Anda di halaman 1dari 4

RESUME

FARMASETIK, FARMAKOKINETIK, DAN FARMAKODINAMIKA

Dosen Pembimbing :

Ns. R.A Helda Puspitasari, M.Kep

Disusun oleh :

Alfiah Nova Nur Azizah

192303102102

PRODI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS PASURUAN

2019/2020
FARMASETIK, FARMAKOKINETIK, DAN FARMAKODINAMIKA

Menurut SK Menteri Kesehatan No.25/Kab/B.VII/71 tanggal 9 Juni 1971, yang dimaksud


obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan untuk digunakan dalam menetapkan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan dan menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit, luka, ataupun kelainan badaniah, rohaniah pada manusia ataupun hewan.

Fase perjalanan obat yang diminum peroral akan mengalami 3 fase, yaitu fase farmasetik,
farmakokinetik, dan farmakodinamika. Sedangkan jika obat diberikan melalui rute subkutan ,
intramuskuler atau intravena maka tidak terjadi fase farmasetik.

Fase farmasetik merupakan fase pertama dari kerja obat dimana dalam fase ini obat- obatan
masih dalam bentuk sediaan yang sebenarnya. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil)
akan mengalami 2 fase farmasetik. Fase pertama yaitu fase disintegrasi dimana obat
tersebut akan dipecah / dihancurkan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil. Fase kedua
yaitu fase disolusi dimana partikel-partikel kecil akan dilarutkan ke dalam cairan
gastrointestinal untuk di absorbsi. Obat-obatan dalam bentuk cair akan lebih cepat diserap
dalam saluran gastrointestinal daripada obat dalam bentuk padat.

Setelah obat larut, maka obat tersebut akan masuk kedalam fase berikutnya, yaitu fase
farmakokinetik yang terdiri dari 4 proses yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi.

Fase absorbsi merupakan proses penyerapan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-
tempat tertentu organ ke dalam aliran darah atau sistem pembuluh limfe. Tempat lokasi
absorbsi tentunya sesuai dengan pemberian obat. Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus
halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika sebagian dari vili ini berkurang,
karena pengangkatan sebagian dari usus halus, maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat
yang mempunyai dasar protein, seperti insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak di dalam
usus halus oleh enzim-enzim pencernaan. Apabila obat diberikan secara tropikal, maka bisa
diabsorbsi melalui kulit. Ada beberapa cara agar obat bisa masuk ke aliran darah yaitu
pertama, difusi pasif dimana obat dari ekstrasel akan masuk menembus membran sel dan
masuk kedalam intrasel dengan mudah karena sesuai aliran/komponen dari membran
tersebut. Kedua, Difusi terfasilitasi (aktif) dimana obat tersebut membutuhkan suatu karier
(pembawa) yang dapat berupa enzim atau protein untuk membawa obat bergerak melewati
membran yang memiliki perbedaan konsentrasi. Ketiga, pinositosis yaitu dengan cara
menelan obat untuk kemudian dibawa menembus membran.
Kecepatan proses absorbsi tergantung pada beberapa faktor. Pertama, bentuk sediaan
obat, dimana obat padat mengalami proses absorbsi yang lebih lambat daripada obat cair.
Kedua, cara pemberian obat, obat yang diberikan secara parenteral akan lebih cepat
diabsorbsi terutama dalam bentuk injeksi IV. Ketiga, sifat fisiko-kimia obat, molekul obat
yang bersifat lifofil ( larut dalam lemak) lebih mudah di absorbsi daripada molekul obat yang
bersifat hidrofil (larut dalam air). Hal itu disebabkan karena membran sel tersusun oleh
molekul lipid (lemak), akibatnya obat yang larut dalam lemak (lifofil) akan lebih mudah
berdifusi daripada obat yang larut dalam air (hidrofil).

Setelah di absorbsi, obat kemudian masuk ke tahap distribusi. Distribusi yaitu obat yang
mencapai pembuluh darah akan di transpor bersama aliran darah masuk kedalam sistem
sirkulasi sehingga obat tersebut akan masuk ke seluruh organ. Ketika obat di distribusikan,
kebanyakan berikatan dengan protein. Obat yang terikat dalam protein justru tidak
menimbulkan efek. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan protein
yang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respons farmakologik. Jika ada obat yang
berikatan dengan protein harus diperhitungkan dosisnya agar dapat menimbulkan efek
karena sebagian terikat dengan protein, misal ampisilin yang terikat protein 15%.

Tahap berikutnya yaitu Metabolisme atau Biotransformasi. Proses ini umumnya terjadi
setelah obat menimbulkan efek. Sebelum dikeluarkan dari tubuh, obat akan di inaktifkan
oleh enzim-enzim di hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk
diekskresikan. Tetapi, beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif,
menyebabkan peningkatan respons farmakologik. Fungsi metabolisme sendiri yaitu untuk
mempercepat eliminasi atau pelepasan obat, menentukan lama kerja obat, dan menentukan
konsentrasi obat dalam darah.

Proses yang terakhir dalam farmakokinetik, yaitu ekskresi dimana merupakan akhir dari
proses eliminasi obat dalam tubuh, setelah obat bekerja kemudian dikeluarkan. Rute utama
dari eliminasi obat adalah melalui ginjal yang nantinya obat akan dikeluarkan bersama-sama
dengan urin, karena semua aliran darah dalam tubuh akan dibersihkan oleh ginjal. Rute-
rute lainnya yaitu empedu, usus, paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas,
yang tidak berikatan, yang larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh
ginjal. Sedangkan obat-obat yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal

Setelah melewati fase farmakokinetik, obat akan di lanjutkan ke fase farmakodinamik


dimana terjadi respons biologis atau fisiologis dari obat yang ada di dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Siti. (2016). Farmakologi dalam Keperawatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia.
Indijah, Sujati Woro. (2016). Farmakologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Nuryati. (2017). Farmakologi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Hasballah, Kartini. (2017, Desember 2). E-Learning (Farmakokinetik&Farmakodinamik)-
Bagian 1 [Video]. Youtube, https://youtu.be/-7eRqTdO2W4.

Anda mungkin juga menyukai