Daun Screw (kiri), Bukaan Plate dasar awal Pembuatan daun Screw (kanan)
Dimana :
L = Panjang poros
P = Pitch/jarak
z = Jumlah ularan
D = Diameter conveyor setelah jadi
D1 = Diameter conveyor sebelum jadi
d = Diameter poros setelah jadi
d1 = Diameter dalam sebelum jadi
t = Tebal plat
Jawab :
D1 = 294 mm
Kesimpulan : D < D1 atau 285 < 294
Jika : P = D = 285 mm, maka D1 = 299
Kesimpulan : D < D1 atau : 285 < 299
Jika : P = (1,2. D) mm, maka D1 = 305
Kesimpulan : D < D1 atau : 285 < 299
LANGKAH-LANGKAH MENDESAIN SCREW
CONVEYOR :
A. Hitung Kapasitas Conveyor (Q)
Buat(tentukan) sudut kemiringan Conveyor
Dimana :
k = gaya puntir terhadap talang
Pt = gaya gesek massa terhadap talang
Jika : D ≈ Dt , maka persamaan diatas menjadi :
C. Hitung Gaya Puntir yang diperlukan akibat Gesekan
pada Conveyor
dimana :
N = daya (HP)
Contoh soal :
Diketahui :
D = 540 mm ; d = 220 mm ; L = 6000 mm ; P = 370
mm ; BJ padatan = 0,65 (kg/dm3 atau kg/ltr) dimana
padatan memenuhi setengah daun conveyor ; talang =
0,8 ; daunularan = 0,5 ; bushing = 0,1 (dua bushing) ; berat
shaft + daun ularan = 150 kg
Hitung daya penggerak ........................ (HP), jika :
n1 = 45 rpm
n2 = 20 rpm
Jawab :
Tg = 0,310091
lpha = 17,23o
C. Tentukan sudut kemiringan Conveyor :
1. Gaya gesek maju massa terhadap talang.
Untuk mengetahui gaya puntir terhadap
talang
K = tg x Pt
= tg x (talang x N)
= 0,310091 x (0,8 x 372,5)
= 89,4 kg
2. Gaya gesek maju massa terhadap daun
ularan. Untuk mengetahui gaya puntir
terhadap daun ularan
W = k x daunularan
= 89,4 x 0,5
= 149 kg
3. Gaya gesek akibat (berat shaft + berat daun
conveyor) terhadap bushing. Untuk
mengetahui gaya puntir terhadap bushing
Pb = bushing x (k + w + (berat shaft dan daun
conveyor))
= 0,1 x (89,4 + 149 + 150)
= 39 kg
Sehingga gaya puntir total (Ptotal) yang
diperlukan =
P total = k + w + Pb
= 89,4 + 149 + 39
= 277,4 kg
D. Hitung daya penggerak :
Dimana :
Mw = ½ (Dt) x Ptotal
= ½ ((D + d)/2) x Ptotal
= ½ ((54 +22)/2) x 277,4
= 5270,6 kg.cm
N = (5270,6 kg.cm) x (45 rpm) / 71620
= 3,3 HP
Ambil : SF =1,5
Maka daya dibutuhkan = 3,3 x 1,5 = 5 HP
RAIMU KOYO
ASU !!!
TAHAP PENGERJAAN
tkp pengerjaan
SCREW CONVEYOR
Daun Screw (kiri), Bukaan Plate dasar awal Pembuatan daun Screw (kanan)
Dimana :
L = Panjang poros
P = Pitch/jarak
z = Jumlah ularan
D = Diameter conveyor setelah jadi
D1 = Diameter conveyor sebelum jadi
d = Diameter poros setelah jadi
d1 = Diameter dalam sebelum jadi
t Tebal plat
=
Jawab :
D1 = 294 mm
Kesimpulan : D < D1 atau 285 < 294
Jika : P = D = 285 mm, maka D1 = 299
Kesimpulan : D < D1 atau : 285 <
299
Jika : P = (1,2. D) mm, maka D1 = 305
Kesimpulan : D < D1 atau : 285 <
299
dimana :
N = daya (HP)
Contoh soal :
Diketahui :
D = 540 mm ; d = 220 mm ; L = 6000
mm ; P = 370 mm ; BJ padatan = 0,65
(kg/dm3 atau kg/ltr) dimana padatan
memenuhi setengah daun conveyor ; talang =
0,8 ; daunularan = 0,5 ; bushing = 0,1 (dua
bushing) ; berat shaft + daun ularan = 150 kg
Hitung daya
penggerak ........................ (HP), jika :
n1 = 45 rpm
n2 = 20 rpm
Jawab :
Tg = 0,310091
lpha = 17,23o
C. Tentukan sudut kemiringan Conveyor :
1. Gaya gesek maju massa terhadap
talang. Untuk mengetahui gaya
puntir terhadap talang
K = tg x Pt
= tg x (talang x N)
= 0,310091 x (0,8 x 372,5)
= 89,4 kg
2. Gaya gesek maju massa
terhadap daun ularan. Untuk
mengetahui gaya puntir terhadap
daun ularan
W = k x daunularan
= 89,4 x 0,5
= 149 kg
3. Gaya gesek akibat (berat shaft +
berat daun conveyor) terhadap
bushing. Untuk mengetahui gaya
puntir terhadap bushing
Pb = bushing x (k + w + (berat shaft
dan daun conveyor))
= 0,1 x (89,4 + 149 + 150)
= 39 kg
Dimana :
Mw = ½ (Dt) x Ptotal
= ½ ((D +
d)/2) x Ptotal
= ½ ((54 +22)/2) x
277,4
= 5270,6 kg.cm
N = (5270,6 kg.cm) x (45
rpm) / 71620
= 3,3 HP
Ambil : SF =1,5
Maka daya dibutuhkan = 3,3 x 1,5 = 5
HP
Silo dan bunker dibuat dari bermacam-macam material struktur bisa beton
ataupun baja. Sedangkan beton merupakan material yang sering dipakai
untuk kedua strukur tersebut. Beton dapat memberikan perlindungan yang
diperlukan untuk bahan yang disimpan pada silo dan bunker tersebut,
memerlukan sedikit perawatan, dan relatif terbebas dari bahaya struktural
tertentu.
Pembebanan ataupun beban yang biasa terjadi pada bangunan silo adalah
sebagai berkut :
R adalah jari-jari hidraulis dari penampang dalam silo, untuk lingkaran jari-jari
hidraulisnya digunakan rumus berikut:
Menurut literatur buku Design and Construction of silo and Bunker dengan penulis
Safarian S. Sargis dan Ernest C.Harris Momen tersebut dapat dihitung dengan
rumus berikut :
Beban mati
Beban mati dalam perhitungan struktur silo terdiri dari berat sendiri elemen
struktur silo, beban finishing strukur, dan yang terakhir adalah beban
peralatan atau equipment yang ada pada silo karena silo biasanya berada di
pabrik sehingga perlunya peralatan untuk proses produksi setelah disimpan di
silo.
Rumusnya Adalah:
d = Kd / µ
Kd =
Kd Ext = µ X D Int
D = KD / µ
KD =
KD Ext = µ X D Ext
Ketiga Adalah Pabrikasi Conveyor Sampai Terbentuk
Tulisan ini sebenarnya ungkapan rasa kekecewaan dimana banyak rekan-rekan yang berkecimpung di dunia CAD
lebih mengandalkan kemampuan software third party untuk memecahkan permasalahan pembuatan bentangan dari
screw conveyor dibanding mencari formulasinya. Berikut formulasi untuk pembuatan bentangan screw conveyor,
semoga bermanfaat buat rekan-rekan yang bekerja di fabrikasi.
Burner Bahan Bakar Gas (Part 2)
Suatu fully premixed burner terdiri atas suatu bagian untuk pengadukan sempurna bahan
burner. Pembakaran pada permukaan alat dirancang untuk bahan bakar gas dan udara yang telah
tercampur seluruhnya dan membakarnya pada permukaan radian yang berpori. Suatu peletakan
yang dekat antara proses pembakaran dengan permukaan burner menghasilkan temperatur api
yang rendah dan akibatnya emisi NOx rendah. Permukaan dapat berupa ceramic fiber, reticulated
ceramics dan metal alloy mats. Hal ini memungkinkan bentuk burner untuk dimodifikasi agar
Burner jenis ini memiliki tempat untuk pencampuran yang flammable. Udara Pembakaran
sekunder disuplai di sekitar flame holder. Contohnya bisa dilihat pada gambar berikut
3. Nozzle-Mix Burner
Burner jenis ini adalah jenis burner yang paling banyak digunakan di industri. Udara dan
bahan bakar yang terpisah sampai akhirnya dicampurkan secara cepat dan bereaksi setelah
rentang rasio bahan bakar dan udara yang lebar, pada bentuk api yang bermacam-macam
dan kemampuan membakar berbagai jenis bahan bakar. Burner jenis ini dapat digunakan pada
berbagai kondisi dengan cara membakar pada kondisi yang kaya akan bahan bakar
(50% excess bahan bakar) atau pada kondisi yang minim bahan bakar (1000% excess udara). Dengan
mengubah bentuk nozzle dan derajat putaran udara, profil api dan kecepatan pencampuran bisa
divariasikan secara luas. Misalnya dari pencampuran secara cepat dengan api pendek (L/D=1)
menjadi api konvensional (L/D=5 sampai 10) menjadi pencampuran secara lambat menggunakan
4. Staged Burner
Cara yang tepat untuk meminimalisasi emisi NOx adalah dengan menggunakan staged burner.
a. Air-Staged Burners
Pada desainnya, air-staging and external flue-gas recirculation keduanya digunakan
untuk memperoleh emisi NOx yang sangat rendah (hampir 90% di bawah burner konvensional).
Bahan bakar gasnya diresirkulasi menggunakan pompa jet yang digerakkan oleh udara pembakaran
primer.
b. Fuel-Staged Burners
menggunakan burner sebagai pemanas. Bahan bakar dibagi menjadi arus primer (30%-40%) dan
udara sekunder (60%-70%). Gas furnace dapat di resirkulasi menggunakan jet udara primer untuk
meningkatkan kontrol NOx. Emisi NOx turun 80% - 90% jika menggunakan pembakaran jenis ini