Anda di halaman 1dari 12

Hikmah Wabah

Muhasabah Juru Dakwah

1
Abdurrrahman Assirbuny

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 1


Buku ini berusaha mengungkap berbagai
hikmah dari nasehat para masyaikh dakwah
di tengah ujian wabah sebagai bahan
muhasabah para ahli dakwah

Daftar Isi :

Protagonis
Akui Kesalahan
Zaman Seleksi
Bertaubat

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 2


 Protagonis
Bisa jadi dengan wabah virus ini, ada perhatian Allah khusus kepada
Jamaah Tabligh.
Kok gitu?
Ya, Beragam pandemi sudah pernah terjadi berkali-kali di muka bumi ini.
Sejak zaman dulu sampai zaman baru. Tetapi tidak pernah separah ini.
Global Pandemic. Baru kali ini terjadi; gerak manusia di seluruh dunia
dibatasi!
Bayangkan, bukan satu negara atau satu benua saja yang dilockdown,
tetapi seluruh dunia! Seluruh dunia dirumahkan! Super Ajiib!
Ini adalah fixed plan Allah.
Ini pasti karena dosa. Tetapi dosa-dosa manusia yang memancing murka
Allah hingga turun berbagai petaka di akhir zaman bukanlah disebabkan
oleh para pendosa biasa. Itu mah budaya lama.
Budaya lama tetap dengan aturannya. Tetapi yang special yang sangat
memancing murka Allah adalah prilaku manusia khusus di akhir zaman,
yaitu orang-orang special; ulama dan ahli dakwah.
Dulu pelaku durhaka adalah anak jalanan, sekarang pelakunya ahli
dakwah!
Dulu pelaku fanatik buta adalah penyembah berhala, sekarang pelakunya
ahli dakwah!
Dulu penghina ulama adalah preman, sekarang pelakunya ahli dakwah!
Dulu yang gila pujian adalah ahli dunia, sekarang ahli dakwah!
Dulu yang gila jabatan adalah ahli dunia, sekarang ahli dakwah!
Jelas Allah murka. Allah sangat murka karena dua hal: Dosa dilakukan terus
menerus tanpa henti, dan dosa itu dilakukan oleh segala lapisan manusia
tanpa terkecuali.
Jika orang biasa pelakunya, efeknya pun biasa. Murka-Nya biasa. Namun
jika pelakunya istimewa, efeknya pun istimewa. Sebab kita hidayah
terhambat, sebab kita umat sulit bertaubat.

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 3


Maulana Ilyas rah.a. berkata, “Kesalahan dalam kerja Tabligh ini akan
cepat membawa kehancuran.” (Irsyadat wa Maktubat, 34)
Sebelumnya, ahli dakwah adalah protagonis di dunia. Tokoh kebaikan.
Idaman umat, dan berperan besar bagi umat.
Namun kita salah sangka dengan hasil. Kita lengah. Maulana In’amul Hasan
rah.a. berkata, “Pada tahap zaman istiqbal, walaupun terlihat hasilnya
sangat menggembirakan, namun pada saat yang sama di dalamnya penuh
dengan bahaya. Berbagai ancaman muncul dalam tahap istiqbal ini.
Kadangkala banyak ahli dakwah menyangka bahwa inilah kesuksesan
mereka dalam dakwah.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 176)
Itulah mengapa tiba-tiba berubah dari protagonis menjadi antagonis? Dari
tokoh utama idaman menjadi tokoh utama ancaman?
Dan akibatnya? Bukan saja dihentikan semua kegiatan dakwah dari tingkat
muhalla sampai ke markas dunia, tetapi juga menjadi bahan cemoohan
yang menakutkan.
Ya Allah, ada apa di balik ini? Dosa apa dan siapakah ini?
TIDAK, JANGAN SALAHKAN ORANG LAIN. LEBIH BAIK SALAHKAN
DIRI SENDIRI.
Itulah tabiat masyaikh dakwah. Tidak salahkan orang lain, tetapi salahkan
diri. Maulana Zakariyya rah.a. mengatakan, “Apa pun bahaya atau
gangguan yang terjadi pada usaha dakwah ini, maka itu semata-mata
disebabkan kesalahan ahli dakwah itu sendiri, yaitu: karena racun
ashobiyah, main-main, dan perpecahan.” (Irsyadat wa Maktubat, 7)
Beliau juga mengatakan, “Kerja dakwah ini begitu sensitif. Apabila
dikerjakan dengan cara yang salah, maka akan datang berbagai rintangan
pada kerja ini.” (Irsyadat wa Maktubat, 6)
Senada dengan hal itu, Maulana In’amul Hasan rah.a. berkata, “Apa pun
keadaan yang terjadi padamu adalah akibat dari amalan yang kamu
lakukan.” (Dakwah wa Tablig Ki Mehnat, 10)
Bahkan di tengah kemajuan dakwah di era Maulana In’amul Hasan rah.a.,
beliau bertambah rasa kekhawatirannya, beliau selalu menghisab dirinya,
dan merasa tidak nyaman dengan kelemahan dirinya. (Sawanih Hadratji
Tsalits, III/185)
Maulana Yusuf rah.a. berkata, “Segala sesuatu yang kita hubungkan
dengan kekuatan Allah, maka segala masalah yang akan menjadi baik.
Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 4
Sebaliknya mereka yang menyelesaikan masalahnya kepada makhluk,
maka akan menjadi rusak segalanya, baik infirodi atau ijtima’i. Akan
menyebabkan murka Allah turun.” (Sawanih Yusufi, 740)
Juga jangan salahkan Yahudi dan Nasrani dalam urusan kehancuran umat.
Maulana Yusuf rah.a. berkata, “Yang pertama kali menyembelih dan
memotong-motong umat ini adalah diri kita sendiri, kemudian barulah
Yahudi dan Nasrani yang memotong-motong rantingnya.” (Tadzkirah
Hadratji, 134)
Begitu banyak malfuzhat para masyaikh dakwah yang menyebutkan secara
langsung atau tidak langsung, tentang hubungan keadaan dunia ini dengan
perilaku ahli-ahli dakwah.
Kita mesti akui; ini salah kita. Akui kelemahan kita. Kita mesti rubah. Bisa
jadi inilah Pausnya Nabi Yunus as. atau penjaranya Nabi Yusuf as.
Setelah masa ini berlalu, bisa jadi kerja dakwah ini akan dimulai dari nol
kembali. Dan bukan mudah untuk memulai kerja dari nol kembali.
Sangka baiknya;
Allah mengingatkan kita, bahwa kita adalah orang-orang pilihan-Nya.
Jangan disia-siakan. Allah ingin kita lebih sungguh-sungguh dalam dakwah
dengan memperbanyak muhasabah.

 Akui Kesalahan
Orang jahil berkata; Apa salah kita?
Banyak! Kita adalah keyboard rusak. Bisa dipakai mengetik, tetapi banyak
tombol huruf yang hilang. Akibatnya, banyak kalimat salah yang muncul.
Kertas kita pun buram, sehingga bertambah banyak kalimat yang salah
baca. Maulana In’amul Hasan rah.a. berkata, “Kita sedang menjalani suatu
tahapan yang sangat sulit dalam usaha dakwah, sehingga sedikit saja
tergelincir, maka akan menyebabkan kita jatuh parah. Kita sedang melalui
tahapan yang sangat berbahaya.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 175)
Agar kita sadar, mari kita muhasabah satu persatu, apa penyebabnya;

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 5


Kesalahan dan penyakit yang paling parah pada diri kita, adalah induk
segala penyakit, yaitu; Hubbud Dunya.
Cinta dunia ini seharusnya milik ahli dunia. Bukan milik ahli agama, apalagi
ahli dakwah. Namun disadari atau tidak, penyakit ini sudah merasuki ahli-
ahli dakwah. Maulana Ilyas rah.a. berkata; ”Ada dua bahaya yang paling
aku takuti pada usaha dakwah, yaitu; Ketika pandangan ahli-ahli dakwah
tertuju kepada materi. Dan ketika ahli dakwah merasa sudah berdakwah,
padahal mereka belum berdakwah.” (Irsyadat wa Maktubat, 9)
Mungkin kita masih ada kepentingan duniawi dalam dakwah ini. Maulana
Yusuf rah.a. berkata, “Siapa pun yang mengutamakan kepentingan
pribadinya dalam kerja dakwah, maka sejauh itu pula ia telah merusak
ijtima’i dakwah.” (Tadzkirah Hadratji, 147)
Maulana In’amul Hasan rah.a. berkata, “Masa ini adalah masa istiqbal.
Ujiannya ada pada keuntungan duniawi yang muncul dalam usaha dakwah
ini. Ada orang yang apabila ia dapati ada keuntungan duniawi dalam usaha
dakwah ini, maka ia akan datang. Namun ketika ia diminta untuk
berkorban demi agama, ia justru pergi. Orang seperti ini sangatlah
berbahaya.” (Sawanih Hadratji Tsalits: III/180)
Beliau berkata, “Usaha semakin meningkat. Orang-orang yang ada
kepentingan pribadi dalam kerja ini akan naik ke permukaan. Dan ketika
mereka sudah mayoritas, maka sangat dikhawatirkan hakikat usaha ini
akan hilang.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 175)
Beliau berkata, “Memasukkan kepentingan pribadi dalam kerja dakwah ini
adalah jalan menuju kehancuran.” (Sawanih Hadratji Tsalits: III/160)
Maulana Yusuf rah.a. berkata, “Memasukkan kepentingan pribadi pada
usaha dakwah ini, walaupun dakwah ini benar, maka dakwah ini tidak akan
dapat tumbuh dengan subur.” (Tabligh ke Maqom, 132)
Mungkin kita masih suka berbohong. Maulana Yusuf rah.a. berkata,
“Sekarang ini terjadi banyak kebohongan di setiap golongan, sehingga
keadaan-keadaan pun bertambah rusak.” (Tadzkirah Hadrtaji, 136)
Mungkin kita masih banyak sia-sia. Maulana Yusuf rah.a. berkata, “Fitnah
apa pun yang datang di dunia ini adalah disebabkan karena waktu-waktu
yang kosong tidak digunakan dengan benar.” (Tabligh ke Maqom, 93)

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 6


Mungkin mu’amalah dan mu’asyarah kita masih rusak. Maulana Yusuf
rah.a. berkata, “Ingatlah bahwa rusaknya mu’amalah dan mu’asyarah
dapat menghancurkan ijtima’i umat.” (Tablighi Tahrik, 52)
Mungkin kita masih tawajjuh kepada materi. Maulana Yusuf rah.a.
berkata, “Perhatian terhadap benda dan bermewah-mewahan adalah
pintu datangnya bala.” (Maktubat Akabir Tabligh, 64)
Mungkin kita masih arogan. Maulana In’amul Hasan rah.a. berkata,
“Jangan anggap dirimu besar dan segala-galanya. Jangan menipu diri
sendiri. Merendah diri lah. Kita bukan individu, tetapi kumpulan orang
bersama kita.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 177)
Mungkin kita merasa paling penting. Maulana In’amul Hasan rah.a.
berkata, “Kita hendaknya waspada, bahwa tanda kejatuhan seseorang di
jalan dakwah ini adalah ketika ia mulai menganggap bahwa dirinyalah yang
paling penting. Merasa bahwa yang dapat menyelamatkan orang itu hanya
dia, bahwa yang dapat melakukannya hanya dia. Hal itu menunjukkan
sikap egois dan nafsu.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 176)
Mungkin kita suka meremehkan orang. Maulana Zakariya rah.a. berkata,
“Penyebab terjadinya bencana ke atas manusia adalah karena sikap ujub
dan meremehkan orang lain.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 176)
Mungkin kita merasa sudah berdakwah, padahal belum berdakwah.
Maulana Yusuf rah.a. berkata, “Kesalahan dalam usaha dakwah adalah
ketika da’i merasa bahwa ia telah memahami usaha ini. Padahal ia tidak
memahaminya sama sekali. Syetan telah merusak perasaannya dengan
keangkuhan dan hawa nafsu atas usaha yang mulia ini.” (Dakwah wa
Tablig Ki Mehnat, 13)
Mungkin masih belum ada enam sifat pada diri kita. Maulana Ilyas rah.a.
menulis, “Ada dua bahaya yang terdapat pada pekerja dakwah, yaitu:
Ketika mereka tidak berusaha untuk menghasilkan 6 sifat dalam hidup
mereka, dan ketika jamaah-jamaah hanya dikeluarkan begitu saja. Mereka
tetap terhalang dari pahalanya, dan iman mereka pun tetap lemah.”
(Dakwah wa Tablig Ki Mehnat, 10)
Mungkin kita masih riya dan sum’ah. Maulana Ilyas rah.a. berkata,
“Apabila seorang hamba ingin maju dalam kebaikan, maka syetan selalu
berusaha menghalanginya dengan berbagai cara dan mempersulit jalan,
serta menyebarkan halangan. Jika halangan tersebut tidak berhasil, syetan
akan berusaha mencari jalan lain, yaitu dengan merusak niat dan
Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 7
keikhlasannya, atau menyelinap dalam kebaikannya, memasukkan rasa
riya dan sum'ah agar terkenal, dan kadangkala dengan mencampur aduk
antara maksud dan keperluan sekedar untuk merusak niat. Dan dengan
cara ini kadangkala syetan berhasil.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 9)
Dan masih banyak lagi penyakit yang merasuki ahli dakwah di akhir zaman
ini. Bahkan jika dicermati dari nasehat para masyaikh Dakwah, dan firasat
mereka mengenai keadaan dakwah dan ahli dakwah di akhir zaman,
hampir semuanya sudah ada.
Obatnya tidak lain dimulai dengan muhasabah diri. Salahkan diri sendiri.
Penuhi dengan rasa takut dan kerendahan.
Allah ingin menegur kita karena kesombongan kita.
Allah ingin menegur kita karena kedurhakaan kita.
Allah ingin menegur kita karena ujub kita.
Allah ingin menegur kita karena niat kita yang salah.
Allah ingin menegur kita karena kelalaian kita.
Allah ingin menegur kita karena kita tidak amanah dan tidak jujur.
Allah ingin menegur kita karena kita ingin dipuji dan ingin dilayani.
Allah ingin menegur kita karena kita ingin duniawi.
Allah ingin menegur kita karena kita hanya pandai bicara, tetapi tidak
pandai kerja.
Muhasabah selalu melahirkan istighfar dan tangisan.
Walaupun pada masanya, kerja dakwah telah berkembang dengan sangat
pesat di seluruh dunia, tetapi Maulana In’amul Hasan rah.a. senantiasa
diliputi dengan rasa takut, tawadhu, dan takwa. Tidak sedikit beliau
meminta doa kepada sahabat-sahabatnya. Pernah di dalam suratnya
kepada Maulana Qori Shodiq Ahmad, Beliau menulis, “Saya ini adalah
hamba yang sangat memerlukan doa Anda. Doakanlah saya, dan
doakanlah usaha dakwah ini.” (Sawanih Hadratji Tsalits: I/185)
Demikianlah seharusnya menyikapi teguran Allah. Menjadikan diri sebagai
biang kesalahan, tanpa menyalahkan orang lain.
Sangka baiknya;
Maulana Ilyas rah.a. berkata, “Meyakini kelemahan dan ketidakberdayaan
diri adalah suatu kesuksesan.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 28).

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 8


 Zaman Seleksi
Pada zaman Maulana Ilyas rah.a. adalah zaman permulaan. Zaman
Maulana Yusuf rah.a. adalah zaman pertumbuhan. Dan zaman Maulana
In’amul Hasan rah.a.adalah zaman pemeliharaan.
Masing-masing zaman ada ujiannya dan mujahadahnya. Antara zaman ke
zaman ada seleksinya. Maulana In’amul Hasan rah.a. berkata, “Da’i-da’i
dahulu pada zaman awal pergerakan jamaah dakwah ini, mereka telah
menghadapi kesusahan dan mujahadah yang besar demi dakwah. Namun
sedikit demi sedikit jalan itu menjadi mudah dan lancar. Halangan-
halangan dapat dihindarkan dan manfaatnya mulai terlihat. Kemudian
mulailah zaman penerimaan dan berlanjut menjadi kemasyhuran. Di mana
jamaah ini telah dikenal di mana-mana. Sesungguhnya zaman kedua dan
zaman-zaman selanjutnya akan mengandung lebih banyak lagi seleksi
Allah daripada zaman yang sebelumnya.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 174)
Lalu setelah itu (zaman kita ini) disebut zaman apa? Setelah benih itu
ditanam, tumbuh, dan dipelihara, selanjutnya zaman apa? Apakah disebut
zaman penyaringan?
Ya, bisa jadi zaman penyaringan, karena ahli dakwah ini beragam tujuan
niat dan kelakuan; mesti difilter dan disaring .…
Maulana Umar Palanpuri rah.a. berkata, “Apabila ahli dakwah mulai
memandang ke arah duniawi, maka Allah akan melemparnya ke dalam
ujian, agar menjadi filter dalam usaha dakwah. Lalu ada yang bertanya;
‘Mengapa Allah juga memberi ujian kepada orang-orang yang bertujuan
kebaikan akhirat dan ridha Allah? Sesungguhnya ujian bagi mereka agar
ada kekuatan rohani pada mereka dan ada ketinggian derajat bagi mereka
di akhirat.” (Dakwah wa Tablig Ki Mehnat, 148)
Mesin filter Allah super canggih; mengenai siapa pun, dari muhalla hingga
markas dunia. Yang busuk dibuang. Yang masak, Allah jaga dan pelihara.
Mesin filter ini juga membuktikan, siapa yang da’i dan siapa yang
mengaku-ngaku da’i. Casing bisa sama, tetapi isi jelas berbeda.

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 9


Tidak mudah melaluinya, tapi sunnatullahnya begitu. Maulana In’amul
Hasan rah.a.katakan, “Kerja ini kerja suci, akan selalu ada pembersihan di
dalamnya.” (Sawanih Hadratji Tsalits: I/178)
Dan beliau juga berkata, “Kerja ini bukan berdasarkan bayan, tetapi
berdasarkan amal.” (Sawanih Hadratji Tsalits: I/168)
Maulana Ilyas rah.a. berkata, “Sejauh kerja ini berjalan, maka akan
menjauhkan dari mudharat, mendekatkan kepada kebaikan, dan
mencegah keburukan. Namun ketika ada kepentingan, baik pribadi atau
golongan, dan berdakwah dengan tujuan seperti itu, maka tidak akan
datang pertongan Allah kepadanya.” (Irsyadat wa Maktubat, 35)
Ada yang disaring melalui keikhlasannya;
Ada yang disaring melalui kesungguhannya;
Ada yang disaring melalui pengorbanannya;
Ada yang disaring melalui ketaatannya;
Ada yang disaring melalui istiqomahnya;
Ada yang disaring melalui kejujurannya;
Ada yang disaring melalui amanahnya;
Ada yang disaring melalui mu’amalahnya;
Ada yang disaring melalui mu’asyarahnya;
Ada yang disaring melalui akhlaknya;
Ada yang disaring melalui tabiat dahulunya yang buruk; dsb.
Buah yang masak dipetik, buah yang busuk dibuang. Siapa yang tidak lolos
dalam penyaringan itu, maka ia adalah buah yang busuk dan terbuang.
Tapi bagaimana nasib pohon yang sudah tidak berbuah lagi? Apakah akan
ditebang dan dijadikan kayu bakar?
Sangka baiknya;
Allah ingin kita lolos dan lulus dari ujian ini. Allah ingin agar kita segera
keluar dari perut ikan Paus Nabi Yunus as. ini. Lakukan sebagaimana Nabi
Yunus as. lakukan.
Hadraji Maulana Yusuf rah.a. berkata, “Pertama, mohonlah ampun kepada
Allah atas kelemahan kita, lalu berdoa memohon taufik dari Allah agar
meningkatkan pengorbanan kita, sehingga dapat menjadi sebab hidayah
untuk umat ini.” (Tablighi Tahrik, 84)
Maulana Umar Palanpuri rah.a. berkata, “Apabila datang bala dari empat
penjuru, saat itulah kita mesti fokus meminta bantuan Allah dan bersabar.
Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 10
Bersama orang-orang yang sabar ada kekuatan Allah. Dan bersama orang-
orang yang meminta pertolongan Allah, ada pertolongan Allah.” (Q.S. al-
Muddattsir: 31) (Dakwah wa Tabligh Ki Mehnat, 167)

 Bertaubat
Ini bukan tentang sekadar Covid19. Ini tentang fitnah akhir zaman. Entah
kapan datangnya bencana akhir zaman, yang pasti kita sedang berjalan ke
arahnya.
Jamaah dakwah sedang jadi sasaran. Pilar akhir zaman sedang dirobohkan.
Tonggak-tonggak umat itu sedang digoncang. Meminjam istilah Maulana
Harun Bandung; Kita menjadi sasaran tembak.
Tidak mungkin Allah menjadikan Jamaah Tabligh sebagai sasaran tembak
tanpa maksud. Sampai-sampai Masyaikh kita memperingatkan; jangan
bawa-bawa ‘Label’ Jamaah Tabligh.
Apa hubungannya ‘Covid19’ dengan ‘Label’ Jamaah Tabligh? ‘Label’ itu
penting untuk dijadikan sasaran tembak.
Segera bertaubat. Maulana In’amul Hasan rah.a. katakan, “Solusi dari
segala fitnah adalah memperbanyak tawajjuh dan bertaubat kepada
Allah.” (Sawanih Hadratji Tsalits: I/182)
Maulana Yusuf rah.a. berkata, “Ketika Allah menurunkan bala ke atas
manusia, adalah disebabkan kesalahan dalam usaha agama, maka tidak
ada cara lain untuk menjauhkan musibah itu, kecuali dengan menghidup-
kan kembali sifat berkorban agar manusia mau berjuang di jalan Allah,
berdzikir dan memuji sifat-sifat-Nya.” (Maktubat Akabir Tabligh, 64)
Wirid-wirid para Masyaikh yang dinasehatkan kepada ahli dakwah dalam
kondisi seperti ini, baik dari Haji Shab, Maulana Ibrahim, Maulana Ahmad
Lath, Maulana Fahim, dll, hampir dipastikan semua amalan itu adalah
untuk menghadapi fitnah yang mengarah kepada kezhaliman, kekacauan,
huru-hara dan sejenisnya. Tidak lagi sekadar tolak wabah atau penyakit.

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 11


Maulana Ilyas rah.a. telah mengingatkan kita, “Saudaraku, masih ada
waktu untuk usaha dakwah. Tidak lama lagi akan datang dua bahaya besar
bagi agama. Pertama, usaha mengajak ke arah kekufuran seperti usaha
memasukkan orang ke dalam agama Hindu yang dilakukan oleh orang-
orang awam lagi jahil. Dan bahaya kedua, adalah bahaya atheis yang
berusaha masuk melalui pengusaha dan politik dari barat. Kedua bencana
ini akan datang bagaikan banjir. Oleh sebab itu, apa pun yang dapat
dikerjakan untuk agama, kerjakanlah sebelum datangnya kedua bahaya
ini.” (Malfuzhat Tiga Hadratji, 38)
Diantaranya yang sangat dikhawatirkan adalah datangnya badai
kezhaliman yang mengakibatkan kemusyrikan dan kekufuran tumbuh
subur di dunia ini. Terutama bagi ahli-ahli agama. Episode Musa as. dan
Fir’aun kembali terjadi. Isyarat Nabi saw. menyatakan: Ia akan memenuhi
bumi dengan keadilan sebagaimana bumi pernah dipenuhi dengan
kejahatan dan kezhaliman...” (H.R. Abu Dawud).
Beliau juga bersabda: “Ia diutus kepada umatku ketika terjadi perselisihan
dan keguncangan di antara manusia.” (H.R. Ahmad)
‘Akan terjadi perselisihan (ikhtilaf) dan keguncangan yang begitu
dahsyat…..’ di seluruh dunia. Apakah seperti saat ini?
TIDAK. KITA INGIN, INI CUKUP SOAL COVID19. DAN CUKUP
SAMPAI DI SINI SAJA. (Aamiin)
Sangka baiknya;
Allah memberi kita taufik untuk bertaubat dan mempersiapkan kita agar
kuat dalam menghadapi fitnah akhir zaman. Allah menunggu tangisan kita
dan menunggu pertaubatan kita.
Dengan taubat, istighfar dan penyesalan, dosa pun bisa berubah menjadi
pahala. (Irsyadat wa Maktubat, 24)
Sudah waktunya untuk menangis, sebelum keadaan menjadi lebih drastis.
Inilah pembuktian ishlah diri. Melanglang buana untuk ishlah diri. Mau
tidak mau harus terbukti.

Selanjutnya; ‘Hikmah Wabah Muhasabah Ahli Dakwah II’.

Hikmah Wabah Muhasabah Juru Dakwah – I | 12

Anda mungkin juga menyukai