Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Memasuki abad 21 globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya ketika memasuki
setiap sudut negara dan menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara beserta
individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu.
Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi sering memiliki pengaruh dan dampak yang
negatif jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan
meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan
dampak multidimensi.
Persoalan yang kita hadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat dan
semakin kompleks. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern,
seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam arti
luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika.
Kerawanan moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan
karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi,
keping-keping VCD, jaringan internet, dan sebagainya. Bahaya yang paling besar yang dihadapi
oleh umat manuysia zaman sekarang ini bukanlah ledakan bom atom, tetapi perubahan fitrah itu
sendiri. Unsur kemanusiaan dalam dirinya sedang mengalami kehancuran sedemikian cepat,
inilah mesin-mesin berbentuk manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan kehendak
alam yang fitrah.
Dampak globalisasi dalam dunia dakwah sangat dirasakan terpaannya. Dalam makalah
ini penulis akan membahas Dakwah Dalam Era Globalisasi. Makalah ini bertujuan untuk
mengungkap bagaimana dahsyatnya arus globalisasi dalam menggerus moral masyarakat. Begitu
pula tantangan apa saja yang harus dihadapi ketika berdakwah dalam kungkungan globalisasi.
Semoga tulisan yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amin.

B.     PEMBAHASAN

1.      Pengertian Dakwah


Dakwah adalah upaya yang dilakukan mukmin untuk mengubah keadaan individu,
masyarakat dan kondisi yang atau kurang islami dalam berbagai aspek agar menjadi lebih islami.
Setiap muslim mempunyai kewajiban berdakwah, baik secara individu maupun kolektif.
Substansi kegiatan dakwah adalah amar makruf nahi mungkar. Sebagai sebuah upaya, dakwah
senantiasa berada dalam waktu dan ruang tertentu. Dakwah yang meruang dan mewaktu itu
selalu bergumul dengan nilai-nilai, filsafat dan kebudayaan di luar Islam(Ismail, 2010: 119).
Syekh Muhammad al-Khadir Husin menyatakan bahwa dakwah adalah menyeru manusia
kepada kebajikan dan petunjuk serta melarang kepada kemungkaran agar mendapat kebahagiaan
dunia akhirat. Sejalan dengan itu Toha Abdurrahman menyatakan bahwa dakwah ialah dorongan
atau ajakan manusia kepada kebaikan serta melarang kemungkaran untuk meraih kebahagiaan
dunia akhirat. Kemudian Abd. Al-Karim Zaidan dengan ringkas menyebut bahwa dakwah adalah
mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam(Azis, 2009:13).
Selain itu M. Quraish Shihab menulis bahwa dakwah adalah seruan atau ajakan kepada
keinsafan atau usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna terhadap individu
dan masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan
dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas(Arifin,
2011:36). Asep Muhiddin(2002:19) menyebut bahwa dakwah adalah upaya kegiatan mengajak
atau menyeru umat manusia agar berada di jalan Allah yang sesuai fitrah secara integral.
Sesungguhnya masih banyak definisi tentang dakwah dari para pakar atau ulama yang
lain dengan berbagai perspektif. Semua definisi diatas pada intinya menngunkapkan bahwa
dakwah adalah sebuah kegiatan atau upaya manusia mengajak atau menyeru manusia lain kepada
kebaikan. Isi daripada ajakan tersebut adalah al-khayr, amar ma’ruf, dan nahi munkar. Hal inilah
yang menjadi karakteristik dakwah yang membedakannya dengan kegiatan lain seperti
kampanye. Dengan isi ajakan itu dakwah dapat memberikan kontribusi kepada komunikasi
manusia dalam wujud etika dan moral(ibid).

2.      Pengertian Globalisasi


Istilah globalisasi sering diberi arti yanng berbeda antara satu dengan yang lainnya,
sehingga disini perlu penegasan lebih dulu. Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan memberi
batasan bahwa globalisasi pada prinsipnya mengacu pada perkembangan-perkembangan yang
cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang bisa membawa bagian-
bagian dunia yang jauh yang bisa dijangkau dengan mudah. Menurut Thomas L. Friedman
globalisasi memiliki dimensi ideologi dan dimensi teknologi. Dimensi ideologi yaitu kapitalisme
dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan
dunia(Azizy, 2003: 19).
Selo Soemardjan berpendapat bahwa globalisasi merupakan suatu proses terbentuknya
sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia. Tujuan globalisaisi adalah
untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah tertentu. Albrow juga berpendapat bahwa globalisasi
mengacu pada semua proses dimana masyarakat dunia dimasukkan ke dalam sebuah masyarakat
tunggal dunia, masyarakat global.
Globalisasi pada intinya memberikan peluang besar bagi keberlangsungan modernisasi.
Antara modernisasi dan globalisasi mempunyai hubungan erat yaitu terletak pada sistem nilai
pendorongnya yang sama-sama humanistik-sekularistik. Modernitas setidaknya dalam perspektif
Webrian dapat dilihat sebagai proses rasionalisasi dan sekularisasi dalam konteks kebudayaan
masyarakat industri. Karena itu dalam proses globalisasi dan modernitas tidak bebas nilai. Hal
ini dapat dilhat dari watak dasarnya seperti dikemukakan Robertson (dalam Beckford dan Kuhn,
1991) yaitu adanya proses sosiatalisasi, individualisasi, internasionalisasi, dan humanisasi(ibid).

3.      Tantangan Dakwah di Era Globalisasi


Ketika masyarakat memasuki era globalisasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan
teknologi, tantangan dakwah yang dihadapi semakin rumit. Tantangan tersebut tidak mengenal
ruang, batas, waktu dan lapisan masyarakat, melainkan ke seluruh sektor kehidupan dan hajat
hidup manusia, termasuk agama. Artinya, kehidupan kegamaan umat manusia tidak terkecuali
Islam di mana pun ia berada akan menghadapi tantangan yang sama. Soejatmoko menandaskan
bahwa agama pun kini sedang diuji dan ditantang oleh zaman(ibid).
Meskipun diakui bahwa di satu sisi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
menciptakan fasilitas yang memberi peluang bagi pengembangan dakwah, namun antara
tantangan dan peluang dakwah dewasa ini, agaknya tidak berimbang. Tantangan dakwah yang
amat kompleks dewasa ini dapat dilihat dari minimal dari tiga perspektif, yaitu pertama,
perspektif prilaku (behaviouristic perspective). Salah satu tujuan dakwah adalah terjadinya
perubahan prilaku (behaviour change) pada masyarakat yang menjadi obyek dakwah kepada
situasi yang lebih baik. Tampaknya, sikap dan prilaku (behaviour) masyarakat dewasa ini hampir
dapat dipastikan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.
Kedua, tantangan dakwah dalam perspektif transmisi (transmissional perspective).
Dakwah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau transmisi ajaran agama Islam dari da’i
sebagai sumber kepada mad’u sebagai penerima. Ketika ajaran agama ditrasmisikan kepada
masyarakat yang menjadi obyek, maka peranan media sangat menentukan. Ziauddin Sardar
mengemukakan bahwa abad informasi ternyata telah menghasilkan sejumlah besar problem
(Sardar, 1996:17). Menurutnya, bagi dunia Islam, revolusi informasi menghadirkan tantangan-
tantangan khusus yang harus diatasi, agar umat Islam harus bisa memanfaatkannya untuk
mencapai tujuan dakwah.
Ketiga, tantangan dakwah perspektif interaksi. Ketika dakwah dilihat sebagai bentuk
komunikasi yang khas (komunikasi agama/islami),) maka dengan sendirinya interaksi sosial
akan terjadi, dan di dalamnya terbentuk norma-norma tertentu sesuai pesan-pesan dakwah. Yang
menjadi tantangan dakwah dewasa ini, adalah bahwa pada saat yang sama masyarakat yang
menjadi obyek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak-pihak lain atau masyarakat sekitarnya
yang belum tentu membawa pesan yang baik, bahkan mungkin sebaliknya.
Tantangan yang dakwah yang lain setidaknya terbagi menjadi tiga aspek. Aspek yang
pertama yaitu aspek pribadi/internal, dimana aspek ini terletak pada diri seorang da’i yang masih
merasa ragu akan keberlangsungan dakwahnya. Aspek kedua yaitu aspek eksternal yang meliputi
harta, kekuasaan maupun jabatan yang bisa menjadi bom waktu dalam berdakwah. Aspek yang
terakhir yaitu aspek pergerakan dimana biasanya dalam realitanya da’i masih belum bisa
bersikap profesional dalam berdakwah. Terlebih lagi ketika berada dalam dunia globaliasi yang
semua kebutuhan bisa tercukupi dengan sekejap. Entah kebutuhan itu bisa mendukung ataupun
mengganjal semuanya bisa didapatkan tanpa bersusah payah(ibid).

4.      Metode Dakwah Sebagai Sebuah Jawaban


Realita yang ada di dalam masyarakat sering terjadi bentuk dakwah yang monoton yang
kurang begitu relevan dengan perkembangan zaman dewasa ini. Untuk mengantisipasi trend
masyarakat modern harus dapat mempersiapkan materi-materi dakwah yang lebih mengarah
pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan masyarakat. Oleh karena itu, maka seluruh
komponen dan segenap aspek yang menentukan atas keberhasilan dakwah harus ditata secara
professional dan disesuaikan dengan kondisi mad’u agar dapat menghasilkan kemasan dakwah
yang benar-benar mampu memperbaiki dan meningkatkan semangat dan kesadaran yang tulus
dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam(Anas, 2005:110).
Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh da’i dalam memfilter trend
masyarakat global yang negatif,(Madjid,2000:79) seiring dengan perkembangan dan trend
masyarakat dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu;
1). Perlu adanya konsep dan strategi dakwah yang tepat untuk membentuk ketahanan diri
dan keluarga melalui pengefektifan fungsi nilai-nilai agama, karena dengan dasar agama yang
kuat dapat dijadikan filter pertama dan utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2). Mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi positif yang
pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran agama (Islam) yang menanamkan
nilai-nilai baik dan suci.
3). Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan masyarakat untuk menciptakan dan
memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa bergunanya nilai-nilai baru itu untuk
sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat.
4). Kesiapan dan kematangan intelektual serta emosional setiap penerima message baru,
apakah hal tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri dan lingkungannya.
Berkaitan dengan dampak globalisasi pada tatanan kehidupan masyarakat, maka
dibutuhkan metode yang tepat. Metode berarti rangkaian yang sistematis dan merujuk kepada
tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan, dan logis. Dalam
melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan
dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu rencana yang tersusun dan teratur
yang berhubungan dengan cara penyajian.
Sebenarnya, metode dakwah adalah sesuatu yang lazim dikenal dan diterapkan oleh da’i,
akan tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut;pertama dakwah bil-
kitabah yaitu berupa buku, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamflet, lukisan-lukisan dan
sebagainya, kedua dakwah bil-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah,
saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya, dan ketiga dakwah bil-hal, yaitu berupa
prilaku yang sopan sesuai ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya (ibid).
Dalam rangka keberhasilan dakwah di era global, maka diperlukan da’i yang memiliki
profil yang diantaranya memiliki komitmen tauhid, istiqamah dan jujur, memiliki visi yang jelas,
memiliki wawasan keislaman, memiliki kemampuan memadukan antara dakwah bil-lisan dengan
dakwah bil-hal, sesuai kata dengan perbuatan, berdiri di atas semua paham dan aliran, berpikir
strategis, memiliki kemampuan analisis interdisipliner, sanggup berbicara sesuai dengan
kemampuan masyarakat.(ibid).

C.    KESIMPULAN
Pada akhirnya, globalisasi menjadi sebuah lokomotif yang senantiasa menuntun gerbong-
gerbongnya, yaitu masyarakat secara luas. Hingga jauh setelah perkembangannya globalisasi
menjadi sosok yang menyeramkan dan selalu mengincar masyarakat untuk terseret dalam
pusaran arus yang cenderung negatif. Dari sinilah kemudian permasalahan dakwah menjadi
semakin rumit dan kompleks. Sebagai umat Islam yang taat tentu tidak akan berpangku tangan
ketika melihat keadaan etika dan moral masyarakat yang semakin lama tergerus oleh kehadiran
globalisasi.
Setidaknya diperlukan metode ataupun strategi untuk berdakwah mengarungi globalisasi.
Mulai dari kompetensi da’i selaku pembawa cahaya pencerahan hingga materi yang akan
disampaikan di masyarakat. Tentu metode yang digunakan antara satu waktu dengan waktu yang
lain akan mengalami perkembangan. Pun juga dengan keadaan demografis dari mad’u itu
sendiri, diperlukan adanya kepekaan dari organisasi dakwah untuk terus menegakkan agama
Allah, agama Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Azis, Moh.2009. Ilmu Dakwah. Jakarta:Prenada Media Group.


Anas, Ahmad. 2005. Paradigma Dakwah Kontemporer. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Arifin,Anwar. 2011. Dakwah Kontemporer; Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Azizy, Qodri. 2003. Melawan Globalisasi;Reinterpretasi Ajaran Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ismail, Nawari. 2010. Pergumulan Dakwah Islam Dalam Konteks Sosial Budaya;Analisis Kasus
Dakwah. Yogyakarta:Pustaka Book Publisher.
Madjid, Abd.2000. Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi. Bandung: Pustaka Setia

Muhidin, Asep. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia.


Sardar, Ziauddin.1996. Tantangan Dunia Islam Abad 21 Menjangkau Informasi. Bandung: Mizan.
http://myworldimajination.blogspot.co.id/2013/12/tantangan-dakwah-dalam-globalisasi.html
tantangan dakwah di era global

PENDAHULUAN

Seiring dengan masuknya era globalisasi saat ini, turut mengiringi lemahnya moralitas manusia
terutama terjadi pada usia anak-anak remaja. Di zaman yang seraba canggih ini, perkembangan
teknologi semakin maju dan berkembang terutama pada alat-alat komunikasi, HP, internet, dan
sebagainya. Secara hakikiyah kalau dipahami secara mendalam sebenarnya dengan
berkembangnya kemajuan dan perkembangan teknologi semacam ini banyak membawa nilai-
nilai positif. Akan tetapi hal ini tidak disadari oleh semua manusia terutama anak-anak diusia
remaja. Justru malah disalah gunakan dengan hal-hal yang bersifat negatif. Seperti halnya
pornografi, film video sexual, hal ini yang sekarang begitu semaraknya ditonton oleh kalangan
remaja. mereka begitu asyik menonton tanpa memperdulikan hukum. Dengan keasyikannya tak
lama menjadi kebiasaan menoton, yang paling parah adalah sampai kecanduan dan ini membawa
dampak negatif khususnya mempengaruhi dan merusak saraf otak manusia. Sehingga secara
psikologi cenderung untuk berbuat hal-hal yang negatif. Melihat fenomena yang dialami oleh
kaum remaja banyak terjadi sex bebas, hamil diluar nikah, pertunjukan porno aksi, secara tidak
sadar ini adalah merusak tatanan etika moral manusia sehingga terjerumus kelubang
kemaksiatan.
Hal inilah menjadi tantangan bagi seorang da’i untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. di
era globalisasi seperti ini.. Semua manusia harus sadar khususnya umat Islam, agar tidak terjebak
dalam hal semacam ini, dan bisa memfilter mana yang harus di manfaatkan dan mana yang harus
di hindari.

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT DAKWAH
Dalam kehidupan sehari-hari telinga kita tidak pernah bosan terdengar kata dakwah.. Bahkan
seluruh umat Islam tidak asing lagi mendengar kata dakwah, akan tetapi banyak manusia
terutama umat Islam mengetahui tentang dakwah yang tidak bisa memahaminya. Banyak yang
mengira bahwa dakwa itu khusus bagi kiyai, ustad, guru, professor dan sebagainya. Padahal
dakwah itu adalah : kewajiban bagi semua umat Islam ketika melihat kemungkaran. Makna
dakwah adalah : mengajak menyeru manusia menuju jalan yang diridhoi oleh Allah dan hal ini
juga di definisikan oleh pada ahli dakwah diantaranya menurut Syekh Muhammad Al-Khadir
Husan bahwasannya dakwah adalah :
Menyeruh manusia kepada kebajikan dan petunjuk, serta menyeruh kepada kebajikan dan
melarang kemungkaran agar mendapat kebaikan dunia dan akhirat.
Definisi ini menjadi pegangan bagai Syekh Ali Mahfudh dalam kitabnya “Hidayah Al-Mursyidin
untuk merumuskan definisi dakwah.
Jadi pada hakikatnya dakwah adalah kewajiban bagi seluruh umat Islam yang mengetahui
adanya kemungkaran. Rasulullah Muhammad SAW juga pernah berpesan kepada sahabatnya
“Sampaikanlah kebenaran walaupun Cuma satu ayat. Itu artinya sebagai umat Islam, Ketika
mengerti dan memahami ajaran Islam kita wajib menyampaikan walaupun cuma sedikit. Sesuai
dengan kadar pengetahuan yang dimilikinya kepada orang-orang yang belum mengerti.
Khususnya di era global semacam ini, banyak orang mengetahui baik dan buruk tetapi belum
bisa memahami secara dalam.

B. KEHIDUPAN MANUSIA DI ERA GLOBAL


Makna globalisasi adalah menyeluruh artinya dalam kehidupan manusia yang mencakup
kegiatan ekonomi, politik, khususnya dalam dunia perdagangan bebas produk. Orang luar bisa
masuk kenegara satu kenegara lainnya, dan istilah itu terjadi istilah globalisasi pertama kali
digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang menujuk pada politik ekonomi, khususnya
politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut sejarahnya, akar munculnya
globalisasi adalah, revolusi elektronik dan disintegrasi negara-negara komunis. Revolusi
elektronik melipat gandakan ekselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan informasi. Dis
integrasi negara-negara komunis yang mengakhiri perang dingin memungkinkan kapitalisme
Barat menjadi satu-satunya kekuatan yang memangku hegemoni global. Itu sebabnya di bidang
ideology perdagangan dan ekonomi, globalisasi sering disebut sebagai Dekolonisasi (Ommen),
Rekolonisasi (Oliver, Balasuriya, Chandran), Neo-Kapitalisme (Menon), Neo-Liberalisme.
(Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi Kapitalisme Euro-
Amerika di Dunia Ketiga.
Secara sangat sederhana bisa dikatakan bahwa globalisasi terlihat ketika semua orang di dunia
sudah memakai celana Levis dan sepatu Reebok, makan di Mc Donald, minum Coca cola.
Secara lebih esensial, globalisasi nampan dalam bentuk Kapitlaisme Global berimplementasi
melalui program IMF, Bank Dunia, dan WTO : lembaga-lembaga dunia yang baru-baru ini
mendapat kritik sangat tajam dari Dennis Kucinich, Calon presiden Amerika Serikat dari Partai
Demokrat, karena lembaga-lembaga itu mencerminkan ketidakadilan global.
Program-program dari lembaga-lembaga itu telah menjadi alat yang ampuh dari kapitalisme
barat yang mengguncangkan, merontokkan dan meluluh-lantakkan bukan hanya ekonomi, tetapi
kehidupan negara-negara miskin. dalam suatu bentuk pertandaingan tak seimbang antara
pemodal raksasa dengan buruh gurem. Rakyat kecil tak berdaya di negara-negara miskin mejadi
semakin terpuruk dan merana.
Jadi, walaupun ada dampak positif mengenai globalisasi seperti sekarang ini misalnya, hadirnya
jaringan komunikasi dan informasi yang mempermudah kehidupan umat manusia, ditinjau dari
sudut kepentingan masyarakat miskin, globalisasi lebih banyak dampak negatifnya. Kita melihat
aspek negatif itu, dalam ketidak adilan perdagangan antar bangsa, akumulasi kekayaan dan
kekuasaan di tangan para kapitalis negara-negara maju yang mengakibatkan kemelaratan yang
tak terbayangkan di negara-negara miskin, termasuk di Indonesia. Menurut Kucinich, negara-
negara miskin telah di peras lewat pembayaran beban utang ke lembaga global. Di contohkan,
setiap tahun 2,5 miliar dolar AS dana mengalir dari Sub-Sahara Afrika ke kreditor internasional,
sementara 40 juta warga mereka kurang gizi. Dan tidak hanya hal ini saja, berkenaan budayapun
ikut masuk, bagaimana tradisi-tradisi budaya barat memasuki tradisi-tradisi di negara yang
notabennya Islam. Sehingga nuansa Islam hilang, salah satu contoh pakaian kaum wanita, yang
sekarang begitu semarak, bisa merangsang nafsu gaisah orang laki-laki, Pakaian-pakaian ketat
yang merusak moral manusia, dan ini banyak di alami oleh anak-anak yang menginjak usia
remaja yang ahlaq kesopanannya hilang. hal itu membawa dampak negatif kepada mereka yang
sekarang banyak menjadi tontonan dan kegemaran wanita yang memperlihatkan tubuh
keseksiannya. Akibat dari pengaruh budaya-budaya asing yang masuk tanpa ada filterisasi yang
membuat usia mudah rawan tergoda. Dan membahayakan bagi dirinya, seperti banyaknya blue
film yang masuk di negara Indonesia.
Permasalahan ini sangat berdampak negatif bagi masyarakat, khususnya kalangan remaja.
Banyak blue film atau adegan porno lainnya yang dapat diakses dengan mudah melalui internet.
Para remaja bebas mengakses dan menonton film tersebut tanpa pengawasan dari pihak orang
tua mereka. Hal tersebut menimbulkan dampak yang kurang baik bagi psikis para remaja itu
sendiri, dengan menonton adegan porno, para remaja tersebut jadi termotifasi ingin melakukan
hal yang ia tonton, dan ada sesuatu yang baru seharusnya tidak d lakukan, jadi ingin melakukan.
Jika sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan? Permasalahan ini hanyalah satu contoh, kasus
yang sekarang sering terjadi di Indonesia. Hal ini menjadi tantangan bagi seroang da’i untuk
berdakwah menegakkan amal ma’ruf nahi munkar dimasa yang penuh dengan persoalan-
persoalan yang sedemikian rumit.

C. TUGAS BAGI PENDAKWAH


Salah satu visi dan misi bagi pendakwah adalah, menegakkan amal ma’ruf nahi munkar. Seperti
halnya yang saya uraikan diatas tadi, bahwasannya dakwah adalah wajib di sampaikan bagi
semua manusia yang mengetahui kebenaran.
Melihat fenomena yang sekarang ini terjadi, krisi ekonomi, menyebabkan manusia banyak
melakukan kejahatan. Krisis moral dan etika, menyebabkan manusia terperosok kepada lubang
perzinaan, bahkan yang paling parah adalah banyak terjadi pemerkosaan. Pembunuhan melanda
dimana-mama. begitu rusaknya Ahlaq mereka yang disebabkan arus global yang tidak bisa
memfilternya, terumata yang melanda anak-anak usia remaja. Sebagai pendakwah tidak bisa
hanya diam semata, akan tetapi pendakwah berkewajiban untuk menegakkan kebenaran.
Bagaimana mengarahkan dan menjadikan semua umat Islam mejadi umat yang berakhlaqul
karimah, walaupun berada di masa era global.

D. PERSOALAN YANG DIHADAPI PENDAKWAH DI ERA GLOBAL


Melihat fenomena sekarang ini, banyak para pendakwah yang berfikir, bagaimana mengentas
kemiskinan moral. yang dihadapi oleh umat Islam saat ini, terutama dengan kemajuan teknologi
yang semakin canggih yang mana sebenarnya membawa dampak positif, justru malah menjadi
negatif. banyaknya budaya asing merasuki para muslim, contoh kecil yang terjadi pada anak-
anak generasi bangsa, dengan adanya internet mereka tercandu akan adegan film porno, yang
membuat rusaknya akal pikiran, sebab banyaknya situs-situs budaya-budaya non muslim masuk
dalam interner tanpa ada filter (penyaringan). Sedangkan ini tidak bisa di sadari oleh mereka.
Banyak para remaja yang lupa aturan, Al-Qur’an hanya sebagai pajangan, lupa akan peraturan
Tuhan. Karena di sibukkan dengan hal tersebut. Para pendakwah sudah berusaha untuk merubah
dengan metode-metode yang ia lakukan akan tetapi masih kalah dengan hal tersebut. Ini menjadi
tantangan bagaimana anak bangsa mempunyai bekal ilmu pengetahuan baik dibidang agama
maupun umum yang matang, sehingga tidak terjerumus kepada situs-situs pornografi dan bisa
mewarnai situs-situs yang ada diinternet menjadi situs-situs yang berpendidikan (yang mendidik)
hal ini yang harus difikirkan oleh para pendakwah. Maka dari itu, ini merupakan tantangan baik
secara eksternal maupun inernal. Dan bagaimana meningkatkan kualitas diri para pemuda
bangsa. yakni bagaimana cara kita mencitrakan diri sebagai seorang pelajar maupun pemuda
muslim yang kaffah, kuncinya sederhana : berupaya terus mengamalkan ajaran-ajaran Islam
sebagaimana tercermin dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, itu sudah cukup menjadi
acuan dalam bersikap.

KESIMPULAN
Dengan semaraknya krisis ekonomi, krisis moral, yang diakibatkan oleh globalisasi yang tidak
tersaring (terfilter) membuat para pendakwah menjadi tertantang akan dakwahnya untuk
menuntuntaskan kemiskinan. Terutama pada kemiskinan moral yang terjadi pada generasi
bangsa. dengan adanya kecanggihan teknologi yang semakin maju, tanpa ada pemfilteran
(penyaringan) hingga masuknya situs yang membahayakan jiwa para penerus generasi bangsa.

http://kholidattamimi.blogspot.co.id/2010/05/tantangan-dakwah-di-era-global_17.html

Oleh Ratnah Umar

Abstrak :  It is not easy to find a proper da’wah in the context of spaciotemporal. The difficulties to
determine the style of da’wah are influenced by the complexity of society in the modern age. This
of course leads the preacher (da’i) to adjust and confirm the methods of da’wah in the modern
and global context. These methods are these various methods are, da’wah bil Kitabah (writing
da’wah) through book, magazine, letter, newspaper, and drawing. Second, da’wah bil lisan (oral
da’wah) such as preaching, seminar, symposium, discussion, Khutbah, brain storming,
roundtable discussion, chating, etc. Third, da’wah bi al-Hal (Action da’wah), this type represent
in behavioral conduct, such as saving natural and social environments.
Kata kunci : Metode Dakwah, Era Globalisasi

Pendahuluan

Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan
menjadi sebuah keniscayaan. Era ini menghendaki setiap negara beserta individunya harus
mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu. Persaingan yang
menjadi esensi dari globalisasi sering memiliki pengaruh dan dampak yang negatif jika dicermati
dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan meskipun awal
tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan serta memberikan dampak
multidimensi. Globalisasi memang menjadi lokomotif perubahan tata dunia yang tentu saja akan
menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi.
Ada beberapa dampak negatif globalisasi yang digulirkan oleh dunia Barat yang rawan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim, dan sekaligus menjadi tantangan dakwah di era
globalisasi, yaitu:

Pertama, adalah kecenderungan maddiyyah (materialisme) yang selalu kuat pada zaman
sekarang ini. Kedua, adanya proses atomisasi, individualistis. Kehidupan kolektif, kebersamaan,
gotong royong, telah diganti dengan semangat individualisme yang kuat. Ketiga, sekulerisme
yang senantiasa memisahkan kehidupan agama dengan urusan masyarakat, karena agama dinilai
hanya persoalan privat antar individu semata. Dan keempat, munculnya relativitas norma-norma
etika, moral, dan akhlak. Sehingga dalam suatu konteks masyarakat yang dianggap tabu bisa saja
dalam konteks masyarakat yang lain dianggap boleh (Amin Rais, 1998: 65-66)

Orang orang yang demikian kata Ali Syari'ati sebagaimana yang dikutip oleh Ari Ginanjar
Agustian mengatakan bahwa bahaya yang paling besar yang dihadapi oleh umat manuysia zaman
sekarang ini  bukanlah ledakan bom atom, tetapi perubahan fitrah (Ary Ginanjar, 2002: xiii).
Unsur kemanusiaan dalam dirinya sedang mengalami kehancuran sedemikian cepat, inilah
mesin-mesin berbentuk manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan kehendak alam
yang fitrah.

Dampak globalisasi dalam dunia dakwah sangat dirasakan dampaknya. Banyak kasus yang
muncul, misalnya pergaulan bebas yang juga muncul adalah dampak negatif dari nilai-nilai di
atas. Persoalan miras, narkoba, dan lain-lain, dikarenakan sebuah pemujaan terhadap kebebasan
pribadi yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama. Sehingga dampaknya ternyata bukan
hanya menimpa dirinya sendiri, tetapi juga terhadap masyarakat dan siswa yang lain. Oleh
karena itu, nilai-nilai negatif tersebut haruslah dinetralisir dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam
yang sangat menekankan keseimbangan kehidupan.
Sikap seorang muslim dalam menghadapi kehidupan adalah dengan tetap istiqamah dalam
hidayah Allah swt. untuk menjalankan kenikmatan agama Islam secara kaffah, bukan malah
menggantinya dengan kekufuran yang akan menyebabkan kerugian dirinya sendiri. Allah swt
berfirman dalam QS. Ibrahim (14): 28-29:

Terjemahnya:

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan ingkar
kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? yaitu neraka Jahannam; mereka
masuk ke dalamnya dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman (Departemen Agama RI, 2006:
259).
Islam menghendaki apapun nilai-nilai, sistem kebudayaan, dan rekayasa peradaban yang
dilakukan oleh manusia, tidak menyimpang dari tuntunan al-Qur'an. Karena dalam Islam,
kehidupan di dunia hanyalah sementara dan fana yang seharusnya tidak ditukar dengan
kehidupan akhirat yang kekal abadi sebagai tempat tujuan terakhir manusia, dengan pilihan surga
atau neraka.
Tulisan ini akan membahas beberapa aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam
mengemban misi dakwah di era globalisasi dan bagaimana metode dakwah yang diterapkan di
era globalisasi.

Trend Globalisasi dalam Perspektif Barat dan Islam

Era globalisasi seakan tidak bisa dibendung lajunya memasuki setiap sudut negara dan
menjadi sebuah keniscayaan pergaulan dunia. Era ini menghendaki setiap negara beserta
individunya harus mampu bersaing satu sama lain baik antar negara maupun antar individu.
Persaingan yang menjadi esensi dari globalisasi sering memiliki pengaruh dan dampak yang
negatif jika dicermati dengan seksama. Pengaruh yang ada dari globalisasi pada aspek kehidupan
meskipun awal tujuannya diarahkan pada bidang ekonomi dan perdagangan, akan tetapi
memberikan dampak multidimensi. Globalisasi telah menjadi lokomotif perubahan tata dunia
dengan konsekuensi akan menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun
materi.
Globalisasi atau globalization dalam bahasa arab disebut dengan al-‘aulamah yaitu masdar
dari al-‘ālam berdasarkan timbangan atau wazan fau’alah yang memiliki arti alam atau dunia
yang dalam bahasa arab disebut dengan al-‘ālamiah.   Sebahagian orang menginterpretasikan
globalisasi sebagai upaya melenyapkan dinding dan jarak antara satu bangsa dengan bangsa lain,
dan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga, semuanya menjadi dekat
dengan kebudayaan dunia, pasar dunia dan keluarga dunia. (Yusuf al-Qardhawi, 2001: 21).
Dengan kata lain globalisasi ialah suatu proses membuka keadaan, yang pada umumnya dapat
dipahami sebagai proses menjadikan negara-negara di dunia bagaikaan satu unit.
Yusuf al-Qardhawi mengatakan, bahwa terdapat perbedaan mendasar antara makna
globalisasi (al-‘aulamah) yang dipahami dunia barat pada hari ini dengan makna globalisasi
(al-‘ālamiah) yang dimaksudkan oleh Islam. Beliau menjadikan ayat al-Qur’an berikut ini
sebagai hujjah, yaitu:

Seperti dalam firman Allah swt dalam QS. Al-Anbiya (21): 107

Terjemahnya:

Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.

Globalisasi atau al-‘ālamiah yang dipahami oleh Islam  adalah sesuatu yang berasaskan
nilai-nilai penghormatan dan persamaan kepada seluruh manusia,(QS. Al-Isra: 70) bahwa setiap
manusia memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dihadapan Allah swt. Hal ini berbeda
dengan pemahaman Barat mengenai globalisasi (al-‘aulamah) sekarang ini, yang
mengartikannya sebagai keharusan untuk menguasai secara politik, ekonomi, kebudayaan, dan
sosio kultural masyarakat agar sejalaan dengan kepentingan Negara-negara Barat yang
disponsori oleh  Amerika. Penguasaan tersebut kemudian diarahkan lebih fokus lagi pada
penguasaan Barat terhadap tatanan dunia Islam.
Pengaruh globalisasi terhadap dunia pada dasarnya dapat dibagi kepada tiga bahagian
utama, yaitu : Pertama, globalisasi politik yang dimulai dari berakhirnya perang dunia kedua dan
dimulainya perang dingin antara kekuatan-kekuatan besar di dunia untuk saling memperebutkan
otoritas, pengaruh, hegemoni dan perebutan sumber ekonomi dan pasar internasional serta
perang peradaban dan kultural di dunia global yang tak terbatasi lagi oleh wilayah teritorial.
Maka sering dikatakan bahawa dengan berakhirnya perang dingin adalah dimulainya era
globalisasi dalam arti yang sebenarnya.

  Kedua, Globalisasi Ekonomi. Menurut Jamaluddin ‘Atiyah, yang dimaksud dengan


globalisasi di bidang ekonomi ialah menyatukan seluruh dunia kepada satu pasar bebas (free
market) atau pemindahan kepemilikan umum dan perseroan-perseroan kepemilikan khusus untuk
mengurangi pengawasan dan campur tangan pemerintah dalam negeri. (Amaluddin Atiyah,
2002: 52). Dengan tatanan ekonomi baru yang oleh dunia Barat disebut dengan globalisasi atau
pasar besar, mereka menjanjikan dunia dimana setiap orang menjadi pintar dan kaya. Kenyataan
yang terjadi adalah negara-negara maju dengan perusahaan-perusahaan besarnya menjadikan
tatanan ekonomi baru yang disebut dengan globalisasi atau pasar bebas sebagai penjajahan
model baru. corporate greed (kerakusan perusahaan besar) menjadi sinonim bagi profit,
sedangkan “globalisasi” menjadi sinonim untuk cara-cara kapitalisme internasional menindas
umat manusia.

Terakhir, Globalisasi  Sosial dan Budaya. Pengaruh globalisasi telah masuk kedalam
seluruh kehidupan masyarakat, serta menghilangkan sekat-sekat geografis antara satu negara
dengan negara yang lain, antara satu budaya dengan budaya yang lain. Dengan menggunakan
istilah “kebudayaan internasional” atau “modernisme”, Barat yang dimotori oleh Eropa dan
Amerika secara gigih mengekspor kebudayaan mereka ke belahan dunia yang lain. Dengan isu
globalisasi ini, Barat ingin mewajibkan model, pemikiran, perilaku, nilai, gaya dan pola
konsumsinya terhadap bangsa lain.

Sedangkan orang-orang Prancis memandang bahwa globalisasi adalah wujud halus dari
Amerikanisasi yang mewujud dalam tiga simbol: (1) kepemimpinan bahasa Inggris sebagai
bahasa kemajuan dan globalisasi, (2) dominasi film-film Hollywood dengan ide-ide rendah
namun fasilitas yang fantastik, dan (3) minuman Coca-cola, sepotong burger dan Kentucky-nya.
(Maryam Jamilah, 1983: 84).

 Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah globalisasi pemikiran (gazwul fikri) atau
perang pemikiran sebagai hasil daripada perkembangan teknologi dan informasi khususnya
televesi dan internet. Dibandingkan dengan perang fisik atau militer, maka ghazwul fikri ini
memiliki beberapa keunggulan. Antaranya ialah: Pertama, dana yang diperlukan tidak sebesar
dana yang diperlukan untuk perang fisik. Kedua, sasaran daripada ghazwul fikri ini tidak
terbatas. Ketiga, serangannya dapat mengenai siapa saja, dimana saja dan kapan saja. keempat,
tidak ada korban dari pihak penyerang. Kelima, korban tidak merasakan bahawa sesungguhnya
dirinya dalam kondisi diserang. Keenam, kesan yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka
panjang. Ketujuh, efektif dan efisien. (Abdul Halim El-Muhammady, 1992: 95)

Dengan uraian di atas, maka pengemban misi dakwah atau da’i harus cermat
memperhitungkan dan menerapkan metode dakwah. Kecangggihan dan kemodernan globalisasi
harus dijawab dengan dakwah yang canggih dan modern, bukan dengan dakwah konvensional.

Tantangan Dakwah di Era  Globalisasi

Ketika masyarakat memasuki era globalisasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan
teknologi, tantangan yang dihadapi semakin rumit. Tantangan tersebut tidak mengenal ruang,
batas, waktu dan lapisan masyarakat, melainkan ke seluruh sektor kehidupan dan hajat hidup
manusia, termasuk agama. Artinya, kehidupan kegamaan umat manusia tidak terkecuali Islam di
mana pun ia berada akan menghadapi tantangan yang sama. Soejatmoko menandaskan bahwa
agama pun kini sedang diuji dan ditantang oleh zaman (Soejatmoko, 1994: 78).
Meskipun diakui bahwa di satu sisi kemajuan IPTEK menciptakan fasilitas yang memberi
peluang bagi pengembangan dakwah, namun antara tantangan dan peluang dakwah dewasa ini,
agaknya tidak berimbang. Tantangan dakwah yang amat kompleks dewasa ini dapat dilihat dari
minimal dari tiga perspektif, yaitu:

Pertama, perspektif prilaku (behaviouristic perspective). Salah satu tujuan dakwah adalah
terjadinya perubahan prilaku (behaviour change) pada masyarakat yang menjadi obyek dakwah
kepada situasi yang lebih baik. Tampaknya, sikap dan prilaku (behaviour) masyarakat dewasa ini
hampir dapat dipastikan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.

Kedua, tantangan dakwah dalam perspektif transmisi (transmissional perspective). Dakwah


dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau transmisi ajaran agama Islam dari da’i sebagai
sumber kepada mad’u sebagai penerima. Ketika ajaran agama ditrasmisikan kepada masyarakat
yang menjadi obyek, maka peranan media sangat menentukan. Ziauddin Sardar mengemukakan
bahwa abad informasi ternyata telah menghasilkan sejumlah besar problem (Ziauddin Sardar,
1996: 16-17). Menurutnya, bagi dunia Islam, revolusi informasi menghadirkan tantangan-
tantangan khusus yang harus diatasi, agar umat Islam harus bisa memanfaatkannya untuk
mencapai tujuan dakwah.

Ketiga, tantangan dakwah perspektif interaksi. Ketika dakwah dilihat sebagai bentuk
komunikasi yang khas (komunikasi Islami),( Malik Idris, 2007: 111) maka dengan sendirinya
interaksi sosial akan terjadi, dan di dalamnya terbentuk norma-norma tertentu sesuai pesan-pesan
dakwah. Yang menjadi tantangan dakwah dewasa ini, adalah bahwa pada saat yang sama
masyarakat yang menjadi obyek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak-pihak lain atau
masyarakat sekitarnya yang belum tentu membawa pesan yang baik, bahkan mungkin
sebaliknya.

Metode Dakwah di Era Globalisasi

Untuk mengantisipasi trend masyarakat modern harus dapat mempersiapkan materi-materi


dakwah yang lebih mengarah pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan masyarakat. Oleh
karena itu, maka seluruh komponen dan segenap aspek yang menentukan atas keberhasilan
dakwah harus ditata secara professional dan disesuaikan dengan kondisi mad’u agar dapat
menghasilkan kemasan dakwah yang benar-benar mampu memperbaiki dan maningkatkan
semangat dan kesadaran yang tulus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam.
Ada empat hal penting yang harus diorganisir oleh da’i  dalam memfilter trend masyarakat
global yang negatif,( Abd. Madjid, 2000: 79) seiring dengan perkembangan dan trend
masyarakat dunia serta masalah manusia yang semakin kompleks, yaitu; 1)Perlu adanya konsep
dan strategi dakwah yang tepat untuk membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui
pengefektifan fungsi nilai-nilai agama, karena dengan dasar agama yang kuat dapat dijadikan
filter pertama dan utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Islam, 2) Mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat melestarikan tradisi
positif yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham dan ajaran agama (Islam) yang
menanamkan nilai-nilai baik dan suci, 3) Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan
masyarakat untuk menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa
bergunanya nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan 4)
Kesiapan dan kematangan intelektual serta emosional setiap penerima message baru, apakah hal
tersebut memang akan mendatangkan manfaat plus bagi diri dan lingkungannya.

Berkaitan dengan dampak globalisasi pada tatanan kehidupan masyarakat, maka


dibutuhkan metode  yang tepat. Metode berarti rangkaian yang sistematis dan merujuk kepada
tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan, dan logis (Onong Uchjana
E., 1999: 9). Dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan metode penyampaian yang
tepat agar tujuan dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu rencana yang
tersusun dan teratur yang berhubungan dengan cara penyajian. Sebenarnya, metode dakwah
adalah sesuatu yang lazim dikenal dan diterapkan oleh da’i, akan tetapi secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga sebagai berikut:

Adapun operasionalisasi dari ketiga metode tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: a)
Dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-
lukisan dan sebagainya, b) Dakwah bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi,
khutbah, saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya, dan c) Dakwah bi al-hal, yaitu
berupa prilaku yang sopan sesuai ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya
(Wardi Bachtiar, 1997: 34).

Dalam rangka keberhasilan dakwah di era global, maka diperlukan da’i yang memiliki
profil berikut ini, yaitu: memiliki komitmen tauhid, istiqamah dan jujur, memiliki visi yang jelas,
memiliki wawasan keislaman, memiliki kemampuan memadukan antara dakwah bi al-lisan
dengan dakwah bi al-hal, sesuai kata dengan perbuatan, berdiri di atas semua paham dan aliran,
berpikir strategis, memiliki kemampuan analisis interdisipliner, sanggup berbicara sesuai dengan
kemampuan masyarakat.(Syahrin Harahap, 1999: 130).

Kesimpulan

Dari uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, yaitu:


1.    Globalisasi telah menjadi lokomotif perubahan tata dunia dengan konsekuensi akan
menarik gerbong-gerbongnya yang berisi budaya, pemikiran maupun materi. Hal ini membawa
konsekwensi yang besar terhadap pergeseran tata nilai dalam masyarakat, bahkan termasuk
agama. Oleh karena itu, dakwah Islamiyyah diharapkan dapat menyaring dampak negatif
tersebut.

2.    Globalisasi sebagai sebuah trend dunia setidaknya terjadi dalam tiga ranah, yaitu:
globalisasi politik, globalisasi ekonomi, dan globalisasi sosial budaya.

3.    Metode dakwah di era globalisasi dikelompokkan menjadi 3 bagian besar, yaitu:
dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku, majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-
lukisan dan sebagainya. Dakwah bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi,
khutbah, saresehan, brain storming, obrolan, dan sebagainya. Dakwah bi al-hal, yaitu berupa
prilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain sebagainya. 

http://altajdidstain.blogspot.co.id/2011/02/metode-dakwah-di-era-globalisasi.html

Anda mungkin juga menyukai