Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi bukanlah istilah asing untuk kita, apalagi di era yang semakin
maju ini, dan dikarenakan istilah ini juga sering digunakan dalam berbagai aspek;
politik, ekonomi, dan budaya. Proses globalisasi sebenarnya bukanlah suatu
fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Ciri khas globalisasi adalah semangat
keterbukaan dan kerelaan untuk menerima pengaruh budaya lain. Kehidupan
globalisasi telah dengan nyata melanda kehidupan kita. Suka ataupun tidak suka,
ummat Islam harus menghadapinya dengan segala implikasinya. Ciri-ciri kehidupan
global antara lain: Pertama, terjadinya pergeseran dari konflik ideologi dan politik
ke arah persaingan perdagangan, investasi dan informasi; dari keseimbangan
kekuatan (balance of power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of
interest). Kedua, hubungan antar negara/bangsa secara struktural berubah dari sifat
ketergantungan (dependency) ke arah saling ketergantungan (interdepen-dency),
hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi
tawar-menawar (bargaining position). Ketiga, batas-batas geografis hampir
kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu negara ditentukan oleh
kemampuannya memanfaatkan keunggulan komparatif (comparative advantage)
dan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keempat, persaingan antar
negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Setiap negara
terpaksa menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan pengembangan. Kelima,
terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai
dan norma yang secara ekonomi tidak efisien (Maksum & Ruhendi, 2004: 281).

Islam adalah agama yang sempurna telah memberikan pijakan yang jelas
tentang tujuan dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia
yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat
memfungsikan dirinya sebagai hamba. Pendidikan selalu berkembang mengikuti
dinamika kehidupan masyarakat. Dewasa ini masyarakat Indonesia sedang
mengalami perubahan transisional dari masyarakat agraris ke arah masyarakat
2

industri. Bahkan, sebetulnya telah terjadi lompatan perubahan dari masyarakat


agraris ke masyarakat informasi.

Globalisasi yang bersumber dari Barat, dewasa ini tampil dengan watak
hegemonik di bidang politik, ekonomi, teknologi, dan kultural. Akibatnya,
pendidikan Islam sebagai upaya pewarisan nilai-nilai Islam, kini dihadapkan pada
desakan dan agresi nilai-nilai dan budaya Barat. Menurut Tilaar (2008: 90),
perubahan tersebut meniscayakan desain pendidikan memiliki relevansi dengan
kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Artinya, pendidikan pada masyarakat
agraris didesain relevan dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat agraris.
Pendidikan pada masyarakat industri dan informasi didesain mengikuti arus
perubahan dan kebutuhan masyarakat era industri dan informasi. Begitulah siklus
perkembangan perubahan pendidikan yang senantiasa didesain relevan dengan
perubahan zaman dan kebutuhan masyarakat pada suatu era, baik pada aspek konsep,
materi dan kurikulum, proses, fungsi serta tujuan dari lembaga pendidikan. Islam
sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan yang jelas tentang tujuan
dan hakikat pendidikan, yakni memberdayakan potensi fitrah manusia yang condong
kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat memfungsikan dirinya
sebagai hamba. Oleh karena itu pengertian pendidikan Islam adalah “segala usaha
untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumberdaya insani yang
ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan
48 norma Islam” (Ahmadi, 2001: 20). Menurut Marimba (1974: 23), pendidikan
Islam adalah membimbing jasmani dan rohani berdasarkan hukum agama Islam
menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. Pendapat lain
memberikan pengertian pendidikan Islam adalah “usaha sistematis, pragmatis dalam
membentuk anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran agama Islam”
(Zuhairini, 1980: 25). Dan adapun menurut Ramayulis (1994:3-4), pendidikan Islam
adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia,
mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur pikirannya,
halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan
atau tulisan.
3

B. Rumusan Masalah
1. Apa hubungan islam dengan globalisasi?
2. Apa masalah pendidikan islam di era globalisasi?
3. Bagaimana upaya pendidikan islam dalam menghadapi globalisasi?

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan memberi wawasan kepada pembaca agar lebih
mengetahui lagi tentang hubungan islam dengan globalisasi dan bagaimana upaya
pendidikan islam untuk menghadapi globalisasi.

D. Manfaat
Makalah ini memberi manfaat untuk yang ingin mengetahui lebih atau
mencari referensi tentang islam dan globalisasi serta upaya pendidikan islam dalam
menghadapi globalisasi.
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Islam dan Globalisasi

Secara prinsip, globalisasi merupakan sebuah proses ‘penyatuan’ dunia, yang


secara perlahan, tetapi pasti mulai menghilangkan sekat-sekat negara dan bangsa.
Jadi globalisasi dapat diartikan sebagai proses menjadikan sesuatu bersifat mendunia
atau menjagat J. A. Scholte dikutip Zubaedi (2012: 97), membagi pengertian
globalisasi menjadi lima kategori:

1. Globalisasi sebagai internasionalisasi, yaitu pertumbuhan dalam pertukaran


dan interdependensi nasional.
2. Globalisasi sebagai liberalisasi, yaitu proses penghapusan hambatan-
hambatan yang dibuat oleh pemerintah terhadap mobilitas antarnegara untuk
menciptakan sebuah ekonomi dunia yang terbuka dan tanpa batas.
3. Globalisasi sebagai universalisasi, yaitu proses penyebaran berbagai objek
dan pengalaman kepada semua orang ke seluruh penjuru dunia.
4. Globalisasi sebagai westernisasi atau modernisasi, yaitu sebuah dinamika
yang menyebabkan struktur sosial modernitas (kapitalisme, rasionalisme,
industrialisme, birokratisme, dan sebagainya) disebarkan ke seluruh penjuru
dunia.
5. Globalisasi sebagai penghapusan batas-batas teritorial, yaitu mendorong
rekonfigurasi geografis sehingga ruang sosial tidak lagi semata dipetakan
dengan kawasan teritorial.

Proses penyatuan ini melibatkan manusia, informasi, perdagangan, dan


modal. Derasnya arus informasi yang masuk lintas benua telah menghilangkan
halangan-halangan yang diakibatkan oleh batas-batas dimensi ruang dan waktu. Oleh
karenanya, suatu peristiwa yang terjadi di belahan bumi akan segera bisa diketahui
di belahan bumi lainnya. Ada banyak indikasi yang menunjukkan telah
berlangsungnya proses globalisasi pada masyarakat dunia. Di antaranya; (a) setiap
harinya bisa kita saksikan ribuan manusia terbang di seluruh dunia, (b) hadirnya
media komunikasi dan informasi seperti internet, telepon, televisi, dan radio yang
5

tidak mengenal batas teritorial tertentu, (c) perusahaan-perusahaan multinasional dan


kecil mulai kehilangan identitas kebangsaan dan secara bertahap mulai mengglobal,
(d) semakin populernya bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi masyarakat
dunia, dan (e) terbukanya layanan transaksi keuangan (valuta asing) selama 24 jam
di seluruh dunia.

Islam di era globalisasi menghadapi tantangan baru. Proses bertemunya


kebudayaan antar bangsa di era global bukan hanya menjadikan hubungan
kemanusiaan yang semakin menyatu melainkan melahirkan banyak implikasi yang
dapat dirasakan oleh berbagai bangsa, baik implikasi yang bersifat positif maupun
negatif. Implikasi positif dipandang tidak terlalu dipermasalahkan karena relevan
dengan prinsip pembaharuan dunia Islam, akan tetapi implikasi negatif dianggap
sebagai sumber atau akar permasalahan yang harus dicarikan alternatif
pemecahannya, seperti pergeseran nilai-nilai sosial, norma-norma, kebiasaan dan
lebih luasnya kebudayaan, yang kemudian menimbulkan pertentangan dan pada
ujungnya dapat melahirkan konflik-konflik sosial dan kebudayaan. Persoalan agama
merupakan sesuatu yang tidak bisa diabaikan dalam globalisasi karena semenjak
masa renaissance peran agama secara bertahap mulai dikebiri sehingga menjadi
tuntutan pada setiap pemuka agama untuk bisa merelevankan ajaran agamanya agar
tetap bisa eksis dalam tatanan baru dunia global. Kehidupan beragama yang eksklusif
dan tidak toleran, barangkali sudah saatnya dikubur dalam-dalam, dan masing-
masing agama, dan bersiap untuk menawarkan sesuatu yang berarti dalam
pembentukan tatanan kehidupan global. Pengaruh globalisasi, tentunya tidak bisa
dibatasi hanya pada persoalan yang telah diangkat di atas, tetapi lebih dari itu,
langkah pembahasannya merambah hampir semua segi kehidupan. Sebagai umat
beragama (Islam), kita harus merespon masalah yang muncul sebagai konsekuensi
logis dari kehadiran globalisasi dengan mendasarkan pada universalitas ajaran Islam.
Oleh karenanya, pemahaman bahwa Islam merupakan ajaran global adalah suatu
keharusan yang tidak bisa di tawar-tawar lagi.

Dalam era globalisasi saat ini, tentu akan terdapat perbedaan-perbedaan


dalam peradaban. Perbedaan tersebut kadangkala dapat memicu terjadinya
pertarungan. Namun, ada kalanya pertarungan peradaban tidak perlu dilakukan.
Terlebih jika peradaban yang ada dapat hidup berdampingan, terjadinya dialog, dan
6

saling memberi. Tetapi, tetap saja, kita sebagai umat muslim tidak boleh melupakan
agenda besar dibalik globalisasi.

Pertarungan yang terjadi dapat berupa pertarunga ideology, dan perebutan


pengaruh antara antara Islam dan Globalisasi. Globalisasi direpresentasikan melalui
perdaban Barat dengan spirit modernitasnya, yang dalam banyak wilayah tidak
sejalan dengan prinsip Islam. Sehingga dalam banyak perjalanan globalisasi, Islam
kerap berbenturan dan atau bersilang pendapat dengan Barat. Dalam keadaan seperti
ini Islam harus mampu menemukan jati dirinya ditengah menguatnya arus
globalisasi yang mengancam kepunahan agama, tentunya agar Islam mampu
bertahan hingga akhir zaman.

B. Masalah dan Upaya Pendidikan Islam di Era Globalisasi

Globalisasi ini mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan


manusia dalam banyak aspek. Dalam hal ini globalisasi telah mengubah kehidupan
sehari-hari terutama dirasakan sekali di Negara-negara berkembang terutama di
Negara Islam seperti Indonesia. Ketergantungan dalam aspek ekonomi, politik dan
budaya barat menjadi penomena baru bagi masyarakat Indonesia, sehingga
globalisasi memberikan dampak negatif dan positif pada bangsa Indonesia. Model
dan cara berpakaian yang tidak Islami, jenis makanan yang dinikmati, sudah jauh
dari menu dan kekhassan local, pengaruh bebas dan pergaulan muda-mudi yang tidak
mengenal tata karma dan nilai-nilai keislaman sudah terlihat dimana-mana. Semua
ini merupakan sebagian dari pengaruh negatif globalisasi (Baharudin, 2011: 6- 7).
Begitu juga dalam aspek pendidikan, globalisasi telah berpengaruh terhadap
penyelenggaraan pendidikan, baik terhadap tujuan, proses hubungan peserta didik
dan pendidik, etika, metode maupun yang lainnya. Dalam hal tujuan misalnya, tujuan
pendidikan terdapat kecenderungan yang mengarah pada materialisme, sehingga hal
yang pertama yang mungkin ditanyakan oleh orang tua siswa atau siswa adalah
lembaga pendidikan tempat ia belajar dapat menjamin masa depan kehidupannya.
Demikian juga dengan kurikulumnya, lebih mengarah pada bagimana hal-hala yang
materialistic itu dapat dicapai. Dalam hal ini belajar lebih terpokus pada aspek
penguasaan ilmu (kognitif) belaka ketimbang bagaimana seorang siswa memiliki
sikap yang sesuai dengan nilai-nilai Islam (Baharudin, 2011: 6-7). Menurut M.
7

Athiyah alAbrasyi (1970:1), tujuan pendidikan Islam yang pokok dan terutama
adalah untuk mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Karena itulah menurut
beliau semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran akhlak dan setiap guru
haruslah memperhatikan akhlak.

Menurut Zubaedi (2012: 54), ketika globalisasi dihadapkan dengan


pendidikan Islam, maka muncul dua implikasi sekaligus, yakni peluang dan
ancaman. Sebagai peluang, globalisasi di satu sisi akan memudahkan pendidikan
Islam untuk mengakses berbagai informasi secara cepat, juga memudahkan
pendidikan Islam untuk menyebarluaskan produk-produk keilmuan yang
memberikan manfaat bagi masyarakat. Selanjutnya sebagai ancaman, ternyata
globalisasi tidak hanya mempengaruhi tatanan kehidupan pada tataran makro, tetapi
juga mengubah tata kehidupan pada level mikro, yaitu terhadap ikatan kehidupan
sosial masyarakat. Globalisasi memicu fenomena disintegrasi sosial, hilang nilai-
nilai tradisi, adat-istiadat, sopan santun, dan penyimpangan sosial lainya.

Baharudin (2011: 8-9) menjelaskan ada beberapa kelemahan sekaligus masalah


pendidikan Islam menghadapi era globalisasi yaitu:

1. Kualitas lembaga pendidikan Islam secara umum masih menyedihkan.


Meskipun ada bebarapa lembaga pendidikan Islam seperti madrasah yang
sudah mampu mengungguli kualitas sekolah umum, tetapi secara umum
kualitas lembaga pendidikan Islam belum memadai,
2. Citra lembaga pendidikan Islam relatif rendah. Adalah suatu kenyataan
bahwa dalam ranking kelulussan lembaga pendidikan Islam umumnya
berada didalam urutan dibawah sekolah umum,
3. Kualitas dan kuantitas guru yang belum memadai. Guru adalah kunci
keberhasilan dalam pendidikan. Jika Gurunya berkualitas rendah dan rasio
siswa tidak memadai, maka out put pendidikannya dengan sendirinya akan
rendah pula,
4. Gaji Guru secara umum masih kecil,
5. Latar belakang siswa di lembaga pendidikan Islam pada umumnya dari
keluarga kelas menengah ke bawah,
6. Tuntutan kompetisi dan kompetensi yang semakin meningkat,
8

7. Gempuran pengaruh globalisasi asing dalam bidang ekonomi, politik dan


budaya yang cenderung menggeser budaya nasional yang religious. Hal ini
ditandai dengan semakin menonjolnya orientasi global dalam bidang fun,
fashion, dan food dikalangan remaja kita,
8. Kenakalan remaja yang semakin menghawatirkan antara lain dalam bentuk
penyalahgunaan narkoba yang semakin meluas,
9. Harapan umat agar lembaga pendidikan Islam mampu melahirkan orang-
orang yang intelek, tetapi alim dan orang-orang alim yang intelek. Harapan
ini yang harus dijawab dengan sungguh-sungguh dan terus menerus
mengupayakan kualitas lembaga pendidikan Islam yang terus meningkat.

Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, ajarannya mesti
tersosialisasi kepada ummah manusia sekemampuan orang tersebut, Nabi Saw
mensinyalir:

Pada hakikatnya Islam selalu bertendensi pada perbaikan keadaan


(reformatif). Oleh karena itu, tidak ada suatu aktivitas yang lebih gregetan selain
mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Semangat ini senantiasa
merasa tidak betah jika di tengah-tengah masyarakat telah tumbuh aneka
kemungkaran, aneka kemaksiatan yang dapat merusak tatanan, keamanan dan
kenyamanan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menyiapkan pendidikan Islam yang menghadapi
tantangan globalisasi dan mengatasi problema akibat globalisasi adalah:

1. Agama yang disajikan dalam proses pendidikan haruslah agama yang lebih
menekankan kepada “kesalehan aktual” bukan semata-mata “kesalehan
9

ritual”. Hal ini penting ditekankan mengingat millennium ketiga akan


semakin diwarnai selain oleh trust juga oleh kompetisi,
2. Pendidikan Islam harus mempunyai generasi terdidik yang pluralis yang
mampu menghadapi kemajemukan baik internal maupun eksternal,
3. Pengembangan sifat pluralis tersebut harus merupakan bagian tak
terpisahkan dari upaya besar mewujudkan masyarakat madani yang
demokratis, terbuka dan beradab yang menghargai perbedaan pendapat.
Justru selalu diupayakan sebgai rahmat bukan sebagai laknat,
4. Masyarakat madani yang diharapkan adalah masyarakat yang penuh percaya
diri, memiliki kemandirian dan kreatifitas yang tinggi dalam memcahkan
masslah yang diahadapi,
5. Pendidikan yang dilakukan harus menyiapkan generasi yang siap
berpartisipasi aktif dalam interaksi global, hal iini berarti pengetahuan dan
keterampilan yang diberikan harus memiliki relevansi yang kuat dengan
trend global tersebut (Baharudin, 2011: 10).

Menghadapi tantangan globalisasi, pendidikan Islam perlu melakukan


langkah-langkah upaya dengan membenahi beberapa persoalan internal. Persoalan
internal yang dimaksud adalah: (1) persoalan dikotomi pendidikan; (2) tujuan dan
fungsi lembaga pendidikan Islam; (3) persoalan kurikulum atau materi. Ketiga
persoalan tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain.

1. Menyelesaikan persoalan dikotomi


Persoalan dikotomi ilmu agama dan ilmu umum melahirkan dualisme
pendidikan, yaitu pendidikan Islam dan pendidikan umum. Dikotomi dan
dualisme merupakan persoalan lama yang belum terselesaikan sampai
sekarang. Seiring dengan itu berbagai istilah pun muncul untuk
membenarkan pandangan dikotomis tersebut. Misalnya, adanya fakultas
umum dan fakultas agama, sekolah umum dan sekolah agama. Dikotomi itu
menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan
ipteks, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama.
Pendidikan Islam harus menuju pada integrasi antara ilmu agama dan ilmu
umum. Fazlur Rahman (1985: 160) menawarkan satu pendekatan untuk
menyelesaikan persoalan dikotomi pendidikan yaitu dengan menerima
pendidikan sekuler modern sebagaimana yang berkembang di dunia Barat
10

dan mencoba untuk mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu dari


Islam. Ahmad Syafi'i Ma'arif (1991:150) mengatakan bila konsep dualisme
dikotomik berhasil diselesaikan, maka dalam jangka panjang sistem
pendidikan Islam akan berubah secara keseluruhan, mulai dari tingkat dasar
sampai ke perguruan tinggi. Pendidikan Islam melebur secara integratif
dengan pendidikan umum. Peleburan bukan hanya dalam bentuk satu
departemen saja, tetapi lebur berdasarkan kesamaan rumusan filosofis dan
pijakan epistemologisnya. Upaya intergrasi keilmuan di Indonesia dapat
dilihat dengan perubahan kelembagaan perguruan tinggi Islam dari insitut
menjadi universitas. Pada level madrasah dan pondok pesantren upaya ini
diwujudkan dengan memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulum.

2. Revitalisasi tujuan dan fungsi lembaga pendidikan Islam


Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu mendisain ulang tujuan dan
fungsinya. Menurut Azyumardi Azra (1999: 71-72) terdapat beberapa model
pendidikan Islam di Indonesia:
a. Pendidikan Islam mengkhususkan diri pada pendidikan keagamaan saja
untuk mempersiapkan dan melahirkan ulama-mujtahid yang mampu
menjawab persoalan- persoalan aktual atau kontemporer sesuai dengan
perubahan zaman.
b. Pendidikan Islam yang mengintegrasikan kurikulum dan materi-materi
pendidikan umum dan agama, untuk mempersiapkan intelektual Islam yang
berpikir secara komprehensif, contohnya madrasah.
c. Pendidikan Islam meniru model pendidikan sekuler modern dan
mengisinya dengan konsep- konsep Islam, contohnya sekolah Islam.
d. Pendidikan Islam menolak produk pendidikan Barat. Hal ini berarti harus
mendisain model pendidikan yang betul-betul orisinil dari konsep dasar
Islam dan sesuai dengan lingkungan sosial-budaya Indonesia.
e. Pendidikan agama tidak dilaksanakan di sekolah-sekolah tetapi
dilaksanakan di luar sekolah. Artinya, pendidikan agama dilaksanakan di
rumah atau lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Model tersebut dapat dipilih untuk diterapkan yang penting sejalan dengan
kebutuhan masyarakat muslim. Pada intinya, menurut Nata (2003: 78),
pendidikan Islam harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang
11

dapat berpikir kritis dengan fokus dan tidak hanya sebagai penerima
informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal kepada peserta didik
agar dapat mengolah, menyesuaikan, dan mengembangkan segala hal yang
diterima melalui arus informasi tersebut, yakni manusia yang kreatif dan
produktif.
3. Reformasi kurikulum atau materi
Materi pendidikan Islam terlalu didominasi masalah-maslah yang bersifat
normatif, ritual dan eskatologis. Malik Fajar (1998: 5) menjelaskan, materi
pendidikan Islam disampaikan dengan semangat ortodoksi keagamaan, tanpa
ada peluang untuk melakukan telaah secara kritis. Pendidikan Islam tidak
fungsional dalam kehidupan sehari-hari, kecuali hanya sedikit aktivitas
verbal dan formal yang bersifat ritual. Berdasarkan pengembangan keilmuan,
dari berbagai problem yang muncul di atas, jelas tidak bisa direspon hanya
dengan ilmu-ilmu yang selama ini ada di lembaga pendidikan Islam, seperti
fiqih, ilmu kalam, tasawuf, aqidah akhlak, dan tarikh. Ilmu-ilmu tersebut
perlu kembangkan sehingga mampu menjawab persoalan aktual, misalnya
masalah lingkungan hidup, global warming, pencemaran limbah beracun,
penggundulan hutan, gedung pencakar langit, polusi udara, dan problem
sosial, antara lain: banyaknya pengangguran, penegakan hukum, hak asasi
manusia, korupsi, dan sebagainya.

Tiga hal yang dikemukakan di atas merupakan tawaran desain pendidikan


Islam yang perlu diupayakan untuk membangun pendidikan Islam yang bermutu di
tengah kehidupan global yang kompetitif. Ketiga hal tersebut masih membutuhkan
unsur lain sebagai pendukung, seperti sumber daya kependidikan yang berkualitas,
pendanaan yang memadai, dan lingkungan sosial yang kondusif.
12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Globalisasi sebagai bagian dari proses sejarah merupakan kenyataan yang


tidak bisa dipungkiri, yang memberikan pengaruh yang sangat luar biasa dalam
perubahan tatanan kehidupan masyarakat dunia. Sebagai bagian dari dunia, Islam
merupakan agama global, yang memiliki universalitas ajaran yang bisa dipergunakan
untuk mewarnai kehidupan masyarakat global. Oleh karenanya, perhatian yang
mendalam terhadap ajaran-ajaran Islam yang universal, merupakan suatu yang
niscaya agar Islam bisa memberi suatu konstribusi yang berarti bagi peradaban
global. Kehadiran globalisasi perlu ditanggapi sebagai salah satu motivator dalam
meningkatkan dan mengembangkan profesionalitas pendidikan Islam. Sebab
kekuatan teknologi global dapat menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi sumber
daya manusia dalam meningkatkan kompetensinya dan kemampuan manajerialnya.
Globalisasi pendidikan juga membawa dampak adanya kesenjangan sosial didalam
dunia pendidikan, karena hanya orang-orang yang mempunyai modal lebih besar saja
yang dapat menikmati kualitas pendidikan dengan standar internasional. Merosotnya
kualitas pendidikan islam tak bisa dipisahkan dari kebijakan negara pada sector
pendidikan. Menyamakan lembaga pendidikan dengan lembaga keuangan jelas
merupakan keputusan yang keliru. Maka dari itu, pendidikan islam dalam era
globalisasi ini harus lebih diperhatikan lagi, karena kalau tidak pendidikan islam
akan ikut arus globalisasi yang mana akan semakin jauh pada ajaran islam yang
sebenarnya. Dengan begitu, keyakinan akan eksistensi Islam sebagai agama hingga
akhir zaman meski dalam fase hidup yang telah memasuki era yang mutakhir, akan
terus tertanam dalam benak masyarakat dunia Muslim.

B. Saran

Memasuki era globalisasi, mengharuskan seorang muslim untuk bersikap


bijaksana serta harus mampu mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran islam ketika
berinteraksi dengan dunia luar. Seorang muslim harus mampu menjaga jati dirinya
dalam menghadapi berbagai tantangan. Umat islam harus bisa mengambil sisi positif
13

dari globalisasi. Demikianlah yang dapat Penulis sampaikan mengenai materi yang
menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan
kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang diperoleh.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan semakin mengetahui bagaimana seorang
muslim harus menyikapi terhadap pendidikan islam di era globalisasi.
14

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi. 2001. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media.
Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Baharudin. 2011. Pendidikan Islam dan isu-isu sosial. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
Fadjar, A. Malik. 1998. Madrasah dan Tantangan Modernitas. Bandung : Mizan.

Husaini. 2020. Jurnal : Pendidikan Islam Di Era Globalisasi. ITQAN, Vol. 11, No.1, Jan-
June.

Imelda, Ade. 2018. Jurnal : Strategi Pendidikan Islam Menghadapi Problematika


Globalisasi. Bandar Lampung.

Khotimah, Khusnul. 2009. Jurnal Dakwah dan Komunikasi : Islam dan Globalisasi. Vol.3
No.1 Januari-Juni 2009. Purwokerto.

Maksum, Ali dan Ruhendi, Yunan. 2004. Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern
dan Postmodern. Yogyakarta: Ircisod.
Marimba, Ahmad D., 1974. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif.
Muhammad, Rasyidin. 2017. Jurnal : Islam dan Globalisasi; Dari Ambiguitas Konsep
Hingga Krisis Identitas. Jurnal At-Tafkir Vol. X No. 1 Juni 2017.

Nata, Abudin. 2005. Pendidikan di Era Global. Jakarta: UIN Jakarta Press
Pewangi, Mawardi. 2016. Jurnal : Tantangan Pendidikan Islam Di era Globalisasi. Jurnal
Tarbawi, Volume 1, No 1. Unnismuh Makassar.

Rahman, Fazlur. Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, terj.


Ahsin Mohammad, Islam dan Modernitas. Yogyakarta: Pustaka, 1985.
Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sadegh, Bakhtiari. 1995. Globalization and Education Challenges and Opportunities. Iran:
Journal Isfahan University.
Tilaar, H.A.R. 2008. Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan.
Cet. 9; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Zubaedi. 2012. Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta
Pendidikan Islam. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Zuhairini, et.al.,1980. Methodik Khusus Pendidikan Islam. Surabaya: Usaha Nasional.

Anda mungkin juga menyukai