Anda di halaman 1dari 12

[MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN] 2021-2022

BAB III
PERAN ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN
DALAM MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL

A. Pendahuluan
Islam adalah agama global dan universal, yang bertujuan untuk menghadirkan risalah
peradaban Islam yang sempurna dan menyeluruh, baik secara spirit, akhlak maupun materi.
Di dalamnya ada aspek duniawi dan ukhrawi yang saling melengkapi. Keduanya merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, utuh dan integral. Universalitas atau globalitas
Islam menyeru semua manusia kepada kebenaran, tanpa memandang suku, bangsa, warna
kulit dan perbedaan lainnya.
Disamping itu, Islam juga agama pembebasan, diantara misi penting Islam adalah
membela, menyelamatkan, membebaskan, memuliakan dan melindungi orang-orang
tertindas. Dengan kata lain, Islam adalah agama yang tujuan dasarnya adalah membangun
literasi moral masyarakat terhadap nilai-nilai persaudaraan yang global, kesamaan hak
(equality), dan keadilan sosial (social justice).
Pengetahuan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Aspek
ini diharapkan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, ilmu pengetahuan tidak
boleh terlepas dari ajaran agama. Ilmu pengetahuan telah berinteraksi dengan agama,
sebagaimana ia telah memasuki setiap segi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi dan
arus globalisasi yang kian pesat juga semakin memperlebar jarak antara ilmu dan agama.
Karena itu peranan kajian pemikiran Islam mempunyai arti yang sangat penting dalam
mensinergikan dua aspek ini.
Apalagi dengan kondisi umat Islam saat ini yang berada pada posisi yang sangat
dilematis, disatu sisi umat Islam harus berhadapan dengan era globalisasi dan kemodernan,
yang datangnya sebahagian besar dari dunia Barat. Disisi lain, umat Islam juga harus
berhadapan dengan tudingan Barat tentang Islam yang identik dengan kekerasan,
keterbelakangan, dan kemunduran. Kondisi ini membentang jurang antara Timur dan Barat.
Dampak terhadap tudingan ini adalah penolakan terhadap Barat dan kemodernan, hingga
semakin menjauhkan umat Islam dari kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Dengan kondisi perkembangan Islam dan pengembangan visi intelektual dalam Islam
saat ini, pemikiran keIslaman sudah saatnya harus mulai mengalami perubahan. Perubahan
dari wilayah pemikiran yang hanya memikirkan persoalan- persoalan ilahiyah (teologi)
menuju paradigma pemikiran yang lebih menelaah dan mengkaji secara serius persoalan-
1
persoalan insaniyah (antropologi). Dengan demikian, studi Islam tidak hanya berparadigma
2 3
teocentrisme, tapi mengarah pada paradigma antropocentrisme. Sehingga mampu
menghadapi tantangan global dan dapat menjangkau problema umat hari ini.

B. Dampak Teknologi dan Globalisasi terhadap Ilmu Pengetahuan


Globalisasi diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi adalah
proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara
4
mendunia melalui media cetak maupun elektronik.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak
mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan
yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya

2021-2022 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja - Komaruddin 23


2021-2022 [MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN]

sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-
5
bangsa di seluruh dunia. Era globalisasi adalah proses penyeluruhan kejagatan yang
menempatkan berbagai fenomena kealamsemestaan sebagai objek yang kecil di mata
setiap manusia, karena sluruh fenomena tersebut tidak ada batas dan sekat untuk
6
disaksikan manusia dalam batas ruang maupun waktu yang mengitarinya. Menurut Robert
Jackson dan Geog Sorensen, globalisasi adalah meluas dan meningkatnya hubungan
7
ekonomi, sosial dan budaya yang melewati batas-batas internasional.
Secara global, dunia mengalami perubahan-perubahan mendasar terutama ditandai
oleh kecendrungan dunia yang semakin terbuka dan tanpa batas (borderless), persaingan
(competitiveness) serta perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat.
Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua dan
negara, menerobos berbagai pelosok baik perkotaan maupun pedesaan melalui media
audio (radio) dan audio visual (televisi, internet, dan lain- lain). Fenomena modern yang
terjadi di era millennium ini popular dengan sebutan globalisasi. Sebagai akibatnya, media
ini dapat dijadikan alat yang sangat ampuh untuk menanam, atau sebaliknya merusak nilai-
nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola fikir seseorang oleh mereka yang
mempunyai kekuasaan terhadap media tersebut.
Perkembangan intelektual seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan
faktor-faktor lain yang bersifat teologis, sosiologis, maupun politis. Dan juga sangat
dipengaruhi oleh kecanggihan dalam mengadopsi dan mengadaptasikan secara kreatif
fenomena-fenomena yang ada disekitarnya, termasuk perkembangan teknologi dan
informasi yang begitu cepat, semua itu saling berkaitan satu sama lain.
Sebuah produk pemikiran tidak bisa dilepaskan dari latar belakang kehidupan di mana
dia hidup dan lingkungan yang mengelilinginya, yang pada gilirannya akan sangat
mempengaruhi cara pandang dan konsep yang dirumuskan oleh seorang intelektual. Dalam
situasi dan kondisi seperti ini, ketika teknologi muslim jauh tertinggal dari Barat. Usaha
mengejar ketinggalan ini kaum muslim memberi tanggapan pada dua hal, yaitu merumuskan
sikap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi peradaban Barat Modern,
dan terhadap tradisi Islam. Kedua unsur ini masih mewarnai pemikiran muslim sampai
sekarang.
Teknologi sebagai cabang ilmu telah memberikan kontribusi yang sangat positif dalam
kemudahan-kemudahan dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia sekaligus merupakan
sarana bagi kesempurnaan manusia di dunia ini. Tetapi disamping itu, teknologi juga
dianggap telah menghasilkan dampak negatif bagi kelestarian alam semesta, baik berupa
pencemaran lingkungan, bencana alam maupun pada kerusakan moralitas manusia. Namun
demikian persoalan ini tidak berdiri sendiri, karena tentu ada persoalan epistemologis dan
ontologis yang berada di belakangnya.
Ketika globalisasi dihadapkan dengan pendidikan Islam, terselip dua implikasi
sekaligus, yakni peluang dan tantangan.  Sebagai peluang, (globalisasi) satu sisi akan
memudahkan pendidikan Islam untuk mengakses berbagai informasi dengan mudah. Juga
memudahkan pendidikan Islam untuk menyebarluaskan (diseminasi) produk-produk
keilmuan yang memberikan manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat.  Sebagai tantangan,
ternyata globalisasi tidak hanya mempengaruhi tatanan kehidupan pada tataran makro,
tetapi juga mengubah tata kehidupan pada tataran mikro, misalnya terhadap ikatan
kehidupan sosial masyarakat. Fenomena disintegrasi sosial, hilangnya nilai-nilai tradisi,
8
lunturnya adat-istiadat, sopan santun, dan penyimpangan sosial lainya.
Pada sisilain, dari dampak negatif globalisasi ialah pemiskinan spiritual. Keringnya nilai-
nilai religiusitas tercermin dari perubahan cara pandang terhadap kehidupan
kemasyarakatan. Misalnya, tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi (tidak
produktif), dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional. Kalau mengacu pada persoalan di
atas, seperti yang dikatakan Zainuddin, bahwa pengaruh globalisasi, modernitas mempunyai

24 Komaruddin – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja


[MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN] 2021-2022

andil besar dalam merubah gaya dan pola hidup (life style) pada hampir semua lapisan
hidup masyarakat, termasuk masyarakat Muslim. Sehingga, tidak bisa dipungkiri bahwa
9
anak-anak belajar nilai kebanyakan dari budaya popular dan media massa.
Dari fenomena di atas, pengaruh globalisasi menyebabkan tantangan dalam dunia
pendidikan di Indonesia.Tantangan itu tidak hanya dialami dalam pendidikan Nasional saja,
10
melainkan termasuk dalam pendidikan Islam. Untuk itu, Muhaimin, mengatakan bahwa
bangsa Indonesia sedang menghadapi tantangan yang berat, terutama dalam konteks
pendidikan yang diakibatkan oleh pengaruh globalisasi, diantaranya;  Globalisasi di bidang
budaya, etika, moral, sebagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang transformasi dan
informasi. Para peserta didik saat ini telah mengenal berbagai sumber pesan dan media
pembelajaran, baik yang dapat dikontrol maupun yang sulit dikontrol,  Rendahnya tingkat
sosial-capital, dimana esensi dari sosial capital adalah trust (sikap amanah). Menurut
pengamatan sementara para ahli, bahwa dalam bidang sosial capital bangsa Indonesia
hampir mencapai titik “zero trust society”, atau masyarakat yang sulit dipercaya, berarti sikap
amanah yang sangat lemah,  Diberlakukannya globalisasi dan perdagangan bebas, berarti
persaingan alumni dalam pekerjaan semakin ketat,  Tenaga asing meningkat, sedangkan
tenaga Indonesia yang dikirim keluar negeri pada umumnya nonprofesional.
Adapun dampak negatif globalisasi terhadap dunia pendidikan di Indonesia dapat
dipelajari sebagai berikut.
1. Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan
sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait
menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia
pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan
pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya
ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind
dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka
11
memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.
2. Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah
juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam
materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi,
kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat
pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa
pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkohol, narkoba banyak
ditawarkan melalui internet. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
3. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat
menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa
terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat
tersebut.

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum)
pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya
dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan
dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang
berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan
sains dan teknologi secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan
agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen

2021-2022 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja - Komaruddin 25


2021-2022 [MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN]

Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan
serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat
kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh
Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan
karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang
tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya
sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang
menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi,
pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan
penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh
kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang
menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan
teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti
agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.
Islam pernah besar dan maju dalam berbagai dimensi kehidupan, baik secara
ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. Ini disebabkan karena banyaknya jumlah
kaum Muslimin yang mempunyai prestasi dalam berbagai ilmu pengetahuan. Ini adalah
sebuah fakta masa lalu. Ini seharusnya menjadi tantangan bagi kaum Muslimin untuk lebih
maju dalam menghadapi era globalisasi dan teknologi hari ini.

C. Pendidikan Islam di Era Globalisasi


Pendidikan Islam yang bercita-cita membentuk insan kamil yang sesuai dengan ajaran
al-Qur’an dan sunnah. Secara lebih spesifik pendidikan Islam adalah pendidikan yang
berdasarkan Islam atau sistem pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan
dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai fundamental yang terkandung dalam
sumbernya, yaitu al-Qur’an dan Hadits. Sehingga pendidikan Islam dapat berwujud
pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri dan dibangun dari al-Qur’an dan
12
Hadits. Yakni :  Memberikan pengajaran al-Qur’an sebagai langkah pertama pendidikan.
 Menanamkan pengertian-pengertian berdasarkan pada ajaran-ajaran fundamental Islam
yang terwujud dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dan bahwa ajaran-ajaran tersebut bersifat
abadi.  Memberikan pengertian-pengertian dalam bentuk pengetahuan dan skill dengan
pemahaman yang jelas bahwa hal-hal tersebut dapat berubah sesuai dengan perubahan
yang ada dalam masyarakat dan dunia.  Menanamkan pemahaman bahwa ilmu
pengetahuan tanpa basis iman adalah pendidikan yang tidak utuh dan pincang. 
Menciptakan generasi yang memiliki kekuatan baik dalam keimanan maupun penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.  Mengembangkan manusia islami yang berkualitas tinggi
13
yang diakui secara universal.
Mengingat luhurnya tujuan pendidikan Islam tersebut, sudah menjadi sebuah kewajiban
bagi seluruh umat Islam untuk kembali kepada khittah pendidikan Islamnya. Apalagi
keberadaan pendidikan Islam di era global ini harus mampu menjadi mitra perkembangan
dan pertumbuhannya, bukan menjadi counter attack yang justru akan berseberangan
dengan semakin pesatnya kemajuan. Sebab, era ini akan terus berjalan maju dan tidak akan
mengenal siapapun yang akan menjadi penikmatnya, dan kemajuannya akan mampu
menggilas dan menggerus apapun yang menghalanginya. Manusia mesti merasa berada
dalam suatu pesawat antariksa yang sama, yaitu bernama planet bumi. Dimana tak ada
yang sekedar berstatus penumpang namun semua adalah awak kapal. Manusia harus
menyadari keberadaannya dalam teater bumi, dimana tak ada yang hanya jadi penonton
14
tapi semuanya menjadi pelakon.
Ungkapan diatas, merupakan sebuah fenomena yang nyata terjadi di era digital
informasi yang menjadikan sebuah desa global. Maka pendidikan Islam seharusnya
membuka wacana sebuah pendidikan global yang mampu mengantarkan generasi muslim
pada sebuah peradaban modern. Adapun konsep pendidikan global tersebut atau yang

26 Komaruddin – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja


[MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN] 2021-2022

disebut juga multi cultural education yang mana pendidikan berpandangan tentang masalah
yang mendunia. Dengan berpandangan bahwa upaya menanamkan pandangan dan
pemahaman tentang dunia kepada peserta didik dengan menekankan pada saling
keterkaitan antar budaya, umat manusia dan planet bumi. Pendidikan global menekankan
pada peserta didik berfikir kritis dengan fokus substansi pada hal-hal yang mendunia yang
semakin bercirikan interpendensi, serta bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
skill, dan sikap yang diperlukan untuk hidup di dunia yang sumber dayanya kian menipis,
15
ditandai keragaman etnis, pluralisme budaya dan saling ketergantungan.
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus mampu menyiapkan sumber daya manusia
yang tidak hanya sebagai penerima informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal
kepada peserta didik agar dapat mengolah, menyesuaikan, dan mengembangkan segala hal
16
yang diterima melalui arus informasi itu, yakni manusia yang kreatif dan produktif.
Bersamaan dengan konsep pendidikan Islam di era global tersebut, perhatian prinsip
pendidikan Islam juga haruslah mengarah pada bagaimana konsep kemasyarakatan yang
cakupannya sangatlah luas. Konteks makro pendidikan tersebut yaitu kepentingan
masyarakat yang dalam hal ini termasuk masyarakat bangsa, negara dan bahkan juga
kemanusiaan pada umumnya, sehingga pendidikan Islam integratif antara proses belajar di
sekolah dengan belajar di masyarakat (learning society). Yakni hubungan pendidikan
dengan masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan
ekonomi, politik dan negara, karena pendidikan itu terjadi di masyarakat, dengan sumber
daya masyarakat, dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut untuk mampu
memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan sosial, ekonomi, politik
17
dan kenegaraan secara simultan. Hal ini menjadi perhatian khusus karena demi
pencapaian masyarakat madani yang sanggup berada di tengah percaturan dunia global.

1. Sistem Pendidikan Islam di Era Globalisasi


Gerakan pembaruan Islam dikalangan kaum Muslim di Timur Tengah berlangsung
pada saat musim haji. Mekkah dikala itu menjadi tempat berkumpulnya berbagai ide
yang datang dari seluruh penjuru dunia Islam. Pertukaran ide dan saling adanya
sharing pendapat merupakan hal yang lumrah dan wajar karena Mekkah
sebagai melting pot. Sebagai tempat bertemunya berbagai ide aka peranan Mekkah
sebagai pusat penyebaran ide-ide sangat dominan.
Hubungan antara Asia Tenggara dan Timur Tengah sudah lama terjadi.
Hubungan itu dalam tiga jalur. Pertama, hubungan ibadah, yakni Mekkah adalah
tempat penyelenggara ibadah haji. Kedua, hubungannya adalah dari segi Mekkah
sebagai tempat menuntut ilmu maka sejak abad ke-16, telah banyak orang-orang Asia
Tenggara melanjutkan studinya di Mekkah, bermukim bertahun-tahun disana dan
kembali ke Asia Tenggara. Ketiga, hubungan dilihat dari sudut banyaknya ulama Timur
Tengah yang dating ke Asia Tenggara bertindak sebagai mubaligh, pendidik dan
18
pengajar.
Para pelajar atau mahasiswa Islam yang berasal dari Asia Tenggara yang pada
masa itu bertujuan utama belajar dikota Mekkah, Madinah dan Kairo, disana mereka
bermukim kemudian setelah itu kembali ke Tanah Airnya membawa ide-ide yang
diperoleh selama tinggal di sana. Masuknya ide pembaruan tersebut kemudian
berdampak terhadap pembaruan pendidikan Islam di Asia Tenggara. Selain itu tidak
bisa diabaikan atau diragukan bahwa media cetak merupakan perangkat yang
instrumental dalam penyebaran ide-ide pembaruan di Asia Tenggara. Pada waktu itu
majalah Al-Manar merupakan perangkat media dalam penyebaran ide-ide di dunia
Melayu.
Al-Manar tidak hanya berpengaruh pada ide-ide pembaruan, tetapi juga
berpengaruh terhadap munculnya majalah pembaruan di Asia Tenggara diantaranya
majalah Al-Imam. Pengaruh jurnal Al-Imam di Sumatera Barat melahirkan jurnal baru
yang bernama Al-Munir yang sangat berpengaruh terhadap pembaruan pendidikan.

2021-2022 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja - Komaruddin 27


2021-2022 [MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN]

Menurut jurnal Al-Imam ada lima tujuan pendidikan. Pertama, meyakinkan


masyarakat muslim bahwa pengetahuan adalah hal yang pertama yang diperintahkan
oleh Tuhan dalam Al-Qur’an, dan bahwa Al-Qur’an berisi semua pengetahuan yang
penting untuk kemajuan umat manusia. Kedua, mengenalkan sistem baru pendidikan
didasarkan pada doktrin Al-Qur’an. Ketiga, membangun berbagai lembaga pendidikan
dengan kurikulum dan silabus yang baik. Keempat, mendorong dan mendampingi
pemuda muslim untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Kelima, menganjurkan para
penguasa, pemimpin tradisional, dan ulama untuk memberikan perhatian khusus dan
bertindak langsung guna mengembangkan sistem pendidikan Islam di Negeri mereka
sendiri.
Pengaruh jurnal Al-Imam terhadap pendidikan maka melahirkan sistem
pendidikan di Asia Tenggara yang sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini
ditandai oleh:
a. Sistem dari Sudut Pandang Kelembagaan
Tinjauan dari sudut pandang kelembagaan munculnya dorongan untuk
mendirikan Madrasah. Karena itu sejak awal abad ke-20 tumbuh dan
19
berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Madrasah. Bahkan
sesungguhnya munculnya Madrasah adalah merupakan salah satu ciri dari
lembaga pendidikan yang telah dipengaruhi oleh ide-ide pembaruan. Karena
dipandang dari sudut historis sebelum abad ke-20 penamaan lembaga pendidikan
yang disebut Madrasah belum dikenal luas, penamaan lembaga pendidikan
disesuaikan atau dipergunakan oleh masyarakat setempat, misalnya pesantren
popular di masyarakat Jawa, Dayah di Aceh, Surau di Sumatera Barat. Setelah
masuknya ide pembaruan dalam bidang pendidikan maka sejak awal abad ke-20
populerlah nama lembaga Madrasah.
Di Thailand perubahan-perubahan di dunia pendidikan Islam terkait
kelembagaan banyak dipengaruhi oleh turut sertanya pemerintah dalam
mendinamiskan pendidikan Islam, terbukti dengan banyaknya pondok-pondok
tradisional berubah menjadi sekolah-sekolah swasta Islam.
b. Sistem dari Sudut Pandang Kurikulum
Jurnal Al-Imam mendorong perumusan sistem pendidikan yang ideal yang
dibutuhkan tidak hanya untuk Islam yang murni tetapi juga untuk pengetahuan
modern yang sekuler. Dengan demikian, Al-Imam mengusulkan pendidikan
agama yang diperbaharui didalamnya dasar ajaran yang doctrinal yang kuat,
bahasa Arab, bahasa Inggris, dan pelajaran Sekolah modern akan diajarkan.
Secara bertahap pemahaman dikotomis digiring kearah munculnya kurikulum
20
yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan.
Sejak munculnya pembaruan pendidikan Islam di AsiaTenggara, maka
terjadilah perubahan kurikulum bagi lembaga pendidikan Islam yang telah
terpengaruh dengan ide pembaruan. Kurikulum pendidikan Islam tidak lagi hanya
semata-mata mengajarkan pelajaran agama saja, tetapi memasukkan mata
pelajaran umum kedalam kurikulumnya.

2. Lembaga Pendidikan Islam di Era Globalisasi


a. Pesantren
Banyak sekali definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pesantren. Dan
disebabkan semakin berkembangnya dinamika pesantren, maka agaknya
semakin sulit mendefinisikannya. Hanya saja mungkin ada ciri-ciri umum
pesantren yang dimiliki oleh seluruh pesantren yang terbagi beberapa pola. Ciri-
ciri umum itu adalah;  Pendidikan ilmu-ilmu agama Islam,  Mewujudkan nilai-
nilai Islam dalam kehidupan keseharian.
Menurut historisnya, pesantren telah tumbuh sejak ratusan tahun yang lalu
dan telah mengalami dinamika dari yang tradisional maupun yang modern.
Jumlah pesantren cukup banyak di Indonesia dan masing-masing memiliki ciri

28 Komaruddin – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja


[MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN] 2021-2022

khas tersendiri, karena banyaknya terasa sangat sulit untuk


21
menggeneralisikannya.
b. Sekolah
Pemerintah sejak tahun 1946 telah melaksanakn kerjasama antara
Departement Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan guna
terlaksananya pendidikan agama di sekolah. Ditinjau dari segi pelaksanaannya
setelah Indonesia meredeka dapat dibagi tiga fase. Fase pertama, sejak tahun
1946 sampai 1966 sebagai fase peletakan dasar dari pendidikan agama di
sekolah. Fase ini dapat dikatakan berupa fase pencarian bentuk dan masa
pembinaan awal. Fase kedua, fase setelah diadakannya Sidang Umum
MPRS/1966, TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 pasal 1 menetapkan Pendidikan
Agama Menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar
sampai perguruan tinggi. Fase ketiga, yaitu sejak diberlakukannya Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No. 2 Tahun 1989) dimana Pendidikan
22
Agama sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan.
c. Madrasah
Madrasah di Indonesia baru populer setelah awal abad ke-20. Kehadiran
madrasah sebagai lembaga pendidikan dilatarbelakangi oleh munculnya
semangat pembaruan pendidikan Islam di Indonesia. Madrasah sebagai lembaga
pendidikan yang muncul setelah pesantren dan sekolah.
Ditinjau dari segi dinamika dan perkembangannya, madrasah setelah
Indonesia merdeka juga dapat dibagi tiga fase. Fase pertama, sekitar tahun 1945-
1974. Pada fase ini madrasah menekankan materi pendidikannya kepada
penyajian ilmu agama, dan sedikit pengetahuan umum. Disebabkan hal itulah
maka pengakuan ruang lingkup madrasah hanya berada di lingkungan
Departemen Agama. Fase kedua adalah fase diberlakukannya Surat Keputusan
Bersama Tiga Menteri tahun 1975. Dengan dilaksanakannya SKB Tiga Menteri ini
berarti ;  Eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam lebih mantap
dan kuat,  Pengetahuan umum pada madrasah lebih meningkat,  Fasilitas fisik
dan peralatan lebih disempurnakan,  Adanya civil effect terhadap ijazah
madrasah.
Fase ketiga adalah fase setelah diberlakukannya Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU No. 2 Tahun 1989) dan diiringi dengan sejumlah
Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 dan 29. Madrasah pada fase ini dijelaskan
secara eksplisit adalah sekolah yang berciri khas agama, makna yang terkandung
didalamnya bahwa madrasah pada tingkat dasar dan menengah memberlakukan
kurikulum sekolah yang ditambah dengan kurikulum ilmu-ilmu agama sebagai ciri
23
khasnya.
d. Pendidikan Tinggi Islam
Lembaga pendidikan tinggi Islam pertama didirikan di Jakarta pada tanggal
27 Rajab 1364 H, bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 dan diberi nama STI
(Sekolah Tinggi Islam). Namun pada tahun 1948 STI dipindahkan ke Yogyakarta
dan diubah menjadi UII (Universitas Islam Indonesia). Dalam perkembangannya
fakultas yang ada di UII diubah statusnya menjadi negeri (diserahkan kepada
pemerintah) sehingga terpisah dari UII dan menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi
Agama Islam). PTAIN berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun
1950. Akan tetapi, operasionalnya secara praktis baru dimulai pada tahun 1951.
PTAIN mempunyai jurusan Tarbiyah, Qadha, dan Dakwah. Mata
pelajarannya didampingi oleh mata pelajaran umum. Di Jakarta, pada tanggal 15
Mei 1957, didirikan pula Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) berdasarkan
ketetapan Menteri Agama No.1 Tahun 1957. Tujuannya adalah mendidik dan
mempersiapkan pegawai negeri yang akan mencapai ijazah pendidikan semi
akademi dan akademi untuk dijadikan ahli didik agama pada sekolah-sekolah
lanjutan baik umum maupun kejuruan dan agama. Perkembangan selanjutnya

2021-2022 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja - Komaruddin 29


2021-2022 [MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN]

adalah adanya keinginan untuk lebih meningkatkan peran dan status pendidikan
tinggi agama. Oleh karena itu, PTAIN dan ADIA disatukan menjadi satu kesatuan
sehingga terbentuk lembaga pendidikan tinggi Islam yang baru dan diberi nama
IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Selain IAIN adapula STAIN. STAIN pada
awalnya berasal dari fakultas-fakultas yang berada didaerah dan berinduk ke
IAIN.
Sesuai dengan arus perkembangan keilmuwan di IAIN yang ingin
mengembangkan ilmu yang dibangun atas dasar integrasi antara ilmu-ilmu agama
dan umum, maka sejak awal tahun 1990-an telah berkembang wacana untuk
menjadikan dan mengembangkan ilmu-ilmu yang ada di IAIN terintegrasi antara
ilmu agama dan umum. Sejalan dengan itu berkembanglah keinginan untuk
merubah IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). IAIN yang telah berubah
wujud menjadi UIN adalah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, IAIN Alaudin Makasar, IAIN Sunan Kalijaga Bandung, IAIN Syarif
Qasim Pekan Baru, STAIN yang telah berubah menjadi UIN adalah STAIN
Malang.
Jika dilihat dari segi sejarah perkembangan pendidikan pendidikan tinggi
Islam di Indonesia, maka perjalanan evolusi perkembangan ini sudah saatnya
24
perguruan tinggi-perguruan tinggi Islam itu menjadi universitas.

3. Problematika Pendidikan Islam di Era Globalisasi


Pendidikan Islam diakui keberadaannya dalam sistem pendidikan yang terbagi
menjadi tiga hal. Pertama, Pendidikan Islam sebagai lembaga diakuinya keberadaan
lembaga pendidikan Islam secara Eksplisit. Kedua, Pendidikan Islam sebagai Mata
Pelajaran diakuinya pendidikan agama sebagai salah satu pelajaran yang wajib
diberikan pada tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Ketiga, Pendidikan Islam
25
sebagai nilai (value) yakni ditemukannya nilai-nilai islami dalam sistem pendidikan.
Walaupun demikian, pendidikan Islam tidak luput dari problematika yang muncul
di era global ini. Terdapat dua faktor dalam problematika tersebut, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal
1) Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan
manusia, atau mengangkat harkat dan martabat manusia atau human
dignity, yaitu menjadi khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung
jawab memakmurkan kehidupan dan memelihara lingkungan. Tujuan
pendidikan yang selama ini diorientasikan memang sangat ideal bahkan,
lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak pernah terlaksana dengan baik.
Orientasi pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan secara nasional,
barangkali dalam konteks era sekarang ini menjadi tidak menentu, atau kabur
kehilangan orientasi mengingat adalah tuntutan pola kehidupan pragmatis
dalam masyarakat indonesia. Hal ini patut untuk dikritisi bahwa globalisasi
bukan semata mendatangkan efek positif, dengan kemudahan-kemudahan
yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan yang disebabkan olehnya
menjadikan disorientasi pendidikan. Pendidikan cenderung berpijak pada
kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar lapangan, kerja, sehingga ruh
pendidikan islam sebagai pondasi budaya, moralitas, dan social
26
movement (gerakan sosial) menjadi hilang.

2) Masalah Kurikulum
Sistem sentralistik terkait erat dengan birokrasi atas bawah yang sifatnya
otoriter yang terkesan pihak “bawah” harus melaksanakan seluruh keinginan

30 Komaruddin – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja


[MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN] 2021-2022

pihak “atas”. Dalam sistem yang seperti ini inovasi dan pembaruan tidak akan
muncul. Dalam bidang kurikulum sistem sentralistik ini juga mempengaruhi
output pendidikan. Tilaar menyebutkan kurikulum yang terpusat,
penyelenggaraan sistem manajemen yang dikendalikan dari atas telah
menghasilkan output pendidikan manusia robot. Selain kurikulum yang
sentralistik, terdapat pula beberapa kritikan kepada praktik pendidikan
berkaitan dengan saratnya kurikulum sehingga seolah-olah kurikulum itu
kelebihan muatan. Hal ini mempengaruhi juga kualitas pendidikan. Anak-anak
27
terlalu banyak dibebani oleh mata pelajaran.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum Pendidikan Islam
tersebut mengalami perubahan-perubahan paradigma, walaupun paradigma
sebelumnya tetap dipertahankan. Hal ini dapat dicermati dari fenomena
berikut : a) perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingat tentang teks-
teks dari ajaran-ajaran agama islam, serta disiplin mental spiritual
sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan makna
dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran
Pendidikan Islam. b) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan
absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam
memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai islam. c) perubahan
dari tekanan dari produk atau hasil pemikiran keagamaan islam dari para
pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan
produk tersebut. d) perubahan dari pola pengembangan kurikulum pendidikan
Islam yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan
menyusun isi kurikulum pendidikan Islam ke arah keterlibatan yang luas dari
para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasikan tujuan
28
Pendidikan Islam dan cara-cara mencapainya.
3) Pendekatan/Metode Pembelajaran
Peran guru atau dosen sangat besar dalam meningkatkan kualitas
kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam mengajar, ia harus mampu
membangkitkan potensi guru, memotifasi, memberikan suntikan dan
menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola pembelajaran yang kreatif dan
kontekstual (konteks sekarang menggunakan teknologi yang memadai). Pola
pembelajaran yang demikian akan menunjang tercapainya sekolah yang
unggul dan kualitas lulusan yang siap bersaing dalam arus perkembangan
zaman.
Siswa atau mahasiswa bukanlah manusia yang tidak memiliki
pengalaman. Sebaliknya, berjuta-juta pengalaman yang cukup beragam
ternyata ia miliki. Oleh karena itu, dikelas pun siswa/mahasiswa harus kritis
membaca kenyataan kelas, dan siap mengkritisinya. Bertolak dari kondisi
ideal tersebut, kita menyadari, hingga sekarang ini siswa masih banyak yang
senang diajar dengan metode yang konservatif, seperti ceramah, didikte,
karena lebih sederhana dan tidak ada tantangan untuk berfikir.
4) Profesionalitas dan Kualitas SDM
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia
sejak masa Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang
masih belum memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga
kependidikan lainnya agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu
dan profesionalisme masih belum memenuhi harapan. Banyak guru dan
tenaga kependidikan masih unqualified, underqualified, dan mismatch,
sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan
29
menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.
5) Biaya Pendidikan

2021-2022 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja - Komaruddin 31


2021-2022 [MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN]

Faktor biaya pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalan


tersendiri yang seolah-olah menjadi kabur mengenai siapa yang bertanggung
jawab atas persoalan ini. Terkait dengan amanat konstitusi sebagaimana
termaktub dalam UUD 45 hasil amandemen, serta UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional yang memerintahkan negara
mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN dan APBD di masing-masing
daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi. Bahkan, pemerintah
mengalokasikan anggaran pendidikan genap 20% hingga tahun 2009
sebagaimana yang dirancang dalam anggaran strategis pendidikan.

b. Faktor Eksternal
1) Dichotomic
Masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan Islam adalah
30
dichotomy, dalam beberapa aspek yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu
Umum, antara Wahyu dengan Akal setara antara Wahyu dengan Alam.
Munculnya problem dikotomi dengan segala perdebatannya telah
berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai tampak pada masa-
masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak ilmu
pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul
persaingan yang tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat
julukan sebagai mahkota semua ilmu.
2) To General Knowledge
Kelemahan dunia pendidikan Islam berikutnya adalah sifat ilmu
pengetahuannya yang masih terlalu general/umum dan kurang
memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah (problem solving).
Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang membumi dan kurang
selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein Alatas
menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/
pemecahan masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang
mendasar kualitas sebuah intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang
membedakan dengan non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk
berfikir dan tidak mampu untuk melihat konsekuensinya.
3) Lack of Spirit of Inquiry
Persoalan besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia
pendidikan Islam ialah rendahnya semangat untuk melakukan
penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas merujuk kepada pernyataan
The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al-Afghani, Menganggap
rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat intelektual) menjadi salah satu
faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran Islam di Timur Tengah.
4) Memorisasi
Rahman menggambarkan bahwa, kemerosotan secara gradual dari
standar-standar akademis yang berlangsung selama berabad-abad tentu
terletak pada kenyataan bahwa, karena jumlah buku-buku yang tertera dalam
kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang diperlukan untuk belajar juga
terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat menguasai materi-materi yang
seringkali sulit untuk dimengerti, tentang aspek-aspek tinggi ilmu keagamaan
pada usia yang relatif muda dan belum matang. Hal ini pada gilirannya
menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi tekstual dari pada pemahaman
pelajaran yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan dorongan untuk belajar

32 Komaruddin – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja


[MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN] 2021-2022

dengan sistem hafalan (memorizing) daripada pemahaman yang


sebenarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad pertengahan yang
akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya komentar dan bukan
karya-karya yang pada dasarnya orisinal.
5) Certificate Oriented
Pola yang dikembangkan pada masa awal-awal Islam, yaitu thalab
al’ilm, telah memberikan semangat dikalangan muslim untuk gigih mencari
ilmu, melakukan perjalanan jauh, penuh resiko, guna mendapatkan
kebenaran suatu hadits, mencari guru diberbagai tempat, dan sebagainya.
Hal tersebut memberikan isyarat bahwa karakteristik para ulama muslim
masa-masa awal didalam mencari ilmu adalah knowledge oriented. Sehingga
tidak mengherankan jika pada masa-masa itu, banyak lahir tokoh-tokoh
besar yang memberikan banyak konstribusi berharga, ulama-ulama
encyclopedic, karya-karya besar sepanjang masa.
Sementara, jika dibandingkan dengan pola yang ada pada masa
sekarang dalam mencari ilmu menunjukkan kecenderungan adanya
pergeseran dari knowledge oriented menuju certificate oriented semata.
Mencari ilmu hanya merupakan sebuah proses untuk mendapatkan sertifikat
atau ijazah saja, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati
31
prioritas berikutnya.

D. Solusi Problematika Pendidikan Islam di Era Global


Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin
menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju
era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan
tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel sehingga
para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis.
Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta
didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh
kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu, pendidikan harus
menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor yang
dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan
dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah
32
mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.
Posisi ilmu pengetahuan dalam agama menjadi tema yang sentral. Ini dapat
ditemukan dalam beberapa teks, baik al-Qur’an maupun hadist. Dalam al- Qur’an, Allah
33
menjanjikan derajat tinggi bagi mereka yang berilmu. Namun demikian, mayoritas
intelektual Islam masih belum dapat menerima sepenuhnya berbagai pendekatan keilmuan
yang dimiliki dari luar dunia Islam. Ada penolakan untuk mengadopsi metodologi ilmu
pengetahuan dari Barat. Sebenarnya memanfaatkan kaedah-kaedah dan temuan ilmu-ilmu
yang non keIslaman untuk membangun kembali konstruksi keilmuan dan metodologi agama
Islam adalah sangat diperlukan.
Menurut Nurcholis Madjid, ilmu pengetahuan dan agama mempunyai dua wajah; sosial
dan intelektual. Ilmu pengetahuan telah berinteraksi dengan agama, menurut Nurcholis,
umat Islam perlu melakukan pembaharuan, karena lewat pembaharuan pemikiranlah, Islam
dapat mengisi proses demokrasi yang sedang berjalan, dan mampu menghadapi tantangan
34
global. Seorang muslim yang ideal tentu akan memandang hidup ini sebagai ladang untuk
beramal baik. Untuk mewujudkan itu, semua muslim mesti memiliki ilmu pengetahuan yang
akan menopang proses amal tersebut. Dengan kesadaran yang tinggi bahwa Tuhanlah yang
sakral, seorang muslim tidak khawatir untuk mengembangkan berbagai jenis ilmu
pengetahuan, bahkan seorang muslim tidak perlu takut untuk belajar dari agama dan
35
peradaban lain. Inilah fondasi keberimanan yang substantive.

2021-2022 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja - Komaruddin 33


2021-2022 [MATA KULIAH ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN]

Solusi pokok menurut Rahman adalah pengembangan wawasan intelektual yang


kreatif dan dinamis dalam sinaran dan terintegrasi dengan Islam harus segera dipercepat
prosesnya. Sementara itu, menurut Tibi, solusi pokoknya adalah secularization, yaitu
industrialisasi sebuah masyarakat yang berarti diferensiasi fungsional dari struktur sosial dan
36
sistem keagamaannya.
Dari berbagai macam tantangan tersebut maka menuntut para pengelola lembaga
pendidikan, terutama lembaga pendidikan Islam untuk melakukan perenungan dan
penelitian kembali apa yang harus diperbuat dalam mengantisipasi tantangan tersebut,
model-model pendidikan Islam seperti apa yang perlu ditawarkan di masa depan, yang
sekiranya mampu mencegah dan atau mengatasi tantangan tersebut. Melakukan nazhar
dapat berarti at-tammamul al-fahsh yakni melakukan perenungan atau menguji dan
memeriksanya secara cermat dan mendalam, dan bisa berarti taqlib al-bashar wa al
bashirah li idrak al-syai’ wa ru’yatihi yakni melakukan perubahan pandangan (cara pandang)
dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk menangkap dan melihat sesuatu, termasuk di
dalamnya adalah berpikir dan berpandangan alternatif serta mengkaji ide-ide dan rencana
kerja yang telah dibuat dari berbagai perspektif guna mengantisipasi masa depan yang lebih
37
baik.

E. Penutup
Ajaran agama Islam mewajibkan umat pemeluknya supaya sanggup menjadi umat
yang terpelajar, dimana jumlah orang yang berpendidikan harus semakin meningkat,
sedangkan jumlah orang yang tidak berpendidikan akan terus berkurang dan akhirnya
lenyap. Pendidikan adalah proses mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai
tujuan hidup secara efektif dan efisien. Pendidikan Islammembimbing anak didik dalam
perkembangan dirinya, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang
utama pada anak didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum Islam.
Dalam berbagai takaran dan dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi.
Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut.
Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif
dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan.
Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.

Daftar Pustaka
Abdul Wahid, 2008. Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Semarang: Need’s Press
Ajid Thohir, 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Anggara Dwi, F H dan Prayitno N. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni Cikarang
Barat. Jakarta: Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES MH. Thamrin), Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol 5/ No. 1
Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, 2009. Pendidikan Islam Kontemporer, Bandung : PT. Refika Aditama
Haidar Putra Daulay, 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta : Rineka Cipta
Haidar Putra Daulay, 2004. Pendidikan Islam : Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana
John Echols dan Hassan Shadily, 1992. Kamus Inggris-Indonesia Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Lorens Bagus, 1996. Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
M. Amin Abdullah, 1997. Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Yogjakarta : Pustaka Pelajar
Micklethwait, John dan Adrian Wooldridge. 2007. A Future Perfect ; The Challenge dan Hidden Promise of Globalization. US : Crown
Business
Muhaimin, 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam: Dari Paradigma Pengembangan, Manajemen, Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi
Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Press
Muhaimin, 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam: Mengurai benang kusut dunia pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Muhammad Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, Menyiapkan Generasi Ulul Albab Malang : UIN Malang Press
Musthofa Rembangy, 2010. Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisasi, Yogyakarta : Teras
Nurcholis Majid, 1987. Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan
Robert Jackson dan Georg Sorensen, 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta : Pustaka Belajar
Samsul Nizar, 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Wahid. Abdul. 2008. Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam. Semarang : Need’s Press
Winarno Narmoatmojo, “Dinamika Peradaban Global dan Pengaruhnya Bagi Negara dan Bangsa”
Wuryan, Sri dan Syaifullah. Ilmu Kewarganegaraan (Civic). Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Jogjakarta : Gigraf Publishing
Zubaidi, 2012. Isu-Isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

34 Komaruddin – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Baturaja

Anda mungkin juga menyukai