Anda di halaman 1dari 12

Nama : david wahyu ramadan

Npm : 192107
Kls : A
Smt : 2

Mengetahui Jenis-jenis Kambing dan Domba di Indonesia

A. Kambing
1. Kambing Kacang

Jenis kambing ini adalah salah satu ras unggul kambing yang pertama kali
dikembangkan di Indonesia. Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia,
kambing ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta
memiliki daya reproduksi yang tinggi pula. Kambing kacang jantan dan betina
keduanya merupakan tipe kambing pedaging.
Ciri-ciri kambing kacang :

 Memiliki tubuh yang relatif kecil dengan kepala ringan dan kecil.
 Posisi telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek.
 Umumnya memiliki warna bulu tunggal putih, hitam, coklat, atau kombinasi
ketiganya.
 Kambing jantan maupun betina memiliki dua tanduk pendek.
 Berat tubuh jantan dewasa dapat mencapai 30 kg, serta betina dewasa
mencapai 25 kg.
 Tinggi kambing jantan 60 – 65 cm, sedangkan yang betina 56 cm.
 Memiliki bulu pendek pada seluruh tubuh, kecuali pada ekor dan dagu, pada
kambing jantan juga tumbuh bulu panjang sepanjang garis leher, pundak dan
punggung sampai ekor dan pantat.
2. Kambing Ettawa (Kambing Jamnapari)

Kambing Ettawa atau dikenal juga dengan nama Kambing Jamnapari, merupakan
jenis kambing unggul yang dapat diternakkan sebagai kambing penghasil susu
maupun sebagai kambing penghasil daging.  Kambing Ettawa ini didatangkan dari
India.
Adapun ciri-ciri kambing Ettawa :

 Badannya besar, tinggi gumba kambing jantan 90 cm hingga 127 cm dan


yang betina mencapai 92 cm.
 Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kg, sedangkan betina hanya mencapai
63 kg.
 Telinganya panjang dan terkulai ke bawah.
 Dahi dan hidungnya cembung.
 Kambing jantan maupun betina bertanduk pendek.
 Kambing Etawa mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari.

3. Kambing Jawarandu

Kambing Jawarandu (Jawa Randu) memiliki nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan
Kacukan. Kambing ini merupakan hasil silangan dari kambing peranakan Ettawa
dengan kambing Kacang, namun sifat fisik kambing kacangnya yang lebih dominan.
Untuk menghemat biasanya peternak susu kambing memilih kambing ini untuk
diternakkan dan diambil susunya. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak
1,5 liter per hari.
Ciri-ciri kambing Jawarandu :

 Memiliki tubuh lebih kecil dari kambing ettawa, dengan bobot kambing jantan
dewasa dapat lebih dari 40 kg, sedangkan betina dapat mencapai bobot 40
kg.
 Baik jantan maupun betina bertanduk.
 Memiliki telinga lebar terbuka, panjang dan terkulai.
 Baik jantan maupun betina merupakan tipe pedaging dan penghasil susu.

 4. Kambing PE (Peranakan Etawa)

Kambing ini merupakan hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing
lokal/Kacang, dengan tujuan lebih mampu beradaptasi dengan kondisi Indonesia.
Kambing ini dikenal sebagai kambing PE (Peranakan Etawa), dan saat ini juga
dianggap sebagai kambing Lokal.

Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap
lingkungan lokal Indonesia. Tanda-tanda tubuhnya berada diantara kambing Kacang
dan kambing Etawa. Jadi ada yang lebih ke arah kambing Etawa, dan sebagian ada
yang lebih ke arah kambing Kacang.

Kambing ini awalnya tersebar di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, dan saat ini
hampir di seluruh Indonesia. Pejantan mempunyai sex-libido yang tinggi, sifat inilah
yang membedakan dengan kambing Etawa.

Ciri-ciri kambing Peranakan Etawa :

 Warna bulu belang hitam, putih, merah, coklat dan kadang putih.
 Badannya besar sebagaimana Etawa, bobot yang jantan bisa mencapai 91
kg, sedangkan betina mencapai 63 kg.
 Telinganya panjang dan terkulai ke bawah, bergelambir yang cukup besar
 Dahi dan hidungnya cembung.
 Kambing jantan maupun betina bertanduk kecil/pendek.
 Daerah belakang paha, ekor dan dagu berbulu panjang
 Kambing Peranakan Etawa mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per
hari.
5. Kambing Gembrong
Kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama di

Kabupaten Karangasem.  i

Pertama kali melihat hewan ini seperti melihat anjing berbulu panjang dan lebat,
padahal kambing. Melihat badannya memang mirip kambing, tetapi bila melihat
bulunya yang lebat mirip anjing. Dari badan hingga kepala, hewan ini juga hampir
tertutup seluruhnya oleh bulu. Itulah kambing Gembrong , kambing asal Bali yang
hampir punah.

Ciri khas kambing Gembrong jantan berbulu panjang lebat dan mengkilap, yang
tumbuh mulai dari kepala hingga ekor. Bila dibiarkan, panjang bulu bisa mencapai
25—30 cm. Setiap 12—16 bulan sekali, bulunya mesti dicukur. Jika tidak, bulu
bagian kepala dapat menutupi mata dan telinga, sehingga akan mempersulit
kambing saat makan.

Sedangkan bentuk dan ukuran tubuh kambing betina mirip kambing kacang. Tapi
pada bagian bawah perut melebar. Kambing gembrong betina juga bertanduk,
namun lebih pendek dan oval. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan,
sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm.

Warna tubuh dominan kambing Gembrong pada umumnya putih sebagian berwarna
coklat muda dan coklat. Pola warna tubuh kebanyakan satu warna, sebagian lagi
dua – sampai tiga warna. Tinggi kambing (gumba) 58 – 65 cm, bobot badan
kambing dewasa 32-45 kg. Kambing jantan berjumbai pada dahi. Jumbai terkadang
menutup mata dan muka kambing.

Kambing gembrong ini dulunya merupakan persilangan antara kambing Kashmir


dengan kambing Turki. Kedua jenis kambing itu masuk ke Bali dari luar negeri
sebagai hadiah untuk seorang bangsawan Bali, yang kemudian berkembang sampai
sekarang di daerah Bali.

Beberapa peternak mencoba menyilangkan kambing Gembrong dengan kambing


Peranakan Ettawah (PE). Dari persilangan itu dihasilkan kambing gettah alias
gembrong ettawah.
6. Kambing Muara
Kambing ini dapat dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara

di Propinsi Sumatera Utara. 


Dari segi penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran
warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga
berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara ini lebih besar dari pada kambing
Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing Muara ini sering juga beranak dua sampai
empat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat ternyata dapat hidup sampai
besar tanpa pakai susu tambahan dan pakan tambahan tetapi penampilan anak
cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal saat
dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi susu kambing relatif baik untuk
kebutuhan anak kambing 4 ekor.
7. Kambing Kosta

Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten.
Kambing ini mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadang-kadang ada
yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini dulunya terbentuk dari
persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor).

Warna dari kambing Kosta ini adalah coklat tua, coklat muda, coklat merah, abu-abu
sampai hitam. Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang
belang umumnya didominasi oleh warna putih.

Kambing Kosta terdapat di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan disekitarnya serta


ditemukan pula dalam populasi kecil di wilayah Tangerang dan DKI Jakarta. Selama
ini masyarakat hanya mengenal Kambing Kacang sebagai kambing asli Indonesia,
namun karena bentuk dan performa Kambing Kosta menyerupai Kambing Kacang,
sering sulit dibedakan antara Kambing Kosta dengan Kambing Kacang, padahal bila
diamati secara seksama terdapat perbedaan yang cukup signifikan.

Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah terdapatnya motif garis yang sejajar
pada bagian kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh
Kambing Kosta yaitu bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu rewos pada
Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing
PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk
besar ke bagian belakang sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe
pedaging. Saat ini populasi Kambing Kosta terus menyusut.
8. Kambing Marica

Kambing Marica adalah suatu variasi lokal


dari Kambing Kacang yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, dan merupakan
salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah
termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement).

Daerah populasi kambing Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten


Jeneponto, Kabupaten Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan.
Kambing Marica punya potensi genetik yang mampu beradaptasi baik di daerah
agro-ekosistem lahan kering, dimana curah hujan sepanjang tahun sangat rendah.
Kambing Marica dapat bertahan hidup pada musim kemarau walau hanya memakan
rumput-rumput kering di daerah tanah berbatu-batu. Ciri yang paling khas pada
kambing ini adalah telinganya tegak dan relatif kecil pendek dibanding telinga
kambing kacang. Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah dan agresif.

9. Kambing Samosir (Kambing Putih, Kambing Batak)


Berdasarkan sejarahnya kambing Samosir ini dipelihara penduduk setempat secara
turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir,

Provinsi Sumatera Utara.  8


Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan upacara persembahan
pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan aninisme (Parmalim) oleh
penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwama putih,
maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing
mereka mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini bisa
menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu,
walaupun pada musim kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi
pulau Samosir yang topografinya berbukit, ternyata kambing ini dapat beradaptasi
dan berkembang biak dengan baik.

Tubuh kambing dewasa yaitu rataan bobot badan betina 26 – 32 kg; panjang badan
57 – 63 cm; tinggi pundak 50 – 56 cm; tinggi pinggul 53 – 59 cm; dalam dada 28 –
33 cm dan lebar dada 17 – 20 cm.

Berdasarkan ukuran morfologi tubuh, kambing spesifik lokal Samosir ini hampir
sama dengan kambing Kacang yang ada di Sumatera Utara, yang membedakannya
terhadap kambing Kacang yaitu penotipe warna tubuh yang dominan putih dengan
hasil observasi 39,18% warna tubuh putih dan 60,82% warna tubuh belang putih
hitam. Pemberian nama kambing Samosir pada saat ini masih secara lokal dan
dikenal dengan nama Kambing Putih atau Kambing Batak.

B.  Domba
1. Domba Garut (Domba Priangan)

Menurut para pakar domba


seperti Prof. Didi Atmadilaga dan Prof. Asikin Natasasmita, bahwa Domba Garut
merupakan hasil persilangan segitiga antara domba lokal (asli Indonesia), Domba
Cape/Capstaad (Domba Ekor Gemuk atau Kibas) dari Afrika Selatan dan Domba
Merino dari Asia Kecil. Yang dibentuk kira-kira pada pertengahan abad ke 19
(±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut.
Sekitar 70 tahun kemudian yaitu tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu
keseragaman, misalnya bentuk tanduk yang besar melingkar diturunkan dari Domba
Merino.

Pada awalnya domba priangan atau domba garut ini berkembang di Priangan (Jawa
Barat), terutama di daerah Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya.
Namun saat ini sudah berkembang di seluruh pulau Jawa khususnya dan Indonesia
pada umumnya. Domba ini dipelihara selain sebagai domba potong atau domba
pedaging, juga dipelihara sebagai domba aduan.
Ciri-ciri domba garut :

 Bertubuh besar dan lebar, lehernya kuat, dahi konveks.


 Domba priangan jantan memiliki tanduk besar dan kuat, melengkung ke
belakang berbentuk spiral, dan pangkal tanduk kanan dan kiri hampir
menyatu. Sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk, panjang telinga
sedang, dan terletak di belakang tanduk.
 Domba jantan mempunyai berat 40-80 kg, sedangkan betina 30-40 kg.
 Kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun telinga.
 Keunggulan domba priangan ini adalah kulitnya merupakan salah satu kulit
dengan kualitas terbaik di dunia, selain itu dengan leher yang kokoh dan
tubuh yang besar, kuat, domba ini sesuai untuk domba aduan. Keunggulan
lainnya adalah penghasil daging yang sangat baik dan mudah dipelihara.

 2. Domba Texel Wonosobo (Dombos)

Domba Texel atau juga dikenal dengan


nama Dombos yang artinya Domba Texel Wonosobo. Pada bulan Juli 2009,
peternak di Lampung Timur mendatangkan 75 ekor betina dan 1 pejantan domba
Texel yang didatangkan dari daerah Dieng Wonosobo, dan ternyata dapat
beradaptasi dan berkembang biak dengan baik di daerah Lampung Timur yang
bersuhu panas.

Pada tahun 1954/1955 Pemerintah mendatangkan 500 ekor Domba Texel dari
Belanda dan dialokasikan ke beberapa daerah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah
(Baturaden Banyumas dan Tawangmangu Solo) dan Jawa Timur, tetapi daerah
tersebut tidak mampu mengembangkannya. Akhirnya tahun 1957, dipindahkan ke
Daerah Wonosobo. Ternyata penduduk Wonosobo mampu mengembangkan
Domba Texel tersebut, akhir tahun 2006 populasi mencapai 8.753 ekor.

Domba Texel mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dari domba jenis lain
yaitu : Mempunyai bulu wol yang keriting halus berbentuk spiral berwarna putih yang
menyelimuti bagian tubuhnya kecuali perut bagian bawah, keempat kaki dan kepala.
Postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher panjang dan ekor kecil.

Domba Texel tergolong ternak unggulan yang berpotensi sebagai penghasil daging.
Bobot badan dewasa jantan dapat mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg dengan
karkas sekitar 55 %. Dalam penggemukkan secara intensif dapat menghasilkan
pertambahan berat badan 265 – 285 gram/hari. Masyarakat Kabupaten Wonosobo,
Provinsi Jawa Tengah telah banyak merintis usaha penggemukan intensif terhadap
Domba Persilangan Texel dengan Domba Lokal, yang menghasilkan keuntungan
memadai. Di samping itu Domba Texel dapat menghasilkan bulu wool berkualitas
sebanyak 1000 gram/ekor/tahun, yang dapat diolah sebagai komuditas yang
mempunyai nilai tambah. Di pedesaan Wonosobo yang potensial Domba texel telah
dirintis industri rumah tangga yang mengolah bulu wool Domba Texel.

Domba Texel tergolong ternak yang cepat berkembang biak, dapat beranak pertama
kali pada umur 15 bulan dan selanjutnya dapat melahirkan setiap delapan bulan.
Anak pertama cenderung tunggal dan anak berikutnya kadang-kadang kembar dua.
Domba Texel mempunyai karakter genetik yang cenderung dominan. Di Kabupaten
Wonosobo, Domba Texel telah banyak memberi kontribusi genetik terhadap domba-
domba lokal melalui proses kawin silang, menghasilkan domba domba persilangan
yang potensial sebagai penghasil daging.

Kendala pengembangan Domba Texel justru karena tingginya permintaan dari luar
daerah yang disinyalir untuk di ekspor ke Malaysia. Hal ini sebenarnya
meningkatkan pamor dan nilai harga Domba Texel itu sendiri, sehingga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat peternak dan pedagang Domba Texel.
Namun di sisi lain, bila pengeluaran ke luar daerah tak dikendalikan, bisa
mengancam terjadinya pengurasan ternak. Kendala lain, perkembang biakan
Domba Dexel masih tergantung pada kawin alam, berhubung belum terdapatnya
Produsen Frozen semen Domba Texel.

Pemerintah telah berupaya melestarikan Domba Texel melalui Program Village


Breeding Centre (VBC) Domba Texel yang meliputi kegiatan pendataan, droping
Domba Texel Gaduhan Pemerintah, sosialisasi dan promosi pelestarian maupun
teknik budidaya serta pelatihan pengolahan bulu, kulit dan daging Domba Texel.

3. Domba Batur Banjarnegara (Domas)


Domba Batur (atau Domas) sebenarnya merupakan domba hasil persilangan dari
domba lokal yaitu domba Ekor Tipis (Gembel), domba Suffolk dan domba

Texel.  Pada 1984, kelompok tani ternak di


Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, berusaha menyilangkan
domba bantuan presiden dengan domba lokal. Persilangan domba asal Tapos dan
domba lokal menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai domba Batur atau
Domas.

Pada awalnya berkembang di daerah Banjarnegara dan menjadi ikon Banjarnegara,


dan sejak tahun 2009 mulai berkembang di beberapa daerah Jawa dan Sumatera.

Domba batur jantan maupun betina adalah tipe domba potong yang merupakan
penghasil daging yang baik.
Ciri-ciri Domba Batur :

 Tubuhnya besar dan panjang.


 Kaki cenderung pendek dan kuat.
 Domba jantan maupun betinanya tidak memiliki tanduk.
 Kulitnya relatif lebih tipis dibandingkan domba garut, kibas, atau gembel,
namun bulunya tebal.
 Warna bulu dominan putih dan menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian
muka domba.
 Keunggulan utama domba Batur ini adalah berat badannya. Untuk domba
jantan dewasa berkisar antara 90-140 kg dan domba betina 60-80 kg, serta
tinggi badan domba jantan dapat mencapai 75 cm dan tinggi domba betina 60
cm.

Domba Batur ini memang istimewa montok/gemuk, pada umur dua tahun domba
jantan umumnya sudah bisa mencapai bobot 100 kg dan betina 80 kg. Bahkan,
domba jantan yang bagus dapat mencapai bobot 140 kg. Domba dengan bobot
seperti ini biasanya dijadikan pejantan.

Proporsi dagingnya (bukan karkas yang masih bertulang) juga tinggi. Dagingnya
lebih empuk dan lemaknya lebih tinggi. Untuk sate lebih bagus.

Domba Batur mulai dapat dikawinkan pada umur 8 bulan saat si betina mencapai
bobot 50—60 kg. Satu ekor pejantan mampu mengawini 10 ekor betina. Betina
bunting selama lima bulan dan rata-rata jumlah anaknya 1,5 ekor per kelahiran.

4. Domba Ekor Tipis (Domba Gembel)

Domba ekor tipis dikenal


sebagai domba asli Indonesia dan sering disebut Domba Gembel, dalam Bahasa
Inggris disebut Javanesse Thin-Tailed sheep.

Pada awalnya domba ini berkembang di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat,
namun saat ini sudah berkembang di seluruh pulau jawa khususnya dan Indonesia
pada umumnya.

Ciri-ciri domba ekor tipis :

 Termasuk golongan domba berperawakan kecil, dengan berat badan domba


jantan 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg.
 Bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di
sekeliling mata, hidung, dan beberapa bagian tubuh lain.
 Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak.
 Telinga umumnya medium sampai kecil dan sebagian berposisi
menggantung.
 Domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina umumnya
tidak bertanduk.

Keunggulan domba ekor tipis ini adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak
kembar 2-5 ekor setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi
musim kawin, serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang
buruk.

5. Domba Ekor Gemuk (Domba Kibas)

Domba Ekor Gemuk


dikenal juga dengan nama Domba Kibas (di Jawa), juga dikenal sebagai domba
Donggala, yang sekarang sudah dipatenkan menjadi domba ekor gemuk lokal Palu
dari Sulawesi Tengah. Domba ini berasal dari Asia Barat atau India yang dibawa
oleh pedagang bangsa Arab pada abad ke-18. Pada sekitar tahun 1731 sampai
1779 pemerintah Hindia Belanda telah mengimpor domba Kirmani, yaitu domba ekor
gemuk dari Persia.

Pada awalnya domba Ekor Gemuk berkembang di Jawa Timur, Madura, Sulawesi,
dan Nusa Tenggara (terutama di Lombok). Namun saat ini sudah berkembang di
seluruh Indonesia.
Domba ini beradaptasi dan tumbuh lebih baik di daerah beriklim kering.

Ciri-ciri domba ekor gemuk :

 Bentuk badannya sedikit lebih besar daripada domba lokal lainnya.


 Berat domba jantan mencapai 40-60 kg, sedangkan domba betina 25-50 kg.
 Tinggi badan pada jantan dewasa antara 52 – 65 cm, sedangkan pada betina
dewasa 47 – 60 cm.
 Warna bulu wolnya putih dan kasar.
 Ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar
merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil karena tidak
terjadi penimbunan lemak. Cadangan lemak di bagian ekor berfungsi sebagai
sumber energi pada musim paceklik.
 Dada terlihat serasi dan kuat seperti bentuk perahu, ke empat kakinya kalau
jalan agak lamban karena menanggung berat badan dan ekornya yang
gemuk.
 Umumnya domba jantan tidak bertanduk dan hanya sedikit yang mempunyai
tanduk kecil, sedangkan yang betina tidak bertanduk.
 Keunggulan Domba Domba ekor gemuk ini adalah tahan terhadap panas dan
kering.

Anda mungkin juga menyukai