Anda di halaman 1dari 3

Gerakan Literasi bagi Pelajar dan

Permasalahan di Perpustakaan Sekolah


20 Agustus 2015 08:16 Diperbarui: 26 November 2016 11:04 4341 16 18

Berdasarkan Peraturan No 21 tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


mewajibkan setiap siswanya untuk membaca buku sebelum memulai jam pelajaran. Jenis
buku yang akan dibaca para siswa, bebas, asalkan mengandung muatan budi pekerti. Namun,
yang paling diutamakan adalah buku dongeng, karena buku dongeng bersifat menghibur dan
mendidik, sehingga bisa dibaca oleh semua kalangan usia, baik anak-anak maupun orang
dewasa.

Ya, kegiatan tersebut diharapkan bermanfaat untuk menanamkan jiwa budi pekerti yang baik
bagi pelajar. Selain itu, menurut saya, kegiatan membaca literasi sangat berguna untuk
menumbuhkan minat baca sejak dini, apalagi pada pelajar usia anak-anak. Sehingga, jika
sudah dibiasakan dengan buku bacaan yang ringan, maka akan semakin mudah untuk gemar
membaca buku apa saja, termasuk yang berat sekalipun seperti buku pelajaran.

Dalam kegiatan membaca literatur sebelum pelajaran dimulai, tentu saja yang dibutuhkan
adalah buku, terutama dongeng yang berhubungan dengan budi pekerti. Sayangnya, buku-
buku seperti itu masih jarang ditemukan di sekolah-sekolah, terutama di daerah, termasuk
daerah saya. Buku-buku yang sering ditemukan di perpustakaan sekolah tersebut, ya sebagian
besar adalah buku pelajaran. Jelas saja, dengan buku bacaan yang cenderung monoton seperti
itu, pelajar akan semakin malas membaca.

Nah, pengelola perpustakaan sekolah perlu bergerak cepat dalam pengadaan buku-buku
ringan yang bermuatan budi pekerti seperti itu. Bahkan para penerbit harus segera
menerbitkan buku dongeng, dengan puluhan judul buku, yang cukup banyak untuk
memenuhi kebutuhan para siswa dalam membaca. Karena, para siswa akan menjalankan
program literasi sekolah, dalam waktu dekat. Bagaimana para siswa bisa membaca buku
seperti itu, jika buku bermuatan budi pekerti saja, tidak ada?

Di seluruh Indonesia, terdapat jutaan gedung sekolah negeri dan swasta, dari jenjang SD dan
MI, SMP dan MTs, SMA dan MA, serta SMK dan MAK. (untuk perincian jumlah secara
keseluruhan, saya belum menemukan datanya). Namun, tidak semua sekolah menyediakan
perpustakaan sekolah secara layak, bahkan ada sekolah yang tidak menyediakan
perpustakaan sekolah, terutama sekolah yang berada di daerah-daerah pelosok, tertinggal dan
pedalaman.

Tidak hanya itu, walaupun sudah ada sekolah yang memiliki perpustakaan secara mandiri,
namun fasilitas yang terdapat pada perpustakaan sekolah, masih kurang dan cenderung apa
adanya. Bahkan, banyak sekolah yang memiliki perpustakaan yang luasnya kurang
memenuhi standar. Padahal, idealnya, standar luas sebuah perpustakaan di sekolah menurut
Permendiknas no 24 tahun 2007, minimal 144 meter persegi atau setara dengan dua ruang
kelas untuk menampung 36 anak (sumber: metrotvnews.com)
Selain itu, keberadaan petugas perpustakaan, atau yang disebut pustakawan, sangat berperan
untuk melayani para pengguna perpustakaan itu sendiri, termasuk para pelajar yang akan
mengakses perpustakaan sekolah. Sayangnya, di banyak sekolah-sekolah, petugas
perpustakaan yang ada, adalah guru sekolah yang tidak bisa mengajar dengan baik. Bahkan,
ada pula guru sekolah yang merangkap jadi petugas perpustakaan. Padahal, pustakawan yang
akan dibutuhkan di berbagai instansi, termasuk sekolah, minimal berpendidikan DII, bahkan
lebih bagus lagi, S1 Ilmu Perpustakaan.

Mencontoh dari Perpustakaan Umum

Saat saya mengunjungi Perpustakaan daerah yang terletak di kota terdekat di daerah saya,
beberapa bulan yang lalu, saya melihat penataan buku perpustakaan yang cenderung rapi
sesuai bidangnya masing-masing. Ada buku-buku yang ditaruh di rak dengan nama bidang
Ilmu Perpustakaan, Agama, Bahasa, Pertanian, dan lain sebagainya, hanya saja buku-buku
tersebut kurang update, sehingga saya tidak bisa membaca buku-buku yang menarik dan
terbaru. Meja dan kursi yang biasa digunakan untuk membaca buku, juga ditata dengan rapi.

Ketika saya hendak meminjam buku, sistem peminjamannya tidak menggunakan manual lagi,
dicatat namanya di buku peminjam seperti yang biasa saya lakukan di sekolah. Kode barcode
yang terdapat dalam buku tersebut dideteksi menggunakan mesin sensor barcode, layaknya
barang-barang yang melakukan hal yang sama ketika saya berbelanja di pasar swalayan. Dari
pendeteksian barcode itu, terlihat judul buku dan informasi lainnya, kemudian di kartu
keterangan peminjaman, dicatat tanggal pengembalian buku tersebut.

Dari situlah, mengapa perpustakaan sekolah perlu melakukan penyesuaian, seiring dengan
perkembangan teknologi yang semakin pesat, termasuk teknologi yang digunakan pada
perpustakaan pada berbagai instansi. Ya tentu saja, demi kemudahan dan kenyamanan
penggunanya itu sendiri!

Dalam hal ini, pengelola perustakaan di sekolah harus melakukan hal berikut, antara lain:

1. Ajarilah para siswanya untuk selalu menata buku di perpustakaan sesuai dengan
bidangnya. Seperti yang saya jelaskan di atas, setiap bidang telah memiliki rak bukunya
tersendiri. Misalnya rak Fisika berisi buku-buku Fisika, rak Geografi berisi buku-buku
Geografi, Bahasa Indonesia untuk buku-buku bahasa Indonesia, dan sebagainya.

Terlebih untuk anak-anak SD yang suka menaruh buku sembarangan. Seharusnya para guru
dapat membimbing anak didiknya dalam menaruh buku sesuai tempatnya, sehingga saat
duduk di jenjang yang lebih tinggi, bahkan ketika mengunjungi perpustakaan umum, sudah
terbiasa menaruh buku dengan rapi dan tepat.

2. Gantilah sistem pencatatan peminjaman dengan teknologi berbasis komputer, lengkap


dengan alat pendekeksi barcode. Ini bertujuan agar memudahkan dan menghemat waktu
dalam peminjaman buku di perpustakaan, sehingga para siswa tidak lagi mengeluh karena
terlalu lamanya mengantri dalam meminjam buku, terlebih ketika jumlah siswa yang
meminjam buku di perpustakaan, cukup banyak.

3. Rekrutlah pegawai perpustakaan yang berkualitas, yang tentu saja berlatar belakang
pendidikan Ilmu Perpustakaan. Hal ini dilakukan, demi meningkatnya kualitas pelayanan dan
pengelolaan di perpustakaan, karena pustakawan seperti ini telah dibekali pengetahuan cara
mengelola buku yang baik. Bukankah kualitas SDM pada seseorang berpengaruh pada
kinerja yang dihasilkan saat bekerja nantinya?

4. Jika ada anggaran, perpustakaan sekolah yang luasnya masih kurang memenuhi standar,
bisa diperluas atau bila ada tempat di sekitar lingkungan sekolah, yang lebih luas dari itu, bisa
dibangun perpustakaan sekolah yang baru. Jangan lupa, lengkapi fasilitas di perpustakaan
sekolah sehingga cukup lengkap dan memadai. Khusus untuk perpustakaan SD, hendaknya
desain untuk ruang perpustakaan, harus semenarik mungkin, sehingga anak-anak SD bisa
lebih nyaman membaca dan betah di perpustakaan.

Demikianlah, semoga diperhatikan oleh semua pihak. Salam Kompasiana

Anda mungkin juga menyukai