Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia –Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
ini. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah
membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun
makalah. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
“Tantangan Dakwah Terhadap Kaum Milenial dan Solusinya”, yang kami sajikan
berdasarkan materi yang kami dapatkan.

Kami sadar, bahwa dalam makalah ini banyak sekali kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi perbaikan yang semestinya pada makalah ini sanat kami
harapkan pada semua pihak yang berkenan memperhatikan isi dan penulisannya.
Kami berharap mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca yang
membutuhkannya.

Karang Baru, 09 Maret 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Tantangan Dakwah Terhadap Kaum Milenial..........................................3


2.2 Solusi Dakwah Terhadap Kaum Milenial.................................................6
BAB III PENUTUP..............................................................................................10

3.1 Kesimpulan..............................................................................................10
3.2 Saran........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi ini media sosial telah berkembang dengan sangat pesat.
Seiring dengan perkembangan zaman, media sosial bahkan telah menjadi sebuah
kebutuhan dalam kehidupan. Indonesia merupakan negara yang paling banyak
menggunakan media sosial. Beragam fitur dan kemudahan akses yang ditawarkan
media sosial memberikan keuntungan tersendiri bagi manusia, diantaranya
kemudahan untuk melakukan komunikasi dengan teman dan keluarga. Meskipun
demikian, media sosial juga dapat memberikan dampak negatif, seperti
menyebabkan ketergantungan, malas berfikir dan dapat digunakan untuk tindak
kejahatan di dunia maya. Oleh karena itu, kemampuan dan kesadaran untuk secara
bijak menggunakan media sosial merupakan hal yang penting.

Media sosial memberikan tantangan besar dalam bidang dakwah,


utamanya bagi para da’i. Para da’i dituntut untuk mampu menggunakan media
sosial sebagai sarana dakwah. Media sosial menawarkan kemudahan dan
jangkauan yang luas untuk mentransmisikan pesan-pesan dakwah. Dakwah
merupakan proses menyampaikan nilai-nilai agama melalui ucapan dan perbuatan.
Dakwah bertujuan agar nilai-nilai dari ajaran Islam dapat diamalkan masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari (An-Nabity & Bahri, 2008). Dewasa ini, dakwah
tidak hanya dapat dilakukan melalui tatap muka secara langsung antara da’i dan
masyarakat, namun juga dapat dilakukan melalui perantara media sosial
(Zaenudin, 2017). Pesan-pesan dakwah yang disampaikan menjadi dapat diakses
oleh masyarakat dimanapun dan kapanpun. Oleh karena itu, memanfaatkan media
sosial sebagai sarana dakwah bagi para da’i merupakan sebuah keharusan.

Menyikapi problematika dakwah dewasa ini, maka semestinya seluruh


umat Islam membuka mata dan pikirannya agar bersatu berjuang meretas
kesalahpahaman yang terjadi dan bangkit merealisasikan Islam sebagai rahmat
bagi semesta alam.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja tantangan dakwah terhadap kaum milenial?
2. Apa solusi dari tantangan dakwah terhadap kaum milenial?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tantangan dakwah terhadap kaum milenial.
2. Untuk mengetahui solusi dari tantangan dakwah terhadap kaum milenial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tantangan Dakwah Terhadap Kaum Milenial


Dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsafan setiap manusia
atau usaha mengubah situasi, kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik
terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha
peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup
saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini,
dakwah harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara
lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan. Pada kenyataannya dakwah
Islam itu tidak bebas dari berbagai kendala dan tantangan. Realitas dakwah Islam
menjadi problem keagamaan yang krusial dan terkadang dilematis. Terlebih lagi,
bila kita mengamati dakwah Islam diera teknologi dan informasi seperti sekarang
ini, maka tantangan dan kendalanya akan semakin kompleks. Dewasa ini,
setidaknya tantangan dakwah Islam tersebut berkaitan dengan ekses globalisasi
dan kenyataan pluralitas agama. Kemajuan pesat iptek telah mentransformasikan
peradaban manusia dari kultur pertanian ke industri kemudian ke abad informasi
dan komunikasi. Kosa kata dan sekaligus senjata yang begitu signifikan dan
determinan diera globalisasi saat ini adalah kecanggihan teknologi informasi dan
komunikasi, Melalui jaringan teknologi informasi dan komunikasi di era
globalisasi terus merambah ke segenap penjuru dunia. Sehingga realitas dunia
sekarang dengan segala kemajemukan kesenjangan dan ironinya telah menjadi
sekat-sekat sosiokultural bangsa dan mengaburkan batas-batas geografis negara.
Berbagai masalah yang timbul karena pengaruh era teknologi dan informasi, di
antaranya: Pertama, budaya dan gaya hidup serba seragam dengan tanpa
mempertimbangkan urgensinya, seperti pada menu makan, mode pakaian dan
kesenangan hiburan. Kedua, infiltrasi budaya dan tata nilai asing yang lebih intens
dan masif yang banyak bertentangan dengan identitas kepribadian bangsa dan
moral agama, seperti melalui televisi dan film media sosial. Ketiga, dengan
mengutip Mike Featherstone, adalah merebaknya konsumtivisme yang

3
menggiring umat manusia kepada pemiskinan spiritual dan falsafah hidup
hedoinistik.

Ada beberapa hal dalam problematika internal aktivis dakwah yaitu :

1. Gejolak Kejiwaan, Para aktivis dakwah adalah manusia biasa yang


lengkap seluruh unsur kemanusiaannya. Wajar jika mereka memiliki
permasalahan kejiwaan. Mereka bisa merasakan sedih, senang, kecewa,
dan bangga. Bahkan, terkadang bingung, cemas, gelisah, marah, namun
ada saat tenang dan gembira. Di dalam diri manusia terdapat ada banyak
potensi yang mengarahkan kepada kebaikan manusia, namun ada juga
yang mengarah pada potensi yang membawanya kepada keburukan,
dengan demikian tergantung dari masing-masing manusia dalam
mengalokasikan potensi tersebut. Sebagai manusia biasa, setiap aktivitas
dakwah memiliki peluang untuk mengalami berbagai gejolak dalam
dirinya. Jika tidak dikelola secara tepat, maka gejolak ini bisa bedampak
negative dalam kegiatan dakwahnya, bahkan dalam kondisi tertentu bisa
menghancurkan citra aktivitas dan dakwah itu sendiri.

2. Gejolak Syahwat, Menurut Cahyadi, banyak potensi syahwat. Sebenarnya


syahwat ini merupakan potensi fitrah yang dikaruniakan Allah swt. kepada
manusia, namun ternyata banyak manusia yang terpeleset ke dalam jurang
kehinaan dan kemaksiatan karena menuruti atau memperturutkan
keinginan syahwatnya. Bukan hanya manusia, bahkan para pengemban
aktivis dakwah juga memiliki peluang terjebak dalam gejolak syahwat.
Allah swt. syahwat sebagai sebuah kenyataan naluriyah, setiap manusia
memilikinya: Dijadikan indah pada pandangan manusiakecintaan kepada
apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah
ladang, itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah tempat kembali
yang baik / surga (Ali-Imran, 14) Gejolak kejiwaan dalam hal syahwat ini
muncul dengan sendirinya tanpa mengenal batas usia, meskipun akan
tampak lebih kuat terjadi pada usia muda. Oleh karena itu bagi aktivis
dakwah atau juru dakwah, gejolak ini harus ditanggapi dengan serius,

4
sebab apabila dibiarkan akan dapat menimbulkan kecendrungan yang bisa
menjerumuskan.

3. Gejolak Amanah. Kadang gejolak jiwa di sisi yang lain muncul ketika
menangani kasuskasus medan dakwah. Permasalahan dakwah sering
memancing munculnya gejolak kemarahan dalam jiwa para aktivis
dakwah, yang jika tak terkendali akan memunculkan letupan, baik berupa
ucapan maupun perbuatan. Pada kondisi seperti ini, perasaan yang lebih
dominan, pertimbangan akal sehat bahkan perhitungan manhaj dakwah
menjadi terabaikan. Tentu saja hal ini merupakan peluang bagi munculnya
penyimpangan manhajiyyah dalam gerak dakwah, sekaligus membuka
celah tak menguntungkan bagi kondisi juru dakwah itu sendiri. Kadang-
kadang gejolak kejiwaan yang muncul pada diri juru dakwah dalam
melihat suatu keadaan, baik di medan dakwah maupun pad penataan gerak
dakwah itu, membuka peluang kearah terjadinya fitnah di kalangan
muslim sendiri. Apabila gejolak ini tidak segera diselesaikan, bisa
menimbulkan kereawanan hubungan yang membahayakan gerakan
dakwah itu sendiri. Di sini tampak peranan penting seorang juru dakwah
dalam menyyelesaikan gejolak tersebut. Satu sisi akan memberikan
peringatan, bahkan bisa jadi berupa hukuman kepada person yang
melanggar. Sementara, di sisi lain mampu menyelesaikan urusan akibat
gejolak yang muncul.

4. Gejolak Hiroismed. Kadang dijumpai sebuah semangat yang sangat heroik


di medan perjuangan, apabila tatkala berada dalam peperangan
menghadapi musuh. Semangat kuat yang muncul dari sikap heroisme para
petarung adalah mengalahkan dan menahlukan musuh. Pada titik tertentu
bahkan itu menjadi semacam obsesi kepahlawanan. Namun jika gejolak ini
tidak diletakkan secara tepat, bisa pula berdampak negatif.

5. Gejolak Kecemburuan. Kita ingat kisah pembagian harta rampasan pada


Perang Hunain. Sesuai perang Hunain, Rasulullah membagi-bagikan harta
rampasan kepada yang berhak secara adil dan bijaksana. Namun, Abu
Sufyan bin Harb, tokoh penentang islam sejak awal dakwah di Makkah

5
telah mendapat bagian 100 ekor unta dan 40 uqiyah perak. Demikian pula
Yazid dan Mu’awiyah, dua orang anak Abu Sufyan mendapat bagian yang
sama dengan bapaknya. Kepada tokoh-tokoh yang Quraisy yang lain
beliau memberikan bagian 100 ekor unta. Ada pula yang mendapat bagian
lebih sedikit dari itu, sehingga seluruh harta rampasan habis dibagi-
bagikan. Melihat pembagian itu, muncullah gejolak kecemburuan sampai-
sampai sahabat Anshar berkata, “Mudah-mudahan Allah memberikan
ampunan kepada Rasul-Nya karena beliau sudah membagi-bagikan dan
member kepada orang Quraisy dan tak memberi kepada kami, padahal
pedang-pedang kami yang meneteskan darah-darah mereka. Sebenarnya
sikap yang ditunjukkan oleh sahabat anshar dalam pembagian harta
rampasan atau ghanimah itu sebenarnya lebih disebabkan karena perasaan
takut kehilangan perhatian Rasulullah, bukan sekadar karena tak
mendapatkan bagian. Namun akhirnya mereka sadar bahwa cara
pembagian Rasulullah atau lebih berdasar karena strategi dakwah beliau
menghadapi orang orang yang baru masuk islam atau melunakkan hati
mereka yang dulu amat keras menghambat gerak dakwah Islam.

2.2 Solusi Dakwah Terhadap Kaum Milenial


Dakwah di tengah kehidupan masyarakat pasti akan berhadapan dengan
sejumlah kendala, tantangan, hambatan, dan bahkan ancaman. Apalagi ketika
dakwah sudah memasuki kelembagaan politik dan kenegaraan, akan lebih banyak
lagi tantangan yang harus dihadapi. Salah satu faktor yang menyebabkan belum
efektifnya pelaksanaan dakwah adalah karena metode yang dipakai masih bersifat
tradisional atau konvensional. Dai dalam hal ini belum banyak mengembangkan
metode dalam bentuk dialog interaktif yang komunikatif, sehingga pengelolaan
bentuk dakwah hanya menyentuh aspek kognitif saja tanpa memperhatikan aspek
efektif dan psikomotoriknya. Dakwah yang masih dilakukan tanpa tajuk dan alat
bantu. akan mencapai sasaran yang sangat minim dan sulit untuk dievaluasi
keberhasilannya.

6
Metode merupakan salah satu aspek penting dalwam dakwah. Metode
merupakan suatu cara atau rencana atau prosedur yang dilampirkan untuk
menyelesaikan kegiatan atau tugas demi pencapaian tujuan. Metode adalah cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan dalam menyampaikan
sebuah materi dakwah. Dalam berdakwah seorang dai diharapkan dapat
menggunakan metode yang sesuai dengan kondisi mad’u. Allah swt telah
menyampaikan tentang metode yang dapat diterapkan dalam berdakwah di dalam
Q.S. An-Nahl 125.

‫س ۗنُ اِنَّ َربَّ َك ه َُو اَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ع اِ ٰلى‬


َ ‫سبِ ْي ِل َربِّ َك بِا ْل ِح ْك َم ِة َوا ْل َم ْو ِعظَ ِة ا ْل َح‬
َ ‫سنَ ِة َو َجا ِد ْل ُه ْم بِالَّتِ ْي ِه َي اَ ْح‬ ُ ‫اُ ْد‬
َ‫سبِ ْيلِ ٖه َو ُه َو اَ ْعلَ ُم بِا ْل ُم ْهتَ ِديْن‬
َ ْ‫ض َّل عَن‬
َ ْ‫بِ َمن‬

Terjemahnya; Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah


dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.

Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 125tersebut di atas sangat jelas


menguraikan tentang tiga bentuk metode dakwah yang dapat diterapkan oleh dai
dalam aktivitas dakwahnya yakni dengan berdakwah dengan cara hikmah (bi al-
hikmah), memberikan nasihat yang baik (mauidzah hasanah), dan diskusi atau
dialog (mujadalah billati hiya ahsan). Seorang da’I dalam berdakwah diharapkan
dapat menyesuaikan penggunaan metode dakwah sesuai dengan kondisi mad’u.

Dalam penyampaian sebuah pesan dakwah, banyak para da’i yang hanya
mengandalkan metode dakwah dengan cara berceramah. Hal itu, membuat pada
mad’u menjadi mudah bosan. Karena terkesan terlalu sering diberikan dengan
metode tersebut. sehingga hal itu menjadi kurang menarik perhatian mad’u. Maka
sebagai da’i sebaiknya menggunakan metode-metode seperti dengan penerapan
metode dakwah dengan pemilihan pendekatan teori komunikasi yang tepat.
Pemilihan metode dakwah diharapkan untuk menghindarkan mad’u dari rasa
bosan dengan adanya inovasi-inovasi dalam metode dakwah. Di samping memilih

7
metode dakwah yang sesuai, dai diharapkan juga dapat menggunakan media
dakwah sebagai sarana yang memudahkan dai dalam aktivitas dakwahnya.

Media dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi


dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada
umat. Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televisi video, kaset
rekaman, majalah, surat kabar, sosial media, dan lainnya. Dengan banyaknya
media yang ada, maka da’i harus dapat memilih media yang paling efektif untuk
mencapai tujuan dakwah. Tentunya dengan memilih yang tepat atau dengan
prinsip-prinsip media.

Di era globalisasi informasi, artinya di era tersebut terjadi penghilangan


batas ruang dan waktu dari hasil perkembangan teknologi komunikasi. Masalah
teknologi komunikasi menjadi penting untuk diupayakan agar pada da’i
menguasainya, karena pada hakikatnya dakwah adalah proses komuunikasi baik
media visual, audio, dan lebih penting lagi media audio visual, termasuk televisi.
Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi keagamaan dihadapkan kepada
perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih,
memerlukan suatu adaptasi terhadap kemajuan tersebut. Dakwah dalam hal ini
dituntut untuk dikemas dengan terapan media komunikasi sesuai dengan aneka
mad’u (komunikan) yang dihadapi.

Laju perkembangan zaman berpacu dengan tingkat kemajuan ilmu


pengetahuan dan teknologi, tidak terkecuali teknologi komunikasi yang
merupakan suatu sarana yang menghubungkan suatu masyarakat dengan
masyarakat di bumi lain. Kecanggihan teknologi komunikasi ikut mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya kegiatan dakwah sebagai
salah satu pola penyampaian informasi dan upaya transfer ilmu pengetahuan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa, proses dakwah bisa terjadi dengan menggunakan
berbagai sarana/media, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sangat memungkinkan hal itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berdampak
positif sebab dengan demikian pesan dakwah dapat menyebar sangat cepat dengan
jangkauan dan tempat yang sangat luas pula. Dalam suatu proses dakwah, seorang
juru dakwah (da’i) dapat menggunakan berbagai sarana atau media. Salah satu

8
unsur keberhasilan dalam berdakwah adalah kepandaian seorang da’i dalam
memilih dan menggunakan sarana atau media yang ada. Mencermati kondisi
mad’u dewasa ini, maka kompetensi dai semakin dibutuhkan. Berdakwah
sebaiknya dilakukan dengan cara bijaksana yakni memperhatikan kondisi
subyektif mad’u, menyampaikan materi dengan menggunakan bahasa yang dapat
dimengerti baik secara pemikiran (pemahaman), maupun pelaksanaannya. Materi
dakwah yang disampaikan semestinya dapat dicerna akal (thinkable) dari segi
kemampuan kognitif dan dapat dilaksanakan (aplicable) dari segi kemampuan
fisik. Menghadapi problematika dakwah tersebut, maka dibutuhkan metode
dakwah (approach) yaitu cara-cara yang dilakukan oleh seorang komunikator
untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar hikmah dan kasih sayang.

Kompetensi lain yang sebaiknya dimiliki oleh dai dalam berdakwah


adalah da’i sebaiknya memiliki karakter yang kuat agar bisa menyikapi berbagai
tantangan dakwah dengan tegar. Da’i diharapkan memiliki tujuh karakter yang
meliputi Atsbatu mauqifan (teguh pendirian dan paling kokoh sikapnya), At-tsabat
(keteguhan) sebagai tsamratus shabr (buah dari kesabaran), Arhabu shadran
(berlapang dada), A’maqu fikran (memiliki pemikiran paling mendalam), Ausa’u
nazharan (memiliki pandangan luas), Ansyathu amalan (giat dalam bekerja),
Ashlabu tanzhiman (memiliki gerakan yang paling kokoh strukturnya), dan
Aktsaru naf’an (paling banyak manfaatnya). Ketujuh karakter tersebut jika
dimiliki oleh seorang da’i, niscaya menjadikannya lebih ringan dan mudah ketika
menghadapi tantangan dan hambatan di jalan dakwah. Para da’i akan semakin
kokoh dalam menjalankan misi dakwahnya dan akan diterima oleh masyarakat
serta mampu menghadirkan berbagai kebijakan yang diharapkan oleh umat,
bangsa, dan negara.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Realitas dakwah islam menjadi problem keagamaan yg krusial dan
dilematis, bila mengamati dawah islam diera milenial yang teknologinya semakin
canggih, seperti sekarang ini tantangan milenial, pada era ini terjadi
perkembangan media yang signifikan yang mengajuk pada media baru dari aspek
digitaily interactivity, hyper- textuaclity, hyper textecuality, dispersal dan
vertuality, gawai, internet, dan media social menjadi perangkat penting bagi
manusia milenial.

Solusi terhadap beragam tantangan dan hambatan dakwah adalah memilih


metode yang sesuai dan inovatif seperti dengan pendekatan komunikasi yang
tepat, mampu memanfaatkan media komunikasi dan informasi serta memiliki
karakter yang meliputi Atsbatu mauqifan (teguh pendirian dan paling kokoh
sikapnya), Attsabat (keteguhan) sebagai tsamratus shabr (buah dari kesabaran),
Arhabu shadran (berlapang dada), A’maqu fikran (memiliki pemikiran paling
mendalam), Ausa’u nazharan (memiliki pandangan luas), Ansyathu amalan (giat
dalam bekerja), Ashlabu tanzhiman (memiliki gerakan yang paling kokoh
strukturnya), dan Aktsaru naf’an (paling banyak manfaatnya).

3.2 Saran
Disarankan kepada pembaca untuk memahami isi dari makalah ini, serta
harus mempelajarinya dengan baik sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat
bagi dirinya dan bagi orang disekitarnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Faridah, F., Utami, A. I. P., & Sunatri, S. (2022). SOLUSI DAKWAH DI ERA
TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI. RETORIKA: Jurnal
Kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam, 4(1), 57-68.

Nikmah, F. (2020). Digitalisasi dan Tantangan Dakwah di Era


Milenial. Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer, 2(1), 45-52.

Syamsuriah, S. (2020). Tantangan Dakwah di Era Milenial. Jurnal Ilmiah Islamic


Resources, 16(2), 164-174.

11

Anda mungkin juga menyukai