Anda di halaman 1dari 6

EKSISTENSI PEMUDA DAN SISI GELAP MASYARAKAT MODERN

AHMAD, S.Pd.I, M.Pd


Dosen STAI Al-Amin Dompu

Ketika berbicara mengenai pemuda, banyak hal yang menarik dan hal-hal yang
menyenangkan. Karena dalam fase kesatriaannya, kita akan menemukan berbagai macam
hal tentang pencarian jati diri dalam mencari mozaik masa depan yang masih terlihat
samar-samar. Sebuah pepatah mengataan “Negara yang tangguh salah satunya bisa dilihat
dari sosok pemudanya”. Bahkan Rasulullah mengisyaratkan bahwa pemuda adalah salah
satu dari lima pilar yang dibutuhkan untuk membangun Negara tangguh selain pemimpin
yang adil, ulama, wanita shalihah, dan umat yang baik.
Seharusnya, sebagai pemuda Islam merasa tersanjung dengan hal tersebut kemudian
berusaha melakukan yang terbaik untuk mewujudkannya. Tapi, mungkin saja ada
beberapa dari kita merasa bingung, tidak puas dan bertanya, “kenapa harus pemuda?”.
Jawabannya cukup sederhana, karena pemuda adalah kumpulan anak-anak muda dengan
semangat besar, daya serap dan pikir yang cepat, dan juga fisik yang masih prima. Karena
peranan pemuda yang strategis itulah, Soekarno sampai berani mengatakan sesuatu yang
masih dikenang dunia hingga sekarang, “berikan kepadaku 1000 orang tua, aku sanggup
mencabut Semeru dari uratnya. Tapi, berikan kepadaku 10 pemuda maka aku sanggup
mengguncangkan dunia.”
Pemuda islam hari ini adalah gambaran masa depan agama, bangsa, dan Negara. Apa
bila pemudanya produktif maka akan produktif pula agama, bangsa, dan Negara ke
depannya. Dr. Syakir Ali Salim berpendapat, pemuda Islam merupakan tumpuan umat, oleh
karena itu sangat diperlukan di masyarakat, lebih-lebih di masyarakat modern hari ini.
Untuk itu, perlu kiranya penulis paparkan terlebih dahulu tentang sisi gelap masyarakat
modern sehingga pada akhirnya akan bisa memahami bagaimana eksistensi pemuda
menghadapi sisi gelap masyarakat modern.

Kondisi Riil Mayarakat Modern


Sebagaimana telah kita ketahui bahwa, kehidupan masyarakat sekarang sudah
mengalami perubahan drastis, dikarenakan pengaruh hegemoni Barat sekuler yang
mengajarkan tentang nilai-nilai kebebasan dalam semua lini kehidupan. Propaganda Barat
melalui media masssa seperti televisi, hand phone, internet dan lain-lain sangat
berpengaruh terhadap perubahan kehidupan masyarakat dewasa ini, mulai dari anak-anak,
remaja, orang dewasa bahkan orang tua ikut berpengaruh dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang dikonstruksi oleh orang-orang Barat sekuler hari ini.
Kita bisa melihat dengan mata kepala sendiri bahwa, degredasi moral semakin kentara di
tengah-tengah kehidupan masyarakat kita sekarang seperti kasus pembunuhan,
pemerkosaan, tawuran antar pelajar, korupsi besar-besaran, penistaan, perampokan,
perzinahan, narkoba, minum-minuman keras dan lain sebagainya. Kasus-kasus sepeti itu
membuktikan kepada kita bahwa, kehidupan masyarakat modern semakin hari semakin
terjadi penurunan kualitas dari nilai-nilai moralitas.
Kondisi demikian terjadi dikarenakan masyarakat sekarang sudah terkontaminasi
dengan arus globalisasi. Globalisasi atau yang disebut dengan zaman modern diakui
memiliki dua sisi, sisi positif dan negatif sekaligus. Modernisme dapat diibaratkan seperti
pisau bermata dua. Di satu sisi, modernisme telah mendatangkan berkah dan kebaikan
yang luar biasa bagi kehidupan umat manusia. Namun, di sisi lain, modernisme telah pula
menimbulkan laknat dan kutukan yang membuat manusia di landa kecemasan yang tiada
tara. Dari sisi inilah, modernisme mendapat julukan sebagain “Abad Kecemasan” (The Age
of Anxiety). Dari sisi ini, ada beberapa fenomena yang amat menonjol dan memperlihatkan
dengan jelas sisi gelap modernisme.
Pertama, timbulnya fenomena saintisme di dunia Barat di mana ilmu telah menjadi
ideologi baru bahkan agama baru (pseudoagama). Fenomena ini, seperti diutarakan Sayyid
Qutub, sudah tampak sejak abad XVII M. yang menyebabkan masyarakat Barat membuang
semua keyakinan agama yang sakral. Mereka menolak semua itu, dan hanya percaya pada
ilmu pengetahuan, dan kepercayaan ini telah mencapai tingkat yang amat tinggi. Saintisme
mencapai puncaknya pada abad XVIII dan XIX dimana ilmu telah menjadi “berhala” yang
dipertuhankan oleh manusia modern. Sepeti Tuhan, ilmu dipandang memiliki ketetapan
yang amat kuat dan tidak dapat sedikitpun keraguan dan kebatilan di dalamnya. Namun
lanjut Qutub, sejak permulaan abad XX, kayakinan di atas telah goyah karena terbukti
watak ilmu pengetahuan itu tidak pernah tetap dan selalu berubah-ubah. Temuan-
temuannya setiap saat dapat dikoreksi. Anehnya, ilmu penegetahuan itu sendiri yang
mengoreksinya dari waktu ke waktu. Jadi, ilmu pengetahuan yang diperlihatkan dengan
jelas kelemahan-kelemahan sendiri dalam konsep-konsepnya, instrument-instrumennya,
dan kriteria-kriteria penetapannya. Dari paparan di atas, ilmu pengetahuan bukan berarti
tidak penting bagi umat manusia, akan tetapi masyarakat pada abad modern sekarang
memisahkan agama dengan ilmu pengetahua itu sendiri, sehingga melahirkan pola pikir
yang liberal dan sekuler. Padahal anatara ilmu dan agama tidak bisa dipisahkan, bahkan
ilmu dan agama bagaikan mata rantai yang yang saling mengikat dan berkesenambungan.
Kedua, kirisis lingkungan dan kemanusiaan. Telah dikemukakan bahwa dalam
modernisme terdapat ide kemajuan (concept og progress). Ini yang menyebabkan manusia
atau masyarakat modern menjadi sangat pogresif dan agresif dalam mengejar kemajuan.
Dengan bantuan IPTEK, mereka ingin menguasai dan menaklukkan mitos kekuatan alam
semesta. Akibatnya, terjadi eksplorasi dan eksploitasi besar-besaran terhadap alam yang
mengakibatkan rusaknya ekosistem. Kerusakan alam dan lingkungan ini persis seperti
yang digambarkan al-Quran yakni karena ulah dan keserakahan manusia. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam al-Quran surat al-Rum ayat 41 berikut: “Telah nampak keruskan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)”.
Modenisme telah pula melahirkan krisis sosial dan kemanusiaan dalam bentuk
penjajahan dan kolonialisme. Atas nama kemajuan dan karena kompetisi merebut
kemajuan, bangsa-bangsa Barat melakukan penaklukan dan penjajahan terhadap seluruh
negeri di Asia dan Afrika. Penjajahan ini telah menimbulkan kerugian yang luar biasa besar
baik material maupun sosial dan kultural yang bekas-bekasnya masih dirasakan hingga
sekarang. Ironisnya, penjajahan ini terus berlangsung hingga sekarang dalam bentuk
penguasaan ekonomi, poklitik, sosial budaya dan IPTEK oleh Negara-negara Maju atas
Negara-negara Berkembang, termasuk Negara-negara Islam. IPTEK telah dipergunakan
untuk mendukung kelangsungan penjajahan model baru ini. Itu sebabnya, meski dunia kini
memasuki era global, namun globalisasi dalam bidang IPTEK tetap terbatas. Iptek dalam
arti produk memang meluas dan menyebar di Negara-negara Berkembang. Namun, IPTEK
dalam arti proses tetap dikuasai Negara-negara maju sebagai “Agen Tunggal”
pengembangan dan penguasaan IPTEK. Akibatnya, seperti dikatakan pemikir islam
kontemporer Bassam Tibi, terjadi konflik besar antara The dominant scientific-technology
Western culture and the preindustrial non-Western culture, sehingga masyarakat dunia
(word society) menjadi timpang alias tidak setara (non egalitarial), atau seperti
dikemukakan tokoh perdamaian Norwegia, Jhon Galtung “kita hidup dalam suatu tatanan
dunia yang feodal”. Modernisme diakui telah mendatangkan kekayaan secara material,
tetapi sangat kering dan miskin secara etika dan moral. Segala sesuatu cenderung dilihat
dari sudut kemajuan material. Ini sesungguhnya merupakan degredasi dan reduksi
terhadap kualitas hidup manusia. Akibatnya, nilai-nilai luhur kemanusiaan, sepeti kasih
sayang, kebersamaan, solidaritas, dan persaudaraan sebagai sesama manusia kurang
mendapat perhatian yang wajar dalam masyarakat modern.
Ketiga, materialisme modernitas. Modernitas, tulis John L. Esposito, tumbuh dari
akar-akar materialisme. Buktinnya, modernisme ditopang oleh mesin ekonomi yang
disebut kapitalisme. Kapitalisme merupakan motor dan penggerak modernisme. Sebagai
lanjutan dari materialisme, kapitalisme merupakan suatu paham yang memberikan nilai
dan penghargaan amat tinggi terhadap kenikmatan lahiriyah. Modernisasi sering di
artikan, terutama di Negara-negara Berkembang, sebagai usaha meningkatkan taraf hidup
yang lebih makmur. Akibatnya, modernisme, seperti telah disinggung lebih tertarik pada
yang inderawi, lansung dan duniawi, dari pada yang rohani, tidak lansung, dan adiduniawi.
Dalam pandangan yang demikian, maka jelas kriteria moral dan etika akan terdesak oleh
kriteria manfaat dan kepentingan jangka pendek.
Keempat, Kehampaan spiritual masyarakat modern. Manusia modern, tulis Hossen
Nasr, mengidap penyakit ketidakseimbangan psikologis akibat usahanya untuk hidup
hanya dengan roti semata, membunuh semua Tuhan, dan membebaskan diri dari kekuatan
Surgawi. Manusia modern juga mengidap penyakit pelupa atau alienasi. Ia menjadi lupa
kepada dirinya sendiri, dan tentu saja lupa kepada pusat lingkungan eksistensi, yaitu Allah
SWT. Manusia modern menjadi sangat rentang penyakit karena ia sesungguhnya telah
kehilangan salah satu aspeknya yang paling fundamental, yaitu spiritualisme. Ini
merupakan ancaman bagi umat manusia. Kemajuan lahiriyah yang dicapai manusiua
modern telah menjadi berhala yang menghambat komunikasi dan hubungannya dengan
sumber kehidupan (Tuhan), sehingga kehidupan yang dibangunnya terasa sempit dan
gelap, serta jauh dari bimbingan dan pentujuk Tuhan, seperti yang digambarkan Tuhan
dalam al-Quran Surat Thaha ayat 124 berikut: “Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-
Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta”.
Jadi, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi atau yang disebut dengan jaman
modern, terdapat dampak positif dan dampak negatif di dalamnya. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi satu sisi dapat mempermudah manusia mengakses informasi
sebanyak-banyaknya dan dapat mempercepat manusia melakukan segala sesuatu. Akan
tetapi, disisi lain kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kebanyakan mengarahkan
manusia pada dehumansiasi dan degradasi moral yang berkepanjangan. Kalau kita lihat
dewasa ini, kebanyakan masyarakat kita lebih terpengaruh pada sisi negatif dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi lebih-lebih pada generasi muda.
Eksistensi Pemuda
Dari beberapa problematika yang terjadi pada masyarakat modern seperti yang telah
dipaparkan oleh penulis di atas, merupakan problematika yang harus segera diselesaikan
oleh masyarakat, terutama oleh generasi muda. Sebab pemuda mempunyai posisi yang
strategis di tengah-tengah kehidupan masyarakat yaitu sebagai agent of change dan agent
of control. Pemuda merupakan penggerak dalam merubah tata kehidupan yang ada di
masyarakat, yaitu merubah dari kebiasaan yang tidak baik menjadi kebiasaan yang baik,
dari tingkah laku yang menyimpang dan biadab menjadi tingkah laku yang beradab dan
lain sebagainya. Selain itu, pemuda juga sebagai penggerak dalam mengonrol kehidupan
masyarakat yang semakin hari semakin terjadi dehumanisasi dan semakin jauh dari nilai-
nilai moralitas. Dengan demikian, Pemuda harus terlibat aktif untuk memperbaiki tatanan
kehidupan masyarakat modern yang semakin jauh dari nilai-nilai moralitas.
Untuk merealisasikan agent of change dan agent of control, ada beberapa hal menurut
penulis yang perlu dilakukan oleh pemuda untuk mewujudkan generasi yang mampu
membawa perubahan di tengah kehidupan masyarakat modern yaitu sebagai berikut.
Pertama, pemuda harus terus meningkatkan kualitas SDM dengan mengintegrasikan
antara kekuatan pikir dan zikir. Berfikir (tafakkur) dan berzikir (tadzakur) merupakan
keharusan bagi setiap muslim. Orang mukmin sejati adalah orang yang selalu berzikir dan
berfikir sepanjang waktu seperti terbaca dengan jelas dalam surah al-Imran ayat 190-191
berikut ini:“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa
neraka”.
Ketika ayat ini turun, menururt riwayat yang bersumber dari ‘Abdullah ibn ‘Umar,
Nabi SAW ,menangis dan air matanya meleleh hingga membasahi janggutnya. Lalu,
katanya, “celaka orang yang membacanya, tetapi tidak merenungkan maknanya”. Alam
semesta, menurut ayat di atas, tidak diciptakan sia-sia. Artinya, setiap benda yang ada di
alam ini bersifat teologis dalam arti bergerak dan bekerja memenuhi tujuan penciptaan.
Karena itu, ber-tafakkur tentang alam semesta diyakini dalam mengantar manusia
menemukan Tuhannya. “jangan kau ragukan adanya Tuhan”, demikian kata Isaac Newton.
Berfikir itu sendiri, menurut al-Ghazali, di kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, berarti
menghadirkan dua pengetahuan dalam hati untuk kemudian menghasilkan pengetahuan
ketiga (idhar ma’rifataini li yastatsmir minhuma ma’rifah thsalitsah). Jadi, tafakkur pada
hakikatnya adalah kegiatan mencari pengetahuan baru atas dasar pengetahuan-
pengetahuan yang telah ada. Karena itu, dengan tafakkur, pengetahuan bertambah, dan
ilmu pun berkembang. Bagi al-Ghazali, tafakkur lebih tinggi tingkatannya dibanding
berzikir. Berzikir tidak menghasilkan pengetahuan baru, tetapi mengulang pengetahuan
yang sudah ada. Sedangkan tafakkur, seperti telah dikemukakan, menghasilkan
pengetahuan baru. Jadi, dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa zikir bersifat
duplikatif, sedangkan berfikir (tafakkur) bersifat produktif dan inovatif. Namu, zikir juga
menjadi penting, karena ia dapat mencerahkan pikiran. Dengan zikir, pemikiran menjadi
produktif dan inovatif. Jadi, antara berpikir dan berzikir tidak bisa dipisahkan dalam
menigkatkan kualitas SDM.
Kedua, pemuda harus terus semangat melakukan amar ma’ruf nahyi munkar dan
beriman kepada Allah. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa, tujuan agama menciptakan
masyarakat yang rahmatan lil ‘alamin di muka bumi hanya bisa dicapai lewat paket
mengajak kepada yang makruf, mencegah kepada yang mungkar, serta mengorientasikan
seluruh tujuan hidupnya hanya kepada Allah SWT. Jadi, untuk ketiga aspek yang dijelaskan
oleh penulis di atas (amar ma’ruf, nahyi munkar dan mengorientasikan seluruh tujuan
hidupnya hanya kepada Allah SWT), harus benar-benar direalisasikan dalam menjalani
kehidupan di muka Bumi. Apa bila kita mengambil salah satu ketiga aspek tersebut atau
tidak direalisasikan salah satunya maka akan terasa sulit untuk menciptakan masyarakat
yang rahmatan lil ‘alamiin.
Menyuruh kepada yang makruf, mencegah kepada yang munkar dan beriman kepada
Allah merupakan sifat universal manusia. Apa bila kita mengorientasikan diri kita kepada
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar tanpa mengorientasikan
diri kepada Allah, tujuan hidup kita tidak jelas dan rapuh. Banyak penyimpangan-
penyimpangan yang bakal terjadi di tengah perjuangan disebabkan oleh kepentingan-
kepentingan sesaat kelompok tertentu. Hilanglah sifat universalnya, menjadi berkotak-
kotak dan akhirnya bertengkar sendiri untuk berebut kekuasaan, kebenaran dan manfaat
jangka pendek. Ketiga konsep di atas dapat mengantarkan kita pada pengembangan
kulaitas SDM. Sebab konsep amar makruf dan nahyi munkar dapat mengembangkan
kualitas intelektualitas dan moralitas, sedangkan konsep iman kepada Allah dapat
mengembangkan kualitas spiritualitas. Maka dari itu, generasi muda harus benar-benar
menjalankan ketiga aspek di atas, agar mampu menciptakan masyarakat yang rahmatan lil
‘alamiin.
Ketiga konsep di atas (amr ma’ruf nahyi munkar dan beriman kepada Allah) adalah
tugas utama manusia. Apa bila manusia berhasil melakukan hal demikian, maka bisa
dikatakan umat terbaik. Hal demikian dijelaskan oleh Allah dalam Qur’an surat al-Imran
ayat 110 berikut:“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Semoga generasi muda bisa mengerti dan memahami serta merealisasikan tugas dan
tanggung jawabnya, sehingga pada akhirnya menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas
secara intelektual dan moralitas untuk mewujudkan masyarakat yang rahmatan lil ‘alamiin
dan masyarakat yang bermartabat di masa yang akan datang. Wallaahu a’lam.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

1. Nama : AHMAD, S.Pd.I, M.Pd


2. Tempat, Tanggal Lahir : Bima, 24 Mei 1992
3. Alamat Asal : RT.07 RW.01 Desa Raba Kec. Wawo Kab.
Bima
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Dosen
7. Status : Belum Kawin
8. Tinggi/Berat Badan : 165 Cm/45 Kg
9. Telepon/HP : 085 337 534 391
10. Email : ahmadankal2405@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. (2004) Lulus SDN Kombo Kec. Wawo Kab. Bima


2. (2007) Lulus MTs Pondok Pesantren Darul Hikmah Soncolela Kota Bima
3. (2010) Lulus MAN 1 Kota Bima
4. (2014) Lulus S1 Pendidikan Bahasa Arab UIN Mataram
5. (2017) Lulus Pascasarjana (S2) Jurusan Manajemen Pendidikan Islam UIN Mataram.

Anda mungkin juga menyukai