Anda di halaman 1dari 18

Aku Tersesat di Jalan yang Benar

Oleh: Ivone De Carlo

ivonedecarlo@yahoo.com

1 Tantangan menjadi pustakawan di perpustakaan khusus

2 Menyelesaikan tantangn itu

3.Kesibukan/talenta/prestasi/minat baik di dalam/luar dunia


kepustakwanan yang dapat menunjang profesi sebagai
pustakawan

Sekelumit cerita tentang perpustakaan tempat bekerja, dan di


akhir Quotes yang menggambarkan perasaan seorang
pustakwan di perpustakaan khusus (satu kalimat dibold)

Minimal 1000 kata, maksimal 1200 kata, ukuran A5,


maksimal 10 halaman, margin normal dan rata tengah.
Mulai tanggal 31 Maret 2017 aku ditempatkan di Seksi
Informasi, tepatnya di perpustakaan. Alhamdulillah mutasi
ini sesuai dengan yang aku harapkan.
Aku seperti menemukan keluarga baruku berada di
perpustakaan. Senior-senior ku bapak Edi Saptono dan
Timbul Widodo menerima kehadiran ku dengan welcome.
Kami saling menyapa ketika memasuki ruangan, bercerita
dan berdiskusi seputar keluarga, kantor, lingkungan, dan
saling melengkapi. Mereka berdua berbagi pengetahuan
dan pengalaman terhadapku.
Berada di tempat yang baru, aku harus memikirkan Sasaran
Kinerja atau yang lebih popouler dengan SKP ku. Berbekal
Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2015, tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya aku mulai
menuangkan SKP ku.
Untuk mewujudkan SKP ku, aku mulai menjelajahi lemari
demi lemari. Walaupun perpustakaan sudah mempunyai
OPAC atau Online Public Access Catalog, aku lebih senang
melihat fisiknya. Walaupun aku lahir, besar dan tua di kantor
ini, tetapi baru kali ini aku mengetahui koleksi perpustakaan
kantor ku. Rasa kagum tak bisa kupungkiri ketika menyadari
betapa luar biasa koleksi perpustakaan kantor ku. Koleksi
yang berperan dalam melahirkan buku Seni Kerajinan Batik
yang samapi sekarang, berpuluh-puluh tahun kemudian masih
menjadi buku induk orang yang bersinggungan atau
berkecimpung dengan batik.
Keprihatinan dan juga harapan agar ada karya monumental
lagi yang lahir dari kantor ku, aku berkingingan untuk
mendekatkan perpustakaan dengan pemustaka internal.
Sesuatu yang baru aku ketahui setelah aku diberi kesempatan
untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Calon Pustakwan
Tingkat Ahli pada tahun 2018. Alhamdulillah, pengetahuan
dan pengalaman yang dibagikan oleh para tenaga pengajar
merupakan anugerah yang mencerahkan. Jalan yang semula
remang-remang mulai menampakan titik terang. Banyak
pengetahuan baru yang diperoleh utuk bekal berselancar di
dunia perpustakaan/pustakawan. Menyenangkan. Aku
tersesat di jalan yang benar. Pekerjaanku, hobiku.
Melalui Diklat CPTA aku baru mengetahui bahwa ada unsur
rekreasi dalam definisi Perpustakaan. Dalam Undang-Undang
Perpustakaan Nomor 43 tahun 2007, Pasal 1 disebutkan
bahwa Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya
tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional
dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan
pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreaai
para pemustaka. Kata rekreasi ini lah yang mendasari aku
untuk memasukkan buku genre fiksi dalam pengembangan
koleksi. Tahap awal, aku usulkan buku cerita untuk anak-
anak yang masih terkait dengan batik. Tahap berikutnya aku
usulkan novel. Sama seperti buku cerita untuk anak, novel
pun akau usulkan yang beraroma batik atau tenun. Oh ya
walau nama kantor ku Balai Besar Kerajinan dan Batik,
namun di kantor ku ada laboratorium tenun dan garmen selain
laboratorium batik dan kerajinan tentunya.
Setelah mengikuti Diklat CPTA aku baru tahu bahwa ada
Standar Nasional Indonesia 7496, 2009 tentang Perpustakaan
khusus. Hal ini lah yang menjadi landasan ku untuk
melakukan operasional perpustakaan. SNI ini kemudian dan
diganti dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasioanl
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 tentang Standar
Nasional Perpustakaan Khusus.
Pasal 1 ayat 7 UU no 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan ,
Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan
secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga
pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan
keagamaan, rumah ibadah, atau organiasasi lain.
Aku awali langkahku dengan menyampaikan informasi
tentang buku baru melalui poster yang dipasang di seputar
kantor. Hal ini aku lakukan agar pengembangan koleksi yang
dilakukan melalui pengadaaan lebih maksimal, yaitu sesuai
dengan kebutuhan pemustaka. Ternyata trial ini masih eror.
Pengembangan koleksi dilakukan berdasarkan perkiraan atau
ketertarikan aku terhadap buku bernuansa batik.
Melangkah ke tahapan berikutnya dalah penagihan pinjaman
buku yang sudah sampai batas tenggal kembali,belum
dikembalikan. Sebagai Satuan Kerja yang bernaung di bawah
kementerian aku dan teman mencoba menggunakan
perpanjangan tangan pejabat struktural. Belum membuahkan
hasil yang berarti, aku coba mengirimkan surat tagihan via e
pesan intrnat kementerian. Alhamdulillah ini lebih berhasil
guna dari upaya sebelumnya. Masih penasaran dengan
tagihan buku-buku yang tersisa, aku manfaatkan jarngan
media sosial Whatsapp. Surat peringatan aku kirimkan
melalui Wa. Ternyata cara ini lebih berhasil guna lagi. Oh
ya, berdasrakan masukan dari pemustaka, penagihan
dilakukan secara periodik sekali 3 bulan.

1. Pinjaman yang sudah sampai batas tanggal kembali,


belum dikembalikan.
a. Menyampaikan surat penagaihan melalui Pejabat
Eselon 3
b. Menyampaikan surat penagihan melalui e pesan
Intranet kemenperin
c. Menyampaikan surat tagihan melalui WhatsApp
2. Pengembangan koleksi
3. Menyampaikan informasi koleksi perpustakaan
melalui blog
4. Menyampaikan informasi buku batu melalui geup
WhatsApp kantor
a. Apresiasi
b. Mengusulkan tema pengembangan koleksi
c. Meluncur ke perpustakaan untuk membaca buku
5. Membuat display buku yang temanya berganti setiap
bulan
6. Mengadakan gerakan literasi melalui penulisan
abstark koleksi buku perpustakaan
a. Bagi kalangan pejabat struktural
b. Bagi kalangan pejabat fungsional
7. Memberikan penghargaan bagi pemustaka
a. Bagi pemustaka yang paling sering berkunjung ke
perpustakaan
b. Bagi junior (anak karyawan) yang me
Ilmu itu dari melakukan
Beberapa waktu sebelumnya aku pernah menyampaikan
aspirasi ku kepada Kepala Bidang Pengembangan Jasa
Teknis, bidang yang membawahi Seksi Informasi, bahwa aku
ingin dimutasi ke perpustakaan. Alasan ku adalah karena aku
senang buku. Kesenangan yang tumbuh semenjak aku
menuntut ilmu di kota Serambi Mekah, Banda Aceh.
Menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Universitas Syiah
Kuala mempertemukan aku dengan Johar Gunawan. Aku
melihat Bang Jo, demikian aku memanggilnya, melaberbagai
jenis buku. Akupun perlahan tapi pasti seolah mengikuti jejak
si abang. Aku tersadar akan hal itu ketika ditanya oleh salah
seorang pelayan toko buku ABC, sebuah toko buku di Banda
Aceh, tempat aku biasa membeli buku. Beliau bertanya,’
kamu kuliah di jurusan apa?’ Pertanyaan yang muncul karena
dia melayani aku ketika membeli buku dengan tema buku
yang beraneka ragam.

Konsekuensi dari kepindahanku ke perpustakaan adalah


menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) baru. Berbekal
‘kitab’ pustakawan, aku berkoordinasi dengan teman-teman
yang ada di perpustakaan. Aku menanyakan apa yang bisa
aku kerjakan selain dari yang sudah mereka kerjakan. Dengan
‘meraba-raba’ aku susun SKP baruku.
SKP ku yang baru adalah membuat abstrak indikatif
koleksi perpustakaan berbahasa Indonesia dan asing dengan
target masing-masing 9. Hal ini sesuai dengan jumlah bulan
semenjak aku dinobatkan jadi warga perpustakaan sampai
berakhirnya Tahun Anggaran 2017.

Untuk memenuhi target SKP dan lebih mengenal


lingkunganku yang baru , aku mulai menjelajahi lemari demi
lemari yang ada di perpustakaan. Dari penjelajahan ini aku
terkesima dengan koleksi buku-buku yang ada. Koleksi
perpustakaan Balai Besar Kerajinan dan Batik di mana aku
bekerja luar biasa. Aku terpesona dengan buku-buku text
book, ensiklopedi dan buku-buku lainnya yang terbitan tahun
70-an ke bawah menjadi koleksi perpustakaan kantorku.
Secara umum BBKB adalah unit penelitian dan
pengembangan untuk komoditi batik dan kerajinan. Sebagai
unit litbang, kedudukan BBKB dianggap sejajar dengan
perguruan tinggi. Karenannya adalah suatu kewajaran, ketika
BBKB memiliki buku-buku text book yang bisa menunjang
tugas pokok dan fungsinya. Pertanyaannya adalah,
bagaimana para sesepuh BBKB bisa mendapatkan buku-buku
yang kebanyakan terbitan luar negeri tersebut?
Aku mendiskusikan hal ini dengan pak Edi Saptono,
Beliau menyampaikan bahwa ketika seseorang senang
membaca, maka dia akan bertemu dengan buku-buku
berikutnya yang selanjutnya membuka peluang dia untuk
menulis buku. Hal ini yang kemudian kuketahui saat
mengkuti Pendidikan dan Pelatihan Calon Pustakawan
Tingkat Ahli sebagai Ranganathan Law yaitu books are for
use, every reader his book, every book its reader, save the
time of the reader and a library is growing organism.
Karena banyak membaca, almarhum S. K Sewan Susanto,
seorang purna karya BBKB telah menerbitkan buku Seni
Kerajinan Batik Indonesia pada tahun 1973 dengan jumlah
halaman 503. Sebuah buku yang sampai sekarang masih
diandalkan untuk menjadi buku ‘ wajib’ ketika belajar tentang
batik. Kemudian pada tanggal 1 Januari 2011 almarhumah
ibu Sri Soedewi Samsi , mantan kepala BBKB juga
menerbitkan buku Teknik dan Ragam Hias Batik Yogya &
Solo dengan jumlah halaman 572.
Aparatur Sipil Negara (ASN) zaman now diarahkan untuk
menjadi pejabat fungsional khusus. Demikian juga dengan
diriku. Statusku yang masih fungsional umum membawaku
berada dalam barisan daftar ASN BBKB yang harus
menentukan pilihan. Aku harus memilih di antara beberapa
jabatan fungsional khusus yang ada di Kementerian
Perindustrian, kementerian dimana kantor ku bernanung. Ada
3 pilihan yang bisa aku pertimbangkan yaitu menjadi
fungsional khusus Perekayasa, dengan instansi pembina
Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT)
Auditor Manajemen Industri (AMI) atau Pustakawan.
Beberapa teman menyarankan aku untuk menjadi fungsional
khusus perekayasa. Bahkan di antara mereka ada yang
mengirimkan soft copy Peraturan Kepala BPPT Nomor 10
Tahun 2017 tentang Inpassing Perekayasa dan kelengkapan
dokumen pengajuannya. Saran mereka aku tolak secara halus
dengan alasan aku tidak berminat menjadi perekayasa. Aku
juga dikadang-kadang untuk menjadi fungsional khusus AMI.
Beberapa kali menjadi bagian dari tim kegiatan ISO 9001-
2008 untuk ruang lingkup Pelayanan Teknis dan adanya
formasi seolah bisa menjadi tiket menuju gerbang fungsional
AMI Untuk lebih mendekatkan aku dengan dunia sertifikasi,
aku diwacanakan untuk dirotasi ke Seksi Sertifikasi.
Wacana itu disampaikan Kabid ku Bapak Wisnu Pamungkas
ke aku, Menanggapi rencana itu, aku menyampaikan
pemikiran ku bahwa untuk menjadi asesor, aku tidak harus
berasa di Seksi Sertifikasi. Sementara untuk menjadi
pustakwan aku harus menjadi bagian dari perpustakaan.
Kalau aku dipindah ke Seksi Sertifikasi, berarti sia-sia waktu
yang telah aku lalui di perpustakaan.
Sepertinya apa yang telah aku sampaikan ke Pak Wisnu, harus
diklarifikasi ulang. Hal ini terbukti dengan diajaknya aku
ngobrol oleh Ibu Kepala Bagian Tata Usaha , ibu Siti
Rohmatul Ummah pada suatu kesempatan. Setelah berdialog,
beliau menyimpulkan bahwa aku sebaiknya jadi pustakawan.
Karena peluang ku untuk menjadi pustakawan lebh besar dan
perpustakaan perlu mendapat perhatian. Diharapkan
keberadaanku di sana dapat bermanfaat . Dengan demikian
disepakati bahwa aku harus mengikuti diklat CPTA.

Pada tanggal 4 Januari 2018, aku membuka website Pusat


Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional RI
(Pusdiklat Perpusnas). Surpirse begitu melihat sudah ada
jadwal diklat dan salah satu diklat yang dibuka
pendaftarannya adalah diklat yang harus aku ikuti yaitu diklat
Calon Pustakawan Tingkat Ahli (CPTA). Diklat CPTA
adalah diklat bagi sarjana (S1)/Diploma IV (D IV) bidang
selain Ilmu Perpustakaan untuk bisa diangkat dalam Jabatan
Fungsional Tingkat Ahli.
Mulai tahun 2018, Pusdiklat Perpusnas memberlakukan
system pendaftaran online bagi calon peserta Diklat
Kepustakawanan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
proses seleksi karena hanya dilakukan melalui ‘satu pintu’.
Aku mencoba mengisi formulir pendaftaran., karena terus
terang aku merasa diriku gaptek. Eh begitu sudah selesai,
sayang kalau tidak dikirim. Maka jadilah pendaftaranku tanpa
salah satu persyaratan administrasi yang wajib diunggah
yaitu surat permohonan mengikuti diklat yang ditandatangani
oleh atasan langsung. Beberapa hari kemudian, ketika surat
tersebut sudah ada, aku berkonsultasi dengan karyawan
Pusdiklat Perpusnas mas Bondan tentang bagaimana cara aku
mengunggah surat tersebut. Sistem yang sudah terbentuk
membuat aku mengirimkan surat tersebut ke alamat e mail
beliau.. Saat aku mengkonfirmasikan e mail yang sudah aku
kirim,aku juga menanyakan kapan pengumuman peserta yang
diterima. Beliau menyampaikan, kemungkinan awal bulan
Februari. Karenanya jadilah membuka website pusdiklat
perpusnans menjadi agenda setiap hari. Finally aku dipanggil
untuk mengikuti diklat. Aku bersyukur diberi kesempatan
untuk menjadi peserta diklat ini. Rasa syukur yang semakin
bertambah ketika Bapak Yahya Mimin, salah seorang peserta
dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua
menyampaikan bahwa beliau baru dapat mengikuti diklat ini
setelah mendaftar untuk ke tiga kalinya.
Peserta diklat CPTA angkatan 41 yang berjumlah 29
orang ini berasal dari berabagai daerah. Daerah paling Barat
adalah Provinsi Sumatera Utara yaitu Rosmelati Sihombing
dengan instansi asal Sekolah Tinggi Agama Kristen Tarutung
dan dari bagian paling Timur ada Yohanes Gualberthus Ari
Wibowo dari Universitas Cenderawasih, Provinsi Papua.
Walaupun dari Uncen, sebenarnya pak Gaw adalah wong
Ngayogyokarto.
Instansi asal peserta diklat juga beraneka ragam. Mulai dari
Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum (provinsi,
kabupaten dan kota), perpustakaan khusus, perpustakaan
perguruan tinggi dan perpustakaan sekolah. Colorfull.
Indonesia banget.
Diklat dilaksanakan di Hotel Ibis Kemayoran yang beralamat
di Jalan Bungur Raya 79-81, Jakarta Pusat selama 80 hari.
Aku ingin melewati kurun waktu itu dengan roomate yang
seiman agar lebih nyaman. Alhamdulillah, Allah
mengabulkan keinginanku. Bersama Nurul Kusaini yang
berasal dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten
Sampang, kami menempati kamar 305. Kami juga punya
kesamaan dalam kebutuhan udara segar dan gerak. Beredar
dari kamar, Ruang Flamboyan tempat tatap muka dan kitchen
untuk makan, membuat badan ini minim bertemu udara segar.
Demikian juga dengan proses belajar mengajar yang dimulai
dari jam 8 pagi sampai jam 17, berdampak tubuh kurang
gerak. Karenanya kami mengagendakan aktivitas jalan kaki
setiap pagi hari
Tempat duduk menentukan prestasi. Istilah itu menjadi
penting bagi diriku. Karena kenyamanan dalam menimba
ilmu akan berpengaruh terhap proses belajar.. Apalagi di
awal-awal pelatihan yang merupakan transisi dari belajar jika
butuh dan mau menjadi butuh ndak butuh mau ndak mau
harus belajar. Terima kasih pak Yohanes Dwijo Utomo, sang
dosen dari Universitas Timor, yang telah duduk di sebelah ku.
Walaupun sebenarnya beliau duduk di sebelah ku karena
dipaksa oleh situasi. Situasi ketika beliau masuk kelas pada
hari pertama pembelajaran, salah satu kursi yang masih
kosong adalah di sebelah kiri ku.

Pekerjaan apapun tidak akan menjadi beban jika kita


menyukainya. Inilah yang dikenal dengan hobi. Ciri suatu
aktivitas itu bagian dari hobi adalah dengan melihat apakah
kita menaruh hati pada aktivitas tersebut. Inilah modal awal
untuk melakukan suatu pekerjaan. Selanjutnya bergabung
dengan komunitas yang memiliki visi dan misi yang sejalan
dengan hobi. Komunitas akan selalu mengupgrading sikap
mental. Perkaya diri dengan wawasan penunjang hobi, baik
yang berpengaruh langsung maupun tidak
langsung.Mengelola hobi dengan profesional sekaligus
proporsional. Profesional terwujud apabila hobi bisa
menjadikan diri lebih produktif. Sedangkan proporsional
berarti masih memenuhi kewajiban dari aktivitas di luar hobi.

Anda mungkin juga menyukai