Anda di halaman 1dari 5

MENUJU LAUTAN LUAS

‫ِذ ِم ِلِه‬ ‫ِل‬ ‫ِت‬ ‫ِم‬ ‫ِم‬ ‫ِذ‬


‫َو َع َد الَّل ُه اَّل يَن آَم ُن وا ْنُك ْم َو َع ُل وا الَّص اَحِلا َلَيْس َتْخ َف َّنُه ْم يِف اَأْلْر ِض َك َم ا اْس َتْخ َلَف اَّل يَن ْن َقْب ْم‬
‫ِم ِد ِف‬ ‫ِذ‬ ‫ِد‬
‫َو َلُيَم ِّك َنَّن ُهَلْم يَنُه ُم اَّل ي اْر َتَض ى ُهَلْم َو َلُيَبِّد َلَّنُه ْم ْن َبْع َخ ْو ِه ْم َأْم نًا َيْع ُبُد وَنيِن ال ُيْش ِر ُك وَن يِب َش ْيئًا َو َمْن‬
)55:‫َك َف َر َبْع َد َذِلَك َفُأوَلِئَك ُه ُم اْلَف اِس ُقوَن (النور‬
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhaiNya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.”(QS 24:56)

Ikhwan wa akhwat fillah, harus kita sadari bahwa pengalaman menuju


syumuliyyatud-da’wah masih lama sampainya. Syumuliyyatud-da’wah (SD) baru sampai
tahap kita pelajari, kita yakini dan kita perjuangkan. Apalagi syumuliyyatul Islam (SI).
Mungkin SD baru akan tercapai ketika kita memasuki marhalah daulah dan SI sesudah
kita mencapai khilafah fil ard. Masih banyak sisi kehidupan yang belum tersentuh
dakwah kita dan belum terislamisasikan. Ini berarti jalan menuju SD dan SI masih jauh.
Namun demikian kita harus terus berusaha agar setiap perolehan da’wah kita selalu
takamuliyyah, terintegrasikan dengan perolehan-perolehan dakwah di masa lalu. Begitu
pun perolehan-perolehan masa lalu harus tetap terintegrasikan dengan perolehan-
perolehan masa kini.
Salah satu indikator keterpaduan masa lalu dengan masa kini ada pada perasaan
kita. Bahwa pada hakikatnya masa lalu kita persiapkan untuk masa kini kita, dan masa
kini, kita persiapkan untuk masa depan kita, sehingga tidak terputus. Bukan saja dari
segi estafeta organisasi tetapi juga secara moral tetap berkaitan, begitu pula secara
intelektual. Jangan sampai mafahim kita terbelenggu oleh masa lalu sehingga
menghadapi masa kini menjadi gamang.

1
Marhalah kita harus terus berkembang menuju syumuliyyatud-da’wah (SD). Kader-
kader kita harus mampu untuk mengikuti setiap jenjang menuju SD. Imam Syahid
mengajarkan kesungguhan dakwahnya kepada kita lewat pendekatannya ke warung-
warung kopi di Mesir. Yang sudah sadar dan paham dia bina. Yang sudah terbina dia
takwin. Begitu masuk takwin dia ajak kepada realita dakwah (seni, politik, ekonomi,
budaya dsb). Beliau lalu mengatakan: “Di setiap marhalah ada kebutuhannya sendiri-
sendiri, di setiap marhalah ada konsekuensinya sendiri-sendiri, dan di setiap marhalah
ada tokohnya sendiri-sendiri”. Kemudian beliau menguraikan panjang lebar tentang
resiko yang akan dihadapi di marhalah tanzhim yang aspeknya lebih banyak dibanding
masa lalu. Lalu beliau berucap, “Barang siapa yang tidak sanggup menghadapi
tantangan marhalah ini maka di barisan qa-idin tempatnya masih luas”. Mereka yang
telah terbina dengan baik digugah demikian bukannya duduk, malah semakin tergugah
untuk berinteraksi lebih tinggi lagi.
Kader-kader yang mampu berinteraksi dan mudah diingatkan atau digugah
nampak secara dini sebagai tokoh masa depan. Mudah-mudahan selaras dengan apa
yang dikatakan orang bahwa PK adalah Partai Masa Depan. Kita siap bergabung
dengan partai manapun yang memenuhi kriteria kita, yaitu memperjuangkan Islam.
Tujuan kita bukan memerintah dengan Islam tapi tetap diperintah dengan Islam. Bila ada
pemimpin Islam yang ikhlas kita siap menjadi prajurit pertama.
Potensi dakwah ini seperti aliran sungai yang awalnya turun dari langit, menyerap
ke tanah, lalu mengalir di aliran-aliran bawah tanah dan akhirnya ketemu di parit.
Namanya parit kecil, maka masih tertutupi oleh rumput dan sebagainya, namun sudah
mulai muncul ke permukaan. Lama-lama menuju anak sungai. Dari anak sungai air
mengalir menuju kelokan-kelokan sungai (dalam fiqhud da’wah biasa diistilahkan
mun’athafatud-da’wah). Kelokan membentuk kubangan-kubangan, biasanya banyak
ikan dan airnya berpusar-pusar di tempat. Kita jangan terjebak dalam mun’athafatud-
da’wah, jangan puas dengan ikan kecil dan berputar di pusaran-pusaran terbatas.
Tujuan kita adalah muara dan lautan lepas. Tatkala masih di sungai kita dibatasi oleh
tepian-tepian sungai. Tapi kalau sudah sampai di laut lepas yang membatasi kita adalah
benua-benua dan itupun masih menyambung dalam lautan luas. Harakah ini menyebar
menuju sebuah partai dunia, menyebarkan rahmatan lil ‘alamin. Ikannya pun bukan lagi
gabus dan lele, tapi hiu, kakap dan paus, walaupun tantangannya pun semakin
membesar seperti ombak, topan dan badai.
Ketika zaman sirriyyah tanzhimiyyah ujian kesabaran nggak jelas, karena relatif

2
masih berupa kesabaran bergaul dengan teman seusrah. Kesabaran seperti ini
gampang, shibghahnya sudah satu, fikriyyan dan akhlaqiyyan sudah sama, sabarnya
jadi enteng. Tetapi begitu kita bergaul dengan masyarakat luas, simpatisan yang belum
tarbiyah dan keanekaragaman karakter, budaya dan ideologi masyarakat, kesabaran
yang dituntut jauh lebih berat.
Dulu kita kerjanya mengevaluasi orang (nuhasibukum) tapi orang tidak bisa atau
tidak pernah mengevaluasi kita (laa yuhasibuna) karena jasad kita nggak kelihatan.
Sekarang sebaliknya. Sejak awal sudah saya ingatkan bahwa ketika kita muncul ke
permukaan secara struktural sudah barang tentu orang pun akan menilai dan
menganalogkan. Ketika baru muncul orang sudah ada yang menganalogkan “wah ini
IM” dan itu sudah ditulis orang bahwa PK adalah IM. Hal ini pernah dipermasalahkan,
saya bilang jangan dipermasalahkan. Muwashafat itu memang harus kelihatan orang,
karena itu adalah pancaran dari substansi. Yang nggak penting kelihatan orang itu
namanya. Yang disebut sifat dalam bahasa Arab adalah sesuatu yang melekat dengan
zat. Kalau melekat ya nggak bisa ditutupi. Maka wajar kalau orang sudah ada yang
mulai dapat melihat dan menerka. Nggak perlu takut disebut IM, tapi juga nggak perlu
ngaku-ngaku. Jangankan terhadap orang lain, terhadap sesama ikhwan sekalipun
nggak perlu ngaku-ngaku. Sudah menjadi budaya ikhwan dan akhwat kalau ada yang
ngaku malah jadi diragukan. Paling tidak ragu terhadap pemahamannya. Sudah menjadi
kebiasaan di lingkungan ikhwah kalau ditanya: “Antum minal Ikhwan?” jawabannya
adalah: “Saya mengharapkan kiranya dapat menjadi bagian dari mereka”
Dalam rangka mengembangkan kader masa kini serta mempersiapkan kader
masa depan guna kesiapan memasuki lautan luas, maka perlu ditekankan sekali
kepada kader-kader kita akan pentingnya mu’asharatud-da’wah (memiliki kemampuan
mengikuti kekinian dakwah atau mampu beradaptasi dengan dinamika dakwah).
Sehingga mereka mampu mengikuti perkembangan zaman dan siap mengatasi
berbagai problema kehidupan dunia.
Proses tarbiyah haruslah tetap menjadi perhatian utama, baik dalam bentuk formal
maupun informal. Oleh karena tugas ketarbiyahan kita semakin banyak, yakni segala
level harus ditarbiyah dan perlu dipahami bahwa tarbiyah itu stimulan. Jadi program
tarbiyah formal struktural sifatnya hanya stimulan, modal motivator. Lebih jauh, kalau
kita hanya mengandalkan program yang bersifat stimulan saja jelas tidak cukup. Agar
kader kita mumpuni dan sanggup mu’asharatud-da’wah maka ia harus meningkatkan
kemampuan interaktifnya (tafa’ul) dengan program-program struktural. Kalau

3
berinteraksi yang tertangkap jangan formatnya atau cangkangnya tapi harus
substansinya. Dalam hal ini setiap kader mesti dimotivasi untuk mampu mandiri
menyesuaikan dirinya dengan tuntutan syariat. Berikut ini ada 19 langkah yang dapat
dilakukan setiap kader dalam upaya menuju ke muara bersama-sama lalu mengarungi
lautan luas juga bersama-sama:
1. memperbaiki diri dan keluarganya (karena khilafah itu berawal dari diri dan
keluarga)
2. mengatur waktu seefektif mungkin (al-wajibat aktsaru minal auqaat, kewajiban
lebih banyak dari waktu yang tersedia)
3. meningkatkan kualitas diri dengan berbagai pendekatan menuntut ilmu
(membaca, berdiskusi, pelatihan, tafakkur, banyak bertanya dsb)
4. menghadiri pengajian rutin dan menyumbangkan pemikiran dan partisipasinya
5. mengikuti program-program partai
6. membentuk diri sebagai syakhsiyah barizah di tengah masyarakat
7. mendirikan lembaga-lembaga yang memiliki potensi melicinkan jalan menuju
lautan luas
8. terlibat dalam kepentingan masyarakat (melayani, membela dan turut
memecahkan problem mereka)
9. melakukan pendekatan kepada ashabul ‘ilmi, ashabul qolam, ashabul i’lan,
ashabul hukmi dan ashabul kalam.
10. menguasai parlemen
11. menguasai birokrasi
12. menguasai elemen-elemen penting lainnya yang berkaitan dengan pencapaian
kekokohan posisi di pemerintahan
13. membantu penyebarluasan dakwah ke seluruh penjuru dunia
14. ikut serta dalam solidaritas dunia Islam
15. membangun jalinan antar lembaga-lembaga Islam internasional, baik secara
formal maupun informal
16. menguasai jalur informasi dunia (penguasaan media, mewarnai media-media
asing dengan informasi yang benar dan akurat tentang Islam))
17. mensosialisasikan Islam dalam birokrasi pemerintahan di seluruh dunia
18. menyebarluaskan wacana khilafah
19. menyusun agenda-agenda penerapan menuju lautan luas

4
Saat ini agaknya perjalanan kita masih sangat panjang. Untuk itu senantiasa
diperlukan kerja keras dan kesungguhan guna percepatan ke arah sana. Kita tak boleh
tergesa-gesa, tapi tetap harus bergegas dan bersegera. Dari kita tidak dituntut hasil,
yang penting kita telah memulai dan berusaha seoptimal mungkin. Allah lah Penolong
kita satu-satunya yang dapat mempermudah langkah kita menuju lautan luas.
“Hasbunallahu wani’mal wakil ni’mal maula wani’man-nashir”

Anda mungkin juga menyukai