BAB III
PERAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
DALAM MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL
A. Pendahuluan
Islam adalah agama global dan universal, yang bertujuan untuk menghadirkan risalah
peradaban Islam yang sempurna dan menyeluruh, baik secara spirit, akhlak maupun materi.
Di dalamnya ada aspek duniawi dan ukhrawi yang saling melengkapi. Keduanya merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, utuh dan integral. Universalitas atau globalitas
Islam menyeru semua manusia kepada kebenaran, tanpa memandang suku, bangsa, warna
kulit dan perbedaan lainnya.
Disamping itu, Islam juga agama pembebasan, diantara misi penting Islam adalah
membela, menyelamatkan, membebaskan, memuliakan dan melindungi orang-orang
tertindas. Dengan kata lain, Islam adalah agama yang tujuan dasarnya adalah membangun
literasi moral masyarakat terhadap nilai-nilai persaudaraan yang global, kesamaan hak
(equality), dan keadilan sosial (social justice).
Pengetahuan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Aspek
ini diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, ilmu pengetahuan tidak
boleh terlepas dari ajaran agama. Ilmu pengetahuan telah berinteraksi dengan agama,
sebagaimana ia telah memasuki setiap segi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dan
arus globalisasi yang kian pesat juga semakin memperlebar jarak antara ilmu dan agama.
Karena itu peranan kajian pemikiran Islam mempunyai arti yang sangat penting dalam
mensinergikan dua aspek ini.
Apalagi dengan kondisi umat Islam saat ini yang berada pada posisi yang sangat
dilematis, disatu sisi umat Islam harus berhadapan dengan era globalisasi dan kemodernan,
yang datangnya sebahagian besar dari dunia Barat. Disisi lain, umat Islam juga harus
berhadapan dengan tudingan Barat tentang Islam yang identik dengan kekerasan,
keterbelakangan, dan kemunduran. Kondisi ini membentang jurang antara Timur dan Barat.
Dampak terhadap tudingan ini adalah penolakan terhadap Barat dan kemodernan, hingga
semakin menjauhkan umat Islam dari kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Dengan kondisi perkembangan Islam dan pengembangan visi intelektual dalam Islam
saat ini, pemikiran keIslaman sudah saatnya harus mulai mengalami perubahan. Perubahan
dari wilayah pemikiran yang hanya memikirkan persoalan- persoalan ilahiyah (teologi)
menuju paradigma pemikiran yang lebih menelaah dan mengkaji secara serius persoalan-
1
persoalan insaniyah (antropologi). Dengan demikian, studi Islam tidak hanya berparadigma
2 3
teocentrisme, tapi mengarah pada paradigma antropocentrisme. Sehingga mampu
menghadapi tantangan global dan dapat menjangkau problema umat hari ini.
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-
5
bangsa di seluruh dunia. Era globalisasi adalah proses penyeluruhan kejagatan yang
menempatkan berbagai fenomena kealamsemestaan sebagai objek yang kecil di mata
setiap manusia, karena sluruh fenomena tersebut tidak ada batas dan sekat untuk
6
disaksikan manusia dalam batas ruang maupun waktu yang mengitarinya. Menurut Robert
Jackson dan Geog Sorensen, globalisasi adalah meluas dan meningkatnya hubungan
7
ekonomi, sosial dan budaya yang melewati batas-batas internasional.
Secara global, dunia mengalami perubahan-perubahan mendasar terutama ditandai
oleh kecendrungan dunia yang semakin terbuka dan tanpa batas (borderless), persaingan
(competitiveness) serta perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat.
Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua dan
negara, menerobos berbagai pelosok baik perkotaan maupun pedesaan melalui media
audio (radio) dan audio visual (televisi, internet, dan lain- lain). Fenomena modern yang
terjadi di era millennium ini popular dengan sebutan globalisasi. Sebagai akibatnya, media
ini dapat dijadikan alat yang sangat ampuh untuk menanam, atau sebaliknya merusak nilai-
nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola fikir seseorang oleh mereka yang
mempunyai kekuasaan terhadap media tersebut.
Perkembangan intelektual seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan
faktor-faktor lain yang bersifat teologis, sosiologis, maupun politis. Dan juga sangat
dipengaruhi oleh kecanggihan dalam mengadopsi dan mengadaptasikan secara kreatif
fenomena-fenomena yang ada disekitarnya, termasuk perkembangan teknologi dan
informasi yang begitu cepat, semua itu saling berkaitan satu sama lain.
Sebuah produk pemikiran tidak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan di mana
dia hidup dan lingkungan yang mengelilinginya, yang pada gilirannya akan sangat
mempengaruhi cara pandang dan konsep yang dirumuskan oleh seorang intelektual. Dalam
situasi dan kondisi seperti ini, ketika teknologi muslim jauh tertinggal dari Barat. Usaha
mengejar ketinggalan ini kaum muslim memberi tanggapan pada dua hal, yaitu merumuskan
sikap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peradaban Barat Modern,
dan terhadap tradisi Islam. Kedua unsur ini masih mewarnai pemikiran muslim sampai
sekarang.
Teknologi sebagai cabang ilmu telah memberikan kontribusi yang sangat positif dalam
kemudahan-kemudahan dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan
sarana bagi kesempurnaan manusia di dunia ini. Tetapi disamping itu, teknologi juga
dianggap telah menghasilkan dampak negatif bagi kelestarian alam semesta, baik berupa
pencemaran lingkungan, bencana alam maupun pada kerusakan moralitas manusia. Namun
demikian persoalan ini tidak berdiri sendiri, karena tentu ada persoalan epistemologis dan
ontologis yang berada di belakangnya.
Ketika globalisasi dihadapkan dengan pendidikan Islam, terselip dua implikasi
sekaligus, yakni peluang dan tantangan. Sebagai peluang, (globalisasi) satu sisi akan
memudahkan pendidikan Islam untuk mengakses berbagai informasi dengan mudah. Juga
memudahkan pendidikan Islam untuk menyebarluaskan (diseminasi) produk-produk
keilmuan yang memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat. Sebagai tantangan,
ternyata globalisasi tidak hanya mempengaruhi tatanan kehidupan pada tataran makro,
tetapi juga mengubah tata kehidupan pada tataran mikro, misalnya terhadap ikatan
kehidupan sosial masyarakat. Fenomena disintegrasi sosial, hilangnya nilai-nilai tradisi,
8
lunturnya adat-istiadat, sopan santun, dan penyimpangan sosial lainya.
Pada sisilain, dari dampak negatif globalisasi ialah pemiskinan spiritual. Keringnya nilai-
nilai religiusitas tercermin dari perubahan cara pandang terhadap kehidupan
kemasyarakatan. Misalnya, tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi (tidak
produktif), dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional. Kalau mengacu pada persoalan di
atas, seperti yang dikatakan Zainuddin, bahwa pengaruh globalisasi, modernitas mempunyai
andil besar dalam merubah gaya dan pola hidup (life style) pada hampir semua lapisan
hidup masyarakat, termasuk masyarakat Muslim. Sehingga, tidak bisa dipungkiri bahwa
9
anak-anak belajar nilai kebanyakan dari budaya popular dan media massa.
Dari fenomena di atas, pengaruh globalisasi menyebabkan tantangan dalam dunia
pendidikan di Indonesia.Tantangan itu tidak hanya dialami dalam pendidikan Nasional saja,
10
melainkan termasuk dalam pendidikan Islam. Untuk itu, Muhaimin, mengatakan bahwa
bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan yang berat, terutama dalam konteks
pendidikan yang diakibatkan oleh pengaruh globalisasi, diantaranya; Globalisasi di bidang
budaya, etika, moral, sebagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang transformasi dan
informasi. Para peserta didik saat ini telah mengenal berbagai sumber pesan dan media
pembelajaran, baik yang dapat dikontrol maupun yang sulit dikontrol, Rendahnya tingkat
sosial-capital, dimana esensi dari sosial capital adalah trust (sikap amanah). Menurut
pengamatan sementara para ahli, bahwa dalam bidang sosial capital bangsa Indonesia
hampir mencapai titik “zero trust society”, atau masyarakat yang sulit dipercaya, berarti sikap
amanah yang sangat lemah, Diberlakukannya globalisasi dan perdagangan bebas, berarti
persaingan alumni dalam pekerjaan semakin ketat, Tenaga asing meningkat, sedangkan
tenaga Indonesia yang dikirim keluar negeri pada umumnya nonprofesional.
Adapun dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan di Indonesia dapat
dipelajari sebagai berikut.
1. Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan
sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait
menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia
pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan
pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya
ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind
dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka
11
memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.
2. Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah
juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam
materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi,
kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat
pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa
pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkohol, narkoba banyak
ditawarkan melalui internet. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
3. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat
menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa
terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat
tersebut.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum)
pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya
dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan
dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang
berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan
sains dan teknologi secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan
agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen
Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan
serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat
kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh
Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan
karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang
tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya
sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang
menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi,
pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan
penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh
kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang
menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan
teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti
agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.
Islam pernah besar dan maju dalam berbagai dimensi kehidupan, baik secara
ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. Ini disebabkan karena banyaknya jumlah
kaum Muslimin yang mempunyai prestasi dalam berbagai ilmu pengetahuan. Ini adalah
sebuah fakta masa lalu. Ini seharusnya menjadi tantangan bagi kaum Muslimin untuk lebih
maju dalam menghadapi era globalisasi dan teknologi hari ini.
disebut juga multi cultural education yang mana pendidikan berpandangan tentang masalah
yang mendunia. Dengan berpandangan bahwa upaya menanamkan pandangan dan
pemahaman tentang dunia kepada peserta didik dengan menekankan pada saling
keterkaitan antar budaya, umat manusia dan planet bumi. Pendidikan global menekankan
pada peserta didik berfikir kritis dengan fokus substansi pada hal-hal yang mendunia yang
semakin bercirikan interpendensi, serta bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
skill, dan sikap yang diperlukan untuk hidup di dunia yang sumber dayanya kian menipis,
15
ditandai keragaman etnis, pluralisme budaya dan saling ketergantungan.
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus mampu menyiapkan sumber daya manusia
yang tidak hanya sebagai penerima informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal
kepada peserta didik agar dapat mengolah, menyesuaikan, dan mengembangkan segala hal
16
yang diterima melalui arus informasi itu, yakni manusia yang kreatif dan produktif.
Bersamaan dengan konsep pendidikan Islam di era global tersebut, perhatian prinsip
pendidikan Islam juga haruslah mengarah pada bagaimana konsep kemasyarakatan yang
cakupannya sangatlah luas. Konteks makro pendidikan tersebut yaitu kepentingan
masyarakat yang dalam hal ini termasuk masyarakat bangsa, negara dan bahkan juga
kemanusiaan pada umumnya, sehingga pendidikan Islam integratif antara proses belajar di
sekolah dengan belajar di masyarakat (learning society). Yakni hubungan pendidikan
dengan masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan
ekonomi, politik dan negara, karena pendidikan itu terjadi di masyarakat, dengan sumber
daya masyarakat, dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut untuk mampu
memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan sosial, ekonomi, politik
17
dan kenegaraan secara simultan. Hal ini menjadi perhatian khusus karena demi
pencapaian masyarakat madani yang sanggup berada di tengah percaturan dunia global.
adalah adanya keinginan untuk lebih meningkatkan peran dan status pendidikan
tinggi agama. Oleh karena itu, PTAIN dan ADIA disatukan menjadi satu kesatuan
sehingga terbentuk lembaga pendidikan tinggi Islam yang baru dan diberi nama
IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Selain IAIN adapula STAIN. STAIN pada
awalnya berasal dari fakultas-fakultas yang berada didaerah dan berinduk ke
IAIN.
Sesuai dengan arus perkembangan keilmuwan di IAIN yang ingin
mengembangkan ilmu yang dibangun atas dasar integrasi antara ilmu-ilmu agama
dan umum, maka sejak awal tahun 1990-an telah berkembang wacana untuk
menjadikan dan mengembangkan ilmu-ilmu yang ada di IAIN terintegrasi antara
ilmu agama dan umum. Sejalan dengan itu berkembanglah keinginan untuk
merubah IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). IAIN yang telah berubah
wujud menjadi UIN adalah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, IAIN Alaudin Makasar, IAIN Sunan Kalijaga Bandung, IAIN Syarif
Qasim Pekan Baru, STAIN yang telah berubah menjadi UIN adalah STAIN
Malang.
Jika dilihat dari segi sejarah perkembangan pendidikan pendidikan tinggi
Islam di Indonesia, maka perjalanan evolusi perkembangan ini sudah saatnya
24
perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam itu menjadi universitas.
a. Faktor Internal
1) Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan
manusia, atau mengangkat harkat dan martabat manusia atau human
dignity, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung
jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan
pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal bahkan,
lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik.
Orientasi pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan secara nasional,
barangkali dalam konteks era sekarang ini menjadi tidak menentu, atau kabur
kehilangan orientasi mengingat adalah tuntutan pola kehidupan pragmatis
dalam masyarakat indonesia. Hal ini patut untuk dikritisi bahwa globalisasi
bukan semata mendatangkan efek positif, dengan kemudahan-kemudahan
yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan yang disebabkan olehnya
menjadikan disorientasi pendidikan. Pendidikan cenderung berpijak pada
kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar lapangan, kerja, sehingga ruh
pendidikan islam sebagai pondasi budaya, moralitas, dan social
26
movement (gerakan sosial) menjadi hilang.
2) Masalah Kurikulum
Sistem sentralistik terkait erat dengan birokrasi atas bawah yang sifatnya
otoriter yang terkesan pihak “bawah” harus melaksanakan seluruh keinginan
pihak “atas”. Dalam sistem yang seperti ini inovasi dan pembaruan tidak akan
muncul. Dalam bidang kurikulum sistem sentralistik ini juga mempengaruhi
output pendidikan. Tilaar menyebutkan kurikulum yang terpusat,
penyelenggaraan sistem manajemen yang dikendalikan dari atas telah
menghasilkan output pendidikan manusia robot. Selain kurikulum yang
sentralistik, terdapat pula beberapa kritikan kepada praktik pendidikan
berkaitan dengan saratnya kurikulum sehingga seolah-olah kurikulum itu
kelebihan muatan. Hal ini mempengaruhi juga kualitas pendidikan. Anak-anak
27
terlalu banyak dibebani oleh mata pelajaran.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum Pendidikan Islam
tersebut mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun paradigma
sebelumnya tetap dipertahankan. Hal ini dapat dicermati dari fenomena
berikut : a) perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingat tentang teks-
teks dari ajaran-ajaran agama islam, serta disiplin mental spiritual
sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan makna
dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran
Pendidikan Islam. b) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan
absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam
memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai islam. c) perubahan
dari tekanan dari produk atau hasil pemikiran keagamaan islam dari para
pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan
produk tersebut. d) perubahan dari pola pengembangan kurikulum pendidikan
Islam yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan
menyusun isi kurikulum pendidikan Islam ke arah keterlibatan yang luas dari
para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasikan tujuan
28
Pendidikan Islam dan cara-cara mencapainya.
3) Pendekatan/Metode Pembelajaran
Peran guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitas
kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampu
membangkitkan potensi guru, memotifasi, memberikan suntikan dan
menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola pembelajaran yang kreatif dan
kontekstual (konteks sekarang menggunakan teknologi yang memadai). Pola
pembelajaran yang demikian akan menunjang tercapainya sekolah yang
unggul dan kualitas lulusan yang siap bersaing dalam arus perkembangan
zaman.
Siswa atau mahasiswa bukanlah manusia yang tidak memiliki
pengalaman. Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman yang cukup beragam
ternyata ia miliki. Oleh karena itu, dikelas pun siswa/mahasiswa harus kritis
membaca kenyataan kelas, dan siap mengkritisinya. Bertolak dari kondisi
ideal tersebut, kita menyadari, hingga sekarang ini siswa masih banyak yang
senang diajar dengan metode yang konservatif, seperti ceramah, didikte,
karena lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk berfikir.
4) Profesionalitas dan Kualitas SDM
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia
sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang
masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga
kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu
dan profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak guru dan
tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified, dan mismatch,
sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
29
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.
5) Biaya Pendidikan
b. Faktor Eksternal
1) Dichotomic
Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah
30
dichotomy, dalam beberapa aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu
Umum, antara Wahyu dengan Akal setara antara Wahyu dengan Alam.
Munculnya problem dikotomi dengan segala perdebatannya telah
berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa-
masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak ilmu
pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul
persaingan yang tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat
julukan sebagai mahkota semua ilmu.
2) To General Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat ilmu
pengetahuannya yang masih terlalu general/umum dan kurang
memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem solving).
Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurang
selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein Alatas
menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/
pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang
mendasar kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang
membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk
berfikir dan tidak mampu untuk melihat konsekuensinya.
3) Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia
pendidikan Islam ialah rendahnya semangat untuk melakukan
penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan
The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al-Afghani, Menganggap
rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat intelektual) menjadi salah satu
faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur Tengah.
4) Memorisasi
Rahman menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual dari
standar-standar akademis yang berlangsung selama berabad-abad tentu
terletak pada kenyataan bahwa, karena jumlah buku-buku yang tertera dalam
kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang diperlukan untuk belajar juga
terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat menguasai materi-materi yang
seringkali sulit untuk dimengerti, tentang aspek-aspek tinggi ilmu keagamaan
pada usia yang relatif muda dan belum matang. Hal ini pada gilirannya
menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi tekstual dari pada pemahaman
pelajaran yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan dorongan untuk belajar
E. Penutup
Ajaran agama Islam mewajibkan umat pemeluknya supaya sanggup menjadi umat
yang terpelajar, dimana jumlah orang yang berpendidikan harus semakin meningkat,
sedangkan jumlah orang yang tidak berpendidikan akan terus berkurang dan akhirnya
lenyap. Pendidikan adalah proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai
tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan Islammembimbing anak didik dalam
perkembangan dirinya, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang
utama pada anak didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum Islam.
Dalam berbagai takaran dan dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi.
Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut.
Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif
dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan.
Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Daftar Pustaka
Abdul Wahid, 2008. Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Semarang: Need’s Press
Ajid Thohir, 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Anggara Dwi, F H dan Prayitno N. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni Cikarang
Barat. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES MH. Thamrin), Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol 5/ No. 1
Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, 2009. Pendidikan Islam Kontemporer, Bandung : PT. Refika Aditama
Haidar Putra Daulay, 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta : Rineka Cipta
Haidar Putra Daulay, 2004. Pendidikan Islam : Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana
John Echols dan Hassan Shadily, 1992. Kamus Inggris-Indonesia Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Lorens Bagus, 1996. Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
M. Amin Abdullah, 1997. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogjakarta : Pustaka Pelajar
Micklethwait, John dan Adrian Wooldridge. 2007. A Future Perfect ; The Challenge dan Hidden Promise of Globalization. US : Crown
Business
Muhaimin, 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen, Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi
Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Press
Muhaimin, 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai benang kusut dunia pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Muhammad Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyiapkan Generasi Ulul Albab Malang : UIN Malang Press
Musthofa Rembangy, 2010. Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisasi, Yogyakarta : Teras
Nurcholis Majid, 1987. Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan
Robert Jackson dan Georg Sorensen, 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pustaka Belajar
Samsul Nizar, 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Wahid. Abdul. 2008. Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam. Semarang : Need’s Press
Winarno Narmoatmojo, “Dinamika Peradaban Global dan Pengaruhnya Bagi Negara dan Bangsa”
Wuryan, Sri dan Syaifullah. Ilmu Kewarganegaraan (Civic). Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Jogjakarta : Gigraf Publishing
Zubaidi, 2012. Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar