Anda di halaman 1dari 4

Menyelaraskan Kehidupan Dunia dan Akhirat

Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kita kenikmatan yang sangat banyak
sedari kita berada di rahim ibu kita, hingga saat ini di usia kita sekarang. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,

“Jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini sering sekali kita dengar, hampir-hampir terasa
hambar tidak lagi bergetar di hati kita. Namun pernahkah kita mencoba merenungkan nikmat-
nikmat Allah yang telah kita kecap, udara yang kita hisap tanpa dipungut biaya, tengoklah
mereka yang terbaring di rumah sakit bernafas dengan selang dari tabung oksigen, rumah sakit
tidak memberikan itu cuma-cuma kepada mereka. Lihatlah organ tubuh Anda, bekerja dengan
dinamis dan saling bersinergi, tidak lain semua itu adalah nikmat Allah yang Dia anugerahkan
kepada hamba-hamba-Nya. Maka dari itu segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan
sedemikian banyak kenikmatan kepada kita dan kita bertaubat atas kemaksiatan kita kepada-Nya

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Kaum muslimin jamaah Jumat yang dirahmati oleh Allah

Khatib mengajak diri khatib pribadi dan jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan
ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena ketakwaanlah parameter kebaikan
seorang hamba di sisi Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‫ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْ<م ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُك ْم‬

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah diantara kalian adalah orang yang paling
bertakwa…” (QS. Al-Hujurat: 13)

Kaum muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuat perumpamaan-perumpamaan dan


menceritakan kisah-kisah umat terdahulu di dalam Alquran agar kita mudah dalam mengambil
pelajaran. Di antara kisah yang Allah firmankan kepada kita adalah kisah Qarun, seseorang yang
kaya raya dalam kehidupan dunianya, namun seseorang yang sombong dan tidak memikirkan
tentang akhiratnya akhirnya ia pun merugi di akhirat kelak.

Dalam rangkaian kisah Qarun di dalam surat Al-Qashash, Allah hendak mengajarkan
kepada kita bagaimana semestinya seseorang menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhiratnya.
Allah berfirman,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77)

Ayat ini menjelaskan prinsip yang agung, bagaimana hendaknya seseorang


menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhiratnya.  Setidaknya ada empat poin dari ayat ini
yang bisa kita jadikan prinsip dalam mengarungi kehidupan dunia.

Pertama, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat.”

Wasiat yang pertama yang diasampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bagaimana
hendaknya seseorang menjalani kehidupannya di dunia ini adalah dengan mengejar akhirat
mereka. Mengapa? Karena akhirat adalah negeri yang abadi, tempat manusia kembali. Seseorang
akan merasakan kenikmatan yang abadi apabila dalam kehidupan dunia mereka, mereka
persiapkan amalan shalih untuk menjemput akhirat. Dan sebaliknya, kesengsaraan yang tiada
ujungnya, apabila manusia habiskan dunia mereka dengan berfoya-foya dan berhura-hura yang
hanya sebentar saja.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan perbandingan masa waktu antara dunia dan akhirat,
Dia berfirman,

“Sesungguhnya satu hari di sisi Rabb kalian adalah seperti seribu tahun dalam perhitungan
kalian.” (QS. Al-Hajj: 47)

Bayangkanlah! Renungkanlah jamaah sekalian, betapa sedikitnya, betapa pendeknya usia


kita di dunia! Lalu apakah kita akan korbankan kesenangan yang fana di dunia dengan
penderitaan yang tidak ada habisnya di akhirat kelak. Atau relakah kita berletih dan berpeluh di
kehidupan dunia ini, menahan syahwat kita, menahan hawa nafsu kita, untuk menyongsong
kebahagian yang kekal abadi di akhirat nanti. Orang yang berakal, dan orang yang memiliki
fitrah yang lurus tentu saja ia akan memilih berjuang di kehidupan dunianya untuk menjemput
kebahagiannya di akhirat. Ia tidak akan membiarkan setan leluasa, membuatnya lalai terus-
menerus.

Tidak hanya dalam perbandingan waktu, dalam skala perbandingan kenikmatan pun
kehidupan dunia ini tidak bisa dibandingkan dengan kehidupan di akhirat sana. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Aku telah siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang (kenikmatannya) tidak
pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan juga tidak pernah terbetik
dalam hati manusia.” Dalam suatu riwayat: “Dan juga tidak diketahui oleh malaikat yang dekat
(di sisi Allah) juga para nabi yang diutus.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Silahkan Anda bayangkan kenikmatan yang paling nikmat, Anda bayangkan istana yang
paling megah berdindingkan emas dan dihiasi butiran berlian dan permata, Anda bayangkan
kebun-kebun yang hijau dengan buah-buahan yang lebat dan ranum, Anda bayangkan kendaraan
termewah; mobil, pesawat, atau helicopter pribadi, maka semua itu tidak ada bandingannya,
tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan kenikmatan surga. Surga yang dialiri oleh
sungai-sungai dari madu dan susu dan pelayan-pelayan yang muda dan tidak menua dari
kalangan bidadari.

Alangkah naif dan lugunya kita, menghabiskan semua hidup kita untuk menjemput dunia
tanpa peduli dengan akhirat kita. Demi dunia yang sedikit saja, orang-orang rela menghabiskan
waktu mereka dan mereka pun hanya mendapatkan sebagian kecil dari harta dunia, lalu apakah
kita akan berleha-leha menjemput sesuatu yang jauh lebih baik dari kehidupan dunia?

Kedua,  “dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”

Setelah Allah jelaskan bahwa kita harus mengutamakan kehidupan akhirat, namun Dia
Yang Maha Bijaksana pun tidak menuntunkan kita untuk meninggalkan kehidupan dunia kita
secara total.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala mewasiatkan agar kita tidak melupakan kehidupan
dunia? Padahal realita yang kita dapati bahkan orang-orang tidak harus diperintahkan unutk
menjemput dunia mereka tapi mereka sudah tenggelam dalam kehidupan dunia. Mengapa Allah
memerintahkan manusia yang memang sudah tabiatnya mencintai dunia untuk menjemput
kehidupan dunia? Bukankah ini perintah yang sia-sia?

Tentu saja tidak, Allah tidaklah memfirmankan sesuatu yang sia-sia tidak memiliki faidah
dan manfaat. Seseorang yang membaca Alquran dan mendengar perintah Allah tentang
keutamaan akhirat, terkadang mereka salah memahami, mereka menyangka bahwa dunia ini
harus ditinggalkan sama sekali. Yang mereka tahu, dunia hanya mencelakakan dan
membahayakan kehidupan akhirat mereka. seperti tiga atau empat orang yang bertanya kepada
isti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal kehidupan beliau. Lalu mereka menanggapi, saya
tidak akan berbuka dan puasa terus menerus, saya tidak akan tidur dan shalat sepanjang malam,
dan saya tidak akan menikahi wanita, dalam riwayat yang lain orang keempat mengatakan, saya
tidak akan memakan daging. Lalu dibantah oleh Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam menyalahkan
mereka dan mengatakan, aku puasa dan aku juga berbuka, aku shalat dan aku juga tidur, dan aku
menikahi wanita. Inilah bukti adanya orang-orang yang melupakan dunia mereka.

Demikian juga saat ini, banyak orang-orang yang berpenampilan Islam, lalu
meninggalkan keluarga mereka pergi berhari-hari demi alasan berdakwah akan tetapi kepergian
mereka tidak diiringi dengan pemberian nafkah kepada keluarga mereka. na’udzubillah, Islam
tidak mengajarkan yang demikian.

Ketiga, “berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu”

Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan Qarun yang telah Allah perlakukan dengan
baik, Allah anugerahkan dia harta yang melimpah yang disebutkan di ayat sebelumnya bahwa
kunci-kucni perbendaharaan harta Qarun di pikul oleh orang-orang yang kuat. Itu hanya kunci
dari gudang-gudang hartanya, tidak bisa kita bayangkan betapa banyak gudang perbendaharaan
harta Qarun ini. Namun apa yang diperbuat oleh Qarun? Ia malah berlaku sombong enggan
berbuat baik dengan cara mensyukuri nikmat Allah dan taat kepada-Nya. Lalu Allah
tenggelamkan ia bersama harta-hartanya ke dalam perut bumi.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Apabila kita mendapatkan kebaikan dari seseorang, maka orang tersebut sangat layak
mendapatkan kebaikan dari kita. Bagaimana pula dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
menganugerahkan kenikmatan yang tidak terhitung kepada kita? Walaupun anugerah Allah
tersebut jumlahnya sedikit menurut kaca mata materi kebutuhan kita, maka tetaplah kita syukuri
karena seseorang tidak akan bersyukur terhadap sesuatu yang banyak apabila ia tidak belajar
menysukuri sesuatu yang sedikit.

Anda mungkin juga menyukai