Ipi327325 PDF
Ipi327325 PDF
Jhon Viter
Fakultas Desain dan Industri Kreatif Universitas Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk Jakarta Barat – 11510
jhon.viter@esaunggul.ac.id
Abstrak
Museum Fatahillah dahulu adalah sebuah Balai Kota (bahasa Belanda: Stadhuis) yang dibangun
pada masa kolonialisme Belanda. Latar belakang sosial, budaya, ekonomi dan poltik pada masa
kolonial telah memberikan suatu pengaruh pada gaya arsitektur dan tata ruang pada museum
Fatahillah. Seiring dengan perkembangan jaman, bangunan bersejarah ini dijadikan kawasan yang
dilestarikan sesuai dengan peraturan daerah sebagai kawasan cagar budaya. Tujuannya adalah
untukmelindungi kawasan bersejarah dan bangunannya, agar dapat terjaga dan terpelihara
sehingga dapat menarik minat pengunjung sebagai tempat wisata sambil belajar. Dengan
memadukan beberapa ilmu di dalamnya seperti unsur kebudayaan, edukasi,morfologi, rekreasi
empirik serta etimologinya diharapkan menghasilkan suatu hasil yang baik untuk perkembangan
kognitif, afektif dan psikomotorik pada pengunjungnya khususnya siswa sekolah maupun turis
domestik dan luar negeri yang ingin mengetahui perjalanan sejarah suatu bangsa. Paper ini akan
mencoba mengulas mengenai perubahan fungsi museum Fatahillah yang tadinya adalah balai kota
pada masa kolonialisme, kemudian berubah menjadi museum pada masa pasca kemerdekaan.
Kajian yang akan digunakan adalah dengan mengemukakan teori poskolonial, sementara itu
metode yang digunakan adalah metode hermeneutika.
tertarik kepada Jakarta dan meningkatkan kesadaran Setelah masa Indische Hollansche stijl, lahir
akan pentingnya warisan budaya. pula perubahan baru setelah abad ke-18. Rumah-
Kalau kita berjalan-jalan di Kota Tua, kita rumah mulai dibangun dengan gaya lokal, jendela-
akan disuguhkan pemandangan “Kota besar” tempo jendela seta kisi-kisi tak lagi terlalu besar dan masif.
dulu. Sebuah gambaran kota Batavia beberapa abad Semuanya dibangun proporsional dengan ventilasi
silam yang kental dengan nuansa bangunan khas yang cukup. Atap-atap dibuat begitu tinggi
Eropa. Kalau Anda datang dengan kereta api, Anda sehingga udara lebih sejuk, apalagi dengan
sudah mulai disambut dengan bangunan tua itu saat ditambahkannya taman-taman di sekitar rumah.
turun dari kereta. Stasiun dengan 12 rel kereta ini Rumah dengan gaya seperti ini dinamakan gaya
berdiri 2 abad yang lalu, lengkungan atapnya yang indisch, biasa dipakai oleh orang-orang kaya,
tinggi ditopang oleh baja-baja yang kokoh, saat pemilik perkebunan, dan vila (landhuis).
melewati pintu penjaga karcis, kita bisa melihat Bangunan-bangunan megah tempo dulu itu
kecantikan jam bundar dengan ukiran yang berdiri di saat ini masih bisa kita nikmati keindahannya.
sepanjang pagar penjaga, angka-angkanya adalah Dengan adanya cagar budaya, warisan tempo dulu
tulisan Romawi. itu masih akan tetap ada.
Ketika berjalan ke luar, kita bisa melihat
dengan jelas bangunan-bangunan Kota Tua. Ruang Lingkup Masalah
Museum Fatahillah adalah bangunan yang menjadi Berdasarkan hasil penelitian, masalah-
fokus utama kunjungan orang-orang datang ke sini. masalah yang muncul pada Museum Fatahillah,
Bangunan-bangunan tua lainnya mengelilingi yang meliputi aspek, mulai dari aspek lingkungan /
museum ini, ada kantor pos Indonesia, museum kawasan, arsitektur, koleksi sampai kepada dengan
nasional, museum wayang, museum Bank Indonesia, tata pamer serta desain grafis yang merupakan
bar, dan bangunan-bangunan tua lainnya. penunjang estetika serta sebagai media informasi
Bangunan-bangunan itu terlihat khas museum. Tempat yang kami kunjungi sebagai objek
bergaya Eropa. Berdiri tinggi dengan tembok yang pengamatan adalah Museum Fatahillah. Tema yang
tebal, jendela besar dan masif, ruang bawah tanah, kami gunakan adalah “Pengembangan potensi
ruang di kolong atap yang rendah, dan menara. Museum Fatahillah”, dimana kami semua
Terlihat megah dan anggun, tetapi nyatanya kurang mengamati benda-benda yang ada di zaman Masehi
cocok untuk negara beriklim tropis seperti seperti kapak batu, prasasti, arca, benda-benda antik
Indonesia. seperti gerapah, gading dan lain sebagainya. Selain
Bentuk dan struktur bangunan seperti itu itu kami juga mengamati benda-benda dan tempat-
hanya membuat ketidaknyamanan penghuninya. tempat di zaman penjajahan, seperti Penjara,
Rumahku, istanaku. Penampilannya memang seperti lukisan-lukisan Gubernur Jenderal pada waktu
istana, tetapi rumahnya mengundang nyamuk penjajahan jaman Belanda, meriam, replika kapal
dengan jendela-jendela super besar. Jika hujan, perang bangsa Belanda dan Portugis, sampai kepada
jendela-jendela itu bisa menyedot banyak air ke analisis keadaan situasi dan kondisi museum
dalam rumah, apalagi air tidak ditahan oleh atap fatahillah tersebut mulai dari aspek ergonomi
yang kecil. Saat siang pun atap-atap itu tidak bisa sampai kepada upaya untuk meningkatkan kualitas
menahan teriknya sinar matahari yang masuk. keamanan dan kenyaman dan informasi yang baik
Ruang-ruang di bawah atap terasa panas, sedangkan guna memberikan pemeliharaan dan peningkatan
ruang-ruang di bawah tanah begitu lembab. Udara mutu pelayanan kepada pengunjung Museum
rumah menjadi terlalu ekstrim. Fatahillah.
Orang-orang Belanda pun pelan-pelan
melakukan perubahan dalam membangun rumah. Rumusan Masalah
Mereka mulai memanjangkan atap rumah agar sinar Berdasarkan masalah-masalah yang ditemukan
matahari tidak masuk terlalu banyak. Ruang bawah selama melakukan penelitian, penulis mencoba
tanah dan ruang di kolong atap dihilangkan. untuk merumuskan masalah sesuai dengan bidang-
Rumah-rumah ini terus menerus disesuaikan dengan bidang kajian dan obyek penelitiannya, yaitu sebagai
rumah pribumi agar terasa nyaman. Teras-teras berikut :
rumah pun mulai dibuat untuk tempat bersantai dan 1. Aspek lingkungan
untuk menghalau terik matahari serta hujan yang a. Bagaimana membuat Museum Fatahillah
bisa masuk ke rumah. Rumah perpaduan gaya sebagai landmark kawasan Museum
Eropa dan lokal ini dinamakan gaya Mestizo atau di Indonesia menjadi lebih menarik, sehingga
Batavia dinamakan Indische Hollandsche stijl. Gaya dapat menjadi suatu kawasan utama yang
seperti ini dilakukan antara abad ke-17 sampai awal lebih memiliki karakteristik dalam
abad ke-18.
Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 35
Kajian Desain Interior Lantai 1 pada Museum Fatahillah Jakarta
tersebut dapat disimpulkan bahwa bangunan dengan membuat Kawasan Kota Tua ini bisa dibilang
golongan A berbaur diantara bangunan dengan mudah dicapai.
golongan lainnya. Namun yang menjadi masalah adalah letak
Diantara bangunan golongan A merupakan pemberhentian sarana transportasi tersebut yang
bangunan dengan fungsi museum. Karena itulah berbeda-beda dan terletak cukup jauh dari Lokasi
Kawasan Kota Tua ini dapat dikatakan sebuah Kawasan Kota Tua. Antara pemberhentian sarana
museum besar yang menyimpan koleksi berupa transportasi dan kawasan ini berupa jalur pejalan
bangunan tua yang sekarang banyak berganti fungsi kaki (pedestrian). Perbedaan letak pemberhentian
menjadi berbagai macam museum. Kondisi ini sarana transportasi tersebut membuat pengunjung
merupakan sebuah potensi yang menarik yaitu memiliki starting point yang berbeda terhadap
museum dalam museum. Jadi jika kawasan ini kawasan ini. Sehingga dirasakan dibutuhkan
ingin dijadikan sebuah kawasan konservasi yang sebuah titik tangkap kawasan yang dapat dijadikan
terintegrasi bertemakan kawasan kota tua, perlu starting point kawasan.
dibuat sebuah panduan bagi bangunan diluar Untuk dapat menentukan starting point pada
bangunan golongan A untuk memugar atau kawasan ini, perlu diketahui sirkulasi lalu lintas
merenovasi fasade bangunannya. Karena tampilan disekitarnya. Berdasarkan hasil survey, sirkulasi
fasade yang kontras dapat mengganggu suasana lalu lintas di sekitar kawasan Kota Tua dibuat satu
yang ingin dimunculkan kawasan ini. arah dan mengitari sekitar kompleks bangunan
Kawasan ini adalah sebuah presentasi dari museum. Hal ini dapat dianggap sebagai potensi,
sebuah scenario besar sejarah Kota Jakarta yang karena pengunjung dapat melihat suasana Kawasan
dimulai dari pesisir utara hingga ke kawasan ini. Kota Tua secara sekilas dari kendaraan. Untuk
Didaerah pesisir utara juga terdapat bangunan pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi
dengan golongan A yang sekarang berfungsi sebagai sebaiknya disediakan lahan parkir yang cukup luas,
Museum Bahari. Namun jaraknya cukup berjauhan sehingga tidak mengganggu pedestrian dan merusak
membuat Museum Bahari sepertinya terlepas dari suasana.
scenario ini. Selayaknya sebuah museum maka
kawasan Kota Tua ini juga harus memberikan 2. Analisis Makro Kawasan Kota Tua
informasi secara utuh bagi pengunjungnya. Jadi Kawasan konservasi Kota Tua merupakan
bangunan bersejarah peninggalan macam kolonial sebuah kawasan yang memiliki kekuatan icon yang
yang masih bertahan dan tersebar dengan tidak cukup besar. Hal tersebut merupakan potensi yang
beraturan harus dirangkaikan menjadi sebuah cerita harus dimanfaatkan dalam menghidupkan lagi
utuh tentang sejarah Kota Jakarta. Jadi untuk dapat kawasan ini yang sudah dianggap tidak produktif
menjadi demikian, pengunjung harus memiliki lagi. Banyak hal yang harus diperhatikan untuk
starting point yang sama. menghidupkan kawasan ini, misalnya berkenaan
b. Analisa Pencapaian Titik Tangkap. dengan suasana (atmosfer), bangunan tua yang
Museum Fatahillah berada dalam kawasan cenderung tidak terpakai sampai fasilitas
konservasi Kota Tua Jakarta yang secara geografis pendukung.
kawasan ini berada dibagian Utara Kota Jakarta, a. Atmosfer Kawasan.
namun secara administrative berada di wilayah Selain bangunan fisik dan aktifitas manusia,
Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat. Kawasan sebuah lingkungan binaan juga memiliki
Kota Jakarta, dengan demikian keberadaannya harus atmosfer. Kawasan Kota Tua ini yang sangat
dirasakan setidaknya oleh masyarakat Kota Jakarta. lekat dengan berbagai atmosfer, misalnya
Kawasan ini dapat diakses dengan berbagai cara, atmosfer tentang masa kolonial Belanda. Betapa
yaitu angkot dan bis kota (Terminal Kota Tua) yang tidak, bangunan yang masih berdiri dengan
melayani beberapa lokasi di sekitar Kota Tua, megah sampai saat ini adalah bangunan Stadhuis
busway (Halte Kota Tua) yang mampu mencakup yang awalnya dibuat sebagai pusat pemerintahan
wilayah Jakarta, kereta (Stasiun Kota) yang VOC di Batavia. Juga beberapa bangunan lain
merupakan sarana mencapai wilayah Jabodetabek, dan atmosfer ini harus diganti, namun tanpa
serta kendaraan pribadi seperti mobil, motor atau bis. harus menghancurkan peninggalan sejarah
Jadi keberadaan sarana transportasi tersebut berupa gedung tua.
Gambar IV.1
Atmosfer kawasan Museum Fatahillah
Foto: Azie (2011)
keberadaan pedestrian, toilet dan rest area, disekitar tempat duduk atau disekitar tempat yang
mekanikal dan elektrikal serta sarana kenyamanan teduh.
dan keselamatan. Sedangkan untuk penerangan saat ini sudah
Kawasan ini dirancang bebas kendaraan, dapat dikatakan baik, hanya saja detail elemen yang
sehingga jalur pedestrian untuk pejalan kaki didalam mudah rusak seperti kaca harus diperhatikan.
kawasan ataupun pedestrian sebagai jalur Menanam lampu di lantai merupakan ide yang
penghubung dengan sarana transportasi harus bagus, karena tidak merusak view keberbagai arah
diperhatikan. Namun pedestrian tersebut seharusnya kawasan ini. Walaupun beberapa lampu yang
juga dipersiapkan untuk penyandang cacat. ditempatkan dengan tiang justru memberi estetika
Permukaan perkerasan harus mudah dilewati baik sendiri. Memberikan elemen lampu dinding juga
dengan kursi roda ataupun yang menggunakan dapat dilakukan disepanjang dinding bangunan, atau
tongkat. Fasilitas lain yang harus diperhatikan pada bagian-bagian tertentu, misalnya pada pintu
adalah toilet dan rest area. Luasnya kawasan ini jendela. Street furniture ini didesign secara
menjadi pertimbangan dalam menempatkan sebuah bersamaan, karena bila elemen street furniture ini
toilet. Toilet dapat disebar kebeberapa penjuru tidak didesign secara keseluruhan akan
kawasan, atau toilet dapat ditempatkan pada satu menimbulkan masalah.
area yang dekat dengan semua penjuru kawasan. Elemen lain yang juga harus diperhatikan
Selain fasilitas yang bersifat langsung adalah booth untuk pedagang kaki lima atau untuk
melayani pengunjung, kawasan ini juga harus acara-acara tertentu. Bentuk booth dapat dirancang
mempersiapkan infrastruktur yang tidak langsung sedemikian rupa karena ukurannya relatif kecil
melayani pengunjung, seperti instalasi mekanikal sehingga tidak mengganggu. Walaupun
dan elektrikal serta bak kontrol untuk selokan. merencanakan bentuk dengan tema yang sama
Instalasi mekanikal dan elektrikal sedapat mungkin dengan bangunan sekitar juga perlu
tidak terlihat, atau dikamuflase dengan elemen dipertimbangkan. Yang menjadi perhatian adalah
lainnya, sehingga tidak merusak estetika dan berkenaan dengan warna. Warna yang dipilih harus
atmosfer yang telah diciptakan. Saluran selokan dan harmonis dengan yang ada dilingkungan kawasan
bak control juga perlu diperhatikan agar tidak Kota Tua ini, seperti warna krem atau hijau. Pilihan
mengeluarkan bau tidak sedap dan menimbulkan warna komplementer dapat saja dihadirkan untuk
pemandangan yang kotor. aksen, dan tidak dominan. Pengembangan warna
e. Street Furniture dasar tersebut juga masih dikembangkan kearah
Ada dua kelompok aktifitas yang berada di warna analogus untuk memperbesar range warna
kawasan ini, yaitu aktifitas dalam ruang dan luar yang akan dipilih.
ruang. Sebagai sebuah lingkungan binaan, aktifitas Warna juga dapat dijadikan tanda dan
luar ruang kawasan ini sangat significant, sehingga petunjuk arah (sign system). Hal tersebutlah yang
ketersediaan furniture ruang luar perlu diperhatikan. tidak ada dikawasan ini. Begitu sampai di kawasan
Ada beberapa elemen street furniture yang menjadi ini maka pengunjung akan disambut dengan sebuah
perhatian dikawasan ini, misalnya tempat duduk, ruang yang terbuka yang sangat dominan. Sehingga
penghijauan, penerangan, signage, tempat sampah bagi pengunjung yang baru pertama kali akan
dan booth untuk kaki lima. merasa kebingungan untuk menemukan tujuannya.
Pergerakan pengunjung dengan berjalan Karena itulah sebuah sign system perlu dihadirkan di
kaki dikawasan ini pastilah menghabiskan tenaga. kawasan ini.
Tempat beristirahat berupa bangku atau sekedar
tempat duduk tidak tersedia, sehingga pengunjung Arsitektur
cenderung duduk sembarangan tempat, bahkan Bangunan Kolonial di Kota Batavia
duduk dilantai asalkan mendapatkan naungan pohon merupakan salah satu benda berharga yang
untuk berteduh. Kebiasaan pengunjung ini ditinggalkan oleh penjajah Belanda di Indonesia,
seharusnya mendapat perhatian, yaitu dengan yaitu bangunan berarsitektur rumah indah. Banyak
memberikan tempat duduk yang nyaman untuk bangunan rumah monumental yang dibangun pada
bernaung dikala panas ataupun hujan. Kantong- masa penjajahan kolonial Belanda. Karena
kantong untuk duduk juga perlu didekatkan fasilitas arsitektur rumah mereka sudah jauh lebih maju dari
kafe atau kantin, karena kecenderungan orang Indonesia, maka mereka pun membangun banyak
beristirahat sambil minum. Dengan demikian tempat bangunan rumah indah yang memberi inspirasi bagi
sampah-pun menjadi hal yang sangat penting. masyarakat, khususnya kaum intelektual. Namun
Tempat sampah dilokasikan didekat pedagang sayangnya tidak semua orang mau melestarikan
makanan dan minuman serta didekat tempat yang peninggalan berharga itu. Seiring berjalannya
berpotensi memunculkan keramaian, misalnya waktu, semakin banyak bangunan yang rusak dan
Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 35
Kajian Desain Interior Lantai 1 pada Museum Fatahillah Jakarta
terabaikan. Hanya tinggal beberapa bangunan yang pula beberapa bangunan bersejarah lainnya yang
dapat diselamatkan. Salah satunya adalah Museum masih dapat dinikmati sisi arsitekturnya, meskipun
yang sangat terkenal di Jakarta, yaitu Museum beberapa bangunan tersebut sudah mulai beralih
Jakarta (dulu dikenal dengan nama Museum fungsi. Contoh bangunan berasitektur kolonial yang
Fatahillah). Bangunan berarsitektur kolonial ini masih terawat dengan baik di sekitar museum
terletak di jantung kota Batavia, yang sekarang lebih Jakarta ini adalah museum Wayang dan Kafe
dikenal dengan daerah Kota. Selain Museum Jakarta Batavia.
ini, masih ada beberapa bangunan lain di sekitarnya Dalam penjelasan diatas merupakan peluang
yang juga merupakan jejak arsitektur rumah yang untuk memperkenalkan museum Fatahilah kepada
berharga.
pengunjung. Sedangkan tampilan eksterior museum
Kira-kira 500 meter ke arah selatan Fatahilah sudah tidak bisa dirubah karena bangunan
pelabuhan Sunda Kelapa, dibangun suatu Balaikota. ini merupakan bangunan golongan A.
Bagian depan bangunan ini dilengkapi dengan
sebuah taman yang megah, yang sekarang disebut Desain Interior
Taman Fatahillah. Taman ini dulu dipakai untuk 1. Area Lobby dan Tangga utama
berbagai aktivitas kota. Di tengah taman ini terdapat Perancangan interior yang baik tidak dapat
air mancur, dan di sisi utara terdapat dua buah dipisahkan dengan teknik pencahayaan karena
meriam Portugis. Sebelum berubah fungsi menjadi dengan adanya pencahayaan yang baik maka sebuah
Museum Jakarta, gedung Balaikota yang lama rancangan interior akan menjadi lebih baik. Untuk
dibangun tahun 1627 didirikan dengan ukuran yang area loby ini difokuskan pada pencahayaan,
tidak terlalu besar. Baru kemudian pada tahun 1707 - khususnya pencahayaan yang berfungsi sebagai
1710 dibangun gedung baru yang lebih besar, yang dekoratif. Warna cahaya yang digunakan sesuai
sekarang dipakai sebagai Museum Jakarta. Gedung dengan aktifitas yang dilakukan didalam ruangan
Balaikota ini digunakan untuk kegiatan pemerintah tersebut. Misalnya, pada loby yang berisi
Batavia, seperti administrasi pemerintahan, informasi, meja resepsionis digunakan cool daylight
pengadilan, dan sekaligus penjara. Seperti Balaikota sehingga bisa diberi kesan kejelasan dalam ruangan
di Amsterdam. Bentuk bangunan Museum Jakarta utama.
ini mengingatkan kita pada gedung balaikota lama di
Amsterdam, serta gedung-gedung lainnya di Eropa.
Ini karena semua rancangan bangunan didasarkan
pada disiplin yang tinggi dengan beberapa
pengulangan bentuk, seperti pengulangan bentuk
jendela yang sangat mencolok di bagian depan
bangunan. Selain itu, bangunan ini juga dibangun
dengan skala yang monumental.
Fasade bangunan ini terlihat sangat megah
dan berwibawa, apalagi diperkuat dengan adanya /
portico / di depan pintu utamanya. Ada beberapa
informasi yang mengatakan bahwa sebenarnya
bangunan ini dibangun tanpa portico. Susunan
jendela besar mempunyai irama tertentu, yaitu 5-4-5.
Gambar IV.2
Jendela ini berfungsi untuk memasukkan cahaya dan
Area 1 (lobi utama)
udara ke dalam bangunan yang masif. Cupola, Foto: Azie (2011)
bentuk silinder pada bagian atas atap menyerupai
menara, menyimbolkan kekuasaan VOC terhadap 1. Ruang perkembangan kebudayaan Area Display
kota Batavia pada masa itu. Tepat di ujung nok Ruang pamer karya-karya masterpiece
terdapat tiang asap sebagai penambah unsur seharusnya memiliki perancangan interior yang lebih
dekoratif yang fungsional. Naik ke lantai 2, akan baik dari ruangan-ruangan lainnya, karena ruangan
terlihat sebuah busur lengkung yang terbuat dari ini berfungsi untuk memamerkan karya-karya yang
batu alam bermotif kerang-kerang laut. Di lantai ini merupakan karya terbaik dari tokoh zaman kolonial.
pula, perbedaan setiap pintu ruangan terlihat sangat Bila kita melihat gambar terlihat warna dinding yang
jelas. Semakin besar ruangan yang ada maka kusen sudah pudar dan lampu yang menyilaukan sehingga
pintu pun akan semakin tinggi. Dikelilingi bangunan memberi kesan kumuh pada ruangan ini.
bersejarah dan di sekitar Museum ini masih terdapat
Gambar IV.3
Area 2 (Ruang perkembangan kebudayaan Area Display)
Foto: Azie (2011)
Pada ruang master piece lampu yang langsung dari petugas museum yang dapat
berfungsi sebagai pencahayaan dekoratif tidak mengarahkan dengan memebrikan informasi secara
memiliki focus sehingga pendar dari lampu tersebut langsung. Berikut faktor-faktor yang diamati penulis
seperti kehilangan fungsinya. Jenis lampu yang pada museum Fatahillah :
dipilih terasa kurang tepat karena lampu T5 yang a. Informasi pada lobi dan pusat informasi.
digunakan tidak dapat memberikan focus yang jelas Lobi museum berfungsi sebagai ruangan
terhadap display. Akan lebih baik bilamana utama pengunjung untuk mendapatkan informasi
digunakan lampu jenis halogen karena lampu dengan bantuan beberapa petugas dan difungsikan
halogen dapat memberi focus yang lebih jelas sekaligus untuk ticketing dan dapat masuk kedalam
terhadap koleksi yang dipamerkan. museum.
Sistem tata kelistrikan sangat tidak aman Dengan satu-satunya tempat dan cara
bagi pengunjung yang masuk kedalam area ini. mendapatkan informasi ini tentunya membuat
2. Zaman Prasejarah pengunjung kurang mendapatkan informasi yang
3. Ruang baru prasejarah memadai. Didalam lobi ini tidak dilengkapi peta
4. Ruang Arca museum dan lay-out yang kurang jelas, tidak
5. Ruang masa kerajaan Sunda Kelapa menarik, juga peletakannya yang sering tidak
6. Ruang masa kedatangan Portugis disadari oleh pengunjung.
7. Ruang peralihan ke area taman belakang
8. Ruang miniatur
9. Ruang peninggalan belanda
10. Ruang furniture
11. Ruang furniture
12. Ruang kebudayaan betawi
13. Ruang lukisan diorama perjuangan Fatahillah
Desain Grafis
Media Informasi
Koleksi Museum Fatahillah yang beraneka-
ragam meliputi seluruh jenis benda koleksi, dimulai
koleksi benda-benda prasejarah sampai dengan masa
kolonial, sejumlah koleksi merupakan koleksi yang
langka. Media informasi memiliki fungsi utama
untuk memudahkan pengunjung memahami
informasi yang memadai ditiap-tiap koleksi. Gambar IV.4
Minimnya informasi di museum Fatahillah Minimnya informasi pada lobi
mengharuskan pengunjung mendapatkan petunjuk Foto: Azie (2011)
Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 35
Kajian Desain Interior Lantai 1 pada Museum Fatahillah Jakarta