ibu maksud suami orang?" tanya Novi dengan muka
pucat
"Sudah jangan banyak bacot! suruh suamiku keluar."
"Pak Dody tidak ada di sini Bu."
"Lihat tampangmu, siang-sing begini acak-acakan begitu lagi ngapain kamu
haa!? kalau tidak lagi selingkuh dengan suamiku"
"Mamaaaaaaaaa.......engh, engh...!"
"Iya sayang. Tak apa-apa kamu terbangun ya? cup muah, muah.!" sambut
Novi melihat Mawar terbangun dan menangis menubruknya. Novi membopong
anaknya sambil menghadapi istri Bosnya yang kini terlihat bengong seperti orang
bego!
"Itu, itu anakmu?" tanyanya gagap dengan raut wajah berubah-ubah. Kadang
merah kadang pucat dan bingung.
"Iya bu, ini anak saya namanya Mawar usianya empat tahun." jelasnya
"Ada apa ribut-ribut Vi?" tiba-tiba Anton muncul. Dia tidurnya terganggu
mendengar ribut-ribut di luar kamarnya. Dilihatnya ada tamu seperti orang
kebingungan.
"Oh, ada tamu? sudah lama bu?" sapanya dan menyalami bu Dora.
"Iya. Ini siapa?" tanya bu Dora makin bingung tidak tahu mesti ngomong apa
atas tuduhannya tadi.
"Dia Anton suami saya yang baru pagi tadi datang dari Jawa Tengah, makanya
hari ini saya ambil cuti karena menjemput anak dan suami saya di terminal kampung
rambutan pagi tadi." Novi menerangkan. Sedang Dora kebingungan serta malu besar
dengan tuduhannya. Tak ada jalan lain selain pamit pulang.
"Ya sudah saya pamit dulu."
"Duduk dulu lah bu." seru Anton yang sepertinya tidak tahu urusan tuduh
menuduh yang menimpa istrinya tadi.
"Sudah lain kali saja." jawab Dora sambil memandang iri atas kerukunan anak
ibu dan istri yang terlihat saling berpelukan di depan matanya. Terus terang kini dia
merasa cemburu melihat Novi memeluk anaknya. Dora menikah dengan Dody sudah
sepuluh tahun. Namun tidak punya anak satu pun. Makanya dia sering uring-uringan
melihat suaminya akrab dengan karyawan putri. Dia takut tersingkir dari hati
suaminya.
Sepeninggal Dora dari hadapannya. Novi memandang suaminya dengan
mesra. Ia berjalan sambil membopong Mawar dan tangan sang suami memeluk
pundaknya. Novita menghela nafas lega. Kini dia makin kuat dengan adanya seorang
suami dan anak di dekatnya. Apapun tak akan membuatnya cengeng. Dia pun segera
melupakan makian dan tuduhan dari istri atasannya barusan. Ferdy pernah bercerita
tentang sifat jelek istri bos nya itu bila sedang cemburu. Novita maklum.

:: Istana Rumbia, February2007::

Anda mungkin juga menyukai