Anda di halaman 1dari 5

Marilah kita bertaqwa kepada Allah SWT, karena taqwa adalah langkah pertama

untuk bertaubat dari dosa-dosa yang telah lalu, yang kedua adalah menjauhkan diri
dari maksiat-maksiat yang akan datang. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
terhadap apa yang kita lakukan.
Jamaah Jumat Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

SYU”AIB bin Harb berkata: “Jangan menyepelekan uang receh (fulus) yang engkau
dapatkan dengan cara menaati Allah di dalamnya. Bukan uang receh itu yang akan
digiring (menuju Allah), akan tetapi ketaatanmu. Bisa jadi dengan uang receh itu
engkau membeli sayur-mayur, dan tidaklah ia berdiam di dalam rongga tubuhmu
hingga akhirnya dosa-dosamu diampuni.” (al-Hatstsu ‘ala at-Tijarah wa ash-Shina’ah,
karya Abu Bakr al-Khallal).

Dari pesan di atas bisa diambil benang merah jika baik buruknya suatu perkerjaan di
mata Allah bukanlah dinilai dari besar kecilnya gaji yang diperoleh, akan tetapi dari
cara kita melakukannya. Pertanyaan mendasar yang harus dicamkan adalah,
“Apakah Allah ridha dengan pekerjaan saya ini?” Inilah cara berpikir seorang Muslim,
sebagaimana diajarkan Nabinya; bukan menuruti logika materialis ateis yang hanya
mengedepankan pragmatisme, yang penting uang, uang, dan uang.
 
Bekerja mendapatkan rezeki yang halal adalah kebajikan, apapun bentuk dan
derajatnya di mata manusia. Bahkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menjadikannya sebagai salah satu kewajiban bagi umatnya. Beliau bersabda,
“Mencari yang halal adalah kewajiban setiap Muslim setelah menjalankan yang
difarsdhukan Allah.” (Riwayat Thabrani dalam al-Awsath, dari Anas bin Malik.

1
Menurut al-Haitsami: isnad-nya hasan).
 Dengan demikian, pekerjaan yang halal sama dengan beribadah. Setiap tetes
keringat akan dihargai dengan pahala berlipat ganda. Apapun yang dihasilkannya
menjadi berkah, dan semakin menguatkan tali perhubungan dengan Sang Pencipta.
Rasulullah bersabda,

“Sungguh, tidaklah engkau memberikan nafkah yang dengan itu engkau


mengharapkan wajah Allah, melainkan engkau pasti diberi pahala, bahkan terhadap
(sesuap makanan) yang engkau suapkan ke mulut istrimu.” (Riwayat Bukhari dan
Muslim, dari Sa’ad bin Abi Waqqash).

Pekerjaan kasar yang mengandalkan otot sama mulianya dengan pekerjaan


intelektual atau pekerjaan yang mengandalkan otak dan pikiran, asalkan halal. Dan,
tentu saja bekerja jauh lebih baik dibanding mengemis, bagaimana pun caranya.

Anas bin Malik bercerita, bahwa seseorang dari kaum Anshar datang kepada Nabi
untuk meminta-minta. Beliau pun bertanya, "Tidak adakah sesuatu apa pun di
rumahmu?" Ia menjawab, “Ya, ada. Kain alas pelana yang sebagian kami buat
pakaian dan sebagian lagi kami hamparkan (untuk tikar), serta gelas besar yang
kami gunakan untuk minum.” Beliau bersabda, "Bawalah keduanya kepadaku." Ia
kemudian membawanya. Beliau mengambilnya dengan tangan beliau dan berkata,
"Siapa yang mau membeli kedua barang ini?" Seorang laki-laki berkata, “Saya
membelinya dengan satu dirham.” Beliau berkata, "Siapa yang menambah lebih dari
satu dirham?" Beliau mengatakannya dua atau tiga kali. Seorang laki-laki berkata,
“Saya membelinya dengan dua dirham.” Kemudian beliau memberikannya kepada
orang tersebut, dan mengambil uang dua dirham. Beliau memberikan uangnya
kepada orang Anshar itu dan bersabda, "Belilah makanan dengan satu dirham
kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah (mata) kapak lalu bawalah
kepadaku." Orang itu membawa (mata) kapaknya kepada Nabi, lalu mengikatkan
sebatang kayu padanya dengan tangan beliau sendiri. Beliau bersabda, "Pergilah,
kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu selama lima belas
hari." Orang itu pun pergi mencari kayu serta menjualnya, lalu datang lagi dan telah
memperoleh uang sepuluh dirham. Sebagian ia belikan pakaian, sebagian lagi
makanan. Kemudian Rasulullah bersabda, "Ini lebih baik bagimu daripada sikap
meminta-minta itu kelak berubah menjadi noktah di wajahmu pada Hari Kiamat.
Sungguh, meminta-minta itu tidak layak kecuali bagi tiga (jenis) orang, yaitu: orang
fakir yang sangat melarat, atau orang yang terbebani hutang sangat berat, atau
orang yang menanggung diyat (biaya tebusan atas pembunuhan) sementara ia tidak
mampu membayarnya." (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Sebaliknya, pekerjaan yang terkesan mentereng dan bergaji besar, sangat boleh jadi
hanya akan menjadi beban dosa dan kehinaan jika tidak diridhai Allah. Dari waktu ke
waktu hanya akan memicu kegersangan, kekacauan, dan berakhir sebagai siksa tak

2
terperikan. Semakin digeluti semakin menggelisahkan, sebab dosa-dosanya semakin
menumpuk. Lihat saja, gajinya yang besar tidak menjadikan dirinya semakin dekat
dengan Allah. Karena kesibukannya mengejar harta dan pekerjaan bahkan sampai-
sampai shalat lima waktu kewajiban seorang muslim kepada Allah yang
telah ,menciptakan dirinya dan telah memberinya rezeki dengan entengkannya dia
tinggalkan bahkan ia remehkan.

Jamaah Jumat Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Dalam tafsir Zaadul Masir dikatakan bahwa pekerjaan yang haram adalah bagian
dari siksa Allah, yaitu “kehidupan yang sempit” sebagai akibat dari kelalaian,
keberpalingan, dan meninggalkan tuntunan Allah.
 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

         
         
        
  
124. dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya
penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam
Keadaan buta".

125. berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam Keadaan
buta, Padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"

126. Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, Maka kamu
melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".

Dengan kata lain, menurut Islam, kehidupan yang lapang, pertama-tama bukan
diukur dari lapangnya materi dan harta kekayaan, namun dari aspek kesesuaian
kehidupan itu dengan tuntunan dan aturan Allah. Baru setelahnya, aspek-aspek lain
mengikuti. Entah melarat atau kaya-raya, jika kehidupan seseorang tidak sejalan
syari’at dan kehendak Allah, maka layak disebut sebagai “kehidupan yang sempit”.
Sama juga, apakah fakir atau serba berkecukupan, kehidupan yang mengikuti aturan
Allah adalah “kehidupan yang lapang”.

Maka , kaum muslimin , lihatlah kenyataan disekeliling kita betapa banyak orang
yang kita sebut orang kaya, pekerjaannya bergaji besar, pekerjaannya di perusahaan
besar namun gajinya yang besar itu tidak memberikan ketenangan padanya.
Hidupnya sempit, terus saja gelisah, tidak pernah tenang, hingga penyakit pun silih
berganti datang menghampirinya, dia bergaji besar namun dia juga dililit hutang yang
besar karena ia menjauhkan dirinya dari Allah dan Allah pun jauh dari dirinya. Halal
dan haram tidak dipedulikan lagi, yang penting bagaimana dirinya mendapatkan
harta dan uang. Itu saja yang ada dipikirannya. Apalagi memikirkan shalat,

3
memikirkan saja tidak sempat dan tidak mau, apalagi mengerjakannya karena ia
dimabuk dunia dan pekerjaan.

Akan tetapi, kebalikannya ya kaum muslimin, ada orang yang hidupnya memiliki
harta dan materi pas-pasan, tetapi dengan izin Allah selalu tercukupi kebutuhannya,
hidupnya bahagia, wajahnya selalu ceria, tidak ada kegelisahan didalam hidupnya,
jarang ditimpa musibah, jarang sakit dan selalu sehat karena Karunia dan anugerah
Allah SWT.

Maka kaum muslimin sesibuk-sibuknya kita dengan pekerjaan, kewajiban kepada


Allah janganlah kita tinggalkan terutama shalat lima waktu, wajib lima waktu dan
tidak boleh kurang. Bahkan Rasulullah mewasiatkan tentang shalat sampai beliau
sakaratul maut dipenghujung napas beliau pun wasiat beliau adalah ummati
ashalaah 2x ushikum bisshalah wa ma malakat aimanikum. Aku wasiatkan kepada
kalian shalat dan kepada pelayan-pelayan kalian dan pembantu-pembantu kalian
yang menjadi tanggungan kalian.

Jamaah Jumat Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah


Allah SWT berfirman dalam surah Yunus ayat 7 dan 8 :

       


        
     

Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) Pertemuan .7


dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan
,kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami

8. mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.

Kaum Muslimin rahimakumullah,

Mudah-mudahan Allah SWT mengaruniakan kita kecintaan kepada akhirat dan


menjadikan dunia hina didalam hati kita sehingga kita tidak menjadikan dunia sebagai
tujuan hidup kita. Dunia hanyalah jembatan dan kendaraan menuju alam akhirat.
Sungguh Allah SWT berfirman :

dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka.
dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka
tidakkah kamu memahaminya?

Mudah-mudahan Allah SWT mengaruniakan kepada kita semua istiqamah untuk


berbekal dan beramal demi kehidupan akhirat yang kekal abadi dan tidak tertipu
dengan kehidupan dunia yang sementara dan sangat sebentar ini. Amiin Ya Rabbal
‘Alamin.
4
‫احلمد هلل و الصالة و السالم على حممد ابن عبد اهلل اشهد ان الاله االاهلل و اشهد‬
‫ان حممد رسول اهلل اتقوا اهلل حق تقاته وال متوتن اال و انتم مسلمون و اذا قرأ‬
‫القرآن فاستمعوا له و انصتوا لعلكم ترمحون اعوذباهلل من الشيطان الرجيم‬
‫‪         ‬‬
‫‪     ‬‬

‫بارك اهلل يل ولكم يف القرآن العظيم ونفعين وإياكم مبا فيه من اآليات و الذكر‬
‫احلكيم أقول قويل هذا وأستغفر اهلل يل ولكم إنه تعاىل جواد كرمي ملك رؤوف‬
‫رحيم إنه هو السميع العليم‬

‫‪5‬‬

Anda mungkin juga menyukai