0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
24 tayangan18 halaman
1. Dokumen ini menceritakan pengalaman penulis bekerja sebagai pustakawan di perpustakaan khusus Balai Besar Kerajinan dan Batik.
2. Penulis menjelaskan tantangan yang dihadapi seperti menyusun SKP baru dan mengenal koleksi perpustakaan. Penulis terkesan dengan koleksi buku berkualitas tinggi di perpustakaan tersebut.
3. Dokumen ini juga membahas upaya penulis dalam mengembang
1. Dokumen ini menceritakan pengalaman penulis bekerja sebagai pustakawan di perpustakaan khusus Balai Besar Kerajinan dan Batik.
2. Penulis menjelaskan tantangan yang dihadapi seperti menyusun SKP baru dan mengenal koleksi perpustakaan. Penulis terkesan dengan koleksi buku berkualitas tinggi di perpustakaan tersebut.
3. Dokumen ini juga membahas upaya penulis dalam mengembang
1. Dokumen ini menceritakan pengalaman penulis bekerja sebagai pustakawan di perpustakaan khusus Balai Besar Kerajinan dan Batik.
2. Penulis menjelaskan tantangan yang dihadapi seperti menyusun SKP baru dan mengenal koleksi perpustakaan. Penulis terkesan dengan koleksi buku berkualitas tinggi di perpustakaan tersebut.
3. Dokumen ini juga membahas upaya penulis dalam mengembang
1 Tantangan menjadi pustakawan di perpustakaan khusus
2 Menyelesaikan tantangn itu
3.Kesibukan/talenta/prestasi/minat baik di dalam/luar dunia
kepustakwanan yang dapat menunjang profesi sebagai pustakawan
Sekelumit cerita tentang perpustakaan tempat bekerja, dan di
akhir Quotes yang menggambarkan perasaan seorang pustakwan di perpustakaan khusus (satu kalimat dibold)
Minimal 1000 kata, maksimal 1200 kata, ukuran A5,
maksimal 10 halaman, margin normal dan rata tengah. Mulai tanggal 31 Maret 2017 aku ditempatkan di Seksi Informasi, tepatnya di perpustakaan. Alhamdulillah mutasi ini sesuai dengan yang aku harapkan. Aku seperti menemukan keluarga baruku berada di perpustakaan. Senior-senior ku bapak Edi Saptono dan Timbul Widodo menerima kehadiran ku dengan welcome. Kami saling menyapa ketika memasuki ruangan, bercerita dan berdiskusi seputar keluarga, kantor, lingkungan, dan saling melengkapi. Mereka berdua berbagi pengetahuan dan pengalaman terhadapku. Berada di tempat yang baru, aku harus memikirkan Sasaran Kinerja atau yang lebih popouler dengan SKP ku. Berbekal Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015, tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya aku mulai menuangkan SKP ku. Untuk mewujudkan SKP ku, aku mulai menjelajahi lemari demi lemari. Walaupun perpustakaan sudah mempunyai OPAC atau Online Public Access Catalog, aku lebih senang melihat fisiknya. Walaupun aku lahir, besar dan tua di kantor ini, tetapi baru kali ini aku mengetahui koleksi perpustakaan kantor ku. Rasa kagum tak bisa kupungkiri ketika menyadari betapa luar biasa koleksi perpustakaan kantor ku. Koleksi yang berperan dalam melahirkan buku Seni Kerajinan Batik yang samapi sekarang, berpuluh-puluh tahun kemudian masih menjadi buku induk orang yang bersinggungan atau berkecimpung dengan batik. Keprihatinan dan juga harapan agar ada karya monumental lagi yang lahir dari kantor ku, aku berkingingan untuk mendekatkan perpustakaan dengan pemustaka internal. Sesuatu yang baru aku ketahui setelah aku diberi kesempatan untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Calon Pustakwan Tingkat Ahli pada tahun 2018. Alhamdulillah, pengetahuan dan pengalaman yang dibagikan oleh para tenaga pengajar merupakan anugerah yang mencerahkan. Jalan yang semula remang-remang mulai menampakan titik terang. Banyak pengetahuan baru yang diperoleh utuk bekal berselancar di dunia perpustakaan/pustakawan. Menyenangkan. Aku tersesat di jalan yang benar. Pekerjaanku, hobiku. Melalui Diklat CPTA aku baru mengetahui bahwa ada unsur rekreasi dalam definisi Perpustakaan. Dalam Undang-Undang Perpustakaan Nomor 43 tahun 2007, Pasal 1 disebutkan bahwa Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreaai para pemustaka. Kata rekreasi ini lah yang mendasari aku untuk memasukkan buku genre fiksi dalam pengembangan koleksi. Tahap awal, aku usulkan buku cerita untuk anak- anak yang masih terkait dengan batik. Tahap berikutnya aku usulkan novel. Sama seperti buku cerita untuk anak, novel pun akau usulkan yang beraroma batik atau tenun. Oh ya walau nama kantor ku Balai Besar Kerajinan dan Batik, namun di kantor ku ada laboratorium tenun dan garmen selain laboratorium batik dan kerajinan tentunya. Setelah mengikuti Diklat CPTA aku baru tahu bahwa ada Standar Nasional Indonesia 7496, 2009 tentang Perpustakaan khusus. Hal ini lah yang menjadi landasan ku untuk melakukan operasional perpustakaan. SNI ini kemudian dan diganti dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasioanl Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Perpustakaan Khusus. Pasal 1 ayat 7 UU no 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan , Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organiasasi lain. Aku awali langkahku dengan menyampaikan informasi tentang buku baru melalui poster yang dipasang di seputar kantor. Hal ini aku lakukan agar pengembangan koleksi yang dilakukan melalui pengadaaan lebih maksimal, yaitu sesuai dengan kebutuhan pemustaka. Ternyata trial ini masih eror. Pengembangan koleksi dilakukan berdasarkan perkiraan atau ketertarikan aku terhadap buku bernuansa batik. Melangkah ke tahapan berikutnya dalah penagihan pinjaman buku yang sudah sampai batas tenggal kembali,belum dikembalikan. Sebagai Satuan Kerja yang bernaung di bawah kementerian aku dan teman mencoba menggunakan perpanjangan tangan pejabat struktural. Belum membuahkan hasil yang berarti, aku coba mengirimkan surat tagihan via e pesan intrnat kementerian. Alhamdulillah ini lebih berhasil guna dari upaya sebelumnya. Masih penasaran dengan tagihan buku-buku yang tersisa, aku manfaatkan jarngan media sosial Whatsapp. Surat peringatan aku kirimkan melalui Wa. Ternyata cara ini lebih berhasil guna lagi. Oh ya, berdasrakan masukan dari pemustaka, penagihan dilakukan secara periodik sekali 3 bulan.
1. Pinjaman yang sudah sampai batas tanggal kembali,
belum dikembalikan. a. Menyampaikan surat penagaihan melalui Pejabat Eselon 3 b. Menyampaikan surat penagihan melalui e pesan Intranet kemenperin c. Menyampaikan surat tagihan melalui WhatsApp 2. Pengembangan koleksi 3. Menyampaikan informasi koleksi perpustakaan melalui blog 4. Menyampaikan informasi buku batu melalui geup WhatsApp kantor a. Apresiasi b. Mengusulkan tema pengembangan koleksi c. Meluncur ke perpustakaan untuk membaca buku 5. Membuat display buku yang temanya berganti setiap bulan 6. Mengadakan gerakan literasi melalui penulisan abstark koleksi buku perpustakaan a. Bagi kalangan pejabat struktural b. Bagi kalangan pejabat fungsional 7. Memberikan penghargaan bagi pemustaka a. Bagi pemustaka yang paling sering berkunjung ke perpustakaan b. Bagi junior (anak karyawan) yang me Ilmu itu dari melakukan Beberapa waktu sebelumnya aku pernah menyampaikan aspirasi ku kepada Kepala Bidang Pengembangan Jasa Teknis, bidang yang membawahi Seksi Informasi, bahwa aku ingin dimutasi ke perpustakaan. Alasan ku adalah karena aku senang buku. Kesenangan yang tumbuh semenjak aku menuntut ilmu di kota Serambi Mekah, Banda Aceh. Menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala mempertemukan aku dengan Johar Gunawan. Aku melihat Bang Jo, demikian aku memanggilnya, melaberbagai jenis buku. Akupun perlahan tapi pasti seolah mengikuti jejak si abang. Aku tersadar akan hal itu ketika ditanya oleh salah seorang pelayan toko buku ABC, sebuah toko buku di Banda Aceh, tempat aku biasa membeli buku. Beliau bertanya,’ kamu kuliah di jurusan apa?’ Pertanyaan yang muncul karena dia melayani aku ketika membeli buku dengan tema buku yang beraneka ragam.
Konsekuensi dari kepindahanku ke perpustakaan adalah
menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) baru. Berbekal ‘kitab’ pustakawan, aku berkoordinasi dengan teman-teman yang ada di perpustakaan. Aku menanyakan apa yang bisa aku kerjakan selain dari yang sudah mereka kerjakan. Dengan ‘meraba-raba’ aku susun SKP baruku. SKP ku yang baru adalah membuat abstrak indikatif koleksi perpustakaan berbahasa Indonesia dan asing dengan target masing-masing 9. Hal ini sesuai dengan jumlah bulan semenjak aku dinobatkan jadi warga perpustakaan sampai berakhirnya Tahun Anggaran 2017.
Untuk memenuhi target SKP dan lebih mengenal
lingkunganku yang baru , aku mulai menjelajahi lemari demi lemari yang ada di perpustakaan. Dari penjelajahan ini aku terkesima dengan koleksi buku-buku yang ada. Koleksi perpustakaan Balai Besar Kerajinan dan Batik di mana aku bekerja luar biasa. Aku terpesona dengan buku-buku text book, ensiklopedi dan buku-buku lainnya yang terbitan tahun 70-an ke bawah menjadi koleksi perpustakaan kantorku. Secara umum BBKB adalah unit penelitian dan pengembangan untuk komoditi batik dan kerajinan. Sebagai unit litbang, kedudukan BBKB dianggap sejajar dengan perguruan tinggi. Karenannya adalah suatu kewajaran, ketika BBKB memiliki buku-buku text book yang bisa menunjang tugas pokok dan fungsinya. Pertanyaannya adalah, bagaimana para sesepuh BBKB bisa mendapatkan buku-buku yang kebanyakan terbitan luar negeri tersebut? Aku mendiskusikan hal ini dengan pak Edi Saptono, Beliau menyampaikan bahwa ketika seseorang senang membaca, maka dia akan bertemu dengan buku-buku berikutnya yang selanjutnya membuka peluang dia untuk menulis buku. Hal ini yang kemudian kuketahui saat mengkuti Pendidikan dan Pelatihan Calon Pustakawan Tingkat Ahli sebagai Ranganathan Law yaitu books are for use, every reader his book, every book its reader, save the time of the reader and a library is growing organism. Karena banyak membaca, almarhum S. K Sewan Susanto, seorang purna karya BBKB telah menerbitkan buku Seni Kerajinan Batik Indonesia pada tahun 1973 dengan jumlah halaman 503. Sebuah buku yang sampai sekarang masih diandalkan untuk menjadi buku ‘ wajib’ ketika belajar tentang batik. Kemudian pada tanggal 1 Januari 2011 almarhumah ibu Sri Soedewi Samsi , mantan kepala BBKB juga menerbitkan buku Teknik dan Ragam Hias Batik Yogya & Solo dengan jumlah halaman 572. Aparatur Sipil Negara (ASN) zaman now diarahkan untuk menjadi pejabat fungsional khusus. Demikian juga dengan diriku. Statusku yang masih fungsional umum membawaku berada dalam barisan daftar ASN BBKB yang harus menentukan pilihan. Aku harus memilih di antara beberapa jabatan fungsional khusus yang ada di Kementerian Perindustrian, kementerian dimana kantor ku bernanung. Ada 3 pilihan yang bisa aku pertimbangkan yaitu menjadi fungsional khusus Perekayasa, dengan instansi pembina Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) Auditor Manajemen Industri (AMI) atau Pustakawan. Beberapa teman menyarankan aku untuk menjadi fungsional khusus perekayasa. Bahkan di antara mereka ada yang mengirimkan soft copy Peraturan Kepala BPPT Nomor 10 Tahun 2017 tentang Inpassing Perekayasa dan kelengkapan dokumen pengajuannya. Saran mereka aku tolak secara halus dengan alasan aku tidak berminat menjadi perekayasa. Aku juga dikadang-kadang untuk menjadi fungsional khusus AMI. Beberapa kali menjadi bagian dari tim kegiatan ISO 9001- 2008 untuk ruang lingkup Pelayanan Teknis dan adanya formasi seolah bisa menjadi tiket menuju gerbang fungsional AMI Untuk lebih mendekatkan aku dengan dunia sertifikasi, aku diwacanakan untuk dirotasi ke Seksi Sertifikasi. Wacana itu disampaikan Kabid ku Bapak Wisnu Pamungkas ke aku, Menanggapi rencana itu, aku menyampaikan pemikiran ku bahwa untuk menjadi asesor, aku tidak harus berasa di Seksi Sertifikasi. Sementara untuk menjadi pustakwan aku harus menjadi bagian dari perpustakaan. Kalau aku dipindah ke Seksi Sertifikasi, berarti sia-sia waktu yang telah aku lalui di perpustakaan. Sepertinya apa yang telah aku sampaikan ke Pak Wisnu, harus diklarifikasi ulang. Hal ini terbukti dengan diajaknya aku ngobrol oleh Ibu Kepala Bagian Tata Usaha , ibu Siti Rohmatul Ummah pada suatu kesempatan. Setelah berdialog, beliau menyimpulkan bahwa aku sebaiknya jadi pustakawan. Karena peluang ku untuk menjadi pustakawan lebh besar dan perpustakaan perlu mendapat perhatian. Diharapkan keberadaanku di sana dapat bermanfaat . Dengan demikian disepakati bahwa aku harus mengikuti diklat CPTA.
Pada tanggal 4 Januari 2018, aku membuka website Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI (Pusdiklat Perpusnas). Surpirse begitu melihat sudah ada jadwal diklat dan salah satu diklat yang dibuka pendaftarannya adalah diklat yang harus aku ikuti yaitu diklat Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA). Diklat CPTA adalah diklat bagi sarjana (S1)/Diploma IV (D IV) bidang selain Ilmu Perpustakaan untuk bisa diangkat dalam Jabatan Fungsional Tingkat Ahli. Mulai tahun 2018, Pusdiklat Perpusnas memberlakukan system pendaftaran online bagi calon peserta Diklat Kepustakawanan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses seleksi karena hanya dilakukan melalui ‘satu pintu’. Aku mencoba mengisi formulir pendaftaran., karena terus terang aku merasa diriku gaptek. Eh begitu sudah selesai, sayang kalau tidak dikirim. Maka jadilah pendaftaranku tanpa salah satu persyaratan administrasi yang wajib diunggah yaitu surat permohonan mengikuti diklat yang ditandatangani oleh atasan langsung. Beberapa hari kemudian, ketika surat tersebut sudah ada, aku berkonsultasi dengan karyawan Pusdiklat Perpusnas mas Bondan tentang bagaimana cara aku mengunggah surat tersebut. Sistem yang sudah terbentuk membuat aku mengirimkan surat tersebut ke alamat e mail beliau.. Saat aku mengkonfirmasikan e mail yang sudah aku kirim,aku juga menanyakan kapan pengumuman peserta yang diterima. Beliau menyampaikan, kemungkinan awal bulan Februari. Karenanya jadilah membuka website pusdiklat perpusnans menjadi agenda setiap hari. Finally aku dipanggil untuk mengikuti diklat. Aku bersyukur diberi kesempatan untuk menjadi peserta diklat ini. Rasa syukur yang semakin bertambah ketika Bapak Yahya Mimin, salah seorang peserta dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua menyampaikan bahwa beliau baru dapat mengikuti diklat ini setelah mendaftar untuk ke tiga kalinya. Peserta diklat CPTA angkatan 41 yang berjumlah 29 orang ini berasal dari berabagai daerah. Daerah paling Barat adalah Provinsi Sumatera Utara yaitu Rosmelati Sihombing dengan instansi asal Sekolah Tinggi Agama Kristen Tarutung dan dari bagian paling Timur ada Yohanes Gualberthus Ari Wibowo dari Universitas Cenderawasih, Provinsi Papua. Walaupun dari Uncen, sebenarnya pak Gaw adalah wong Ngayogyokarto. Instansi asal peserta diklat juga beraneka ragam. Mulai dari Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum (provinsi, kabupaten dan kota), perpustakaan khusus, perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah. Colorfull. Indonesia banget. Diklat dilaksanakan di Hotel Ibis Kemayoran yang beralamat di Jalan Bungur Raya 79-81, Jakarta Pusat selama 80 hari. Aku ingin melewati kurun waktu itu dengan roomate yang seiman agar lebih nyaman. Alhamdulillah, Allah mengabulkan keinginanku. Bersama Nurul Kusaini yang berasal dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Sampang, kami menempati kamar 305. Kami juga punya kesamaan dalam kebutuhan udara segar dan gerak. Beredar dari kamar, Ruang Flamboyan tempat tatap muka dan kitchen untuk makan, membuat badan ini minim bertemu udara segar. Demikian juga dengan proses belajar mengajar yang dimulai dari jam 8 pagi sampai jam 17, berdampak tubuh kurang gerak. Karenanya kami mengagendakan aktivitas jalan kaki setiap pagi hari Tempat duduk menentukan prestasi. Istilah itu menjadi penting bagi diriku. Karena kenyamanan dalam menimba ilmu akan berpengaruh terhap proses belajar.. Apalagi di awal-awal pelatihan yang merupakan transisi dari belajar jika butuh dan mau menjadi butuh ndak butuh mau ndak mau harus belajar. Terima kasih pak Yohanes Dwijo Utomo, sang dosen dari Universitas Timor, yang telah duduk di sebelah ku. Walaupun sebenarnya beliau duduk di sebelah ku karena dipaksa oleh situasi. Situasi ketika beliau masuk kelas pada hari pertama pembelajaran, salah satu kursi yang masih kosong adalah di sebelah kiri ku.
Pekerjaan apapun tidak akan menjadi beban jika kita
menyukainya. Inilah yang dikenal dengan hobi. Ciri suatu aktivitas itu bagian dari hobi adalah dengan melihat apakah kita menaruh hati pada aktivitas tersebut. Inilah modal awal untuk melakukan suatu pekerjaan. Selanjutnya bergabung dengan komunitas yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan hobi. Komunitas akan selalu mengupgrading sikap mental. Perkaya diri dengan wawasan penunjang hobi, baik yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung.Mengelola hobi dengan profesional sekaligus proporsional. Profesional terwujud apabila hobi bisa menjadikan diri lebih produktif. Sedangkan proporsional berarti masih memenuhi kewajiban dari aktivitas di luar hobi.