Anda di halaman 1dari 33

Tujuan Penciptaan Manusia dalam Islam

Segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan penciptaan dari Allah
yang Maha Kuasa. Termasuk dari segala apa yang diciptakannya tidak
satu pun memiliki tujuan dan manfaat. Semut hewan yang kecil saja
terdapat manfaat diciptakannya semut dalam islam. Termasuk
terhadap proses penciptaan manusia yang ada di muka bumi ini beserta
segala isi alam semesta.

Air yang mengalir dengan siklus di kehidupan manusia, hewan-hewan


yang terus berkembang sebagai pengelengkap hidup manusia, dan lain
sebagainya. Penicptaan tersebut Allah ciptakan semata-mata untuk
kebaikan hidup manusia pula.

Untuk bisa bersyukur dan menghayati betapa besarnya karunia Allah


pada manusia, maka itu perlu kiranya manusia mengetahui apa tujuan
penciptaan dirinya atau tujuan hidup menurut islam sesuai apa yang
dikatakan oleh Allah. Dengan mengetahui hakikat penciptaan manusia,
maka manusia akan mengarahkan hidupnya untuk tujuan hidup yang
telah Allah tentukan serta berusaha sekuat mungkin untuk mendapatkan
akhir terbaik dari tujuan hidupnya. Berikut adalah penjelasan mengenai
tujuan penciptaan manusia :

Mengabdi Kepada Allah SWT Sebagai Illah


”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk
beribadah kepada-Ku” (QS Adzariyat : 54)
Allah adalah Zat Yang Maha Agung yang menciptakan manusia. Allah
menciptakan manusia dengan kekuasaanya dan kemaha dahsyatannya
membuat manusia tidak ada pilihan selain dari mengabdi dan melakukan
apa yang Allah inginkan. Bahkan ketika memilih untuk tidak taat  dan
patuh pun manusia lah yang akan merugi. Allah telah memberikan jalan
terbaik dan dampak yang baik akan didapatkan oleh manusia. Untuk itu
akan sangat banyak manfaat beriman kepada Allah SWT yang akan
menyelamatkan bukan menyesatkan kita.
Konsep manusia menurut islam semata-mata untuk mengabdi atau
melaksanakan ibadah kepada Allah. Ibadah sendiri berasal dari kata
Abada yang artinya adalah sebagai budak. Untuk itu manusia hakikatnya
adalah sebagai budak atau hamba dari Allah. Seorang budak atau hamba
tidak lain pekerjaannya adalah mengikuti apa kata majikannya,
menggantungkan hidup pada majikannya, dan senantiasa menjadikan
perkataan majikannya sebagai tuntunan hidupnya.

Perintah Allah untuk taat dan menyembah Allah adalah sebagai bentuk
kasih sayang Allah agar manusia tidak merugi. Ketika manusia
menyembah atau menjadikan hal lain sebagai Illah atau Tuhannya, maka
dia tidak akan mendapatkan apa-apa selain kerugian. Untuk itu Allah
memerintahkan manusia untuk beriman pada rukun iman dan
melaksankaan rukun islam sebagai tuntunan dasar islam.

Di zaman dahulu ada masyarakat yang menyembah berhala berupa


patung. Tentunya orang tersebut merugi karena patung yang merupakan
batu atau benda mati, tidak bisa berbuat apapun malah berbicara pun
tidak bisa. Manusia yang menjadikan kebebasan diri dan hawa nafsu
sebagai tuhannya juga akan malah merugi. Hawa nafsu dan kebebasan
manusia tidak bisa menuntun manusia malah akan menyesatkan. Untuk
itu, Manusia seharusnya menjadi raja bagi kebebasan dan hawa nafsunya
bukan justru diperbudak.

Contohnya sudah banyak, seperti minum-minuman keras, pergaulan


bebas, dan lain sebagainya membuat manusia akhirnya malah tersesat
dan terperosok. Bukan menjadi baik dan teratur hidupnya malah justru
sebaliknya.

Menjadi Khalifah fil Ard dan Tidak Berbuat Kerusakan di Muka Bumi
Tugas manusia adalah menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah sendiri
bisa bermakna pemimpin atau penggganti. Misi ini adalah hakikat
manusia menurut islam yang harus dilakukan. Untuk mengetahui apa
sebetulnya makna khalifah maka perlu memahaminya lebih dalam lagi
dengan pendekatan ayat Al-Quran.
1. Manusia Menjadi Pemimpin-Pengelola di Muka Bumi

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:


“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (QS : Al Baqarah : 30)
Bentuk pengabdian manusia kepada Allah salah satunya adalah
menjalankan misi hidupnya sebagaimana yang telah Allah berikan untuk
menjadi Khalifah fil Ard. Khalifah artinya adalah pemimpin. Tugas
pemimpin adalah mengelola dan memperbaiki agar hal yang diatur dan
dipimpinnya menjadi baik. Pemimpin atau Khalifah bukan arti sebagai
status yang menjalankannya hanya orang-orang tertentu.

Khalifah di muka bumi dilakukan oleh semua orang dan di semua


lingkup. Keluarga, pekerjaan, lingkungan sekitar, masyarakat, dan
negara adalah lingkup dari khalifah fil ard. Untuk menjalankannya maka
kita membutuhkan ilmu pengetahuan dan skill untuk bisa berkarya bagi
kelangsungan dan kelancaran kehidupan manusia di bumi menjadi
seimbang atau mengalami kerusakan.

2. Manusia Tidak Berbuat Kerusakan dan Melakukan Keadilan

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu


(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al-
Qasas [28] : 77)
Sebagaimana ayat diatas maka manusia sebagai khalifah dilarang untuk
berbuat kerusakan, kejahatan yang mampu merusak keadilan dan
kemakmuran di muka bumi, termasuk menjaga pergaulan dalam
islam yang sudah diatur untuk umat islam. Jika kerusakan tetap
dilakukan oleh manusia maka yang merugi adalah manusia itu sendiri.
Tentunya manusia yang menggunakan akal dan taat kepada Allah akan
sadar untuk tidak berbuat kerusakan di semua aspek kehidupannya. Apa
yang Allah berikan sudah banyak dan tidak ada kurang satu apapun.

3. Menegakkan Keadilan Antar Sesama Manusia

Sebagaimana yang disampaikan di ayat berikut, bahwa keadilan dan


hak-hak manusia perlu dijaga keadilan dan keseimbangannya oleh umat
manusia. Menjadi khalifah fil ard bukan hanya mengurus alam dan
kondisi sendiri, melainkan juga memperhatikan hak-hak hidup orang
lain dan berlaku adil. Hal ini menjaga kedamaian di muka bumi serta
melangsungkan keadilan adalah nilai-nilai dasar dari ajaran islam yang
Rasulullah SAW ajarkan kepada umat islam.

“Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan


timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia
terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di
muka bumi dengan membuat kerusakan”. (QS. Hud [11] : 85)
Mengejar Tujuan Akhirat
Kehidupan di dunia adalah sementara. Untuk itu, dunia bukan tujuan
akhir dari kehidupan manusia dan juga bukan tujuan dari penciptaan
manusia untuk tinggal di bumi. Kehidupan sejati adalah di Akhirat nanti.
Untuk itu Allah senantiasa menyuruh melakukan kebaikan untuk
mendapatkan pahala akhirat, menyampaikan kebahagiaan surga dan
penderitaan neraka, serta memotivasi di setiap ibadah dan perilaku
kebaikan dengan balasan pahala. Untuk itu Allah menuntun manusia
menuju akhirat dengan memberikan petunjuk agama. Fungsi
agama adalah untuk menuntun manusia agar tidak terlena dengan
kehidupan sementara dan senantiasa mengejar akhirat.

1. Allah Menyuruh untuk Berlomba-lomba Mengejar Pahala


Akhirat
“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja
kamuberada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya.
Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu” (QS Al Baqarah : 148)
Dalam ayat di atas diketahui bahwasanya Allah sendiri menyuruh
manusia untuk berlomba-lomba mengejar pahala akhirat dengan
kebaikan. Segala kebaikan tersebut akan diganti dengan kehidupan yang
sangat baik yaitu di Surga.

Untuk itu, pahala akhirat bukan hanya simbol belaka namun sebagai
credit poin kehidupan manusia untuk mempersiapkannya hingga akhir
hidup nanti. Allah Maha Adil untuk menghitung poin tersebut sesuai
dengan perilaku manusia ketika di dunia.

2. Segala Kebaikan akan Dibalas Pahala untuk Kehidupan


Akhirat yang baik

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan” (QS An Nahl : 97)
Apa yang dilakukan manusia di muka bumi ini akan mendapatkan
balasannya. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan begitupun
keburukan akan dibalas dengan keburukan. Untuk itu, kebaikan dan
keburukan manusia semuanya bukan Allah yang menentukan, tetapi
manusia itu sendiri mau memilih kehidupan akhir yang mana untuk
dipertimbangkan.

Manusia yang memilih kebaikan tentu Allah dengan adil bahkan


membalasnya lebih berkali lipat di akhirat kelak. Sedangkan manusia
yang memilih jalan keburukan dan kemaksiatan sebaliknya akan
mendapatkan siskaan yang juga sangat pedih.

Dampak Jika Manusia Tidak Tahu Tujuan Hidupnya


Manusia yang tidak tahu tujuan diciptakannya maka hidupnya akan
terombang ambing dan tidak jelas arah kemana dia akan berjalan. Untuk
itu, bersyuukur bagi manusia yang menyadari dan mampu menghayati
tujuan hidupnya. Ia akan mengarahkan jalannya pada jalan keselamatan
bukan kejahiliahan yang menyesatkan. Selain itu jika manusia tidak
mengetahui tujuan hidupnya, ia akan berlaku sombong dan angkuh di
muka bumi dengan aturan hidupnya sendiri. Sifat sombong dalam
islam adalah sifat yang buruk dan malah akan menjerumuskan manusia,
karena orang sombong tidak pernah mengevaluasi dan bertafakur.

https://dalamislam.com/dasar-islam/tujuan-penciptaan-manusia

MISI DAN FUNGSI MANUSIA DICIPTAKAN, HUBUNGAN


MANUSIA TERHADAP AGAMA, FITRAH TERHADAP
AGAMA, PENCARIAN MANUSIA TERHADAP AGAMA

MISI DAN FUNGSI MANUSIA DICIPTAKAN


Sebelum membahas visi dan misi penciptaan  manusia,marilah kita
membahas proses penciptaan manusia lebih dulu setelah itu baru visi
dan misi penciptaan manusia dan terakhir untuk penutup kita akan
membahas tanggung jawab manusia kepada sang kuasa.
1.PERENCANAAN PENCIPTAAN MANUSIA
           
Manusia menurut Nurcholish Madjid memang merupakan makhluk
ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan.  Manusia  tersusun dari
perpaduan dua unsur ; segenggam tanah bumi, dan ruh Allah, maka
siapa yang hanya mengenal aspek tanahnya dan melalaikan aspek tiupan
ruh Allah, maka dia tidak akan mengenal lebih jauh hakikat manusia.
Al-Qur’an sendiri juga menyatakan bahwa manusia memang merupakan
makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah.sebelum manusia
diciptakan pada al qur’an dijelaskan bahwa ada percakapan antara allah
dengan malaikat mengenai penciptaan manusia.pada surat al baqarah
ayat 30 telah dijelaskan seperti berikut:
yang artinya : ingatlahketika tuhanmu berfirman pada para
malaikat :”sesungguhnya Aku hendakmenciptakan khalifah
dibumi.mereka (malaikat) menjawab berkata :”mengapa engkau hendak
menjadikan khalifah dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah,padahal kami (malaikat) senantiasa
bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan  engkau ? allah
berfirman : sesungguhnya allah mengetahui apa yang sedang kamu
ketahui”.
          Pada ayat tersebut allah merencanakan menciptakan manusia
sebagai khalifah di bumi didalam ayat tersebut ada sedikit perdebatan
antara malaikat dengan allah yaitu menurut malaikat manusia diciptakan
di bumi memang sebagai khalifa namun juga bisa membuat
pertumpahan darah dan tidak bisa menjaga mandat sebagai khalifa di
bumi.Namun allah menjawab dengan tegas bahwa allah mengetahui apa
yang tidak diketahui oleh malaikat yaitu rencana allah terhadap
penciptaan manusia,kemudihan allah menjelaskan bahwa manusia bisa
menjadi khalifa di bumi karena manusia akan diberi akal sehingga
manusia dapat memiliki kemampuan dan keterampilan.

           Ada banyak sekali kelebihan yang diberikan oleh Allah swt
kepada manusia yang tidak diberikan kepada makhluk-makhlukNya
yang lain. Ada beberapa kelebihan yang diberikan Allah swt. kepada
manusia yang menjadikannya unggul dan terdepan dari para makhluk
lainnya seperti; memiliki daya tubuh yang membuat fisiknya kuat daya
hidup yang membuatnya mampu mengembangkan dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan serta mempertahankan diri menghadapi
tantangan; daya akal yang membuatnya memiliki ilmu pengetahuan dan
teknologi; daya kalbu yang memungkinkannya bermoral, merasakan
keindahan, kelezatan iman, dan kehadiran allah.
 
Oleh karena itu, manusia perlu menyadari eksistensi dan tujuan
penciptaan dirinya, memahami risalah hidupnya selaku pengemban
amanah Allah, melalui arahan dan bimbingan yang berkesinambungan
agar kehidupannya menjadi lebih berarti. Hal ini disebabkan karena pada
dasarnya segala sesuatu diciptakan dengan adanya satu tujuan. Dengan
tujuan itulah kemudian sesuatu difungsikan dan dengan adanya fungsi
itulah maka keberadaan sesuatu menjadi berarti. Demikian juga adanya
manusia di bumi ini. Ia pasti diciptakan untuk satu tujuan tertentu.

2.PROSES PENCIPTAAN MANUSIA

Setelah allah merencanakan menciptakan manusia maka allah


menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna.proses penciptaan
manusia tidak hanya dapat dijelaskan secara ilmiah justru penjelasan
proses penciptaan manusia sudah lebih dulu dijelaskan pada al-
qur’an,lebih tepatnya terdapat pada surat Al Mukminun ayat 12-14
Allah menjelaskan bahwa manusia dicptakan dari sari pati
tanah,kemudihan allah menjadikannya air mani pada tempat yang kukuh
dan terpelihara maksudnya adalah rahim.Kemudihan air mani itu
dijadikan segumpal darah,lalu segumpal darah itu dijadikan segumpal
daging,kemudihan segumpal daging itu dijadikan lagi menjadi tulang-
tulang.Kemudihan tulang-tulang itu diliputi dengan daging dan akhirnya
menjadi suatu bentuk yang lain ymaha suci allah sebaik-baik pencipta.
(Al mukminun ayat 12-14).
Selain surat Al Mukminin ayat 12-14 yang menjelaskan proses
penciptaannya manusia di surat lain pun ada seperti:
Surat Yasin ayat 77:
Yang artinya:Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa kami
menciptakannya dari setitik air ( mani ),maka tiba-tiba ia menjadi
penantang yang  nyata.
          Surat Al Hajj ayat 5:
Yang artinya :Hai manusia jika kamu dalam  keraguan  tentang
kebangkitan dari  kubur,maka ketahuilah sesungguhnya kami telah
menjadikan kamu dari tanah,kemudihan dari setetes mani.
          Surat Al Fathir ayat 11
Yang artinya: dan allah menciptakan kamu dari tanah kemudihan dari air
mani,kemudihan dia menjadiakn kamu berpasangan (laki-laki dan
perempuan).
 Dan ada juga pada :Surat S-Sajdah ayat 7-9,suarat Al-Hijr ayat 28-
29,surat at-thariq ayat 6-7.
Dan masih banyak lagi penjelasan dalam al-qur’an tentang
penciptaan manusia.Sesungguhnya  manusia diciptakan dengan proses
yang begitu alamiah dan logis,manusia harus lebih bersyukur kepada
allah yang telah menciptakan dalam bentuk yang sempurna yang
memiliki derajat lebih tinggi dari mahluk ciptaan allah lainnya dan
terutama sebagai mahluk yang menyandang predikat sang khalifa di
muka bumi.Rasa syukur yang kuat dengan didasari kepercayaan yang
kuat akan kebenaran itu semua.Manusia diciptakan dalam bentuk yang
sempurna harusnya cukup melaksanakan vivi,misi,dan tugas manusia
dalam beribadah,bersujud,bersyukur juga berdoa kepada Allah swt yang
telah memberikan semua apa yang kita minta dan sesuatu yang tidak kita
minta selayaknya sebagai manusia.

3.VISI DAN MISI PENCIPTAAN MANUSIA

          Misi adalah alasan keberadaan,amanah yaitu sudah ada dalam diri
manusia sendiri.sedangkan visi adalah keadaan dimasa mendatang yang
ingin dicapai seperti hal nya cita-cita.(belum ada dalam diri manusia
proses mendaoatkannya  dengan menciptakan visi itu sendiri.
          Misi manusia hidup didunia sudah jelas untuk beribadah
,sedangkan visi setiap manusia mungkin belum semuanya jelas dan
berbeda-beda untuk masing-masing manusia itu sendiri,jadi visi sebagai
tujuan sedangkan misi sebagai aksi-aksi untuk mencapai suatu tujuan.
        
Tujuan penciptaan manusia yaitu konsep tentang desain
penciptaan,manusia didesain atau dirancang sebagai mahluk yang
mengabdi dan beribadah kepada allah.Karena manusia didesain untuk
beribadah dan bersujud kepada allah maka tentu saja eksistensinya atau
keberadaan manusia akan tergantung kepada seberapa jauh dia
menyesuaikan diri dengan rancangan awal penciptaannya.
Ayat alqur’an yang berhubungan dengan visi dan misi penciptaan
manusia adalah surat ADZ-DZARYAT ayat 56 
Artinya: ” Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah Ku.(Q.S ADZ-DZARYAT ayat 56)

Pada surat adz-dzaryat ayat 56 ini allah menjelaskan bahwa


visi,misi,dan tugas manusia adalah untuk menyembah dan beribadah
kepada allah baik ibadah secara hablumminnas maupun
hablumminnallah.hal ini juga memberi pengertian bahwa tujuan
penciptaan manusia hanyalah untuk menyembah allah swt.karena itulah
dapat kita lihat bahwa dakwa rasulullah SAW di mekah adalah
mengajak manusia kepada kebenaran menyembah allah.
          Namun ini bukan berarti bahwa allah butuh disembah,sebab
menurut Taba’taba’i hal itu mustahil bagi allah swt.Namun sesuatu yang
tidak memiliki tujuan adalah perbuatan sia-sia  
Yang harus dihindari,dengan demikian harus dipahami bahwa ada
tujuan bagi allah dalam perbuatannya.Ibadah adalah tujuan penciptaan
manusia dan kesempurnaan yang kembali kepada penciptaan.allah swt
menciptakan manusia untuk memberinya ganjaran.maksudnya manusia
yang diberi ganjaran oleh allah.yang mempperoleh ganjaran adalah
manusia sedangkan allah tidak membutuhkannya adapaun tujuan
allah,maka itu berkaitan dengan Zat Yang Maha Agung.dia menciptakan
manusia dan jin karena Dialah Zat yang Maha Agung.
         
Pada ayat itu juga dijelaskan bahwa  misi penciptaan manusia yaitu
sebagai hamba allah yang menyembah –Nya sesuai yang
diprintakan,sebagai khalifa dimuka bumi yang bertugas
memakmurkannya dan berusaha menegakkan keadilan Allah.kesuksesan
dan kegagalan inilah yang nantinya menentukan bagaiman balasan yang
adil baginya di akhirat nanti.sedangkan visi penciptaan manusia adalah
manusia agar bersujud kepada allah,bersyukur,berdoa,dan bersujud
kepada allah.rasa syukur itu harus tetap ada pada diri manusia,rasullullah
SAWpernah berdoa seperti berikut:Wajahku bersujud kepada Dzat yang
telah menciptakannya,memberinya rupa,pendengaran,dan
penglihatan,Maka Maha Suci Allah sebagai pencipta yang paling
baik”(HR.Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan juga:
“ya allah,kepada Engakaulah aku bersujud,kepada engkaulah aku
beriman,dan kepada engkaulah aku berserah diri.wajahku bersujud
kepada Dzat yang telah menciptakan nya,memberinya
rupa,pendengaran.dan penglihgatan,Maka Maha Susi Allah sebagai
pencipta terbaik.

Wujud dari visi dan misi penciptaan manusia terdapat pada surat
Al-An’nam ayat 162-163 yang artinya sebagai berikut:
“katakanlah :sesungguhnya shalatku ,ibadahku,hidupku,dan matiku
hanya untuk allah ,tuhan semesta alam,tiada sekutu Bagi-Nya dan
demikian itu yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yan
pertama-tama menyerahkan diri (kepada allah)”.manusia dalam
beribadah hendaklah hanya mengharap rido allah.hodup dan mati pun
hanya mengharap rido allah.menjauhkan diri dari sifat kemusyrikan dan
agar ibadah nya hanya diterima allah hendaklah dengan iklas,sabar,dan
tawakal.
 Selain surat  ADZ-DZARYAT ayat 56 yang menjelaskan visi dan
misi penciptaan manusia juga ada surat yng menjelaskan visi dan misi
penciptaan manusia yaitu surat Al-Bayyinah ayat 5 :

Yang artinya:” padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya


menyembah allah dengan memurnikan ketaatan kepada allah dalam
menjalankan agama yang lurus,dan supaya mereka mendirikan
shalat,dan menunaikan zakat,dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (Q.S Al Bayyinah :5)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa manusia diciptakan hanya untuk
menyembah kepada allah SWT,memurnikan dalam beribadah dan
menjauhkan dari syrik,sebagai wujud dari ketaatan kepada allah SWT
dengan menjalankan sholat dan zakat atau memberikan sebagian
rezekinya kepada orang yang berhak.

4.TUGAS MANUSIA
Ibadah kepada allah swt adalah tugas yang paling tinggi yang di pegang
oleh manusia dan juga tugas manusia adalah
menjaga.merawat,memelihara mandat sebagai sang kholifah di bumi.

HUBUNGAN MANUSIA TERHADAP AGAMA


Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang
memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi
fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan
aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku
manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena
didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif
(seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai
dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan,
yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai
agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu
mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah
satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor)
dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan
merebaknya fenomena kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan
sikap dan prilaku yang a moral atau degradasi nilai-nilai keimanannya.
Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah :
1.  Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau
kemusrikan, dan film-film yang berbau porno.
2.  Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang
mengubar aurat.
3.  Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari
mereka itu justru berprilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama.
4.  Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung
mengedepankan kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi)
masing-masing.
Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak
menguntungkan bagi umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama
islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di
atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat
kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan
ukuwah umat islam itu sendiri. Agar umat islam bisa bangkit menjadi
umat yang mampu menwujudkan misi “Rahmatan lil’alamin” maka
seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang
islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam
bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan
teknologi).
Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan
ibadah ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang
dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian
diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling
menghormatai tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat
juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara
mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag ghair
mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun “Baldatun
thaibatun warabun ghafur” Negara yang subur makmur dan penuh
pengampunan Allah SWT.
Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena
agama merupakan : a. sumber moral, b. petunjuk kebenaran, c. sumber
informasi tentang masalah metafisika, dan d. bimbingan rohani bagi
manusia, baik di kala suka maupun duka.
a.   Agama Sumber moral
Dapat disimpulkan, bahwa pentingnya agama dalam kehidupan
disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia, padahal
moral bersumber dari agama. Agama menjadi sumber moral, karena
agama mengajarkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akhirat, serta
karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
b.  Agama Petunjuk Kebenaran
Sekarang bagaimana manusia mesti mencapai kebenaran? Sebagai
jawaban atas pertanyaan ini Allah SWT telah mengutus para Nabi dan
Rasul di berbagai masa dan tempat, sejak Nabi pertama yaitu Adam
sampai dengan Nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Para nabi
dan Rasul ini diberi wahyu atau agama untuk disampaikan kepada
manusia. Wahyu atau agama inilah agama Islam, dan ini pula
sesungguhnya kebenaran yang dicari-cari oleh manusia sejak dulu kala,
yaitu kebenaran yang mutlak dan universal. Dapat disimpulkan, bahwa
agama sangat penting dalam kehidupan karena kebenaran yang gagal
dicari-carioleh manusia sejak dulu kala dengan ilmu dan filsafatnya,
ternyata apa yang dicarinya itu terdapat dalam agama. Agama adalah
petunjuk kebenaran. Bahkan agama itulah kebenaran, yaitu kebenaran
yang mutlak dan universal.

c.   Agama Sumber Informasi Metafisika


Sesungguhnya persoalan metafisika sudah masuk wilayah agama tau
iman, dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Dan Allah Yang Maha
Mengetahui perkara yang gaib ini dalam batas-batas yang dianggap
perlu telah menerangkan perkara yang gaib tersebut melalui wahyu atau
agama-Nya. Dengan demikian agama adalah sumber infromasi tentang
metafisika, dan karena itu pula hanya dengan agama manusia dapat
mengetahui persoalan metafisika. Dengan agamalah dapat diketahui hal-
hal yang berkaitan dengan alam barzah, alam akhirat, surga dan neraka,
Tuhan dan sifat-sifat-Nya, dan hal-hal gaib lainnya. Dapat disimpulkan
bahwa agama sangat penting bagi manusia (dan karena itu sangat
dibutuhkan), karena manusia dengan akal, dengan ilmu atau filsafatnya
tidak sanggup menyingkap rahasia metafisika. Hal itu hanya dapat
diketahui dengan agama, sebab agama adalah sumber informasi tentang
metafisika.
d.  Agama pembimbing rohani bagi manusia
Dengan sabdanya ini Nabi mengajarkan, hendaknya orang beriman
bersyukur kepada Allah pada waktu memperoleh sesuatu yang
menggembirakan dan tabah atau sabar pada waktu ditimpa sesuatu yang
menyedihkan. Bersyukur di kala sukadan sabar di kala duka inilah sikap
mental yang hendaknya selalu dimiliki oleh orang beriman. Dengan
begitu hidup orang beriman selalu stabil, tidak ada goncangan-
goncangan, bahkan tenteram dan bahagia, inilah hal yang menakjubkan
dari orang beriman seperti yang dikatakan oleh Nabi. Keadaan hidup
seluruhnya serba baik.Bagaiman tidak serba baik, kalau di kala suka
orang beriman itu bersyukur, padahal “ Jika engkau bersyukur akan Aku
tambahi” , kata Allah sendiri berjanji (Ibrahim ayat 7). Sebaliknya,
orang beriman tabah atau sabar di kala duka, padahal dengan tabah di
kala duka ia memperoleh berbagai keutamaan, seperti pengampunan dari
dosa-dosanya(H.R Bukhari dan Muslim), atau bahkan mendapat surga
(H.R Bukhari), dan sebagainya. Bahkan ada pula keuntungan lain
sebagai akibat dari kepatuhan menjalankan agama, seperti yang
dikatakan oleh seorang psikiater, Dr. A.A. Brill, “Setiap orang yang
betul-betul menjalankan agama, tidak bisa terkena penyakit syaraf. Yaitu
penyakit karena gelisah rsau yang terus-menerus.
e.  Agama Sebagai Petunjuk Tata Sosial
Rosulullah SAW bersabda : “Innamaa bu’itstu liutammima akhlaaq”
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah orang tua, guru,
ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat.  Pendidikan akhlak ini
sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di
tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik
personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang
lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap
muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara
amat tergantung kepada akhlak tersebut. Untuk mencapai maksud
tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak
dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan
faktor-faktor penyebab maraknya akhlak yang buruk.
Kami di sini tidak mampu mengisyaratkan berbagai pemikiran
klasik. Tetapi, kami akan menerangkan hal-hal yang berhubungan
dengan pemikiran klasik menurut pendapat kami. Pada masa datangnya
budaya Islam, turunnya kitab-kitab suci dan diutusnya para Rasul yang
mengantarkan manusia menuju jalan kesempurnaan. Hal ini sangatlah
jelas, bahwa agama adalah petunjuk Tuhan Yang Penyayang dan
Pemberi Hidayat kepada manusia hingga menyampaikan manusia pada
kesempurnaan yang diinginkan. Tujuan agama adalah memberikan
petunjuk pada manusia, sehingga dengan kekuatan petunjuk agama akan
menyampaikannya menuju ke-haribaan Ilahi. Jika demikian, maka
agama adalah perantara dalam membantu tugas manusia untuk
merealisasikan tujuan mulianya. Dengan dasar ini, tidaklah mungkin
digambarkan bahwa bagaimana mungkin ketika agama muncul manusia
menjadikan tebusan dan pengorbanan pada dirinya. Jika seandainya
manusia tidak berpegang pada prinsip agama, tidak menjadikan
kesempurnaan kekuatan ruh agama. Maka tidak akan menyampaikannya
ke tujuan agama. Jika manusia tanpa memperdulikan petunjuk agama
dan agama hanya sebagai identitas lahirnya akan menjerumuskannya ke
jurang kehancuran, dan yang pantas di sebut atheis.
Dalam pandangan Islam yang murni, agama sebagai jalan kebenaran
dan keselamatan. Agama sebagai jalan menyampaikan pada tujuan dan
kesempurnaan realitas wujud yang paling tinggi. Agama sebagai rantai
dan penyambung antara Alam Malaikat dan Alam Malakut. Agama
datang, hingga menjadikan manusia yang berasal dari kedalaman tanah
menuju ke singgasana langit. Agama sebagai pengobat rasa takut kita.
Agama sebagai pelindung terhadap berbagai kesulitan yang mendasar
dari alam natural. Agama adalah bagian penting dari kehidupan manusia.
Agama yang merubah ketakutan akan mati pada manusia menjadikannya
sebagai sebuah harapan kehidupan yang abadi.

FITRAH TERHADAP AGAMA


Fitrah berasal dari kata "Fathara" yang maknanya adalah penciptaan Al-
Khilqah, sedangkan secara linguistik bermakna sistem khusus
penciptaan. Dengan demikian, fitrah manusia berarti sebuah sistem
penciptaan khusus bagi manusia.

Islam dan para ilmuan Muslim mengemukakan pendapat yang nyaris


seragam dengan menganggap bahwa setiap anak telah memiliki potensi
keberagaman sejak lahir dan itulah yang akhirnya dikenal dengan istilah
Fitrah.

Secara sederhana Fitrah manusia dibagi kepada dua bagian:

1. Fitrah Akal Aqliah, yang merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh


manusia tanpa dipelajari atau yang disebut dengan Badihiyat
Awwaliyah.

2. Fitrah Iman, yakni adanya kecendrungan dan keinginan untuk


beribadah dan menyembah kepada Tuhan.

Secara Naqliyah, menurut Al-Qur'an, mengenal dan menyembah Tuhan


adalah hal yang fitri, sebagaimana bunyi ayat dibawah ini:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah),


tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada Fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Al-Rum: 30)

Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan


fitrah. Orang tuanyalah yang akan menjadikan ia sebagai yahudi atau
nasrani."

PENCARIAN MANUSIA TERHADAP AGAMA


Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasan berpikir. Oleh
karena itu, pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah
lepas dari muka bumi ini. Penyimpangan dari sebuah ajaran agama
dalam sejarah kehidupan manusia dapat diketahui pada akhirnya oleh
pemenuhan kepuasan berpikir manusia yang hidup kemudian. Nabi
Ibrahim a.s. dikisahkan sangat tidak puas menyaksikan bagaimana
manusia mempertuhankan benda-benda mati di alam ini seperti patung,
matahari, bulan, dan bintang. Demikian pula Nabi Muhammad SAW,
pada akhirnya memerlukan tahannus karena jiwanya tak dapat menerima
aturan hidup yang dikembangkan masyarakat Quraisy di Mekkah yang
mengaku masih menyembah Tuhan Ibrahim. Allah berfiman;
”Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberi
petunjuk”. ( Q.S: Ad-Dhuhaa, 93:7)
Seiring dengan sifat-sifat mendasar pada diri manusia itu Alqur’an
dalam sebagian besar ayat-ayatnya menantang kemampuan berpikir
manusia untuk menemukan kebenaran yang sejati sebagaimana yang
dibawa dalam ajaran islam. Keteraturan alam dan sejarah bangsa-bangsa
masa lalu menjadi obyek yang dianjurkan untuk dipikirkan.
Perbandingan ajaran antar berbagai agama pun diketengahkan Alqur’an
dalam rangka mengokohkan pengambilan pendapat manusia.
Akibat adanya proses berpikir ini, baik itu merupakan sebuah kemajuan
atau kemunduran, terjadilah perpindahan (transformasi) agama dalam
kehidupan manusia. Tatkala seseorang merasa gelisah dengan jalan yang
dilaluinya kemudian ia menemukan sebuah pencerahan, maka niscaya ia
akan memasuki dunia yang lebih memuaskan akal dan jiwanya itu.
Ketenangan adalah modal dasar dalam upaya mengarungi kehidupan
pribadi. Padahal masyarakat itu adalah kumpulan pribadi-pribadi.
Masyarakat yang tenang, bangsa yang cerah sesungguhnya lahir dari
keputusan para anggotanya dalam memilih jalan kehidupan. Allah
berfirman:
”Orang-orang kafir berkata: ”Mengapa tidak diturunkan kepadanya
(Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah:
Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan
menunjuki orang-orang yang bertobat kepada-Nya. (yaitu) orang-orang
yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah,
ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tentram”. ( Q.S: Ar-Ra’d, 13:27-28)

http://ngitungyuk.blogspot.com/2016/12/misi-dan-fungsi-manuasia-
diciptakan-idi.html
Visi-Misi Islam dalam Penciptaan Manusia

Problem paling mengemuka dari umat beragama adalah mereka tidak


menganggap keberagamaan (religiosity) sebagai bagian esensial dari
kemanusiaan. Tidak heran jika dewasa ini kita menjumpai orang-orang
yang mengklaim diri sebagai  beriman, namun sangat tidak manusiawi.

Dalam Islam contohnya, dijumpai orang-orang yang rajin shalat dan


puasa, tapi tidak peduli pada ketidakadilan yang merajalela di
masyarakatnya, tidak peduli pada sampah yang menumpuk di
sekelilingnya, tidak peduli pada kelaparan tetangganya, tidak peduli
pada penderitaan dan kekerasan yang dialami keluarganya, demikian
seterusnya.

Akibatnya, agama gagal menjawab pelbagai masalah kemanusiaan yang


krusial seperti ketidakadilan, kemiskinan, kelaparan, konsumerisme,
hedonisme, kekerasan, korupsi dan beragam penyakit sosial lainnya.
Agama pun tidak mampu mengikis stigma, prejudice dan perilaku
diskriminatif, khususnya terhadap kelompok marjinal, minoritas, dan
tertindas. Ajaran tentang keadilan, kejujuran, solidaritas, kepeduliaan,
dan kasih sayang hanya terukir indah dalam Kitab Suci, tapi sangat sulit
dijumpai dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Semua agama dan kepercayaan seharusnya fokus membawa umat
mereka kepada peningkatan kualitas spiritualitas diri yang terefleksi
dalam aktivitas dan kerja-kerja konkret yang membebaskan manusia dari
semua bentuk penyakit sosial tersebut.

Agama harus mampu mengubah umatnya menjadi lebih peka pada


persoalan-persoalan kemanusiaan dan lebih professional dalam
memberikan pelayanan kemanusiaan, khususnya terhadap kelompok
rentan dan tertindas yang dalam terminologi Al-Qur’an disebut 
kelompok mustadh’afin.

Sebagai perempuan Muslim, saya amat yakin bahwa Visi Islam


mengenai penciptaan manusia adalah menjadi khalifah fil
ardh (pemimpin di bumi). Sebagai pemimpin, manusia diharapkan
menjadi the agent of moral. Sebagai agen moral manusia harus mampu
menata dan mengelola kehidupan di bumi ini dengan sebaik-baiknya
demi kemashlahatan semua manusia, dan hal itu harus dimulai dari
menata diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas.

Adapun misi utama penciptaan manusia adalah amar ma’ruf nahy


munkar, yakni melakukan upaya-upaya transformasi dan humanisasi
demi kesejahteraan dan kemashlahatan manusia yang tentunya dimulai
dari diri sendiri dan keluarga inti, lalu kemudian masyarakat luas.

Upaya transformasi juga mencakup rekonstruksi budaya agar terbangun


budaya yang lebih memanusiakan manusia.  Selain itu, upaya revisi
sejumlah kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang
masih mengandung unsur diskriminatif terhadap kelompok minoritas
karena alasan gender, agama, dan etnis harus masuk dalam kerja-kerja
transformasi.

Upaya humanisasi mencakup semua upaya untuk menjadikan manusia


menjadi lebih manusiawi, termasuk diri sendiri. Upaya ini mencakup
kegiatan edukasi, komunikasi, dan yang senada dengan itu demi
menghindari kejahatan dan kemungkaran. Termasuk di dalamnya upaya
perbaikan kualitas pendidikan di semua tingkatan sehingga mewujudkan
masyarakat terdidik yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan
universal.

Itulah makna perintah amar ma’ruf nahy munkar bagi semua manusia


tanpa kecuali. Karena itu, semua manusia tanpa ada sekat sedikit pun
diharapkan mampu bekerjasama secara tulus dan dengan penuh kasih
sayang, bahu-membahu, bergotong-royong mewujudkan masyarakat
yang damai, bahagia dan sejahtera (baldatun thayyibah wa rabbun
ghafur), seperti diilustrasikan Al-Qur’an dalam surah Saba’.

Bagi umat Islam, mengkaji Al-Quran untuk memahami dan


mengimplementasikan pesan-pesan moral dan spiritual yang terkandung
di dalamnya adalah suatu keharusan. Agaknya, kita umat Islam bukan
hanya membutuhkan interpretasi baru yang lebih humanis, tetapi juga
metodologi baru dalam memahami Al-Quran. Wallahu a’lam bi al-
shawab.

Visi-Misi Islam dalam Penciptaan Manusia


Problem paling mengemuka dari umat beragama adalah mereka tidak
menganggap keberagamaan (religiosity) sebagai bagian esensial dari
kemanusiaan. Tidak heran jika dewasa ini kita menjumpai orang-orang
yang mengklaim diri sebagai  beriman, namun sangat tidak manusiawi.

Dalam Islam contohnya, dijumpai orang-orang yang rajin shalat dan


puasa, tapi tidak peduli pada ketidakadilan yang merajalela di
masyarakatnya, tidak peduli pada sampah yang menumpuk di
sekelilingnya, tidak peduli pada kelaparan tetangganya, tidak peduli
pada penderitaan dan kekerasan yang dialami keluarganya, demikian
seterusnya.

Akibatnya, agama gagal menjawab pelbagai masalah kemanusiaan yang


krusial seperti ketidakadilan, kemiskinan, kelaparan, konsumerisme,
hedonisme, kekerasan, korupsi dan beragam penyakit sosial lainnya.
Agama pun tidak mampu mengikis stigma, prejudice dan perilaku
diskriminatif, khususnya terhadap kelompok marjinal, minoritas, dan
tertindas. Ajaran tentang keadilan, kejujuran, solidaritas, kepeduliaan,
dan kasih sayang hanya terukir indah dalam Kitab Suci, tapi sangat sulit
dijumpai dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Semua agama dan kepercayaan seharusnya fokus membawa umat


mereka kepada peningkatan kualitas spiritualitas diri yang terefleksi
dalam aktivitas dan kerja-kerja konkret yang membebaskan manusia dari
semua bentuk penyakit sosial tersebut.

Agama harus mampu mengubah umatnya menjadi lebih peka pada


persoalan-persoalan kemanusiaan dan lebih professional dalam
memberikan pelayanan kemanusiaan, khususnya terhadap kelompok
rentan dan tertindas yang dalam terminologi Al-Qur’an disebut 
kelompok mustadh’afin.

Sebagai perempuan Muslim, saya amat yakin bahwa Visi Islam


mengenai penciptaan manusia adalah menjadi khalifah fil
ardh (pemimpin di bumi). Sebagai pemimpin, manusia diharapkan
menjadi the agent of moral. Sebagai agen moral manusia harus mampu
menata dan mengelola kehidupan di bumi ini dengan sebaik-baiknya
demi kemashlahatan semua manusia, dan hal itu harus dimulai dari
menata diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas.

Adapun misi utama penciptaan manusia adalah amar ma’ruf nahy


munkar, yakni melakukan upaya-upaya transformasi dan humanisasi
demi kesejahteraan dan kemashlahatan manusia yang tentunya dimulai
dari diri sendiri dan keluarga inti, lalu kemudian masyarakat luas.
Upaya transformasi juga mencakup rekonstruksi budaya agar terbangun
budaya yang lebih memanusiakan manusia.  Selain itu, upaya revisi
sejumlah kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang
masih mengandung unsur diskriminatif terhadap kelompok minoritas
karena alasan gender, agama, dan etnis harus masuk dalam kerja-kerja
transformasi.

Upaya humanisasi mencakup semua upaya untuk menjadikan manusia


menjadi lebih manusiawi, termasuk diri sendiri. Upaya ini mencakup
kegiatan edukasi, komunikasi, dan yang senada dengan itu demi
menghindari kejahatan dan kemungkaran. Termasuk di dalamnya upaya
perbaikan kualitas pendidikan di semua tingkatan sehingga mewujudkan
masyarakat terdidik yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan
universal.

Itulah makna perintah amar ma’ruf nahy munkar bagi semua manusia


tanpa kecuali. Karena itu, semua manusia tanpa ada sekat sedikit pun
diharapkan mampu bekerjasama secara tulus dan dengan penuh kasih
sayang, bahu-membahu, bergotong-royong mewujudkan masyarakat
yang damai, bahagia dan sejahtera (baldatun thayyibah wa rabbun
ghafur), seperti diilustrasikan Al-Qur’an dalam surah Saba’.

Bagi umat Islam, mengkaji Al-Quran untuk memahami dan


mengimplementasikan pesan-pesan moral dan spiritual yang terkandung
di dalamnya adalah suatu keharusan. Agaknya, kita umat Islam bukan
hanya membutuhkan interpretasi baru yang lebih humanis, tetapi juga
metodologi baru dalam memahami Al-Quran. Wallahu a’lam bi al-
shawab.

Visi-Misi Islam dalam Penciptaan Manusia


Problem paling mengemuka dari umat beragama adalah mereka tidak
menganggap keberagamaan (religiosity) sebagai bagian esensial dari
kemanusiaan. Tidak heran jika dewasa ini kita menjumpai orang-orang
yang mengklaim diri sebagai  beriman, namun sangat tidak manusiawi.

Dalam Islam contohnya, dijumpai orang-orang yang rajin shalat dan


puasa, tapi tidak peduli pada ketidakadilan yang merajalela di
masyarakatnya, tidak peduli pada sampah yang menumpuk di
sekelilingnya, tidak peduli pada kelaparan tetangganya, tidak peduli
pada penderitaan dan kekerasan yang dialami keluarganya, demikian
seterusnya.

Akibatnya, agama gagal menjawab pelbagai masalah kemanusiaan yang


krusial seperti ketidakadilan, kemiskinan, kelaparan, konsumerisme,
hedonisme, kekerasan, korupsi dan beragam penyakit sosial lainnya.
Agama pun tidak mampu mengikis stigma, prejudice dan perilaku
diskriminatif, khususnya terhadap kelompok marjinal, minoritas, dan
tertindas. Ajaran tentang keadilan, kejujuran, solidaritas, kepeduliaan,
dan kasih sayang hanya terukir indah dalam Kitab Suci, tapi sangat sulit
dijumpai dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Semua agama dan kepercayaan seharusnya fokus membawa umat


mereka kepada peningkatan kualitas spiritualitas diri yang terefleksi
dalam aktivitas dan kerja-kerja konkret yang membebaskan manusia dari
semua bentuk penyakit sosial tersebut.

Agama harus mampu mengubah umatnya menjadi lebih peka pada


persoalan-persoalan kemanusiaan dan lebih professional dalam
memberikan pelayanan kemanusiaan, khususnya terhadap kelompok
rentan dan tertindas yang dalam terminologi Al-Qur’an disebut 
kelompok mustadh’afin.

Sebagai perempuan Muslim, saya amat yakin bahwa Visi Islam


mengenai penciptaan manusia adalah menjadi khalifah fil
ardh (pemimpin di bumi). Sebagai pemimpin, manusia diharapkan
menjadi the agent of moral. Sebagai agen moral manusia harus mampu
menata dan mengelola kehidupan di bumi ini dengan sebaik-baiknya
demi kemashlahatan semua manusia, dan hal itu harus dimulai dari
menata diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas.

Adapun misi utama penciptaan manusia adalah amar ma’ruf nahy


munkar, yakni melakukan upaya-upaya transformasi dan humanisasi
demi kesejahteraan dan kemashlahatan manusia yang tentunya dimulai
dari diri sendiri dan keluarga inti, lalu kemudian masyarakat luas.
Upaya transformasi juga mencakup rekonstruksi budaya agar terbangun
budaya yang lebih memanusiakan manusia.  Selain itu, upaya revisi
sejumlah kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang
masih mengandung unsur diskriminatif terhadap kelompok minoritas
karena alasan gender, agama, dan etnis harus masuk dalam kerja-kerja
transformasi.

Upaya humanisasi mencakup semua upaya untuk menjadikan manusia


menjadi lebih manusiawi, termasuk diri sendiri. Upaya ini mencakup
kegiatan edukasi, komunikasi, dan yang senada dengan itu demi
menghindari kejahatan dan kemungkaran. Termasuk di dalamnya upaya
perbaikan kualitas pendidikan di semua tingkatan sehingga mewujudkan
masyarakat terdidik yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan
universal.

Itulah makna perintah amar ma’ruf nahy munkar bagi semua manusia


tanpa kecuali. Karena itu, semua manusia tanpa ada sekat sedikit pun
diharapkan mampu bekerjasama secara tulus dan dengan penuh kasih
sayang, bahu-membahu, bergotong-royong mewujudkan masyarakat
yang damai, bahagia dan sejahtera (baldatun thayyibah wa rabbun
ghafur), seperti diilustrasikan Al-Qur’an dalam surah Saba’.

Bagi umat Islam, mengkaji Al-Quran untuk memahami dan


mengimplementasikan pesan-pesan moral dan spiritual yang terkandung
di dalamnya adalah suatu keharusan. Agaknya, kita umat Islam bukan
hanya membutuhkan interpretasi baru yang lebih humanis, tetapi juga
metodologi baru dalam memahami Al-Quran. Wallahu a’lam bi al-
shawab.

Visi-Misi Islam dalam Penciptaan Manusia


Problem paling mengemuka dari umat beragama adalah mereka tidak
menganggap keberagamaan (religiosity) sebagai bagian esensial dari
kemanusiaan. Tidak heran jika dewasa ini kita menjumpai orang-orang
yang mengklaim diri sebagai  beriman, namun sangat tidak manusiawi.

Dalam Islam contohnya, dijumpai orang-orang yang rajin shalat dan


puasa, tapi tidak peduli pada ketidakadilan yang merajalela di
masyarakatnya, tidak peduli pada sampah yang menumpuk di
sekelilingnya, tidak peduli pada kelaparan tetangganya, tidak peduli
pada penderitaan dan kekerasan yang dialami keluarganya, demikian
seterusnya.

Akibatnya, agama gagal menjawab pelbagai masalah kemanusiaan yang


krusial seperti ketidakadilan, kemiskinan, kelaparan, konsumerisme,
hedonisme, kekerasan, korupsi dan beragam penyakit sosial lainnya.
Agama pun tidak mampu mengikis stigma, prejudice dan perilaku
diskriminatif, khususnya terhadap kelompok marjinal, minoritas, dan
tertindas. Ajaran tentang keadilan, kejujuran, solidaritas, kepeduliaan,
dan kasih sayang hanya terukir indah dalam Kitab Suci, tapi sangat sulit
dijumpai dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Semua agama dan kepercayaan seharusnya fokus membawa umat


mereka kepada peningkatan kualitas spiritualitas diri yang terefleksi
dalam aktivitas dan kerja-kerja konkret yang membebaskan manusia dari
semua bentuk penyakit sosial tersebut.

Agama harus mampu mengubah umatnya menjadi lebih peka pada


persoalan-persoalan kemanusiaan dan lebih professional dalam
memberikan pelayanan kemanusiaan, khususnya terhadap kelompok
rentan dan tertindas yang dalam terminologi Al-Qur’an disebut 
kelompok mustadh’afin.

Sebagai perempuan Muslim, saya amat yakin bahwa Visi Islam


mengenai penciptaan manusia adalah menjadi khalifah fil
ardh (pemimpin di bumi). Sebagai pemimpin, manusia diharapkan
menjadi the agent of moral. Sebagai agen moral manusia harus mampu
menata dan mengelola kehidupan di bumi ini dengan sebaik-baiknya
demi kemashlahatan semua manusia, dan hal itu harus dimulai dari
menata diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas.

Adapun misi utama penciptaan manusia adalah amar ma’ruf nahy


munkar, yakni melakukan upaya-upaya transformasi dan humanisasi
demi kesejahteraan dan kemashlahatan manusia yang tentunya dimulai
dari diri sendiri dan keluarga inti, lalu kemudian masyarakat luas.
Upaya transformasi juga mencakup rekonstruksi budaya agar terbangun
budaya yang lebih memanusiakan manusia.  Selain itu, upaya revisi
sejumlah kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang
masih mengandung unsur diskriminatif terhadap kelompok minoritas
karena alasan gender, agama, dan etnis harus masuk dalam kerja-kerja
transformasi.

Upaya humanisasi mencakup semua upaya untuk menjadikan manusia


menjadi lebih manusiawi, termasuk diri sendiri. Upaya ini mencakup
kegiatan edukasi, komunikasi, dan yang senada dengan itu demi
menghindari kejahatan dan kemungkaran. Termasuk di dalamnya upaya
perbaikan kualitas pendidikan di semua tingkatan sehingga mewujudkan
masyarakat terdidik yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan
universal.

Itulah makna perintah amar ma’ruf nahy munkar bagi semua manusia


tanpa kecuali. Karena itu, semua manusia tanpa ada sekat sedikit pun
diharapkan mampu bekerjasama secara tulus dan dengan penuh kasih
sayang, bahu-membahu, bergotong-royong mewujudkan masyarakat
yang damai, bahagia dan sejahtera (baldatun thayyibah wa rabbun
ghafur), seperti diilustrasikan Al-Qur’an dalam surah Saba’.

Bagi umat Islam, mengkaji Al-Quran untuk memahami dan


mengimplementasikan pesan-pesan moral dan spiritual yang terkandung
di dalamnya adalah suatu keharusan. Agaknya, kita umat Islam bukan
hanya membutuhkan interpretasi baru yang lebih humanis, tetapi juga
metodologi baru dalam memahami Al-Quran. Wallahu a’lam bi al-
shawab.

Visi-Misi Islam dalam Penciptaan Manusia


Problem paling mengemuka dari umat beragama adalah mereka tidak
menganggap keberagamaan (religiosity) sebagai bagian esensial dari
kemanusiaan. Tidak heran jika dewasa ini kita menjumpai orang-orang
yang mengklaim diri sebagai  beriman, namun sangat tidak manusiawi.

Dalam Islam contohnya, dijumpai orang-orang yang rajin shalat dan


puasa, tapi tidak peduli pada ketidakadilan yang merajalela di
masyarakatnya, tidak peduli pada sampah yang menumpuk di
sekelilingnya, tidak peduli pada kelaparan tetangganya, tidak peduli
pada penderitaan dan kekerasan yang dialami keluarganya, demikian
seterusnya.

Akibatnya, agama gagal menjawab pelbagai masalah kemanusiaan yang


krusial seperti ketidakadilan, kemiskinan, kelaparan, konsumerisme,
hedonisme, kekerasan, korupsi dan beragam penyakit sosial lainnya.
Agama pun tidak mampu mengikis stigma, prejudice dan perilaku
diskriminatif, khususnya terhadap kelompok marjinal, minoritas, dan
tertindas. Ajaran tentang keadilan, kejujuran, solidaritas, kepeduliaan,
dan kasih sayang hanya terukir indah dalam Kitab Suci, tapi sangat sulit
dijumpai dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Semua agama dan kepercayaan seharusnya fokus membawa umat


mereka kepada peningkatan kualitas spiritualitas diri yang terefleksi
dalam aktivitas dan kerja-kerja konkret yang membebaskan manusia dari
semua bentuk penyakit sosial tersebut.

Agama harus mampu mengubah umatnya menjadi lebih peka pada


persoalan-persoalan kemanusiaan dan lebih professional dalam
memberikan pelayanan kemanusiaan, khususnya terhadap kelompok
rentan dan tertindas yang dalam terminologi Al-Qur’an disebut 
kelompok mustadh’afin.

Sebagai perempuan Muslim, saya amat yakin bahwa Visi Islam


mengenai penciptaan manusia adalah menjadi khalifah fil
ardh (pemimpin di bumi). Sebagai pemimpin, manusia diharapkan
menjadi the agent of moral. Sebagai agen moral manusia harus mampu
menata dan mengelola kehidupan di bumi ini dengan sebaik-baiknya
demi kemashlahatan semua manusia, dan hal itu harus dimulai dari
menata diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas.

Adapun misi utama penciptaan manusia adalah amar ma’ruf nahy


munkar, yakni melakukan upaya-upaya transformasi dan humanisasi
demi kesejahteraan dan kemashlahatan manusia yang tentunya dimulai
dari diri sendiri dan keluarga inti, lalu kemudian masyarakat luas.
Upaya transformasi juga mencakup rekonstruksi budaya agar terbangun
budaya yang lebih memanusiakan manusia.  Selain itu, upaya revisi
sejumlah kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang
masih mengandung unsur diskriminatif terhadap kelompok minoritas
karena alasan gender, agama, dan etnis harus masuk dalam kerja-kerja
transformasi.

Upaya humanisasi mencakup semua upaya untuk menjadikan manusia


menjadi lebih manusiawi, termasuk diri sendiri. Upaya ini mencakup
kegiatan edukasi, komunikasi, dan yang senada dengan itu demi
menghindari kejahatan dan kemungkaran. Termasuk di dalamnya upaya
perbaikan kualitas pendidikan di semua tingkatan sehingga mewujudkan
masyarakat terdidik yang lebih mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan
universal.

Itulah makna perintah amar ma’ruf nahy munkar bagi semua manusia


tanpa kecuali. Karena itu, semua manusia tanpa ada sekat sedikit pun
diharapkan mampu bekerjasama secara tulus dan dengan penuh kasih
sayang, bahu-membahu, bergotong-royong mewujudkan masyarakat
yang damai, bahagia dan sejahtera (baldatun thayyibah wa rabbun
ghafur), seperti diilustrasikan Al-Qur’an dalam surah Saba’.

Bagi umat Islam, mengkaji Al-Quran untuk memahami dan


mengimplementasikan pesan-pesan moral dan spiritual yang terkandung
di dalamnya adalah suatu keharusan. Agaknya, kita umat Islam bukan
hanya membutuhkan interpretasi baru yang lebih humanis, tetapi juga
metodologi baru dalam memahami Al-Quran. Wallahu a’lam bi al-
shawab.

http://musdah-mulia.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai